SKENARIO E BLOK 23.docx

57
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO E BLOK 23 Disusun oleh : Kelompok B5 1. Mutiara Khalida 2. Renal Yusuf 3. Nur Suci Trendy Asih 4. M Arisma D Putra 5. Yuda Lutfiadi 6. Dwi Juwanita Putri 7. Julianda Dini Halim 8. A Rifky Rizaldi 9. Janeva Septiana S 10. Kristian Sudana Hartano 11. Mohd. Quarratul Aiman 12. Sivananthini J Sivakumar 04111401013 04111401015 04111401016 04111401039 04111401051 04111401059 04111401061 04111401067 04111401072 04111401085 04111401089 04111401091 Tutor: Dr. Iskandar Z Ansori, DTM&H 1

description

fk unsri

Transcript of SKENARIO E BLOK 23.docx

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO E BLOK 23

Disusun oleh :Kelompok B5

1. Mutiara Khalida2. Renal Yusuf3. Nur Suci Trendy Asih4. M Arisma D Putra5. Yuda Lutfiadi6. Dwi Juwanita Putri7. Julianda Dini Halim8. A Rifky Rizaldi9. Janeva Septiana S10. Kristian Sudana Hartano11. Mohd. Quarratul Aiman12. Sivananthini J Sivakumar

041114010130411140101504111401016041114010390411140105104111401059041114010610411140106704111401072041114010850411140108904111401091

Tutor:Dr. Iskandar Z Ansori, DTM&HDAPK.,M.Kes.,SpParK.

PENDIDIKAN DOKTER UMUMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA2014KATA PENGANTARSyukur Alhamdulillah kami ucapkan atas kehadirat Tuhan YME karena rahmat dan anugerah-Nya lah kami dapat menyelesaikan tugas tutorial dengan topik Skenario E Blok XXIII . Adapun tujuan pembuatan tugas ini adalah untuk melengkapi persyaratan dalam pembelajaran di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini sehingga tugas ini dapat terselesaikan tepat waktu dan tepat sasaran sesuai dengan harapan.Kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan laporan ini. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini. Akhirnya kami berharap kepada teman teman dan para pembaca semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk kita semua.

Palembang, 26 Februari 2014

Penyusun Kelompok 5

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL1KATA PENGANTAR.2DAFTAR ISI3BAB I PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang...41.2 Maksud dan Tujuan4BAB II PEMBAHASAN2.1 Data Tutorial..52.2 Skenario..62.3 Paparan...6I. Klarifikasi Istilah6 II. Identifikasi Masalah..7 III. Analisis Masalah..8 IV. Hipotesis .. 24 V. Kerangka Konsep... 25VI. Learning Issues. 26BAB III PENUTUP.... 393.1 Kesimpulan. 39DAFTAR PUSTAKA... 40

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok mengenai Reproduksi dan Perinatologi yang berada dalam blok 23 pada semester 6 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang. 1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:1. Sebagailaporantugaskelompoktutorialyangmerupakanbagiandarisistem KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario ini.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Data TutorialTutor: dr. Iskandar Z Ansori, DTM&H DAPK.,M.Kes.,SpParK.Moderator: Renal YusufSekretaris Meja: Mutiara KhalidaSekretaris Laptop: Mohd. Quarratul Aiman

Hari, Tanggal: Selasa, 25 Februari 2014Peraturan: 1. Alat komunikasi di non-aktifkan 2. Semua anggota tutorial harus aktif mengeluarkan pendapat 3. Dilarang makan dan minum

2.2 Skenario E Blok 23 Tahun 2014A male newborn was referred to MOH. Hoesein Hospital by a midwife who helped his mother, Mrs. Utami delivery with chief complaint of grunting. Mothers history was taken from the midwife. She said that Mrs. Utamis pregnancy was full term. The baby was born 3 hours ago with APGAR score 5 for 1st minute and 8 for 5th minute, birth body weight was 3 kg. The mother had premature rupture of membrane 2 days ago and had bad smell liquor. From the physical examination the baby was hypoactive and tachypnea, no sucking reflex, and there was chest indrawing.

2.3 PAPARANI. Klarifikasi Istilah1. Grunting: Suara seperti dengkuran pada akhir ekspirasi.2. Premature rupture of membrane: Suatu kondisi pada kehamilan didefinisikan sebagai pecahnya membrane kantung ketuban dan chorion lebih dari satu jam sebelum awal persalinan.3. Bad smelly liquor: bau cairan ketuban (amnion) yang tidak enak.4. Hypoactive: Penurunan abnormal suatu aktivitas.5. APGAR score: Penilaian tentang keadaan bayi dalam angka berdasarkan denyut jantung, usaha bernafas,tonus otot, reflex iritabilitas dan warna.6. Tachypnea: Pernafasan yang sangat cepat ( > 60x/menit).7. Sucking reflex: Gerakan menghisap pada mulut bayi yang ditimbulkan dengan menyentuh bibir atau kulit di dekat mulut bayi.8. Chest Indrawing: retraksi dinding dada.9. Full term : Periode gestasi cukup bulan (37-42 minggu).

