Laporan Skenario a Blok 26 2014

46
KATA PENGANTAR Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing yang telah membimbing tutorial pertama di blok 23 ini sehingga proses tutorial dapat berlangsung dengan sangat baik. Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua, yang telah memberi dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung jumlahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tutorial Skenario A di blok 23 ini hingga selesai. Ucapan terima kasih juga kepada para teman-teman sejawat di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya atas semua semangat dan dukungannya sehingga perjalanan blok per blok yang seharusnya sulit dapat dilewati dengan mudah. Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata mendekati sempurna.Oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di penyusunan laporan berikutnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua. Palembang, 18 Agustus 2014 Penyusun Kelompok B1 1

description

laporan skenario A blok 26 2014

Transcript of Laporan Skenario a Blok 26 2014

Page 1: Laporan Skenario a Blok 26 2014

KATA PENGANTAR

Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing

yang telah membimbing tutorial pertama di blok 23 ini sehingga proses tutorial dapat

berlangsung dengan sangat baik.

Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada kedua orang

tua, yang telah memberi dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung

jumlahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tutorial Skenario A di blok 23 ini

hingga selesai.

Ucapan terima kasih juga kepada para teman-teman sejawat di Fakultas Kedokteran

Universitas Sriwijaya atas semua semangat dan dukungannya sehingga perjalanan blok per

blok yang seharusnya sulit dapat dilewati dengan mudah.

Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata mendekati sempurna.Oleh

karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan

di penyusunan laporan berikutnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan sumbangan

pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, 18 Agustus 2014

Penyusun

Kelompok B1

1

Page 2: Laporan Skenario a Blok 26 2014

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................1

Daftar Isi...............................................................................................2

BAB I : Pendahuluan

1.1.................................................................... Latar Belakang 3

BAB II : Pembahasan

2.1. Data Tutorial.....................................................................4

2.2. Skenario Kasus..................................................................5

2.3. Paparan

I. Klarifikasi Istilah.............................................................6

II. Identifikasi Masalah........................................................7

III. Analisis Masalah............................................................8

IV. Learning Issue..............................................................30

V. Kerangka Konsep.........................................................40

BAB III : Penutup

3.1. Kesimpulan.....................................................................41

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................42

2

Page 3: Laporan Skenario a Blok 26 2014

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok Sistem Reproduksi dan

Perinatologi yang berada dalam blok 26 pada semester 7 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi

(KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk

menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.

Adapun maksud dan tujuan dari materi tutorial ini, yaitu:

1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem KBK di

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.

2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan

pembelajaran diskusi kelompok.

3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari

skenario ini.

3

Page 4: Laporan Skenario a Blok 26 2014

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Tutor : dr. Ariesti Karmila

Moderator : Ali Zainal

Sekretaris : M Faza Naufal

Hari, Tanggal : Senin, 18 Agustus 2014

Rabu, 20 Agustus 2014

Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan.

2. Dilarang makan dan minum.

4

Page 5: Laporan Skenario a Blok 26 2014

2.2. Skenario Kasus

Budi, seorang anak laki – laki berusia 3 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena kaki dan

tangannya terasa dingin seperti es. Empat hari yang lalu, Budi demam tinggi terus

menerus, tidak menggigil disertai sakit kepala, pegal – pegal dan sakit perut. Tidak ada

batuk pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti biasa. Budi sudah diberi obat

penurun panas, namun panas turun sebentar dan kemudian naik lagi. Satu hari yang lalu,

panas mulai turun disertai mimisan. Sejak 6 jam yang lalu, pasien tidak buang air kecil

disertai tangan dan kaki teraba dingin seperti es. Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.

Pemeriksaan fisik:

Keadaan umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, nadi: filiformis, temperatur: 36,2oC,

BB: 15 kg, TB: 98 cm, Rumple leede test (+)

Keadaan spesifik:

Kepala: Konjungtiva tidak pucat, nafas cuping hidung negatif.

Thoraks: simetris, dyspnea (-). Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung (-), irama

derap (-). Paru: suara nafas vesikuler, kiri = kanan, wheezing (-).

Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm dibawah arcus costae, lien tidak teraba, BU (+)

normal.

Ekstremitas: akral dingin, capillary refill time 4”

Pemeriksaan penunjang:

HB: 12 gr/dl, Ht: 45 vol%, Leukosit: 2800 mm3, trombosit: 45.000/mm3

5

Page 6: Laporan Skenario a Blok 26 2014

2.3. Paparan

I. Klarifikasi istilah

1. Menggigil : Usaha tubuh untuk meningkatkan suhu tubuh melalui pergerakan

involunter.

2. Demam : Meningkatnya suhu tubuh di atas 37,2oC.

3. Mimisan : Suatu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar dari lubang

hidung.

4. Nadi filiformis : Nadi cepat,kecil dan sulit diraba.

5. Rumple leede test : Pemeriksaan peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang

ditandai dengan munculnya ptekiae.

6. Capillary refill time : Tes yang dilakukan pada daerah dasar kuku untuk memonitor

dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan.

7. Gelisah : Gangguan mental yang berlangsung singkat yang ditandai oleh

delusi, halusinasi, gangguan memori dan inkoherensi.

8. Akral dingin : Keadaan dingin pada ujung- ujung ekstremitas.

9. Wheezing : Suara pernafasan frekuensi tinggi dan nyaring yang terdengar di

akhir respirasi.

6

Page 7: Laporan Skenario a Blok 26 2014

II. Identifikasi Masalah

1. Budi seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, dibawa ibunya berobat karena kaki dan tangannya terasa dingin dan seperti es. Sejak 6 jam yang lalu pasien tidak buang ar kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin seperti es.

2. Empat hari yang lalu Budi demam tinggi terus menerus, tidak menggigil disertai sakit kepala, pegal-pegal, dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti biasa.

3. Budi sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar, dan kemudian naik lagi.

4. Satu hari yang lalu panas mulai turun disertai mimisan. Riawayt mimisan sebelumnya disangkal

5. Pemeriksaan fisika. Keadaan umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg. Nadi: filiformis, RR

36x/menit, BB 15 kg, TB: 98cm. rumple leede test (+)b. Hati teraba 2 jari dibawah arcus costaec. Extremitas: akral dingin, capillary refill time 4”

6. Pemeriksaan penunjanga. Ht:45 vol % leukosit : 2800/mm3, trombosit: 45.000/mm3

7

Page 8: Laporan Skenario a Blok 26 2014

III. Analisis Masalah

1. Budi seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, dibawa ibunya berobat karena kaki dan tangannya terasa dingin dan seperti es dan sejak 6 jam yang lalu pasien tidak buang ar kecil

1. Apa etiologi dan mekanisme terjadinya akral dingin pada kasus ini?

Pada syok hipovolemia, penurunan curah jantung akan menurunkan pengiriman

oksigen dan zat nutrisi lain ke jaringan. Keadaan ini kemudian akan menurunkan

metabolism pada seluruh sel tubuh. Akibat depresi metabolism pada syok, jumlah

panas yang dibebaskan dalam tubuh berkurang dan akibatnya suhu tubuh akan

sangat menurun yang bermanifestasi dengan keluhan kaki dan tangan teraba

dingin

2. Apa etiologi dan mekanisme pasien tidak BAK ?

Anuria adalah salah satu pertanda terjadinya syok. Pada keadaan syok, perfusi ke

ginjal akan menurun. Akibatnya, jumlah darah yang difiltrasi juga menurun

sehingga produksi urin menurun.

