LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA 2

46
LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN, PEMILIHAN DOSIS DALAM FARMAKOKINETIKA DAN ASUMSI MODEL KOMPARTEMEN Disusun oleh: NONAME :p LABORATORIUM FARMAKOKINETIKA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

description

Biofarmarmasetika Praktikum,

Transcript of LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA 2

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKAPENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN,

PEMILIHAN DOSIS DALAM FARMAKOKINETIKA DAN ASUMSI MODEL KOMPARTEMEN

Disusun oleh:

NONAME :pLABORATORIUM FARMAKOKINETIKA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

PERCOBAAN II

PENETAPAN WAKTU PENGAMBILAN CUPLIKAN,

PEMILIHAN DOSIS DALAM FARMAKOKINETIKA DAN

ASUMSI MODEL KOMPARTEMEN

I. Tujuan1. Mahasiswa mampu memperkirakan model kompartemen berdasarkan kurva semilogaritmik kadar obat dalam plasma/ darah lawan waktu.

2. Mahasiswa mampu menetapkan jadwal dan jumlah pencuplikan untuk pengukuran parameter farmakokinetika berdasarkan model kompartemen suatu obat.

3. Mahasiswa mampu menghitung besaran dosis sesuai obyek uji.

4. Mahasiswa mampu mengakomodasikan dosis yang tepat untuk subjek uji.

II. Dasar Teori

Obat berada dalam suatu keadaan dinamik dalam tubuh. Dalam suatu sistem biologik peristiwa-peristiwa yang dialami obat sering terjadi secara serentak dalam menggambarkan sistem biologik yang kompleks tersebut, dibuat asumsi sederhana mengenai pergerakan obat tersebut. Berbagai model matematik dapat dirancang untuk meniru proses laju absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat (Shargel, 1985).

Kurva kadar dalam plasma-waktu dihasilkan dengan mengukur konsentrasi obat dalam cuplikan plasma yang diambil pada berbagai jarak waktu setelah pemberian obat. Selama obat mencapai sirkulasi umum (sistemik), konsentrasi obat dalam plasma akan naik sampai maksimum. Pada umumnya absorpsi suatu obat terjadi lebih cepat daripada eliminasi. Selama obat diabsorpsi ke dalam sirkulasi sistemik, obat didistribusikan ke semua jaringan dalam tubuh dan juga serentak dieliminasi. Dalam menggambarkan sistem biologi yang kompleks tersebut dibuat penyederhanaan anggapan mengenai pergerakan obat itu. Berbagai model matematik dapat dirancang untuk meniru proses absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat. Model matematik inimemungkinkan perkembangan persamaan untuk menggambarkan konsentrasi obat dalam tubuh sebagai fungsi waktu (Shargel, 1985).

Model farmakokinetik dapat memberikan penafsiran yang lebih teliti tentang hubungan kadar obat dalam plasma dan respon farmakologik. Tanpa data farmakokinetik, kadar obat dalam plasma hampir tidak berguna untuk penyesuaian dosis. Untuk menggunakan data farmakokinetik secara tepat, penting untuk diketahui waktu cuplikan darah diambil, besarnya dosis yang diberikan dan rute pemberiannya. Jika data telah didapat, penggunaan persamaan farmakokinetik dan modelnya dapat menggambarkan kurva kadar obat dalam plasma vs waktu secara teliti. Dengan demikian pemantauan konsentrasi obat dalam plasma memungkinkan untuk penyesuaian dosis obat secara individual dan untuk mengoptomasi terapi (Shargel, 1985).

Model farmakokinetik berguna untuk:

1. Menghitung pengaturan dosis optimum untuk tiap penderita secara individual

2. Memperkirakan kemungkinan obat dan atau metabolit-metabolit

3. Menghubungkan konsentrasi obat dengan aktivitas farmakologik atau toksikologik

4. Menilai perbedaan laju atau tingkat avaibilitas antar formulasi

5. Menggambarkan perubahan faal atau penyakit yang mempengaruhiabsorpsi, distribusi, dan eliminasi

6. Menjelaskan interaksi obat (Shargel, 1985).

Macam-macam model kompartemen:

1. Model Mammillarya

Model terdiri atas suatu atau lebih kompartemen perifer yang dihubungkan ke suatu kompartemen sentral. Kompartemen sentral mewakili plasma dan jaringan-jaringan yang perfungsinya tinggi dan secara cepat berkesetimbangan dengan obat. Model mammillary dapat dianggap sebagai suatu sistem yang berhubungan secara erat, karena jumlah obat dalam setiap kompartemen tertentu (Shargel, 1985).

Tetapan laju dari farmakokinetika dinyatakan dengan huruf K. Kompartemen satu mewakili plasma atau kompartemen sentral, sedangkan kompartemen dua mewakili kompartemen jaringan. Penggambaran model ini mempunyai 3 kegunaan, yaitu:

a. Memungkinkan ahli farmakokinetika merumuskan persamaan diferensial untuk menggambarkan perubahan konsentrasi obat dalam masing-masing kompartemen.

b. Memberikan suatu gambaran nyata dari laju proses.

c. Menunjukkan berapa banyak tetapan farmakokinetik yang diperlukan untuk menggambarkan proses secara memadai (Shargel, 1985).

