Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

32
laporan pendahuluan PNEUMONIA DEFINISI PNEUMONIA Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price , 1995) Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001) Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronko pneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001). KLASIFIKASI PNEUMONIA Klasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) : 1. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas : 1. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas lobus atau lobularis. 2. Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus. 2. Berdasarkan faktor lingkungan : 1. Pneumonia komunitas 2. Pneumonia nosokomial 3. Pneumonia rekurens 4. Pneumonia aspirasi 5. Pneumonia pada gangguan imun 6. Pneumonia hipostatik 3. Berdasarkan sindrom klinis : 1. Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai konsolidasi paru. 2. Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella . Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) : 1. Community Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua. 2. Hospital Acquired Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.

Transcript of Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

Page 1: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

laporan pendahuluan PNEUMONIADEFINISI PNEUMONIAPneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronko pneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001).KLASIFIKASI PNEUMONIAKlasifikasi menurut Zul Dahlan (2001) :1. Berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :

1. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas lobus atau lobularis.

2. Pneumonia atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.

2. Berdasarkan faktor lingkungan :

1. Pneumonia komunitas

2. Pneumonia nosokomial

3. Pneumonia rekurens

4. Pneumonia aspirasi

5. Pneumonia pada gangguan imun

6. Pneumonia hipostatik

3. Berdasarkan sindrom klinis :

1. Pneumonia bakterial berupa : pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama mengenai parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta pneumonia bakterial tipe campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai konsolidasi paru.

2. Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae atau Legionella.Klasifikasi berdasarkan Reeves (2001) :1. Community  Acquired Pneunomia dimulai sebagai penyakit pernafasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia Streptococal merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan anak-anak atau kalangan orang tua.2. Hospital Acquired  Pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosokomial. Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospital acquired pneumonia.3. Lobar dan Bronkopneumonia dikategorikan berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini pneumonia diklasifikasikan menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.

4. Pneumonia viral, bakterial dan fungi dikategorikan berdasarkan pada agen penyebabnya, kultur sensifitas dilakukan untuk mengidentifikasikan organisme perusak.

ETIOLOGI PNEUMONIA1. Bakteri Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.

2. Virus  Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.

Page 2: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

3. Jamur Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.

4. Protozoa Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)

PATHWAYS PNEUMONIA

MANIFESTASI KLINIS PNEUMONIAManifestasi klinis dari bronkopneumonia adalah antara lain:1. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan

1. Nyeri pleuritik

2. Nafas dangkal dan mendengkur

3. Takipnea

2. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi

1. Mengecil, kemudian menjadi hilang

Page 3: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

2. Krekels, ronki, egofoni

3. Gerakan dada tidak simetris

4. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium

5. Diaforesis

6. Anoreksia

7. Malaise 8. Batuk kental, produktif

1. Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi kemerahan atau berkarat

9. Gelisah

10. Cyanosis

1. Area sirkumoral

2. Dasar kuku kebiruan

11. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati

PEMERIKSAAN PENUNJANG PNEUMONIA1. Sinar x : mengidentifikasi distribusi struktural; dapat juga menyatakan abses luas/infiltrat, empiema(stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran /perluasan infiltrat nodul (virus). Pneumonia mikoplasma sinar x dada mungkin bersih.

2. Analisa Gas Darah (Analisa Gas Darah) : tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.

3. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopifiberotik atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.

4. JDL : leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan berkembangnya pneumonia bakterial.

5. Pemeriksaan serologi : titer virus atu legionella, aglutinin dingin.

6. LED : meningkat

7. Pemeriksaan fungsi paru : volume ungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun, hipoksemia.

8. Elektrolit : natrium dan klorida mungkin rendah

9. Bilirubin : mungkin meningkat

10. Aspirasi perkutan/biopsi jaringan paru terbuka :menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik(CMV) (Doenges, 1999)

PENATALAKSANAAN PNEUMONIA1. Kemoterapi Pemberian kemoterapi harus berdasarkan pentunjuk penemuan kuman penyebab infeksi (hasil kultur sputum dan tes sensitivitas kuman terhadap antibodi). Bila penyakitnya ringan antibiotik diberikan secara oral, sedangkan bila berat diberikan secara parenteral. Apabila terdapat penurunan fungsi ginjal akibat proses penuaan, maka harus diingat kemungkinan penggunaan antibiotik tertentu perlu penyesuaian dosis (Harasawa, 1989).