Pada kasus syok yang berat dan tidak segera diatasi, anuria dapat menandakan

terjadinya gagal ginjal akut. Diagnosis gagal ginjal akut dapat ditegakkan bila

salah 1 dari 3 kriteria berikut terpenuhi:

- Penurunan fungsi ginjal dalam 48 jam ditandai dengan peningkatan serum

kreatinin >0,3 mg/dl

- Peningkatan serum kreatinin ≥50%

- Urin <0,5ml/kg/jam selama >6 jam

Pada kasus ini, pasien mengalami anuria selama 6 jam berturut. Hal ini terjadi

karena syok hipovolemik yang dialami pasien. Berdasarkan kriteria RIFLE, pasien

termasuk kategori beresiko untuk mengalami gagal ginjal akut.

3. Bagaimana hubungan tidak BAK dan akral dingin ?

Secondary heterologous dengue infection virus dengue produksi

nonneutralizing antibodies kompleks antigen – antibodi aktivasi sistem

komplemen sekresi protein anafilatoksin (C3a dan C5a) degranulasi pada

sel endotel dan mastosit sitokin pro inflamasi permeabilitas kapiler

meningkat plasma leakage syok hipovolemia vasokontriksi perifer

suplai darah ke perifer berkurang akral dingin.

Syok hipovolemia perfusi ginjal ↓ produksi urine ↓ tidak BAK sejak 6

jam yang lalu resiko gagl ginjal akut ↑.

8

Page 9: Laporan Skenario a Blok 26 2014

2. Empat hari yang lalu Budi demam tinggi terus menerus, tidak menggigil disertai sakit kepala, pegal-pegal, dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti biasa.4. Bagaimana hubungan demam terus menerus dengan gejala klinis sekarang ?

Pada demam berdarah dengue, terdapat perjalanan penyakit yang khas. Demam

yang terjadi pada kasus DBD merupakan demam bifasik. Onset demam biasanya

muncul setelah 1 minggu masa inkubasi sejak virus menginfeksi pasien. Demam

dapat mencapai suhu 40oC. Pada hari ke 3 - 5, demam dapat turun mencapai suhu

normal bahkan lebih rendah. Fase ini adalah fase kritis karena pada fase ini dapat

terjadi plasma leakage yang akan menyebabkan syok hipovolemik bila tidak

diatasi dengan segera. Manifestasi dari syok dapat kita lihat pada Budi saat ini,

yaitu anuria, akral dingin, peningkatan capillary refill time, penurunan kesadaran,

nadi filiformis dan hipotensi.

5. Apa makna klinis sakit kepala, pegal-pegal, dan sakit perut?

Sakit kepala disertai pegal – pegal merupakan tanda nonspesifik dari adanya suatu

infeksi virus. Ada 4 gejala non spesifik yang dapat menunjukkan terjadinya

infeksi oleh virus yaitu sakit kepala, nyeri retro orbita, myalgia dan arthralgia.

Berdasarkan Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue

and Dengue Haemorrhagic Fever, rasa tidak nyaman pada epigastrium dan nyeri

abdomen yang sifatnya generalisata merupakan salah satu manifestasi klinis yang

dapat ditemui pada demam berdarah dengue. Nyeri pada perut dapat pula

berkaitan dengan adanya pendarahan pada traktus gastrointestinal akibat adanya

trombositopenia pada kasus DBD, terutama bila ditemukan adanya melena atau

hematemesis.

6. Apa makna klinis tidak ada batuk pilek, BAB dan BAK normal ?

3. Budi sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar, dan kemudian naik lagi.7. Mengapa panas naik lagi walaupun telah diberi obat penurun panas ?

Sebagian besar obat penurun panas bekerja dengan menghambat kerja enzim

cyclooxygenase. Dengan dihambatnya enzim tersebut, maka pembentukan

prostaglandin dihambat dan demam akan turun. Akan tetapi, pemberian obat

penurun panas tidak akan menghilangkan kausa (penyebab) dari demam itu

sendiri, yang dalam kasus ini adalah virus dengue, sehingga sitokin proinflamasi

akan kembali memicu peningkatan produksi prostaglandin setelah efek obat

menghilang. Karena itulah, panas akan naik kembali meskipun telah diberikan

obat penurun panas.

9

Page 10: Laporan Skenario a Blok 26 2014

4. Satu hari yang lalu panas mulai turun disertai mimisan. Riawayat mimisan sebelumnya disangkal.8. Apa hubungan panas menurun dengan mimisan ?

Pada kasus ini Budi telah memasuki fase kritis, dimana terjadi fase demam turun

drastis dan sering mengecoh seolah terjadi kesembuhan. Namun inilah fase kritis

kemungkinan terjadinya “Dengue Shock Syndrome”. Demam menurun

menunjukkan memasuki fase afebris sebagai periode kritis pada hari ke 3 sampai

hari ke 5, dimana terjadi perembesan plasma dan merupakan fase awal kegagalan

sirkulasi yang dapat menyebabkan syok, anoksia dan kematian. Perdarahan

spontan pada fase ini terjadi akibat infeksi sistemik sehingga perembesan plasma

ini salah satunya dapat ditemukan salah satu manifestasinya berupa epistaksis.

9. Bagaiamana mekanisme mimisan pada kasus?- Aktivasi komplemen menghasilkan histamin permeabilitas kapiler

meningkat plasma leakage spots pembuluh kapiler mukosa

mengeluarkan darah perdarahan pada hidung (epistaksis)

- Aktivasi komplemen menghasilkan histamin permeabilitas kapiler

meningkat agregasi trombosit trombositopenia perdarahan

- Aktivasi komplemen menghasilkan histamin permeabilitas kapiler

meningkat kerusakan endotel pembuluh darah merangsang dan

mengaktivasi faktor pembekuan DIC perdarahan

5. Pemeriksaan fisikKeadaan umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg. Nadi: filiformis, RR 36x/menit, BB 15 kg, TB: 98cm. rumple leede test (+), akral dingin, capillary refill time 4”Hati teraba 2 jari dibawah arcus costae.