2. Model Caternary

Model caternary terdiri atas kompartemen-kompartemen yang bergabung satu dengan yang lain menjadi satu deretan kompartemen. Oleh karena model cartenary tidak dapat dipakai pada sebagian organ yang fungsional dalam tubuh yang secara langsung berhubungan dengan plasma, model ini digunakan tidak seiring model mammillary (Shargel, 1985).

3. Model Fisiologik (Model Aliran)

Model aliran darah atau perfusi merupakan model farmakokinetik yang didasarkan atas data anatomik dan fisiologik yang diketahui. Perbedaan utama antara model perfusi dan model kompartemen yang lazim adalah sebagai berikut:

Pertama tidak dibutuhkan data yang tepat dalam model perfusi. Konsentrasi obat dalam berbagai jaringan diperkirakan melalui ukuran jaringan organ, aliran darah dan melalui percobaan ditentukan perbandingan obat dalam jaringan darah (yakni partisi obat antara jaringan dan darah).

Kedua, aliran darah, ukuran jaringan dan perbandingan obat dalam jaringan darah dapat berbeda sehubungan dengan kondisi patofisiologik tertentu. Oleh karena itu, dalam model fisiologik pengaruh perubahan-perubahan ini terhadap distribusi obat harus dipertimbangkan.

Ketiga dan yang terpenting dari semuanya, model farmakokinetik dengan dasar fisiologik dapat diterapkan pada beberapa spesies, dan dengan beberapa data obat pada manusia dapat diekstrapolasikan (Shargel, 1986).

Ahli farmakokinetik dapat juga menggambarkan kurva kadar plasma-waktu dalam istilah farmakokinetik seperti kadar puncak dalam plasma dan area dibawah kurva atau AUC. Waktu kadar puncak dalam plasma adalah waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat maksimum dalam plasma yang secara kasar sebanding dengan laju absorbsi obat rata-rata. Kadar puncak dalam plasma atau konsentrasi maksimum obat biasanya dikaitkan dengan dosis dan tetapan laju absorpsi dan eliminasi obat. Sedangkan AUC dikaitkan dengan jumlah obat yang terabsorpsi secara sistemik (Shargel, 1986).

Paracetamolum/asetaminofen mempunyai sinonim N-asetil-4-aminofenol, dengan rumus molekul C8H9NO2. Parasetamol memiliki BM 151,16. Parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2 dihitung terhadap senyawa anhidrat. Pemerian : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. Parasetamol larut dalam air mendidih dan dalam NaOH 1 N, mudah larut dalam etanol (Anonim, 1995).

(Anonim, 1995).

I. ALAT dan BAHAN

Alat:

Pipet volume

Pipet ukur

Pipet tetes

Labu takar

Beaker glass

Tabung reaksi

Tabung sentrifuge

Spektrofotometer visibel

Scalpel

Sentriguge

Stopwatch

Mikropipet

Vortex

Kertas semilogaritmik

Bahan:

Asam trikloroasetat (TCA) 10%

Natrium nitrit 10%

Asam sulfamat 15%

NaOH 10%

HCl 6 N

Larutan parasetamol dalam x% dalam CMC 1%

Darah kelinci

II. CARA KERJA

Pembuatan Larutan Stok Parasetamol

Timbang seksama 2,5 gram parasetamol

Larutkan dalam CMC 1% dalam labu ukur ad 50 ml

Penetapan Kadar Parasetamol Dengan Metode Chavest

Timbang kelinci, masukkan holder, bersihkan bulu telinga di sekitar vena marginalis

Ambil darah dan tampung dengan avendorf ( untuk blanko )

Masukkan larutan parasetamol secara per oral dengan dosis: Kelinci 1 150 mg/ml; Kelinci 2 300 mg/ml; Kelinci 3 : 600 mg/ml

Ambil darah kelinci pada menit ke 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 150, dan 180

Darah ditambah heparin 3 tetes dan sentrifugasi 3000 rpm selama 15 menit

Ambil 0,5 ml plasma darah, tambahkan 0,5 ml TCA 10%, sentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm

Ambil 0,5 ml supernatan, tambahkan 1 ml HCl 6N dan 2 ml NaNO2 10% campur, diamkan selama 15 menit.

Tambahkan asam sulfamat dengan hati-hati melalui dinding tabung dan tambahkan NaOH.

