Laporan Kasus Pneumonia

49
L A P O R A N K A S U S PNEUMONIA LOBARIS DEXTRA Disusun oleh : YULIA DWI NASTITI, S.Ked 07700129 Dokter Pembimbing : Dr. TRIJUNI A. Sp. A SMF ILMU KESEHATAN ANAK

Transcript of Laporan Kasus Pneumonia

L A P O R A N K A S U S

PNEUMONIA LOBARIS DEXTRA

Disusun oleh :

YULIA DWI NASTITI, S.Ked

07700129

Dokter Pembimbing :

Dr. TRIJUNI A. Sp. A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD BANGIL

JAWA TIMUR

2012

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, atas segala

rahmatNya, saya dapat menyelcsaikan makalah ini untuk memenuhi persyaratan

mengikuti kegiatan kepaniteraan klinik di SMF Ilmu Kesehatan Anak di RSUD

Bangil

Saya menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, karena

itu saya mengharapkan kritik dan saran dalam penyempurnaan makalah ini,

Saya juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Trijuni

A, Sp.A

Yang telah meluangkan waktu untuk membimbing selama menjalani kepaniteraan

klinik di SMF Ilmu Kesehatan Anak.

Dengan adanya makalah ini saya harapkan dapat memberikan wawasan

yang luas kepada dokter muda untuk kemajuan Ilmu Kesehatan Anak di masa

depan.

Bangil, 19 Nofember 2012

Penulis

i

DAFTAR ISI

Halaman sampul..........................................................................................

Prakata ......................................................................................................

Daftar isi....................................................................................................

BAB I

Pendahuluan .............................................................................................

A. Latar Belakang..............................................................................

B. Tujuan Penulisan .........................................................................

BAB II

Tinjauan Pustaka.......................................................................................

A. Definisi.........................................................................................

B. Etiologi.........................................................................................

Bakteri Gram Positif ....................................................................

1. Pneumococcus .......................................................................

2. Staphylococcus aureus ...........................................................

Bakteri Gram Negatif...................................................................

1. Haemophilus influenza ..........................................................

2. Klebsiella pneumoniae...........................................................

Pneumonia aspirasi……………………………………………...

Sindrom Loeffler………………………………………………...

Pneumonia hipostatik……………………………………………

Pneumonia viral…………………………………………………

C. Profilaksis.....................................................................................

BAB III

Kesimpulan ..............................................................................................

Daftar Pustaka

i

ii

iii

iv

1

1

1

3

3

3

3

3

8

12

12

14

15

15

16

16

18

19

ii

BAB I

PNEUMONIA LOBARIS DEXTRA

Identitas Pasien

Nama : An. Nasrul Huda

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 7 tahun

Berat badan : 26 kg

Alamat : Pampung Rembang Pasuruan

Agama : Islam

MRS : 30 Oktober 2012

Tanggal Pemeriksaan : 30 Oktober 2012

Anamnesa (Heteroanamnesa dari Ibu kandung pasien)

Keluhan Utama : Panas

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Bangil dengan keluhan panas 5 hari hingga demam

tinggi, panas naik turun ( panas turun bila dikasi tablet penurun panas dari

dokter ), sebelum panas pasien juga mengeluh sesak ( sukar bernafas ) disertai

batuk kering tanpa dahak ( jika batuk pasien mengeluh nyeri dada sebelah kanan

hingga tembus bahu belakang ), perut kembung 3 hari, pusing, mual +, muntah +,

dan tenggorokan sakit bila menelan ludah.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya

Tidak ada riwayat penyakit asma

Tidak ada riwayat alergi

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang sakit seperti pasien sebelumnya

1

Di rumah, lingkungan sekitar dan lingkungan tempat bermain tidak ada

yang sakit paru-paru ( TBC ).

Riwayat Kehamilan

Kontrol rutin ke bidan setiap bulan, riwayat muntah berlebihan (-), riwayat

hipertensi (-), perdarahan (-)

Riwayat Persalinan

Bayi lahir spontan di tolong oleh bidan, Apgar score 7-8, G1P0000Ab000, BB =

2800 gr, PB = ?jenis kelamin ♂, langsung menangis , gerak aktif

Riwayat Imunisasi

BCG (+)

Hepatitis B (+)

Polio (+)

DPT (+)

Campak (+)

Menurut keterangan ibu pasien , pasien mendapat imunisasi lengkap di

bidan namun lupa bulan ke berapa pemberian imunisasinya.

Pemeriksaan Fisik

Vital sign

Nadi : 120 x/menit

Suhu : 39,2 oC

Respiratory rate : 52 x/menit

bentuk badan : tidak ada deformitas

Status gizi : Baik

BB : 26kg

TB : 120,0 cm BB/U : > +1 SD

LK : 47,0 cm

LD : 51,0 cm

LLA : 14,0 cm

Kesan : Status gizi lebih

2

Keadaan umum

Kepala : a/i/c/d -/-/+/-, mata cowong (-), edema palpebral (-)

Leher : PKGB (-), JPV (-)

Thorax : Bentuk dada simetris (+), gerak pernapasan simetris (+)

Cor : S1S2 tunggal, m (-), g (-)

Pulmo : ves/ves, RH (+), Wh (-)

Abdomen : Supel, BU (+) normal, hepatomegaly (-), meteorismus (+)

Genetalia : Anus (+)

Ekstremitas : akral hangat, edema (-),

3

Pemeriksaan Laboratorium

DL => 27 Oktober 2012 ( 05:22:19 AM )

WBC 5.9 (3.6-11.0)

LYM 1.1 (1.0-4.4)

