Laporan Sc B Blok 12 Fix

102
I. SKENARIO B BLOK 12 Seorang lelaki gendut ( mild obesity ), berusia 35 tahun, sudah 1 tahun mengalami disfungsi ereksi ( DE ). Penyuka makanan terolah sejak sekolah dasar ini terdiagnosis hipertensi ketika berumur 33 tahun. Mulai saat itu, dia secara rutin mengkonsumsi bukan hanya preparat anti hipertensi ( etonolol ), tetapi juga diuretika ( furosemide ) serta obat pereduksi lemak darah ( statin ). Sebelum ketiga jenis obat itu dimakan, kehidupan seksual bersama istrinya baik-baik saja. Sementara, pengganggu berlatar masalah psikososial bia diabaikan. Riwayat Pangan ( Makanan yang biasa di santap selama 3 bulan terakhir ) Pagi : mie instan 2 bungkus dan kopi 1 gelas Snack pukul 10.00 : crackers 2 porsi Makan siang : nasi dan ayam goreng KFC 2 porsi, soft drink 2 kaleng Snack pukul 16.00 : dunking donut dan 1 kaleng soft drink Makan malam : pizza ( ukuran medium ), 1 kaleng soft drink II. KLARIFIKASI ISTILAH 1. Mild obesity : dikatakan mild obesity bila berat badan individu antara 20-30 % diatas berat badan ideal 2. Disfungsi ereksi : kekurangan tenaga atau tidaak adanya kekuatan bersenggama pada pria akibat tidak 4

description

laporan

Transcript of Laporan Sc B Blok 12 Fix

Page 1: Laporan Sc B Blok 12 Fix

I. SKENARIO B BLOK 12

Seorang lelaki gendut ( mild obesity ), berusia 35 tahun, sudah 1 tahun mengalami

disfungsi ereksi ( DE ). Penyuka makanan terolah sejak sekolah dasar ini terdiagnosis

hipertensi ketika berumur 33 tahun. Mulai saat itu, dia secara rutin mengkonsumsi bukan

hanya preparat anti hipertensi ( etonolol ), tetapi juga diuretika ( furosemide ) serta obat

pereduksi lemak darah ( statin ). Sebelum ketiga jenis obat itu dimakan, kehidupan seksual

bersama istrinya baik-baik saja. Sementara, pengganggu berlatar masalah psikososial bia

diabaikan.

Riwayat Pangan ( Makanan yang biasa di santap selama 3 bulan terakhir )

Pagi : mie instan 2 bungkus dan kopi 1 gelas

Snack pukul 10.00 : crackers 2 porsi

Makan siang : nasi dan ayam goreng KFC 2 porsi, soft drink 2 kaleng

Snack pukul 16.00 : dunking donut dan 1 kaleng soft drink

Makan malam : pizza ( ukuran medium ), 1 kaleng soft drink

II. KLARIFIKASI ISTILAH

1. Mild obesity : dikatakan mild obesity bila berat badan individu antara 20-30

% diatas berat badan ideal

2. Disfungsi ereksi : kekurangan tenaga atau tidaak adanya kekuatan

bersenggama pada pria akibat tidak mampu memulai ereksi atau

mempertahankan ereksi hingga ejakulasi

3. Hipertensi : tingginya tekana darah arteri secara persisten

4. Psikososial : merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan

hubungan antara kondisi sosial seseorang dengan kesehatan mental dan

emosionalnya

5. Atenolol : agen penyekat adrenergik beta-1 kardioselektive yang

digunakan dalam pengobatan hipertensi dan angina pectoriis kronik serta

profilaksis dan terapi infark myocard serta aritmia jantung

6. Furosemide : diuretik loop yang dipakai dalam pengobatan edema dan

hipertensi

7. Obat pereduksi lemak darah ( statin ) : golongan obat resep yang menurunkan

tingkat kolesterol dalam darah dengan memblokir enzim HMG Co-A

reduktase yang bertanggung jawab dalam membuat kolestrol

4

Page 2: Laporan Sc B Blok 12 Fix

8. Soft drink : minuman tanpa alkohol ; minuman berkarbonasi yang diberi

tambahan berupa bahan perasa dan pemanis seperti gula

9. Diuretika : berkenaan dengan atau menyebabkan diuresis ; agen yang

merangsang diuresis

III. IDENTIFIKASI MASALAH

1. Seorang lelaki gendut ( mild obesity ) dan penyuka makanan terolah sejak sekolah

dasar ini, berusia 35 tahun, sudah 1 tahun mengalami disfungsi ereksi ( DE ).

2. Pasien tersebut terdiagnosis hipertensi ketika berumur 33 tahun.

3. Mulai saat itu, dia secara rutin mengkonsumsi bukan hanya preparat anti hipertensi

(etonolol ), tetapi juga diuretika ( furosemide ) serta obat pereduksi lemak darah

(statin). Sebelum ketiga jenis obat itu dimakan, kehidupan seksual bersama istrinya

baik-baik saja.

4. Sementara, pengganggu berlatar masalah psikososial bia diabaikan.

5. Riwayat Pangan ( Makanan yang biasa di santap selama 3 bulan terakhir )

Pagi : mie instan 2 bungkus dan kopi 1 gelas

Snack pukul 10.00 : crackers 2 porsi

Makan siang : nasi dan ayam goreng KFC 2 porsi, soft drink 2 kaleng

Snack pukul 16.00 : dunking donut dan 1 kaleng soft drink

Makan malam : pizza ( ukuran medium ), 1 kaleng soft drink

IV. ANALISIS MASALAH

1. Seorang lelaki gendut ( mild obesity ) dan penyuka makanan terolah sejak sekolah

dasar ini, berusia 35 tahun, sudah 1 tahun mengalami disfungsi ereksi ( DE ) .

a. Bagaimana klasifikasi obesitas? ( BMI )

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi

badan seseorang. Nilai IMT didapatkan dari berat dalam kilogram dibagi

dengan kuardrat dari tinggi dalam meter (kg/m2). Nilai dari IMT pada orang

dewasa tidak bergantung pada umur maupun jenis kelamin. Tetapi, IMT

mungkin tidak berkorenspondensi untuk derajat kegemukan pada populasi

yang berbeda, pada sebagian, dikarenakan perbedaan proporsi tubuh pada

mereka (WHO, 2000).

IMT = Berat badan (kg)

5

Page 3: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Tinggi badan 2(m)

Menurut WHO (2000) dalam Sugondo (2006) berat badan dan

Obesitas dapat diklasifikasikan berdasarkan IMT, yaitu :

Tabel 1 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas

Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik

Klasifikasi obesitas

Klasifikasi IMT

Berat badan kurang

Kisaran normal

Berat badan lebih

Beresiko

Obese I

Obese II

<18,5

18,5-22,9

>23,0

23,0-24,9

25,0-29,9

>30,0

Obesitas dapat dibagi menjadi beberapa derajat berdasarkan persen

kelebihan lemak (Misnadiarly, 2007). Antara lain :

a. Mild obesity

Dikatakan mild obesity bila berat badan individu antara 20-30% di atas

berat badan ideal.

b. Moderate obesity

Apabila berat badan individu antara 30-60% di atas berat badan ideal.

c. Morbid

Penderita-penderita obesitas yang berat badannya 60% atau lebih di atas

berat badan ideal. Pada derajat ini risiko mengalami gangguan respirasi,

gagal jantung, dan kematian mendadak meningkat dengan tajam.

b. Apa hubungan obesitas dengan disfungsi ereksi (DE)?

Pada scenario ini, sudah sangat jelas dikatakan bahwa buruknya gaya

hidup seorang pasien ini. Meski tidak ditulis dengan jelas, kegiatan fisiknya

yang “sedentary” tercermin pada tubuhnya yang gendut (mild obesity: kata

gendut dipilih untuk menyatakan ukuran lingkaran perut telah melebihi

nomal). Perilaku makan yang tidak baik terdata pada riwayat pangan. Banyak

penelitian mengaitkan, “kondisi”ini dan keterjadian metabolic sindrom.

Seandainya, jika dilakukan pemeriksaan laboratoris, kadar gula darah akan

6

Page 4: Laporan Sc B Blok 12 Fix

terperiksa meninggi. Keadaan dimana mengalami hiperglikemia yang

berlangsung lama (lebih dari 6 bulan) akan menciptakan suasana glucotoxicity

(keracunan gula), yang pasti akan merusak sel-sel endotel pembuluh darah.

Kerusakan sel-sel endotel bukan hanya membuka peluang bagi kolesterol

untuk membentuk plaque, tetapi juga lebih celaka lagi menurunkan produksi

nitric oxide (NO); vasodilator endogen yang dihasilkan oleh endotel pembuluh

darah, yang berfungsi mendilatasi pembuluh darah (salah satunya) penis

(corpus cavernosum), sehingga memungkinkan ereksi terjadi.

Mekanisme lain yang mungkin dapat dipergunakan menjelaskan

etiologi kadar testosteron rendah dan resistensi insulin berikutnya pada pria

obes adalah hyperestrogenemia. Peningkatan kadar serum estradiol dan estron

pada pria kegemukan. Selain itu, peningkatan kadar leptin pada obesitas yang

menyebabkan penurunan lebih lanjut tingkat androgen pada pria.

c. Bagaimana mekanisme ereksi?

Ereksi penis merupakan pengaruh pertama dari rangsangan seksual

pria, dan dderajat ereksi sebanding dengan derajat rangsangan, baik

rangsangan psikis atau fisik. Ereksi disebabkan oleh impuls saraf parasimpatis

yang menjalar dari bagian sakral medula spinalis melalui saraf-saraf pelvis ke

penis. Berlawanan dengan sebagian besar serabut saraf parasimpatis alinnya,

serabut parasimpatis ini diyakini melepaskan nitric oxide dan/atau vasoactive

intestinal peptide selain asetilkolin. Nitric oxide terutama melebarkan arteri-

arteri penis, dan juga merelaksasi jalinan trabekula serabut otot-polos di

jaringan erektil dari korpus kavernosa dan korpus spongiosum dalam batang

penis (Guyton, 2007: 1054).

Jaringan erektil ini terdiri atas sinusoid-sinusoid kavernosa yang lebar,

yang normalnya tidak terisi penuh dengan darah namun menjadi sangat

berdilatasi saat darah arteri mengalir dengan cepat ke dalamnya sementara

sebagian aliran vena dibendung. Selain itu, badan erektil, terutama kedua

korpus kavernoa, dikelilingi oleh lapisan fibrosa yang kuat; oleh karena itu,

tekanan yang tinggi di dalam sinusoid menyebabkan penggembungan jaringan

erektil sehingga penis menjadi keras dan memanjang. Fenomena ini disebut

ereksi (Guyton, 2007: 1054).

Respons ereksi dimediasi oleh kombinasi inervasi sentral (psikogenik)

dan perifer (refleksogenik). Saraf sensoris yang berasal dari reseptor-reseptor

7

Page 5: Laporan Sc B Blok 12 Fix

kulit dan glans penis bergabung membentuk nervus dorsalis penis, yang

berjalan melalui nervus pudendus ke ganglia dorsalis S2-S4. Serabut saraf

simpatis menuju ke penis berasal dari neuron di kolum intermediolateral

segmen S2-S4 (McVary, 2005: 271).

Nitric oxide, yang menginduksi relaksasi vaskular, memicu ereksi dan

bertentangan dengan endothelin-1 (ET-1), yang memediasi konstriksi

vaskular. Nitrit oksida meningkatkan produksi cGMP yag menginduksi

relaksasi otot polos. cGMP didegradasi secara bertahap oleh fosfodiesterase

tipe 5 (PDE-5). Inhibitor PDE-5 mempertahankan ereksi dengan mengurangi

degradai cGMP, akan tetapi jika NO tidak diproduksi, maka inhibitor PDE-5

tidak akan efektif. Selain NO, prostaglandin vasoaktif juga disintesis dalam

jaringan kavernosa dan meningkatkan cAMP yang juga menyebabkan

relaksasi otot polos kavernosal (McVary, 2005: 271).

8

Page 6: Laporan Sc B Blok 12 Fix

9

Page 7: Laporan Sc B Blok 12 Fix

d. Apa etiologi dan faktor pemicu disfungsi ereksi (DE)?

Etiologi Disfungsi Ereksi

10

Page 8: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Banyak faktor yang berhubungan dengan terjadinya DE ini. Walaupun

secara garis besar faktor penyebabnya dibagi menjadi penyebabpsikogenik dan

organik, tetapi belum tentu salah satu faktor tersebut menjadi penyebab

tunggal DE. Yang termasuk penyebab organik adalah (i) penyakit kronik

(misalnya aterosklerosis, diabetes dan penyakit jantung); (ii) obat-obatan,

contoh antihipertensi (terutama diuretik thiazid dan penghambat beta),

antiaritmia (digoksin), antidepresan dan antipsikotik (terutama neuroleptik),

antiandrogen, antihistamin II (simetidin), (alkohol atau heroin); (iii)

pembedahan/operasi misal operasi daerah pelvis dan prostatektomi radikal;

(iv) trauma (misal spinal cord injury) dan (v) radioterapi pelvis. Di antara

sekian banyak penyebab organik, gangguan vaskular adalah penyebab yang

paling umum dijumpai, sedangkan faktor psikogenik meliputi depresi, stress,

kepenatan, kehilangan, kemarahan dan gangguan hubungan personal. Pada

pria muda, faktor psikogenik ini menjadi penyebab tersering DE intermiten.

Faktor Pemicu

1. Gangguan psikologis, misalnya depresi, ansietas

2. Gangguan neurologis, misalnya: penyakit serebral, trauma spinal,

penyakitmedulla spinalis neuropati, trauma nervus pudendosus

3. Penyakit hormonal (libido menurun), misalnya:

hipogonadism,hiperprolaktinemia, hiper atau hipotiroidisme, sindrom

Cushing, penyakitaddison.

4. Penyakit vaskuler, misalnya: aterosklerosis, penyakit jantung iskemik,

penyakit vaskuler perifer, inkompetensi vena, penyakit kavernosus.

5. Obat - obatan, misalnya: antihipertensi, antidepresan,

esterogen,antiandrogen, digoksin.

6. Kebiasaan, contohnya: pemakai marijuana, alkohol, narkotik, merokok.

7. Penyakit -penyakit lain, contohnya: diabetes melitus, gagal

ginjal,hiperlipidemi, hipertensi, penyakit paru obstruksi kronis.

Klasifikasi disfungsi ereksi berdasarkan ISIR ( International Society of

Impotence Research)

11

Page 9: Laporan Sc B Blok 12 Fix

e. Bagaimana patofisologi disfungsi ereksi (DE)?

Ada tiga mekannisme dasar terjadinya DE: kegagalan insiasi (psikogenik,

endokrinologik, atau neurologik); kegagalan pengisian (arteriogenik); dan

kegagalan penyimpanan (disfungsi venooklusif).

1. Vaskulogenik

Penyebab organik DE paling umum adalah gangguan aliran darah dari dan

menuju penis. Penyakit arteri aterosklerotik atau traumatik dapat

mengurangi aliran darah ke ruang lakunar, mengakibatkan berkurangnya

kekakuan dan meningkatkan jangka waktu sampai tercapainya ereksi

maksimal. Kondisi ini dapat terjadi sebagai akibat dari penuaan,

12

Page 10: Laporan Sc B Blok 12 Fix

peningkatan ikatan silang serat kolagen terinduksi glikosilasi

nonenzimatik, hipoksia, atau perubahan sintesis kolagen terasosiasi

hiperkolesterolemia.