Degassing selama 5 menit

Bacalah intensitas warna pada max () OT dengan spektrofotometri visibel

Buatlah plot kadar parasetamol vs waktu pada kertas millimeter dan ln kadar parasetamol vs waktu pada kertas semilogaritma

Berdasarkan kurva tersebut tentukan model komparetemen farmakokinetik parasetamol, dan tetapkan parameter-parameter farmakokinetik

Bandingkan hasil percobaan untuk percobaan ketiga jenis dosis parasetamol yang diberikan.DATA DAN ANALISIS DATA

1. Penimbangan dan Perhitungan Konsentrasi Parasetamol

a. Parasetamol dosis 300 BB

Berat kertas

=0,4110 gram

Berat kertas+zat

=2,9194 gram

Berat kertas+zat+sisa=0,4113 gram

Berat zat

=2,5081 gram ( 2508,1 mg )

C = = 100,324 b. Parasetamol dosis 600 BB

Berat kertas

=0,3949 gram

Berat kertas+zat

=2,8970 gram

Berat kertas+zat+sisa=0,3962 gram

Berat zat

=2,5008 gram ( 2500,8 mg )

C = = 100,032 2. Perhitungan Dosis Kelinci

Kelinci ABB: 1063,7 gram = 1,0637 kg

Dosis: 300 BB

C: 100,324 DxBB= CxV

300x1,0637=100,324x V

V=3,1808 ml ( 3,18 ml)

Kelinci BBB: 1198,6 gram = 1,1986 kg

Dosis: 600 BB

C: 100,032 DxBB= CxV

600x1,1986=100,032x V

V=7,1687 ml ( 7,17 ml )

3. Kurva Baku

tAbsorbansi

0-

50, 134

100,167

150,215

200,138

250,161

OT=15 menit

maks435 nm

Persamaan kurva baku

y= 1,119.103 x - 0,08

r= 0,939

t (menit)Dosis 300 BBDosis 600 BB

AbsorbansiCt ()AbsorbansiCt ()

Blanko0-0-

5-0,151-63,449-0,141-54,512

10-0,082-1,78-0,06315,192

15-0,138-51,831-0,0617,873

20-0,081-0,893-0,01161,662

30-0,06116,9790,01584,897

45-0,06513,4040,02392,046

60-0,06711,6170,032100,089

90-0,06612,511-0,00170,598

120-0,3639,32-0,00666,13

150-0,05125,9150,00172,386

180-0,118-33,958-0,02152,725

a. Perhitungan Konsentrasi pada dosis 300 BB kelinci

Menit ke-0 (y = 0)

y= 1,119.103 x - 0,08

0= 1,119.103 x - 0,08

x= 0 Menit ke-5 (y = -0,151)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,151= 1,119.103 x - 0,08

x= -63,449 Menit ke-10 (y = -0,082)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,082= 1,119.103 x - 0,08

x= -1,78 Menit ke-15 (y = -0,138)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,138= 1,119.103 x - 0,08

x= -51,831 Menit ke-20 (y = -0,081)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,081= 1,119.103 x - 0,08

x= -0,893 Menit ke-30 (y = -0,061)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,061= 1,119.103 x - 0,08

x= 16,979 Menit ke-45 (y = -0,065)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,065= 1,119.103 x - 0,08

x= 13,404 Menit ke-60 (y = -0,067)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,067= 1,119.103 x - 0,08

x= 11,617 Menit ke-90 (y = -0,066)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,066= 1,119.103 x - 0,08

x= 12,511 Menit ke-120 (y = -0,36)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,36= 1,119.103 x - 0,08

x= 39,320 Menit ke-150 (y = -0,051)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,051= 1,119.103 x - 0,08

x=25,915Menit ke-180 (y = -0,118)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,118= 1,119.103 x - 0,08

x=-33,958

PENENTUAN ORDE REAKSI

Orde reaksi dianggap mengikuti orde satu.PERHITUNGAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA

Absorpsi : 3 titik; distribusi : 3 titik; eliminasi : 5 titik

Fase AbsorpsiA= -56,788

B= -0,024

r= -0,181

Ka= 0,024

Fraksi absorbsi obat (Fa)= 1

AIC

= 114,07

AUC (0-Tn) = 2064.32

AUC (0-inf) = 5609.58

AUC (Tn-inf) is 63.20 % of AUC (0-inf)

C max

= 37,60 T max

= 181 menit

Fase DistribusiA= 17,397

B= -0,051

R= -0,964

Vd

= 4706,588 ml

Waktu tinggal (Lag Time)= 10 menit

Fase EliminasiA= 7,633

B= 0,010

r= 0,804

=-0,010/ menit

AUC (0-Tn) = 2064.32

AUC (0-inf) = 5609.58

AUC (Tn-inf) is 63.20 % of AUC (0-inf)Kliren total (ClT)= 53,47990

t1/2 eliminasi (t1/2) = = = -69,3 menit

Waktu Pengambilan Cuplikan

3 sampai 5 kali t1/2= 3 x -69,3 menit= -207,9 menit

= 5 x -69,3 menit= -346,5 menit

Sehingga waktu pengambilan cuplikan pada menit ke -207,9 sampai 346,5.