MID

GRA

NEU

0.4

4.3

(0.0-1.5)

MONO 2.00 (1.8-7.7)

EOS 330 (25.0-40.0)

BASO 199 (0.0-14.0)

(50.0-70.0)

RBC 4.30 (3.80-5.20)

HGB 10.7 (11.7-15.5)

HCT 33.5 (35.0-47.0)

MCV 77.8 (84.0-96.0)

MCH 24.9 (28.0-34.0)

MCHC 31.9 (32.0-36.0)

RDW 14.7 (11.5-14.5)

PLT 361 (150-440)

MPV 8.60 (0.0-9.0)

4

Foto Rontgen :

Diagnosis Kerja : Pneumonia Lobaris Dextra

Planning

1. Diagnosa :

a. Pemeriksaan radiologis :

Foto thorax PA dan lateral

b. Pemeriksaan mikrobiologi : pemeriksaan langsung BTA

(mikroskopik) dan kultur sputum

c. Tuberkulin tes

2. Terapi :

1. Inf. D5 ¼ NS 10 tpm makro

2. Inj. Viccilin 3x750 mg

5

3. Inj. Colsan 250 mg

4. Inj. Ranitidin 2x1/2 amp

5. Inj.Antain 3x1/2 amp

3. Monitoring : Vital sign, keluhan

4. Edukasi : Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit,

prognosa dan pengobatan

5. Prognosis : dubia ad bonam

6

7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pneumonia adalah suatu radang pada parenkim paru. Proses

peradangan tersebut terbanyak disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,

virus, dan jamur), selain itu dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor lain

(inhalasi bahan kimia atau makanan, radiasi, dll).(1)

Pneumonia lobaris sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan

pada sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terjadi

pada lobus paru.(2,3)

Pneumonia lobaris lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini

dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.

Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering pneumonia lobaris pada dewasa

dan anak besar adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus

influenzae.(4, 5, 6)

Insidensi pneumonia lobaris di negara-negara yang sedang

berkembang pada anak kurang dari 5 tahun diperkirakan sekitar 30% dengan

angka mortalitas yang tinggi. Penyakit ini masih merupakan masalah

kesehatan yang mencolok walaupun ada berbagai kemajuan dalam bidang

antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya organisme nosokomial

(didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya

organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired

Immunodeficiency Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat

kemungkinan terjadinya pneumonia lobaris.(2)

8

B. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui dan memahami tentang pneumonia lobaris mengenai

definisi, etiologi dan epidemiologi, patologi dan patogenesis, manifestasi

klinis, diagnosis dan diagnosis banding, penatalaksanaan, pencegahan dan

prognosisnya.

2. Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian Program Pendidikan

Profesi di bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Bangil Kab. Pasuruan.

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Pneumonia lobaris adalah peradangan pada paru dimana proses

peradangannya ini menyerang lobus paru.(2,6)

Pembagian atau penggolongan pneumonia berdasarkan atas dasar

anatomis kurang relevan dibanding pembagian pneumonia berdasar

etiologinya. Berdasar etiologinya, pneumonia dibagi : (1) bakteri (Diplococcus

pneumoniae, Pneumococcus, S.hemolyticus, S.aureus, H.influenza,dll), (2)

virus (RSV, influenza, adenovirus, CMV), (3) Mycoplasma pneumoniae, (4)

Aspirasi (makanan, kerosen, cairan amnion, benda asing), (5) Pneumonia

hipostatik, (6) Sindrom Loeffler. (3,4,5)

B. Etiologi

Pneumonia lobaris lebih sering ditimbulkan oleh invasi bakteri.

Golongan bakteri yang sering menyebabkan ataupun didapatkan pada kasus

pneumonia lobaris adalah (3,4,5):

1. Bakteri gram positif

a. Pneumococcus

b. Staphylococcus aureus

2. Bakteri gram negatif

a. Haemophilus influenzae

b. Klebsiella pneumoniae

Bakteri gram positif

1. Pneumococcus

Merupakan bakteri patogen yang paling sering ditemukan pada

kasus pneumonia. Pneumokokus dengan serotipe 1 sampai 8 menyebabkan

10

pneumonia pada orang dewasa lebih dari 80%, sedangkan pada anak

ditemukan tipe 14, 1, 6 dan 9. angka kejadian tertinggi ditemukan pada

usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur.

Pneumonia lobaris hampir selalu disebabkan oleh pneumokokus,

ditemukan pada dewasa dan anak besar.(3,5)

Pneumokokus jarang yang menyebabkan infeksi primer, biasanya

menimbulkan peradangan pada paru setelah adanya infeksi atau kerusakan

oleh virus atau zat kimia pada saluran pernafasan.(8)

• Patofisiologi

Organisme ini teraspirasi ke bagian tepi paru dari saluran nafas

bagian atas atau nasofaring. Awalnya terjadi edema reaktif yang

mendukung multiplikasi organisme-organisme ini serta penyebarannya

ke bagian paru lain yang berdekatan. Biasanya satu lobus atau lebih, atau

bagian-bagian dari lobus, tidak melibatkan sisa sistem bronkopulmonal.