II. Identifikasi Masalah1. A male newborn was referred to Moh. Hoesein Hospital by a midwife who helped his mother, Mrs. Utami delivery with chief complaint of grunting. 2. Mothers history was taken from the midwife. She said that Mrs. Utamis pregnancy was full term. The baby was born 3 hours ago with APGAR score 5 for 1st minute and 8 for 5th minute, birth body weight was 3 kg.3. The mother had premature rupture of membrane 2 days ago and had bad smell liquor.4. From the physical examination the baby was hypoactive and tachypnea, no sucking reflex, and there was chest indrawing.

III. Analisis Masalah1. A male newborn was referred to MOH. Hoesein Hospital by a midwife who helped his mother, Mrs. Utami delivery with chief complaint of grunting. a. Etiologi dan mekanisme merintih?Grunting merupakan suatu bentuk bunyi yang dikeluarkan oleh bayi yang merupakan tanda adanya ganggguan pengembangan paru. Obstruksi jalan nafas, misalnya obstruksi koanae, edema nasalis, ensefalokel. Penyakit parenkim paru-paru, misalnya penyakit membrana hialin, MAS (Meconium Aspiration Syndrom) , atelektasis, Transient Tachypnea of Newborn , Bronchopulmonary Displasia, pneumonia. Kelainan perkembangan organ, misalnya agenesis paru-paru, perdarahan paru-paru, hernia diafragmatika. Non pulmonary , misalnya payah jantung, kelainan susunan saraf pusat, asidosis metabolik, dan asfiksia.Mekanisme merintih :Pecah ketuban dini infeksi ascending dimana mikroba dari vagina masuk ke dalam rongga amnion korioamnionitis inhalasi liquor septic pada janin infeksi intraunterine peradangan pada jaringan paru alveolus yang radang gagal mengembang alveoli kolaps terganggunya ventilasi udara hipoksia kompensasi pernafasan dengan usaha lebih untuk menaikkan tekanan akhir ekspirasi penutupan rima glottis timbulnya suara merintih saat ekspirasi grunting/ merintihb. Hubungan jenis kelamin (laki-laki) dengan kasus ini?Insidens lebih sering terjadi pada bayi laki-laki 2 kali lebih besar daripada bayi perempuan (Nelson, 1999).2. Mothers history was taken from the midwife. She said that Mrs. Utamis pregnancy was full term. The baby was born 3 hours ago with APGAR score 5 for 1st minute and 8 for 5th minute, birth body weight was 3 kg.

a. Bagaimana klasifikasi APGAR score?Kriteria PenilaianSignScore

012

Heart rateTidak ada 3500 gramBila dikaitkan dengan cukup bulan, maka disimpulkan berat bayi tersebut sesuai masa kehamilan. Ini dapat menyingkirkan diagnosis Hyaline Membrane Disease.3. The mother had premature rupture of membrane 2 days ago and had bad smell liquor.a. Apa makna klinis pecah ketuban 2 hari yang lalu dengan kelahiran bayi 3 jam yang lalu?Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan maupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabilah ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam. Pada kasus ini pecah ketuban terjadi 2 hari yang lalu dengan kelahiran bayi 3 jam lalu, hal ini menunjukkan ketuban telah pecah selama 45 jam yang mengakibatkan semakin tingginya kontaminasi kuman pada bayi yang dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi intrauterine sehingga menyebabkan sepsis pada bayi baru lahir.b. Apayang dimaksud dengan bau tidak enak pada cairan ketuban pada kasus?Bad smell liquor merupakan bau busuk dari cairan amnion. Kondisi ini merupakan salah satu kriteria dari 4 kriteria Amsel pada bacterial vaginosis yang menandakan telah terjadi kolonisasi m.o. pada cairan ketuban. Infeksi kuman yang sering ditemukan adalah Staphylococcus sp, Streptococus viridans, Klebsiella pneumoniae, Enterobacter sp. Mekanismenya:Ketuban pecah dini infeksi ascenden yang berasal dari traktus urogenital misal vagina serviks masuk dari vagina ke rongga amnion keadaan lingkungan yang alkalis merupakan pH yang cocok untuk berkembangnya flora normal vagina yang menjadi agen patogen menginfeksi cairan amnion mengurai asam organik seperti asam laktat (beta laktamase) menimbulkan bau pada cairan ketuban yang keluar.

