Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

download Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

of 47

Transcript of Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    1/47

    1

    I. Skenario A Blok 26 Tahun 2014

    Budi, seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena

    kaki dan tangannya teraba dingin seperti es. Empat hari yang lalu Budi demam

    tinggi terus menerus, tidak mengigil, disertai sakit kepala, pegal-pegal dan sakit

    perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar dan buang air kecil seperti biasa.

    Budi sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan kemudian

    naik lagi. Satu hari yang lalu panas mulai turun disertai mimisan. Sejak 6 jam

    yang lalu pasien tidak buang air kecil disertai tangan dan kaki teraba dingin seperti

    es.

    Riwayat mimisan sebelumnya disangkal.

    Pemeriksaan fisik:

    Keadaan umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, Nadi: filiformis, RR: 36

    x/menit, T: 36,2oC, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test (+)

    Keadaan spesifik:

    Kepala : konjungtiva tidak pucat, nafas cuping hidung (-)

    Thoraks: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising jantung

    (-), irama derap (-). Paru: suara nafas vesikuler, kiri=kanan, wheezing (-).

    Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm dibawah arcus costae, lien tidak teraba,

    BU (+) normal

    Extremitas: akral dingin, capillary refill time 4.

    Pemeriksaan Penunjang:

    Hb: 12 g/dL, Ht: 45vol%, Leukosit: 2.800/mm3, Trombosit 45.000/mm

    3

    II. Klarifikasi Istilah

    1. Demam:

    Peningkatan temperatur tubuh diatas normal biasanya 39,4 oC sampai 41,1oC

    2. Mimisan:

    Perdarahan yang keluar dari lubang hidung dikarenakan lepasnya mukosa

    yang mengandung pembuluh darah kecil.

    3. Menggigil:

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    2/47

    2

    Perasaan dingin disertai dengan getaran tubuh.

    4. Filliformis:

    Pembuluh darah yang berbentuk benang-benang kecil karena kurangnya aliran

    darah ke perifer.

    5. Delirium:

    Gangguan kesadaran yang biasanya tampak dalam bentuk hambatan pada

    fungsi kognitif, biasanya menunjukkan tanda-tanda seperti rasa menganduk

    dan orientasi berkurang.

    6. Rumple leede test:

    Pemeriksaan bidang hematologi dengan melakukan pembendungan pada

    bagian lengan atas selama 10 menit untuk uji diagnostic kerapuhan vaskuler

    dan fungsi trombosit. Hal ini dilakukan untuk menentukan apakah pasien

    terkena DBD.

    7. Nafas cuping hidung

    Keadaan dimana pada saat bernafas hidung dan cuping ikut bergerak atau

    kembang kempis.

    8. Whezzing:

    Suara yang bernada tinggi yang terjadi akibat aliran udara yang melalui

    saluran nafas yang sempit.

    9. Capillary refill time:

    Waktu yang diperlukan untuk kembalinya warna kulit setelah dilakukan

    capillary refill test (tes yang dilakukan di dasar kuku untuk memonitor

    dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan/perfusi).

    III. Identifikasi Masalah

    A.

    Budi, seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, dibawa oleh ibunya berobat

    karena kaki dan tangannya teraba dingin seperti es.

    B. Empat hari yang lalu Budi demam tinggi terus menerus, tidak mengigil,

    disertai sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang

    air besar dan buang air kecil seperti biasa.

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    3/47

    3

    C. Budi sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan

    kemudian naik lagi. Satu hari yang lalu panas mulai turun disertai mimisan.

    D. Sejak 6 jam yang lalu pasien tidak buang air kecil. Riwayat mimisan

    sebelumnya disangkal.

    E. Pemeriksaan Fisik

    Keadaan umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, Nadi: filiformis, RR: 36

    x/menit, T: 36,2oC, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test (+)

    F. Keadaan Spesifik

    Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm dibawah arcus costae, lien tidak

    teraba,

    G. Pemeriksaan Penunjang

    Hb: 12 g/dL, Ht: 45vol%, Leukosit: 2.800/mm3, Trombosit 45.000/mm3

    IV. Analisis Masalah

    1.Budi, seorang anak laki-laki berusia 3 tahun, dibawa oleh ibunya berobat karena

    kaki dan tangannya teraba dingin seperti es.

    a. Apa etiologi akral dingin?

    Akral dingin dapat terjadi pada kasus dengue shock syndrome, gagal

    jantung.

    Akral dingin dapat terjadi karena syok hipovolemik menurunnya

    volume intravaskuler penurunan volume intraventrikel kiri pada akhir

    diastolcurah jantungpenurunan pengisian kapiler perfusi perifer

    yang buruk (karena pada saat ini tubuh lebih mengutamakan perfusi ke

    organ-organ vital seperti otak dan jantung) penghantaran panas oleh

    darah akral menjadi dingin.

    b. Bagaimana mekanisme akral dingin?

    Infeksi Dengue Permeabilitas Pembuluh Darah Meningkat Kebocoran

    PlasmaSyok HipovolemiaKegagalan SirkulasiAkral dingin

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    4/47

    4

    c. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin terhadap keluhan?

    Kejadian DBD pada anak usia kurang dari 5 tahun adalah sebesar 35,7%.

    Jenis kelamin laki-laki lebih banyak, yaitu 54,6% dan perempuan adalah

    sebesar 45,4%.

    2.Empat hari yang lalu Budi demam tinggi terus menerus, tidak mengigil, disertai

    sakit kepala, pegal-pegal dan sakit perut. Tidak ada batuk pilek, buang air besar

    dan buang air kecil seperti biasa.

    a. Jelaskan klasifikasi demam?

    1. Demam Septik Dan Demam Hektik

    Pada tipe demam septik, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang

    tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal

    pada pagi hari. Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila

    demam yang tinggi tersebut turun ke tingkat yang normal dinamakan

    juga demam hektik.

    Contoh : Tuberkulosis & Abses Piogenik.

    2. Demam Remiten

    Pada tipe demam remiten, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak

    pernah mencapai suhu badan normal. Perbedaan suhu yang mungkin

    tercatat dapat mencapai dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu

    yang dicatat pada demam septik.

    Contoh : demam tifoid, infeksi virus & mikoplasma.

    3. Demam Intermitten

    Pada demam intermiten, suhu badan turun ke tingkat yang normal

    selama beberapa jam dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi

    setiap dua hari sekali disebut tersiana dan bila terjadi dua hari bebas

    demam diantara dua serangan demam disebut kuartana.

    Contoh : Malaria.

    4. Demam kontinyu

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    5/47

    5

    Pada tipe demam kontinyu variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda

    lebih dari satu derajat. Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi

    sekali disebut hiperpireksia.

    Contoh : Pneumonia.

    5. Demam siklik

    Pada tipe demam siklik terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa

    hari yang diikuti periode bebas demam untuk beberapa hari yang

    kemudian diikuti oleh kenaikan suhu tubuh seperti semula.

    Contoh : limfoma hodgkin's.

    6. Undulant fever

    Menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama

    beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.

    7. Demam lama (prolonged fever)

    Menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan

    untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.

    8. Demam rekuren

    Demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang

    melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ

    multipel.

    9.

    Demam bifasik

    Menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback

    fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik

    dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam

    dengue, demam kuning, colorado tick fever,spirillary rat-bite fever(spirillum

    minus), dan african hemorrhagic fever(marburg, ebola, dan demam lassa).

    10.Relapsingfeverdan demam periodik:

    Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval

    regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa

    minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah

    malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana

    bila demam terjadi setiap hari ke-4) dan brucellosis.

    11.

    Demam dengan localizing signs

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    6/47

    6

    Penyakit demam yang paling sering ditemukan pada praktek pediatrik berada

    pada kategori ini Demam biasanya berlangsung singkat, baik karena mereda

    secara spontan atau karena pengobatan spesifik seperti pemberian antibiotik.

    Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan

    dipastikan dengan pemeriksaan sederhana seperti pemeriksaan foto rontgen

    dada.

    12.

    Demam tanpa localizing signs

    Sekitar 20% dari keseluruhan episode demam menunjukkan tidak

    ditemukannya localizing signs pada saat terjadi. Penyebab tersering adalah

    infeksi virus, terutama terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan.

    Infeksi seperti ini harus dipikirkan hanya setelah menyingkirkan infeksi saluran

    kemih dan bakteremia.

    13.

    Persistent Pyrexia of Unknown Origin (PUO)

    Istilah ini biasanya digunakan bila demam tanpa localizing signs bertahan

    selama 1 minggu dimana dalam kurun waktu tersebut evaluasi di rumah sakit

    gagal mendeteksi penyebabnya. Persistent pyrexia of unknown origin, atau

    lebih dikenal sebagai fever of unknown origin (FUO) didefinisikan sebagai

    demam yang berlangsung selama minimal 3 minggu dan tidak ada kepastian

    diagnosis setelah investigasi 1 minggu di rumah sakit.

    b.

    Bagaimana etiologi dan mekanisme demam tinggi terus menerus?

    Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5C yang dapat

    terjadi pada pasien dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi

    pada pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat (Dinarello & Gelfand,

    2005).

    Etiologi Demam

    Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.

    Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur,ataupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam

    pada anak-anak antara lain pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis,

    tuberculosis, bakteremia, sepsis, bakterial gastroenteritis, meningitis,

    ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih, dan lain-lain

    (Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya menimbulkan demam

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    7/47

    7

    antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue, demam

    chikungunya, dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011). Infeksi

    jamur yang pada umumnya menimbulkan demam antara lain coccidioides

    imitis, criptococcosis, dan lain-lain (Davis, 2011). Infeksi parasit yang pada

    umumnya menimbulkan demam antara lain malaria, toksoplasmosis, dan

    helmintiasis (Jenson & Baltimore, 2007). Demam akibat faktor non infeksi

    dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor lingkungan (suhu

    lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dll),

    penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis, dll),

    keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma non- hodgkin, leukemia, dll), dan

    pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin)

    (Kaneshiro & Zieve, 2010). Selain itu anak-anak juga dapat mengalami

    demam sebagai akibat efek samping dari pemberian imunisasi selama 1-10

    hari (Graneto, 2010). Hal lain yang juga berperan sebagai faktor non infeksi

    penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan

    otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya

    (Nelwan, 2009).

    Patofisiologi Demam

    Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama pirogen.

    Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua

    yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien.

    Contoh dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin

    atau mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah

    endotoksin lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis

    lain dari pirogen adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang

    berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-

    1, IL-6, TNF-, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya

    adalah monosit, neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat

    mengeluarkan pirogen endogen jika terstimulasi (Dinarello & Gelfand,

    2005).

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    8/47

    8

    Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit,

    limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator

    inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan

    zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-, dan

    IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium

    hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005).

    Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan

    termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan

    menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru

    sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas

    antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti

    memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan

    penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu

    tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001). Demam

    memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan fase kemerahan.

    Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase peningkatan suhu tubuh

    yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan peningkatan

    aktivitas otot yang berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan

    merasa kedinginan dan menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan

    fase keseimbangan antara produksi panas dan kehilangan panas di titik

    patokan suhu yang sudah meningkat. Fase ketiga yaitu fase kemerahan

    merupakan fase penurunan suhu yang ditandai dengan vasodilatasi

    pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan panas

    sehingga tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal & Zhukovsky, 2006).

    c. Bagaimana etiologi dan mekanisme sakit kepala pada kasus?

    Infeksi virus dengue pada tubuh manusia menyebabkan makrofag

    melepaskan pirogen endogen (Interleukin-1) kemudian dibawa oleh sirkulasi

    sampai ke hipotalamus. Di hipotalamus pirogen endogen akan berikatan

    dengan reseptor pengatur suhu untuk mengaktivasi fosfolipase A2 agar dapat

    melepaskan asam arakidonat. Asam arakidonat diubah oleh enzim COX2

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    9/47

    9

    menjadi Prostaglandin (PGE2) yang akan merangsang peningkatan suhu

    tubuh sehingga terjadi demam, selain dapat meningkatkan set point suhu

    tubu, PGE2 juga membuat pembuluh darah di otak menjadi dilatasi yang

    dapat menyebabkan nyeri kepala (Wienecke et al, 2009).

    d. Bagaimana etiologi dan mekanisme pegal-pegal?

    Pada seseorang dengan hipoperfusi, asupan oksigen dan glukosa akan

    menurun sehingga tubuh kekurangan energi, Respon dari tubuh adalah

    melakukan pembentukan energi melalui jalur anaerob dimana hasil akhirnya

    adalah asam laktat yang membuat otot pegal. Selain pegal, otot bisa disertai

    rasa nyeri. Pada kasus DBD, virus dengue akan merangsang berbagai respon

    imun termasuk sel Th1. Sel Th1 akan memproduksi IFN-. IFN-

    sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten,

    menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi

    antibodi. Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek

    toksik seperti demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala

    berat, muntah, dan somnolen (Soedarmo, 2002).

    e. Bagaimana etiologi dan mekanisme sakit perut?

    Nyeri perut merupakan manifestasi klinis dari Dengue Hemorrhage

    Syndrome.

    Penyebab dari nyeri perut di bawah lengkung iga sebelah kanan ini adalah

    pembesaran hati (liver) sehingga terjadi peregangan selaput yang

    membungkus hati.

    f. Bagaimana makna klinis tidak mengigil, tidak ada batuk pilek, BAK seperti

    biasa.

    Tidak ada batuk pilekbukan dari infeksi saluran pernapasan

    BAK seperti biasabelum mengalami syok

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    10/47

    10

    3. Budi sudah diberi obat penurun panas, namun panas turun sebentar dan

    kemudian naik lagi. Satu hari yang lalu panas mulai turun disertai mimisan.

    a. Apa saja obat penurun panas yang umum dipakai pada anak-anak?

    Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik) adalah

    parasetamol (asetaminofen) dan ibuprofen. Parasetamol cepat bereaksi

    dalam menurunkan panas sedangkan ibuprofen memiliki efek kerja yang

    lama (Graneto, 2010). Pada anak-anak, dianjurkan untuk pemberian

    parasetamol sebagai antipiretik. Penggunaan OAINS tidak dianjurkan

    dikarenakan oleh fungsi antikoagulan dan resiko sindrom Reye pada anak-

    anak (Kaushik, Pineda, & Kest, 2010). Dosis parasetamol juga dapat

    disederhanakan menjadi:

    b. Bagaimana makna klinis panas turun sebentar kemudian naik lagi?

    Panas turun sebentar kemudian naik lagi menandakan demam yang terjadi

    pada Budi merupakan demam tipe bifasik. Demam Bifasik yaitu demam

    dengan 2 episode yang berbeda (pelana kuda/ saddleback fever), demam

    pertama dengan durasi 2-3 hari, kemudian turun sampai dengan hari ke-5,

    kemudian demam lagi bahkan kenaikan suhu bisa lebih tinggi. Contoh klasik

    dari pola demam ini yaitu Demam Dengue (Demam berdarah, dengan tanda-

    tanda perdarahan di gusi, hidung, dan ruam kulit), Demam Kuning (warna

    kuning pada sclera mata), Poliomielitis (lumpuh layu), Cikungunya (nyeri

    sendi, dan lesi kulit bentuk koin), serta Leptospirosis (berasal dari tikus,

    bangkai, menyerang sistem syaraf pusat).

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    11/47

    11

    c. Bagaimana mekanisme mimisan pada kasus? (Fitri, Terry)

    Infeksi Dengue virus Replikasi virus Kompleks virus antibody

    agregasi trombosit Penghancuran trombosit oleh RES Trombositopenia

    Perdarahan mimisan

    Kompleks virus antibody agregasi trombosit + aktivasi koagulasi

    Pengeluaran platelet faktor III koagulapati konsumtif penurunan faktor

    pembekuanperdarahan mimisan

    4. Sejak 6 jam yang lalu pasien tidak buang air kecil. Riwayat mimisan

    sebelumnya disangkal.

    a.

    Apa makna klinis tidak buang air kecil?

    Tidak buang air kecil menandakan sudah terjadi syok. Pada DBD terjadi proliferasi

    dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti

    dengue. Terbentuknya virus kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem

    komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan

    permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang

    ekstravaskular, Volume plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan

    hipovolemia hingga syok mengakibatkan terjadi efusi cairan serosa ke rongga

    pleura dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemia, yang

    mengakibatkan berkurangnya venous return, preload miokard, volume sekuncup

    dan curah jantung, sehingga terjadi disfungsi sirkulasi dan penurunan perfusi organ.

    Penurunan perfusi ginjal menyebabkan pelepasan renin, angiotensin II, aldosteron

    dan arginine vasopressin (AVP) sehingga terjadi retensi air dan sodium serta

    peningkatan volume intravaskular. Gangguan perfusi ginjal ditandai dengan

    oliguria atau anuria. Syok pada DBD biasanya terjadi antara hari sakit ke 2-7

    (Tobin dan Wetzel, 1996; WHO, 1997).

    b. Bagaimana interpretasi riwayat mimisan sebelumnya disangkal?

    Hal ini menunjukkan bahwa sebelumnya belum termasuk fase Dengue

    Hemorrhagic Fever (DHF). Salah satu gejala Mild Hemorrhagic adalah

    pendarahan mucosa di hidung atau gusi

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    12/47

    12

    5. Pemeriksaan fisik.

    Keadaan umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, Nadi: filiformis, RR: 36

    x/menit, T: 36,2oC, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test (+)

    Keadaan spesifik:

    Kepala : konjungtiva tidak pucat, nafas cuping hidung (-)

    Thoraks: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyi jantung I-II normal, bising

    jantung (-), irama derap (-). Paru: suara nafas vesikuler, kiri=kanan, wheezing (-

    ).

    Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm dibawah arcus costae, lien tidak teraba,

    BU (+) normal

    Extremitas: akral dingin, capillary refill time 4.

    a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik:

    Keadaan umum: gelisah/delirium, TD 70/50 mmHg, Nadi: filiformis,

    RR: 36 x/menit, T: 36,2oC, BB: 15 kg, TB: 98 cm. Rumple leede test

    (+).