10. Bagaimana interpetasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik pada kasus ?- Gelisah/delirium: syok hipovolemik ketidakcukupan asupan darah ke otak

yang menyebabkan terjadinya hipoksia otak

- TD 50/70mmHg:

- Nadi filiformis: syok hipovolemik kompensasi pada tubuh dengan

dilakukannya vasokonstriksi perifer sehingga terjadi penurunan kekuatan nadi

dan isi pada perifer.

- RR 36x/menit:. syok hipovolemik kompensasi dengan usaha memperoleh

O2 lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan O2 di organ vital (otak, jantung)

- Rumple leede test (+):

- Akral dingin: penurunan aliran darah perifer untuk meningkatkan kebutuhan

organ vital berupa otak dan jantung

- Capillary refill time: penurunan perfusi/aliran darah ke perifer, tanda

dehidrasi berat, akan menyebabkan defisit cairan intravascular (normal < 2

detik)

11. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan rumple leede test ?

10

Page 11: Laporan Skenario a Blok 26 2014

Buatlah lingkaran (pakai spidol), pada lengan volar lengan bawah. Radius 3

cm Titik pusat terletak 2 cm di bawah garis  lipatan siku.

Pasang manset tensimeter pada lengan atas. Carilah Tekanan Sistole (TS) dan

Tekanan Diastole (TD) padan lengan volar lengan bawah.Pompa

sfigmomanometer sampai tekanan antara sistolik dan diastolik (100 mmHg)

yaitu di atas tekanan vena tapi kurang dari tekanan arteri sehingga darah dari

jantung ke perifer tetap jalan. Pertahankan selama 10 menit (jika test ini

dilakukan sebagai lanjutan dari test IVY, 5 menit sudah mencukupi).Jika

tekanan Sistolik < 100 mmHg, buatlah tekanan sebesar ½ (TS+TD)

pertahankan tekanan ini selama 5 menit.(3-5-10 menit).

Lepaskan ikatan sfigmomanometer dan tunggu sampai tanda stasis darah

lenyap. Stasis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang

dibendung sama dengan warna kulit lengan yang disebelahnya. Perhatikan

timbulnya peteki(bintik-bintik merah) pada lengan bawah di daerah kulit

lipatan siku di bawah bebatan.(pada lengan bawah sepertiga bagian proksimal

medial)

Setelah tes, buka-tutup tangan beberapa saat sampai sirkulasi lengan kembali

normal.

Peteki: ialah manifestasi perdarahan yang sering ditemukan, biasanya muncul

pada hari pertama demam dan berlangsung selama 3-6 hari.

Nilai Rujuk :

•    < 10 peteki dinyatakan negative atau normal

•    20 dinyatakan abnormal

•    10-20 dinyatakan dubia

 Atau :

Scale for reporting number of petechiae:

 0 to 10 = 1+

 10 to 20 = 2+

20 to 50 = 3+

50 or more = 4+

11

Page 12: Laporan Skenario a Blok 26 2014

Tes ini cara awal paling sederhana bila suatu demam dicurigai sebagai infeksi

dengue.Dikenal sebagai cara Tes Rumpel Leed.

12. Bagaimana cara pemeriksaan capillary refill time ?

Jaringan membutuhkan oksigen untuk hidup, oksigen dibawa kebagian tubuh oleh

system vaskuler darah. Tes CRT dilakukan dengan memegang tangan pasien lebih

tinggi dari jantung (mencegah refluks vena ), lalu tekan lembut kuku jari tangan

atau jari kaki sampai putih, kemudian dilepaskan. Catatlah waktu yang

dibutuhkan untuk warna kuku kembali normal (memerah) setelah tekanan

dilepaskan. Pada bayi yang baru lahir, pengisian kapiler dapat diukur dengan

menekan pada tulang dada selama lima detik dengan jari telunjuk atau ibu jari,

dan catat waktu yang dibutuhkan untuk warna kulit kembali normal setelah

tekanan dilepaskan. Jika aliran darah baik ke daerah kuku, warna kuku kembali

normal kurang dari 2 detik. Pada bayi baru lahir batas normal pengisian kapiler

adalah 3 detik. CRT memanjang (> 2 detik) pada :

• Dehidrasi (hipovolumia) • Syok

• Peripheral vascular disease • hipotermia CRT memanjang utama ditemukan pada pasien yang mengalami keadaan

hipovolumia (dehidrasi,syok), dan bisa terjadi pada pasien yang hipervolumia

yang perjalanan selanjutnya mengalami ekstravasasi cairan dan penurunan cardiac

output dan jatuh pada keadaan syok

6. Pemeriksaan penunjangHt:45 vol % leukosit : 2800/mm3, trombosit: 45.000/mm3

13. Bagaiamana interpretasi dan mechanism abnormal pada pemeriksaan penunjang ?Mekanisme: peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah pada

kebocoran plasma ke dalam ruang ekstra vaskuler, sehingga akan menimbulkan

hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun

mencapai 20% pada kasus berat yang diikuti efusi pleura, hemokonsentrasi dan

hipoproteinemia. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan

ekstravasasi diabsorbsi dengan cepat dan menimbulkan penurunan hematocrit.

Leukosit 2800/mm3 : leukopenia

Mekanisme: perubahan imunologi seluler karena adanya virus yang selalu

bereplikasi terkhususnya virus dengue. Hal ini memberikan respon terhadap

sistem imun seluler untuk melawan virus yang lama kelamaan akan

mengakibatkan leukopenia.

12

Page 13: Laporan Skenario a Blok 26 2014

Trombosit 45.000/mm3 : trombositopenia

Mekanisme: virus yang masuk ke dalam tubuh manusia akan mengalami agregrasi

yaitu proses menempelnya virus dengue terhadap trombosit. Proses ini secara

bersamaan akan mengakibatan fagositosis oleh monosit ataupun makrofag yang di

mana keadaan yang akut maupun kronik dapat menimbulkan trombositopenia dan

memudahkan terjadinya perdarahan.

14. Apa saja diagnosis banding pada kasus ini?

Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis

dengan demam tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.

Sindrom Syok Dengue (SSD) . Seluruh criteria di atas untuk DBD disertai

kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah

turun (≤ 20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan

lembab serta gelisah.

Awal perjalanan penyakit : demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam

chikungunya, leptospirosis, dan malaria

Demam chikungunya (DC)

Serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir

selalu disertai ruam makulopapular, injeksi konjungtiva, lebih sering dijumpai

nyeri sendi, biasanya menyerang seluruh anggota keluarga dan penularannya

mirip influenza. Tidak ditemukan adanya perdarahan gastrointestinal dan syok.