Namun, gambaran pneumonia lobar ini sering tidak ada pada bayi, yang

mungkin menderita penyakit yang tidak lebih sempurna dan difus yang

menyertai distribusi bronkus dan yang ditandai dengan banyak daerah

konsolidasi teratas di sekeliling jalan nafas yang lebih kecil. Jarang

didapatkan jejas yang permanen.(5)

Umumnya bakteri ini mencapai alveoli melalui percikan mukus

atau saliva (droplet) dan tersering mengenai lobus bagian bawah paru

karena adanya efek gravitasi. Organisme ini setelah mencapai alveoli

akan menimbulkan respon yang khas yang terdiri dari 4 tahap yang

berurutan, yaitu :

1) Kongesti (4 s/d 12 jam pertama)

Eksudat serosa masuk ke dalam alveoli melalui pembuluh darah

yang berdilatasi dan bocor. Serta didapatkan eksudat yang jernih,

11

bakteri dalam jumlah yang banyak, neutrofil, dan makrofag dalam

alveolus.

2) Hepatisasi merah (48 jam berikutnya)

Paru-paru tampak merah dan bergranula karena sel-sel darah

merah, fibrin dan lekosit polimorfonuklear mengisi alveoli. Lobus

dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung

udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar.

Stadium ini berlangsung sangat singkat.

3) Hepatisasi kelabu (3 s/d 8 hari)

Lobus paru masih tetap padat dan warna merah menjadi tampak

kelabu karena lekosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam

alveoli dan permukaan pleura yang terserang melakukan

fagositosis terhadap pneumococcus. Kapiler tidak lagi mengalami

kongesti.

4) Resolusi (7 s/d 11 hari)

Eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga

jaringan kembali pada strukturnya semula.(2,3,5)

Bercak-bercak infiltrat yang terbentuk pada pneumonia lobaris adalah

bercak-bercak yang tidak teratur, berbeda dengan bronkopneumonia

dimana penyebaran bercaknya mengikuti pembagian dan penyebaran

bronkus dan ditandai dengan adanya daerah-daerah konsolidasi terbatas

yang mengelilingi saluran-saluran nafas yang lebih kecil.(2,3)

• Gambaran Klinis

Biasanya didahului dengan adanya infeksi saluran nafas bagian atas

selama beberapa hari. Pada bayi bisa disertai dengan hidung tersumbat,

rewel serta nafsu makan yang menurun. Suhu dapat naik secara

mendadak sampai 39oC atau lebih. Anak sangat gelisah, dispneu.

Kesukaran bernafas yang disertai adanya sianosis di sekitar mulut dan

hidung. Tanda kesukaran bernafas ini dapat berupa bentuk nafas berbunyi

12

(ronki dan friction rub di atas jaringan yang terserang), pernafasan

cuping hidung, retraksi-retraksi pada daerah supraklavikuler, interkostal

dan subkostal. Pada awalnya batuk jarang ditemukan, tapi dapat dijumpai

pada perjalanan penyakit lebih lanjut serta sputum yang berwarna seperti

karat (dahak berdarah). Lebih lanjut lagi bisa terjadi efusi pleura dan

empiema, dimana keadaan ini dapat menyebabkan ketinggalan gerak

pada sisi yang terkena pada saat respirasi yang dapat dilihat dengan

gerakan berlebihan pada sisi yang berlawanan. Biasanya perkusi redup

pada daerah efusi dengan pengurangan fremitus dan suara pernafasan.

Suara bronkial sering ditemukan tepat di atas batas cairan dan pada sisi

yang tidak terkena.(3,5,8)

Hasil pemeriksaan fisik tergantung dari luas daerah yang terkena.

Tanda-tanda klasik konsolidasi ditemukan pada hari kedua dan ketiga

penyakit. Pada perkusi bisa ditemukan adanya suara redup, fremitus yang

bertambah. Pada auskultasi mungkin ditemukan adanya suara bronkial,

ronki basah halus.(3,5)

• Diagnosis

Biasanya jumlah lekosit meningkat mencapai 15.000 – 40.000/mmk

dengan jumlah sel polimorfonuklear terbanyak, sedangkan bila

didapatkan jumlah lekosit kurang dari 5.000/mmk sering berhubungan

dengan prognosis penyakit yang buruk. Nilai hemoglobin bisa normal

atau sedikit menurun. (3,5,8)

Pemeriksaan sputum harus didapatkan dari sekresi batuk dalam dan

aspirasi trakea yang dilakukan dengan hati-hati. Pada kebanyakan pasien,

pneumokokus dapat diisolasi dari sekresi nasofaring, tapi penemuan ini

tidak dapat dipandang sebagai hubungan sebab-akibat, karena 10-15%

populasi mungkin merupakan pengidap S.pneumoniae yang tidak

terinfeksi. Namun, isolasi bakteri dari darah pada cairan pleura adalah

diagnosa infeksi. Bakteremia ditemukan pada sekitar 30% penderita yang

13

menderita pneumonia pneumokokus. Jenis pemeriksaan berupa

pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan biakan.(3,5,8)

Gambaran radiologis dapat berupa konsolidasi pada satu atau

beberapa lobus. Konsolidasi dapat diperagakan dengan roentgenografi

sebelum konsolidasi ini dapat diketahui dari pemeriksaan fisik.

Konsolidasi lobus pada anak yang lebih tua tidak sesering pada bayti dan

anak muda. Foto Roentgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi

seperti pneumotoraks, atelektasis, abses paru, pneumatokel,

pneumotoraks, pneumomediastinum, atau perikarditis.(3,5)

• Diagnosa banding

Pneumonia pnemokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia

bakteri lain atau virus tanpa pemeriksaan mikrobiologi yang tepat.