    Kepala : konjungtiva tidak pucat, nafas cuping hidung (-)

    Konjungtiva tidak pucatnormal

    Nafas cuping hidung (-)normal

    Gelisah / derilium akibat kurangnya pasokan darah ke otak

    kesadaran

    TD 70/50 permeabilitas vaskular kebocoran plasma (plasma

    leakage) menurunnya volume intravaskuler penurunan volume

    intraventrikel kiri pada akhir diastolcurah jantungtekanan darah

    Nadi filiformisperfusi perifer terganggunadi fiiliformis.

    RR 36x/menit

    syok hipovolemi

    RR T 36.2C dibawah normal. Suhu yang turun dibawah normal ini

    menandakan bahwa pasien ini sedang berada pada fase syok. Kurangnya

    volume intravaskuler berkurangnya aliran darah panas yang

    dibawa darah suhu menjadi rendah.

    IMT 15.61normal

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    13/47

    13

    Rumple leede test (+) menandakan positif DBD dikarenakan

    trombositopenia

    Thoraks: simetris, dyspnea (-), Jantung: bunyi jantung I-II normal, bisingjantung (-), irama derap (-). Paru: suara nafas vesikuler, kiri=kanan,

    wheezing (-).

    Abdomen: datar, lemas, hati teraba 2 cm dibawah arcus costae, lien tidak

    teraba, BU (+) normal.

    Pada pemeriksaan thoraks didapatkan kondisi dalam keadaan normal.

    Pada pasien DBD dapat terjadi efusi pleura apabila telah terjadi

    perembesan plasma hebat yang ditandai dengan gejala klinis dysnea

    dan wheezing (Suhendro dkk, 2009).

    Pada pemeriksaan abdomen ditemukan permukaan rata , tidak

    membuncit atau cekung serta lemas, tidak tegang menunjukan

    normal. Bising usus normal (terdengar tiap 10 sampai 30 detik). Pada

    anak umur 2-3 tahun, hati normal teraba 1-2 cm di bawah arcus

    costae. Pemeriksaan bunyi jantung, bising jantung dan irama normal

    mengindikasikan tidak ada penyakit jantung. Pada pasien DBD

    biasanya terjadi hepatomegali. Pada kasus tergolong normal tetapi

    sudah mencapai batas aman. Hepatomegali pada pasien DBD terjadi

    akibat kerja berlebihan hepar untuk mendestruksi trombosit dan

    untuk menghasilkan albumin. Selain itu, sel-sel hepar terutama sel

    Kupffer mengalami banyak kerusakan akibat infeksi virus dengue

    (Soedarmo, 2002; Nainggolan et al., 2006).

    Lien tidak teraba berarti normal, walaupun pada beberapa kasus

    DBD terjadi pembesaran lien.

    b. Bagaimana cara pemeriksaan rumple leede test dan capillary refill time?

    1. Rumple leed test adalah salah satu cara yang paling mudah dan cepat

    untuk menentukan apakah terkena demam berdarah atau tidak. Rumple

    leed adalah pemeriksaan bidang hematologi dengan melakukan

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    14/47

    14

    pembendungan pada bagian lengan atas selama 10 menit untuk uji

    diagnostik kerapuhan vaskuler dan fungsi trombosit. Prosedur

    pemeriksaan Rumple leed tes yaitu:

    1. Pasang ikatan sfigmomanometer pada lengan atas dan pump sampai

    tekanan 100 mmHg (jika tekanan sistolik pasien < 100 mmHg, pump

    sampai tekanan ditengah-tengah nilai sistolik dan diastolik).

    2. Biarkan tekanan itu selama 10 menit (jika test ini dilakukan sebagai

    lanjutan dari test IVY, 5 menit sudah mencukupi).

    3. Lepas ikatan dan tunggu sampai tanda-tanda statis darah hilang

    kembali. Statis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan

    yang telah diberi tekanan tadi kembali lagi seperti warna kulit

    sebelum diikat atau menyerupai warna kulit pada lengan yang satu

    lagi (yang tidak diikat).

    4. Cari dan hitung jumlah petechiae yang timbul dalam lingkaran

    bergaris tengah 5 cm kira-kira 4 cm distal dari fossa cubiti.

    Catatan:

    - Jika ada > 10 petechiae dalam lingkaran bergaris tengah 5 cm kira-kira 4

    cm distal dari fossa cubiti test Rumple Leede dikatakan positif.

    Seandainya dalam lingkaran tersebut tidak ada petechiae, tetapi terdapat

    petechiae pada distal yang lebih jauh daripada itu, test Rumple Leede

    juga dikatakan positif.

    - Warna merah didekat bekas ikatan tensi mungkin bekas jepitan, tidak

    ikut diikut sebagai petechiae.

    - Pasien yg tekanan darahnya tdk diketahui, tensimeter dapat dipakai pada

    tekanan 80 mmHg.

    - Pasien tidak boleh diulang pada lengan yang sama dalam waktu 1

    minggu.

    Derajat laporan :

    (-) = tidak didapatkan petechiae

    (+1) = timbul beberapa petechiae dipermukaan pangkal lengan

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    15/47

    15

    (+2) = timbul banyak petechiae dipermukaan pangkal lengan

    (+3) = timbul banyak petechiae diseluruh permukaan pangkal lengan &

    telapak tangan muka & belakang

    (+4) = banyak sekali petechiae diseluruh permukaan lengan, telapak tangan

    & jari, muka & belakang

    Ukuran normal: negative atau jumlah petechiae tidak lebih dari 10

    2. Capillary refill time adalah tes yang dilakukan cepat pada daerah dasar

    kuku untuk memonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan

    (perfusi).

    Jaringan membutuhkan oksigen untuk hidup, oksigen dibawa kebagian

    tubuh oleh system vaskuler darah.

    Tes CRT dilakukan dengan memegang tangan pasien lebih tinggi dari

    jantung (mencegah refluks vena), lalu tekan lembut kuku jari tangan atau

    jari kaki sampai putih, kemudian dilepaskan. Catatlah waktu yang

    dibutuhkan untuk warna kuku kembali normal (memerah) setelah

    tekanan dilepaskan.

    Nilai normal:

    Jika aliran darah baik ke daerah kuku, warna kuku kembali normal

    kurang dari 2 detik.

    CRT memanjang (> 2 detik) pada :

    a. Dehidrasi (hipovolumia)

    b. Syok

    c.

    Peripheral vascular disease

    d. Hipotermia

    CRT memanjang utama ditemukan pada pasien yang mengalami keadaan

    hipovolumia (dehidrasi,syok), dan bisa terjadi pada pasien yang

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    16/47

    16

    hipervolumia yang perjalanan selanjutnya mengalami ekstravasasi cairan

    dan penurunan cardiac output dan jatuh pada keadaan syok.

    6. Pemeriksaan penunjang

    Hb: 12 g/dL, Ht: 45vol%, Leukosit: 2.800/mm3, Trombosit 45.000/mm

    3

    a. Interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan penunjang.

    1. Hb (Nilai normal anak 11-16 gram/dL, batita 9-15 gram/dL, bayi 10-17

    gram/dL, neonatus 14-27 gram/dL) interpretasi: normal

    Kadar Hb pada hari-hari pertama biasanya normal atau sedikit menurun.

    Kemudian Hb akan naik mengikuti peningkatan hemokonsentrasi dan

    merupakan kelainan hematologi paling awal yang dapat ditemukan pada

    DBD.

    2. Ht (Nilai normal anak 31-45%, batita (3-6 tahun) 35-44%, bayi 29-

    54%, neonatus 40-68%) interpretasi: cenderung tinggi (di atas nilai

    normal)

    Mekanisme :

    Infeksi Dengue terhadap sel-sel monosit, makrofag, dan dendrit

    menyebabkan produksi mediator-mediator yang mempengaruhi fungsi

    sel endotel. Monosit yang terinfeksi menginduksi perubahan

    permeabilitas sel-sel endotel umbilikus manusia karena terkait dengan

    pengaruh TNF-.

    InfeksiDenguejuga dapat menginduksi maturasisel dendrit. Melalui sel

    dendrit virus Dengue dapat memicu ekspresi enzim-enzim matrix

    metalloprotease, MMP-2 dan MMP-9, meningkatkanpermeabilitas yang

    berakibat kebocoranplasma dan perdarahan. Perlakuan sel-sel endotel

    umbilikus manusia dengan pembiakan sel-sel dendrit yang terinfeksijuga menunjukkan kenaikanpermeabilitas, berkaitan dengan turunnya

    respon Platelet Endothelial Cell Adhesion Molecule-1, ekspresi VE-

    cadherin, dan reorganisasi dari F-actin. Isolasi jaringan kulit

    menunjukkanbahwa sel dendrit dapat pula terinfeksilokal oleh inokulasi

    virusDengue.

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    17/47

    17

    Sitokin dan kemokin tersebut yang diinduksi oleh selselT juga

    berdampak pada permeabilitas vaskuler sebagai penyebab kebocoran

    plasma DBD.

    Adanya kebocoran plasma inilah yang menyebabkan peningkatan

    hematokrit.