2. Neurogenik

Kelainan yang memengaruhi plexus sacralis atau serabut otonom menuju

ke penis menurunkan tingkat relaksasi otot polos, sehingga menyebabkan

DE. Pada pasien dengan cedera spinal, derajat DE bergantung pada tingkat

keparahan lesi. Kelainan neurologik lain yang umum diasosiasikan dengan

DE termasuk multiple sclerosis (MS) dan neuropati perifer.

3. Endokrinologik

Androgen meningkatkan libido, akan tetapi peran pasti mereka dalam

fungsi ereksi belum jelas. Individu dengan level testosteron yang rendah

dapat mengalami ereksi karena rangsang seksual atau visual.

Bagaimanapun, level testosteron yang normal tampak penting bagi fungsi

ereksi.

4. Diabetik

DE terjadi pada 35-75% laki-laki dengan diabetes mellitus. Mekanisme

patologis sebagian besar terlibat dengan komplikasi neurologik dan

vaskular. Individu dengan diabetes juga memiliki penurunan NO sintase

pada baik endotel dan jaringan saraf.

5. Psikogenik

Rangsangan psikogenik menuju plexus sacralis dapat menghambat respon

refleksogenik, dengan demikian menghambat aktivasi vasodilator menuju

penis. Rangsangan simpatis yang berlebihan pada orang yang gugup juga

dapat meningkatkan tonus otot polos penis. Penyebab utama DE

psikogenik adalah kecemasan performa, depresi, konflik hubungan, hilang

ketertarikan, inhibisi deksual, konflik preferensi seksual, kekerasan seksual

masa kanak-kanak, dan ketakutan akan kehamilan atau penyakit menular

seksual.

6. Terkait obat

DE terkait obat diperkirakan terjadi pada 25% laki-laki terdeteksi di klinik

umum. Di antara obat antihipertensif, diuretika tiazid dan beta blocker

adalah yang paling diperhitungkan. Calcium channel blocker dan ACE

inhibitor dapat berdampak langsung pada tingkat korporal atau tidak

langsung dengan mengurangi tekanan darah pelvis.

13

Page 11: Laporan Sc B Blok 12 Fix

f. Apa hubungan usia dengan disfungsi ereksi (DE)

Semakin bertambah umur seorang pria, maka impotensi semakin

sering terjadi, meskipun impotensi bukan merupakan bagian dari proses

penuaan tetapi merupakan akibat dari penyakit yang sering ditemukan pada

usia lanjut. Sekitar 50% pria berusia 65 tahun dan 75% pria berusia 80 tahun

mengalami impotensi. Penyebab yang bersifat fisik (hormon, pembuluh darah,

syaraf) lebih banyak ditemukan pada pria lanjut usia, sedangkan masalah

psikologis lebih sering terjadi pada pria yang lebih muda. Pada pria muda,

faktor psikologis ini menjadi penyebab tersering dari DE intermiten

g. Apa hubungan mengkonsumsi makanan terolah dengan disfungsi ereksi (DE)

dan obesitas?

Minuman ringan ialah sumber utama fructose (high fructose corn syrup;

juga digunakan sebagai pemanis jus), salah satu jenis karbohidrat yang

dianggap toksik. Asupan kalori berlebihan, terlebih jika kalori menggunakan

fructose, mengarah kepenumpukan lemak. Penumpukan lemak visceral

diyakini sebagai factor resiko terjadinya DE. Disposisi lemak dibagian visceral

14

Page 12: Laporan Sc B Blok 12 Fix

merupakan penghubung utama antara pengkonsumsian minuman berlebihan

dan DE.

h. Apa faktor resiko lain terjadinya disfungsi ereksi (DE)?

Faktor risiko disfungsi ereksi adalah sindrom metabolisme, gejala

salurankemih bagian bawah akibat BPH (Benign Prostat Hiperplasia),

penyakitkardiovaskular, merokok, kondisi sistem saraf pusat, trauma spinalis,

depresi, stress,gangguan endokrin, dan diabetes. Untuk lebih jelas lihat

gambar di bawah :

i. Bagaimana penatalaksanaan disfungsi ereksi (DE)?

Penatalaksanaan DE meliputi beberapa hal:

1. Edukasi pasien

Edukasi pasien dan partner merupakan keharusan dalam penanganan DE.

Diskusi opsi-opsi pengobatan membantu menglarifikasi bagaimana

15

Page 13: Laporan Sc B Blok 12 Fix

pengobatan terbaik. Pasien dengan isu gaya hidup beresiko tinggi, seperti

merokok, alkoholisme, atau penyalahgunaan obat, sebaiknya dikonseling

tentang peran faktor-faktor tersebut dalam progresi DE.

2. Agen oral

Sildenafil adalah satu-satunya agen oral penanganan DE yang disetujui

dan efektif. Sildenafil telah terbukti efektif mengangani DE dengan

berbagai penyebab. Sildenafil dikonraindikasikan pada pasien yang

menerima terapi nitrat untuk penyakit kardiovaskular, termasuk agen-agen

oral, sublingual, transnasal, atau topikal. Sildenafil juga sebaiknya

dihindari pada pasien dengan gagal jantung kongestif dan kardiomiopati

karena resiko kolaps vaskular.

3. Terapi androgen

Penggantian testosteron digunakan untuk mengobati baik penyebab primer

dan sekunder hipogonadisme. Suplementasi androgen pada kondisi

testosteron normal tidak memiliki efek dan tidak dianjurkan. Androgen

oral memiliki potensi hepatotoksik dan sebaiknya dihindari. Terapi

testosteron dikontraindikasikan pada pasien dengan kanker sensitif

androgendan mungkin tidak cocok untuk pasien dengan obstruksi leher

kandung kemih.

4. Vacuum Constriction Devices

VCD adalah terapi noninvasif. VCD merupakan pengobatan alternatif

pada pasien-pasien yang tidak dapat mengonsumsi sildenafril atau tidak

menginginkan intervensi lainnya. VCD menarik darah vena ke penis dan

menggunakan sebuah cincin konstriksi untuk mencegah aliran balik vena.

Efek samping VCD termasuk nyeri, kebas, lebam, dan peralihan ejakulasi.

5. Alprostadil intrauretral

Alpostradil intrauretral diberikan jika pasien tidak merespon agen oral.

Substansi vasoaktif diinjeksikan atau dimasukkan intrauretral. Sekitar 65%

pasien penerima aprostadil intrauretral merespon dengan ereksi ketika

dites dikantor, akan tetapi hanya 50% yang sukses melakukan hubungan

seksual di rumah.

6. Bedah

Terapi yang jarang digunakanuntuk DE melibatkan implantasi prostetis

penis yang dapat dikembungkan. Pengobatan bedah ini invasif,

16

Page 14: Laporan Sc B Blok 12 Fix

terasosiasikan dengan kemungkinan komplikasi dan umumnya digunakan

untuk pengobatan DE refraktori.

7. Terapi seks

Serangkaian terapi seks dapat berguna untuk menangani faktor

interpersonal spesifik yang dapat memengaruhi fungsi seksual. Terapi seks

pada umumnya termasuk diskusi per sesi dan latihan di rumah yang

spesifik terhadap pasien dan hubungan pasien.

2. Pasien tersebut terdiagnosis hipertensi ketika berumur 33 tahun.

a. Apa etiologi dari hipertensi?

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

hipertensi esensial atau hipertensi primer dan hipertensi sekunder atau

hipertensi renal.

1. Hipertensi esensial

Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebab

nya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus. Banyak

faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas

sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek dalam ekskresi Na,

peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan

risiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi

primer biasanya timbul pada umur 30 – 50 tahun (Schrier, 2000).

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus.

Penyebab spesifik diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,

hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom

cushing, feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan

dengan kehamilan, dan lain – lain(Schrier, 2000)

b. Bagaimana patofisiologi hipertensi?

Beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang

mempengaruhi rumus dasar:

Tekanan Darah =Curah Jantung x Tahanan Perifer. (Yogiantoro, 2006).

17

Page 15: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi

esensial antara lain :

1. Curah jantung dan tahanan perifer

Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer sangat berpengaruh

terhadap kenormalan tekanan darah. Pada sebagian besar kasus hipertensi

esensial curah jantung biasanya normal tetapi tahanan perifernya

meningkat. Tekanan darah ditentukan oleh konsentrasi sel otot halus yang

terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan konsentrasi sel otot halus akan

berpengaruh pada peningkatan konsentrasi kalsium intraseluler.

Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan mengakibatkan

penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh

angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang

irreversible(Gray, et al. 2005).

2. Sistem Renin-Angiotensin

Ginjal mengontrol tekanan darah melalui pengaturan volume cairan

ekstraseluler dan sekresi renin. Sistem Renin-Angiotensin merupakan

sistem endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan darah. Renin

disekresi oleh juxtaglomerulus aparantus ginjal sebagai respon glomerulus

underperfusion atau penurunan asupan garam, ataupun respon dari sistem

saraf simpatetik (Gray, et al. 2005). Mekanisme terjadinya hipertensi

adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh

angiotensin I-converting enzyme(ACE).ACE memegang peranan fisiologis

penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduks i hati, yang oleh hormon renin

(diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I (dekapeptida

yang tidak aktif). Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I

diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif). Angiotensin

II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat sebagai

vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:

- Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH

diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal

untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya

ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh

(antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.

18

Page 16: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan

dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler. Akibatnya

volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.

- Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron

merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk

mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akanmengurangi

ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus

ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan

cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya

akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Gray, et al. 2005).

3. Sistem Saraf Otonom

Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan

dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting

dalam pempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena

interaksi antara sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama-

sama dengan faktor lain termasuk natrium, volume sirku lasi, dan beberapa

hormon

4. Disfungsi Endotelium

Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam

pengontrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah

vasoaktif lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium.

Disfungsi endotelium banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara

klinis pengobatan dengan antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan

produksi dari oksida nitrit

5. Substansi vasoaktif

Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam

mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin

merupakan vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin

dapat meningkatkan sensitifitas garampada tekanan darah serta

mengaktifkan sistem renin-angiotensin loka l. Arterial natriuretic peptide

19

Page 17: Laporan Sc B Blok 12 Fix

merupakan hormon yang diproduksi di atrium jantung dalam merespon

peningkatan volum darah.Hal ini dapat meningkatkan ekskresi garam dan

air dari ginjal yang akhirnya dapat meningkatkan retensi cairan dan

hipertensi

6. Hiperkoagulasi

Pasien dengan hipertensi memperlihatkan ketidaknormalan dari dinding

pembuluh darah (disfungsi endotelium atau kerusakan sel endotelium),

ketidaknormalan faktor homeostasis, platelet, dan fibrinolisis. Diduga

hipertensi dapat menyebabkan protombotik dan hiperkoagulasi yang

semakin lama akan semakin parah dan merusak organ target. Beberapa

keadaan dapat dicegah dengan pemberian obat anti-hipertensi

7. Disfungsi diastolik

Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat

ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan

kebutuhan input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan

tekanan atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel

c. Apa faktor resiko hipertensi?

Secara umum, faktor risiko terjadinya hipertensi yang teridentifikasi antara

lain:

1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

a. Keturunan

Dari hasil penelitian diungkapkan bahwa jika seseorang mempunyai

orang tua atau salah satunya menderita hipertensi maka orang tersebut

mempunyai risiko lebih besar untuk terkena hipertensi daripada orang

yang kedua orang tuanya normal (tidak menderita hipertensi). Adanya

riwayat keluarga terhadap hipertensi dan penyakit jantung secara

signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya hipertensi pada

perempuan dibawah 65 tahun dan laki – laki dibawah 55 tahun.

b. Jenis kelamin

Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan

darah. Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem

20

Page 18: Laporan Sc B Blok 12 Fix

renin angiotensin. Secara umum tekanan darah pada laki – laki lebih

tinggi daripada perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan

meningkat setelah masa menopause yang mununjukkan adanya

pengaruh hormon (Julius, 2008).

c. Umur

Beberapa penelitian yang dilakukan, ternyata terbukti bahwa semakin

tinggi umur seseorang maka semakin tinggi tekanan darahnya. Hal ini

disebabkan elastisitas dinding pembuluh darah semakin menurun

dengan bertambahnya umur. Sebagian besar hipertensi terjadi pada

umur lebih dari 65 tahun. Sebelum umur 55 tahun tekanan darah pada

laki – laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah umur 65 tekanan

darah pada perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Dengan

demikian, risiko hipertensi bertambah dengan semakin bertambahnya

umur.

2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

a. Merokok

Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan

tekanan darah. Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat

meningkatkan tekanan darah. Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat

membahayakan kesehatan, karena nikotin dapat meningkatkan

penggumpalan darah dalam pembuluh darah dan dapat menyebabkan

pengapuran pada dinding pembuluh darah. Nikotin bersifat toksik

terhadap jaringan saraf yang menyebabkan peningkatan tekanan darah

baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung bertambah, kontraksi

otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O2 bertambah, aliran darah

pada koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah

perifer.

b. Obesitas

Kelebihan lemak tubuh, khususnya lemak abdominal erat kaitannya

dengan hipertensi. Tingginya peningkatan tekanan darah tergantung

pada besarnya penambahan berat badan. Peningkatan risiko semakin

bertambah parahnya hipertensi terjadi pada penambahan berat badan

21

Page 19: Laporan Sc B Blok 12 Fix

tingkat sedang. Tetapi tida k semua obesitas dapat terkena hipertensi.

Tergantung pada masing – masing individu. Peningkatan tekanan darah

di atas nilai optimal yaitu > 120 / 80 mmHg akan meningkatkan risiko

terjadinya penyakit kardiovaskuler. Penurunan berat badan efektif untuk

menurunkan hipertensi, Penurunan berat badan sekitar 5 kg dapat

menurunkan tekanan darah secara signifikan

c. Stress

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis

yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stres

berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang

menetap. Pada binatang percobaan dibuktikan bahwa pajanan terhadap

stres menyebabkan binatang tersebut menjadi hipertensi (Pickering,

1999).

d. Aktifitas Fisik

Orang dengan tekanan darah yang tinggi dan kurang aktifitas, besar

kemungkinan aktifitas fisik efektif menurunkan tekanan darah. Aktifitas

fisik membantu dengan mengontrol berat badan. Aerobik yang cukup

seperti 30 – 45 menit berjalan cepat setiap hari membantu menurunkan

tekanan darah secara langsung. Olahraga secara teratur dapat

menurunkan tekanan darah pada semua ke lompo k, baik hipertensi

maupu n normotensi.

e. Asupan

1) Asupan Natrium

Natrium adalah kation utama dalam cairan extraseluler konsentrasi

serum normal adalah 136 sampai 145 mEg / L, Natrium berfungsi

menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut dan

keseimbangan asam basa tubuh serta berperan dalam transfusi saraf

dan kontraksi otot .Perpindahan air diantara cairan ekstraseluler dan

intraseluler ditentukan oleh kekuatan osmotik. Osmosis adalah

perpindahan air menembus membran semipermiabel ke arah yang

mempunyai konsentrasi partikel tak berdifusinya lebih tinggi.