Keadaan-keadaan yang mungkin merancukan antara lain bronkiolitis,

bronkitis alergika, gagal jantung kongestif, aspirasi benda asing,

atelektasis, abses paru dan tuberkulosis.(3,5)

• Komplikasi

Dengan penggunaan antibiotika, komplikasi pneumonia bakteria

menjadi tidak lazim, walaupun infeksinya terjadi bersamaan dengan

infeksi oleh mikroorganisme lain pada temapat yang sama. Komplikasi

yang sering terjadi ialah empiema, yang terjadi sebagai akibat dari

perluasan infeksi pada permukaan flora. Empiema lebih sering terjadi

pada bayi dibanding pada anak yang lebih tua.(3,5,8)

• Penatalaksanaan

Penisilin merupakan terapi yang spesifik karena kebanyakan

pneumococcus sangat peka terhadap obat tersebut. Pada bayi dan anak-

anak, pengobatan awal dimulai dengan pemberian penisilin G dengan

dosis 50.000 unit/kgBB/hari secara intramuskular dan ditambah dengan

14

kloramfenikol 50-75 mg/kgBB/hari atau diberikan antibiotika yang

mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Terapi ini dilanjutkan

sampai 10 hari atau paling tidak sampai 2 hari setelah suhu badan pasien

normal. Bila didapatkan penderita alergi penisilin maka diberikan

sefalosporin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari. .(3,5,9)

Asupan cairan per oral secara bebas dan pemberian aspirin untuk

mengatasi demam tinggi, merupakan tambahan utama untuk pengobatan

penyakit ini. Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glkukose 5%

dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah dengan larutan KCl 10

mEq/500 ml botol infus. Pemberian oksigen segera untuk penderita

dengan kesukaran bernafas sebelum menjadi sianosis.(3,5,8)

• Prognosis

Dengan pemberian antibiotika yang memadai dan dimulai secara

dini pada perjalanan penyakit tersebut, maka mortalitas pneumonia

lobaris akibat bakteri pneumokokus selama masa bayi dan masa kanak-

kanak sekarang menjadi kurang dari 1% dan selanjutnya morbiditas yang

berlangsung lama juga menjadi rendah.(3,5)

2. Staphylococcus aureus

Infeksi yang disebabkan oleh organisme ini merupakan infeksi

berat yang cepat menjadi progresif dan resisten terhadap pengobatan, serta

bila tidak segera diobati dengan semestinya akan berhubungan dengan

kesakitan yang berkepanjangan dan mempunyai angka mortalitas tinggi.

Penyakit bronkopneumonia akibat organisme ini jarang ditemukan.(4,7)

Seperti pada infeksi pneumokokus, infeksi stafilokokus ini sering

didahului dengan infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas. Pada

umumnya terjadi pada setiap umur, 30% dari semua penderita berumur di

bawah 3 bulan dan 70% berumur di bawah 1 tahun. Epidemi penyakit ini

terjadi di dalam ruang perawatan bayi, biasanya berhubungan dengan

15

strain-strain organisme patologis spesifik, yang biasanya resisten terhadap

berbagai antibiotika. Bayi akan memperlihatkan penyakit dalam beberapa

hari setelah dikolonisasi atau setelah beberapa minggu kemudian. Infeksi

virus pada saluran pernafasan memegang peranan penting dalam

memajukan penyebaran stafilokokus, di antara bayi-bayi dan dalam

mengubah kolonisasi menjadi penyakit.(5)

• Patofisiologi

Stafilokokus menghasilkan bermacam-macam toksin dan enzim

misalnya hemolisin, lekosidin, stafilokinase dan koagulase. Koagulase

akan mengadakan interaksi dengan suatu faktor plasma untuk

menghasilkan suatu zat aktif yang mengubah fibrinogen menjadi fibrin

dan selanjutnya menyebabkan pembentukan koagulan.(8)

Permukaan pleura biasanya diselubungi oleh lapisan eksudat

fibropurulen tebal, sehingga menimbulkan abses yang mengandung

koloni stafilokokus, lekosit, eritrosit dan debris nekrosis. Bila abses ini

pecah maka dapat terbentuk trombus-trombus sepsis pada daerah-

daerah yang mengalami kerusakan dan peradangan luas.(5,8)

• Gambaran Klinis

Adanya riwayat lesi-lesi kulit penderita atau anggota keluarga lain

yang disebabkan oleh staphylococcus disertai gejala-gejala infeksi

saluran pernafasan bagian atas atau bawah selama beberapa hari

sampai 1 minggu. Penderita mengalami demam bersuhu tinggi, batuk

dan tanda kesukaran pernafasan seperti takipneu, suara pernafasan

yang meningkat, retraksi dada dan subkostal, nafas cuping hidung,

sianosis dan kecemasan. Pada beberapa penderita dapat mengalami

gangguan saluran cerna yang ditandai dengan muntah-muntah,

anoreksia, diare serta distensi abdomen.(3,5,8)

Pemeriksaan fisik pada awal perjalanan penyakit, suara-suara

pernafasan yang menurun, ronkhi yang tersebar dan suara-suara

16

pernafasan bronkhial. Bila terjadi efusi atau empiema, pada perkusi

didapatkan suara redup serta getaran-getaran suara yang berkurang

pada auskultasi.(3,5,7)

• Diagnosis

Didapatkan adanya lekositosis (AL>20.000/mmk) terutama sel-sel

polimorfonuklear, pada bayi muda angka leukosit dapat tetap dalam

kisaran normal. Bila didapatkan lekopeni maka prognosisnya buruk,

sering ditemukan adanya anemia ringan sampi sedang. Biakan

didapatkan dari aspirasi trakea atau pungsi pleura, dengan pewarnaan

Gram didapatkan gambaran kokus gram positif dalam kelompok.