2. Pengobatan Umum

1. Terapi Oksigen

2. Hidrasi Bila ringan hidrasi oral, tetapi jika berat hidrasi dilakukan secara parenteral

3. Fisioterapi Penderita perlu tirah baring dan posisi penderita perlu diubah-ubah untuk menghindari pneumonia hipografik, kelemahan dan dekubitus.

PENGKAJIAN DATA PNEUMONIA1. Aktivitas / istirahat

1. Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia

2. Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas

Page 4: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

2. Sirkulasi

1. Gejala : riwayat gagal jantung kronis

2. Tanda : takikardi, penampilan keperanan atau pucat

3. Integritas Ego

1. Gejala : banyak stressor, masalah finansial

4. Makanan / Cairan

1. Gejala : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM

2. Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan malnutrusi

5. Neurosensori

1. Gejala : sakit kepala bagian frontal

2. Tanda : perubahan mental

6. Nyeri / Kenyamanan

1. Gejala : sakit kepala, nyeri dada meningkat dan batuk, myalgia, atralgia

7. Pernafasan

1. Gejala : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal

2. Tanda : sputum ; merah muda, berkarat atau purulen

3. Perkusi ; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi pleural

4. Bunyi nafas : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau nafas Bronkial

5. Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi

6. Warna : pucat atau sianosis bibir / kuku

8. Keamanan

1. Gejala : riwayat gangguan sistem imun, demam

2. Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan, mungkin pada kasus rubela / varisela

9. Penyuluhan

1. Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis

RENCANA KEPERAWATAN Askep PNEUMONIAI. Diagnosa Perawatan : Kebersihan jalan nafas tidak efektif

1. Dapat dihubungkan dengan :

1. Inflamasi trakeobronkial, pembentukan oedema, peningkatan produksi sputum

2. Nyeri pleuritik

3. Penurunan energi, kelemahan

2. Kemungkinan dibuktikan dengan :

1. Perubahan frekuensi kedalaman pernafasan

2. Bunyi nafas tak normal, penggunaan otot aksesori

3. Dispnea, sianosis

4. Batuk efektif/tidak efektif dengan/tanpa produksi sputum

3. Kriteria Hasil :

1. Menunjukkan perilaku mencapai kebersihan jalan nafas

2. Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih, tak ada dispnea atau sianosis

4. Intervensi Keperawatan :

1. Mandiri

1. Kaji frekuensi / kedalaman pernafasan dan gerakan dada

Page 5: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

2. Auskultasi paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi nafas tambahan (krakles, mengi)

3. Bantu pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam

4. Penghisapan sesuai indikasi

5. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari

2. Kolaborasi

1. Bantu mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi lain

2. Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik

3. Berikan cairan tambahan

4. Awasi seri sinar ‘X’ dada, Analisa Gas Darah, nadi oksimetri

5. Bantu bronkoskopi / torakosintesis bila diindikasikan

II. Diagnosa Perawatan : Kerusakan pertukaran gas

1. Dapat dihubungkan dengan :

1. Perubahan membran alveolar – kapiler (efek inflamasi)

2. Gangguan kapasitas oksigen darah

2. Kemungkinan dibuktikan oleh :

1. Dispnea, sianosis

2. Takikardi

3. Gelisah/perubahan mental

4. Hipoksia

3. Kriteria Hasil :

1. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan Analisa Gas Darah dalam rentang normal dan tak ada gejala distress pernafasan

2. Berpartisipasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigen

4. Intervensi Keperawatan :

1. Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas

2. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku

3. Kaji status mental

4. Awasi status jantung/irama

5. Awasi suhu tubuh, sesui indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam dan menggigil

6. Pertahankan istirahat tidur

7. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif

8. Kaji tingkat ansietas. Dorong menyatakan masalah/perasaan.

9. Berikan terapi oksigen dengan benar

10. Awasi Analisa Gas Darah

III. Diagnosa Perawatan : Pola nafas tidak efektif

1. Dapat dihubungkan dengan :

1. Proses inflamasi

2. Penurunan complience paru

3. Nyeri

2. Kemungkinan dibuktikan oleh :

1. Dispnea, takipnea

2. Penggunaan otot aksesori

3. Perubahan kedalaman nafas

Page 6: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

4. Analisa Gas Darah abnormal

3. Kriteria Hasil :

1. Menunjukkan pola pernafasan normal/efektif dengan Analisa Gas Darah dalam rentang normal

4. Intervensi Keperawatan :

1. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada

2. Auskultasi bunyi nafas

3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi

4. Observasi pola batuk dan karakter sekret

5. Dorong/bantu pasien nafas dalam dan latihan batuk efektif

6. Berikan Oksigen tambahan

7. Awasi Analisa Gas Darah

IV. Diagnosa Perawatan : Peningkatan suhu tubuh

1. Dapat dihubungkan dengan :

1. Proses infeksi

2. Kemungkinan dibuktikan oleh :

1. Demam, penampilan kemerahan

2. Menggigil, takikardi

3. Kriteria Hasil :

1. Pasien tidak memperlihatkan tanda peningkatan suhu tubuh

2. Tidak menggigil

3. Nadi normal

4. Intervensi Keperawatan :

1. Obeservasi suhu tubuh (4 jam)

2. Pantau warna kulit

3. Lakukan tindakan pendinginan sesuai kebutuhan

4. Berikan obat sesuai indikasi : antipiretik

5. Awasi kultur darah dan kultur sputum, pantau hasilnya setiap hari

V. Diagnosa Perawatan : Resiko tinggi penyebaran infeksi

1. Dapat dihubungkan dengan :

1. Ketidakadekuatan pertahanan utama

2. Tidak adekuat pertahanan sekunder (adanya infeksi, penekanan imun)

2. Kemungkinan dibuktikan oleh :

1. Tidak dapat diterapkan tanda-tanda dan gejala-gejala membuat diagnosa aktual

3. Kriteria Hasil :

1. Mencapai waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi

2. Mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi

4. Intervensi Keperawatan :

1. Pantau Tanda-tanda Vital

2. Anjurkan klien memperhatikan pengeluaran sekret dan melaporkan perubahan warna jumlah dan bau sekret

3. Dorong teknik mencuci tangan dengan baik

4. Ubah posisi dengan sering

5. Batasi pengunjung sesuai indikasi

6. Lakukan isolasi pencegahan sesuai individu

Page 7: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

7. Dorong keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang.

8. Berikan antimikrobal sesuai indikasi

VI. Diagnosa Perawatan : Intoleransi aktivitas

1. Dapat dihubungkan dengan :

1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

2. Kelemahan, kelelahan

2. Kemungkinan dibuktikan dengan :

1. Laporan verbal kelemahan, kelelahan dan keletihan

2. Dispnea, takipnea

3. Takikardi

4. Pucat / sianosis

3. Kriteria Hasil :

1. Melaporkan / menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan dan Tanda-tanda Vital dalam rentang normal

4. Intervensi Keperawatan :

1. Evaluasi respon klien terhadap aktivitas

2. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung

3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat

4. Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat / tidur

5. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan

VII. Diagnosa Perawatan : Nyeri

1. Dapat dihubungkan dengan :

1. Inflamasi parenkim paru

2. Reaksi seluler terhadap sirkulasi toksin

3. Batuk menetap

2. Kemungkinan dibuktikan dengan :

1. Nyeri dada

2. Sakit kepala, nyeri sendi

3. Melindungi area yang sakit

4. Perilaku distraksi, gelisah

3. Kriteria Hasil :

1. Menyebabkan nyeri hilang / terkontrol

2. Menunjukkan rileks, istirahat / tidur dan peningkatan aktivitas dengan cepat

4. Intervensi Keperawatan :

1. Tentukan karakteristik nyeri

2. Pantau Tanda-tanda Vital

3. Ajarkan teknik relaksasi

4. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.