c. Faktor resiko ketuban pecah dini?Persalinan prematurInfeksi; Resiko terjadinya ascending infection akan lebih tinggi jika persalinan terjadi setelah 18-24 jam onsetIbu : Korioamnionitis (umumnya terjadi lebih dulu sebelum janin terinfeksi)Bayi : Septikemia, pneumonia, omfalitis.Hipoksia dan Asfiksia karena kompresi tali pusat Sindrom deformitas janind. Etiologi dan mekanisme ketuban pecah dini?Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks. Perubahan struktur, jumlah sel dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah. Faktor resiko untuk terjadinya ketuban pecah dini: Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal karena antara lain merokok.Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin. Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.

4. From the physical examination the baby was hypoactive and tachypnea, no sucking reflex, and there was chest indrawing.a. Interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?Hasil pemeriksaanNilai normalInterpretasi

HipoaktifAktifGangguan saraf akibat sepsis

Takipneu

(-)Gangguan pernafasan

Tidak ada reflex hisapAda reflex hisapGangguan saraf akibat sepsis

Retraksi dinding dadaTidak ada retraksiGangguan pernafasan

Berdasarkan gejala- gejala pada kasus seperti: grunting, tachypnea, chest indrawing, maka dapat ditegakkan dengan menggunakan tabel Down Score sebagai berikut:

Score < 4Mild respiratory distressScore 4 -7Moderate respiratory distressScore > 7 Severe respiratory distress Impending respiratory failure (Blood gases should be obtained)Berdasarkan Down score maka bayi ini mengalami respiratory distress. Kemungkinan penyebab respiratory distress ini adalah bronkopneumonia. Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

Mekanisme hipoaktif:Pecah ketuban dini infeksi ascending dimana mikroba dari vagina masuk ke dalam rongga amnion korioamnionitis inhalasi liquor septic pada janin infeksi intraunterine septicemia pada neonatus gangguan fungsi organ gangguan sistem saraf pusat hipoaktifMekanisme takipneuPecah ketuban dini infeksi ascending dimana mikroba dari vagina masuk ke dalam rongga amnion korioamnionitis inhalasi liquor septic pada janin infeksi intraunterine peradangan pada jaringan paru alveolus yang radang gagal mengembang gangguan ventilasi hipoksemia dan retensi CO2 kompensasi dengan mempercepat tarikan nafas agar lebih banyak oksigen yang masuk takipneuMekanisme tidak ada reflex hisapPecah ketuban dini infeksi ascending dimana mikroba dari vagina masuk ke dalam rongga amnion korioamnionitis inhalasi liquor septic pada janin infeksi intraunterine septicemia pada neonatus gangguan fungsi organ gangguan sistem saraf pusat tidak ada reflex hisapMekanisme retraksi dinding dadaPecah ketuban dini infeksi ascending dimana mikroba dari vagina masuk ke dalam rongga amnion korioamnionitis inhalasi liquor septic pada janin infeksi intraunterine peradangan pada jaringan paru alveolus yang radang gagal mengembang gangguan ventilasi hipoksemia dan retensi CO2 penggunaan otot bantu napas supaya paru lebih besar mengembang Nampak otot berkontraksi retraksi dinding dada

b. Cara pemeriksaan sucking reflex?Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai kelainan saraf V, VII dan XII. Cara pemeriksaan: Letakkan bayi di tempat tidur atau tempat yang nyaman. Fisioterapis lalu meletakkan jari tangannya di sekitar bibir bayi, lalu perhatikan reaksinya.Interpretasi :bayi akan langsung menghisap jari fisioterapis. Bila taka ada respons, menunjukkan ada kelainan pada susunan saraf. Bayi prematur yang lahir sebelum usia kandungan 34 minggu biasanya belum memiliki refleks mengisap.5. Diagnosis BandingAnamnesisSepsis neonatusGangguan napas e.c. pneumoniaGangguan napas e.c. TTN