Penemuan kuman stafilokokus dalam nasofaring tidak bernilai

diagnostik, tetapi biakan darah mungkin positif. Pada cairan pleura

menunjukkan adanya eksudat dengan jumlah se-sel polimorfonuklear

berkisar dari 300 – 100.000/mmk, protein di atas 2,5 g/dl dan kadar

glukosa rendah yang relatif sama dengan kadar glukosa dalam darah.(5)

Gambaran radiologis berupa infiltrat yang menyatu dan biasanya

terbatas, atau dipadatkan dan homogen dan melibatkan seluruh lobus

paru atau hemitoraks.(5,8)

• Diagnosis banding

Mengenali pneumonia stafilokokus awal pada bayi sering sukar

dilakukan. Mulainya yang mendadak dan penjelekan gejala yang cepat

harus dipertimbangkan disebabkan oleh stafilokokus sampai terbukti

lain. Riwayat furunkulosis, baru masuk rumah sakit, abses payudara

ibu harus dipertimbangkan kemungkinan diagnosa ini. Pneumonia

bakteri lain yang menyebabkan empiema atau pneumatokel dapat

merancukan diagnosa, termasuk pneumonia streptokokus, klebsiella,

H. influenza, pneumonia pneumokokus dan tuberkulosis dengan

17

kaverna. Kadang-kadang aspirasi benda asing yang tidak radioopak

dapat memberikan gambaran klinis dan radiologis yang sama.(5)

• Komplikasi

Karena empiema, piopneumotoraks dan pneumatokel begitu sering

ditemukan bersama pneumonia ini, sehingga mereka dianggap bagian

dari perjalanan alamiah penyakit dan bukan sebagai komplikasi. Lesi

septik di luar saluran pernafasan jarang terjadi, kecuali pada bayi

muda, yang padanya dapat terjadi perikarditis, meningitis,

osteomielitis, dan abses metastasis multipel stafilokokus pada jaringan

lunak.(5,8)

• Penatalaksanaan

Terapi terdiri atas pemberian antibiotik yang tepat, drainase

kumpulan nanah, pemberian oksigen, hidrasi dan pemberian nutrisi

secara intravena. Kadang-kadang dapat diperlukan bantuan ventilasi.(5)

Terapi pilihan yaitu dengan pemberian penisilin semi sintetik,

resisten penisilase (misal : nafsilin) 200 mg/kgBB/hari secara intra

vena atau seftriakson 100-150 mg/kgBB/hari secara intra vena atau

dengan ampicilin 100 mg/kgBB/hari secara intra vena selama 14 hari,

pada neonatus. Pada bayi dan anak-anak antibiotika yang diberikan

ialah sefuroksim 80-160 mg/kgBB/hari secara intra vena dengan lama

pemberian selama 10 hari. Uji resistensi pada pneumonia stafilokokus

sangatlah penting karena telah banyak yang resisten terhadap beberapa

antibiotika, namun mengingat cepatnya perjalanan penyakit maka

dianjurkan untuk memberikan antibiotika spektrum luas yang kiranya

belum resisten. Untuk infeksi stafilokokus yang membuat penisilinase

dapat diberikan linkomisin 10-20 mg/kgBB/hari secara intra vena.(3,5,9)

Selain itu bisa pula dilakukan drainase pus yang terkumpul,

pemberian oksigen disertai posisi penderita setengah miring untuk

18

mengurangi sianosis dan kecemasan. Bila paru sudah mulai

mengembang, maka pipa-pipa drainase bisa dilepaskan. Hal ini

dikarenakan pipa-pipa tersebut tidak boleh berada di dalam rongga

toraks lebih dari 5 – 7 hari.(5)

• Prognosis

Angka kesembuhan penderita mengalami kemajuan besar dengan

penatalaksanaan sekarang, angka mortalitas berkisar dari 10 – 30% dan

bervariasi dengan lamanya sakit yang dialami sebelum penderita

dirawat, umur penderita, pengobatan yang memadai serta adanya

penyakit yang menyertai. Semua penderita dengan hasil biakan

staphylococcus yang positif sebaiknya harus diuji terhadap

kemungkinan fibrosis kistik dan terhadap penyakit defisiensi

imunologis.(3,5)

Bakteri gram negatif

1. Haemophilus influenzae

Infeksi yang serius akibat bakteri patogen ini lebih banyak ditemukan

pada bayi dan anak-anak, teriutama yang belum mendapatkan vaksinasi

hemofilus, dan sangat berhubungan dengan adanya riwayat meningitis,

otitis media, infeksi traktus respiratorius dan epiglotitis.(5,8)

• Patofisiologi

Pneumonia H. influenza penyebarannya biasanya lobar, tetapi tidak

ada tanda roentgenogram dada yang khas. Terjadi infiltrat segmental,

keterlibatan lobus tunggal atau multipel, efusi pleura dan pneumatokel.

Penyebaran dari infeksi di tempat lain adalah secara hematogen.

Daerah yang terinfeksi memperlihatkan adanya reaksi peradangan

dengan sel-sel lekosit polimorfonuklear ataupun sel-sel limfosit

disertai dengan penghancuran sel-sel epitel bronkiolus secara meluas.