Perdarahan juga terjadi pada penyakit infeksi seperti sepsis dan meningitis

meningokokus.

Pada sepsis pasien tampak sakit berat dari semula, demam naik turun, ditemukan

tanda-tanda infeksi, leukositosis disertai dominasi sel polimormonuklear. Pada

meningitis meningokokus jelas terdapat gejala rangsang meningeal dan kelainan

pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.

ITP dengan DBD derajat II

Pada ITP demam cepat menghilang (atau bisa tanpa demam), tidak ada

leucopenia, tidak ada hemokonsentrasi, tidak dijumpai pergeseran ke kanan pada

hitung jenis. Pada fase konvalesen DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali ke

normal daripada ITP.

Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik.

Pada leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba, anak sangat

anemis, dan apus darah tepi/sumsum tulang menujukkan peningkatan sel blast.

Pada anemia aplastik anak sangat anemic, demam timbul karena infeksi sekunder,

dan pansitopenia.

15. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pada kasus ini? (pemeriksaan tambahan)

Anamnesis dan pemeriksaan fisik:

13

Page 14: Laporan Skenario a Blok 26 2014

- Gejala infeksi virus non spesifik: nyeri retro orbita, sakit kepala, myalgia,

arthralgia, malaise, anorexia.

- Demam yang tinggi, bisa mencapai 40oC, bifasik, berlangsung terus menerus 2

-7 hari

- Manifestasi pendarahan: uji rumple leede (+), ptekiae, mimisan spontan,

pendarahan pada gusi, pendarahan gastrointestinal yang ditandai dengan

melena atau hematemesis dapat terjadi meski jarang. Ruam kulit yang muncul

pada 2 – 3 hari pertama demam pada wajah, leher atau dada dan berubah

menjadi lesi makulopapuler pada hari ke atau 4. Pada fase penyembuhan, ruam

hilang dan mungkin tampak ptekiae yang terlokalisir

- Tanda – tanda syok: akral dingin, capillary refill time memanjang, hipotensi,

hipotermi, takikardi, bahkan sampai oliguria/anuria dan penurunan kesadaran.

- Adanya pembesaran hepar.

- Riwayat berpergian ke daerah endemis DBD atau tinggal di daerah endemis

DBD dapat membantu kita memikirikan kemungkinan DBD.

Pemeriksaan Lab:

- Trombositopenia (<100.000 ml)

- Hematokrit meningkat

- Leukositosis pada fase awal, namun biasanya leukopenia pada fase kritis

- AST dapat meningkat

- Acidosis pada syok yang tidak teratasi

Pemeriksaan penunjang lainnya:

- Pemeriksaan serologi (IgG dan IgM)

- Kultur virus dari hasil isolasi virus dari serum, plasma, atau buffy coat pada 6

hari pertama sakit

- RT-PCR untuk mendeteksi virus

- ELISA untuk mendeteksi protein E dan NS1 (non structural protein)

Kriteria Diagnosis WHO: 2 dari manifestasi klinik dibawah ini ditambah

trombositopenia dan hemokonsentrasi.

14

Page 15: Laporan Skenario a Blok 26 2014

Manifestasi klinik:

1. Demam akut, tinggi dan terus menerus 2-7 hari

2. Manifestasi pendarahan seperti uji turniket positif,ptekiae, purpura, ekimosis,

mimisan, pendarahan gusi, hematemesis, atau melena

3. Hepatomegali

4. Syok ditandai dengan takikardi, perfusi jaringan jelek, nadi lemah, tekanan

nadi menyempit ≤20 mmhg atau hipotensi disertai akral pucat dan dingin serta

gelisah.

Pemeriksaan lab:

1. Trombositopenia (<100.000/mm3)

2. Hemokonsentrasi(Ht naik ≥20% baseline berdasarkan usia pasien)

Grading Dengue menurut WHO:

Gejala DBD WHO 1997:

Derajat I : Demam disertai gejala-gejala umum yang tidak khas dan manifestasi

perdarahan spontan satu-satunya adalah uji tourniquet positif.

Derajat II : Gejala –gejala derajat I, disertai gejala-gejala perdarahan kulit spontan

15

Page 16: Laporan Skenario a Blok 26 2014

atau manifestasi perdarahan yang lebih berat.

Derajat III: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, hipotensi,

sianosis disekitar mulut, kulitdingin dan lembab, gelisah,

Derajat IV: Shock berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur

16. Apa diagnosis kerja pada kaus ini ?Seorang anak laki-laki busia 3 tahun, diduga menderita demam berdarah dengue grade III dan shock syndrome.

17. Bagaiamana epidemiologi pada kasus ?

Infeksi virus Dengue di Indonesia sejak abad ke- 18. Seluruh wilayah Indonesia

mempunyai risiko untuk terjangkit penyakit DBD karena virus penyebab dan

nyamuk penularnya tersebar luas baik di rumah maupun tempat- tempat umum,

kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut. Pada

saat ini seluruh propinsi di Indonesia sudah terjangkit penyakit ini baik di kota

maupun desa terutama yang padat penduduknya.

Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia cenderung

meningkat, mulai 0,05 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi

35,19 insiden per 100.000 penduduk di tahun 1998, dan pada saat ini DBD di

banyak negara kawasan Asia Tenggara merupakan penyebab utama perawatan

anak di rumah sakit. Walaupun saat ini DBD lebih  banyak pada anak-anak,

dalam dekade terakhir ini terlihat kecenderungan  kenaikan proporsi pada

kelompok dewasa, karena pada kelompok umur ini  mempunyai mobilitas yang

tinggi dan sejalan dengan perkembangan transportasi  yang lancar, sehingga

memungkinkan untuk tertularnya virus dengue lebih besar, dan  juga karena

adanya infeksi virus dengue jenis baru yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan  DEN 4 

yang sebelumya belum pernah ada pada suatu daerah.

18. Bagaimana patofisiologi pada kasus ini ?

Patogenesis Demam Berdarah Dengue sampai saat ini masih kontrovesial dan

belum dapat diketahui secara jelas. Terdapat dua teori yang dikemukakan dan

paling sering dianut adalah : Virulensi virus dan Imunopatologi yaitu Hipotesis

Infeksi Sekunder Heterolog (The Secondary Heterologous Infection). Teori

lainnya adalah teori endotel, endotoksin, mediator, dan apoptosis.

1. Virulensi Virus

Virus Dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip (DEN 1, 2,

3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh nukleokapsid. Virus

Dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi, sehingga mengganggu

16

Page 17: Laporan Skenario a Blok 26 2014

sintesis protein sel pejamu. Kapasitas virus untuk mengakibatkan penyakit pada

pejamu disebut virulensi. Virulensi virus berperan melalui kemampuan virus

untuk :

a.Menginfeksi lebih banyak sel,

b.Membentuk virus progenik,

c.Menyebabkan reaksi inflamasi hebat,

d.Menghindari respon imun mekanisme efektor.

