Laporan Kasus Obsgyn Dyta

47
SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi Laporan Kasus Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman PREEKLAMPSIA BERAT Disusun Oleh Anindyta Audie D.A. 0910015028 Pembimbing dr. H. Handy Wiradharma, Sp.OG

description

obgyn

Transcript of Laporan Kasus Obsgyn Dyta

Page 1: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

SMF/Lab Obstetri dan Ginekologi Laporan KasusFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

PREEKLAMPSIA BERAT

Disusun Oleh

Anindyta Audie D.A.

0910015028

Pembimbing

dr. H. Handy Wiradharma, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik PadaSMF/Laboratorium Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran Universitas MulawarmanRumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

2015

Page 2: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, 2 orang ibu meninggal setiap jam karena kehamilan,

persalinan dan nifas. Begitu juga dengan kematian anak, di Indonesia setiap 20

menit anak usia di bawah 5 tahun meninggal. Dengan kata lain 30.000 anak

balita meninggal setiap hari dan 10,6 juta anak balita meninggal setiap tahun.

Sekitar 99 % dari kematian ibu dan balita terjadi di negara miskin, terutama di

Afrika dan Asia Selatan. Di Indonesia angka kematian anak balita menurun

15 % dalam 15 tahun, dari 79 kematian per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1988

menjadi 46 per 1.000 kelahiran hidup pada kurun waktu 1998-2002 (Survei

Demografi Kesehatan Indonesia 2002/2003). Sebagai perbandingan, angka

kematian bayi di negara maju seperti di Inggris saat ini sekitar 5 per 1.000

kelahiran hidup (WHO, 2005). Sebagian besar kematian perempuan disebabkan

komplikasi karena kehamilan dan persalinan, termasuk perdarahan, infeksi,

aborsi tidak aman, tekanan darah tinggi dan persalinan lama (Anonim, 2005).

Preeklampsia-eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang masih

merupakan penyebab utama kematian ibu dan penyebab kematian perinatal tertinggi

di Indonesia. Wahdi, dkk (2000) mendapatkan angka kematian ibu akibat

preeklampsia/ eklampsia di RSUP Dr. Kariadi Semarang selama tahun 1996-

1998 sebanyak 10 kasus (48%). Data ini sebanding dengan dokumen WHO (18

September 1989) yang menyatakan bahwa penyebab langsung kematian

terbanyak adalah preeklampsia/eklampsia, perdarahan, infeksi dan penyebab tak

langsung adalah anemia, penyakit jantung. Sehingga diagnosis dini

1

Page 3: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

preeklampsia yang merupakan pendahuluan eklampsia serta

penatalaksanaannya harus diperhatikan dengan seksama. Disamping itu,

pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin untuk mencari tanda

preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria sangat penting dalam usaha

pencegahan, disamping pengendalian faktor-faktor predisposisi lain (Sudinaya,

2003).

Insiden preeklampsia sangat dipengaruhi oleh paritas, berkaitan dengan

ras dan etnis. Disamping itu juga dipengaruhi oleh predisposisi genetik dan juga

faktor lingkungan. Sebagai contoh, dilaporkan bahwa tempat yang tinggi di

Colorado meningkatkan insiden preeklampsia. Beberapa penelitian

menyimpulkan bahwa wanita dengan sosio ekonominya lebih maju jarang

terkena preeklampsia (Cunningham, 2003). Preeklampsia lebih sering

terjadi pada primigravida dibandingkan multigravida. Faktor risiko lain

yang menjadi predisposisi terjadinya preeklampsia meliputi hipertensi kronik,

kelainan faktor pembekuan, diabetes, penyakit ginjal, penyakit autoimun seperti

Lupus, usia ibu yang terlalu muda atau yang terlalu tua dan riwayat preeklampsia

dalam keluarga (George, 2007).

1.2 Tujuan

Pada laporan kasus kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai

preeclampsia berat terkait alur penegakan diagnosis, komplikasi, beserta

penatalaksanaannya.

2

Page 4: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

BAB II

LAPORAN KASUS

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Kamis, 29 Januari

2015 pukul 14.00 Wita di ruang nifas Mawar RSUD AW. Sjahranie Samarinda.