Perhitungan Konsentrasi pada dosis 600 BB kelinci

Menit ke-0 (y = 0)

y= 1,119.103 x - 0,08

0= 1,119.103 x - 0,08

x= 0 Menit ke-5 (y = -0,141)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,141= 1,119.103 x - 0,08

x= -54,512 Menit ke-10 (y = -0,063)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,063= 1,119.103 x - 0,08

x= 15,192 Menit ke-15 (y = -0,06)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,06= 1,119.103 x - 0,08

x= 17,873 Menit ke-20 (y = -0,011)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,011= 1,119.103 x - 0,08

x= 61,662 Menit ke-30 (y = 0,015)

y= 1,119.103 x - 0,08

0,015= 1,119.103 x - 0,08

x= 84,897 Menit ke-45 (y = 0,023)

y= 1,119.103 x - 0,08

0,023= 1,119.103 x - 0,08

x= 92,046 Menit ke-60 (y = 0,032)

y= 1,119.103 x - 0,08

0,032= 1,119.103 x - 0,08

x= 100,080 Menit ke-90 (y = -0,001)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,001= 1,119.103 x - 0,08

x= 70,598 Menit ke-120 (y = -0,006)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,006= 1,119.103 x - 0,08

x= 66,13 Menit ke-150 (y = -0,001)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,001= 1,119.103 x - 0,08

x= 72,386 Menit ke-180 (y = -0,021)

y= 1,119.103 x - 0,08

-0,021= 1,119.103 x - 0,08

x= 52,735

PENENTUAN ORDE REAKSI

Orde reaksi dianggap mengikuti orde satu.PERHITUNGAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA

Absorpsi : 8 titik ; Eliminasi : 3 titik

FASE ABSORPSIA= -90,749

B= -0,038

r= -0,729

Ka= 0,038

Fraksi absorbsi obat (Fa)= 1

AIC

= 110,39

AUC (0-Tn)= %12249.71AUC (0-inf)= %26214.58AUC (Tn-inf) is 53.27 % of AUC (0-inf)C max

= 79,29 T max

= 63 menit

Vd

= 6415,820 ml

FASE ELIMINASIA= 111,338

B= -0,004

r= -0,694

= 0,004/ menit

Kliren total (ClT)= 22,88803

t1/2 eliminasi (t1/2) = = = 173,25 menit

Waktu Pengambilan Cuplikan

3 sampai 5 kali t1/2= 3 x 173,25 menit= 519,75 menit

= 5 x 173,25 menit= 866,25 menit

Sehingga waktu pengambilan cuplikan pada menit ke 519,75 sampai 866,25.

VI. PEMBAHASAN

Percobaan ini bertujuan untuk memperkirakan model kompartemen dan pemilihan dosis yang tepat untuk hewan uji, sehingga dapat menentukan jadwal dan jumlah pencuplikan. Obat yang digunakan adalah parasetamol sedangkan hewan percobaan yang digunakan adalah kelinci. Pengujian pada praktikum ini dilakukan secara in vitro karena sampel darah diambil dari telinga kelinci di sekitar pembuluh vena marginalis.

Bulu telinga kelinci di sekitar pembuluh darah vena marginalis dikerok sebelum pengambilan darah. Hal ini bertujuan agar aliran darah tidak terganggu dan darah tidak kotor., Luka atau bekas tusukan diusap dengan parafin cair atau di hair dryer jika aliran darah tidak lancar sehingga aliran darah kembali keluar dengan lancar. Jika aliran darah dari telinga kelinci tersebut terus mengalir maka telinga harus ditekuk sehingga darah yang mengalir akan berhenti.

Darah ditampung melewati dinding tabung evendrof. Darah yang ditampung tersebut tidak boleh langsung diteteskan ke bagian tengah tabung. Hal ini bertujun untuk mencegah terjadi lisis. Pengambilan cuplikan darah dilakukan sebanyak 11 kali dalam rentang waktu 180 menit ( pada menit ke-0, 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180) dihitung sejak pemberian obat secara per oral. Digunakan tiga dosis parasetamol yang berbeda untuk masing-masing hewan uji yaitu 150 mg/kg BB , 300 mg/kg BB, dan 600 mg/kg BB dan diberikan secara per oral.Penambahan antikoagulan heparin pada darah berguna agar mencegah terjadinya penggumpalan darah. Sentrifugasi darah yang telah ditambahkan antikoagulan dan ambil plasma darah. Darah utuh tidak dapat digunakan karena banyak komponen yang dapat mengganggu pengukuran seperti protein, trombosit, dan eritrosit.

Penambahan TCA 10% (Tri Cloroacetic Acid) bertujuan agar protein tidak berikatan dengan parasetamol yang dapat mengganggu hasil pengukuran kadar parasetamol dalam plasma sehingga dapat terjadi denaturasi protein dalam plasma. Selain itu, TCA juga dapat mengendapkan senyawa lain yang mengganggu pengukuran absorbansi.Reaksi antara protein dengan TCA 10% yaitu:

Setelah itu, campuran divortex untuk menghomogenkan campuran (TCA dengan Plasma) kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 3000 rpm untuk memisahkan plasma darah dari protein yang terdenaturasi. Setelah sentrifugasi, terbentuk supernatan, yaitu parasetamol berikatan dengan plasma tanpa adanya protein.