    3. Leukosit (Nilai normal 5000-10.000 cells/mcL) interpretasi:

    leukopenia

    Pada penderita DBD dapat terjadi leukopenia ringan sampai lekositosis

    sedang. Lekopeni dapat dijumpai antara hari pertama dan ketiga dengan

    hitung jenis yang masih dalam batas normal. Jumlah granulosit menurun

    pada hari ketiga sampai ke delapan. Pada syok berat, dapat dijumpai

    lekositosis dengan netropenia absolut. Hal lain yang menarik adalah

    ditemukannya cukup banyak (20 50%) limfosit bertransformasi atau

    atipik dalam sediaan apus darah tepi penderita DBD, terutama pada

    infeksi sekunder. Limfosit atipik ini merupakan sel berinti satu

    (mononuklear) dengan struktur kromatin inti halus dan agak padat, serta

    sitoplasma yang relatif lebar dan berwarna biru tua. Oleh karenanya sel

    ini juga dikenal sebagai limfosit plasma biru. Limfosit plasma biru ini

    sudah dapat ditemukan sejak hari ketiga panas dan digunakan sebagai

    penunjang diagnostic.

    4. Trombosit (Nilai normal: 150.000-450.000 cell/mcL) interpretasi:

    trombositopenia

    Mekanisme abnormal : Infeksi Dengue virus Replikasi virus

    Kompleks virus antibody agregasi trombosit Penghancuran

    trombosit oleh RESTrombositopenia

    7. Bagaimana cara penegakan diagnosis dan pemeriksaan tambahan?

    Menurut WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan

    laboratorium:

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    18/47

    18

    1. Kriteria Klinis

    a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-

    menerus selama 2-7 hari.

    b. Manifestasi perdarahan, termasuk Uji Turniket positif, petekie, ekomosis,

    epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena.

    c. Pembesaran hati.

    d. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi,

    hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.

    2. Kriteria Laboratorium

    a. Trombositopenia (< 100.000/l).

    b. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit > 20% menurut

    standar umur dan jenis kelamin.

    Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan dua kriteria klinis pertama ditambah

    trombositopenia dan hemokonsentrasi.

    3. Pemeriksaan Penunjang

    a. Laboratorium

    Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu

    ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/l biasa

    ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau

    bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang

    disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.

    Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan

    peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut

    biasanya terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Jumlah

    leukosit dapat menurun (leukopenia) atau leukositosis, limfositosis relatif

    dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau

    syok. Hipoproteinemia akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya

    fibrinolisis dan gangguan koagulasi tampak pada penggunaan fibrinogen,

    protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan PT

    memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Asidosis metabolik

    dan peningkatan BUN ditemukan pada syok berat.

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    19/47

    19

    b. Pemeriksaan Radiologis

    Pada pemeriksaan radiologis bisa ditemukan efusi pleura. Berat ringannya

    efusi pleura berhubungan dengan berat ringannya penyakit. Pada pasien

    yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan bilateral. Kelainan

    radiologi yang dapat terjadi yaitu dilatasi pembuluh darah paru terutama

    daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radioopak dibandingkan yang

    kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada kanan. Asites dan efusi

    pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

    c. Diagnosis Laboratoris Lain

    Uji laboratorium meliputi isolasi virus, deteksi antigen virus atau RNA

    dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum

    pasien. Isolasi virus merupakan cara yang paling baik dalam arti sangat

    menentukan, tetapi diperlukan peralatan dan teknik yang canggih, sehingga

    tidak dipakai secara rutin. Selain itu juga bisa dengan immunohistochemistry

    pada jaringan otopsi dan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk

    mendeteksi virus RNA di dalam serum atau jaringan.

    d. Uji Mac Elisa

    Sesuai namanya, tes ini akan mengetahui kandungan IgM dalam serum

    pasien. Antibodi anti-dengue IgM akan timbul lebih dulu dari pada antibodi

    anti-dengue IgG, dan biasanya sudah dapat terdeteksi pada hari ke 4-5. Perlu

    diketahui pula timbulnya IgM ini dapat bervariasi pada beberapa orang. Pada

    beberapa orang dapat timbul pada hari ke 2-4 dari jalannya penyakit tetapi

    dapat pula timbul pada hari ke 7-8. Pada beberapa infeksi primer IgM dapat

    bertahan di dalam darah sampai 90 hari setelah infeksi, tetapi pada

    kebanyakan penderita IgM sudah akan menurun dan hilang pada hari ke-60.

    Dari uraian di atas jelas bahwa uji IgM Mac-Elisa tidak selalu dapat

    menentukan secara pasti adanya infeksi dengue baru. Jika pengambilan

    spesimen akut terlalu dini ada kemungkinan IgM belum timbul sehingga di

    dalam uji hasilnya akan negatif, dalam hal seperti ini perlu diulang.

    Demikian juga sebaliknya apabila IgM positif, masih belum tentu juga

    karena ada kemungkinan infeksi terjadi 60-90 hari yang lalu.

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    20/47

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    21/47

    21

    10.Bagaimana etiologi kasus?

    DBD disebabkan oleh virus Dengue yang yang termasuk dalam genus Flavivirus,

    keluarga Flaviviridae. Flaviviridae merupakan virus dengan diameter 30 mm terdiri

    atas ribunuklet rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106.

    Penularan infeksi virus dengue, manusia, virus, hospes . Ditularkan melalui gigitan

    nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk Aedes mengandung virus dengue saat menggigit

    manusia yang sedang mengalami viremia.

    11.Bagaimana faktor resiko, cara penularan (vector) dan cara mengeradikasi vector?

    Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit DBD, antara lain faktor host,

    lingkungan (environment) dan faktor virusnya sendiri.

    1. Faktor host yaitu kerentanan (susceptibility) dan respon imun.

    2. Faktor lingkungan (environment) yaitu:

    a. Geografi

    Lingkungan yang dapat meningkatkan perkembangan nyamuk Aedes

    aegypti adalah lingkungan yang lembab dan gelap. Kondisi lingkungan

    yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan jentik nyamuk antara

    27 hingga 30 derajat Celsius, dengan kelembaban udara antara 70 hingga

    74 persen, dan pH rata-rata 7. Sedangkan nyamuk dewasa idealnya

    berkembang pada suhu 20 hingga 30 derajat Celsius dan kelembaban

    udara di atas 60 persen. Pada kondisi normal seperti ini nyamuk dapat

    menghasilkan telur antara 50 hingga 100 butir, sedangkan apabila terjadi

    peningkatan suhu lingkungan bisa meningkat mencapai 400 butir. Pada

    umumnya nyamuk dapat menyelesaikan siklus hidupnya (dari telur

    hingga nyamuk dewasa) membutuhkan waktu selama 10-12 hari. Namun,

    siklus ini bisa lebih singkat apabila terjadi peningkatan suhu. Perubahan

    cuaca karena pemanasan global akibat dari efek rumah kaca (seperti

    akibat yang dirasakan saat berada di rumah kaca) akan menyebabkan

    meningkatnya populasi nyamuk hingga dua kali lipat. DBD berkembang

    di wilayah beriklim tropis terutama pada saat musim hujan.

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    22/47

    22

    b. Demografi (kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat, sosial

    ekonomi penduduk).

    3. Jenis nyamuk sebagai vektor penular penyakit juga ikut berpengaruh. Faktor

    agen yaitu sifat virus Dengue, yang hingga saat ini telah diketahui ada 4

    jenis serotipe yaitu Dengue 1, 2, 3 dan 4.

    Cara penularan

    Penularan DBD terjadi ketika nyamuk terinfeksi virus pada saat menggigit

    manusia yang pada darahnya mengandung virus dengue (viremia), selanjutnya

    pada usus nyamuk virus akan mengalami replikasi dan berkembang biak

    kemudian akan migrasi sampai pada kelenjar ludah. Virus memasuki tubuh

    manusia melalui gigitan nyamuk menembus kulit, dengan waktu inkubasi empat

    hari virus akan bereplikasi dan berkembang biak pada jaringan dekat titik

    inokulasi atau Lymph node dengan cepat dan apabila jumlahnya sudah cukup

    virus akan masuk ke dalam sirkulasi darah, yang akan ditandai gejala klinis

    berupa demam.

    Pemberantasan vektor DBD dapat dilakukan melalui beberapa cara yaitu:

    Pengelolaan lingkungan : Pengelolaan lingkungan mencakup semua

    perubahan yang dapat mencegah atau meminimalkan perkembangan vektor

    sehingga kontak manusia dengan vektor berkurang. Upaya pengelolaan lingkungan

    yang dapat diterapkan dalam rangka mengendalikan populasiAe. aegyptiadalah :

    1. Modifikasi lingkungan : Menurut Kusnoputranto (2000), modifikasi

    lingkungan adalah suatu transformasi fisik permanen (jangka panjang)

    terhadap tanah, air dan tumbuhtumbuhan untuk mencegah/menurunkan habitat

    jentik tanpa mengakibatkan kerugian bagi manusia. Kegiatan-kegiatan yang

    dapat dilakukan untuk modifikasi lingkungan antara lain : perbaikan persediaan

    air bersih, tanki air atau reservoar di atas atau di bawah tanah dibuat anti

    nyamuk dan pengubahan fisik habitat jentik yang tahan lama (WHO, 2001).