Anamnesis:

Identitas pasien:

Nama : Ny. Fe

Umur : 37 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : IRT

Suku : Jawa

Alamat : Palaran

Masuk RS (MRS) : 16 Januari 2015

Identitas suami:

Nama : Tn. Ro

Umur : 38 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Swasta

Suku : Sunda

Alamat : Palaran

Keluhan Utama:

Kaki dan tangan bengkak

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluhkan kaki dan tangan bengkak sejak 1 minggu sebelum masuk

rumah sakit. Keluhan ini datang tiba-tiba dan lama kelamaan bengkak makin

3

Page 5: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

besar. Pasien tidak mengeluhkan nyeri pada kaki, namun pasien mengeluhkan

tangannya terasa keram. Pasien juga mengeluhkan kadang mengalami sakit kepala

sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien tidak mengeluhkan adanya mual/

muntah , nyeri epigastrium , pandangan kabur, dan riwayat kejang.

Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya disangkal. Riwayat keluar air-air

(-) keluar lendir darah (-)

Riwayat Penyakit Dahulu:

Riwayat hipertensi disangkal. Riwayat diabetes mellitus disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu dan adik pasien mengalami hipertensi

Riwayat Haid:

- Menarche usia 11 tahun

- Lama haid + 7 - 10 hari

- Jumlah darah haid : 2x ganti pembalut per hari

- HPHT 6 Juni 2014

- TP : 13 Maret 2015

Riwayat Perkawinan:

Perkawinan pertama, lama menikah 14 tahun, pertama kali kawin saat usia 22

tahun.

Riwayat Obstetrik:

No

Tahu

n

Partus

Tempat

Partus

Umur

kehamilan

Jenis

Persali

nan

Penolong

Persalina

n

Jenis

Kelamin

Anak/

BB

Keadaan

Anak

Sekarang

1 2001 Praktek

Bidan

Aterm Spontan Bidan Perempu

an / 2500

Hidup

4

Page 6: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

gram

5 2015 Hamil ini

Kontrasepsi:

Pasien menggunakan KB suntik 3 bulan dengan lama penggunaan 3 tahun

Pemeriksaan Obstetri :

- Inspeksi : Perut membesar dengan arah memanjang, linea nigra (+),

stria albicans (+)

- Palpasi :

1. TFU : 25 cm

2. DJJ : 138x/menit, teratur

3. His : (-)

4. Pemeriksaan Leopold :

I : bokong

II: punggung kanan

III: presentasi kepala, belum masuk PAP

IV: -

5. Vaginal toucher : tidak dilakukan

Pemeriksaan fisik :

1. Berat badan : 69 kg, Tinggi badan : 146 cm

2. Keadaan Umum : Baik

3. Kesadaran : Composmentis, GCS:

E4V5M6

4. Tanda vital:

Tekanan darah : 200/110 mmHg

Frekuensi nadi : 88x/menit

Frekuensi napas : 20x/menit

Suhu : 36,5°C

5

Page 7: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

5. Status generalis:

Kepala : normocephali

Mata : konjungtiva anemis (-/-), ikterik (-/-)

Telinga/hidung/tenggorokan: tidak ditemukan kelainan

Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax:

Jantung : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru : vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : hepar: pembesaran (-), limpa: pembesaran (-)

Ekstremitas : akral hangat, edema (+/+)

Pemeriksaan Tambahan :

Laboratorium Darah Lengkap

Jenis

PemeriksaanHasil Lab Nilai Normal

Hb 10,2 mg/gl 11,0-16,00 mg/dl

Ht 29 % 37-54%

BT 3’ 2-5’

CT 8’ 5-10’

Leu 13400 μL 4000-10.000 μL

Tr 162.000 μL 150.000-450.000 μL

GDS 135 gr/dl 60-150 mg/dl

Ureum 39.9 10-40 mg/dl

Creatinin 1.0 0,5-1,5 mg/dl

HbsAg NR NR

112 NR NR

Proteinuria +3

6

Page 8: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

Diagnosis Kerja:

G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu + belum inpartu + PEB + primitua sekunder