Natrium klorida pada cairan ekstraseluler dan kalium dengan zat –

22

Page 20: Laporan Sc B Blok 12 Fix

zat organik pada cairan intraseluler, adalah zat – zat terlarut yang

tidak dapat menembus dan sangat berperan dalam menentukan

konsentrasi air pada kedua sisi membran . Hampir seluruh natrium

yang dikonsumsi (3-7 gram sehari) diabsorpsi terutama di usus

halus. Mekanisme penngaturan keseimbangan volume pertama–

tama tergantung pada perubahan volume sirkulasi efektif. Volume

sirkulasi efektif adalah bagian dari volume cairan ekstraseluler pada

ruang vaskular yang melakukan perfusi aktif pada jaringan. Pada

orang sehat volume cairan ekstraseluler umumnya berubah – ubah

sesuai dengan sirkulasi efektifnya dan berbanding secara

proporsional dengan natrium tubuh total. Natrium diabsorpsi secara

aktif setelah itu dibawa oleh aliran darah ke ginjal, disini natrium

disaring dan dikembalikan ke aliran darah dalam jumlah yang cukup

untuk mempertahankan taraf natrium dalam darah. Kelebihan

natriumyang jumlahnya mencapai 90-99 % dari yang dikonsumsi,

dikeluarkan melalui urin. Pengeluaran urin ini diatur oleh hormon

aldosteron yng dikeluarkan kelenjar adrenal bila kadar Na darah

menurun. Aldosteron merangsang ginjal untuk mengasorpsi Na

kembali. Jumlah Na dalam urin tinggi bila konsumsi tinggi dan

rendah bila konsumsi rendah .Garam dapat memperburuk hipertensi

pada orang secara genetik sensitif terhadap natrium, misalnya

seperti: orang Afrika-Amerika, lansia, dan orang hipertensi atau

diabetes.

2) Asupan Kalium

Kalium merupakan ion utama dalam cairan intraseluler, cara kerja

kalium adalah kebalikan dari Na. konsumsi kalium yang banyak

akan meningkatkan konsentrasinya di dalam cairan intraseluler,

sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler dan

menurunkan tekanan darah (Appel, 1999). Sekresi kalium pada

nefron ginjal dikendalikan oleh aldosteron. Peningkatan sekresi

aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium dan air juga ekskresi

kalium. Sebaliknya penurunan sekresi aldosteron menyebabkan

ekskresi natrium dan air juga penyimpanan kalium. Rangsangan

utama bagi sekresi aldosteron adalah penurunan volume sirkulasi

23

Page 21: Laporan Sc B Blok 12 Fix

efektif atau penurunan kalium serum. Ekskresi kalium juga

dipengaruhi oleh keadaan asam basa dan kecepatan aliran di tubulus

distal Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa asupanrendah

kalium akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan renal

vascular remodeling yang mengindikasikan terjadinya resistansi

pembuluh darah pada ginjal. Pada populasi dengan asupan tinggi

kalium tekanan darah dan prevalensi hipertensi lebih rendah

dibanding dengan populasi yang mengkonsumsi rendah kalium.

3) Asupan Magnesium

Magnesium merupakan inhibitor yang kuat terhadap kontraksi

vaskuler otot halus dan diduga berperan sebagai vasodilator dalam

regulasi tekanan darah.

d. Apa hubungan makanan terolah dengan hipertensi?

Makanan olahan biasanya mengandung kadar garam terutama sodium

yang tinggi, misalnya sayuran-sayuran kering, snack, terutama keripik dan

kue asin, kecap dan bumbu salad, dan sejenisnya .Konsumsi garam merupakan

hal yang sangat penting pada patofisiologi hipertensi. Pengaruh konsumsi

garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume

plasma ,curah jantung dan kenaikan darah. Pada keadaan normal ,kejadian

tersebut akan dikuti oleh pengeluaran garam ,sehingga kembali pada keadaan

hemodinamik. Namun pada keadaan hipertensi ,mekanisme tersebut terganggu

disamping ada faktor lain yang berpengaruh sehingga tekanan darah

meningkat.

Zat gizi lain yang ada kaitan dengan Na dan tekanan darah adalah

Kalium .Bila natrium ditahan dalam tubuh ,maka sebagai gantinya K keluar

bersama urin. Apabila seseorang dengan tekanan darah normal mengkonsumsi

Na dalam julah banyak,maka tekanan darah akan meningkat dan pada waktu

yang bersamaan ekskresi K akan bertambah.Jika dalam waktu yang sama

konsumsi K juga bertambah banyak ,maka tekanan darah tidak naik. Jadi ratio

konsumsi Na dan K harus seimbang. Oleh karena itu dianjurkan untuk

mengkonsumsi makanan sumber K dalam jumlah yang cukup setiap hari.

Bahan makanan sumber K umumnya dalah sayuran dan buah-buahan.

24

Page 22: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Makanan olahan biasanya mengandung banyak Na dan sedikit K,sehingga

ratio K-Na kurang baik. Kalium adalah kation intraseluler.

Selain garam natrium , kandungan lemak dalam makanan olahan juga

menyebabkan hipertensi.

Jumlah lemak total yang diperlukan tubuh maksimum 150 mg/dl, kandungan

lemak baik (HDL) optimum 45 mg/dl dan kandungan lemak jahat (LDL)

maksimum 130 mg/dl. HDL masih diperlukan tubuh, sedang LDL justru

merusak organ tubuh.

Makan berlebihan dapat menyebabkan kegemukan (obesitas).

Kegemukan lebih cepat terjadi dengan pola hidup pasif (kurang gerak dan

olahraga). Jika makanan yang dimakan banyak mengandung LDL(seperti

kolesterol), dapat menyebabkan penimbunan lemak di sepanjang pembuluh

darah. Penyempitan pembuluh darah ini menyebabkan aliran darah menjadi

kurang lancar.

Pada orang yang memiliki kelebihan lemak (hyperlipidemia), dapat

menyebabkan penyumbatan darah sehingga mengganggu suplai oksigen dan

zat makanan ke organ tubuh.

Penyempitan dan sumbatan lemak ini memacu jantung untuk

memompa darah lebih kuat lagi, agar dapat memasok kebutuhan darah ke

jaringan. Akibatnya tekanan darah menjadi meningkat, maka terjadilah

hipertensi.

e. Apa penyebab hipertensi dini?

Terdapat beberapa faktor penyebab hipertensi dini , diantaranya :

1. Berat Badan

Pada remaja dengan hipertensi, ternyata 50 % nya mengalami berat badan

berlebih atau obesitas. Obesitas dapat menyebabkan timbulnya resistensi

insulin atau tidak mampunya insulin untuk membantu gula darah masuk ke

dalam sel tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya gangguan beberapa

fungsi tubuh, dalam hal ini berupa gangguan pembuluh darah, gangguan

transportasi ion-ion antar sel dan retensi natrium atau tertahannya natrium

di dalam tubuh.Hal inilah yang nantinya akan menimbulkan hipertensi.

2. Stres

25

Page 23: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Stres psikogenik yang dialami oleh seseorang ternyata juga dapat

menyebabkan timbulnya hipertensi karena perubahan hormon-hormon

dalam tubuh saat sedang stres.

Tidak hanya itu, stres juga memiliki potensi ancaman terhadap aspek

kesehatan lainnya yang berhubungan. Antara lain adalah status kondisi

lemak darah yang ada. Terdapat penelitian di Spanyol yang

mengungkapkan terdapat hubungan antara kondisi stres berlarut dapat

menyebabkan kolesterol tinggi.

3. Riwayat Keluarga

Seseorang dengan orangtua yang menderita hipertensi akan semakin

tinggi kecenderungan untuk terkena hipertensi juga dibandingkan dengan

orang dengan orangtua non-hipertensi.

4. Pola Hidup

Asupan garam berlebih, konsumsi alkohol, dan kebiasaan merokok juga

dapat menyebabkan timbulnya hipertensi pada usia dini. Konsumsi junk

food dan makanan cepat saji dengan kandungan gula dan garam yang

tinggi menjadi pemicu kasus hipertensi pada usia dini.

f. Hubungan hipertensi dengan disfungsi ereksi (DE)?

Untuk dapat terjadinya ereksi ,penis membutuhkan aliran darah masuk

dan keluar yang lancar. Apa-apa saja yang membuat darah terhambat menuju

penis akan menyebabkan penis sulit ereksi dengan keras. Penyakit tekanan

darah tinggi atau hipertensi adalah salah satu jenis penyakit yang meyebabkan

pembuluh darah jadi rusak.

Kerusakan pembuluh darah dampaknya akan terjadi ke seluruh organ

tubuh termasuk ke organ vital pria Tekanan darah yang tinggi menyebabkan

pembuluh darah arteri yang mengalirkan darah darah ke penis terus melebar

dan juga menyebabkan berkurangnya kemampuan otot penis, menyebabkan

aliran darah terhambat, sehingga hasilnya tidak cukup banyak darah yang

mengalir ke penis untuk ereksi. Padahal penis hanya bisa ereksi bila terisi

penuh dengan darah.

g. Bagaimana penatalaksaan hipertensi?

26

Page 24: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis

seperti penjelasan dibawah ini.

1. Terapi Non Farmakologis

a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.

Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap

tekanan darahnya. Oleh karena itu,manajemen berat badan sangat

penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi.

b. Meningkatkan aktifitas fisik.

Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50%

daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit

sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi.

c. Mengurangi asupan natrium.

Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian

obat anti hipertensi oleh dokter.

d. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol

Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga

mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara

konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan risiko

hipertensi.

2. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC

VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron

antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist,

Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II

Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/ blocker (ARB).

3. Mulai saat itu, dia secara rutin mengkonsumsi bukan hanya preparat anti

hipertensi (atenolol ), tetapi juga diuretika ( furosemide ) serta obat

pereduksi lemak darah (statin). Sebelum ketiga jenis obat itu dimakan,

kehidupan seksual bersama istrinya baik-baik saja.

a. Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, indikasi, kontra indikasi dan

efek samping dari atenolol?

27

Page 25: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Atenolol merupakan obat antihipertensi golongan β-blocker

kardioselektif yang bekerja dengan cara menghambat reseptor adrenergik β1

pada jantung. Atenolol tidak dimetabolisasi secara ekstensif dan dieksresikan

terutama dalam urin dengan waktu-paruh 6 jam; obat ini biasanya diberikan

sekali sehari. Studi-studi terakhir mendapatkan bahwa atenolol kurang efektif

dibandingkan metoprolol dalam mencegah hipertensi. Kemungkinan penyebab

unuk perbedaan ini adalah pemberian sekali sehari tidak dapat menghasilkan

kadar atenolol darah yang adekuat. Dosis lazim adalah 50-100 mg/hari. Pasien

dengan peurunan fungsi ginjal sebaiknya mendapat dosis yang lebih kecil.

Nama paten : Betablok, Farnomin, Tenoret, Tenoretic, Tenormin,

internolol.

Sediaan obat : Tablet

Mekanisme kerja : pengurahan curah jantung disertai vasodilatasi perifer,

efek pada reseptor adrenergic di SSP, penghambatan sekresi renin akibat

aktivasi adrenoseptor di ginjal.

Indikasi : hipertensi ringan – sedang, aritmia

Kontraindikasi : gangguan konduksi AV, gagal jantung tersembunyi,

bradikardia, syok kardiogenik, anuria, asma, diabetes.

Efek samping : nyeri otot, tangan kaki rasa dingin, lesu, gangguan tidur,

kulit kemerahan, impotensi.

Interaksi obat : efek hipoglikemia diperpanjang bila diberikan bersama

insulin. Diuretik tiazid meningkatkan kadar trigliserid dan asam urat.

Iskemia perifer berat bila diberi bersama alkaloid ergot.

Dosis : 2 x 40 – 80 mg/hr

b. Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, indikasi, kontra indikasi dan

efek samping dari diuretika (furosemide)?

Furosemide adalah obat diuretika yang merupakan turunan sulfonamide

berdaya diuretic kuat dan bertitik kerja di lengkungan henle bagian menaik.

Indikasi : Hipertensi, edema paru akut, hiperkalemia, gagal ginjal akut,

dan kelebihan dosis anion.

Dosis : 20-80 mg

Mekanisme Kerja : Furosemide bekerja dengan membloking absorpsi

garam dan cairan dalam tubulus ginjal, sehingga menyebabkan

28

Page 26: Laporan Sc B Blok 12 Fix

peningkatan jumlah urin yang diekskresikan. Efek diuretik furosemide

dapat menyebabkan deplesi cairan tubuh dan elektrolit dalam tubuh.

Farmakokinetik : Loop diuretics cepat diserap. Obat golongan ini

dieliminai oleh ginjal melalui filtrasi glomerulus dan sekresi tubulus.

Penyerapan sekitar 2-3 jam dan lama kerja furosemid biasanya 2-3 jam,

efeknya berlangsung 4-6 jam. Waktu paruh bergantung pada fungsi ginjal.

Loop diuretics bekerja pada sisi luminal tubulus maka aktivitas diuretic

mereka berkorelasi sekresi oleh tubulus proksimal.

Farmakodinamik : Loop diuretics menghambak NKCC2, pengangkut

na+/K+/2Cl- luminal di TAL (thick ascending limb) ansa Henle. Dengan

menghambat pengangkut ini, loop diuretics mengurangi rebasorpsi NaCl

dan juga menghilangkan potensial positif lumen yang berasal dari

pendauran K+. potensial positif ini normalnya mendorong reabsorpsi

kation divalen di TAL, dan dengan mengurangi potensial ini, loop

diuretics menyebabkan peningkatan ekskresi Mg2+ dan Ca2+. Loop

diuretics juga terbukti menginduksi ekspresi satu siklooksigenase (COX-

2), yang ikut serta dalam sintesis prostaglandin dari asam arakidonat yang

dapat menghambat pengangkutan garam di TAL dan karenanya ikut serta

dalam efek loop diuretics pada ginjal. Loop diuretics memiliki efek

langsung pada aliran darah melalui beberapa jaringan vaskuler. Furosemid

meningkatkan aliran darah ginjal melalui efek prostaglandin pada

pembuluh darah ginjal. Furosemid juga terbukti mengurangi kongesti paru

dan tekanan pengisian ventrikel kiri pada gagal jantung sebelum terjadi

peningkatan terukur pengeluaran urin.

Efek Samping : Alkalosis metabolik hipokalemik, ototoksisitas,

hiperurisemia, hipomagnesemia, reaksi alergik, dan reaksi lain.

Kontra Indikasi : Sirosis hati, gagal ginjal border line, atau gagal jantung.

c. Bagaimana farmakodinamik, farmakokinetik, indikasi, kontra indikasi dan

efek samping dari obat pereduksi lemak darah (statin)?

Farmakodinamik

Statin menghambat 3-hidroksi-3-metil glutaril coenzim A (HMG CoA)

reduktase, mengganggu konversi HMG CoA reduktase menjadi mefalonat,

tahap yang menentukan dalam biosintesis kolesterol de-novo. Ketika

digunakan sebagai terapi tunggal, statin merupakan agen penurun

29

Page 27: Laporan Sc B Blok 12 Fix

kolesterol total dan LDL yang paling poten dan ditoleransi dengan baik.

Inhibitor reduktase memicu peningkatan reseptor LDL berafinitas tinggi.

Efek ini meningkatkan laju katabolik fraksional LDL serta ekstraksi

prekursor LDL (sisa VLDL) oleh hati dari darah sehingga LDL berkurang.

Karena ekstraksi first-pass yang tinggi di hati, efek utamanya pada hati.

Farmakokinetik

Penyerapan inhibitor reduktase bervariasi dari 40% sampai 75%, kecuali

fluvastatin, yang hampir diserap secara sempurna. Semua mengalami

ekstraksi first-pass yang tinggi oleh hati. Sebagian besar dari dosis yang

diserap dieksresikan di empedu; 5-20% dieksresikan di urin. Waktu paruh

plasma obat-obat ini berkisar dari 1 sampai 3 jam, kecuali atorvastatin (14

jam), pitavastatin (12 jam), dan rosuvastatin (19 jam).

Indikasi

Menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, pada pasien dengan

hiperkolesterolemia primer yang tidak dapat diatasi dengan diet atau

tindakan non-farmakologi lain; serta menurunkan kadar kolesterol pada

pasien hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia.