    2. Manipulasi lingkungan : Menurut Kusnoputranto (2000), manipulasi

    lingkungan adalah suatu pengkondisian sementara yang tidak menguntungkan

    atau tidak cocok sebagai tempat berkembangbiak vektor penular penyakit.

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    23/47

    23

    Beberapa usaha yang memungkinkan dapat dilakukan antara lain antara lain

    pemusnahan tempat perkembangbiakan vector, misalnya dengan 3 M plus.

    3. Perubahan habitat atau perilaku manusia : Upaya untuk mengurangi

    kontak antara manusia dengan vektor, misalnya pemakaian obat nyamuk bakar,

    penolak serangga dan penggunaan kelambu (WHO, 2001).

    4. Pengendalian biologis : Antara lain dengan menggunakan ikan pemakan

    jentik (ikan cupang) dan penggunaan bakteri endotoxin seperti Bacillus

    thuringiensisdanBacillus sphaericus.

    5. Pengendalian dengan bahan kimia : Antara lain dengan cara pengasapan

    (fogging) menggunakan malathion sebagai upaya pemberantasan terhadap

    nyamuk dewasa dan pemberantasan terhadap jentik dengan memberikan

    bubuk abate (abatisasi) yang biasa digunakan yakni temephos (Depkes, 2004).

    12.Bagaimana patofisiologi kasus?

    Virus dengue termasuk ke dalam Arthropoda Borne Virus (Arbo virus) dan

    terdiri dari 4 serotypeyaitu DEN 1, 2, 3, dan 4. Infeksi virus dengue untuk pertama

    kali akan merangsang terbentuknya atibodi non-netralisasi. Sesuai dengan namanya,

    antibodi tersebut tidak bersifat menetralkan replikasi virus, tetapi justru memacu

    replikasi virus. Akibatnya terbentuk kompleks imun yang lebih banyak pada infeksi

    sekunder oleh serotype lain. Hal itu yang menyebabkan manifestasi klinis infeksi

    sekunder lebih berat dibanding infeksi sekunder (Soedarmo, 2002).

    Antibodi non-netralisasi yang terbentuk akan bersirkulasi bebas di darah atau

    menempel di sel fagosit mononuklear yang merupakan tempat utama infeksi virus

    dengue. Antibodi non-netralisasi yang menempel pada sel fagosit mononuklear

    berperan sebagai reseptor dan generator replikasi virus. Kemudian virus dengue

    dengan mudah masuk dan menginfeksi sel fagosit (mekanisme aferen). Selanjutnya

    virus bereplikasi di dalam sel fagosit dan bersama sel fagosit yang telah terinfeksi

    akan menyebar ke organ lain seperti hati, usus, limpa, dan sumsum tulang belakang

    (mekanisme eferen). Adanya sel fagosit yang terinfeksi akan memicu respon dari sel

    imun lain sehingga muncul berbagai manifestasi klinis \yang disebut sebagai

    mekanisme efektor (Soedarmo, 2002; Nainggolan et al., 2006).

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    24/47

    24

    Mekanisme efektor dimulai dengan aktivasi sel T helper (CD4), T sitotoksik (CD8),

    dan sistem komplemen oleh sel fagosit yang terinfeksi. Th selanjutnya

    berdiferensiasi menjadi Th1 dan Th2. Th1 akan melepaskan IFN-, IL-2, dan

    limfokin sedangkan Th2 melepaskan IL-4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Selanjutnya IFN-

    akan merangsang monosit melepaskan TNF-, IL-1, PAF, IL-6, dan histamin.

    Limfokin juga merangsang makrofag melepas IL-1. IL-2 juga merupakan stimulan

    pelepasan IL-1, TNF-, dan IFN-. Pada jalur komplemen, kompleks imun akan

    menyebabkan aktivasi jalur komplemen sehingga dilepaskan C3a dan C5a

    (anafilatoksin) yang meningkatkan jumlah histamin. Hasil akhir respon imun

    tersebut adalah peningkatan IL-1, TNF-, IFN-, IL-2, dan histamin (Kresno, 2001;

    Soedarmo, 2002; Nainggolan et al., 2006).

    IL-1, TNF-, dan IFN- dikenal sebagai pirogen endogen sehingga timbul

    demam. IL-1 langsung bekerja pada pusat termoregulator sedangkan TNF- dan

    IFN- bekerja tidak secara langsung karena merekalah yang merangsang pelepasan

    IL-1. Bagaimana mekanisme IL-1 menyebabkan demam? Daerah spesifik IL-1

    adalah pre-optik dan hipothalamus anterior dimana terdapat corpus callosum lamina

    terminalis (OVLT). OVLT terletak di dinding rostral ventriculus III dan merupakan

    sekelompok saraf termosensitif (cold dan hot sensitive neurons). IL-1 masuk ke

    dalam OVLT melalui kapiler dan merangsang sel memproduksi serta melepaskan

    PGE2. Selain itu, IL-1 juga dapat memfasilitasi perubahan asam arakhidonat

    menjadi PGE2. Selanjutnya PGE2 yang terbentuk akan berdifusi ke dalam

    hipothalamus atau bereaksi dengan cold sensitive neurons. Hasil akhir mekanisme

    tersebut adalah peningkatan thermostatic set point yang menyebabkan aktivasi

    sistem saraf simpatis untuk menahan panas (vasokontriksi) dan memproduksi panas

    dengan menggigil (Kresno, 2001; Abdoerrachman, 2002).

    Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab terhadap gejala lain

    seperti timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan penurunan sintesis

    albumin serta transferin. Penurunan nafsu makan merupakan akibat dari kerjasama

    IL-1 dan TNF-. Keduanya akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel adiposa.

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    25/47

    25

    Peningkatan leptin dalam sirkulasi menyebabkan negatif feedback ke hipothalamus

    ventromedial yang berakibat pada penurunan intake makanan (Luheshi et al., 2000).

    IFN- sebenarnya berfungsi sebagai penginduksi makrofag yang poten,

    menghambat replikasi virus, dan menstimulasi sel B untuk memproduksi antibodi.

    Namun, bila jumlahnya terlalu banyak akan menimbulkan efek toksik seperti

    demam, rasa dingin, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri kepala berat, muntah, dan

    somnolen(Soedarmo, 2002).

    Sejak awal demam sebenarnya telah terjadi penurunan jumlah trombosit pada

    penderita DBD. Penurunan jumlah trombosit memudahkan terjadinya perdarahan

    pada pembuluh darah kecil seperti kapiler yang bermanifes sebagai bercak

    kemerahan. Di sisi lain, peningkatan jumlah histamin meningkatkan permeabilitas

    kapiler sehingga terjadi perembesan cairan plasma dari intravaskuler ke interstisiel.

    Hal itu semakin diperparah dengan penurunan jumlah albumin akibat kerja IL-1 dan

    gangguan fungsi hati. Adanya plasma leakage tersebut menyebabkan peningkatan

    Hct. Trombositopeniaterjadi akibat pemendekan umur trombosit akibat destruksi

    berlebihan oleh virus dengue dan sistem komplemen (pengikatan fragmen C3g);

    depresi fungsi megakariosit, serta supresi sumsum tulang. Destruksi trombosit

    terjadi di hepar, lien, dan sumsum tulang. Trom bositopenia menyebabkan

    perdarahan di mukosa tubuh sehingga sering muncul keluhan melena, epistaksis,

    dan gusi berdarah. Hepatomegalipada pasien DBD terjadi akibat kerja berlebihan

    hepar untuk mendestruksi trombosit dan untuk menghasilkan albumin. Selain itu,

    sel-sel hepar terutama sel Kupffer mengalami banyak kerusakan akibat infeksi virus

    dengue. Bila kebocoran plasma dan perdarahan yang terjadi tidak segera diatasi,

    maka pasien dapat jatuh ke dalam kondisi kritis yang disebut DSS (Dengue Shock

    Sydrome) dan sering menyebabkan kematian (Soedarmo, 2002; Nainggolan et al.,

    2006).

    13.Bagaimana manifestasi klinis kasus?

    Manifestasi klinis dari seseorang yang terkena infeksi dengue terdiri dari 3 fase,

    yaitu:

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    26/47

    26

    1. Fase demam

    Fase demam umumnya berlangsung antar 2 sampai 7 hari. Fase demam dimulai

    dengan demam tinggi, disertai nyeri kepala terutama didaerah belakang mata,

    mual muntah lebih umum terjadi pada anak-anak, fatigue, myalgia, atralgia juga

    sering terjadi. Pada fase demam terkadang juga terdapat ruam.

    2. Fase kritis

    Pada fase kritis suhu tubuh mulai menurun, meningkatnya permeabilitas kapiler,

    peningkatan kadar hematokrit dan kemungkinan terjadi kebocoran plasma. Pada

    fase kritis pasien harus ditangani dengan baik, jika tidak ditangani maka pasien

    akan mengalami shock. Jika pasien dapat melalui fase kritis maka pasien akan

    memasuki fase rekoveri yang ditandai keadaan pasien yang mulai membaik.

    3.

    Fase recovery.

    Pada fase recovery terjadi penyerapan kembali cairan ekstraseluler secara

    gradual, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal menghilang, kadar

    hematokrit dan platelet kembali normal.