VIII. Diagnosa Perawatan : Resti nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

1. Dapat dihubungkan dengan :

1. Peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi

2. Anoreksia distensi abdomen

Page 8: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

2. Kriteria Hasil :

1. Menunjukkan peningkatan nafsu makan

2. Berat badan stabil atau meningkat

3. Intervensi Keperawatan :

1. Indentifikasi faktor yang menimbulkan mual atau muntah

2. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin

3. Auskultasi bunyi usus

4. Berikan makan porsi kecil dan sering

5. Evaluasi status nutrisi

IX. Diagnosa Perawatan : Resti kekurangan volume cairan

1. Faktor resiko :

1. Kehilangan cairan berlebihan (demam, berkeringan banyak, hiperventilasi, muntah)

2. Kriteria Hasil :

1. Balance cairan seimbang

2. Membran mukosa lembab, turgor normal, pengisian kapiler cepat

3. Intervensi Keperawatan :

1. Kaji perubahan Tanda-tanda Vital

2. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa

3. Catat laporan mual / muntah

4. Pantau masukan dan keluaran, catat warna, karakter urine

5. Hitung keseimbangan cairan

6. Asupan cairan minimal 2500 / hari

7. Berikan obat sesuai indikasi ; antipirotik, antiametik

8. Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan

X. Diagnosa Perawatan : Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan tindakan

1. Dapat dihubungkan dengan :

1. Kurang terpajan informasi

2. Kurang mengingat

3. Kesalahan interpretasi

2. Kemungkinan dibuktikan oleh :

1. Permintaan informasi

2. Pernyataan kesalahan konsep

3. Kesalahan mengulang

3. Kriteria Hasil :

1. Menyatakan permahaman kondisi proses penyakit dan pengobatan

2. Melakukan perubahan pola hidup

4. Intervensi Keperawatan :

1. Kaji fungsi normal paru

2. Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya penyembuhan dan harapan kesembuhan

3. Berikan dalam bentuk tertulis dan verbal

4. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif

5. Tekankan perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama periode yang dianjurkan.

Page 9: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

DAFTAR PUSTAKA1. Doenges, Marilynn (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakata : EGC.

2. Lackman’s (1996). Care Principle and Practise Of Medical Surgical Nursing, Philadelpia : WB Saunders Company.3. Pasiyan Rahmatullah (1999), Geriatri : Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Editor : R. Boedhi Darmoso dan Hadi Martono, Jakarta, Balai Penerbit FKUI

4. Reevers, Charlene J, et all (2000). Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : Salemba Medica.

5. Smeltzer SC, Bare B.G (2000). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume I, Jakarta : EGC

6. Suyono, (2000). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA

a. Definisi

Page 10: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

Pneumonia adalah peradangan paru dimana asinus paru terisi cairan radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang kedalam dinding alveoli dan rongga interstisium. (secara anatomis dapat timbul pneumonia lobaris maupun lobularis / bronchopneumonia.

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan yang terbanyak didapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Di Indonesia berdasarkan survei kesehatan rumah tangga tahun 1986 yang dilakukan Departemen Kesehatan, pneumonia tergolong dalam penyakit infeksi akut saluran nafas, merupakan penyakit yang banyak dijumpai.

b. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pneumonia :

Diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pneumonia yaitu :

1. Mekanisme pertahanan paru

Paru berusaha untuk mengeluarkan berbagai organisme yang terhirup seperti partikel debu dan bahan-bahan lainnya yang terkumpul di dalam paru. Beberapa bentuk mekanisme ini antara lain: bentuk anatomis saluran pernafasan, reflek batuk, system mukosilier, juga system fagositosis yang dilakukan oleh sel-sel tertentu dengan memakan partikel-partikel yang mencapai permukaan alveoli.

Bila fungsi ini berjalan baik, maka bahan infeksi yang bersifat infeksius dapat dikeluarkan dare saluran nafas, sehingga pada orang sehat tidak akan terjadi infeksi serius. Infeksi saluran nafas berulang terjadi aakibat berbagai komponen system pertahanan paru yang tidak bekerja dengan baik.

2. Kolonisasi bakteri di saluran nafas

Di dalam saluran nafas atas banyak bakteri yang bersifat kosal. Bila jumlah mereka semakin meningkat dan mencapai suatu konsentrasi yang cukup, kuman ini kemudian masuk ke saluran nafas bawah dan paru, dan akibat kegagalan mekanisme pembersihan saluran nafas keadaan ini akan bermanifestasi sebagai penyakit.

Mikroorganisme yang tidak dapat menempel pada permukaan mukosa saluran nafas akan ikut dengan sekresi saluran nafas dan terbawa bersama mekanisme pembersihan, sehingga tidak terjadi kolonisasi. Proses penempelan organisme pada permukaan mukosa saluran nafas tergantung dare system pangemalan mikroorganisme tersebut oleh sel eputel.

3. Pembersihan saluran nafas terhadap bahan infeksius

Saluran nafas bawah dan paru berulangkali dimasuki oleh berbagai mikroorganisme dare saluran nafas atas, akan tetapi tidak menimbulkan sakit, ini meninjukkan adanya suatu mekanisme pertahanan paru yang efisien sehingga dapat menyapu bersih mikroorganisme sebelum mereka bermultiplikasi dan menimbulkan penyakit.

