Skenario 5 Blok 10

32
Latar Belakang Dislokasi mandibula adalah suatu gangguan yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari. Penderita dengan gangguan ini akan merasa sangat tidak nyaman walaupun gangguan ini jarang disertai dengan rasa sakit yang hebat. Dislokasi adalah keadaan di mana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Dislokasi sendiri didefinisikan sebagai pergerakan condylus ke arah depan (anterior), belakang (posterior), atas (superior) dan lateral dari eminensia artikulare. Dislokasi berbeda dengan subluksasi dimana pasien dapat mengembalikan condylus ke dalam fossa secara normal. Pada sebagian besar kasus, dislokasi terjadi secara spontan saat membuka mulut terlalu lebar, misalnya menguap, berteriak, makan, bernyanyi, atau pada saat perawatan gigi. Penderita dengan fossa mandibula yang dangkal dan kepala condylus tidak berkembang dengan baik merupakan faktor predisposisi terjadinya dislokasi. Dislokasi dapat pula terjadi pada saat manipulasi airway dalam tindakan anesthesia, dan pada kasus trauma pada rahang yang umumnya terjadi oleh karena kekuatan benturan ke arah bawah dari mandibula pada saat membuka mulut sebagian. Penyebab dislokasi yang tersering ialah menguap terlalu lebar dan kecelakaan lalu lintas. Dislokasi mandibula anterior merupakan yang paling sering terjadi dan biasanya akibat penyebab nontraumatik. Pada sebuah penelitian terhadap kasus dislokasi TMJ, didapatkan bahwa dislokasi akut merupakan yang paling sering terjadi, diikuti oleh dislokasi kronik, dan dislokasi kronik rekuren. Jenis dislokasi yang paling sering terjadi adalah dislokasi anterior bilateral. Dislokasi harus direduksi secepat mungkin sebelum terjadi spasme otot yang berat. Reduksi dapat dilakukan secara manual dengan menekan mandibula ke bawah untuk menarik otot levator dan selanjutnya ke belakang untuk meletakkan kembali condylus di dalam fossa. Penatalaksanaan dengan pembedahan diindikasi untuk dislokasi yang ‘long-standing’ dan kronik, tetapi jarang untuk dislokasi akut, yang baru terjadi pertama kali. Cara lain untuk yang rekuren adalah dengan menyuntikkan intra artikular larutan sklerosing.

description

blok 10

Transcript of Skenario 5 Blok 10

Page 1: Skenario 5 Blok 10

Latar Belakang

Dislokasi mandibula adalah suatu gangguan yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari-hari. Penderita dengan gangguan ini akan merasa sangat tidak nyaman walaupun gangguan ini jarang disertai dengan rasa sakit yang hebat. Dislokasi adalah keadaan di mana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Dislokasi sendiri didefinisikan sebagai pergerakan condylus ke arah depan (anterior), belakang (posterior), atas (superior) dan lateral dari eminensia artikulare. Dislokasi berbeda dengan subluksasi dimana pasien dapat mengembalikan condylus ke dalam fossa secara normal.

Pada sebagian besar kasus, dislokasi terjadi secara spontan saat membuka mulut terlalu lebar, misalnya menguap, berteriak, makan, bernyanyi, atau pada saat perawatan gigi. Penderita dengan fossa mandibula yang dangkal dan kepala condylus tidak berkembang dengan baik merupakan faktor predisposisi terjadinya dislokasi. Dislokasi dapat pula terjadi pada saat manipulasi airway dalam tindakan anesthesia, dan pada kasus trauma pada rahang yang umumnya terjadi oleh karena kekuatan benturan ke arah bawah dari mandibula pada saat membuka mulut sebagian. Penyebab dislokasi yang tersering ialah menguap terlalu lebar dan kecelakaan lalu lintas.

Dislokasi mandibula anterior merupakan yang paling sering terjadi dan biasanya akibat penyebab nontraumatik. Pada sebuah penelitian terhadap kasus dislokasi TMJ, didapatkan bahwa dislokasi akut merupakan yang paling sering terjadi, diikuti oleh dislokasi kronik, dan dislokasi kronik rekuren. Jenis dislokasi yang paling sering terjadi adalah dislokasi anterior bilateral.

Dislokasi harus direduksi secepat mungkin sebelum terjadi spasme otot yang berat. Reduksi dapat dilakukan secara manual dengan menekan mandibula ke bawah untuk menarik otot levator dan selanjutnya ke belakang untuk meletakkan kembali condylus di dalam fossa. Penatalaksanaan dengan pembedahan diindikasi untuk dislokasi yang ‘long-standing’ dan kronik, tetapi jarang untuk dislokasi akut, yang baru terjadi pertama kali. Cara lain untuk yang rekuren adalah dengan menyuntikkan intra artikular larutan sklerosing.

Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami anatomi dan fungsi dari sendi TMJ2. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi jenis dislokasi TMJ 3. Mahasiswa dapat mengetahui penyakit dari dislokasi TMJ4. Mahasiswa dapat mengetahui gejala yang ditimbulkan dari dislokasi TMJ 5. Mahasiswa dapat mengetahui penatalaksanan yang tepat dari dislokasi TMJ

Page 2: Skenario 5 Blok 10

Tinjauan Pustaka

SKENARIO 5

‘DISLOKASI MANDIBULA KEARAH ANTERIOR’

Seorang laki-laki 30 tahun datang ke dokter gigi untuk membersihkan kerak/karang gigi. Pada saat dilakukan pembersihan karang gigi (skaling), tiba-tiba pasien tersebut mengeluh tidak dapat menutup mulutnya. Setelah diperiksa ternyata ada kelainan pada sendi rahangnya, dimana terlihat tonjolan tulang abnormal pada TMJ yang kemungkinan adalah condylus mandibula pasien keluar dari fossa mandibula.

Step 1

Dislokasi mandibula : Fara= pergeseran kondilus dari lokasi normal pd fossa mandibularis

Nisa=dpt terjadi kearah posterior anterior lateral

Step 2

1. Etiologi dislokasi ke anterior2. Gejala3. Klasifikasi dislokasi mandibula4. Pemeriksaan5. Penatalaksanaan 6. Pencegahan7. Mekanisme

Step 3

1. Gea = terlalu membuka, trauma pd anatomi, kecelakaan, riwayat trauma, fossa kondilus tdk berkembang baikAkfa= kerusakan stabilisasi ligamen, riwayat trauma mandibula, kelemahan kapsuler Doni = penyakit jar ikat spt sindrom ehlersNisa= ligamen tmj Hanum = tingkat emosional

2. Sri = nyeri, bunyi click pop, episode terkunci dan pembukaan terbatas3. Rifqi = dari letak : dislokasi anterior : tjd krn perubahan posisi kondilus lebih ke anterior,

posterior: tjd akibat trauma fisik pd dagu tertekan ke arah mastoid, superior : tjd akibat trauma fisik pd posisi terbuka , lateral :terkait dgn fraktur mandibula kondilus Fara = lateral = kondilus msk ke fossa temporalAdhi= dislokasi anterior : akut : akibat trauma/ reaksi distonik akibat dr pembukaan mulut yg berlebihan, anestesi umum, ekstraksi gigi. Kronik akut : fossa mandibularis yg dangkal. Kronik : tmj yg tidak ditangani dlm waktu lama Hanum = anterior yg plg sering dijumpai krn keadaan patologis, posterior = faktor dr dasar tengkorak, lateral = subluksasi lateral, keadaan kondilus tertekan msk ke arah temporal, subluksasi

Page 3: Skenario 5 Blok 10

Nisa : akut anestesi umum bisa menyebabkan, muntah, kejang2, kronik akut : krn faktor resiko fossa yg dangkal (kongenital), kehilangan kapsul sendi ada riwayat dislokasi. Kronik : dislokasi tidak ditangani diprlukan reduksi terbukaDony : dislokasi posterior terjadi jejas meatus akustikus externus

4. Akfa= ditentukan anamnesa, pemeriksaan fisik: tergantung lamanya dislokasi, bersamaan dgn fraktur, bs unilaterla dan bilateral tjd pd 2 kondilus mandibula, pemeriksaan penunjang.Bagas= pemeriksaan fisik, diperlukan pemeriksaan penunjang : rontgen konvensional mandibula dr gambaran bilateral oblique, foto panoramik sgt akurat mendeteksi fraktur mandibula, jika diperlukan CT-Scan dan MRI dpt menunjukkan dislokasi Dony= fisik ada observasi : seorang pasien dicek postur kepala saat menghadap kedpn menunjukan dislokasi kondilusnya, ketegangan otot, ada juga rentang gerak sendi rentang normal saat membuka 5 cm lateral mandibulanya 1 cm , palpasi yg terbaik itu ada di lateral 1-2 cm di dpn tragus, aspek posterior dipalpasi melalui MAE Adhi=penunjang : sinar X -> intraoral :bitewing, periapikal, palatal (oklusal). Ekstraoral : panoramik, tomogram, proyeksi sefalometri, sialografi

5. Fara = ada 2 terapi: metode reduksi dan bedah : augmentasi eminensia, miotomi otot pterygoid lateralis, eminoplastyAkfa= terapi : operator di dpn pasien, meletakan ibu jari pd retromolar pad, diberi tekanan pd gigi molar RB utk membebaskan kondilus dr posisi terkunci, didorong ke arah posterior utk mengembalikan posisi antomis, posisi normal ditandai dgn gigi kembali beroklusi. Obat dan analgetik jika diperlukanGea=eminoplasty : dibedah scr incisi pembukaan preaurikular bagian anterior. Periosteum diincisi dan diangkat, dan eminensia articular dikurangi/dihilangkan sedluruh luas media dan lateral Hanum= kronis = reduksi sscr manual, scr tdk langsung, scr langsung , kondilektomiBagas= tergantung msh bersifat akut maupun kronis diperlukan bedah dan non bedah Rifqi = terapi bedah : utk menghilangkan nyeri , utk memperbaiki range of motion, utk restorasi retrusi fungsional dan anatomiNisa= terapi dianjurkan makan makanan yg lunak Dony= rekuren ada 5 metode dasr bedah : pengencangan mekanis, mengikat bagian mandibula yg terfiksasi, membuat hambatan jalur mekanis, mengurangi gangguan jalur kondilus, mengurangi tarikan dari otot