Kontraindikasi

Hamil, menyusui, pasien dengan penyakit hati aktif, dan pasien dengan

peningkatan serum aminotransferase yang tidak bisa dijelaskan sebabnya.

Efek samping

Pusing, sakit kepala, konstipasi, diare, dispepsia, mual, ruam kulit, nyeri

abdomen, nyeri dada, gangguan penglihatan.

Dosis dan Penggunaan Terapeutik

Penghambat reduktase memberikan manfaat, baik digunakan secara

tersendiri maupun dengan resin, niasin, atau ezetimibe, dalam

menurunkam kadar LDL. Perempuan yang sedang hamil, menyusui, atau

kemungkinan akan mengandung tidak boleh diberikan agen-agen ini.

Penggunaan pada anak dibatasi hanya pada penderita hiperkolesterolemia

familial homozigot dan pasien-pasien tertentu dengan hiperkolesterolemia

familial heterozigot.

Oleh karena sintesis kolesterol terutama terjadi di malam hari,

penghambat reduktase – kecuali atorvastatin dan rosuvastatin – harus

diberikan pada malam hari jika yang digunakan adalah dosis tunggal.

Umumnya, absoprsi (kecuali pravastatin) meningkat dengan makanan.

30

Page 28: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Dosis lovastatin harian bervariasi mulai dari 10 mg hingga 80 mg.

Pravastatin pada dasarnya hampir sekuat lovastatin hingga mencapai batas

dosis harian yang dianjurkan, yakni 80 mg. Simvastatin dua kali lebih

poten dan diberikan dalam dosis 5-80 mg tiap hari. Potensi fluvastatin

pada dasarnya separuh potensi lovastatin dan diberikan dalam dosis 10-80

mg tiap hari. Atorvastatin diberikan dalam dosis 10-80 mg tiap hari, dan

rosuvastatin, agen yang paling elektif untuk hiperkolesterolemia berat,

dalam dosis 5-40 mg/hari. Kurva respon-dosis pravastatin dan terutama

fluvastatin cenderung mendatar di bagian atas kisaran dosis pada penderita

hiperkolesterolemia sedang hinga berat. Kurva respon-dosis lovastatin,

simvastatin, dan atorvastatin cenderung lebih linier.

Toksisitas

Peningkatan aktivitas aminotransferase serum (hingga tiga kali normal)

dijumpai pada beberapa pasien. Peningkatan ini seringkali terjadi secara

episodic dan biasanya tidak berkaitan dengan temuan toksisitas hepatic

lainnya. Terapi dapat dilanjutkan pada pasien demikian yang tidak

menunjukkan gejala, jika kadar aminotransferasenya terpantau dan stabil.

Pada beberapa pasien, yang mungkin menderita penyakit hati penyerta

atau riwayat penyalahgunaan alcohol, kadarnya dapat melebihi 3 kali

normal. Temuan ini memperkuat kemungkinan timbulnya toksisitas

hepatic yang lebih berat. Pasien ini dapat menunjukkan gejala malaise,

anoreksia, dan penurunan mendadak LDL. Pengobatan harus segera

diputus pada pasien ini dan pada pasien asimptomatik yang aktivitas

aminotransferasenya meningkat secara persisten hingga lebih dari 3 kali

lipat batas atas normal. Agen-agen ini harus digunakan secara hati-hati,

dan dosisnya harus diturunkan pada penderita penyakit parenkimal

hepatic, ras Asia, dan pada orang berusia lanjut. Pada umumnya, aktivitas

aminotransferase harus diukur pada nilai dasarnya, pada 1-2 bulan, dan

kemudian tiap 6-12 bulan (jika stabil). Obat-obat ini harus dihentikan

sementara jika timbul penyakit yang berat, trauma, atau operasi besar.

d. Bagaimana mekanisme masing-masing obat mempengaruhi disfungsi ereksi

(DE)?

- Atenolol

31

Page 29: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Atenolol sebagai β-blocker kardioselektif masih mampu mempengaruhi reseptor

adrenergik β2 meski dengan efek yang lemah. β2 bertanggung jawab terhadap

vasodilatasi, sehingga pemakaian atenolol dengan dosis besar bisa berakibat pada

blokade reseptor beta-adrenergik 2 yang berujung pada vasokontriksi.

Vasokontriksi akan memperlambat aliran darah masuk ke corpus spongiosum dan

menyebabkan disfungsi ereksi. Selain dari itu, mekanisme pengaruh atenolol

terhadap disfungsi ereksi belum diketahui secara pasti. Tapi, berbagai penelitian di

seluruh belahan dunia menunjukkan bahwa rata-rata pemakai beta-blocker jenis

atenolol mengeluhkan terjadinya penurunan gairah kehidupan seksual. Hal ini bisa

saja dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti faktor psikis.

- Diuretika (furosemide)

Obat golongan diuretic dapat menyebabkan terjadinya disfungsi ereksi

karena dapat menurunkan aliran darah masuk ke penis. Obat hipertensi

golongan ini juga dapat menyebabkan penurunan jumlah zink dalam tubuh,

sedangkan zink dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hormone

testosterone.

- Obat pereduksi lemak darah (statin)

Statin menghambat sintesis kolesterol melalui inhibisi HMG CoA reduktase, oleh

karena itu statin berpotensi menghambat sintesis hormon steroid yang merupakan

derivat kolesterol, termasuk testosteron. Simvastatin terbukti menyebabkan

perubahan minor dalam sirkulasi androgen.

Obat statin ada hubungan antara penggunaan obat Statin sebagai penurun

kolesterol itu dengan disfungsi ereksi pada pria. Dalam penelitian,

Statin juga dipercaya menurunkan tingkat produksi testosteron pada pria.

Statin akan mengurangi kemampuan seksual pria dan akan menjadi salah

satu penyebab disfungsi ereksi.

3. Sementara, pengganggu berlatar masalah psikososial bisa diabaikan.

a. Bagaimana hubungan psikososial dengan disfungsi ereksi (DE)?

Disfungsi ereksi psikologis dapat terjadi akibat adanya aktivasi impuls –

impuls inhibitorik desendens yang berasal dari korteks serebrum. Keadaan

psikologis yang berkaitan dengan ED adalah stress, rasa marah, rasa cemas,

kejenuhan, perasaan bersalah, takut tidak bisa memuaskan pasangan (depresi),

hilangnya daya tarik pasangan.

32

Page 30: Laporan Sc B Blok 12 Fix

4. Riwayat Pangan ( Makanan yang biasa di santap selama 3 bulan terakhir )

Pagi : mie instan 2 bungkus dan kopi 1 gelas

Snack pukul 10.00 : crackers 2 porsi

Makan siang : nasi dan ayam goreng KFC 2 porsi, soft drink 2 kaleng

Snack pukul 16.00 : dunkin donut dan 1 kaleng soft drink

Makan malam : pizza ( ukuran medium ), 1 kaleng soft drink.

a. Apa kandungan dari makanan siap saji?

- Mie instant

Mie dibuat dari campuran tepung, minyak sayur, garam, dan beberapa

bahan adiktif seperti natrium polifosfat (berfungsi sebagai

pengemulsi/penstabil), natrium karbonat dan kalium karbonat yang

berfungsi sebagai pengatur asam. Kandungan utama yang lain dari mie

adalah karbohidrat kemudian ada protein tepung (gluten), dan lemak, baik

yang dari mienya sendiri maupun minyak sayur dalam sachet. Selain itu,

mie juga ditambahkan zat pewarna kuning (tartrazine).

Selain mie itu sendiri, ada pula bumbu mie yang banyak mengandung

garam, cabe, dan bumbu-bumbu lain. Bumbu mie instan juga tak lepas dari

zat adiktif makanan seperti MSG (monosodium glutamate) yang berfungsi

sebagai penguat rasa. Bumbu mie, misalnya garam, gula, cabe merah,

bawang putih, bawang merah, saus tomat, kecap, vetsin (MSG) serta bahan

cita rasa (rasa ayam, rasa udang, rasa sapi) juga banyak menggunakan

additive.

- Kopi

Pada umumnya, biji kopi mengandung :

Air 48 %

Zat bahan kering 50 –52%

Karbohidrat 60%

Karbohidrat dalam kopi dibagi lagi ke dalam beberapa bagian sesuai

dengan jenis dan kadarnya, yaitu :

a. Gula – gula reduksi memiliki kadar sebesar 1%. Jenis ini

terdiri atas gula D-manosa, L-arabinosa, D-galaktosa, D-

glukosa yang bersifat larut dalam air.

33

Page 31: Laporan Sc B Blok 12 Fix

b. Sukrosa terdapat dalam kopi sebesar 7% dan dapat

larut dalam air.

c. Pektin larut dalam air dan terdapat dalam kopi 2%.

d. Pati pati yang terkandung dalam kopi mencapai

jumlah / kadar 10% dan tidak larut dalam air.

e. Pentosan bersifat tidak larut dalam air dan berjumlah

5%.

f. Hemiselulosa dalam kopi sebesar 15%. Hemiselulosa

memiliki sifat dapat terhidrolisa.

g. Holoselulosa holoselulosa terdiri atas selulosa, galaktan,

dan manan. Jenis karbohidrat yang merupakan serat ini tidak

terhidrolisa dan dalam kopi terdapat sekitar 18% holoselulosa.

h. Lignin seperti halnya dengan holoselulosa,

serat ini tidak terhidrolisa. Dapat diemukan dalam kopi dengan

kadar 2%.

Minyak 13%

Minyak dalam kopi juga terbagi lagi atas beberapa jenis dan bagian,

yaitu :

a. Ester fistosterin, hidrokarbon, dan lilin 2 %

b. Trigliserida 81.3%

c. Ester asam lemak diterpen 15.9% (lilin alcohol)

d. Sterol bebas 0.39%

e. Diterpen 0.15%

f. Bahan – bahan yang tidak tersabunkan

- Γ-sitosterol

- Stigmasterol

- Dehidrostirosterol

- Cofestol

- Kahweol

g. Asam – asam lemak yang ada :

- Asam linoleat 39%

- Asam stearat 13.1%

- Asam oleat 17.2%

- Asam arachidat 4.2%

- Asam palmitat 25.3%

34

Page 32: Laporan Sc B Blok 12 Fix

- Asam behenat 1%

- Asam miristat, palmitoleat, linolenat

Protein 13%

a. Asam aspartat 0.33%

b. Isoleusin 0.03%

c. Serin 0.12%

d. Leusin 0.03%

e. Asparagin 0.30%

f. Tirosin 0.04%

g. Glutamat 0.49%

h. Fenilalanin 0.08%

i. Prolin 0.14%

j. γ-aminobutirat 0.30%

k. Glisin 0.02%

l. Lisin 0.04%

m. Alanin 0.24%

n. Histidin 0.04%

o. Valin 0.02%

p. Arginin 0.04%

Asam-asam non volatil 8%

Abu 4%

Trigonelin 1%

Kafein Arabika 1,0% , Robusta 2,0%

- Cracker

Pada umumnya biskuit crackers dibuat dengan bahan dasar tepung terigu

jenis hard dengan kandungan protein 11,13%. Pada tepung terigu tentunya

mengandung karbohirat. Pada kasus ini, terjadi asupan kalori yang

berlebihan sehingga mengarah ke penumpukan lemak. Penumpukan lemak

ini diyakini sebagai factor resiko terjadinya DE.

- Ayam goreng KFC

Berdasarkan informasi dari situs resmi KFC, seporsi daging dada fried

chicken seberat 175-181 gram mengandung 320-520 kalori. Di dalamnya

35

Page 33: Laporan Sc B Blok 12 Fix

terkandung 14-34 gram lemak, termasuk 3-5 gram lemak jenuh. Selain itu,

sajian cepat saji ini juga mengandung 110-145 mg kolesterol, 1.130-1.220

mg sodium, serta 29-36 gram protein.

Bagaimana dengan paha fried chicken di restoran tersebut? Dalam 100-

110 gram paha ayam, terkandung 290-370 kalori serta 21-27 gram lemak,

termasuk 4,5-5 gram lemak jenuh. Kolesterolnya 75-100 mg, sementara

sodiumnya 760-850 mg dan proteinnya 15-18 gram. Rentang angka ini

berdasarkan jenis sajian fried chicken di KFC, seperti Original Recipe,

Extra Crispy, dan Spicy Crispy.

- Dunkin donut

Informasi Gizi per makanan

Energi2176 kj520 kkal

Lemak 11 g

Lemak Jenuh 5,5 g

Lemak Trans 0 g

Kolesterol 80 mg

Protein 9 g

Karbohidrat 93 g

Serat 3 g

Gula 45 g

Sodium 555 mg

26%dari AKG*(520 kal)

- Soft drink

1. Carbonated water (air soda)

Air soda merupakan kandungan utama yang terdapat dalam soft drink

yaitu sekitar 86%. Air soda berperan sebagai salah satu sumber air

pada tubuh manusia. Di dalam air soda, terdapat kandungan gas berupa

karbon dioksida (CO2).

2. Bahan Pemanis

Rasa manis yang terdapat dalam soft drink dapat berasal dari sukrosa

atau pemanis buatan. Sukrosa merupakan perpaduan antara fruktosa

36

Page 34: Laporan Sc B Blok 12 Fix

dan glukosa yang termasuk dalam karbohidrat. Jumlah sukrosa yang

terdapat dalam soft drink sekitar 10%. Pemanis buatan yang sering

dipakai dalam soft drink ialah aspartame. Aspartame dibentuk dari

perpaduan asam aspartate dengan fenilalanin dan bersifat 200 kali

lebih manis dari gula sehingga hanya sedikit jumlah aspartame yang

terkandung dalam soft drink.

3. Bahan Perasa

Bahan perasa terdiri dari bahan perasa alami dan bahan perasa buatan.

Bahan perasa alami berasal dari buah-buahan, sayuran, kacang, daun,

tanaman herbal, dan bahan alami lainnya. Bahan perasa buatan

digunakan agar soft drink memberi rasa yang lebih enak.

4. Asam

Asam berperan dalam menambah kesegaran dan kualitas pada soft

drink. Asam yang dipergunakan yaitu asam sitrat dan asam fosfor.

5. Kafein

Kafein berperan dalam meningkatan rasa yang terkandung dalam soft

drink. Kafein yang terkandung dalam soft drink berjumlah ¼ sampai

1/3 dari jumlah kafein yang terkandung dalam kopi.

6. Pewarna

Pewarna bersamaan dengan gas CO2 merupakan bagian dari

karakteristik soft drink. Pewarna terdiri dari pewarna alami dan

pewarna buatan yang dapat digunakan.

- Pizza

Ringkasan Gizi:

Kal

265

Lemak

12,14g

Karb

27,68g

Prot

10,64g

Terdapat 265 kalori dalam Pizza dengan Daging (1 buah).

Rincian Kalori: 42% lemak, 42% karb, 16% prot.

b. Berapa kadar nutrisi yang dibutuhkan tubuh per hari?

Karbohidrat : Jumlah asupan yang direkomendasi untuk orang dewasa

adalah 130 gr per hari.

Protein : Jumlah asupan protein yang direkomendasi bagi laki-laki dewasa

adalah 56gr/hari dan wanita dewasa adalah 46gr/ hari.

37

Page 35: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Lemak : Nilai asupan yang direkomendasi untuk orang dewasa adalah 20-

35% tergantung penggunaan energi/aktifitas seseorang.

Vitamin :

vitamin A: Jumlah asupan yang direkomendasi untuk lelaki adalah 900μg

dan wanita adalah 700μg.

Vitamin D: Jumlah asupan yang direkomendasi untuk orang dewasa adalah

40 IU.

Vitamin E: jumlah asupan direkomendasi untuk individu dewasa adalah 15

mg.