Pertahanan paru terhadap hal-hal yang berbahaya dan infeksius berupa reflek batuk, penyempitan saluran nafas dengan kontraksi otot polos bronkus pada awal terjadinya proses peradangan, juga dibantu oleh respon imunitas humoral.

Page 11: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

c. Etiologinya

Sebagian besar disebabkan oleh mikroorganisme, akan tetapi dapat juga oleh bahan-bahan lain, sehingga dikenal:

1. Lipid pneumonia : oleh karena aspirasi minyak mineral

2. Chemical pneumonitis : inhalasi bahan-bahan organic atau uap kimia seperti berilium

3. Extrinsik Allergik Alveolitis : inhalasi bahan-bahan debu yang mengandung allergen, seperti debu dare parik-pabrik gula yang mengandung spora dare actynomicetes thermofilik.

4. Drug Reaction Pneumonitis : nitrofurantion, busulfan, methotrexate

5. Pneumonia karena radiasi sinar rontgen

6. Pneumonia yang sebabnya tidak jelas : desquamative interstitial pneumonia, eosinofilik pneumonia

7. Microorganisma

GROUP

PENYEBAB

TYPE PNEUMONIA

Bacteri

Aktinomyctes

Page 12: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

Fungi

Riketsia

Klamidia

Mikoplasma

Virus

Protozoa

Streptococcos pneumonia

Streptococcus piogenes

Stafilococcus aureus

Klebsiella pneumonia

Eserikia koli

Yersinia pestis

Legionnaires bacillus

A. Israeli

Nokardia asteroids

Page 13: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

Kokidioides imitis

Histoplasma kapsulatum

Blastomises dermatitidis

Aspergillus

Fikomisetes

Koksiella Burnetty

Chlamidia psittaci

Mikoplasma pneumonia

Infulensa virus, adenovirus respiratory syncytial

Pneumosistis karini

Pneumonia bacteri

Legionnaires disease

Aktinomikosis pulmonal

Nokardiosis pulmonal

Kokidioidomikosis

Histoplasmosis

Blastomikosis

Page 14: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

Aspergilosis

Mukormikosis

Q Fever

Psitakosis,Ornitosis

Pneumonia mikoplasmal

Pneumonia virus

Pneumonia pneumistis (pneumonia plasma sel)

d. Gambaran Klinis

Gambaran klinis biasanya didahului olek infeksi saluran nafas akut bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 derajat C, sakit tenggorok, nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.

Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagian sakit tertinggal waktu bernafas dengan suara nafas bronchial kadang-kadang melemah. Didapatkan ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi.

1. Community Acquired Pneumonia yaitu, pneumonia yang didapatkan di masyarakat, terjadinya infeksi di luar rumah sakit.

2. Hospital Acquirted Pneumonia yaitu, pneumonia yang didapat selama penderita dirawat di rumah sakit. Hampir 1 % dare penderita yang dirawat di rumah sakit mendapatkan pneumonia selama dalam perawatan dan 1/3nya mungkin akan meninggal. Demikian pula halnya dengan penderita yang dirawat di ICU lebih dare 60 % menderita pneumonia.

3. Pneumonia in the immunocompromised host yaitu, yang terjadi akibat terganggunya system kekebalan tubuh. Macula ini semakin meningkat dengan penggunaan obat-obatan sitotoksik dan imunosupresif, hal ini akibat dare merningkatnya kemajuan di bidang pengobatan penyakit keganasan dan transplantasi organ.

Page 15: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

e. Gambaran Patogenesis

Dalam keadaan sehat, paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadan ini disebabkan oleh adanya mekanismer pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan akibat ketidakseimbangan antara daya than tubuh, mikroorganisme, dan lingkuingan sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit.

Masuknya mikroorganisme ke saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, yaitu :

- Inhalsi langsung dare udara

- Aspirasi dare bahan-bahan yang ada di nasofaring dan orfaring

- Perluasan langsung dare tempat-tempat lain

- Penyebaran secara hematogen

Gambaran patologis dalam batas-batas tertentu, tergantung pada penyebabnya. Di antaranya yaitu :

1. Pneumonia bakteri

Ditandai oleh eksudat intra alveolar supuratif disertai konsolidasi. Proses infeksi dapat diklasifikasikan berdasarkan anatomi. Terdapat konsolidasi dare seluruh lobus pada pneumonia lobaris, sedangkan pneumonia lobularis atau broncopneumonia menunjukkan penyebaran daerah infeksi yang berbecak dengan diameter sekitar 3-4 cm, mengelilingi dan mengenai broncus.