Grunting+++

Hipoaktif+--

Takipnoe+++

Refleks hisap-++

Retraksi+++/-

Korioamnionitis > 18 jam++/--

6. Penegakkan Diagnosis Bronkopneumonia1.Anamnesis-Sesak napas-Sianosis-Retraksi-Ekspirasi grunting 2.Pemeriksaan fisik-Takipneu-Auskultasi : bunyi napas vesikuler meningkat dapat terdengar ronki basah halus nyaring3.Pemeriksaan penunjang -Darah : Hb, leukosit, diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur- Rontgent thoraxSepsis Neonatorum1. Anamnesis dan Pemeriksaan fisikDidapatkan gejala sepsis yang terdiri atas:Gejala umum : bayi tampak lemah, terdapat gangguan minum yang disertai penurunan berat badan, keadaan umum memburuh hipotermia/hipertermiaGejala SSP : letargi, iritabilitas, hiporefleks, tremor, kejang, hipotonia/hipertonia, serangan apnea, gerak bola mata tidak terkoordinasiGejala pernapasan : dispnu, takipnu, apnu, dan sianosisGejala TGI : muntah, diare, meteorismus, hepatomegaliKelainan kulit : purpura, eritema, pustula, sklerema2. Pemeriksaan penunjang Darah : Hb, leukosit, diff.count, trombosit, mikro LED, dan kultur LCS : protein, diff.count, pengecatan gram dan kulturKriteria diagnosis :Didapatkan gejala sepsis dan pemeriksaan laboratoris. Hasil laboratorium yang membantu untuk diagnosis sepsis adalah bila ditemukan lebih dari satu hasil laboratorium di bawah ini: Leukosit < 5.000/mm3, atau > 34.000/mm3 I/T ratio 0,2 Mikro LED > 15 mm/jam CRP (+) > 9 mg/dlKriteria klinis pada infeksi bakteri berat (WHO Handbook Integrated Management of Childhood Illness,2000) Satu atau lebih tanda dibawah ini diduga menderita infeksi bakteri serius: RR > 60x/menit Retraksi dinding dada berat Nasal flaring Grunting Bulging fontanelle (fontanella menonjol) Kejang Pus mengalir dari telinga Kemerahan disekitar umbilicus Temperature > 37,7oC (teraba panas) atau 24 jam maka kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1 % dan bila disertai korioamnionitis maka kejadian sepsis meningkat menjadi 4 kali. Infeksi dan demam (> dari 38 0C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh streptokokus group B (GBS), kolonisasi perineal oleh E.coli, dan komplikasi obstetrik lainnya. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau Kehamilan multipel Keputihan yang tidak diobati Infeksi saluran kemih (ISK) yang tidak diobati Leukositosis ibu > 18.000/ml

Faktor resiko pada bayi

Prematuritas dan berat lahir rendah Resusitasi pada soal kelahiran misalnya pada bayi yang mengalami fetal distres dan trauma pada proses persalinan. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, kateter, infus, pembedahan Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E.coli), defek imun atau asplenia Asfiksia neonatorum Cacat bawaan Tanpa rawat gabung Pemberian nutrisi parenteral Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu lama

Faktror resiko lainBeberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi pada bayi laki-laki dari pada bayi perempuan. Lebih sering pada bayi kulit hitam dari pada kulit putih, lebih sering pada bayi dengan status sosial ekonomi yang rendah, dan sering terjadi akibat prosedur cuci tangan yang tidak benar pada tenaga kesehatan maupun anggota keluarga pasien.(1)11. PatogenesisSejak masa kehamilan sampai ketuban pecah, janin relatif terlindungi dari flora mikroba ibu oleh membran/dinding korioamniotik, plasenta, dan faktor antibakteria dalam air ketuban. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, bakteri vagina dapat bergerak naik dan pada beberapa kasus menyebabkan inflamasi pada membran janin, tali pusat, dan plasenta. Infeksi pada janin dapat disebabkan oleh aspirasi air ketuban yang terinfeksi, dapat mengakibatkan neonatus lahir mati, persalinan kurang bulan, atau sepsis neonatal. Organisme yang paling sering ditemukan dari air ketuban yang terinfeksi adalah bakteri anaerobik, streptokokus kelompok B, Eschericia coli, dan mikoplasma daerah genital. Infeksi pada ibu saat proses kelahiran terutama infeksi genital adalah jalur utama transmisi maternal dan dapat berperan penting pada kejadian infeksi neonatal. Infeksi hematogen transplasental selama atau segera sebelum persalinan (termasuk saat pelepasan plasenta) dapat terjadi walau infeksi lebih mungkin terjadi saat neonatus melewati jalan lahir. Saat bakteri mencapai aliran darah, sistem monosit-makrofag dapat menyingkirkan organisme tersebut secara efisien dengan opsonisasi oleh antibodi dan komplemen sehingga bakteriemi hanya terjadi singkat. Bakteremia tergantung dari usia pasien, virulensi dan jumlah bakteri dalam darah, status nutrisi dan imunologis, waktu dan asal intervensi terapi, menyebabkan respon inflamasi sistemik dari sumber infeksi berkembang luas.Salah satu infeksi yang paling jelas terlihat pada kasus ini yaitu pada saluran pernafasan akibat aspirasi cairan ketuban yang sudah terinfeksi sehingga menyebabkan salura pernafasan terinfeksi tidak terkecuali alveolus. Bila pertahanan tubuh tidak kuat karena pada bayi baru lahir sistem imun tubuh belum terbentuk dengan sempurna maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu : Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. Stadium IV (7 11 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.Alveolus yang meradang dan gagal mengembang mengakibatkan gangguan ventilasi pada saluran pernafasan yang mengakibatkan berkurangnya oksigen (hipoksemia) dan retensi CO2 di saluran pernafasan sehingga ada beberapa kompensasi dari tubuh untuk mengatasi hal ini yaitu dengan meningkatkan frekuensi pernafasan diharapkan agar volume oksigen yang masuk lebih besar, selain itu tubuh mengerahkan otot-otot bantu nafas agar paru dapat mengembang lebih besar sehingga dapat menampung oksigen yang lebih besar pulsa sehingga terjadilah kontraksi pada dinding dada yang biasa disebut retraksi dinding dada.