Penatalaksanaan

- MRS

- Protap MgSO4

- Konsul jantung

- Injeksi Deksametason 4 x 5 mg IV

- Rencana USG

Follow up:

No Tanggal Follow up Lab

1. 16/1/2015 S : Tangan terasa keram, sakit

kepala, keluar air-air (-), keluar

lendir darah (-)

O : TD = 200/110 mmHg, N=

88x/menit, RR= 20x/menit T= 36,5o

C DJJ = 138x/menit His = (-)

A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +

belum inpartu + PEB + primitua

sekunder

P : (lapor dr. Sp. OG)

- Konsul jantung

- Injeksi Deksametason 4 x 5 mg (IV)

- Rencana USG

Konsul dr. Sp.JP, advis :

Nifedipin 3 x 10 mg

Bisoprolol 1 x 5 mg

2. 17/1/2015 S : tangan terasa keram sudah

berkurang, mual (-), pusing (-)

O : TD = 150/90 mmHg, N=

78x/menit, RR= 20x/menit DJJ =

140x/menit His = (-)

A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +

belum inpartu + PEB + primitua

P : (lapor dr. Sp. OG)

- Terapi lanjutkan

- Rencana USG dari ruangan

7

Page 9: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

sekunder

3. 17/1/2015 S : -

O : TD = 200/120 mmHg, N=

96x/menit, RR= 18x/menit DJJ =

152x/menit His = (-)

A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +

belum inpartu + PEB + primitua

sekunder

P : (lapor dr. Sp. OG)

- Konsul ulang jantung

- Drip MgSO4, bila sudah 24 jam

hentikan

Konsul dr. Sp. JP, advis :

Clonidin 3 x 0.15 mg

4. 18/1/2015 S : -

O : TD = 160/120 mmHg, N=

72x/menit, RR= 22x/menit DJJ =

136x/menit His = (-)

A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +

belum inpartu + PEB + primitua

sekunder

P :

- Terapi lanjut

5. 19/1/2015 S : Pusing (+), mual (-), muntah (-)

O : TD = 190/100 mmHg, N=

88x/menit, RR= 24x/menit T = 36 oC DJJ = 124x/menit His = (-)

A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +

belum inpartu + PEB + primitua

sekunder

P :

- Terapi lanjut

- Observasi DJJ dan TD

- Rencana USG

8

Page 10: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

6. 20/1/2015 S : Pusing berkurang, batuk

berdahak

O : TD = 180/120, N = 94 x/menit,

RR = 22 x/menit, T = 36.2 C, DJJ =

138 x/menit

A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +

belum inpartu + PEB + primitua

sekunder

Terapi lanjut

7. 21/1/2015 S : Sakit kepala (+)

O : TD = 190/100 mmHg, N = 84

kali/menit, RR = 22 kali/menit, DJJ

= 131 kali/menit His (-)

A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +

belum inpartu + PEB + primitua

sekunder

Terapi lanjut

Lapor dr. SpOG :

Rencana SC

9

Page 11: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

8. 22/1/2015 S : Pandangan kabur (-), nyeri

kepala (-)

O : TD = 220/120, N = 88

kali/menit, RR = 24 kali/menit, T =

36.2 C

A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +

belum inpartu + PEB + primitua

sekunder

Nifedipin 3 x 10 mg

Bisoprolol 1 x 5 mg tab

Clonidin 3 x 0.15 mg tab

Dexametason 4 x 5 mg IV (1 hari)

Konsul dr. Sp.JP, advis :

Acc operasi

9. 22/1/2015 S : Keluhan (-)