    14.Bagaimana tatalaksana kasus?

    a. Oksigenasi berikan oksigen 2 4 liter/menit dan penggantian volume plasma

    segera (cairan isotonis RL / NaCL 1020 ml/kgBb secepatnya (blolus dalam 30

    menit).

    b. Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi? Pantau tanda vital tiap 10 menit. Catat

    balans cairan selama pemberian cairan intravena.

    c. Jika syok teratasi cairan dalam tetesan disesuaikan 10 ml/kgBB/ jam

    Evaluasi ketat tanda vital, tanda perdarahan Jika sudah stabil 24 jam , tetesan

    diberi 5 ml/kgBB/jamturunkan 3 ml.kgBB/jam.

    d. Jika syok tidak teratasi cairan dalam tetesan dilanjutkan 10 20 ml/kgBB/

    jam Tambahkan koloid /plasma 10 20 ml/kgBB/jam Evaluasi asidosis

    dalam 1 jamJika Ht tetap tinggi maka ditransfusi darah segar.

    e. Bagaimana komplikasi kasus?

    Komplikasi demam berdarah dengue dapat mengenai berbagai sistem organ, yaitu

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    27/47

    27

    1. System saraf (ensefalopati, ensefalitis),

    2. Kardiovaskuler (aritmia jantung, myokarditis, perikarditis, syok, DIC),

    3. Respirasi (ARDS),

    4. Hepatobilier (hepatik ensefalopati, hepatomegali),

    5. Limforetikuler (limfadenopati, rupture limfa, infark kelenjar limfa),

    6. Ginjal (gagal ginjal akut),

    7. Musculoskeletal (rhabdomyolisis, myositis), dan

    8. Genitalia (AISE).

    f. Bagaimana pencegahan kasus?

    Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu

    nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan

    menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :

    a. Lingkungan

    Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan

    Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi

    tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan

    perbaikan desain rumah. Sebagai contoh: Menguras bak mandi/penampungan air

    sekurang-kurangnya sekali seminggu. Mengganti/menguras vas bunga dan

    tempat minum burung seminggu sekali. Menutup dengan rapat tempat

    penampungan air. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan ban bekas di

    sekitar rumah dan lain sebagainya.

    b. Biologis

    Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik

    (ikan adu/ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14).

    c. Kimiawi

    Cara pengendalian ini antara lain dengan:

    - Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion),

    berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu

    tertentu.

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    28/47

    28

    - Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air

    seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

    Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

    mengkombinasikan cara-cara tersebut, yang disebut dengan 3M Plus, yaitu

    menutup, menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti

    memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu

    pada waktu tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida,

    menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll

    sesuai dengan kondisi setempat.

    d. Bagaimana prognosis kasus?

    Kematian terhadap demam berdarah dengue cukup tinggi.

    e. Apa SKDI kasus ini?

    Syok Hipovolemic : 3B

    Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-

    pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan

    laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi

    pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).

    DHF : 4A

    Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan

    penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

    V. Kesimpulan

    Budi laki-laki 3 tahun mengalami Dengue Shock Syndrome ac DHF.

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    29/47

    29

    VI. Kerangka Konsep

    VII. SINTESIS

    Budi, laki-laki 3 tt terinfeksi

    Virus Dengue

    Kompleks Ag-Ab

    Infeksi sel

    monosit, limposit,

    makrofag, sel

    dendrit

    Leukopenia SitokinProinflamsi

    suhu

    Agregasi

    Trombosit

    Gang.

    Fungsi

    Trombosit

    destruksi

    trombosit

    oleh RES

    Trombosito enia

    Perdarahan

    Mimisan

    Aktivasi

    Koagulasi

    FaktorPembekuan

    Aktivasi

    Komplemen

    Mengaktifkan

    anafilatoksin(Ca3 dan Ca5)

    Permeabilitas

    vaskuler

    Plasma

    Leakage

    Syok

    Hipovolemic

    Ht

    Akral DinginRRGelisah/

    Delirium

    CRT

    Meman an

    Nadi

    Filiformis

    HipotensiUrin

    -

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    30/47

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    31/47

    31

    C. Penularan Demam Berdarah Dengue

    Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes

    (terutamaA. Aegepty dan A. Albopticus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan

    dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina

    yaitu bejana yang berisi air, seperti bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan

    air lainnya.

    Beberapa faktor yang diketahui berkaitan dengan transmisi virus dengue, yaitu:

    a. Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di

    lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain.

    b. Penjamu: terdapatnya penderita di lingkungan, mobilisasi dan paparan terhadap

    nyamuk, usia dan jenis kelamin;

    c.

    Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, kepadatan penduduk, dan ketinggian di

    bawah 1000 di atas permukaan laut (Suhendro, 2006).

    D. Patogenesis Demam Berdarah Dengue

    Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme

    imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindroma syok

    dengue (dengue shock syndrome).

    Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi

    pertama kali mungkin memberi gejala demam dengue. Reaksi tubuh merupakan reaksi

    yang biasa terlihat pada infeksi virus. Reaksi yang amat berbeda tampak, bila seseorang

    mendapat infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal ini

    Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis yang disebut secondary heterologous

    infection atau sequential infection hypothesis. Hipotesis ini telah diakui oleh sebagian

    besar para ahli saat ini (Hendarwanto, 1996).

    Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah respon

    imun humoral. Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam

    proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang

    dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat

    replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent

    enhancement (ADE). Limfosit T, baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan

    dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    32/47

    32

    memproduksi interferon gamma, interleukin-2 (IL-2) dan limfokin, sedangkan TH2

    memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Monosit dan makrofag berperan dalam

    fagositosis virus. Namun, proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi

    virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu, aktivasi oleh kompleks imun

    menyebabkan terbentuknya senyawa proaktivator C3a dan C5a, sementara proaktivator

    C1q, C3, C4, C5-C8, dan C3 menurun.

    Faktor-faktor di atas dapat berinteraksi dengan sel-sel endotel untuk

    menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur akhir nitrat oksida.

    Sistem pembekuan darah dan fibrinolisis diaktivasi, dan jumlah faktor XII (faktor

    Hageman) berkurang. Mekanisme perdarahan pada DBD belum diketahui, tetapi

    terdapat hubungan terhadap koagulasi diseminata intravaskular (dissemintated

    intravascular coagulation, DIC) ringan, kerusakan hati, dan trombositopenia.

    Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi

    sumsum tulang, serta destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran

    sumsum tulang pada fase awal infeksi (

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    33/47

    33

    Kebocoran kapiler menyebabkan cairan, elektrolit, protein kecil, dan, dalam

    beberapa kejadian, sel darah merah masuk ke dalam ruang ekstravaskular. Redistribusi

    cairan internal ini, bersama dengan defisiensi nutrisi oleh karena kelaparan, haus, dan

    muntah, berakibat pada penurunan hemokonsentrasi, hipovolemia, peningkatan kerja

    jantung, hipoksia jaringan, asidosis metabolik dan hiponatremia (Halstead, 2007).

    Penelitian tentang patogenesis yang menjelaskan keparahan penyakit dengue

    sudah banyak dilakukan. Survei berkala terhadap serotipe DENV memberi pandangan

    bahwa beberapa subtipe secara lebih umum dikaitkan dengan keparahan dengue.

    Muntaz et al. (2006) dalam penelitiannya menemukan DEN-3 menyebabkan infeksi

    lebih parah dibandingkan serotipe lainnya. Hal ini dikaitkan dengan kemampuan virus

    untuk bereplikasi untuk menghasilkan titer virus yang lebih tinggi.

    Sementara dalam laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue

    (2006), ditemukan keadaan lain yang mempengaruhi keparahan penyakit dengue:

    1. Adanya hubungan infeksi primer dan sekunder. Contohnya, kombinasi serotipe

    primer dan sekunder DEN-1/DEN-2 atau DEN-1/DEN-3 dipandang memberi risiko

    yang tinggi untuk terkena dengue yang parah.

    2. Imunitas individu dalam menghasilkan sitokin dan kemokin yang dihasilkan oleh

    aktivasi imun berhubungan dengan keparahan penyakit.

    3. Semakin panjang interval antara infeksi virus dengue primer dan sekunder, maka

    keparahan dengue semakin meningkat.

    4. Peranan genetik juga diduga berpengaruh terhadap keparahan penyakit. Penelitian

    menunjukkan prevalensi DBD pada orang negroid diasosiasikan dengan insidensi

    yang rendah (2%), sementara orang kaukasoid memilki insidensi yang lebih tinggi

    (30%).

    E. Manifestasi Klinis

    Prediksi klinis infeksi virus dengue ditentukan oleh hubungan kompleks antara

    faktor penjamu dan virus (WHO Scientific Working Group: Report on Dengue, 2006).

    Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat

    berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue, atau sindrom

    syok dengue (Suhendro, 2006).

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    34/47

    34

    1. Demam Dengue

    Periode inkubasi adalah 1-7 hari. Manifestasi klinis bervariasi dan dipengaruhi

    usia pasien. Pada bayi dan anak-anak, penyakit ini dapat tidak terbedakan atau

    dikarakteristikkan sebagai demam selama 1-5 hari, peradangan faring, rinitis, dan batuk

    ringan.