Supernatan yang diambil sebanyak 0,5 ml kemudian dilakukan penambahan 1 ml HCl 6N dan 2 ml NaNO2 10% untuk membentuk HNO2. Selain itu juga, penambahan HCl pada supernatant bertujuan untuk memberikan suasana asam pada reaksi yang terjadi. Didiamkan selama 15 menit agar reaksi yang terjadi berjalan dengan optimal. HNO2 tidak dapat diberikan secara langsung karena sangat mudah terurai/tidak stabil. Oleh karena itu, ditambahkan dengan asam nitrit. Asam nitrit diberikan secara berlebihan agar parasetamol akan bereaksi seluruhnya membentuk nitro parasetamol. Selain itu, kelebihan asam nitrit tersebut akan menyebabkan HNO2 menjadi ion nitrosonium. Reaksi yang terjadi adalah:

HCl +NaNO2

HNO2

+NaCl

HNO2

+H+NO+

+ H2O

Ion nitrosonium

Ion nitrosonium yang terbentuk menyebabkan reaksi substitusi aromatik elektrofilik pada posisi orto dari gugus hidroksil parasetamol. Reaksi tersebut dapat terjadi karena struktur parasetamol yang mempunyai gugus hidroksil lebih kuat sebagai pengarah orto (karena banyak memiliki elektron bebas) daripada gugus asetamida. Reaksi antara ion nitrosonium dengan parasetamol akan membentuk senyawa 2-nitroso-4-asetamidofenol yang selanjutnya akan teroksidasi oleh udara menjadi senyawa 2-nitro-4-asetamidofenol yang berwarna kuning muda.

Parasetamol ion nitrosonium

2-nitro-4-asetamidofenol

Warna kuning

Adapun mekanisme reaksi yang terjadi adalah:

Timbulnya warna kuning muda dari 2-nitro-4-asetamidofenol karena adanya perpanjangan gugus kromofor dan gugus auksokrom dari parasetamol sehingga dibutuhkan energi agar transisi elektron ke tingkat eksitasi lebih kecil. Padahal energi berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Hal ini akibatnya panjang gelombang senyawa tersebut menjadi lebih panjang dan intensitas warna meningkat dan terlihat warna kuning dari hasilnya tersebut.

Penambahan asam sulfamat (H2NSO3H) 15% digunakan untuk menghilangkan asam nitrit yang berlebih karena dapat menggangu kestabilan serapan 2-nitro-4-asetamidofenol. Penambahan asam sulfamat harus dilakukan dengan hati-hati lewat dinding tabung dan perlahan karena reaksi bersifat eksotermis (melepas panas). Selain itu, jika penambahan asam sulfamat yang dilakukan terlalu cepat dapat menyebabkan tumpah larutan akibat dorongan gas nitrogen yang dihasilkan. Reaksi yang terjadi adalah:

HNO2

+HSO3NH2N2+H2SO4

+H2O

Asam nitrit

asam sulfamat

Selanjutnya dilakukan penambahan NaOH 10% agar memberikan suasana basa dan juga dapat terjadi reaksi pengkoplingan yang membentuk ion kompleks berwarna kuning. Hal ini dilakukan dengan memperpanjang ikatan rangkap terkonjugasi. Suasana basa ini diperlukan untuk menetralkan sisa asam yang ada dari pereaksi sebelumnya dan untuk membentuk ion fenolat.

OH-+H+H2O

2-nitro-4-asetamidofenol

ion 2-nitro-4-asetamidofenolat

warna kuning

warna orange

Terbentuknya ion fenolat akan menambah pasangan elektron bebas pada auksokrom senyawa 2-nitro-4-asetamidofenol. Akibatnya transisi elektron ke tingkat eksitasi pada ion 2-nitro-4-asetamidofenolat hanya membutuhkan energi yang kecil. Keadaan tersebut menyebabkan serapan maksimum 2-nitro-4-asetamidofenolat berada pada panjang gelombang yang lebih panjang dari senyawa 2-nitro-4-asetamidofenol, sehingga intensitas warna meningkat dari kuning muda menjadi jingga. Kemudian dilakukan degassing untuk menghilangkan gelembung. Jika terdapat gelembung dalam pengukuran, dapat menyebabkan tergggangunya sinar yang melewatinya di mana tidak semua sinar yang masuk akan diteruskan, melainkan dibiaskan dan dipantulkan. Akibatnya, serapan yang terbaca oleh detektor pada spektrofotometer yang lebih besar.