6. Nana= menghindari makanan yg berukuran besar, menghindari membuka mulut terlalu lebar Hanum= mengurang bad habit

7. Sri= biasa terjadi instruksi pd sekuens \normal kontraksi ototsaat mulut tertutup setelah membuka dgn ekstrim -> m. Masseter dan m. Temporal mengangkat mandibula sblm m . petrygoid lateral relaksasi -> kondilus tertarik ke anterior-> penonjolan tulang krn kondilus keluar dr fossa -> spasme otot menyebabkan trismus dan penahan kondilus tdk dapat kembali ke fossa.

Page 4: Skenario 5 Blok 10

Step 4

Step 5

Melengkapi step 2

Anatomi Sendi Temporo-Mandibula

Daerah dimana terjadi hubungan antara kranium dan mandibula disebut juga sendi

temporomandibula (TMJ) atau sendi gingylmoarthrodial. Sendi temporomandibula secara

anatomi terbagi atas:1

1. Komponen artikulasi yang terdiri dari condylus mandibula, fossa mandibula atau

fossa glenoidale, yang terdiri dari fossa artikulare dan eminensia artikulare, serta

diskus artikulare.

2. Kapsula artikulare dan ligament serta membran sinovial.

3. Ligamen tambahan (Sphenomandibula dan Stylomandibula).

ETIOLOGI

GEJALA

DISLOKASI MANDIBULA KLASIFIKASI

PEMERIKSAAN

PENATALAKSANAAN N

Page 5: Skenario 5 Blok 10

Gambar 2.1 Anatomi Sendi Temporo-Mandibula 1

Gambar Anatomi Sendi Temporo-Mandibula

Otot-otot yang terlibat dalam gerakan membuka dan menutup mulut:

1. M. Masetter

Page 6: Skenario 5 Blok 10

2. M. pterygoideus lateralis (externus)

3. M. pterygoideus medialis (internus)

4. M. temporalis

Gambar Otot Penggerak Sendi Temporo-mandibula

2.2 Fisiologi pergerakan Sendi Temporo-Mandibula

Gerakan-gerakan sendi temporo-mandibula:

1. Gerakan memutar atau gerakan engsel, yaitu suatu perputaran mandibula pada sumbu

transversal melewati pusat dari condylus.

2. Gerakan translasi atau meluncur, merupakan suatu perpindahan dari keseluruhan

mandibula dalam hubungan anteroposterior dan atau mediolateral.

Ketika kita membuka mulut, ujung yang bulat dari rahang bawah (condylus), bergerak

meluncur sepanjang fossa sendi pada tulang temporal. Condylus akan kembali ke posisi

Page 7: Skenario 5 Blok 10

semula ketika kita mengatupkan mulut. Agar gerakan tetap halus, terdapat diskus yang lunak

di antara condylus dan tulang temporal. Diskus ini meredam kejutan (shockbreaker) sendi

rahang akibat mengunyah dan pergerakan lain.

Sendi temporomandibula berbeda dengan sendi-sendi lain dalam tubuh manusia.

Kombinasi gerakan meluncur ke satu arah (hinge and sliding motions) membuat sendi ini

merupakan sendi yang paling rumit di dalam tubuh. Selain itu, jaringan yang membentuk

TMJ (temporomandibular joint) juga berbeda dengan sendi-sendi lain yang menahan beban

tubuh, seperi sendi lutut atau pinggul.

Pergerakan bebas mandibula yaitu kombinasi antara gerakan rotasi dan translasi yang

meliputi:1

1. Gerakan membuka dan menutup.

2. Gerakan protrusi dan retrusi.

3. Gerakan ke samping kiri dan kanan.

Gambar Arah Pergerakan Sendi Temporo-Mandibula

Page 8: Skenario 5 Blok 10

DISLOKASI SENDI TEMPORO-MANDIBULA

Definisi

Dislokasi sendi temporomandibula adalah pergerakan kondilus ke arah depan

(anterior), belakang (posterior), atas (superior), dan lateral dari eminensia artikulare yang

memerlukan beberapa bentuk manipulasi untuk mereduksinya.

Klasifikasi dan Etiologi

Terdapat berbagai jenis dislokasi yang dapat terjadi melalui mekanisme traumatik

atau nontraumatik. Jenis dislokasi dibedakan berdasarkan letak condylus relatif terhadap

fossa articularis tulang temporal:

1.Dislokasi anterior

Pada dislokasi tipe ini terjadi perubahan posisi condylus menjadi anterior

terhadap fossa articularis tulang temporal. Dislokasi anterior biasanya terjadi akibat

interupsi pada sekuens normal kontraksi otot saat mulut tertutup setelah membuka

dengan ekstrim. Muskulus masseter dan temporalis mengangkat mandibula sebelum

muskulus pterygoid lateral berelaksasi, mengakibatkan condylus mandibula tertarik ke

anterior ke tonjolan tulang dan keluar dari fossa temporalis. Spasme muskulus masseter,

temporalis, dan pterygoid menyebabkan trismus dan menahan condylus tidak dapat

kembali ke fossa temporalis. Dislokasi jenis ini dapat unilateral atau bilateral. Dislokasi

tersebut dibedakan menjadi akut, kronik rekuren, atau kronik.