19

Peradangan ini selanjutnya menimbulkan edema yang disertai dengan

perdarahan.(5,6,8)

• Gambaran Klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan tidak jauh berbeda dengan

gambaran klinis yang diakibatkan oleh pneumokokus, pneumonia H.

influenza lebih sering mulai secara tersembunyi dan biasanya

perjalanannya lama selama beberapa minggu. Batuk hampir selalu

dijumpai tapi mungkin tidak produktif. Pada penderita di sini juga

dijumpai adanya demam serta tanda kesukaran bernafas, takipnea dan

pernafasan cuping hidung.(5)

Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan suara redup yang

terlokalisasi saat perkusi serta adanya suara pernafasan bronkial; cairan

pleural sering ada pada roentgen dada pada bayi muda.(5,6,8)

• Diagnosis

Adanya biakan bakteri ini yang memberikan arti positif. Kultur

didapatkan dari darah, cairan pleura maupun dari aspirasi paru yang

memperlihatkan adanya lekositosis sedang disertai dengan limfopenia

relatif. Bila tidak ada biakan positif, uji aglutinasi lateks urin yang

positif dapat dipakai untuk mendukung diagnosis ini. Selain itu bisa

pula dengan pemeriksaan elektroforesis imunologis berlawanan

(counter immunoelectrophoresis) pada sekresi-sekresi trakea, darah,

air kemih dan cairan pleura untuk menegakkan diagnosis lebih dini.

Bila ditemukan adanya atelektasis, bronkoskopi mungkin terindikasi

untuk mengesampingkan adanya benda asing.(5,6,8)

• Komplikasi

Sering dijumpai adanya komplikasi, terutama pada bayi muda, dan

termasuk bakteremia, perikarditis, selulitis, empiema, meningitis dan

20

piartrosis. Meningitis terjadi pada 15% penderita yang lebih muda

pada satu penelitian.(5)

• Penatalaksanaan

Terapi simtomatik dan suportif sama dengan terapi pada

pneumonia pneumokokus dan stafilokokus. Obat antibiotika pilihan

adalah kloramfenikol dengan dosis 100 mg/kgBB/hari dan ampisilin

100 mg/kgBB/hari atau seftriakson 100 mg/kgBB/hari secara intra

vena harus dimasukkan sebagai terapi antibiotika inisial sampai

diketahui apakah organisme penghasil penisilinase; jika strain tersebut

sensitif, cukup diberikan ampisilin 100 mg/kgBB/hari saja. Uji

kepekaan dan resistensi sangat penting.(5,9)

Tindakan drainase diindikasikan bila terdapat efusi pleura dan

piartrosis.(5)

• Prognosis

Bila respon awal terhadap pengobatan baik maka diharapkan

bakteri penyebab akan melemah dan tidak mampu lagi menyebar

terlalu jauh. Namun apabila terdapat penyakit penyerta seperti

bakteremia, empiema maka hal tersebut akan memperburuk

prognosisnya.(8)

2. Klebsiella pneumoniae

Organisme ini termasuk gram negatif yang ditemukan pada traktus

respiratorius dan traktus gastrointestinal pada beberapa anak sehat.

Organisme ini jarang menimbulkan infeksi pada anak-anak. Infeksi akibat

Klebsiella pneumoniae ini bisa timbul sebagai kasus sporadis pada

neonatus. Banyak bayi mengandung organisme ini dalam nasofaring

mereka tanpa memperlihatkan adanya tanda-tanda sakit klinis hanya

sesekali saja seorang bayi mengalami sakit berat. Bahan-bahan yang

menyebarkan infeksi sehingga menularkan adalah peralatan yang dipakai

21

di dalam ruang pemeliharaan bayi dan alat pelembab udara sebagai

sumber-sumber utama infeksi nosokomial dengan organisme tersebut.(8)

• Patofisiologi

Infeksi nosokomial yang timbul dari aspirasi orofaringeal. Bakteri ini

memasuki alveoli melalui peralatan yang dipakai dengan kecenderungan

merusak dinding alveolar. Daerah yang terinfeksi benar-benar mengalami

nekrosis disertai dengan adanya sejumlah pus yang banyak dan bahkan

jaringan setempat sudah fibrosis.(7)

• Gambaran Klinis

Keadaan pasien akibat infeksi Klebsiella pneumoniae ini adalah

kekakuan yang multipel pada onset yang mendadak, demam, batuk yang

produktif, nyeri pleuritis dan kelemahan yang tiba-tiba, serta dapat terjadi

hemoptisis.(7,8)

Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya suara redup saat

perkusi dan adanya ronki basah kasar saat auskultasi akibat banyaknya

sekresi pus pada kavitas paru.(5,7,8)

• Diagnosis

Ditegakkan dengan pemeriksaan radiologis dengan gambaran adanya

infiltrasi pada lobus paru dan pleura-pleura yang menonjol. Kultur

bakteri yang positif didapatkan dari darah, pus di trakea serta hasil

aspirasi paru.(7,8)

• Penatalaksanaan

Penggunaan antibiotik baru berupa sefalosporin generasi ketiga

sangat dianjurkan karena obat ini terbukti efektif dalam melawan bakteri

ini. Kanamisin merupakan obat pilihan yang digunakan pada neonatus.

Dosis yang digunakan 15–20 mg/kgBB/hari secara intramuskuler setiap 8

jam selama minimal 10 – 14 hari atau dengan gentamisin 5-7,5

22

mg/kgBB/hari secara iv/im. Terapi yang diperpanjang diindikasikan

untuk penyebaran infeksi pada kavitas paru.(3,7,8,9)

Bila sudah terdapat empiema, drainase perlu dilakukan untuk fungsi

pengembangan parunya.(3,7,8)

• Prognosis

Adanya penyakit penyerta seperti bakteremia, empiema dan

kerusakan parenkim sisa bisa memperburuk keadaan dan meningkatkan

angka kematian.(8)

Pneumonia aspirasi

Aspirasi ini dapat terjadi karena terminumnya minyak tanah atau bensin.