Pengukuran kadar parasetamol dalam plasma menggunakan metode Chafetz. Prinsip dari metode Chafetz adalah kolorimetri. Metode tersebut dengan cara pengukuran cahaya yang diabsorpsi oleh zat berwarna, baik yang terbentuk dari asal maupun dari akibat reaksi dengan zat lain. Senyawa berwarna ini kemudian diukur dengan menggunakan spektrofotometri visible untuk dilakukan penetapan kadar suatu senyawa. Pada percobaan dilakukan pengukuran kadar parasetamol dalam plasma menggunakan spektrofotometer visibel pada operating time, (max, dan persamaan kurva baku dari percobaan 1. Operating time yang digunakan adalah 15 menit dan (max 435 nm. Persamaan kurva baku yang digunakan adalah y= 1,119.103 x - 0,08.Setelah mendapatkan data kadar obat utuh dalam plasma, maka ditentukan model kompartemen sebelum menghitung parameter faramakokinetika. Ketepatan perhitungan parameter farmakokinetika tergantung pada ketepatan analisis kompartemen badan. Analisis model kompartemen dengan membuat plot semilogaritma antara kadar obat lawan waktu dan atau dihitung secara matematika. Dalam percobaan dibuat plot kadar obat lawan waktu sehingga dapat disimpulkan mengikuti proses orde 1. Hal ini karena dari plot semilogaritma kadar obat vs waktu diperoleh linearitas yang lebih baik dibanding plot kadar obat vs waktu. Ciri orde 1, yaitu plot ln kadar obat terhadap waktu merupakan garis lurus. Dilihat dari kurvanya tidak dapat ditentukan model kompartemennya, karena adanya kesalahan selama praktikum, seperti percobaan dilakukan oleh beberapa orang sehingga hasil pengukuran kadar obat dapat bervariasi, selain itu plasma yang digunakan kemungkinan sudah lisis, sehingga kurva tidak beraturan. Namun dengan menggunakan program STRIPE, diperoleh parasetamol yang diberikan pada kelinci hanya mengalami absorpsi dan eliminasi. Hal ini berarti asumsi model kompartemennya adalah model 1 kompartemen terbuka, di mana proses distribusi berlangsung sangat cepat sehingga tidak dapat diamati.

Asumsi model kompartemen dari pemberian parasetamol secara per oral telah ditetapkan, selanjutnya menghitung parameter faramakokinetika parasetamol.

Eliminasi

Dari hasil percobaan untuk tiap dosis obat diperoleh :* Kel ((), menyatakan tetapan laju eliminasi dari obat (parasetamol). Secara teori besarnya Kel salah satunya dipengaruhi oleh metabolisme obat dalam tubuh. Tetapan laju eliminasi parasetamol pada dosis 300 mg/kg BB sebesar -0,010/ menit, dan pada dosis 600 mg/kg BB diperoleh sebesar 0,004/ menit. Hasil negative pada dosis 300 mg/kg BB dimungkinkan karena adanya kesalahan pada saat praktikum. Untuk percobaan selanjutnya akan digunakan paracetamol dosis 600 mg/kg BB. Karena nilai negative pada dosis 300 mg/kg BB tidak dapat digunakan.* Kliren diartikan sebagai jumlah darah yang dibersihkan dari obat per satuan waktu. Pada hasil percobaan didapatkan nilai kliren total pada dosis 300 mg/kg BB = 53,47990 dan 600 mg/kg BB adalah 22,88803. Kliren umumnya dipengaruhi oleh besarnya kadar obat dalam tubuh, makin besar kadar obat dalam tubuh maka makin besar pula nilai kliren. Selain itu faktor fisiologis juga dapat mempengaruhi kliren : seperti pH urin, perubahan aktivitas ekskresi renal dan perubahan aliran darah.

* T (el) (waktu paroh eliminasi), menggambarkan waktu yang diperlukan tubuh untuk mengeliminasi setengah kadar obat dari dalam tubuh. Semakin kecil nilainya maka waktu eliminasi obat akan diperpanjang. Waktu paroh eliminasi pada proses orde 1 selalu tetap dan tidak tergantung pada kadar awal. Pada umumnya waktu paruh eliminasi parasetamol pada kelinci adalah 90-100 menit. Pada percobaan didapatkan data t1/2 eliminasi untuk dosis 300 mg/kg BB= -69,3 menit dan 600 mg/kgBB = 173,25 menit. Dosis 600 mg/kg BB yang lebih baik karena hasil yang didapat tidak negative. Hasil negative pada dosis 300 mg/kg BB dimungkinkan karena adanya kesalahan pada saat praktikum. Untuk percobaan selanjutnya akan digunakan paracetamol dosis 600 mg/kg BB. Karena nilai negative pada dosis 300 mg/kg BB tidak dapat digunakan.Distribusi

-Vd ( volume distribusi ) merupakan parameter faramakokinetika primer. Besarnya volume distribusi suatu obat tergantung pada pengikatan obat oleh material hayati seperti protein atau lemak baik dalam darah atau jaringan, kecepatan aliran darah dalam jaringan, dan koefisien partisi suatu obat. Semakin besar dosis maka semakin besar pula Vd-nya karena Vd berbanding lurus dengan dosis awal. -Dari percobaan yang dilakukan didapatkan nilai Vd untuk dosis paracetamol 300 mg/kgBB adalah 4706,588 ml dan dosis 600 mg/kgBB adalah 6415,820 ml Absorpsi Ka (kecepatan absorpsi) menyatakan laju absorpsi obat. Besar ka berbanding lurus dengan besar dosis. Dari data percobaan didapatkan nilai ka untuk parasetamol 300 mg/kg BB adalah 0,024/ menit dan 600 mg/kg BB adalah 0,038/menit. AUC (Area under curve / daerah dibawah kurva) menyatakan jumlah obat yang terukur berada didalam sirkulasi sistemik. AUC dapat dihitung dengan 2 cara yaitu trapezoidal rule dan dengan menggunakan persamaan dari data darah AUC =