Dislokasi akut terjadi akibat trauma atau reaksi distonik, namun biasanya

disebabkan oleh pembukaan mulut yang berlebihan seperti menguap, anestesi

Page 9: Skenario 5 Blok 10

umum, ekstraksi gigi, muntah, atau kejang. Dislokasi anterior juga dapat terjadi

setelah prosedur endoskopik.

Dislokasi kronik akut disebabkan oleh mekanisme yang sama pada pasien

dengan faktor risiko seperti fossa mandibularis yang dangkal (kongenital),

kehilangan kapsul sendi akibat riwayat dislokasi sebelumnya, atau sindrom

hipermobilitas.

Dislokasi kronik terjadi akibat dislokasi TMJ yang tidak ditangani sehingga

condylus tetap berada dalam posisinya yang salah dalam waktu lama. Biasanya

dibutuhkan reduksi terbuka.

2. Dislokasi posterior

Terjadi akibat trauma fisik langsung pada dagu. Condylus mandibula tertekan

ke posterior ke arah mastoid. Jejas pada meatus acusticus externum akibat condylus

dapat terjadi pada dislokasi tipe ini.

3. Dislokasi superior

Terjadi akibat trauma fisik langsung pada mulut yang sedang berada dalam

posisi terbuka. Sudut mandibula pada posisi ini menjadi predisposisi pergeseran

condylus ke arah superior dan dapat mengakibatkan kelumpuhan nervus fasialis,

kontusio serebri, atau gangguan pendengaran.

4. Dislokasi lateral

Biasanya terkait dengan fraktur mandibula. Condylus bergeser ke arah lateral

dan superior serta sering dapat dipalpasi pada permukaan temporal kepala.

Page 10: Skenario 5 Blok 10

Dislokasi Anterior Sendi Temporo-Mandibula

Meskipun sendi TMJ ini mempunyai pergerakan yang bebas, dislokasi secara umum

akan terjadi secara langsung ke arah anterior, sebab ke arah posterior dan superior akan

dibatasi olah tulang melalui fossa glenoidale dan dislokasi ke arah ini mungkin terjadi jika

benturan yang mengenai mandibula sangat keras dan menyebabkan fraktur pada tulang

temporal. Jika dislokasi terjadis secara bilateral, mandibula berpegang pada posisi bergantung

dan hanya gigi geligi posterior yang dapat berkontak. Pada dislokasi yang unilateral, juga

terlihat gigitan terbuka tetapi garis tengah dari dagu deviasi ke arah yang normal.

Page 11: Skenario 5 Blok 10

Gambar Dislokasi Bilateral Sendi Temporo-Mandibula

Gambar Dislokasi Unilateral Sendi Temporo-Mandibula

Faktor Risiko

Terdapat beberapa faktor risiko dislokasi TMJ, antara lain:

- Fossa mandibularis yang dangkal

- Condylus yang kurang berkembang sempurna

- Ligamen TMJ yang longgar

- Penyakit jaringan ikat, misalnya sindrom Marfan, sindrom Ehlers-Danlos

Page 12: Skenario 5 Blok 10

Etiologi Dislokasi Sendi Temporo-Mandibula

Etiologi dislokasi:

1. Pasien yang mempunyai fossa mandibular yang dangkal serta condylus yang tidak

berkembang dengan baik

2. Anatomi yang abnormal serta kerusakan dari stabilisasi ligament yang akan

mempunyai kecenderungan untuk terjadi kembali (rekuren)

3. Membuka mulut yang terlalu lebar atau terlalu lama

4. Adanya riwayat trauma mandibula, biasanya disertai dengan multiple trauma.

5. Kelemahan kapsuler yang dihubungkan dengan subluksasi kronis

6. Diskoordinasi otot-otot karena pemakaian obat-obatan atau gangguan neurologis

Dislokasi kronis rekuren berhubungan dengan kelemahan kapsula dan ligamen yang

diakibatkan oleh penyembuhan yang tidak adekuat dari penyakit degeneratif, hipermobility,

serta adanya trauma dan oklusal disharmoni, yang akan menyebabkan spasme dari otot-otot

masetter dan pterygoid lateralis. Problem emosional dan gangguan neurofisiologi adalah

faktor lain yang berhubungan.

Diagnosis

3.5.1 Anamnesa

Anamnesis kronologis dan komprehensif dan pemeriksaan fisik pasien, meliputi anamnesis

dan pemeriksaan gigi, penting untuk mendiagnosis kondisi kondisi spesifik untuk

menentukan pemeriksaan lebih lanjut, jika ada, dan untuk memberikan terapi spesifik.