Vitamin K: Jumlah asupan yang direkomendasi untuk laki-laki adalah 120

μg dan wanita adalah 90 μg.

Vitamin C: Jumlah asupan direkomendasi untuk laki-laki adalah 90 mg dan

75 mg untuk wanita.

Vitamin B1: Nilai asupan yang direkomendasi 1,1 mg per hari.

Vitamin B2: Jumlah asupan yang direkomendasi untuk laki-laki adalah 1,3

mg per hari dan wanita adalah 1,1 mg per hari.

Vitamin B3: Nilai yang direkomendasi untuk orang dewasa dalam asupan

sehari-hari adalah 14-16 mg.

Vitamin B6: Jumlah asupan yang direkomendasi untuk orang dewasa

adalah 1,1-1,7 mg per hari.

Vitamin B12: Nilai asupan yang direkomendasi bagi orang dewasa adalah

2,4 μg per hari.

Asam folat: Jumlah asupan yang direkomendasi adalah 400 μg untuk orang

dewasa.

Asam pentotenik: 5-12 mg per hari.

Biotin: 10-200 μg per hari.

Mineral Kalsium : 1000 mg per hari.

Fosfor : 700 mg.

Magnesium : laki-laki dewasa yang direkomendasi adalah 400 mg per hari

dan wanita dewasa adalah 310 mg per hari.

Flour : 3-4 mg per hari.

Natrium : 1500 mg per hari.

Kalium : 4700 mg per hari.

Besi : 8-18 mg per hari.

Seng : 8-11mg per hari.

38

Page 36: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Yodium : 150 μg per hari.

Serat : lelaki dewasa adalah 38 gr per hari dan untuk wanita dewasa adalah

25 gr per hari.

c. Apa dampak dari ketidakseimbangan asupan nutrisi pada kasus ini?

Malnutrition (Gizi salah), adalah keadaan patofisiologis akibat dari

kekurangan atau kelebihan secara relatif maupun absolut satu atau lebih zat

gizi, ada empat bentuk malnutrisi diantaranya adalah :

1. Under nutrition, kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau absolut

untuk periode tertentu.

2. Specific deficiency, kekurangan zat gizi tertentu.

3. Over nutrition, kelebihan konsumsi pangan untuk 11 periode tertentu.

4. Imbalance, karena disproporsi zat gizi, misalnya kolesterol terjadi karena

tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density

Lipoprotein), dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein).

5. Kurang energi protein (KEP), adalah seseorang yang kurang gizi yang

disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi protein dalam makanan

sehari-hari atau gangguan penyakit tertentu. Anak dikatakan KEP bila

berat badan kurang dari 80% berat badan menurut umur (BB/U) baku

WHO-NHCS.

d. Bagaimana pola makan yang dianjurkan pada kasus ini?

1. Perbanyak menu makanan yang mengandung serat. Pilihlah menu dengan

buah dan sayuran.

2. Sebaiknya kurangi makanan yang kadar gula serta lemaknya tinggi.

3. Bila minum minuman seperti jus, minumlah jus tanpa pemanis buatan,

atau yang hanya mengandung sedikit gula, atau bahkan tidak mengandung

gula sama sekali.

4. Sehabis makan, minumlah air putih, hindari minuman bersoda dan

minuman manis.

5. Tingkatkan kreativitas dalam mengombinasikan menu makanan yang

dikonsumsi sehari-hari. Tampilan makanan bisa digunakan untuk menarik

minat dan selera makan akan sayuran dan buah.

39

Page 37: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Dianjurkan diet dengan rendah kalori tetapi cukup gizi, ialah 15 – 20

kalori/kg.bb.,dengan komposisi 20% protein, 65% karbohidrat dan 15%

lemak, komposisi tersebut mirip dengan komposisi diet B1 dari Askandar.

Dapat melakukan DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) atau diet

yang diterapkan khusus untuk penderita hipertensi.

- Karbohidrat dari Biji-bijian (6-8 Kali Konsumsi/hari)

Roti gandum, beras, sereal, dan pasta. 1 kali konsumsi misalnya 1 lembar

roti gandum, 100 gr sereal, atau 70 gr nasi/pasta. Pilihlah beras merah

dibandingkan dengan beras putih karena mengandung indeks glikemik

rendah (proses pencernaanya lama sehingga tidak membuat cepat lapar).

Lebih baik mengonsumsi pasta atau sereal berlabel mengandung 100%

gandum utuh. Sebenarnya bijian-bijian ini mengandung lemak jenuh yang

rendah jadi jangan menambahkan apapun seperti mentega, keju atau krim.

- Sayuran (4-5 Kali Konsumsi/hari)

Tomat, wortel, brokoli, dan sayuran lainnya mengandung serat, vitamin,

potassium, dan magnesium. Untuk 1 kali konsumsi takarannya adalah 1

mangkuk sup untuk sayuran mentah dan ½ mangkuk untuk sayuran yang

telah diolah. Jika mengonsumsi sayuran beku, periksalah terlebih dulu

kandungan yang tertera pada label, pilih yang mengandung sodium rendah

atau tanpa garam.

- Buah-buahan (4-5 Kali Konsumsi/hari)

Seperti halnya sayur-sayuran, buahan-buahan mengandung banyak mineral

yang diperlukan tubuh. Untuk diet hipertensi dan diabetes, sayuran dan

buah-buahan memang makanan yang tepat. Perlu diketahui beberapa buah

bersifat asam kontradiktif terhadap beberapa obat.

- Produk Susu (2-3 Kali Konsumsi/hari)

Susu, yoghurt, keju, dan produk susu lainnya adalah sumber vitamin D dan

kalsium. Pilihlah produk olahan susu yang rendah lemak. Untuk olahan

susu yang rendah lemak, 1 kali konsumsi jumlah yang dianjurkan adalah 1

cangkir. Yoghurt beku yang rendah lemak juga sangat baik apalagi jika

ditambah buah-buahan.

- Daging Tanpa Lemak, Unggas, Ikan (Kurang dari 6 Kali Konsumsi/hari)

Perlu diingat, sumber protein yang diperbolehkan adalah bebas lemak.

Ayam dan sejenisnya bisa dimasak tanpa kulit sedangkan daging harus

dibuang lemaknya terlebih dahulu. Per 1 kali konsumsi , sejumlah 1 ons.

40

Page 38: Laporan Sc B Blok 12 Fix

- Kacang-kacangan (4-5 Kali Konsumsi/minggu)

Almond, lentil, kacang merah, dan kacang-kacangan lainnya penuh dengan

protein dan mineral seperti magnesium dan potasium. Dalam hal ini, tahu

dan tempe bisa menjadi pilihan yang sangat baik. Jenis makanan ini harus

dibatasi konsumsinya per minggu sebab kacang-kacangan mengandung

kalori tinggi dan lemak, meskipun lemak yang dikandung adalah lemak

baik. 1½ ons kacang-kacangan per sekali konsumsi adalah porsi yang

dianjurkan.

- Lemak dan Minyak (2-3 Kali Konsumsi/hari)

Lemak masih tetap diperlukan tubuh untuk menyerap vitamin esensial

untuk meningkatkan sistem imunitas tubuh. Tetapi kebanyakan

mengonsumsi lemak, terutama lemak jenuh, juga tidak baik karena akan

meningkatkan resiko darah tinggi, obesitas, dan diabetes mellitus. Per 1

kali konsumsi jumlah yang diperbolehkan adalah 1 sendok teh magarin

atau 1 sendok makan mayones rendah lemak atau 2 sendok makan salad

dressing.

- Gula (Kurang dari 5 Kali Konsumsi/minggu)

Per satu kali konsumsi 1 sendok makan gula pasir sudah sangat cukup

untuk jelly atau jus Jeruk Nipis Anda.

V. KERANGKA KONSEP

41

Lelaki, 35 tahun

Riwayat Makanan

Page 39: Laporan Sc B Blok 12 Fix

VI. LEARNING ISSUE

1. Disfungsi Ereksi (DE)

42

Page 40: Laporan Sc B Blok 12 Fix

2. Obesitas

3. Hipertensi

4. Obat anti hipertensi, diuretika dan obat pereduksi lemak darah

VII. SINTESIS MASALAH

1. Disfungsi Ereksi (DE)

Ereksi penis merupakan pengaruh pertama dari rangsangan seksual pria, dan dderajat

ereksi sebanding dengan derajat rangsangan, baik rangsangan psikis atau fisik. Ereksi

disebabkan oleh impuls saraf parasimpatis yang menjalar dari bagian sakral medula spinalis

melalui saraf-saraf pelvis ke penis. Berlawanan dengan sebagian besar serabut saraf

parasimpatis alinnya, serabut parasimpatis ini diyakini melepaskan nitric oxide dan/atau

vasoactive intestinal peptide selain asetilkolin. Nitric oxide terutama melebarkan arteri-arteri

penis, dan juga merelaksasi jalinan trabekula serabut otot-polos di jaringan erektil dari korpus

kavernosa dan korpus spongiosum dalam batang penis (Guyton, 2007: 1054).

Jaringan erektil ini terdiri atas sinusoid-sinusoid kavernosa yang lebar, yang normalnya tidak

terisi penuh dengan darah namun menjadi sangat berdilatasi saat darah arteri mengalir dengan

cepat ke dalamnya sementara sebagian aliran vena dibendung. Selain itu, badan erektil,

terutama kedua korpus kavernoa, dikelilingi oleh lapisan fibrosa yang kuat; oleh karena itu,

tekanan yang tinggi di dalam sinusoid menyebabkan penggembungan jaringan erektil

sehingga penis menjadi keras dan memanjang. Fenomena ini disebut ereksi (Guyton, 2007:

1054).

Respons ereksi dimediasi oleh kombinasi inervasi sentral (psikogenik) dan perifer

(refleksogenik). Saraf sensoris yang berasal dari reseptor-reseptor kulit dan glans penis

bergabung membentuk nervus dorsalis penis, yang berjalan melalui nervus pudendus ke

ganglia dorsalis S2-S4. Serabut saraf simpatis menuju ke penis berasal dari neuron di kolum

intermediolateral segmen S2-S4 (McVary, 2005: 271).

Nitric oxide, yang menginduksi relaksasi vaskular, memicu ereksi dan bertentangan dengan

endothelin-1 (ET-1), yang memediasi konstriksi vaskular. Nitrit oksida meningkatkan

produksi cGMP yag menginduksi relaksasi otot polos. cGMP didegradasi secara bertahap

oleh fosfodiesterase tipe 5 (PDE-5). Inhibitor PDE-5 mempertahankan ereksi dengan

mengurangi degradai cGMP, akan tetapi jika NO tidak diproduksi, maka inhibitor PDE-5

tidak akan efektif. Selain NO, prostaglandin vasoaktif juga disintesis dalam jaringan

kavernosa dan meningkatkan cAMP yang juga menyebabkan relaksasi otot polos kavernosal

(McVary, 2005: 271).

43

Page 41: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Disfungsi ereksi diasosiasikan dengan perubahan fisiologis dan psikologis yang

berkaitan dengan usia; meskipun demikian, disfungsi ereksi tidak dianggap bagian yang

normal dari proses penuaan. Insidensi DE juga lebih tinggi pada pasien dengan diabetes

mellitus, penyakit jantung, hipertensi, dan penurunan level HDL. Merokok adalah faktor

resiko besar dalam perkembangan DE. Obat-obat diabetes atau penyakit kardiovaskular juga

merupakan faktor resiko (McVary, 2005: 272).

Ada tiga mekannisme dasar terjadinya DE: kegagalan insiasi (psikogenik,

endokrinologik, atau neurologik); kegagalan pengisian (arteriogenik); dan kegagalan

penyimpanan (disfungsi venooklusif).

1. Vaskulogenik

Penyebab organik DE paling umum adalah gangguan aliran darah dari dan menuju penis.

Penyakit arteri aterosklerotik atau traumatik dapat mengurangi aliran darah ke ruang

lakunar, mengakibatkan berkurangnya kekakuan dan meningkatkan jangka waktu sampai

tercapainya ereksi maksimal. Kondisi ini dapat terjadi sebagai akibat dari penuaan,

peningkatan ikatan silang serat kolagen terinduksi glikosilasi nonenzimatik, hipoksia,

atau perubahan sintesis kolagen terasosiasi hiperkolesterolemia.

2. Neurogenik

Kelainan yang memengaruhi plexus sacralis atau serabut otonom menuju ke penis

menurunkan tingkat relaksasi otot polos, sehingga menyebabkan DE. Pada pasien dengan

cedera spinal, derajat DE bergantung pada tingkat keparahan lesi. Kelainan neurologik

lain yang umum diasosiasikan dengan DE termasuk multiple sclerosis (MS) dan

neuropati perifer.

3. Endokrinologik

44

Page 42: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Androgen meningkatkan libido, akan tetapi peran pasti mereka dalam fungsi ereksi

belum jelas. Individu dengan level testosteron yang rendah dapat mengalami ereksi

karena rangsang seksual atau visual. Bagaimanapun, level testosteron yang normal

tampak penting bagi fungsi ereksi.

4. Diabetik

DE terjadi pada 35-75% laki-laki dengan diabetes mellitus. Mekanisme patologis

sebagian besar terlibat dengan komplikasi neurologik dan vaskular. Individu dengan

diabetes juga memiliki penurunan NO sintase pada baik endotel dan jaringan saraf.

5. Psikogenik

Rangsangan psikogenik menuju plexus sacralis dapat menghambat respon refleksogenik,

dengan demikian menghambat aktivasi vasodilator menuju penis. Rangsangan simpatis

yang berlebihan pada orang yang gugup juga dapat meningkatkan tonus otot polos penis.

Penyebab utama DE psikogenik adalah kecemasan performa, depresi, konflik hubungan,

hilang ketertarikan, inhibisi deksual, konflik preferensi seksual, kekerasan seksual masa

kanak-kanak, dan ketakutan akan kehamilan atau penyakit menular seksual.

6. Terkait obat

DE terkait obat diperkirakan terjadi pada 25% laki-laki terdeteksi di klinik umum. Di

antara obat antihipertensif, diuretika tiazid dan beta blocker adalah yang paling

diperhitungkan. Calcium channel blocker dan ACE inhibitor dapat berdampak langsung

pada tingkat korporal atau tidak langsung dengan mengurangi tekanan darah pelvis.

Penatalaksanaan DE meliputi beberapa hal:

1. Edukasi pasien

Edukasi pasien dan partner merupakan keharusan dalam penanganan DE. Diskusi opsi-

opsi pengobatan membantu menglarifikasi bagaimana pengobatan terbaik. Pasien dengan

isu gaya hidup beresiko tinggi, seperti merokok, alkoholisme, atau penyalahgunaan obat,

sebaiknya dikonseling tentang peran faktor-faktor tersebut dalam progresi DE.

2. Agen oral

Sildenafil adalah satu-satunya agen oral penanganan DE yang disetujui dan efektif.

Sildenafil telah terbukti efektif mengangani DE dengan berbagai penyebab. Sildenafil

dikonraindikasikan pada pasien yang menerima terapi nitrat untuk penyakit

kardiovaskular, termasuk agen-agen oral, sublingual, transnasal, atau topikal. Sildenafil

juga sebaiknya dihindari pada pasien dengan gagal jantung kongestif dan kardiomiopati

karena resiko kolaps vaskular.

3. Terapi androgen

45

Page 43: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Penggantian testosteron digunakan untuk mengobati baik penyebab primer dan sekunder

hipogonadisme. Suplementasi androgen pada kondisi testosteron normal tidak memiliki

efek dan tidak dianjurkan. Androgen oral memiliki potensi hepatotoksik dan sebaiknya

dihindari. Terapi testosteron dikontraindikasikan pada pasien dengan kanker sensitif

androgendan mungkin tidak cocok untuk pasien dengan obstruksi leher kandung kemih.