Terdapat 2 teori tentang patogenesisnya, yaitu : (1) kerosene dapat mencapai

paru setelah diabsorpsi di traktus digestivus, (2) aspirasi terjadi sewaktu

menelan kerosen, muntah atau pada saat membilas lambung. Suhu tubuh dapat

meninggi dan kesadaran dapat menurun. Pneumonia aspirasi juga dapat terjadi

pada neonatus, yang sering terjadi ialah adanya aspirasi dari cairan amnion.

Pengobatan simtomatik dan antibiotika sebagai profilaksis, dapat diberikan

kombinasi penisilin atau ampisilin dengan gentamisin. Pada umumnya

pembilasan lambung tidak dilakukan untuk menghindari terjadinya aspirasi.(3,5)

Sindrom Loeffler

Pada sindrom ini terlihat gambaran foto toraks gambaran infiltrat besar

dan kecil yang tersebar, ada yang menyerupai tuberkulosis miliaris dengan

batas tidak tegas. Infiltrat dapat berpindah-pindah dari satu lobus ke lobus

lainnya atau dari paru satu ke paru yang lain. Infiltrat ini merupakan infiltrat

eosinofil oleh karena dijumpai banyak eosinofil pada infiltrat tersebut. Pada

umumnya infiltrat tersebut dianggap sebagai reaksi alergi terhadap protein

asing yang di daerah tropis dihubungkan dengan migrasi larva cacing Ascaris

23

lumbricoides atau lainnya, dari usus masuk ke peredaran darah dan paru.

Darah menunjukkan eosinofilia yang meningkat sebesar 40-70%. Penyakit ini

biasanya tidak memberat dan dapat sembuh sendiri setelah beberapa hari

sampai beberapa bulan. Pengobatannya terdiri atas antibiotika untuk

mencegah infeksi sekunder dan antelmintika.(3,5)

Pneumonia hipostatik

Terjadi karena adanya kongesti pada paru yang lama, misalnya pada

penderita penyakit menahun yang berbaring lama. Kongesti paru bagian

belakang bawah mengakibatkan mudahnya kuman yang biasanya terdapat

secara komensal berkembang biak dan kemudian menyebabkan peradangan

pada daerah paru. Pencegahannya ialah dengan mengubah-ubah posisi

berbaring.(3,5)

Pneumonia viral

Pneumonia yang disebabkan oleh virus terutama oleh Respiratory

Syncitial Virus (RSV) dan parainfluenza virus. Pada umumnya patogenesis

terjadinya infeksi tersebut belumdiketahui secara pasti, namun pada infeksi

RSV yang menyebabkan bronkiolitis atau pneumonia didapatkan nekrosis

pada epitel bronkioler dan infiltrate limfosit serta sel mononuclear

peribronkioler, kadang dapat dijumpai penebalan interalveoler dan pengisian

ruangan antara alveolus dengan cairan.(5)

Gambaran Klinis

Pada infeksi RSV menyebabkan spectrum penyakit saluran nafas

yang luas. Pada bayi 25-40% infeksi melibatkan saluran pernafasan

bagian bawah, meliputi pneumonia, bronkiolitis dan trakeobronkitis.

Gejala klinis dimulai dengan rinore, sedikit demam, dan gejala sistemik

ringan, seringkali disertai adanya mengi dan batuk. Sebagian besar

pasien akan sembuh dalam waktu 1 sampa i2 minggu. Pada penyakit

24

yang berat, dapat terjadi takipnea dan dispnea, akhirnya dapat terjadi

hipoksi yang jelas, sianosis dan apnea. Pemeriksaan fisik dapat

ditemukan adanya mengi, ronki dan suara abnormal paru lainnya yang

menyeluruh. Sinar X pada dada menunjukkan hiperekspansi, penebalan

peribronkial dan berbagai infiltrat berkisar dari infiltrat interstitial

menyeluruh sampai konsolidasi segmental atau lobar.(5)

Pada infeksi parainfluenza, gejala yang muncul ialah coryza (rabas

hidung yang muncul banyak sekali), sakit tenggorok, serak dan batuk

dengan atau tanpa sesak (croup). Pada batuk yang menyebabkan sesak,

demam menetap, dengan coryza dan sakit tenggorok yang memburuk.

Batuk menyalak atau menyerupai suara alat musik tiup dapat diamati

dan dapat berkembang menjadi stridor yang jelas. Penyembuhan terjadi

setelah 1 sampai 2 hari, meskipun kadang dapat terjadi sumbatan pada

jalan nafas dan hipoksia yang progresif. Jika berkembang menjadi

bronkiolitis atau pneumonia dapat terjadi batuk yang progresif disertai

mengi, takipnea dan peningkatan produksi sputum.(5)

Diagnosis

Diagnosis infeksi RSV dapat diperkirakan dari keadaan

epidemiologik, misalnya penyakit yang parah pada bayi selama wabah

virus RSV dalam masyarakat. Diagnosis secara pasti ditegakkan dengan

isolasi virus dari sekret saluran pernafasan, meliputi sputum, usapan

tenggorok, atau bilasan nasofaringeal. Virus dideteksi dalam biakan

jaringan dan dapat dikebnali secara spesifik dengan reaksi imunologis

menggunakan imunofluoresens, ELISA, atau teknik lainnya.(7)

Pencegahan dan terapi

Pengobatan infeksi virus pada saluran pernafasan bagian bawah

terdiri atas terapi pernafasan meliputi tirah baring, hidrasi, pengisapan

secret dan pemberian oksigen serta pemberian anti bronkospastik bila

diperlukan. Pada kasus yang berat, dapat dipertimbangkan pemasangan

intubasi dan bantuan pernafasan. Pada penelitian terhadap pemberian

ribavirin aerosol pada infeksi oleh RSV menunjukkan efek

25

penyembuhan dan perbaikan gas darah. Pada infeksi virus

parainfluenza, terutama pada kasus yang berat, dapat diberikan

glukokortikoid sistemik dosis tinggi.(9)

Upaya pencegahan dapat diberikan vaksin, namun hingga sekarang

vaksin yang efektif untuk mengatasi infeksi tersebut belum ditemukan.