Page 13: Skenario 5 Blok 10

a. Pasien mungkin memiliki riwayat penggunaan komputer berlebihan (dihubungkan

dengan terjadinya gangguan TMJ)

b. Satu pertiga pasien memiliki riwayat masalah psikiatri

c. Pasien mungkin memiliki riwayat trauma fasial, perawatan gigi yang buruk, dan atau

stress emosional.

d. Pasien dengan gangguan makan kronik menyebabkan prevalensi tinggi gangguan

TMJ.

e. Banyak pasien dengan gangguan TMJ juga mengalami nyeri leher dan bahu.

f. Dokter sebaiknya menanyakan tentang ‘clenching’ di siang hari atau malam hari.

‘Clenching’ di siang hari memiliki asosiasi yang kuat dengan dislokasi TMJ

dibandingkan dengan bruksisme malam hari.

g. Pasien akan mengeluhkan gejala berikut:

Nyeri: nyeri biasanya periaurikuler, dihubungkan dengan mengunyah, dan

menyebar ke kepala tetapi tidak seperti sakit kepala. Mungkin unilateral pada sisi

dislokasi TMJ, kecuali pada rheumatoid arthritis. Nyeri: biasanya sering

dideskripsikan sebagai nyeri yang dalam disertai dengan nyeri tajam yang

intermiten seiring dengan gerakan rahang

‘Klik’, ‘pop’ dan ‘snap’: Suara ini biasanya dihubungkan dengan nyeri pada

dislokasi TMJ. “Klik” dengan nyeri pada dislokasi disk anterior disebabkan oleh

reduksi mendadak dari pita posterior ke posisi normal. Klik terisolasi sangat

umum pada populasi umum dan bukan faktor risiko terjadinya kelainan TMJ.

Episode ‘terkunci’ dan pembukaan rahang yang terbatas; ‘Keadaan terkunci’

dapat terbuka atau tertutup, ‘open lock’ adalah ketidakmampuan untuk menutup

mulut dan terlihat saat dislokasi anterior kondilus mandibular di depan tonjolan

artikuler. Jika tidak dikurangi segera maka sangat menyakitkan. ‘Closed lock’

adalah ketidakmampuan untuk membuka mulut karena nyeri atau perubahan

lokasi sendi.

Nyeri kepala: Nyeri dislokasi tidak seperti nyeri kepala biasa. Dislokasi TMJ

mungkin menjadi pencetus pada pasien untuk mengalami sakit kepala, dan saat

berkaitan dengan dislokasi TMJ akan cenderung untuk menjadi berat secara

alamiah. Beberapa pasien mungkin memiliki riwayat nyeri kepala yang tidak

berrespon terhadap pengobatan. Pencetus dari kelainan TMJ tidak boleh

Page 14: Skenario 5 Blok 10

disingkirkan pada pasien tersebut karena diagnosis penting dalam pengobatan

nyeri kepala ini.

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan ini tergantung pada lamanya dislokasi, apakah terjadinya

bersamaan dengan suatu fraktur dan dislokasinya bilateral atau unilateral.

1. Dislokasi Unilateral

Mandibula miring dan pada bagian yang terkena lebih kebawah posisinya,

biasanya disertai pembengkakan, lunak jika ditekan serta dengan palpasi

kelainannya terjadi di sekitar sendi TMJ. Gigi-gigi tidak dapat dioklusikan,

baik secara pasif maupun aktif.

2. Dislokasi Bilateral

Jika dislokasi terjadi pada kedua condylus mandibula, pasien akan terlihat

prognati dan terdapat pembengkakan bilateral serta lunak jika ditekan pada

kedua sisi TMJ. Gigi-gigi tidak dapat dioklusikan baik aktif maupun pasif,

karena adanya hambatan mekanis. Biasanya spasme otot masetter bilateral

dapat teraba. Pada keadaan yang disertai dengan fraktur pada basis condylus,

akan menyebabkan mandibula meluncur ke depan, dan akan menyebabkan

rasa sakit yang lebih hebat disbanding dengan dislokasi yang biasa.

a. Observasi

Postur kepala saat menghadap ke depan (dapat menunjukkan dislokasi

kondilus posterior)

Maloklusi rahang, gigi abnormal, dan gigi yang copot

Ketegangan otot atau spasme otot leher ipsilateral

b. Pemeriksaan

Page 15: Skenario 5 Blok 10

Rentang gerakan sendi. Pemeriksa memeriksa pembukaan dan

penutupan rahang serta deviasi lateral bilateral. Rentang normal

gerakan untuk pembukaan mulut adalah 5 cm dan gerakan lateral

mandibula adalah 1 cm. Pasien sering mengurangi pembukaan mulut.