infeksiinkompetensi seviks tek. Intra uterinKelainan letakProduksi mediator (e.g. PG, sitokin, protein hormon)Factor risiko KPDDegradasi kolagen yang dimediasi oleh MMPMelemahnya kekuatan selaput ketubanPecahnya selaput ketubanTerbukanya hub. Ekstra dan intrauterinPembesaran uterusKontraksi rahimGerakan janin pertahanan terhadap infeksiInfeksi ascenden (korioamnionitis)Kehamilan atermAir ketuban berbau dan keruhTidak hanya pada saluran pernafasan saja melainkan infeksi terjadi pada selurh tubuh yaitu septicemia yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi organ salah satunya pada sistem saraf pusat yang dapat mengakibatkan beberapa hal seperti hipoaktif dan tidak adanya reflex hisap pada bayi.

12. Penatalaksanaan a. Terapi Suportif Pertahankan suhu tubuh bayi tetap stabil bayi di incubator Beri Vitamin K1 0,5 mg IM ASI melalui NGT ( Parenteral feeding ) jika respiratory distress sudah teratasi Terapi Oksigen intranasal 1-2 liter/menit bila sianosis Terapi Nutrisi, cairan IVDF dekstrose 7,5 % atau 10% 500cc dalam NaCl 15% dengan jumlah yang sesuaib. Terapi Simptomatif dengan sendirinya mengalami perbaikan setelah diterapi suportif & kausatif nya.c. Terapi KausatifPada kasus ini, diberikan terlebih dahulu antibiotik spektrum luas, karena belum diketahui secara pasti mikroorganisme penyebab infeksi nya. Ampisilin 100 mg/kgBB/hari IV dalam 3-4 dosis Gentamisin 2,5 mg/kgBB/18 jam IV bila BB > 2000 gram 2,5 mg/kgBB/24 jam IV bila BB < 2000 gram Bila umur > 7 hari berikan tiap 12-18 jam Lama pemberian antara 7 10 hari Bila tidak ada perbaikan dalam 2 hari, ganti antibiotika dengan ceftazidime dosis 50mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis

Antibiotika untuk sepsis neonatal:

First line therapy in facility setting (WHO 2003) Ampicillin 50 mg/ kg every 12 hours in 1st week of life every 8 hours from 2 - 4 weeks gentamicin once daily

13. Komplikasi Bronkopneumoni : Empyema, pleuritis, abses paru, bronkiektasis, otitis media akut Sepsis neonatorum : Meningitis yang dapat menjadi hidrosepalus, periventricular Meningitis Neonatus, dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau leukomalasia periventrikular Pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi acute respiratory distress syndrome (ARDS) Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida, seperti ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal. Komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental Kematian14. Pencegahan Cegah ketuban pecah dini dengan menghindari faktor risiko. Apabila ketuban sudah pecah dalam 12 jam namun belum ada tanda-tanda in partu pertimbangkan untuk melakukan tindakan induksi ataupun section cesarean untuk mencegah adanya infeksi neonatal penatalaksanaan yang agresif diberikan pada ibu yang dicurigai korioamnionitis dengan antibiotika sebelum persalinan persalinan yang cepat bagi bayi baru lahir kemoprofilaksis intrapartum selektif dapat menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas pada infeksi bakteri neonatus Apabila sudah ada infeksi genital sebelumnya berikan antibiotika sebelum persalinan Menjaga kebersihan daerah genitalia sebelum maupun saat hamil, apabila ada tanda-tanda infeksi segera periksa ke dokter untuk diobati.