4. Vacuum Constriction Devices

VCD adalah terapi noninvasif. VCD merupakan pengobatan alternatif pada pasien-pasien

yang tidak dapat mengonsumsi sildenafril atau tidak menginginkan intervensi lainnya.

VCD menarik darah vena ke penis dan menggunakan sebuah cincin konstriksi untuk

mencegah aliran balik vena. Efek samping VCD termasuk nyeri, kebas, lebam, dan

peralihan ejakulasi.

5. Alprostadil intrauretral

Alpostradil intrauretral diberikan jika pasien tidak merespon agen oral. Substansi

vasoaktif diinjeksikan atau dimasukkan intrauretral. Sekitar 65% pasien penerima

aprostadil intrauretral merespon dengan ereksi ketika dites dikantor, akan tetapi hanya

50% yang sukses melakukan hubungan seksual di rumah.

6. Bedah

Terapi yang jarang digunakanuntuk DE melibatkan implantasi prostetis penis yang dapat

dikembungkan. Pengobatan bedah ini invasif, terasosiasikan dengan kemungkinan

komplikasi dan umumnya digunakan untuk pengobatan DE refraktori.

7. Terapi seks

Serangkaian terapi seks dapat berguna untuk menangani faktor interpersonal spesifik

yang dapat memengaruhi fungsi seksual. Terapi seks pada umumnya termasuk diskusi

per sesi dan latihan di rumah yang spesifik terhadap pasien dan hubungan pasien.

2. Obesitas

Definisi

Obesitas dapat didefinisikan sebagai kelebihan lemak tubuh. Penentu yang digunakan

adalah indeks massa tubuh (IMT). Sedangkan Overweight adalah tahap sebelum

dikatakan obesitas secara klinis (Guyton, 2007). Obesitas dikatakan terjadi kalau terdapat

kelebihan berat badan 20% karena lemak para pria dan 25% pada wanita (Ganong,2002).

Etiologi

46

Page 44: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Faktor penyebab obesitas sangat kompleks. Kita tidak bisa hanya memandang dari satu

sisi. Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal ini

didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot

dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat

menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena itu pada

orang obese, peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran

energi melebihi asupan makanan, yang berimbas penurunan berat badan (Guyton, 2007).

Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik. Perilaku makan

yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah karena lingkungan

dan sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatnya prevalensi obesitas di negara maju.

Sebab lain yang menyebabkan perilaku makan tidak baik adalah psikologis, dimana

perilaku makan agaknya dijadikan sebagai sarana penyaluran stress. Perilaku makan yang

tidak baik pada masa kanak-kanak sehingga terjadi kelebihan nutrisi juga memiliki

kontribusi dalam obesitas, hal ini didasarkan karena kecepatan pembentukan sel-sel

lemak yang baru terutama meningkat pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan makin

besar kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah sel lemak. Oleh karena itu,

obesitas pada kanak-kanak cenderung mengakibatkan obesitas pada dewasanya nanti

(Guyton, 2007).

Dari segi neurogenik, dibuktikan bahwa lesi pada hipotalamus bagian ventromedial dapat

menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan obese, serta terjadi perubahan

yang nyata pada neurotransmiter di hipotalamus berupa peningkatan oreksigenik seperti

NPY dan penurunan pembentukan zat anoreksigenik seperti leptin dan α-MSH pada

hewan obese yang dibatasi makannya (Guyton, 2007) . Input dari vagal juga terhitung

penting, membawa informasi dari viseral, seperti peregangan dari usus (Flier et al, 2005).

Faktor genetik obesitas dipercaya berperan menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras

yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi dan penyimpanan lemak serta defek

monogenik seperti mutasi MCR-4, defisiensi leptin kogenital, dan mutasi reseptor leptin

(Guyton, 2007).

Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus. Leptin adalah

sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang bekerja melalui

aktifasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan penurunan jumlah

makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon, insulin diketahui

47

Page 45: Laporan Sc B Blok 12 Fix

berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan energi pada sel adiposa.

Kortisol adalah glukokortikoid bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang tersimpan pada

trigiserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolisis (Wilborn et al, 2005). Peptida usus

seperti ghrelin, peptida YY, dan kolesistokinin yang dibuat di usus halus dan memberi

sinyal ke otak secara langsung ke pusat pengatura hipotalamus dan/atau melalui nervus

vagus (Flier et al, 2005).

Faktor metabolit juga berperan dalam obesitas. Metabolit, termasuk glukosa, dapat

mempengaruhi nafsu makan, yang mengakibatkan hipoglikemi yang akan menyebabkan

rasa lapar. Akan tetapi, glukosa bukanlah pengatur utama nafsu makan (Flier et al, 2005).

Semua faktor hormonal, metabolit, dan neurogenik yang tadi disebutkan diatas bekerja

melalui ekspresi an pelepasan berbagai peptida hipotalamus seperti NPY, AgRP, alpha-

MSH, an MCH yang terintegrasi dengan serotonergik, kotekolaminergik,

endokannabinoid, dan jalur singnal opioid (Flier et al, 2005).

Faktor terakhir penyebab obesitas adalah karena dampak/sindroma dari penyakit lain.

Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan obesitas adalah hypogonadism, Cushing

Prevalensi dan Epidemiologi Obesitas

Menurut WHO (2011) pada tahun 2008, sekitar 1,5 milliar dewasa (20+) adalah

overweight dan lebih dari 200 juta laki-laki dan sekitar 300 juta wanita adalah obese.

WHO juga memprediksi bahwa pada tahun 2015, sekitar 2.3 milliar dewasa akan

mengalami overweight dan lebih dari 700 milliar akan obese.

Sedangkan menurut RISKESDAS (2007) prevalensi obesitas pada penduduk dewasa di

atas 15 tahun di beberapa kota besar di Indonesa cukup tinggi seperti di Sumatera utara

20.9% dengan 17.7% pria dan 23.8% wanita, di DKI Jakarta 26.9% dengan 22.7% pria

dan 30.7% wanita, Jawa Barat 17.0% dengan 14.4% pria dan 29.2% wanita, Jawa tengah

17.0% dengan 11.6% pria dan 22.0% wanita, DI Yogyakarta 18.7% dengan 14.6% pria

dan 22.5% wanita, Jawa timur 20.4% dengan 15.2% pria dan 25.5% wanita. Dan di

Indonesia adalah 19.1% dengan wanita 23.8% dan pria 13.9%.

Prevalensi obesitas berhubungan dengan urbanisasi dan mudahnya mendapatkan makanan

serta banyaknya jumlah makanan yang tersedia. Urbanisasi dan perubahan status ekonomi

48

Page 46: Laporan Sc B Blok 12 Fix

yang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang berdampak pada peningkatan

prevalensi obesitas pada populasi di negara-negara ini, termasuk Indonesia (Sugondo,

2006). tingginya prevalensi ini, telah membuat obesitas mendapat perhatian yang cukup

singnifikan dalam medis. Obesitas lebih sering terjadi antara wanita dan yang

menyedihkan; prevalensi pada anak-anak juga mengingkat pada taraf yang

mengkhawatirkan.( Flier et al, 2005)

Klasifikasi

Obesitas dapat dibagi menjadi beberapa derajat berdasarkan persen kelebihan lemak

(Misnadiarly, 2007). Antara lain :

a. Mild obesity

Dikatakan mild obesity bila berat badan individu antara 20-30% di atas berat badan ideal.

b. Moderate obesity

Apabila berat badan individu antara 30-60% di atas berat badan ideal.

c. Morbid

Penderita-penderita obesitas yang berat badannya 60% atau lebih di atas berat badan

ideal. Pada derajat ini risiko mengalami gangguan respirasi, gagal jantung, dan kematian

mendadak meningkat dengan tajam.

Pengukuran Antropometri sebagai Skreening Obesitas

Menentukan lemak tubuh dapat digunakan berbagai cara seperti CT, MRI, Electrical

inpedance densitometry, skin-flod thickenes, waist-to-hip ratio, IMT, dan Waist

Circumference (Flier et al, 2005). Akan tetapi tak semua pengukuran tersebut mudah dan

murah dilakukan. Oleh karena itu pengukuran IMT, waist-to-hip ratio, dan Waist

Circumference yang lebih lazim dilakukan.

1.IMT

IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tapi hasil riset telah menunjukan

bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran lemak tubuh secara langsung. IMT adalah

metode yang tidak mahal dan gampang untuk dilakukan untuk memberikan indikator atas

49

Page 47: Laporan Sc B Blok 12 Fix

lemak tubuh dan digunakan untuk screening berat badan yang bisa mengakibatkan

problema kesehatan.

2. Waist Circumference

IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, tetapi IMT bukan merupakan

indikator terbaik untuk obesitas Selain IMT, metode lain untuk pengukuran antropometri

tubuh adalah dengan cara mengukur lingkar pinggang. Pengukuran lingkar pinggang ini

boleh dikatakan berguna dalam penentuan obesitas sentral. Lingkar pinggang

menggambarkan lemak tubuh di antaranya tidak termasuk berat tulang (kecuali tulang

belakang) atau massa otot yang besar yang mungkin akan bervariasi dan memperngaruhi

hasil pengukuran (Sugondo,2006). Berikut kriteria ukuran lingkar pinggang berdasarkan

etnis (Alberti et al, 2009)

Tabel 2.2 Rekomendasi Lingkar Pinggang untuk Obesitas Sentral

3. Waist-to-hip ratio (Flier et al, 2005)

Selain IMT dan lingkar perut, rasio antara lingkar perut dan lingkar pinggul merupakan

alternative klinis yang praktis. Lingkar perut dan rasio lingkar perut dengan lingkar

pinggul berhubungan dengan besarnya resiko untuk terjadinya gangguan kesehatan.

50

Page 48: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Tabel 2.3 Nilai Normal untuk Waist-to-hip ratio

Jenis Kelamin Ukuran Waist-to-hip

wanita <0.9

Pria <1

Dampak obesitas Obesitas memiliki efek samping yang besar pada kesehatan.

Obesitas berhubungan dengan meningkatnya mortalitas, hal ini karena meningkatnya 50

sampai 100% resiko kematian dari semua penyebab dibandingkan dengan orang yang

normal berat badannya, dan terutama oleh sebab kardiovaskular (Harrison, 2007). Berikut

beberapa efek patologis dari diabetes:

1. Insulin resisten dan diabetaes tipe 2

2. Gangguan pada sistem reproduksi

3. Penyakit kardiovaskular

4. Penyakit pulmoner

5. Gallstones (batu empedu)

6. Kanker

7. Penyakit tulang, sendi dan kulit.

3. Hipertensi

1. Definisi Hipertensi adalah keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan

diastolik lebih dari 90 mmHg (Wilson LM, 1995). Tekanan darah diukur dengan spygmomanometer yang telah dikalibrasi dengan tepat (80% dari ukuran manset menutupi lengan) setelah pasien beristirahat nyaman, posisi duduk punggung tegak atau terlentang paling sedikit selama lima menit sampai tiga puluh menit setelah merokok atau minum kopi. Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya didefinisikan sebagai hipertensi esensial. Beberapa penulis lebih memilih istilah hipertensi primer untuk membedakannya dengan hipertensi lain yang sekunder karena sebab-sebab yang diketahui. Menurut The Seventh

51

Page 49: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan derajat 2 (Yogiantoro M, 2006).

Tekanan darah ditentukan oleh curah jantung (cardiac output) dan resistensi perifer. Dengan demikian, tekanan darah meningkat jika curah jantung meningkat atau diameter pembuluh darah, terutama arteriol, berkurang (Ganong, 1997: 257). Tekanan darah juga dapat meningkat jika volume darah meningkat. Regulasi tekanan darah melalui resistensi perifer dilakukan antara lain dengan cara produksi metabolit vasodilator, autoregulasi, hormon vasoaktif regulatoris, dan rangsangan sistem saraf (Ganong, 1997: 263).

52

Page 50: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Rangsangan sistem saraf simpatis adrenergik dan, dalam beberapa hal, kolinergik, ke arteriol turut meregulasi tekanan darah. Rangsangan saraf vasomotor noradrenergik pada arteriol menyebabkan konstriksi arteriol. Saraf simpatik noradrenergik yang menginervasi jantung meningkatkan kontraksi jantung, dengan demikian meningkatkan volume sekuncup dan curah jantung (Ganong, 1997: 263).

Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri; sehingga beban kerja jantung bertambah. Sebagai akibatnya, terjadi hipertrofi ventrikel untuk meningkatkan kekuatan kontraksi. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui, dan terjadi dilatasi dan payah jantung (Price, 2005: 583)

Tujuan pengobatan penderita hipertensi idiopatik atau esensial adalah untuk mencegah morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh gangguan dengan menggunakan cara yang paling nyaman. Tuuan utamanya adalah untuk mencapai tekanan darah kurang dari 140/90 mmHg dan mengendalikan setiap faktor resiko kardiovaskular melalui perubahan gaya hidup (Price, 2005: 584). Pada umumnya terdapat tujuh kelas obat antihipertensi: diuretik, inhibitor ACE, antagonis reseptor angiostensin, anatagonis saluran kalsium, agen antiadrenergik, vasodilator, dan antagonis reseptor mineralokortikoid (Fisher, 2005: 1472).

1.2. Epidemiologi

53

Page 51: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia. Semakin meningkatnya populasi usia lanjut maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga akan bertambah. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawati et al, 2007). Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case finding maupun penatalaksanaan pengobatannya. Jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar antara 6 sampai dengan 15%, tetapi angka prevalensi yang rendah terdapat di Ungaran, Jawa Tengah sebesar 1,8% dan Lembah Balim Pegunungan Jaya Wijaya, Irian Jaya sebesar 0,6% sedangkan angka prevalensi tertinggi di Talang Sumatera Barat 17,8% (Wade, 2003).

1.3. Etiologi Sampai saat ini penyebab hipertensi esensial tidak diketahui dengan pasti. Hipertensi

primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder disebabkan oleh faktor primer yang diketahui yaitu seperti kerusakan ginjal, gangguan obat tertentu, stres akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain. Adapun penyebab paling umum pada penderita hipertensi maligna adalah hipertensi yang tidak terobati. Risiko relatif hipertensi tergantung pada jumlah dan keparahan dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi (Yogiantoro M, 2006).

1.4. Klasifikasi Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pada pengukuran rata-rata dua kali atau

lebih pengukuran pada dua kali atau lebih kunjungan.

1.5. Patofisiologi

54

Page 52: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama. Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat komplek.

Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah dan stimulasi neural. Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi untuk memunculkan gejala hipertensi. Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten. Setelah periode asimtomatik yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi, dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan susunan saraf pusat.

Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan komplikasi pada usia 40-60 tahun(Menurut Sharma S et al, 2008 dalam Anggreini AD et al, 2009).

a. Faktor Resikoa. Umur Pada umumnya tekanan darah akan naik dengan bertambahnya umur terutama setelah

umur 40 tahun. Prevalensi hipertensi di Indonesia pada golongan umur dibawah 40 tahun masih berada dibawah 10 %, tetapi diatas umur 50 tahun angka tersebut terus meningkat mencapai 20-30% ( Depkes, RI. 2000 ).

b. Jenis Kelamin Pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan

rasio sekitar 2,29 untuk kenaikan tekanan darah sistolik dan 3, 76 untuk kenaikan tekanan darah diastolik. Pria diduga memiliki gaya yang cenderung dapat meningkatkan tekanan

55

Page 53: Laporan Sc B Blok 12 Fix

darah dibandingkan dengan wanita. Namun setelah menopause, prevalensi hipertensi pada wanita tinggi. Bahkan setelah umur 65 tahun prevalensi hipertensi pada wanita lebih tinggi diakibatkan oleh faktor hormonal.

c. Faktor Genetik Menurut Muhummadun (2010), faktor genetik mempunyai hubungan dengan

terjadinya tekanan darah tinggi atau hipertensi pada orang-orang yang mempunyai riwayat keluarga penderita hipertensi. Seseorang dengan orangtua yang menderita hipertensi mempunyai resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada yang tidak mempunyai riwayat keluarga hipertensi (Anindya, 2009). Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada bukti gen yang diturunkan untuk masalah tekanan darah tinggi (swebee.com, 2009).

d. Faktor Perilaku Faktor perilaku yang dapat menyebabkan tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah

gaya hidup yang kurang baik misalnya: - Mengkonsumsi Makanan Tinggi Lemak & Kolestrol Jika seseorang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung lemak dan

kolesterol dapat menyebabkan penimbunan lemak disepanjang pembuluh darah (Muhummadun, 2010). Penimbunan lemak tersebut akan menyebabkan aliran darah menjadi kurang lancar dan menyempitkan aliran pembuluh darah tersebut (Muhummadun, 2010). Penyempitan dan penyumbatan lemak ini memacu jantung untuk memompa darah lebih kuat lagi agar dapat memasok kebutuhan darah ke jaringan. Akibatnya tekanan darah menjadi meningkat (Muhummadun, 2010).

- Obesitas Semakin besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok

oksigen dan makanan ke jaringan tubuh (Muhummadun, 2010). Ini berarti bahwa volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding pembuluh darah dengan kata lain tekanan darah akan meningkat (Muhummadun, 2010).

- Mengkonsumsi Alkohol Alkohol dapat merusak fungsi saraf pusat maupun tepi (Sheps, 2002). Apabila saraf

pusat terganggu, maka pengaturan tekanan darah akan mengalami gangguan pula (Muhummadun, 2010). Pada seseorang yang sering minum minuman dengan kadar alkohol tinggi, tekanan darah mudah berubah dan cenderung meningkat tinggi (Muhummadun, 2010).

Alkohol juga bisa meningkatkan keasaman darah (Sheps, 2002). Darah menjadi lebih kental. Kekentalan darah ini memaksa jantung memompa darah lebih kuat lagi, agar darah dapat sampai ke jaringan yang membutuhkan dengan cukup (Muhummadun, 2010). Akibatnya tekanan darah jadi meningkat.

- Merokok Merokok dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, hal ini disebabkan karena rokok

banyak mengandung zat kimia yang berbahaya bagi tubuh seperti tar, nikotin dan gas karbon monoksida (Muhummadun, 2010). Nikotin merangsang sekresi hormon adrenalin yang menyebabkan jantung berdebar-debar, meningkatkan tekanan darah serta kadar kolesterol dalam darah (Muhummadun, 2010).

- Tingginya Asupan garam

56

Page 54: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Mengkonsumsi garam secara berlebihan (5 -15 gram/hari) dapat meningkatkan tekanan darah (Muhummadun, 2010). Pengaruh asupan garam terhadap tekanan darah tinggi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah (Muhummadun, 2010).

Garam menarik cairan di luar sel agar tidak keluar (Sheps, 2002). Hal ini menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh. Penumpukan cairan ini akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Muhummadun, 2010).

- Kurang olahraga Kurang olah raga dan bergerak bias menyebabkan tekanan darah dalam tubuh

meningkat (swebee.com, 2009). Aktifitas fisik sangat penting untuk mengendalikan tekanan darah (Sheps, 2002). Aktifitas fisik dapat membuat jantung lebih kuat (Sheps, 2002). Jantung mampu memompa lebih banyak darah dengan hanya sedikit usaha (Sheps, 2002). Makin ringan kerja jantung untuk memompa darah maka makin sedikit pula beban tekanan pada arteri (Muhummadun, 2002).

- Faktor Usia Pada usia yang semakin tua, pengaturan metabolisme zat kapur (kalsium) terganggu,

sehingga banyak zat kapur yang beredar bersama darah (Muhummadun, 2010). Banyaknya kalsium dalam darah (hypercalcidemia) menyebabkan darah menjadi lebih padat, sehingga tekanan darah menjadi meningkat (Muhummadun, 2010).

Endapan kalsium di dinding pembuluh darah (arteriosclerosis) menyebabkan penyempitan pembuluh darah (Sheps, 2010). Akibatnya, aliran darah menjadi terganggu. Hal ini dapat memacu peningkatan tekanan darah (Muhummadun, 2010).

Bertambahnya usia juga menyebabkan elastisitas arteri berkurang (Muhummadun, 2010). Arteri tidak dapat lentur dan cenderung kaku, sehingga volume darah yang mengalir sedikit dan kurang lancar (Asdie, 2000). Agar kebutuhan darah di jaringan tercukupi, maka jantung harus memompa darah lebih kuat lagi. Sehingga tekanan di pembuluh darah meningkat (Muhummadun, 2010).

- Faktor Psikis Faktor psikis, misalnya stress. Pada saat stress seseorang akan merasa cemas

dan mudah marah (Muhummadun, 2010). Saat stress tubuh melepaskan hormon catecholamine. Hormon ini berpengaruh terhadap peningkatan resistensi perifer dan pembuluh darah sehingga tekanan darah akan meningkat (Muhummadun, 2010).

Pada saat keadaan stress, saraf simpatis juga merangsang pengeluaran hormon adrenalin (Sheps, 2010). Hormon ini dapat menyebabkan jantung berdenyut lebih cepat dan menyebabkan penyempitan kapiler darah tepi (Muhummadun, 2010). Hal ini bisa mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah.

57

Page 55: Laporan Sc B Blok 12 Fix

b. Komplikasi

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung, gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu:

Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA) (Anggreini AD et al, 2009).

1.8. Penatalaksanaan Terapi dari hipertensi terdiri dari terapi non farmakologis dan farmakologis seperti

penjelasan dibawah ini :1. Terapi Non Farmakologis a. Menurunkan berat badan bila status gizi berlebih.Peningkatan berat badan di usia dewasa sangat berpengaruh terhadap tekanan darahnya. Oleh karena itu, manajemen berat badan sangat penting dalam prevensi dan kontrol hipertensi. b. Meningkatkan aktifitas fisik. Orang yang aktivitasnya rendah berisiko terkena hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari penting sebagai pencegahan primer dari hipertensi. c. Mengurangi asupan natrium. Apabila diet tidak membantu dalam 6 bulan, maka perlu pemberian obat anti hipertensi oleh dokter. d. Menurunkan konsumsi kafein dan alkohol

58

Page 56: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Kafein dapat memacu jantung bekerja lebih cepat, sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. Sementara konsumsi alkohol lebih dari 2-3 gelas/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi.

2. Terapi Farmakologis Terapi farmakologis yaitu obat antihipertensi yang dianjurkan oleh JNC VII yaitu

diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau aldosteron antagonis, beta blocker, calcium chanel blocker atau calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI), Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/ blocker (ARB).

59

Page 57: Laporan Sc B Blok 12 Fix

4. Obat Anti Hipertensi, Diuretika dan Obat Pereduksi Lemak Darah

1. Anti Hipertensi

Semua obat antihipertensi bekerja di satu atau lebih dari empat tempat kontrol

anatomik yang diperlihatkan pada Gambar 11-1 dan menimbulkan efek mereka

dengan mengganggu mekanisme normal regulasi tekanan darah. Klasifikasi obat-obat

ini membagi mereka berdasarkan tempat regulatorik utama atau mekanisme kerja yang

sama, obat-obat di dalam satu kategori cenderung menimbulkan spektrum toksisitas

yang sama. Kategori-kategori tersebut adalah:

a. Diuretik, yang menurunkan tekanan darah dengan menguras natrium tubuh dan

mengurangi volume darah.

b. Obat simpatoplegik, yang menurunkan tekanan darah dengan mengurangi resistensi

vaskular perifer, menghambat fungsi jantung, dan meningkatkan darah vena di

pembuluh-pembuluh kapasitansi (dua efek terakhir mengurangi curah jantung).

c. Vasodilator langsung, yang mengurangi tekanan dengan melemaskan otot polos

pembuluh darah sehingga pembuluh resistensi melebar dan meningkatkan kapasitansi.

d. Obat yang menghambat pembentukan atau kerja angiotensin (ACE inhibitor),

sehingga tidak terbentuk angiotensin II yang akan menyebabkan vasokontriksi dan

retensi natrium sehingga meningkatkan tekanan darah.

1.1. Obat yang Mengubah Keseimbangan Natrium dan Air

Pembatasan natrium dalam makanan yang telah diketahui sejak lama dapat

menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi. Dengan ditemukannya diuretik,

pembatasan natrium dianggao menjadi kurang penting. Namun, kini terdapat kesepakatan

bahwa kontrol tekanan darah melalui makanan merupakan tindakan terapeutik yang relatif

non-toksik dan bahkan bersifat preventif. Bahkan pembatasan natrium tingkat ringan

sudah dapat menurunkan tekanan darah (meskipun dengan derajat yang bervariasi pada

banyak orang dengan hipertensi.

Mekanisme Kerja dan Efek Hemodinamik Diuretik

Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan menguras simpanan natrium

tubuh. Pada awalnya, diuretik menurunkan tekanan darah dengan mengurangi volume

darah dan curah jantung; resistensi vaskular perifer mungkin meningkat. Setelah 6-8

60

Page 58: Laporan Sc B Blok 12 Fix

minggu, curah jantung kembali normal sementara resistensi vaskular perifer menurun.

Natrium dipercayai berperan dalam resistensi vaskular dengan meningkatkan kekakuan

pembuluh dan reaktivitas saraf, mungkin berkaitan dengan perubahan pertukaran natrium-

kalsium yang menyebabkan peningkatan kalsium intrasel. Efek-efek ini dilawan oleh

diuretik.

Diuretik efektif dalam menurunkan tekanan darah sebesar 10-15 mmHg pada sebagian

besar pasien, dan diuretik saja sering udah adekuat untuk hipertensi esensial, ringan,

sampai sedang. Pada hipertensi yang lebih berat, diuretik digunakan dalam kombinasi

dengan simpatoplegik atau obat vasodilator untuk mengatasi kecenderungan ke arah

retensi natrium yang ditimbulkan oleh obat-obat itu. Responsivitas vaskular (kemampuan

berkontriksi atau melebar) berkurang oleh obat simpatoplegik dan vasodilator sehingga

pembuluh darah berperilaku seperti saluran yang kaku. Akibatnya tekanan darah menjadi

sangat peka terhadap perubahan volume darah. Karena itu, pada hipertensi berat, ketika

digunakan banyak obat, tekanan darah mungkin terkontrol baik ketika volume darah

adalah 95% dari normal tetapi menjadi jauh lebih tinggi ketika volume darah adalah 105%

dari normal.

Pemakaian Diuretik

Tempat kerja di dalam ginjal. Diuretik tiazid dapat diberikan kepada hampir semua

pasien dengan hipertensi ringan sampai sedang serta fungsi ginjal dan jantung normal.

Diuretik tiazid bersifat lebih natriuretik pada dosis yang lebih tinggi namun jika

digunakan sebagai obat tunggal, dosis rendah memiliki efek antihipertensi yang sama

kuatnya seperti dosis tinggi. Diuretik hemat-kalium berguna untuk menghindari deplesi

kalium yang berlebihan dan untuk meningkatkan efek natriuretik diuretik lain. Respon

tekanan darah pada loop diuretics terus meningkat pada dosis-dosis yang jauh lebih tinggi

daripada dosis lazim.

Toksisitas Diuretik

Dalam mengobati hipertensi, efek samping tersering diuretik (kecuali diuretik hemat-

kalium) adalah deplesi kalium. Meskipun hipokalemia derajat ringan ditoleransi dengan

baik oleh kebanyakan pasien, namun hipokalemia dapat membahayakan bagi orang yang

mengidap aritmia kronik, infark miokard akut, atau disfungsi ventrikel kiri. Pengeluaran

kalium dikatikan dengan reabsorpsi natrium, karena itu pe,natasan aspan natrium dalam

makanan memperkecil kehilangan kalium. Diuretik juga dapat menyebabkan kehilangan

61

Page 59: Laporan Sc B Blok 12 Fix

magnesium, mengganggu toleransi glukosa, dan meningkatkan konsentrasi lemak serum.

Diuretik meningkatkan konsentrasi asam urat dan dapat memicu gout. Pemakaian dosis

rendah memperkecil efek samping metabolik ini tanpa mengganggu egek

antihipertensinya.

1.2. Obat yang Mengubah Fungsi Sistem Saraf Simpatis

Pada banyak pasien, hipertensi dipicu dan dipertahankan paling tidak sebagian oleh

pengaktifan saraf simpatis. Pada pasien dengan hipertensi sedang sampai berat, obat yang

paling efektif diberikan adalah obat yang menghambat fungsi sistem saraf simpatis. Obat-

obat ini diklasifikasikan berdasarkan letak di lengkung refleks simpatis yang mereka

pengaruhi.

Subkelas-subkelas obat simpatoplegik memperlihatkan pola toksisitas yang berbeda.

Obat yang menurunkan tekanan darah melalui efek pada susunan saraf pusat cenderung

menyebabkan kantuk dan depresi mental serta mungkin menimbulkan gangguan tidur.

Obat yang bekerja dengan menghambat transmisi melalui ganglion otonom menyebabkan

toksisitas akibat inhibisi regulasi parasimpatis, selain blokade simpatis yang mencolok

dan tidak lagi digunakan. Obat yang bekerja, terutama dengan mengurangi pengeluaran

norepinefrin dari ujung saraf simpatis menyebabkan efek-efek yang serupadengan efek

simpatektomi bedah, termasuk hambatan ejakulasi dan hipotensi.

Obat yang menghambat adrenoreseptor simpatis menyebabkan spektrum efek lebih

selektif dan bergantung pada kelas reseptor tempat obat-obat tersebut berikatan. Tekanan

darah yang diturunkan dengan mengubah fungsi simpatis dapat memicu efek-efek

kompensasi yang tidak bergantung pada saraf adrenergik. Karena itu, efek antihipertensi

dari obat-obat ini yang digunakan secara tungga mungkin dibatasi oleh retensi natrium

oleh ginjal dan ekspansi volume darah. Karena itu, obat antihipertensi simpatoplegi paling

efektif jika digunakan bersama dengan suatu diuretik.

Obat Simpatoplegik Kerja Sentral

Obat ini mengurangi impuls simpatis dari pusat-pusat vasomotor di batang otak tetapi

memungkinkan pusat-pusat ini mempertahankan atau bahkan meningkatkan sensitivitas

mereka terhadap kontrol baroreseptor. Karena itu, efek antihipertensi dan toksik obat-obat

62

Page 60: Laporan Sc B Blok 12 Fix

ini umumnya kurang bergantung pada postur dibandingkan dengan efek obat yang secara

langsung bekerja pada neuron-neuron simpatis perifer. Contoh: metildopa, klonidin

Obat Penghambat Ganglion

Penghambat ganglion secara kompetitif menghambat kolinoreseptor nikotinik di

neuron pascaganglion saraf simpatis dan parasimpatis. Selain itu, obat golongan ini dapat

secara langsung menghambat saluran asetilkolin nikotinik, dengan cara serupa seperti

penghambat nikotinik neuromuskulus.

Efek samping penghambat ganglion adalah simpatoplegia (hipotensi ortostatik

berlebihan dan disfungsi seks) dan parasimpatoplegia (konstipasi, retensi urin, glaukoma)

Obat Penghambat Neuron Adrenergik

Obat ini menurunkan tekanan darah dengan mencegah pengeluaran fisiologik

norepinefrin dari neuron simpatis pascaganglion. Contoh: guanetidin dan reserpin.