Palpasi: Palpasi terbaik TMJ adalah lateral sebagai lekukan tepat di

bawah sudut zigomatikum, 1-2 cm di depan tragus. Aspek posterior

sendi dipalpasi melalui kanal auditori eksternal. Sendi sebaiknya

dipalpasi baik pada posisi terbuka maupun tertutup dan baik lateral

maupun posterior. Saat palpasi, pemeriksa sebaiknya merasakan

spasme otot, konsistensi otot atau sendi, dan bunti sendi. Otot yang

dipalpasi sebagai bagian dari pemeriksaan TMJ lengkap yaitu

masseter, temporalis, pterygoid medial, pterygoid lateral, dan

sternokleidomastoid. Pada disfungsi dan nyeri miofasial terisolasi,

‘klik’ dan ‘kelembutan’ sendi bisanya tidak ditemukan.

Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Roentgen konvensional mandibula, dari gambaran bilateral oblique,

terlihat posisi condylus berada di anterior eminensia artikulare

2. Foto panoramik dangat akurat mendeteksi fraktur mandibula dan letak

dislokasi

3. CT scan atau MRI yang dapat menunjukkan dislokasi namun tidak

diindikasikan pada kasus-kasus sederhana

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan

penunjang yang menunjukkan adanya suatu dislokasi mandibula, dan menentukan apakah

Page 16: Skenario 5 Blok 10

dislokasi ini merupakan suatu keadaan akut dan terjadi secara insidentil atau merupakan

dislokasi kronis yang terlambat dilakukan reposisi. Dislokasi yang sering terjadi dengan

frekuensi kejadian yang cukup tinggi yang disebut rekuren, pada penatalaksanaannya akan

berbeda dengan dislokasi yang akut atau kronis (long-standing).

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dislokasi TMJ (temporomandibular joint) tergantung pada kejadian

dislokasi. Pada keadaan akut, sebaiknya segera dilakukan reposisi secara manual sebelum

spasme otot bertambah dalam. Sedangkan pada keadaan kronis rekuren diperlukan tindakan

pembedahan dan non pembedahan lainnya untuk menghindari redislokasi. Prosedur terapi

manual merupakan metode reduksi yang telah lama diperkenalkan. Tahapan

penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:

1. Jika kemungkinan ada fraktur, perlu dilakukan rontgen foto terlebih dahulu. Jika tidak ada

trauma, dapat dilakukan proses penanganan secara langsung.

2. Pasien ditempatkan pada kursi yang tidak bersandaran dan menempel dinding

sehingga punggung dan kepala pasien bersandar pada dinding.

3. Sebelum melakukan pertolongan, balut ibu jari dengan kain kasa yang agak tebal untuk

mencegah tergigitnya ibu jari karena setelah berada pada posisi yang benar maka rahang

akan mengatup dengan cepat dan keras. Setelah itu gunakan sarung tangan.

4. Posisi operator berada di depan pasien.

5. Letakkan ibu jari pada daerah retromolar pad (di belakang gigi molar terakhir) pada kedua

sisi mandibula setinggi siku-siku operator dan jari-jari yang lain memegang permukaan

bawah mandibula (A).

Page 17: Skenario 5 Blok 10

Gambar 3.4 Penatalaksanaan Dislokasi TMJ Akut

6. Berikan tekanan pada gigi-gigi molar rahang bawah untuk membebaskan condylus dari

posisi terkunci di depan eminensia artikulare (B).

7. Dorong mandibula ke belakang untuk mengembalikan ke posisi anatominya (C & D).

8. Jika tidak mudah untuk direlokasi, operator dapat merujuk untuk dilakukan rontgen foto

9. Dapat dilakukan pemberian midazolam intra vena (untuk mengendorkan otot) dan 1-2 ml

1% lidokain intraarticular (untuk mengurangi nyeri). Injeksi dilakukan pada sisi kiri

daerah yang tertekan dari condylus yang displacement.

10. Pemasangan Barton Head Bandage untuk mencegah relokasi dan menghindari pasien

membuka mulut terlalu lebar dalam 24-48 jam. Pasien juga diinstruksikan untuk diet

makanan lunak.

11. Pemberian obat berupa analgetik dan pelemas otot (jika perlu)

Page 18: Skenario 5 Blok 10

Gambar Anestesi blok 0,5 cc, menggunakan jarum kecil ( 25 - 30 gauge ) 0,75 inci di bawah kulit

Setelah reduksi berhasil dilakukan, mandibula dapat diimobilisasi selama beberapa hari dengan head-chin strap atau fiksasi intermaksila. Tujuan imobilisasi agar kapsul mempunyai kesempatan untuk mengadakan perbaikan dan penyesuaian kembali keseimbangan otot serta mencegah dislokasi terjadi kembali disebabkan kapsul yang masih lemah.

Dislokasi yang disebabkan oleh kapsul yang longgar, terdapat kecenderungan terjadi dislokasi berulang. Pada kondisi tersebut, perawatan bedah menjadi indikasi. Penatalaksanaan dengan cara bedah dapat diindikasi untuk dislokasi yang ’long-standing’ dan kronik, tetapi jarang untuk dislokasi akut, yang baru terjadi pertama kali.

Metode dasar bedah untuk perawatan dislokasi mandibula berulang menurut Sarnat & Laskin, meliputi:

1) mengencangkan mekanis kapsul.

2) mengikat bagian sendi atau mandibula ke struktur yang terfiksasi.