    Kebanyakan remaja dan orang dewasa yang terinfeksi mengalami demam secara

    mendadak, dengan suhu meningkat cepat hingga 39,4-41,1C, biasanya disertai nyeri

    frontal atau retro-orbital, khususnya ketika mata ditekan. Kadang-kadang nyeri

    punggung hebat mendahului demam. Suatu ruam transien dapat terlihat selama 24-48

    jam pertama demam. Denyut nadi dapat relatif melambat sesuai derajat demam. Mialgia

    dan artalgia segera terjadi setelah demam.

    Dari hari kedua sampai hari keenam demam, mual dan muntah terjadi, dan

    limfadenopati generalisata, hiperestesia atau hiperalgesia kutan, gangguan pengecapan,

    dan anoreksia dapat berkembang. Sekitar 1-2 hari kemudian, ruam makulopapular

    terlihat, terutama di telapak kaki dan telapak tangan, kemudian menghilang selama 1-5

    hari. Kemudian ruam kedua terlihat, suhu tubuh, yang sebelumnya sudah menurun ke

    normal, sedikit meningkat dan mendemonstrasikan karakteristik pola suhu bifasik.

    2. Demam Berdarah Dengue

    Pembedaan antara demam demam dengue dan demam berdarah dengue sulit

    pada awal perjalanan penyakit. Fase pertama yang relatif lebih ringan berupa demam,

    malaise, mual-muntah, sakit kepala, anoreksia, dan batuk berlanjut selama 2-5 hari

    diikuti oleh deteriorasi dan pemburukan klinis. Pada fase kedua ini, pasien umumnya

    pilek, ekstremitas basah oleh berkeringat, badan hangat, wajah kemerah-merahan,

    diaforesis, kelelahan, iritabilitas, dan nyeri epigastrik.

    Sering dijumpai petekie menyebar di kening dan ekstremitas, ekimosis spontan,

    dan memar serta pendarahan dapat dengan mudah terjadi di lokasi pungsi vena. Ruam

    makular atau makulopapular dapat terlihat. Respirasi cepat dan melelahkan. Denyut

    nadi lemah dan cepat, suara jantung melemah. Hati dapat membesar 4-6 dan biasanya

    keras dan sulit digerakkan.

    Sekitar 20-30% kasus demam berdarah dengue berkomplikasi syok (sindrom

    syok dengue). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis hebat atau perdarahan

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    35/47

    35

    gastrointestinal, biasanya sesudah periode syok yang tidak diobati. Setelah krisis 24-36

    jam, pemulihan terjadi dengan cepat pada anak yang diobati. Temperatur dapat kembali

    normal sebelum atau selama syok. Bradikardia dan ektrasistol ventrikular umumnya

    terjadi saat pemulihan (Halstead, 2007).

    F. Pemeriksaan Penunjang

    1. Laboratorium

    Pemeriksaan laboratorium dilakukan terutama untuk mendeteksi perubahan

    hematologis.

    Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain:

    a. Leukosit

    Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis relatif (>45%

    dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru (>15% dari jumlah total

    leukosit) yang pada fase syok meningkat.

    b. Trombosit

    Umumnya terdapat trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/l) pada hari ke 3-8.

    c. Hematokrit

    Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan hematokrit 20% dari

    hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    36/47

    36

    d. Hemostasis

    Dilakukan pemeriksaan prothrombin time (PT), partial thromboplastin time (aPTT),

    thrombin time (TT) atau fibrinogen pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau

    kelainan pembekuan darah.

    e. Protein/albumin

    Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma. Nilai normal albumin adalah 3-

    5,5 g/dl, nilai normal protein total adalah 5-8 g/dl (Price, 2003).

    f. SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase)

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    37/47

    37

    Dapat meningkat. Nilai normal alanin aminotransferase adalah 0-40 IU/l. Menurut

    Kalayanarooj (1997) anak dengan level enzim hati yang meningkat sepertinya lebih

    rentan mengalami dengue yang parah dibandingkan dengan yang memiliki level enzim

    hati yang normal saat didiagnosis.

    g. Elektrolit

    Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. Jumlah kalium normal serum adalah

    3,5-5,2 mEq/l, sedangkan natrium 135-145 mEq/l.

    h. Golongan darah dan cross match

    Bila akan diberikan transfusi darah dan komponen darah.

    i. Imunoserologi

    Dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue. IgM terdeteksi mulai hari ke 3-

    5, meningkat sampai minggu ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG pada infeksi

    primer mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi

    pada hari ke-2.

    2. Radiologis

    Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan. Tetapi apabila

    terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks.

    Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

    G. DiagnosisBelum ada panduan yang dapat diterima untuk mengenal awal infeksi virus

    dengue (WHO Scientific Working Group, 2006). Perbedaan utama antara demam

    dengue dan DBD adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma (Suhendro,

    2006).

    1. Demam Dengue

    Ditegakkan bila terdapat dua atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retro-

    orbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leukopenia) ditambah

    pemeriksaan serologis dengue positif; atau ditemukan pasien demam dengue/ demam

    berdarah dengue yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.

    2. Demam Berdarah Dengue

    Berdasarkan kriteria WHO 1999 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini

    terpenuhi.

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    38/47

    38

    a. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.

    b. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:

    - Uji bendung positif.

    - Petekie, ekimosis, atau purpura.

    - Perdarahan mukosa (tersering epitaksis atau perdarahan gusi), atau perdarahan di

    tempat lain.

    - Hematemesis atau melena.

    c. Trombositopenia (jumlah trombosit 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis

    kelamin.

    -Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai

    hematokrit sebelumnya.

    - Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemia. Namun,

    pada laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue (2006) diperoleh

    beberapa laporan perdarahan parah pada pasien yang tidak memiliki atau memilki bukti

    minimum kebocoran plasma. Fenomena ini memiliki morbiditas dan mortalitas yang

    tinggi, dan patofisiologinya belum dipahami dengan baik.

    H. Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan pasien DBD umumnya berorientasi kepada pemberian cairan.

    Harris et al. (2003) mendemonstrasikan bahwa meminum cairan seperti air atau jus

    buah dalam 24 jam sebelum pergi ke dokter merupakan faktor protektif melawan

    kemungkinan dirawat inap di rumah sakit.

    Setiap pasien tersangka demam dengue atau DBD sebaiknya dirawat di tempat

    terpisah dengan pasien penyakit lain, sebaiknya pada kamar yang bebas nyamuk

    (berkelambu). Penatalaksanaan pada demam dengue atau DBD tanpa penyulit adalah:

    1. Tirah baring.

    2. Pemberian cairan.

    Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam

    24 jam (susu, air dengan gula/sirup, atau air tawar ditambah dengan garam saja).

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    39/47

    39

    3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis.

    Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal.

    Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari

    pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan.

    4. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.

    Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok, yaitu:

    1. Keadaan umum memburuk.

    2. Terjadi pembesaran hati.

    3. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia.

    4. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.

    Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera dipersiapkan dan

    terpasang pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan

    umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada

    hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam.

    Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk mengembalikan volume

    cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan

    pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%, Ringers

    lactate (RL) atau bila terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau ekspander plasma.

    Jumlah cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis.

    Kecepatan permulaan infus ialah 20 ml/kg berat badan/ jam, dan bila syok telah

    diatasi, kecepatan infus dikurangi menjadi 10 ml/kg berat badan/ jam.

    Pada kasus syok berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak perbaikan,

    diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat

    hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg berat badan. Dalam hal ini perlu diperhatikan

    keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na-bikarbonat. Pada umumnya untuk

    menjaga keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam

    bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12-48 jam setelah syok selesai.

    Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang dapat

    diberikan pada pasien demam dengue/DBD:

    1. Kristaloid.

    a. Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL).

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    40/47

    40

    b. Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA).

    c. Larutan NaCl 0,9% (garam faali/GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan faali (D5/GF).

    2. Koloid (plasma).

    Transfusi darah dilakukan pada:

    1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena).

    2. Pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan

    penurunan kadar Hb dan Ht.

    Pemberian transfusi profilaksis trombosit atau produk darah masih banyak

    dipraktikkan. Padahal, penelitian Lum et al. (2003) menemukan bukti bahwa praktik ini

    tidak berguna dalam pencegahan perdarahan yang signifikan.

    Pemberian kortikosteroid tidak memberikan efek yang bermakna. Pada pasien

    dengan syok yang lama, koagulopati intravaskular diseminata (disseminated

    intravascular coagulophaty, DIC) diperkirakan merupakan penyebab utama perdarahan.

    Bila dengan pemeriksaan hemostasis terbukti adanya DIC, heparin perlu diberikan.

    (Hendarwanto, 1996).

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    41/47

    41

    Infeksi primer pada demam dengue dan penyakit mirip dengue biasanya ringan

    dan dapat sembuh sendirinya. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan

    kejang demam adalah komplikasi paling sering pada bayi dan anak-anak. Epistaksis,

    petekie, dan lesi purpura tidak umum tetapi dapat terjadi pada derajat manapun.

    Keluarnya darah dari epistaksis, muntah atau keluar dari rektum, dapat memberi kesan

    keliru perdarahan gastrointestinal. Pada dewasa dan mungkin pada anak-anak, keadaan

    yang mendasari dapat berakibat pada perdarahan signifikan. Kejang dapat terjadi saat

    temperatur tinggi, khususnya pada demam chikungunya. Lebih jarang lagi, setelah fase

    febril, astenia berkepanjangan, depresi mental, bradikardia, dan ekstrasistol ventrikular

    dapat terjadi.

    Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan inap juga dapat

    terjadi berupa kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia dan hipoglikemia,

    ketidak seimbangan elektrolit dan asam-basa, infeksi nosokomial, serta praktik klinis

    yang buruk (Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control,

    WHO, 2009).

    Di daerah endemis, demam berdarah dengue harus dicurigai terjadi pada orang yang

    mengalami demam, atau memiliki tampilan klinis hemokonsentrasi dan trombositopenia

    (Halstead, 2007).

    I. PrognosisPrognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya antibodi

    yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian telah terjadi

    pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan intensif yang adekuat

    kematian dapat ditekan

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    42/47

    42

    5. Tiga hari setelah syok teratasi.

    6. Jumlah trombosit >50.000/ml. Perlu diperhatikan, kriteria ini berlaku bila pada

    sebelumnya pasien memiliki trombosit yang sangat rendah, misalnya 12.000/ml.

    7. Tidak dijumpai distres pernapasan (Mansjoer, 2001).

    K. Pencegahan

    Belum ada vaksin yang tersedia melawan dengue, dan tidak ada pengobatan

    spesifik untuk menangani infeksi dengue. Hal ini membuat pencegahan adalah langkah

    terpenting, dan pencegahan berarti menghindari gigitan nyamuk jika kita tinggal di atau

    bepergian ke area endemik (CDC, 2010).

    Jalan terbaik untuk mengurangi nyamuk adalah menghilangkan tempat nyamuk

    bertelur, seperti bejana/ wadah yang dapat menampung air. Nyamuk dewasa menggigit

    pada siang hari dan malam hari saat penerangan menyala. Untuk menghindarinya, dapat

    menggunakan losion antinyamuk atau mengenakan pakaian lengan pajang/celana

    panjang dan mengamankan jalan masuk nyamuk ke ruangan.

    Penggunaan insektisida untuk memberantas nyamuk dapat dilakukan dengan

    malathion. Cara penggunaan malathion adalah dengan pengasapan (thermal fogging)

    atau pengabutan (cold fogging). Untuk pemakaian rumah tangga dapat menggunakan

    golongan organofosfat, karbamat ataupyrethoid (Hendarwanto, 1996).

    DENGUE SHOCK SYNDROME

    Dengue Shock Syndrome (DSS) adalah sindrom syok/renjatan yang terjadi pada

    penderita DBD.

    Seluruh kriteria DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat

    dan lemah, tekanan darah turun (

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    43/47

    43

    hemokonsentrasi, hipoproteinemia dan efusi cairan ke rongga serosa. Mekanisme

    terjadinya peningkatan permeabilitas vaskular dan perdarahan pada DBD belum

    diketahui dengan jelas.Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya

    penderita, dimulai dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin

    pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi

    pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.

    Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis

    berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindroma syok dengue (dengue

    shock syndrome). Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan

    infeksi pertama kali mungkin memberi gejala demam dengue. Reaksi tubuh merupakan

    reaksiyang biasa terlihat pada infeksi virus. Reaksi yang amat berbeda tampak, bila

    seseorang mendapat infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan. Respon imun

    yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah respon imun humoral. Respon

    humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus,

    sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi.

    Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada

    monosit atau makrofag. Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE).

    Limfosit T, baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun

    seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T-helper yaitu TH1 akan memproduksi

    interferon gamma, interleukin-2 (IL-2) dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-

    4, IL-5, IL-6 dan IL-10. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus.

    Namun, proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi

    sitokin oleh makrofag. Selain itu, aktivasi oleh kompleks imun menyebabkan

    terbentuknya senyawa proaktivator C3a dan C5a, sementara proaktivator C1q, C3, C4,

    C5-C8, dan C3 menurun.Faktor-faktor di atas dapat berinteraksi dengan sel-sel endotel

    untuk menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular melalui jalur akhir nitrat

    oksida. Sistem pembekuan darah dan fibrinolisis diaktivasi, dan jumlah faktor XII

    (faktor Hageman) berkurang. Mekanisme perdarahan pada DBD belum diketahui,

    tetapi terdapat hubungan terhadap koagulasi diseminata intravaskular (dissemintated

    intravascular coagulation, DIC) ringan, kerusakan hati, dan trombositopenia.

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    44/47

    44

    Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum

    tulang, serta destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

    Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    45/47

    45

    trombosit. Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang

    menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya

    koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi

    koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui jalur ekstrinsik (tissue factor

    pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui

    aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex) . Kebocoran kapiler menyebabkan

    cairan, elektrolit, protein kecil, dan, dalam beberapa kejadian, sel darah merah masuk ke

    dalam ruang ekstravaskular. Redistribusi cairan internal ini, bersama dengan defisiensi

    nutrisi oleh karena kelaparan, haus, dan muntah, berakibat pada penurunan

    hemokonsentrasi, hipovolemia, peningkatan kerja jantung, hipoksia jaringan, asidosis

    metabolik dan hiponatremia . Penelitian tentang patogenesis yang menjelaskan

    keparahan penyakit dengue sudah banyak dilakukan. Survei berkala terhadap serotipe

    DENV memberi pandangan bahwa beberapa subtipe secara lebih umum dikaitkan

    dengan keparahan dengue. Muntaz et al. (2006) dalam penelitiannya menemukan DEN-

    3 menyebabkan infeksi lebih parah dibandingkan serotipe lainnya. Hal ini dikaitkan

    dengan kemampuan virus untuk bereplikasi untuk menghasilkan titer virus yang lebih

    tinggi.Sementara dalam laporan WHO Scientific Working Group: Report on Dengue

    (2006), ditemukan keadaan lain yang mempengaruhi keparahan penyakit dengue:

    1. Adanya hubungan infeksi primer dan sekunder. Contohnya, kombinasi serotipe

    primer dan sekunder DEN-1/DEN-2 atau DEN-1/DEN-3 dipandang memberi risiko

    yang tinggi untuk terkena dengue yang parah.

    2. Imunitas individu dalam menghasilkan sitokin dan kemokin yang dihasilkan oleh

    aktivasi imun berhubungan dengan keparahan penyakit.

    3. Semakin panjang interval antara infeksi virus dengue primer dan sekunder, maka

    keparahan dengue semakin meningkat.

    4. Peranan genetik juga diduga berpengaruh terhadap keparahan penyakit. Penelitian

    menunjukkan prevalensi DBD pada orang negroid diasosiasikan dengan insidensi yang

    rendah (2%), sementara orang kaukasoid memilki insidensi yang lebih tinggi (30%)

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    46/47

    46

    Setiap penderita harus ditentukan juga derajat spektrum klinisnya berdasarkan kriteria

    WHO 1997 yaitu:

    Derajat I: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi

    perdarahan adalah uji torniquet.

    Derajat II: Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau

    perdarahan lain.

    Derajat III: Derajat II ditambah kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

    tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar

    mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.

    Derajat IIIA : tekanan darah 80/60 mmHg (tekanan nadi = 20)

    Derajat IIIB : tekanan darah 80/60 mmHg (tekanan nadi < 20)

    Derajat IV : Derajat III ditambah syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan

    darah yang tak terukur, dapat disertai dengan penurunan kesadaran, sianosis, dan

    asidosis.

    Derajat IVA : tekanan darah tak terukur, nadi tak teraba

    Derajat IVB : tekanan darah tak terukur, nadi tak teraba, sianosis, asidosismetabolik, kesadaran menurun.

    DSS merupakan DBD derajat III dan IV, dan berdasarkan hasil pemeriksaan penderita

    ini termasuk dalam derajat IIIB. Dengan demikian diagnosis penderita ini adalah DSS

    derajat IIIB.

    Sekitar 20-30% kasus demam berdarah dengue berkomplikasi syok (sindrom syok

    dengue). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis hebat atau perdarahan

    gastrointestinal, biasanya sesudah periode syok yang tidak diobati. Setelah krisis 24-36

    jam, pemulihan terjadi dengan cepat pada anak yang diobati. Temperatur dapat kembali

    normal sebelum atau selama syok. Bradikardia dan ektrasistol ventrikular umumnya

    terjadi saat pemulihan

  • 8/10/2019 Skenario A Blok 26 Tahun 2014 L1.docx

    47/47

    Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk mengembalikan volume

    cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan

    pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%,

    Ringerslactate (RL) atau bila terdapat syok berat dapat dipakaiplasma atau ekspander

    plasma. Jumlah cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis.Kecepatan permulaan

    infus ialah 20 ml/kg berat badan/ jam, dan bila syok telah diatasi, kecepatan infus

    dikurangi menjadi 10 ml/kg berat badan/ jam.

    Pada kasus syok berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak perbaikan,

    diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat

    hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg berat badan. Dalam hal ini perlu diperhatikan

    keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na-bikarbonat. Pada umumnya untuk

    menjaga keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam

    bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12-48 jam setelah syok selesai.

    Transfusi darah dilakukan pada:

    1. Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena).

    2. Pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan

    penurunan kadar Hb dan Ht