O : TD = 160/100, N = 96

kali/menit, RR = 20 kali/menit, T =

36.2 C

A : G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu +

belum inpartu + PEB + primitua

sekunder

Rencana SC + IUD

Laporan Operasi

Diagnosa Pre Operatif G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu + PEB

konservatif gagal + primitua sekunder

Diagnosa Post Operatif G2P1A0 gravid 30 – 31 minggu + PEB

konservatif gagal + primitua sekunder

Macam Operasi Sectio Caesaria + Insersi IUD

10

Page 12: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

Tanggal 23 – 01 – 2015

Laporan Operasi Asepsis lapangan operasi

Duk steril dipasang

Dibuat insisi mediana lapis demi

lapis dinding abdomen

Pisahkan plika vesica uterina

secara tumpul dengan tangan

operator

Fiksasi blast dengan

menggunakan hak blast

Dilakukan insisi pada segmen

bawah rahim

Dilakukan pemecahan ketuban

dan kemudian dilakukan suction

Meluksir janin mulai dari kepala

janin,badan, dan kaki

Mengusap kepala bayi dengan

kassa steril, kemudian ulut dan

hidung bayi di suction

Klem tali pusat kemudian

dilakukan pemotongan tali

pusat, dan kemudian melakukan

injeksi oksitosin sebanyak 10 UI

pada uterus

Melakukan manual plasenta

untuk mengeluarkan plasenta

Dilakukan pembersihan kavum

uteri dengan kassa betadin dan

pastikan tidak ada sisa plasenta

yang tertinggal

Dilakukan penjahitan segmen

bawah rahim dengan

11

Page 13: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

menggunakan benang cat gut

plain 2.0

Cari tuba sebelah kanan

kemudian diangkat pada

pertengahannya sampai

membentuk lengkungan,

dasarnya diklem

Bagian di bawah klem diikat

dengan benang dari bahan yang

bisa diserap oleh darah,

kemudian lakukan pemotongan

(tubektomi) pada bagian atas

ikatan. Cauter perdarahan yang

terjadi

Cari tuba sebelah kiri kemudian

diangkat pada pertengahannya

sampai membentuk lengkungan,

dasarnya diklem

Bagian di bawah klem diikat

dengan benang dari bahan yang

bisa diserap oleh darah,

kemudian lakukan pemotongan

(tubektomi) pada bagian atas

ikatan. Cauter perdarahan yang

terjadi

Membersihkan kavum abdomen

dengan cairan NaCl dan

kemudian dilakukan suction

Menjahit lapisan abdomen lapis

demi lapis

- Peritoneum

menggunakan cat gut plain No

12

Page 14: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

2.0

- Otot dijahit

menggunakan cat gut plain No

2.0

- Fasia tranversalis

dijahit menggunakan vicryl No

1.0

- Lemak menggunakan

cat gut plain No. 2.0

- Kutis dengan

menggunakan silk 3.0

Permukaaan abdomen

dibersihkan dengan Nacl 0,9 %

Menutup luka dengan kassa

steril dan diplester

menggunakan leukomed

Operasi selesai

Instruksi Post Operasi Inj. Cefotaksim 3 x 1 gr

Inj. Ketorolac 3 x 30 mg IV

Inj. Tramadol 3 x 100 mg

Drip induksin 2 amp dalam 500 cc 20

tpm

Drip RL : D5 20 tpm

Setelah 8 jam post operasi :

Miring kanan kiri

Setelah bising usus (+), minum, diet

bubur, terapi dari jantung lanjut

Cek Hb Post operasi

Observasi 2 jam post operasi

13

Page 15: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

Jam Tekanan Darah Nadi Frekuensi

Napas

Urin

Tampung

12.00 TD 230/90 mmHg N 96 kali/menit RR 24

kali/menit

UT 200 cc

pekat

12.15 TD 220/100 mmHg N 96 kali/menit RR 24

kali/menit

UT 200 cc

pekat

12.30 TD 210/100 mmHg N 88 kali/menit RR 24

kali/menit

UT 200 cc

pekat

12.45 TD 210/100 mmHg N 88 kali/menit RR 24

kali/menit

UT 200 cc

pekat

13.15 TD 220/100 mmHg N 92 kali/menit RR 20

kali/menit

UT 200 cc

pekat

13.45 TD 230/120 mmHg N 90 kali/menit RR 22

kali/menit

UT 200 cc

pekat

14

Page 16: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

10. 23/1/2015

10.30

Bayi lahir perempuan dengan

BB1500 gram, dan APGAR

score 4/6

23/1/2015 S : Nyeri luka operasi (+)