3) membuat hambatan mekanis pada jalur kondilus.

4) menghilangkan hambatan jalur kondilus.

5) mengurangi tarikan otot.

Berbagai prosedur bedah telah digunakan untuk perawatan dislokasi mandibula yang berulang. Pada umumnya teknik bedah ini didesain untuk membatasi pergerakan kaput kondilus ke anterior, seperti dengan meletakkan posisi diskus di anterior kondilus, menambah ketinggian (augmentasi) eminensia artikularis dengan graft tulang autogenous, osteotomi

Page 19: Skenario 5 Blok 10

arkus zigomatikus dan selanjutnya difiksasi di medial tuberkulum artikular (down-fracturing), memasang bahan implant didalam eminensia artikular, capsular placation, memotong tendon temporalis, menyusun kembali tendon temporalis, miotomi pterigoideus lateralis dan pendalaman fosa gelenoidalis dengan pemotongan diskus. Alternatif lain meliputi eminektomi dan kondilotomi.

Miotomi Pterigoideus Lateral

Prosedur ini dilakukan dengan alasan untuk mengurangi atau menghilangkan daya otot yang dianggap berperan dalam menarik mandibula kedalam posisi dislokasi. Miotomi menghilangkan aksi superior belly otot pterigoideus lateralis. Namun demikian prosedur ini jarang digunakan.

Meletakkan Posisi Diskus di Anterior Kondilus

Metode Konjetzny didesain untuk membuat closed lock dengan diskus. Prosedur ini menghasilkan fiksasi diskus di posisi anterior kondilus. Ligamen posterior diskus dilepas dan perlekatan anterior dipertahankan. Diskus ditarik ke anterior dan inferior dan diletakkan vertikal di depan kondilus dengan menjahit diskus ke otot pterigoideus lateralis dan kapsul.

Gambar 5. Penjahitan diskus di anterior kondilus untuk menghambat

translasi dalam prosedur Konjetzny

Eminektomi

Pada tahun 1951, Hilmar Myrhaug memperkenalkan eminektomi untuk perawatan dislokasi mandibula berulang. Metode perawatan yang digambarkan sebelumnya didesain untuk membatasi pergerakan kaput kondilus ke anterior, jadi mencegah kondilus dari keadaan ‘terkunci’ di anterior eminensia artikularis dan terfiksasi karena spasme otot-otot pengunyahan. Menurut Myrhaug bahwa dislokasi madibula berulang terutama terjadi pada penderita dengan deep overbite disertai dengan kondisi tuberkulum artikularis yang

Page 20: Skenario 5 Blok 10

tinggi/curam. Myrhaug mengusulkan untuk mengurangi eminensia artikularis sehingga menyebabkan kondilus dapat bergerak bebas.

Insisi aurikular digunakan untuk pendekatan aminensia artikularis. Insisi vertikal dibuat kedalam fascia temporal di atas arkus zigomatikus di regio fosa glenoidalis dan tuberkulum artikularis dibuka dengan diseksi subfasial dan subperiosteal. Ruang sendi superior dibuka dan dengan memanipulasi mandibula, mekanik sendi meliputi posisi diskus dicari. Tuberkulum artikularis dan eminensia dibuang dengan bantuan pahat meliputi bagian paling medial dari eminensia. Tempat reseksi dicari dengan elevator kecil dan semua tepi yang kasar dibuang dengan bor. Ligamen temporomandibula dan kapsul sendi dijahit ke arkus zigomatikus dengan 3-4 lubang pengeboran dan jaringan lunak di atasnya ditutup lapis demi lapis. Drain dipasang dan diletakkan di atas kapsul sendi dan fascia temporalis yang dilepas pada hari pertama atau kedua pasca bedah. Pasien diinstruksi diet makanan lunak selama 2 minggu. Mobilisasi sendi dapat dimulai pada minggu kedua setelah pembedahan.

Prosedur Blocking

Prosedur blocking untuk menghalangi translasi didesain untuk membuat suatu penghambat terhadap kondilus dalam jalur pembukaannya. Pembedahan dalam prosedur ini dapat dengan menambah ketinggian eminensia artikularis dengan osteotomi (down-fracturing), graft tulang dan pemasangan implant metal 4,19. Dari banyak prosedur yang saat ini digunakan oleh ahli bedah, down-fracturing arkus zigomatikus dan graft tulang untuk menambah ketinggian eminensia merupakan metode yang paling populer dan sangat sering digunakan.

Pada tahun 1943, Leclerc dan Girard melakukan osteotomi vertikal pada arkus zigomatikus di anterior tuberkulum artikularis dan menurunkan bagian dorsalnya untuk menghambat atau menahan gerakan kondilus ke anterior yang berlebih. Prosedur blocking Leclerc dan Girard telah dimodifikasi oleh Gosserez dan Dautrey dengan membuat osteotomi oblik pada arkus zigomatikus mulai dari arah kranial posterior ke kaudal anterior di regio tuberkulum artikularis. Arkus zigomatikus selanjutnya digerakkan di sutura zigomatikotemporalis dengan gerakan berulang perlahan-lahan sambil menambah tekanan sehingga dapat dicegah terjadinya fraktur arkus zigomatikus di bagian posterior sutura. Arkus ditekan dan diletakkan di sebelah medial tuberkulum. Elastisitas arkus pada eminensia menahan daya arkus ke atas. Karena menggunakan potongan oblik, oleh sebab itu tidak diperlukan lagi memasang bony wedge untuk menstabilisasi fragmen seperti yang digambarkan oleh Boudreau dan Tidemann atau Sailer dan Antonini.