Dari nilai AUC dapat diperkirakan bioavaiblitas suatu obat. Nilai AUC pada dosis 600 mg/kg BB adalah AUC (0-Tn) = %12249.71 dan AUC (0-inf) = %26214.58; pada dosis 300 mg/kg BB, AUC (0-Tn) = %2064.32 dan AUC (0-inf) = %5609.58. AUC pada obat berbanding lurus dengan dosis awal pemberian.

Waktu sampling

Waktu sampling merupakan rentang waktu yang dapat digunakan untuk mengetahui kadar obat dalam darah pada waktu tertentu dalam rangka pemilihan dosis dan asumsi model kompartemen. Tujuannya adalah untuk menggambarkan profil farmakokinetika parasetamol yaitu absorpsi, distribusi dan eliminasi. Karena sampel yang digunakan adalah darah, maka waktu sampling yang baik dan sesuai adalah 3-5 x t1/2 eliminasi. Dari perhitungan data, didapat rentang waktu sampling pada dosis 600 mg/kg BB antara 519,75 - 866,25 menit dan untuk dosis 300 mg/kg BB antara -207,9 - 346,5 menit. Hasil negative pada dosis 300 mg/kg BB dimungkinkan karena adanya kesalahan pada saat praktikum. Untuk percobaan selanjutnya akan digunakan paracetamol dosis 600 mg/kg BB. Karena nilai negative pada dosis 300 mg/kg BB tidak dapat digunakan.

Dari semua percobaan dan dua peringkat dosis yang digunakan, maka disimpulkan bahwa dosis 600 mg/kg BB adalah dosis yang paling baik untuk digunakan dalam percobaan penentuan parameter farmakokinetik parasetamol (percobaan selanjutnya), karena mempunyai data yang paling baik (representatif) dan kurva yang relatif menunjukkan profil farmakokinetika cukup baik. Jadi t 1/2 (el) parasetamol adalah 173,25 menit sehingga waktu sampling yang dianjurkan adalah selama 519,75 - 866,25 menit. Sedangkan data t1/2(el) , Kel (() dan waktu sampling parasetamol 300 mg/kg BB hasilnya negative sehingga tidak dapat digunakan.III. KESIMPULAN

1. Kinetika obat parasetamol dari data percobaan didapatkan mengikuti proses orde 1 dan model 1 kompartemen terbuka.

2. Dari hasil percobaan, didapatkan waktu sampling obat parasetamol untuk:

Dosis 300 mg/kg BB: -207,9 - 346,5 menitDosis 600 mg/kg BB: 519,75 - 866,25 menit3. Dari dua peringkat dosis yang digunakan, dosis yang paling baik untuk digunakan dalam percobaan penentuan parameter farmakokinetik parasetamol adalah 600 mg/kg BB.

DAFTAR PUSTAKAAnonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 650, Depkes RI, JakartaShargel, 1985, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 3th edition, 37-38, 45-54, 323, the Mc Graw-Hill Companies Inc., Singapore

Shargel, 1986, Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics, 5th edition, 371-399, the Mc Graw-Hill Companies Inc., Singapore

Yogyakarta, 6 April 2011

TTD,

(Anindita R.)

(Meiryna H.)

(Dessy J.)

(Johana T.G)

(Oktin S.)

(Natalia E.U)

PERTANYAAN DISKUSI1. Arti kurva kadar dalam plasma-waktu menggambarkan perubahan kadar obat dalam plasma seiring dengan bertambahnya waktu. Dari kurva ini maka kita dapat mengetahui profil absorbsi (bila diberikan peroral), distribusi, dan eliminasi dari suatu obat. Dari kurva ni dapat diperkirakan model kompartemen dari suatu obat sehingga dapat menetapkan jadwal dan jumlah pencuplikan untuk pengukuran parameter farmakokinetik berdasrkan model kompartemennya.

Hubungan kurva kadar dalam plasma-waktu dengan aktivitas farmakologik suatu obat yaitu dengan melihat kurva kadar plasma-waktu suatu obat maka kita dapat mengetahui onset dan durasi suatu obat sehingga dari data ini juga dapat mengetahui kapan obat tersebut menimbulkan efek dan lamanya obat tersebut memberikan efek. Selain dapat mengetahui onset dan durasi, dengan melihat kurva kadar dalam plasma-waktu kita juga dapat mengetahui kadar maksimal yang dapat diberikan oleh suatu obat sehingga dapat menjadi data pembanding dengan obat lain yang mempunyai mekanisme yang sama. Dari kurva kadar dalam plasma-waktu, kita dapat melihat peningkatan aktivitas farmakologik suatu obat seiring waktu dan dapat pula melihat penurunan aktivitas suatu obat pada waktu tertentu.