O : TD = 170/100, N = 92

kali/menit, RR = 20

kali/menit, T = 36.2 C

A : Post SC + IUD hari 1 a/i

konservatif gagal + primitua

sekunder

Cefotaksim 3 x 1 gr

SF 2 x 300 mg tab

Asam mefenamat 3 x 500 mg tab

Perdipin maksimal 21 cc / jam,

target 140 /90 mmHg

Nifedipin 3 x 10 mg tab

Bisoporoliol 1 x 5 mg tab

11. 24/1/2015 S : Nyeri luka operasi (+),

sakit kepala (+)

O : TD = 180/90, N = 88

kali/menit, RR = 20

kali/menit, T = 36.2 C

A : Post SC + IUD hari 2 a/i

konservatif gagal + primitua

sekunder

Cefotaksim 3 x 1 gr

SF 2 x 300 mg tab

Asam mefenamat 3 x 500 mg tab

Perdipin 21 cc / jam, target 140 /90

mmHg

Nifedipin 3 x 10 mg tab

Bisoporoliol 1 x 5 mg tab

12 25/1/2015

09.30

S : Nyeri luka operasi (+),

nyeri kepala berkurang

O : TD = 140/80, N = 88

kali/menit, RR = 20

kali/menit, T = 36.2 C

A : Post SC + IUD hari 2 a/i

konservatif gagal + primitua

sekunder

Perdipin 11 cc/jam, observasi TD

sejam lagi

13 11.00 S : Keluhan (-)

O : TD = 140/80, N = 80

kali/menit, RR = 20

kali/menit, T = 36.2 C

A : Post SC + IUD hari 2 a/i

Perdipin stop

Aff kateter

15

Page 17: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

konservatif gagal + primitua

sekunder

14 26/11/201

5

S : Nyeri kepala berkurang

O : TD = 210/100, N = 80

kali/menit, RR = 20

kali/menit, T = 36.2 C

A : Post SC + IUD hari 2 a/i

konservatif gagal + primitua

sekunder

Nifedipin 3 x 10 mg

Bisoprolol 1 x 5 mg

Cefotaksim 3 x 1 gram

Asam mefenamat 3 x 1

SF 2 x 1

Perdipin 11 cc/jam

15. 27/1/2015 S : Nyeri kepala (-)

O : TD 160/100, N 88

kali/menit, RR 20 kali/menit,

T 36.2

A : Post SC + IUD hari 2 a/i

konservatif gagal + primitua

sekunder

Nifedipin 3 x 10 mg

Bisoprolol 1 x 5 mg

Cefotaksim 3 x 1 gram

Asam mefenamat 3 x 1

SF 2 x 1

Pulang

16

Page 18: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Preeklampsia

Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang ditandai

dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Cunningham et al, 2003,

Matthew warden, MD, 2005). Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20

minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu, tetapi dapat

juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Preeklampsia dapat

berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat

(George, 2007). Preeklampsia berat adalah preeclampsia dengan tekanan darah

sistolik ≥160 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 110 mmHg disertai proteinuria 5

gram/ 24 jam (Prawirohardjo, 2009)

3.2 Epidemiologi Preeklampsia

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak

faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi,

perbedaan kriteria dalam penentuan diagnosis dan lain-lain. Di Indonesia

frekuensi kejadian preeklampsia sekitar 3-10% (Triatmojo, 2003), Sedangkan di

Amerika Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari

semua kehamilan (23,6 kasus per 1.000 kelahiran) (Dawn C Jung, 2007). Pada

primigravida frekuensi preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan

multigravida, terutama primigravida muda, Sudinaya (2000) mendapatkan angka

kejadian preeklampsia dan eklampsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar

17

Page 19: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

74 kasus (5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31

Desember 2000, dengan preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13

kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan

primigravida (17,5%). Diabetes melitus, mola hidatidosa, kehamilan ganda,

hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas merupakan faktor

predisposisi untuk terjadinya preeklampsia (Trijatmo, 2005). Peningkatan

kejadian preeklampsia pada usia > 35 tahun mungkin disebabkan karena adanya

hipertensi kronik yang tidak terdiagnosa dengan superimposed PIH (Deborah E

Campbell, 2006).