Penelitian terakhir memperkirakan bahwa terdapat perbedaan tingkatan virulensi

virus dalam hal kemampuan mengikat dan menginfeksi sel target. Perbedaan

manifestasi klinis demam dengue, DBD dan Dengue Syok syndrome mungkin

disebabkan oleh varian-varian virus dengue dengan derajat virulensi yang

berbeda-beda.

2. Teori Imunopatologi

Hipotesis infeksi sekunder oleh virus yang heterologous (secondary heterologous

infection) menyatakan bahwa pasien yang mengalami infeksi kedua kalinya

dengan serotype virus dengue yang heterolog akan mempunyai risiko yang lebih

besar untuk menderita Demam Berdarah Dengue dan Sindrom Syok Dengue.

Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenali virus lain yang

telah menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang

kemudian berikatan dengan reseptor dari membrane sel leukosit, terutama

makrofag. Antibodi yang heterolog menyebabkan virus tidak dinetralisasi oleh

tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag.

Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement(ADE), yaitu

suatu proses yang akan meningkatkan infeksi sekunder pada replikasi virus

dengue di dalam sel mononuklear yaitu terbentuknya komplek imun dengan virus

yang berkadar antibodi rendah dan bersifat subnetral dari infeksi primer.

Komplek imun melekat pada reseptor sel mononukleus fagosit (terutama

makrofag) untuk mempermudah virus masuk ke sel dan meningkatkan

multiplikasi. Kejadian ini menimbulkan viremia yang lebih hebat dan semakin

banyak sel makrofag yang terkena. Sedangkan respon pada infeksi tersebut terjadi

sekresi mediator vasoaktif yang mengakibatkan terjadinya keadaan hipovolemia

dan syok.

3. Teori Endotoksin

Syok pada DBD menyebabkan iskemia usus, yang kemudian menyebabkan

translokasi bakteri dari lumen usus ke dalam sirkulasi. Endotoksin sebagai

komponen kapsul luar bakteri gram negative akan mudah masuk ke dalam

sirkulasi pada keadaan iskemia berat. Telah dibuktikan oleh peneliti sebelumnya

bahwa endotoksin berhubungan erat dengan kejadian syok pada Demam Berdarah

17

Page 18: Laporan Skenario a Blok 26 2014

Dengue. Endotoksinemia terjadi pada 75% Sindrom Syok Dengue dan 50%

Demam Berdarah Dengue tanpa syok.

4. Teori Mediator

Makrofag yang terinfeksi virus Dengue mengeluarkan sitokinyang disebut

monokin dan mediator lain yang memacu terjadinya peningkatan permeabilitas

vaskuler dan aktivasi koagulasi dan fibrinolisis sehingga terjadi kebocoran

vaskuler dan perdarahan.

5. Teori Apoptosis

Apoptosis adalah proses kematian sel secara fisiologis yang merupakan reaksi

terhadap beberapa stimuli. Akibat dari apoptosis adalah fragmentasi DNA inti sel,

vakuolisasi sitoplasma, peningkatan granulasi membran plasma menjadi DNA

subseluler yang berisi badan apoptotik.

6. Teori Endotel

Virus Dengue dapat menginfeksi sel endotel secara in vitro dan menyebabkan

pengeluaran sitokin dan kemokin.Sel endotel yang telah terinfeksi virus Dengue

dapat menyebabkan aktivasi komplemen dan selanjutnya menyebabkan

peningkatan permeabilitas vaskuler dan dilepaskannya trombomodulin yang

merupakan pertanda kerusakan sel endotel. Bukti yang mendukung adalah

kebocoran plasma yang berlangsung cepat dan meningkatnya hematokrit dengan

mendadak.

Ada dua perubahan patofisiologi utama terjadi pada kasus DBD.Pertama

adalah peningkatan permeabilitas vaskuler yang meningkatkan kehilangan plasma

dari kompartemen vascular.Keadaan ini mengakibatkan hemokonsentrasi ,tekanan

nadi rendah ,dan tanda syoklain .bila kehilangan plasma sangat

membahayakan .Perubahan kedua adalah gangguan pada hemostasis yang

mencakup perubahan vascular,trombositopenia dan koagulopati.

Temuan konstan pada kasus DBD adalah aktivasi system komplemen

dengan depresi besar kadar c3 dan c5 .Mediator yang meningkatkan permeabilitas

vaskuler dan mekanisme pasti fenomena pendarahan yang timbul pada infeksi

dengue belum teridentifikasi sehingga diperlukan study lebih lanjut .

Defek trombosit terjadi baik kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa trombosit

yang bersirkulasi selama fase akut DBD mungkin kelelahan (tidak dapat berfungsi

dengan normal).Oleh karena itu,meskipun pasien dengan jumlah trombosit lebih

besar dari 100.000/mm3 mungkin masih mengalami masa pendarahan yang

panjang.

Mekanisme yang dapat menunjang terjadinya DBD adalah peningkatan

replikasi virus dalam makrofag oleh anti-bosi heterotipik. Pada infeksi sekunder

dengan virus dari serotype yang berbeda dari yang menyebabkan infeksi primer,

anti-bodi reaktif-silang yang gagal untuk menetralkan virus dapat meningkatkkan

18

Page 19: Laporan Skenario a Blok 26 2014

jumlah monosit terinfeksi saat kompleks antibody virus dengue masuk ke dalam

sel ini .Hal ini selanjutnya dapat mengakibatkan aktifasi reaksi silang CD4 + dan

CD8+ limfosit sitotoksik. Pelepasan cepat sitokin yang disebabkan oleh aktivasi

sel T dan oleh lisis monosit terinfeksi dimedia oleh limfosit sitotoksik yang dapat

mengakibatkan rembesan plasma dan pendarahan yang terjadi pada kasus DBD.

19. BagaimanA tatalaksana pada kasus ini (farmakologi dan nonfarmakologi) ?

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok

Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit

secarra nasal.

19

Page 20: Laporan Skenario a Blok 26 2014

Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat

secepatnya.

Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20

ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian

koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.

Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin

menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan

transfusi darah/komponen.

Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer

mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga

10 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6

jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.

Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam.

Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu

banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit.

Tatalaksana komplikasi perdarahan

Jika terjadi perdarahan berat segera beri darah bila mungkin. Bila tidak,

beri koloid dan segera rujuk.

Pemantauan untuk anak dengan syok

Petugas medik memeriksa tanda vital anak setiap jam (terutama tekanan

nadi) hingga pasien stabil, dan periksa nilai hematokrit setiap 6 jam. Dokter

harus mengkaji ulang pasien sedikitnya 6 jam.

20. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ?

Syok yang berkepanjangan dan tidak teratasi pada kasus DBD dapat

mengakibatkan terjadinya gagal multi organ seperti gagal ginjal akut, gagal hati

akut, gagal jantung akibat kardiomiopati, ensefalopati dan akhirnya

mengakibatkan kematian. Adanya pendarahan masif dapat memperberat syok.

Infeksi sekunder yang mengakibatkan sepsis , pneumonia, atau flebitis dapat pula

mempersulit. Terapi pemberian cairan yang berlebihan dapat mengakibatkan

asites dan edema paru.

21. Bagasimana langkah preventif pada kasus ini ?i. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan

melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus

DHF/DSS.

ii. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada

tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia

sembuh secara spontan.

iii. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran, yaitu di

sekolah dan rumah sakit termasuk pula daerah penyangga di sekitarnya.

20

Page 21: Laporan Skenario a Blok 26 2014

iv. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan

tinggi. (IKA UI jilid 2)

22. Bagaimana prognosis kasus ini?

Kematian telah terjadi pada 40-50% penderita dengan syok, tetapi dengan

perawatan intensif yang cukup, kematian akan kurang dari 2%. Ketahanan hidup

secara langsung terkait dengan manajemen awal dan intensif. (IKA Nelson Vol.2)

23. Apa SKDI kasus ini ? Dengue Fever, DHF

Tingkat kemampuan 4A: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara

mandiri dan tuntas.

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan

penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas. Kompetensi yang dicapai pada saat

lulus dokter.

Dengue Shock Syndrome

Tingkat kemampuan 3B: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan

merujuk (gawat darurat)

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi

pendahuluan pada keadaan yang gawat darurat. Lulusan dokter mampu

menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.

Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

IV. Learning Issues

1. Demam Dengue

Definisi

a. Demam berdarah merupakan manifestasi klinis yang berat dari penyakit

arbovirus. (Soedarmo Sumarno, 2005).

b. Dengue ialah infeksi arbovirus (arthropod-borne virus) akut ditularkan oleh

nyamuk spesies Aedes. (Hasan Rusepno, 2007).

c. Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus

dengue yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk Aedes

Aegypti betina. (Hidayat A. Aziz Alimul, 2008).

Etiologi

Penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue adalah virus Dengue. Di

Indonesia, virus tersebut sampai saat ini telah diisolasi menjadi 4 serotipe

virus Dengue yang termasuk dalam grup B arthropediborne viruses

(arboviruses), yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.(Nursalam

Susilaningrum, 2005).

21

Page 22: Laporan Skenario a Blok 26 2014

Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk

Aedes. Di Indonesia dikenal dua jenis nyamuk Aedes yaitu:

a. Aedes Aegypti

1) Paling sering ditemukan

2) Adalah nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang

biak di dalam rumah, yaitu di tempat penampungan air jernih atau tempat

penampungan air di sekitar rumah.

3) Nyamuk ini sepintas lalu tampak berlurik, berbintik bintik putih.

4) Biasanya menggigit pada siang hari, terutama pada pagi dan sore hari.

5) Jarak terbang 100 meter

b. Aedes Albopictus

1) Tempat habitatnya di tempat air bersih. Biasanya di sekitar rumah atau

pohon-pohon, seperti pohon pisang, pandan kaleng bekas.

2) Menggigit pada waktu siang hari

3) Jarak terbang 50 meter.

(Rampengan T H, 2007)

Klasifikasi

1. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan,

uji turniket positif, trombositopenia, dan hemokosentrasi.

2. Derajat II : Derajat I disertai perdarahan spontan dikulit atau

perdarahan lain

3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit

dingin lembab, gelisah.

4. Derajat IV : Renjatan berat, denyut nadi, dan tekanan darah tidak dapat

diukur. Yang disertai dengan Dengue Shock Sindrom. (Suriadi dan Rita

Yuliani, 2006).

Manifestasi klinis

a. Demam tinggi selam 5-7 hari

b. Perdarahan terutama perdarahan bawah kulit : petechie, ekimosis, hematoma.

c. Epistaksis, hematemesis, melena, hematuria.

d. Mual, muntah, tidak ada napsu makan, diare, konstipasi

e. Nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan uluh hati

f. Sakit kepala

g. Pembengkakan sekitar mata

h. Pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening

i. Tanda dan renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah

menurun, gelisah, nadi cepat dan lemah). (Suriadi dan Rita Yuliani, 2006).

Patofisiologi

a. Virus Dengue akan masuk kedalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes

Aegepty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah

kompleks virus antibodi, dalam sirkulasi akan mengaktifasi sistem

komplemen. Akibat aktifasi C3 danC5 akan dilepas C3a dan C5a, 2 peptida

22

Page 23: Laporan Skenario a Blok 26 2014

berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai

faktor meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan

menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu.

b. Terjadinya trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya

faktor koagulasi (protrobin, faktor V, VII, IX, X dan fibrinogen ) merupakan

faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan saluran

gastrointestinal pada DHF.

c. Yang menentukan beratnya penyakit adalah permeabilitas dinding pembuluh

darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan

diatesis hemoragik, Renjatan terjadi secara akut.

d. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui

endotel dinding pembuluh darah. dan dengan hilangnya plasma klien

mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia jaringan,

asidosis metabolik dan kematian. (Suriadi dan Rita Yuliani, 2006).

Diagnostik test

a. Darah lengkap : hemokosentrasi (hematokrit meningkat 20 % atau lebih),

trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)

b. Serologi uji HI (hemoglutination inhibition test)

c. Rontgen toraks : efusi pleura. (Suriadi dan Rita Yuliani, 2006).

Komplikasi

a. Ensefalopati dengue

b. Kelainan ginjal

c. Udem paru. (Hadinegoro H Sri Rezeki, 2005).

Pengobatan dan Pencegahan

a. Pengobatan

Penatalaksanaan untuk klien Demam Berdarah Dengue adalah

penanganan pada derajat I hingga derajat IV.

Derajat I dan II

1) Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosis 75 ml/kg

BB/hari untuk anak dengan berat badan kurang dari 10kg atau bersama

diberikan oralit, air buah atau susu secukupnya, atau pemberian cairan dalam

waktu 24 jam antara lain sebagai berikut :

a) 100 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 kg

b) 75 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 26-30 kg

c) 60 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 kg

d) 50 ml/kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 kg

2) Pemberian obat antibiotik apabila adanya infeksi sekunder

3) Pemberian antipieritika untuk menurunkan panas.

4) Apabila ada perdarahan hebat maka berikan darah 15 cc/kg BB/hari.