2. Pneumonia Pneumokokus

Pneumokokus mencapai alveolus-alveolus dalam bentuk percikan mucus atau saliva. Lobus paru bawah paling sering terserrang, karena pengaruh gaya tarik bumi. Bila sudah mencapai dan menetap di alveolus, maka pneumokokus menimbulkan patologis yang khas yang terdiri dare 4 stadium yang berurutan :

- kongesti (4-12 jam pertama)eksudat serusa masuk dalam alveolus-alveolus dare pembuluh darah yang bocor dan dilatasi

- hepatisasi merah (48 jam berikutnya) paru-paru tampak merah dan tampak bergranula karena sel darah merah, fibrin, dan leukosit polimorfonuklear mengisi alveolus-alveolus

- hepatisasi kelabu (3-8 hari) paru-parub tampak abu-abu karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi dalam alveolus yang terserang.

- Resolusi (7-11 hari) eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh mikrofag sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.

Page 16: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

Timbulnya pneumonia pneumokokus merupakan suatu kejadian yang tiba-tiba, disertai menggigil, demam, rasa sakit pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna seperti karat. Pneumonia pneumokokus biasanya tidak disertai komplikasi dan jaringan yang rusak dapat diperbaiki kemabali. Komplikasi tentang sering terjadi adalah efusi plura ringan. Adanya bakterimia mempengaruhi prognosis pneumonia. Adanya bakterimia menduga adanya lokalisasi proses paru-paru yang tidak efektif. Akibat bakterimia mungkin berupa lesi metastatik yang dapat mengakibatkan keadaan seperti meningitis, endokariditis bacterial dan peritonitis. Sudah ada vaksin untuk merlawan pneumonia pneumokokus. Biasanya diberikan pada mereka yang mempunyai resiko fatal yang tinggi, seperti anemia sickle-sell, multiple mietoma, sindroma nefrotik, atau diabetes mellitus.

3. Pneumonia Stafilokokus

Mempunyai prognosis jelek walaupun diobati dengan antibiotika. Pneumonia ini menimbulkan kerusakan parenkim paru-paru yang berat dan sering timbul komplikasi seperti abses paru-paru dan empiema. Merupakan infeksi sekunder yang sering menyerang pasien yang dirawat di rumah sakit, pasien lemah dan paling sering menyebabkan broncopneumonia.

4. Pneumonia Klebsiella / Friedlander

Penderita ini berhasil mempertahankan hidupnya, akhirnya menderita pneumonia kronik disertai obstruksi progresif paru-paru yang akhirnya menimbulkan kelumpuhan pernafasannya. Jenis ini yang khas yaitu, pembentukan sputum kental seperti sele kismis merah (red currant jelly). Kebanyakan terjadi pada lelaki usia pertengahan atau tua, pecandu alcohol kronik atau yang menderita penyakit kronik lainnya.

5. Pneumonia pseudomonas

Sering ditemukan pada orang yang sakit parah yang dirawat di rumah sakit atau yang mnenderita supresi system pertahanan tubuh (misalnya mereka yang menderita leukemia atau transplantasi ginjal yang menerima obat imunosupresif dosis tinggi). Seringkali disebabkan karena terkontaminasi peralatan ventilasi.

6. Pneumonia Virus

Ditandai dengan peradangan interstisial disertai penimbunan infiltrat dalam dinding alveolus meskipun rongga alveolar sendiri bebas dare eksudat dan tidak ada konsolidasi. Pneumonia virus 50 % dare semua pneuminia akut ditandai oleh gejala sakit kepala, demam dan rasa sakit pada otot-otot yang menyeluruh, rasa lelah sekali dan batuk kering. Kebanyakan pneumonia ini ringan dan tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit dan tidak mengakibatkan kerusakan paru-paru yang permanen. Pengobatan pneumonia virus bersifat sympomatik dan paliatif, karena antibiotik tidak efektif terhadap virus. Juga dapat mengakibatkan pneumonitis berbecak yang fatal atau pneumonitis difus.