Di samping itu, preklampsia juga dipengaruhi oleh paritas. Surjadi, dkk

(1999) mendapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklampsia di RSU

Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu

sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37

minggu yaitu sebanyak 18 kasus.

Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan

tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan

preeklampsia (13 % : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu,

wanita dengan kehamilan kembar memperlihatkan prognosis neonatus yang

lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan tunggal (Cunningham, 2003).

3.3 Etiologi Preeklampsia

1) Peran Prostasiklin dan Tromboksan

Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel

vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial

plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal prostasiklin meningkat.

18

Page 20: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstrikso

generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan

pengurangn perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan penurunan volume

plasma (Y. Joko, 2002).

2) Peran Faktor Imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan I karena pada

kehamilan I terjadi pembentukan blocking antibodies

terhadap antigen plasenta tidak sempurna. Pada preeklampsia

terjadi komplek imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini

dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.

3) Peran Faktor Genetik

Preeklampsia meningkat pada anak dari ibu yang menderita

preeklampsia.

4) Iskemik dari uterus. Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus

5) Defisiensi kalsium.

Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan

vasodilatasi dari pembuluh darah (Joanne, 2006).

6) Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.

Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam

patogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin diketahui dilepaskan oleh sel

endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah

wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah

dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat

19

Page 21: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

sesuai dengan kemajuan kehamilan

3.4 Patofisiologi Preeklampsia

Preeklampsia terjadi pada wanita yang memiliki kehamilan abdomen

dan mola hidatidosa. Penyakit ini lebih sering terjadi pada kondisi plasenta

besar (seperti pada kehamilan kembar dan hydrops fetalis) dan pada wanita

yang memiliki penyakit mikrovaskular seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit

vascular lainnya. Pada preeclampsia, implantasi trofoblastik abnormal sehingga

perfusi plasenta berkurang. (Duley, 2003) Pada preeclampsia terjadi

abnormalitas dalam pelepasan kadar nitrit oksida sehingga menyebabkan

peningkatan resistensi arteri uterine. Adanya peningkatan resistensi ini

mengakibatkan peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen

(seperti prostaglandin, tromboxan, radikal bebas, lipid yang teroksidasi, dan

endothelial growth factor) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi

platelet.

Disfungsi endotel ini bertanggung jawab terhadap gejala klinis yang

ditemukan pada pasien preeclampsia. Disfungsi endotel pada pembuluh darah pada

hepar berkontribusi terhadap onset sindrom HELLP. Penumpukan trombus dan

pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit

kepala dan defisit saraf lokal dan

kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi

glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler

menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi

20

Page 22: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya

cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer. Peningkatan

hemolisis microangiopati menyebabkan anemia, trombositopenia, serta

menyebabkan peningkatan hiperpermeabilitas vascular yang menyebabkan adanya

edema. Deplesi dari faktor pertumbuhan endotel di dalam podosit menyebabkan

endoteliosis menyumbat diafragma pada membrane basalis, sehingga menyebabkan

kemampuan glomerulus untuk berfiltrasi dan menyebabkan adanya proteinuria.

Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat

bahkan kematian janin dalam rahim.

Kaskade preeclampsia ini diduga terjadi akibat adanya kegagalan sistem

imun ibu yang tidak bisa mengenali unit fetoplasenta. Produksi eksesif dari sel imun

yang tidak bisa mengenali unit fetoplasenta ini menyebabkan terjadinya sekresi dari

TNF- α yang menginduksi adanya apoptosis dari sitotrofoblas ekstravili. (Uzan,

Carbonnel, & Ayoubi, 2011)

3.6 Diagnosis Preeklampsia Berat

Diagnosis dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan

laboratorium. Preeklampsia berat ditegakkan apabila terdapat indikasi terlibatnya

beberapa sistem, sebagai berikut:

Tekanan darah sistolik ≥ 160/110 mmHg. Tekanan darah ini tidak

menurun mespikun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan harus

menjalani tirah baring.

Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau dalam

pemeriksaan kualitatif 4+

Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.

21

Page 23: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

Adanya kenaikan kadar kreatinin plasma, > 120 µmol/ L

Adanya gangguan visus dan gangguan serebral : penurunan

kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur

Nyeri epihastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen

( akibat teregangnya kapsula Glisson).