Derajat III

1) Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosis 20 ml/kg

BB/jam, apabila ada perbaikan lanjutkan peberian RL 10 m/kg BB/jam, jika

23

Page 24: Laporan Skenario a Blok 26 2014

nadi dan tensi tidak stabil lanjutkan jumlah cairan berdasarkan kebutuhan

dalam waktu 24 jam dikurangi cairan yang sudah masuk.

2) Pemberian plasma atau plasma ekspander (dekstran L ) sebanyak 10 ml/kg

BB/jam dan dapat diulang maksimal 30 ml/ kg BB dalam 24 jam, apabila

setelah 1 jam pemakaian RL 20 ml/kg BB/jam keadaan tekanan darah kurang

dari 80 mmHg dan nadi lemah, maka berikan cairan yang cukup berupa infus

RL dengan dosis 20 ml/kg BB/jam jika baik lanjutkan RL sebagaimana

perhitungan selanjutnya.

3) Apabila 1 jam pemberian 10 ml/kg BB/jam keadaan tensi masih menurun dan

dibawah 80 mmHg maka penderita harus mendapatkan plasma ekspander

sebanyak 10 ml/kgBB/jam diulang maksimal 30 mg /kg BB/24 jam bila baik

lanjutkan RL sebagaimana perhitungan diatas

Derajat IV

1) Pemberian cairan yang cukup dengan infus RL dengan dosis 30

ml/kgBB/jam, apabila keadaan tekanan darah baik, lanjutkann RL sebanyak

10 ml/kgBB/jam.

2) Apabila keadaan tensi memburuk maka harus dipasang. 2 saluran infuse

dengan tujuan satu untuk RL 10 ml/kgbb/1jam dan satunya pemberian

palasma ekspander atau dextran L sebanyak 20 ml/kgBB/jam selam 1 jam,

3) Apabila keadaan masih juga buruk, maka berikan plasma ekspander 20

ml/kgBB/jam,

4) Apabila masih tetap memburuk maka berikan plasma ekspander 10

ml/kgBB/jam diulangi maksimun 30 ml/kgBB/24jam.

5) Jika setelah 2 jam pemberian plasma dan RL tidak menunjukan perbaikan

maka konsultasikan kebagian anastesi untuk perlu tidaknya dipasang central

vaskuler pressure atau CVP. (Hidayat A Aziz Alimul, 2008).

b. Pencegahan

1) Ada 3 cara pemberantasan vector

a) Fogging focus

Dalam keadaan krisis ekonomi sekarang ini, dana terbatas maka

kegiatan fogging hanya dilakukan bila hasil penyelidikan epidemologis butul-

butul memenuhi kriteria

b) Abatisasi

Dilaksanakan di desa/ kelurahan endemis terutama di sekolah dan

tempat-tempat umum.

c) Tanpa inteksida

Membasmi jentik nyamuk penular demam berdarah dengan cara 3M:

- Menguras secara teratur seminggu sekali atau menaburkan abate/altosit

ketempat penampungan air bersih.

- Menutupnya rapat-rapat tempat penampungan air.

24

Page 25: Laporan Skenario a Blok 26 2014

- Mengubur atau menyingkirkan kaleng-kaleng bekas, plastik dan barang

bekas, lainnya yang dapat menampung air hujan, sehingga tidak menjadi

sarang nyamuk Aedes Aegypti.

2) Penyuluhan (Health Education)

Perawat dapat melakukan penyuluhan atau Health Education tentang

cara pencegahan vektor efektif. Penyuluhan dapat dilakukan pada orang tua

murid di sekolah-sekolah, di posyandu, yaitu di dalam rumah hendaknya

selalu terang, tidak menggantungkan pakaian yang bekas dipakai terutama di

kamar tidur karena nyamuk akan senang hinggap pada pakaian yang bekas

dipakai yang sudah bau keringat. BAK kamar mandi atau jambangan bunga

yang ada di dalam bunga agar sering dibersihkan dan diganti airnya setiap 2

hari sekali membenahi atau menata halaman supaya tidak ada tempat yang

terisi air, seperti pecahan botol, tempurung kelapa, kaleng bekas atau benda-

benda yang dapat menampung air. Dedaunan kering yang sudah menumpuk

hendaknya disapu bersih. Selain itu juga air tidak tertampung, mengelola

sampah sesuai situasi dan kondisi setempat, apakah dibakar atau diangkat

oleh mobil sampah untuk dibuang ke TPA sehingga nyamuk tidak

berkembang biak. (Hadinegoro H Sri Rezeki, 2005).

Prognosis

Bila tidak terjadi renjatan dalam 24-36 jam biasanya prognosis akan

menjadi baik kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda-tanda perbaikan,

kemungkinan sembuh kecil dan prognosis menjadi buruk. (Rampengan T.H,

2007).

2. Syok Hipovolemik

Tanda-tanda Syok :

Sistem Kardiovaskuler 

- Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian

vena perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah. 

- Nadi cepat dan halus (nadi filiform >112 x/menit). 

- Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya

mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi

darah (diastolik <60 mmHg). 

- Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik. 

- CVP rendah.

Sistem Respirasi 

- Pernapasan cepat dan dangkal (respirasi > 32x/menit).

Sistem saraf pusat 

- Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah

sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak

sadar. Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa

gelisahnya pasien memang karena kesakitan.

25

Page 26: Laporan Skenario a Blok 26 2014

Sistem Saluran Cerna 

- Bisa terjadi mual dan muntah

Sistem Saluran Kencing 

- Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien anak 1-2

cc/kgBB/jam

Adapun macam-macam penyebab terjadinya syok :

Jenis Syok Penyebab

Hipovolemi

k

1. Perdarahan

2. Kehilangan plasma (misal

pada luka bakar)

3. Dehidrasi, misal karena

puasa lama, diare, muntah,

obstruksi usus dan lain-lain

Kardiogenik 1. Aritmia

Bradikardi / takikardi

2. Gangguan fungsi miokard

Infark miokard akut,

terutama infark ventrikel

kanan

Penyakit jantung

arteriosklerotik

Miokardiopati

3. Gangguan mekanis

Regurgitasi mitral/aorta

Rupture septum

interventricular

Aneurisma ventrikel massif

Obstruksi:

Out flow : stenosis

atrium

Inflow : stenosis

mitral, miksoma atrium

kiri/thrombus

Obstruktif Tension Pneumothorax

Tamponade jantung

Emboli Paru

Septik 1. Infeksi bakteri gram

negative, misalnya:

eschericia colli, klibselia

pneumonia, enterobacter,

26

Page 27: Laporan Skenario a Blok 26 2014

serratia, proteus,dan

providential.