15. Prognosis Quo ad vitam: bonamQuo ad fungsionam: dubia ad bonam

16. SKDI Sepsis NeonatorumTingkat Kemampuan 3B : Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter ( misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-Ray). Dokter dapat memutuskan dan member terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).Bronkopneumonia Tingkat Kemampuan 4: Mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas. Lulusan dokter mampu membuat diagnosi s klinik dan melakukan penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandi ri dan tuntas.IV. HipotesisBayi laki-laki baru lahir, cukup bulan, SMK (sesuai masa kehamilan), lahir spontan 3 jam yang lalu diduga menderita gangguan pernafasan (ARDS) et causa bronchopneumonia dan sepsis neonatorum.

V. Kerangka Konsep

VI. Learning Issues1. Acute Respiratory Distress SyndromeGagal nafas akut /ARDS adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997). Gagal nafas akut/ARDS adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung Harapan Kita, 2001)Gagal nafas akut/ARDS terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ARDS ( Gagal nafas Akut ) merupakan ketidakmampuan atau kegagalan sitem pernapasan oksigen dalam darah sehingga pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru - paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida dalam sel sel tubuh.sehingga tegangan oksigen berkurang dan akan peningkatan karbondioksida akan menjadi lebih besar. ETIOLOGI1. Depresi Sistem saraf pusatMengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.2. Kelainan neurologis primerAkan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraksMerupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.4. TraumaDisebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.5. Penyakit akut paruPnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.PATOFISIOLOGIGagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel. Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena kerja pernafasan menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).MANIFESTASI KLINISGejala klinis utama pada kasus ARDS :1.Peningkatan jumlah pernapasan2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan4.Penurunan kesadaran mental5. Takikardi, takipnea6.Dispnea dengan kesulitan bernafas7. Terdapat retraksi interkosta8. Sianosis9. Hipoksemia10. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing11. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop 2. Ketuban Pecah Dini1. DefinisiKetuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW) atau ketuban pecah prematur (KPP) adalah keluarnya cairan dari jalan lahir/vagina sebelum proses persalinan.Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran khorio-amniotik sebelum onset persalinan atu disebut juga Premature Rupture Of Membrane = Prelabour Rupture Of Membrane = PROM.Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran Chorio-amniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau disebut juga Preterm Premature Rupture Of Membrane = Preterm Prelabour Rupture Of Membrane = PPROMEpidemiologi PROM : 6-19% kehamilan PPROM : 2% kehamilanEtiologiPenyebab dari KPD tidak atau masih belum diketahui secara jelas maka usaha preventif tidak dapat dilakukan, kecuali dalam usaha menekan infeksi. Faktor yang berhubungan dengan meningkatnya insidensi KPD antara lain : Fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal Inkompetensi serviks Infeksi vagina/serviks Kehamilan ganda Polihidramnion Trauma Distensi uteri Stress maternal Stress fetal Infeksi Serviks yang pendek Prosedur medisDiagnosaSecara klinik diagnosa ketuban pecah dini tidak sukar dibuat anamnesa pada klien dengan keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat menilai itu mengarah ke ketuban pecah dini. Untuk menentukan betul tidaknya ketuban pecah dini bisa dilakukan dengan cara : Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak putih) rambut lanugo atau (bulu-bulu halus) bila telah terinfeksi bau Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada forniks posterior USG : volume cairan amnion berkurang/oligohidramnion Terdapat infeksi genital (sistemik) Gejala chorioamnionitis Maternal : demam (dan takikardi), uterine tenderness, cairan amnion yang keruh dan berbau, leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit esterase (LEA) meningkat, kultur darah/urin Fetal : takikardi, kardiotokografi, profilbiofisik, volume cairan ketuban berkurang Cairan amnion Tes cairan amnion, diantaranya dengan kultur/gram stain, fetal fibronectin, glukosa, leukosit esterase (LEA) dan sitokin. Jika terjadi chorioamnionitis maka angka mortalitas neonatal 4x lebih besar, angka respiratory distress, neonatal sepsis dan pardarahan intraventrikuler 3x lebih besar Dilakukan tes valsava, tes nitrazin dan tes fernNormal pH cairan vagina 4,5-5,5 dan normal pH cairan amnion 7,0-7,5Dilakukan uji kertas lakmus/nitrazine test Jadi biru (basa) : air ketuban Jadi merah (asam) : air kencing TatalaksanaPenatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin. Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan KPD ke RS dan melahirkan bayi yang berumur > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin. Tindakan konservatif (mempertahankan kehamilan) diantaranya pemberian antibiotik dan cegah infeksi (tidak melakukan pemeriksaan dalam), tokolisis, pematangan paru, amnioinfusi, epitelisasi (vit C dan trace element, masih kontroversi), fetal and maternal monitoring. Tindakan aktif (terminasi/mengakhiri kehamilan) yaitu dengan sectio caesarea (SC) atau pun partus pervaginam. Dalam penetapan langkah penatalaksanaan tindakan yang dilakukan apakah langkah konservatif ataukah aktif, sebaiknya perlu mempertimbangkan usia kehamilan, kondisi ibu dan janin, fasilitas perawatan intensif, kondisi, waktu dan tempat perawatan, fasilitas/kemampuan monitoring, kondisi/status imunologi ibu dan kemampuan finansial keluarga. Untuk usia kehamilan 6 jam) berikan ampisillin 21 gr IV dan penisillin G 42 juta IU, jika serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SC. KPD dengan infeksi (kehamilan 37 minggu), berikan antibiotik ampisillin 42 gr IV, gentamisin 5 mg/KgBB, jika serviks matang lakukan induksi persalinan dengan oksitosin, jika serviks tidak matang lakukan SCPrognosis/komplikasiAdapun pengaruh ketuban pecah dini terhadap ibu dan janin adalah :Prognosis ibu Infeksi intrapartal/dalam persalinan Infeksi puerperalis/ masa nifas Dry labour/Partus lama Perdarahan post partum Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC) Morbiditas dan mortalitas maternalPrognosis janin PrematuritasMasalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah respiratory distress sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of premturity, intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and risk of cerebral palsy), hyperbilirubinemia, anemia, sepsis. Prolaps funiculli/ penurunan tali pusat Hipoksia dan Asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar score rendah, ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure, respiratory distress. Sindrom deformitas janinTerjadi akibat oligohidramnion. Diantaranya terjadi hipoplasia paru, deformitas ekstremitas dan pertumbuhan janin terhambat (PJT) Morbiditas dan mortalitas perinatal3. Neonatal SepsisPengertian Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan penyakit sepsis dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau tanpa pengobatan yang memadai sehingga neonatus dapat meninggal dalam waktu 24 sampai 48 hari. (Surasmi, 2003)Sepsis neonatal adalah merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur, dan protozoa dapat menyebabkan sepsis bayi baru lahir. (DEPKES 2007)Sepsis neonatorum adalah infeksi yang terjadi pada bayi dalam 28 hari pertama setelah kelahiran. (Mochtar, 2005).Faktor-faktor yang mempengaruhi sepsis pada bayi baru lahir dapat di bagi menjadi tiga kategori yaitu:a. Faktor maternal terdiri dari:1) Ruptur selaput ketuban yang lama 2) Persalinan prematur3) Amnionitis klinis4) Demam maternal5) Manipulasi berlebihan selama proses persalinan6) Persalinan yang lamab. Pengaruh lingkungan yang dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena sepsis, tetapi tidak terbatas pada buruknya praktek cuci tangan dan teknik perawatan, kateter umbilikus arteri dan vena, selang sentral, berbagai pemasangan kateter selang trakeaeknologi invasive, dan pemberian susu formula.c. Faktor penjamu meliputi jenis kelamin laki-laki, bayi prematur, berat badan lahir rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan dari penjamu. (Wijayarini,2005) Patofisiologi Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu:a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma.b. Pada masa intranatal atau saat persalinanInfeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus masuk ketubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman ( misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea).c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilikus. (Surasmi, 2003) Faktor predisposisiTerdapat berbagai faktor predisposisi terjadinya sepsis, baik dari ibu maupun bayi sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya sepsis. Faktor predisposisi itu adalah: Penyakit yang di derita ibu selama kehamilan, perawatan antenatal yang tidak memadai; Ibu menderita eklamsia, diabetes mellitus; Pertolongan persalinan yang tidak higiene, partus lama, partus dengan tindakan; Kelahiran kurang bulan, BBLR, cacat bawaan. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada neonatus; Tidak menerapkan rawat gabung. Sarana perawatan yang tidak baik, bangsal yang penuh sesak. Ketuban pecah dini, amnion kental dan berbau; Pemberian minum melalui botol, dan pemberian minum buatan.