Pada RSV, telah dikembangkan imunisasi dengan glikoprotein

permukaan F dan G RSV yang sudah dimurnikan atau berupa virus

hidup, stabil dan sudah dimusnahkan. Sedangkan pada virus

parainfluenza belum dikembangkan vaksin yang efektif.(7)

C. Profilaksis

Tindakan profilaksis terhadap pneumonia maupun komplikasi yang

ditimbulkannya dapat dengan pemberian vaksin. Jenis vaksin yang beredar

antara lain : vaksin pneumokokal, vaksin conjugated H. influenza tipe B,

vaksin influenza, dan vaksin varisela.(9)

Dari semua vaksin yang tersedia, sekitar 80-90% adalah vaksin jenis

pneumokokal. Kebanyakan anak-anak di atas 2 tahun dan orang dewasa

mempunyai suatu respon antigen di dalam 2-3 minggu setelah vaksinasi.

Sekitar 50% pasien yang divaksinasi timbul keluhan erythema dan/atau rasa

sakit di lokasi suntikan; sekitar 1% timbul demam, mialgia; dan 5 dari 1 juta

orang yang divaksinasi timbul reaksi anafilaksis atau reaksi serius yang lain.(8)

Vaksinasi direkomendasikan untuk anak-anak di atas 2 tahun dan pada

orang dewasa dengan resiko tinggi terhadap infeksi pneumokokus atau

terhadap komplikasinya, termasuk juga orang dengan penyakit kardiovaskuler

dan paru yang kronis, gangguan fungsi lien, asplenia, penyakit Hodgkin's,

berbagai myeloma, DM, infeksi HIV, sirosis hepatis, alkolholism, gangguan

ginjal, transplantasi organ, atau kondisi-kondisi lain dihubungkan dengan

immunosuppression dan anak dengan nefrosis.(5,8)

26

Anak dengan penyakit sel bulan sabit atau penyebab lain asplenia perlu

profilaksis dengan penisilin disamping juga dengan vaksin pneumokokal.

Infeksi saluran nafas atas yang rekuren pada anak-anak ( otitis media dan

sinusitis) bukan suatu indikasi untuk vaksinasi. Efek perlindungan vaksin ini

masih belum diketahui. Vaksinasi ulang setelah 5 sampai 10 tahun

diindikasikan bagi mereka dengan resiko tinggi.(11)

27

BAB III

KESIMPULAN

1. Insidensi pneumonia lobaris di negara-negara yang sedang berkembang

pada anak kurang dari 5 tahun diperkirakan sekitar 30% dengan angka

mortalitas yang tinggi.

2. Pneumonia lobaris adalah peradangan pada paru dimana proses

peradangannya ini menyerang lobus paru.

3. Pembagian atau penggolongan pneumonia berdasarkan atas dasar anatomis

kurang relevan dibanding pembagian pneumonia berdasar etiologinya.

Berdasar etiologinya, pneumonia dibagi : (1) bakteri, (2) virus, (3)

Mycoplasma pneumoniae, (4) Jamur, (5) Aspirasi, (6) Pneumonia

hipostatik, (7) Sindrom Loeffler.

4. Golongan bakteri yang sering menyebabkan ataupun didapatkan pada kasus

pneumonia lobaris adalah :

a. Bakteri gram positif : Pneumococcus dan Staphylococcus aureus

b. Bakteri gram negatif : Haemophilus influenzae dan Klebsiella

pneumoniae

5. Diagnosa ditegakkan dari manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang yang

meliputi laboratorium darah, pemeriksaan sputum, roentgenogram dada dan

serologis.

6. Penatalaksanaan berdasar etiologi dari pneumonia lobaris dan uji kepekaan

terhadap antibiotika penting untuk dilakukan.

7. Tindakan vaksinasi pada beberapa kasus dapat dipertimbangkan pada

kondisi-kondisi tertentu.

28

DAFTAR PUSTAKA

1. Setiawati dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan

Anak. 2008. Surabaya

2. Price SA, Wilson LM, Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease

Processes (Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Edisi 4,

Penerbit EGC, Jakarta, 1995, hal: 709-712.

3. Alatas H, Hasan R (ed), Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, Percetakan

Infomedika, Jakarta, 1986, hal: 1228-1235.

4. Soeparman, Waspadji S (ed), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit

FKUI, Jakarta, 1995, hal: 695-705.

5. Behrman RE, Vaughan VC, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Bagian II, Edisi 12,

Penerbit EGC, Jakarta, 1992, hal: 617-628.

6. Kumala P, dkk (ed), Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, Penerbit

EGC, Jakarta, 1998, hal: 167.

7. Shulman TS, et al, Paduan penyakit Infeksi dan Terapi Antimikroba pada

Anak, EGC, Jakarta, 2001, hal 496-522.

8. isselbacher, et al, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 13,

Vol. 2, Penerbit EGC, Jakarta, 1995, hal. 906-909.

9. Shah Ira, Pneumonia in Children, http://

www.pediatriconcall.com/fordoctor/DiseasesandCondition/Faqs/Pneumonia.a

sp, 2001.

29

30