Kegagalan prosedur Dautrey sangat mungkin disebabkan oleh dua faktor. Pertama, tidak adanya pertemuan arkus zigomatikus yang dipatahkan ke bawah dengan kaput kondilus yang terletak medial. Kedua, terjadi resorpsi pada eminensia yang dipatahkan ke bawah.

Page 21: Skenario 5 Blok 10

Gambar Osteotomi oblik arkus zigomatikus menurut Gosserez

dan Dautrey. Segmen tulang yang diturunkan ditahan

medial dengan tuberkulum artikular

Augmentasi Kombinasi

Prosedur augmentasi kombinasi (“combined augmentation“) memberikan dua mekanisme untuk mencegah dislokasi terjadi kembali. Pertama, graft tulang untuk menambah ketinggian eminensia dan kedua, pelat kecil yang berfungsi sebagai penghambat mekanis untuk gerakan kondilus ke anterior, khususnya jika graft tulang mengalami resorpsi.

Prosedur augmentasi kombinasi mempunyai beberapa keuntungan, yaitu:

1. memberikan augmentasi fisiologis pada eminensia dengan graft tulang kortiko-

kanselous.

2. fiksasi miniplate rigid mencegah pergeseran graft.

3. fiksasi intermaksila pasca bedah seperti dianjurkan oleh Rehrman tidak diperlukan.

4. pelat kecil yang dimodifikasi dapat beraksi sebagai barir mekanik setelah graft tulang

mengalami resorpsi.

Page 22: Skenario 5 Blok 10

Menurut Smith, satu-satunya kekurangan dalam prosedur ini adalah tempat pembedahan tetapi, morbiditas yang dihasilkan terjadi minimal jika pembukaan krista iliaka diupayakan minimal dan hanya potongan kecil korteks krista yang diambil. Prosedur augmentasi kombinasi digunakan untuk kasus prosedur Dautrey yang gagal dan harus dipertimbangkan untuk kasus yang menunjukan arkus zigomatikus yang terletak terlalu ke lateral dengan kaput kondilus dalam pemeriksaan radiografi pra bedah karena penggunaan prosedur Dautrey pada kasus ini tidak efektif.

Eminoplasti dengan miniplate

Implant metal telah digunakan oleh beberapa ahli untuk membatasi gerakan kondilus. Plat tulang yang dipasang pada arkus zigomatikus secara khusus sangat berguna dalam perawatan dislokasi mandibula berulang. Prosedur ini dikenal dengan miniplate eminoplasty, merupakan teknik yang mudah dan tidak membatasi pergerakan fungsional rahang pasca bedah. Resorpsi tulang dengan risiko terjadinya kembali dislokasi yang sering diamati setelah prosedur down-fracturing arkus zigomatikus dapat dihindari. Teknik pembedahan dilakukan dengan pendekatan preaurikuler. Miniplate titanium berbentuk T dipasang dan difiksasi pada arkus zigomatikus dengan tiga buah sekrup tulang. Lengan vertikal plat diletakkan dibawah dan sedikit anterior dari eminensia artikularis. Tidak ada pembedahan sendi temporo mandibula tambahan sebagai kombinasi eminoplasti.

Tingginya insidensi fraktur pelat merupakan masalah utama dalam metode miniplate eminoplasty. Menurut Kuttenberger dan Hardt bahwa kekuatan mekanis miniplate titanium berbentuk T yang digunakan dalam penelitiannya tidak cukup untuk menahan daya kontinyu yang dihasilkan dari pergerakan kondilus. Semua fraktur terjadi pada pertemuan lengan horizontal dan vertikal pelat yang mungkin merupakan sifat lemah logam tersebut. Karena banyaknya kejadian fraktur pelat, miniplate eminoplaty sebaiknya tidak dianggap perawatan pilihan untuk dislokasi mandibula. Pada kasus dislokasi mandibula rekuren, prosedur ini dapat dipakai jika prosedur lain gagal atau untuk pasien dengan kelainan neuromuskuler.

Gambar Model yang menunjukkan hubungan antara miniplate dan kaput kondilus

Page 23: Skenario 5 Blok 10

Terapi dislokasi kronis dalam pengertian telah berlangsung lama (long-standing) atau

terlambat dalam penatalaksanaannya (menurut Bradley dkk. 1994), yaitu :

1. reduksi secara manual

2. reduksi secara tidak langsung dengan penarikan melalui sudut, sigmoid notch, atau

prosesus coronoideus serta penekanan pada kondilus

3. reduksi secara langsung, melalui pembedahan pada sendi

4. condylotomy, condylectomy, osteotomy