Manifestasi klinisTanda dan gejala sepsis neonatorum umumnya tidak jelas dan tidak spesifik.Tanda dan gejala sepsis neonatorum yaitu: Tanda dan gejala umum meliputi hipertermia atau hipotermi bahkan normal, aktivitas lemah atau tidak ada tampak sakit, berat badan menurun tiba-tiba; Tanda dan gejala pada saluran pernafasan meliputi dispnea, takipnea, apnea, tampak tarikan otot pernafasan,merintih, mengorok, dan pernafasan cuping hidung; Tanda dan gejala pada system kardiovaskuler meliputi hipotensi, kulit lembab, pucat dan sianosis; Tanda dan gejala pada saluran pencernaan mencakup distensi abdomen, malas atau tidak mau minum, diare; Tanda dan gejala pada sistem saraf pusat meliputi refleks moro abnormal, iritabilitas, kejang, hiporefleksia, fontanel anterior menonjol, pernafasan tidak teratur; Tanda dan gejala hematology mencakup tampak pucat, ikterus, patikie, purpura, perdarahan, splenomegali.Pencegahana. Pada masa antenatalPerawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan. b. Pada saat persalinanPerawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang artinya dalam melakukan pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.c. Sesudah persalinan Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara steril. Tindakan invasif harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip aseptik. Menghindari perlukaan selaput lendir dan kulit, mencuci tangan dengan menggunakan larutan desinfektan sebelum dan sesudah memegang setiap bayi. Pemantauan bayi secara teliti disertai pendokumentasian data-data yang benar dan baik. Semua personel yang menangani atau bertugas di kamar bayi harus sehat. Bayi yang berpenyakit menular di isolasi, pemberian antibiotik secara rasional, sedapat mungkin melalui pemantauan mikrobiologi dan tes resistensi. (Sarwono, 2004) Pengobatan Prinsip pengobatan sepsis neonatorum adalah mempertahankan metabolisme tubuh dan memperbaiki keadaan umum dengan pemberian cairan intravena termasuk kebutuhan nutrisi. Menurut Yu Victor Y.H dan Hans E. Monintja pemberian antibiotik hendaknya memenuhi kriteria efektif berdasarkan hasil pemantauan mikrobiologi, murah, dan mudah diperoleh, tidak toksik, dapat menembus sawar darah otak atau dinding kapiler dalam otak yang memisahkan darah dari jaringan otak dan dapat diberi secara parenteral. Pilihan obat yang diberikan ialah ampisilin dan gentamisin atau ampisilin dan kloramfenikol, eritromisin atau sefalasporin atau obat lain sesuai hasil tes resistensi.Dosis antibiotik untuk sepsis neonatorum : Ampisislin 200 mg/kgBB/hari, dibagi 3 atau 4 kali pemberian; Gentamisin 5 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 pemberian; Kloramfenikol 25 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 atau 4 kali pemberian; Sefalasporin 100 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 2 kali pemberian;Eritromisin500 mg/kg BB/hari, dibagi dalam 3 dosis.(surasmi,2003)4. BronchopneumoniaBronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.EtiologiSecara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.

Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh : 1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.2. Virus : Legionella pneumoniae3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M. Nettina, 2001 : 682)PatofisiologiBronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman.Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. (Soeparman, 1991) Manifestasi KlinisBronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul sianosis. (Barbara C. long, 1996 :435)Pemeriksaan PenunjangUntuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah Pemeriksaan sputum Analisa gas darah Kultur darah Sampel darah, sputum, dan urinPemeriksaan Radiologi Rontgenogram Thoraks Laringoskopi/ bronkoskopi

BAB IIIPENUTUP

3.1 KesimpulanSeorang bayi laki-laki Ny. Utami baru lahir, sesuai masa kehamilan (SMK), cukup bulan, dengan berat badan 3 kg, APGAR score 5-8, lahir spontan disertai asfiksia ringan mengalami distress pernapasan (ARDS) karena Bronkopneumonia dan sepsis neonatorum.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham F. Garry, et al. Obstetri Wiliam.Ed 23. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;2010.Diagnosis Fisis pada Anak, penyunting Corry S Matondang, ISkandar Wahidiyat, Sugindo sastroasmoro. Jakarta: PT Sagung Seto, 2000Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC Hassan, Rusepno., Husein Alatas. 1985. Buku Kuliah jilid 3 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Ikatan Dokter Anak Indonesia. Buku Ajar Neonatalogi.Edisi Pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAI;2008.Pelayanan Kesehatan Materna dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Prawirohardjo, Sarwono. 2012. Ilmu Kebidanan Edisi keempat Cetakan ketiga. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2010.Sholeh, M.Kosim., Ari Yunanto, dkk. 2012. Buku Ajar Neonatologi edisi Pertama cetakan ketiga. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.Wahab, A.Samik dkk (Ed). 1999. Ilmu Kesehatan Anak/Nelson vol 1 edisi 15. Jakarta: EGC-----. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehtan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirihardo

5