2. Tujuan dari model farmakokinetik antara lain:

Untuk memprediksi kadar obat dalam plasma, jaringan dan urin pada setiap aturan dosis

Untuk menghitung aturan dosis optimum bagi setiap individu pasien

Untuk mengestimasi kemungkinan terjadinya akumulasi obat dan atau metabolitnya

Mengkaitkan antara kadar obat dan aktivitas farmakologik atau toksikologinya

Untuk mengevaluasi perbedaan laju dan jumlah obat yang diabsorpsi jika obat diberikan dalam berbagai formulasi

Dapat menggambarkan pengaruh perubahan fisologi atau penyakit terhadap absorpsi, distribusi, dan eliminasi obat

Dapat mengungkap interaksi obat

3. Perlunya memperhatikan lama waktu pengambilan cuplikan terkait dengan waktu yang diperlukan obat untuk dapat dieliminasi dari tubuh. Bila waktu sampling tidak tepat maka dimungkinkan tidak semua profil farmakokinetik dapat teramati. Misalnya waktu sampling yang terlalu singkat dapat mengakibatkan profil eliminasi suatu obat tidak teramati. Bila menggunakan sampel darah, maka waktu pencuplikan yang baik adalah 3 sampai 5x t1/2 waktu paruh suatu obat sedangkan bila sampelnya urin maka waktu pencuplikan yang baik adalah 7 sampai 10 x t1/2 waktu paruh suatu obat. Alasannya yaitu pada kondisi tersebut, 99,2 99,9 % obat telah diekskresikan.

4. Cara menentukan dosis yang akan digunakan dalam percobaan yaitu tingkatan dosis yang digunakan sekitar 5 sampai 10% nilai LD50 parasetamol secara intravena. Besarnya nilai LD50 parasetamol secara intravena yaitu 3 g/kg BB sehingga digunakan tingkatan dosis 300 mg/kg BB. Untuk tingkatan dosis yang lain ditentukan dengan mengkalikan dan membagi dua dosis 300 mg/kg BB sehingga didapatkan dosis 150 dan 600 mg/kg BB (dosis yang digunakan merupakan deret ukur).

LAMPIRAN

1. Dosis Parasetamol 300 BB kelinci

Time Concentration Calculated % Difference

5.00 -63.45 -34.31 45.927

10.00 -1.78 -31.76 %-1684.141

15.00 -51.83 -28.88 44.279

20.00 -0.89 -25.83 %-2793.024

30.00 16.98 -19.65 215.754

45.00 13.40 -10.98 181.941

60.00 11.62 -3.50 130.098

90.00 12.51 8.32 33.462

120.00 39.32 17.85 54.593

150.00 25.92 27.19 -4.920

180.00 -33.96 37.92 211.663

----------------------------------------------------------

A(1) = -56.788 B(1) = -0.024

A(2) = 17.397 B(2) = -0.051

A(3) = 7.633 B(3) = 0.010

N(1) = 3 r(1) = -0.181

N(2) = 3 r(2) = -0.964

N(3) = 5 r(3) = 0.804

AIC = 114.07 SS = %10707.891

Lag Time = 10.00

Absorption half life = -29.023

Half life (2) = 13.697

Elimination half life = -72.366

AUC (0-Tn) = 2064.32

AUC (0-inf) = 5609.58

AUC (Tn-inf) is 63.20 % of AUC (0-inf)

AUMC = %493680.84

MRT = 88.01

Vd (ss) = 4706.588

Total clearance = 53.47990

Assumed fraction absorbed = 1.000

Calculated Cmax = 37.60

Tmax = 181.00

1. Dosis Parasetamol 600 BB kelinci

Time Concentration Calculated % Difference

5.00 -54.51 34.07 162.498

10.00 15.19 44.92 -195.673

15.00 17.87 53.60 -199.870

20.00 61.66 60.48 1.919

30.00 84.90 70.06 17.475

45.00 92.05 77.25 16.078

60.00 100.09 79.27 20.796

90.00 70.60 76.19 -7.924

120.00 66.13 69.78 -5.522

150.00 72.39 62.87 13.140

180.00 52.72 56.32 -6.827

----------------------------------------------------------

A(1) = -90.749 B(1) = -0.038

A(2) = 111.338 B(2) = -0.004

N(1) = 8 r(1) = -0.729

N(2) = 3 r(2) = -0.694

AIC = 110.39 SS = %11028.161

There is no lag time

Absorption half life = -18.424

Half life = 183.589

AUC (0-Tn) = %12249.71

AUC (0-inf) = %26214.58

AUC (Tn-inf) is 53.27 % of AUC (0-inf)

AUMC = %7348298.00

MRT = 280.31

Vd (ss) = 6415.820

Total clearance = 22.88803

Assumed fraction absorbed = 1.000

Calculated Cmax = 79.29

Tmax = 63.00

_1454689033.unknown

_1454689035.unknown

_1454689036.cdx

_1454689037.unknown

_1454689034.unknown

_1454689031.cdx

_1454689032.unknown

_1454689030.unknown