Obat Penghambat Adrenoreseptor Beta

Metaprolol adalah salah satu contoh beta-blocker yang memiliki efek penghambat

sangat kuat terhadap β1 namun tidak terlalu kuat terhadap β2. Hal ini menguntungkan

untuk mengobati penderita hipertensi yang juga menderita asthma, diabetes, atau penyakit

vaskular perifer. Metoprolol dimetabolisasi secara ekstensif oleh CYP2D6 dengan

metabolisme first-pass yang tinggi. Obat ini memiliki waktu-paruh relatif singkat 4-6 jam,

tetapi tersedia sediaan lepas lambat yang dapat diberikan sekali sehari. Metaprolol lepas-

lambat efektif untuk mengurangi mortalitas akibat gagal jantung dan terutama berguna

pada pasien dengan hipertensi dan gagal jantung.

Antagonis Adrenoreseptor

Obat ini bekerja dengan cara menempati adrenoreseptor dan mencegah pengaktifan

reseptor-reseptor tersebut oleh katekolamin atau agonis terkait.

Prazosin dan Penghambat α1 Lainnya

Prazosin, tetrazosin, dan doksazosin menghasilkan sebagian besar dari efek

antihipertensi mereka dengan menghambat reseptor α1 secara selektif di arteriol dan

venula. Penghambat α menurunkan tekanan arteri dengan memperlebar baik pembuluh

resistensi maupun capacitance.

63

Page 61: Laporan Sc B Blok 12 Fix

64

Page 62: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Obat Penghambat Adrenoreseptor α Lainnya

Contohnya adalah fentolamin yang menghambat reseptor α pra- dan pascasinapsis

sehingga pengaktifan refleks neuron-neuron simpatis oleh efek fentolamin menyebabkan

pengeluaran transmitter yang lebih besar ke reseptor β dan meningkatkan

kardioakselerasi.

1.3. Vasodilator

Semua vasodilator yang bermanfaat pada hipertensi melemaskan otot polos arteriol

sehingga menurunkan resistensi vaskular sistemik. Natrium nitroprusid dan nitrat juga

melemaskan vena. Berkurangnya resistensi arteri dan menurunnya tekanan arteri rerata

memicu respon-respon kompensasi yang diperantarai oleh baroreseptor dan sistem saraf

simpatis, serta renin, angiotensin, dan aldosteron. Karena refleks simpatis utuh, terapi

vasodilator tidak menyebabkan hipotensi ortostatik atau disfungsi seksual.

Vasodilator paling efektif jika dikombinasikan dengan obat antihipertensi lain yang

melawan respons kardiovaskular kompensatorik.

Mekanisme Contoh

Mengeluarkan nitrat oksida dari obat atau

endotel

Nitroprusid, hidralazin, golongan nitrat,

histamin, asetilkolin

Mengurangi influks kalsium Verapamil, dilitiazem, nifedipin

Hiperpolarisasi membran otot polos melalui

pembukaan saluran kalium

Minoksidil, diazoksid

Mengaktifkan reseptor dopamin Fenoldopam

1.4. Inhibitor Angiotensin

Renin, angiotensin, dan aldosteron berperan penting pada paling tidak sebagian orang

dengan hipertensi esensial. Sekitar 20% dari pasien hipertensi esensial memiliki aktivitas

renin plasma yang terlalu rendah dan 20% terlalu tinggi.

Pengeluaran renin dari korteks ginjal dirangsang oleh menurunnya tekanan arteri

ginjal, rangsangan saraf simpatis, dan berkurangnya penyaluran natrium atau

meningkatnya konsentrasi natrium di tubulus distal ginjal. Renin bekerja pada

65

Page 63: Laporan Sc B Blok 12 Fix

angiotensinogen untuk memutuskan prekursor inaktif dekapeptida angiotensin I.

Angiotensin I kemudian diubah, terutama oleh ACE endotel, menjadi vasokonstriktor

arteri oktapepdtida angiotensin II, yang sebaliknya diubah di kelenjar adrenal menjadi

angiotensin III. Angiotensin II memiliki aktivitas vasokonstriktor dan menahan natrium.

Angiotensin II dan III merangsang pengeluaran aldosteron. Angiotensin mungkin

berperan mempertahankan tingginya resistensi vaskuler pada keadaan-keadaan hipertensif

yang berkaitand engan aktivitas renin plasma yang tinggi, misalnya stenosis adteri renalis,

beberapa jenis penyakit ginjal intrinsik, dan hipertensi maligna. Bahkan pada keadaan

hipertensi rendah obat-obat ini dapat menurunkan tekanan darah.

Terdapat tiga kelas obat yang bekerja secara spesifik pada sistem renin-angiotensin:

inhibitor ACE, inhibitor kompetitif angiotensin di reseptornya (losartan), antagonis renin

(aliskiren). Selain itu ada jgua yang berfungsi sebagai inhibitor reseptor aldosteron (mirip

sifat diuretik). Beta-blocker dapat mengurangi sekresi renin.

Enalapril, adalah suatu prodrug oral yang diubah oleh hidrolisis di hati menjadi suatu

inhibitor ACE yaitu enalaprilat yang hanya digunakan untuk pemakaian intravena.

Inhibitor ini menurunkan tekanan darah terutama melalui penurunan resistensi vaskular

perifer. Curah jantung dan kecepatan jantung tidak berubah secara signifikan. Tidak

adanya takikardia refleks mungkin disebabkan oleh penyetelan ulang baroreseptor atau

meningkatnya aktivitas parasimpatis.

2. Obat Diuretika

2.1. Inhibitor Karbonat Anhidrase

Karbonat anhidrase terdapat di banyak bagian nefron, tetapi lokasi predominan enzim

ini adalah sel epitel PCT, tempat enzim ini mengatalisis dehidrasi H2CO3 menjadi CO2 di

membran luminal dan rehidrasi CO2 menjadi H2CO3 di sitoplasma. Dengan menghambat

karbonat anhidrasi, inhibitor mengurangi reabsorpsi NaHCO3 dan menyebabkan diuresis.

Inhibitor karbonat anhidrase merupakan pelopor diuretika modern. Obat golongan ini

ditemuka pada tahun 1937 ketika diketahui bahwa sulfonamid bakteriostatik

menyebabkan diuresis alkali dan asidosis metabolik hiperkloremik. Dengan

dikembangkannya obat-obat yang lebih baru, inhibitor karbonat anhidrase kini jarang

66

Page 64: Laporan Sc B Blok 12 Fix

digunakan sebagai diuretik tapi masih memiliki aplikasi klinis spesifik. Prototipe inhibitor

karbonat anhidrase adalah asetazolamid.

2.2. Antagonis Reseptor A1 Adenosin

Selain kemungkinan manfaatnya dalam mencegah umpan balik tubuloglomerulus,

antagonis reseptor adenosin mengganggu pengaktifan NHE3 di PCT dan peningkatan

sekresi K+ di tubulus koligentes yang diperantarai oleh adenosin.

2.3. Loop Diuretics

Loop diuretics secara selektif menghambat reabsorpsi NaCl di TAL. Karena besarnya

kapasitas absorptif NaCl segmen ini dan kenyataan bahwa efek diuretik obat-obat ini tidak

dibatasi oleh terjadinya asidosis, seperti pada kasus dengan inhibitor karbonat anhidrase,

loop diuretics adalh obat diuretik paling efektif yang saat ini tersedia.

2.4. Tiazida

Diuretik tiazid ditemukan pada tahun 1957, berkat upaya untuk mensintesis inhibitor

karbonat anhidrase yang lebih poten. Kemudian menjadi jelas bahwa tiazid menghambat

transpor NaCl, bukan NaHCO3- dan bahwa efek obat ini terutama di DCT, bukan PCT.

Sebagian anggota dari golongan ini tetap memiliki aktivitas inhibisi karbonat anhidrase

(misal; klortalidon)

2.5. Diuretika Hemat-Kalium

Diuretika hemat-kalium mencegah sekresi K+ dengan melawan efek-efek aldoseteron

di tubulus koligentes. Inhibisi dapat terjadi melalui antagonisme farmakologik langsung

reseptor mineralokortikoid atau dengan menghambat influks Na+ melalui saluran ion di

membran luminal. Sifat yang terakhir ini tampaknya juga dimiliki oleh antagonis

adenosin, yang terutama mengurangi reabsorpsi Na+ dan sekresi K+ di tubulus koligentes.

Ularitid, yang saat ini masih diteliti, mengumpulkan penyerapan Na+ dan Na+/K+-ATPase

di tubulus koligentes dan meningkatkan LFG melalui efek vaskularnya. Nesitirid,

meningkatkan LFG dan mengurangi reabsorbsi Na+ di tubulus proksimal dan koligentes.

2.6. Obat yang Mengubah Eksresi Air (Akuaretika)

2.6.1. Diuretik Osmotik

67

Page 65: Laporan Sc B Blok 12 Fix

Tubulus proksimal dan pars desendens ansa Henle permeabel bebas terhadap air.

Semua bahan yang secara osmosis aktif yang difiltrasi oleh glomerulus tetapi tidak

direabsorpsi akan menyebabkan air tertahan di segmen-segmen ini dan mendorong

diuresis air. Bahan-bahan tersebut dapat mengurangi tekanan intrakranium dan

mempercepat pengeluaran toksin ginjal. Prototipe diuretik osmotik adalah manitol.

Glukosa tidak digunakan secara klinis sebagai diuretik tetapi sering menyebabkan diuresis

osmotik (glikosuria) pada pasien dengan hiperglikemia.

2.6.2. Antagonis Hormon Antidiuretik

Antagonis hormon antidiuretik menghambat efek ADH di tubulus koligentes.

Konivaptan dan tolvaptan merupakan antagonis langsung reseptor ADH, sedangkan litim

dan demeklosiklin mengurangi cAMP yang ditimbulkan oleh ADH melalui mekanisme

yang belum sepenuhnya dipahami. Diketahui terdapat tiga reseptor vasopresin; V1a, V1b,

V2. Reseptor V1 diekspresikan di pembuluh darah dan SSP, sedangkan reseptor V2

diekspresikan secara spesifik di ginjal. Konviaptan memperlihatkan aktivitas terhadap

reseptor V2.

3. Obat Pereduksi Lemak Darah

3.1. Resin Pengikat Asam Empedu

Kerja utama dari resin asam empedu adalah mengikat asam empedu dalam lumen

saluran cerna, dengan gangguan stimulasi terhadap sirkulasi enterohepatik asam empedu,

yang menurunkan penyimpanan asam empedu dan merangsang hepatik sintesis asam

empedu dari kolesterol. Kurangnya penyimpanan kolesterol hepatik menghasilkan

peningkatan biosintesis kolesterol dan sejumlah reseptor LDL pada membran hepatosit,

yang stimulasi peningkatan kecepatan katabolisme dari plasma dan penurunan kadar LDL.

Resin asam empedu digunakna dalam pengobatan hiperkolesterolemia primer juga

digunakan untuk detoksifikasi keracunan digitalis.

3.2. Niasin (Asam Nikotinat)

Niasin atau asam nikotinat mengurangi sintesis hepatik VLDL, yang akan mengarah

pada pengurangan sintesis LDL. Niasin juga meningkatkan HDL dengan mengurangi

68

Page 66: Laporan Sc B Blok 12 Fix

katabolismenya. Prinsip dalam penggunaan niasin adalah untuk hiperlipidemia campuran

atauagen sekunder dalam terapi kombinasi untuk hiperkolesterolemia.

3.3. Inhibitor HMG CoA reduktase (Statin)

Statin menghambat 3-hidroksi-3-metil glutaril coenzim A (HMG CoA) reduktase,

mengganggu konfersi HMG coA reduktase menjadi mefalonate, tahap yang menentukan

dalam biosintesis kolesterol de-novo. Pengurangan sintesis LDL dan peningkatan

katabolisme LDL di mediasi melalui reseptor LDL menjadi prinsip kerja untuk efek

penurunan lipid. Ketika digunakan sebagai terapi tunggal, statin merupakan agen penurun

kolesterol total dan LDL yang paling poten dan ditoleransi paling baik. Kombinasi statin

dengan resin asam empedu masuk akal, secara terjadinya peningkatan beberapa reseptor

LDL, mengarah kepada degradasi besar besaran kolesterol LDL, sintesis intraseluler

kolesterol dihambat, dan penggunaan ulang asam empedu terinstruksi.

3.4. Asam Fibrat

Golongan obat ini mengurangi sintesis VLDL dan khususnya, apolipoprotein B yang

berkelanjutan dengan meningkatnya kecepatan pemindahan lipoprotein kaya trigliserida

dari plasma. Terapi tunggal efektif dalam penurunan VLDL, tapi akibatnya terjadi

peningkatan LDL dan kolesterol total akan cenderung berubah.

3.5. Inhibitor Penyerapan Sterol di Usus

Ezetimibe mengganggu absorbsi kolesterol dari membran vili saluran cerna,

mekanisme baru yang membuatnya menjadi pilihan baik untuk terapi tambahan. Obat ini

dapat digunakan baik dalam terapi tunggal atau digunakan dengan statin.

3.6. Inhibitor CETP

Inhibitor protein pengangkut ester kolesteril (cholesteryl ester transfer protein) kini

sedang diteliti secara mendalam. Torsetrapib, meningkatkan HDL dan mengurangi LDL

namun dapat menyebabkan gangguan pada kardiovaskular sehingga ditarik dari uji klinis.

69

Page 67: Laporan Sc B Blok 12 Fix

VIII. KESIMPULAN

Pasien, 35 th mengalami Disfungsi Ereksi akibat faktor predisposisi (obesitas, hipertensi dan pola makan) dan faktor pencetus dari obat yang dikonsumsi.

70

Page 68: Laporan Sc B Blok 12 Fix

IX. DAFTAR PUSTAKA

- MajalahKesehatan.com, (2014). Penyebab dan Terapi Disfungsi Ereksi. [online] Available

at: http://majalahkesehatan.com/penyebab-dan-terapi-disfungsi-ereksi/#nogo [Accessed 5

Nov. 2014].

- Ml.scribd.com, (2014). DISFUNGSI EREKSI. [online] Available at:

https://ml.scribd.com/doc/209258184/DISFUNGSI-EREKSI [Accessed 5 Nov. 2014].

- Sulaifi, d. (2009). DISFUNGSI EREKSI (DE) DAN KENCING MANIS. [online]

http://sulaifi.wordpress.com. Available at:

http://sulaifi.wordpress.com/2009/12/30/disfungsi-ereksi-de-dan-kencing-manis/ [Accessed

5 Nov. 2014].

- Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson.2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit, Ed. 6. Jakarta. EGC

- Tuti Sunardi,Susirah Soetardjo.2001. Hidangan sehat untuk penderita

hipertensi.Jakarta.Gramedia Pustaka Utama

- Katzung, Bertram G., Susan B. Masters, Anthony J. Trevor. Farmakologi Dasar

dan Klinik, Ed. 12. Jakarta: EGC, 2013

- Katzung, dkk. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 12 Volume 1. 2014. Jakarta:

EGC

- Gormer, Beth. Farmakologi Hipertensi. 2007 dalam

http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/11/hypertensionhisppharm.pdf diakses

pada 29 Oktober 2014

- Dahlan, dkk. 2012. Obat Antihipertensi. Makassar: STIKES Nani Hasanuddin

- Kash, dkk. 2002. Do Lipid-lowering Drugs Cause Erectile Dysfunction? A Systematic

Review. Britania Raya: University of Wales College of Medicine

71