7. Pneumonia Mikoplasma

Serupa dengan pneumonia virus influenza, disertai adanya pneumonitis interstitial. Sangat mudah menular tidak seperti pneumonia virus, dapat memberikan respon terhadap tetrasiklin atau eritromisin.

Page 17: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

8. Pneumonia Aspirasi

Merupakan pneumonia yang disebabkan oleh aspirasi isi lambung. Pneumonia yang diakibatkannya sebagian bersifat kimia, karena diakibatkan oleh reaksi terhadap asam lambung, dan sebagian bersifat bacterial, karena disebabkan oleh organisme yang mendiami mulut atau lambung. Aspirasi paling sering terjadi selama atau sesudah anestesi (terutama pada pasien obstretik dan pembedahan darurat karena kurang persiapan pembedahan), pada anak-anak dan pada setiap pasien yang disertai penekanan reflek batuk atau reflek muntah. Inhalasi isi lambung dalam jumlah yang cukup banyak dapat menimbulkan kematian yang tiba-tiba, karena adanya obstruksi, sedangkan aspirasi isi lambung dalam jumlah yang sedikit dapat mengakibatkan oedema paru-paru yang menyebar luas dan kegagalan pernafasan. Beratnya respon peradangan lebih tergantung dare pH dare zaat yang diaspirasikan. Aspirasi pneumonia selalu terjadi apabila pH dan zat yang diaspirasi 2,5 atau kurang. Aspirasi pneumpnia sering menimbulkan kompliokasi abses, bronchiectase, dan gangrean. Muntah bukan sarat masuknya isi lambung kedalam cabang tracheobronchial, karena regurgitasi dapat juga terjadi secara diam-diam pada pasien yang diberi anestesi. Paling penting pasien harus ditempatkan pada posisi yang tepat agar secret orofarengeal dapat keluar dare mulut.

9. Pneumonia Hypostatik

Pneumonia yang sering timbul pada dasar paru yang disebabkan oleh nafas yang dangkal dan terus menerus dalam posisi yang sama.

Daya tarik bumi menyebabkan darah tertimbun pada bagian bawah paru dan infeksi membantu timbulnya pneumonia yang sesungguhnya

10. Pneumonia Jamur

Tidak sesering bakteri. Beberapa jamur dapat menyebabkan penyakit paru supuratif granulomentosa yang seringkali disalah tafsirkan sebagai TBC. Banyak dare infeksi jamur bersifat endemic pada daerah tertentu. Contohnya di US, hystoplasmosis (barat bagian tengah dan timur), koksibiodomikosis (barat daya) dan blastomikosis (tenggara). Spora jamur ini ditemukan dalam tanah dan terinhalasi. Spora yang terbawa masuk kebagian paru yang lebih difagositosis terjadi reaksi peradangan disertai pembentukan kaverne. Semua perubahan patologis ini mirip sekali dengan TBC sehingga perbedaan kurang dapat ditentukan dengan menemukan dan pembiakan jamur dare jaringan paru.tes serologi serta tes hypersensitifitas kulit yang lambat belum menunjukan tanda positif sampai beberapa minggu sesudah terjadi infeksi, bahkan pada penyakit yang berat tes mungkin negatif. Pneumonia jamur sering menimbulkan komplikasi pada stadium terakhir penyakit tersebut, terutama pada penyakit yang sangat berat, misalnya Ca atau leukemia, candida alicans adalah sejenis ragi yang sering ditemukan pada sputum orang yang sehat dan dapat menyerang jaringan paru. Penggunaan antibiotik yang lama juga dapat mengubah flora normal tubuh dan memungkinkan infasi candida. Amfotinsin B merupakan obat terpilih untuk infeksi jamur pada paru.

f. Pemeriksaan Laboratorium

Page 18: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leucosit, biasanya > 10.000/µl kadang mencapai 30.000 jika disebabkan virus atau mikoplasma jumlah leucosit dapat normal, atau menurun dan pada hitung jenis leucosit terdapat pergeseran kekiri juga terjadi peningkatan LED. Kultur darah dapat positif pada 20 – 25 pada penderita yang tidak diobatai. Kadang didapatkan peningkatan ureum darah, akan tetapi kteatinin masih dalah batas normal. Analisis gas darah menunjukan hypoksemia dan hypercardia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.