2. Kokus gram positif, misal:

stafilokokus, enterokokus,

dan streptokokus

Neurogenik Disfungsi saraf simpatis,

disebabkan oleh trauma

tulang belakang dan spinal

syok (trauma medulla

spinalis dengan quadriflegia

atau para flegia)

Rangsangan hebat yang tidak

menyenangkan, misal nyeri

hebat

Rangsangan pada medulla

spinalis, misalnya

penggunaan obat anestesi

Rangsangan parasimpatis

pada jantung yang

menyebabkan bradikardi

jantung mendadak. Hal ini

terjadi pada orang yang

pingan mendadak

akibat gangguan emosional

Anafilaksis Antibiotic

Penisilin, sofalosporin,

kloramfenikol, polimixin,

ampoterisin B

Biologis

Serum, antitoksin, peptide,

toksoid tetanus, dan gamma

globulin

Makanan

Telur, susu, dan

udang/kepiting

Lain-lain

Gigitan binatang, anestesi

local

Stadium Syok :

1. Stadium Kompensasi

27

Page 28: Laporan Skenario a Blok 26 2014

Stadium ini merupakan stadium kompensasi yang bersifat

temporer. Kondisi ini terjadi akibat stimulus rangsangan simpatis yang

meningkat dan systemic vascular resistance juga meningkat untuk

mempertahankan keadaan tubuh. Lalu, pada stadium ini juga terjadi distribusi

aliran darah yang bersifat selektif dan peningkatan retensi Na dan air.

Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan

melalui mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis,

yaitu meningkatnya resistensi sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran

darah dari organ perifer non vital ke organ vital seperti jantung, paru dan

otak. Tekanan darah sistolik tetap normal sedangkan tekanan darah sistolik

meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi

menyempit).

Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara

temporer dengan meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat

peningkatan sekresi vasopressin dan renin – angiotensin – aldosteron yang

akan mempengaruhi ginjal untuk menahan natrium dan air dalam sirkulasi.

Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit

pucat dan dingin dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat

> 2 detik.

2. Stadium Dekompensasi

Pada stadium ini, kompensasi yang terjadi mulai gagal

mempertahankan curah jantung yang adekuat dan sistem sirkulasi menjadi

tidak efisien lagi.

Jaringan dengan perfusi yang buruk tidak lagi mendapat oksigen yang

cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara anaerobic yang tidak

efisien. Hipoperfusi yang terjadi mengakibatkan hipoksia jaringan yang

menstimulus metabolism anaerobic dan berakibat pada gangguan metabolism

seluler. Pelepasan mediator yang terjadi juga memberikan efek, berupa

vasodilatasi, permeabilitas meningkat, depresi miokard meningkat, dan

gangguan koagulasi yang meningkat.

Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan asam-asam

lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan

terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi

membuang CO2.

Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons

terhadap katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan

terganggunya mekanisme energy dependent NaK-pump ditingkat selular,

akibatnya integritas membran sel terganggu, fungsi lisosom dan mitokondria

akan memburuk yang dapast berakhir dengan kerusakan sel. Lambatnya

aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat

28

Page 29: Laporan Skenario a Blok 26 2014

memperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit dan

pembentukan trombos disertai tendensi perdarahan.

Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain

histamin, serotonin, sitokin (terutama TNF = Tumor Necrosis Factor dan

Interleukin 1), xanthin, oxydase yang dapat membentuk oksigen radikal serta

PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator oleh makrofag

merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada

keadan syok yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi

vasodilatasi arteriol dan peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat

volume intravaskular yang kembali ke jantung (venous return) semakin

berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.

Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah,

tekanan darah mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan

mottled, capillary refilling bertambah lama), oliguria dan asidosis (laju nafas

bertambah cepat dan dalam) dengan depresi susunan syaraf pusat (penurunan

kesadaran).

3. Stadium Ireversibel (Preterminal)

Pada stadium preterminal ini, kompensasi yang terjadi gagal.

Cadangan energi tubuh mulai menurun dan berdampak pada kerusakan atau

kematian sel yang berakibat disfungsi organ multiple.

Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus

berlanjut, sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi sistem multi

organ lainnya. Cadangan fosfat berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di

jantung dan hepar, sintesa ATP yang baru hanya 2% / jam dengan demikian

tubuh akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi walaupun system

sirkulasi dapat dipulihkan kembali.

Manifestasi klinis berupa tekanan darah tidak terukur, nadi tak teraba,

penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma), anuria dan tanda-tanda

kegagalan system organ lain.

Jadi pada kasus anak ini sudah terjadi syok hipovolemik dekompensata,

karena sudah ada tanda-tanda takikardi, takipnea, perfusi perifer menurun,

asidosis (+), dan penurunan tingkat kesadaran.

V. Kerangka Konsep

29

Page 30: Laporan Skenario a Blok 26 2014

BAB III

3.1 . Kesimpulan

Budi, seorang anak laki-laki busia 3 tahun, diduga menderita demam berdarah dengue dan shock syndrome

30

Page 31: Laporan Skenario a Blok 26 2014

Daftar Pustaka

Dugdale, D. C. 2009. Capillary Nail Test, (Online), diakses dari:

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003394.htm pada 18 Agustus 2014.

Hsieh, S. C. dkk. 2014. Characterization of the Ectodomain of the Envelope Protein of Dengue

Virus Type 4: Expression, Membrane Association, Secretion and Particle Formation in the

31

Page 32: Laporan Skenario a Blok 26 2014

Absence of Precursor Membrane Protein, (Online), diakses dari:

http://www.plosone.org/article/info%3Adoi%2F10.1371%2Fjournal.pone.0100641#references

pada 18 Agustus 2014.

Martina, B. E. E. dkk. 2009. Dengue Virus Pathogenesis: an Integrated View, (Online), diakses

dari: http://cmr.asm.org/content/22/4/564.full pada 18 Agustus 2014.

Seneviratne, S. L., Malavige, G. N., dan Silva, H. J. 2006. Pathogenesis of liver involvement

during dengue viral infections. Transactions of the Royal Society of Tropical Medicine and

Hygiene 100: 608—614.

Stepherd, S. M. 2014. Dengue, (Online), diakses dari: http://emedicine.medscape.com/

article/215840-overview#aw2aab6b2b6 pada 18 Agustus 2014.

Tsai, J. J., dkk. 2012. Role of Neutrophils in Dengue Patients: Clearance of Dengue Virus,

(Online), diakses dari: http://www.jst.go.jp/crest/immunesystem/sympo_inter/pdf/a/A-20.pdf

pada 18 Agustus 2014.

WHO. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue

Haemorrhagic Fever. India: SEARO technical Publication.

Wormlad, P. J. 2006. Epistaxis, (Online), diakses dari: http://mmspf.msdonline.com.br/

ebooks/HeadNeckSurgeryOtolaryngology/sid353459.html pada 18 Agustus 2014.

32