g. Gambaran Radiologi

Foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang yang sangat penting. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk kearah diagnosis etiologi. Gambaran konsolidasi dengan air bronchogram (pneumonia lobaris), tersering disebabkan oleh streptococcus pneumonia. Gambaran radiologis pada pneumonia yang disebabkan clebsibella sering menunjukan adanya konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan, kadang dapat mengenai beberapa lobus. Gambaran lainya dapat berupa bercak daan cavitas. Kelainan radiologis lain yang khas yaitu penebalan (bulging) fisura inter lobar. Pneumonia yang disebabkan kuman pseudomonas sering memperlihatkan adanya infiltrasi bilateral atau gambaran bronchopneumonia. Firus dan mycoplasma sering menyebabkan pneumonia interstisial terutama radang sptum alveola. Pada pemeriksaan radiologis terlihat gambaran retikuler yang difus.

h. Penatalaksanaan

1 Koreksi kelainan yang mendasari.

2 Tirah baring.

3 Obat-obat simptomatis seperti: parasetamol (pada hipereksia), morfin (pada nyeri hebat).

4 Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit dengan batuan infus, dekstrose 5%,normal salin atau RL.

5 Pemilihan obat-obat anti infeksi: tergantung kuman penyebab.

6 Pertahankan jalan nafas

7 oksigenasi

DIAGNOSA KEPERAWATAN

Page 19: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. (Doenges, 1999 : 166)

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen. (Doenges, 1999 : 166)

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli. (Doenges, 1999 :177)

4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih, penurunan masukan oral. (Doenges, 1999 : 172)

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas.( Doenges, 1999 : 171)

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari. (Doenges, 1999 : 170)

FOKUS INTERVENSI

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial, pembentukan edema, peningkatan produksi sputum

Tujuan :

- Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas

- Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret

Hasil yang diharapkan :

- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas

- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas

- Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.

Intervensi :

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan ronki.

Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan dengan adanya bunyi nafas adventisius

b. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi

Page 20: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stres/ adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.

c. Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler

Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas

d. Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir

Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dipsnea dan menurunkan jebakan udara

e. Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan upaya batuk.

Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.

f. Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.

Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler, gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen.

Tujuan :

- Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal dan tidak ada distres pernafasan.

Hasil yang diharapkan :

- Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan

- Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi

Intervensi :

a. kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan

Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum

b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis

Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap demam/ menggigil dan terjadi hipoksemia.

c. Kaji status mental

Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan hipoksemia.

Page 21: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

d. Awsi frekuensi jantung/ irama

Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/ dehidrasi.

e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan menggigil

Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.

f. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk efektif

Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi.

g. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi

Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli

Tujuan:

- Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas/ bersih

Intervensi :

a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.

Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas.

b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.

Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil.

c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.

Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.

d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.

Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya kelainan.

e. Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.

Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.

f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.

Rasional :Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.

g. Berikan humidifikasi tambahan

Page 22: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.

h. Bantu fisioterapi dada, postural drainage

Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari segmen paru ke dalam bronkus.

4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilngan cairan berlebih, penurunan masukan oral.

Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit

Intervensi :

a. Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi.

Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik

b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).

Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan

c. Catat lapporan mual/ muntah.

Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral

d. Pantau masukan dan haluaran urine.

Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian

e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.

Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen.

Tujuan :

- Menunjukkan peningkatan nafsu makan

- Mempertahankan/ meningkatkan berat badan

Intervensi :

a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah.

Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah

Page 23: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu kebersihan mulut.

Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual

c. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.

Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini

d. Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen.

Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal

e. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau makanan yang menarik untuk pasien.

Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali

f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.

Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup sehari-hari.

Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.

Intervensi :

a. Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.

Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi

b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.

Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat

c. Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbamgan aktivitas dan istirahat.

Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolik

d. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.

Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

DAFTAR PUSTAKA

Page 24: Laporan Pendahuluan PNEUMONIA

Barbara Engram (1998), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal – Bedah Jilid I, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Barbara C. Long (1996), Perawatan Medikal Bedah: Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, The C.V Mosby Company St. Louis, USA.

Hudak & Gallo (1997), Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik Volume I, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.

Jan Tambayonmg (2000), Patofisiologi Unutk Keperawatan, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.

Marylin E. Doenges (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta.

Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4 Buku 2, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta

Guyton & Hall (1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku Kedoketran EGC, Jakarta

Diposkan oleh immanuel dwi nugroho di 08.14