Terdapat edema paru dan sianosis

Hemolisis mikroangiopatik

Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan

trombosit dengan cepat

Gangguan fungsi hepar : peningkatan kadar alanin dan aspartate

aminotransferase

Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat

Sindrom HELLP

Preeklampsia berat dibagi menjadi preeclampsia berat tanpa impending

eclampsia dan preeclampsia berat disertai dengan impending eclampsia yang

disertai dengan gejala nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri

epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.

Fetus harus diperiksa dengan elektrokardiografi. Tes laboratorium meliputi

perhitungan darah lengkap, hapusan darah tepi untuk melihat adanya skistosit,

pemeriksaan bilirubin, aspartat transaminase dan alanin transaminase untuk

mengidentifikasi adanya potensi sindrom HELLP, cek fungsi ginjal untuk

mengetahui adanya kegagalan ginjal akut atau uremia, proteinuria, cek

protrombin, activated thromine time, dan fibrinogen perlu dilakukan. (Uzan,

Carbonnel, & Ayoubi, 2011)

3.7 Penatalaksanaan Preeklampsia Berat

Pengobatan Medikamentosa

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat

inap dan dianjurkan untuk tirah baring miring ke kiri. Pemeriksaan sangat teliti

diikuti dengan observasi harian tetang tanda-tanda klinik berupa : nyeri kepala,

22

Page 24: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu

perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran

tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.

Perawatan yang penting pada preeclampsia berat ialah pengelolaan cairan

karena penderita preeklampsia dan eklampsia memiliki risiko tinggi untuk

mengalami edema paru dan oliguria. Harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa

jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan oleh urin. Bila terjadi tanda-tanda

edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa

5% Ringer Dekstrose atau cairan NaCl jumlah tetesan < 125 cc/jam, atau Infus

Dekstrose 5 % yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse Ringer Laktat (60 – 125

cc/jam) 500 cc.

Selain diberikan cairan, dipasang juga Foley Catheter untuk mengukur

pengeluaran urin. Dikatakan oliguria bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2 – 3 jam

atau < 500 cc dalam 24 jam.

Dapat diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila

mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat

asam.

Diet yang diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.

Antikonvulsan. Pada kasus preeklampsia yang berat dan eklampsia, magnesium

sulfat ( MgSO4) yang diberikan secara parenteral adalah obat anti kejang yang

efektif tanpa menimbulkan depresi susunan syaraf pusat baik bagi ibu maupun

janinnya.

Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada

rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuscular. Transmisi

23

Page 25: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

neuromuscular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian MgSO4,

magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsaangan tidak terjadi

karena terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium. Kadar

kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat.

Cara pemberian :

Loading dose : initial dose

o 4 gram MgSO4 intravena (40 % dalam 10 cc) selama 15

menit

Maintenance dose :

o Infus 6 gramd alam larutan Ringer / 6 jam ; atau diberikan 4

atau 5 gram IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4

gram IM tiap 4 – 6 jam

Syarat pemberian MgSO4 :

o Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi

yaitu kalsium glukonas 10 % = 1 g (10 % dalam 10 cc)

diberikan IV 3 menit.

o Refleks patella (+) kuat

o Frekuensi pernapasan > 16 kali / menit , tidak ada tanda-

tanda distress napas.

Magnesium sulfat dihentikan bila :

o Ada tanda-tanda intoksikasi

o Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang

terakhir

Dosis terapeutik dan toksis MgSO4

o Dosis terapeutik 4 –7 mEq/l 4.8 – 8.4 mg/dl

o Hilangnya refleks tendon 10 mEq/ l 12 mg/dl

o Terhentinya pernapasan 15 mEq/l 18 mg/dl

o Terhentinya jantung > 30 mEq/l > 36 mg/dl

Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka diberikan

salah satu obat berikut : thiopental sodium, sodium amobarbital,

diazepam, atau fenitoin.

24

Page 26: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru, payah

jantung kongestif, atau edema anasarka. Diuretik yang dipakai ialah furosemid.

Hati – hati dalam pemberian diuretikum karena menyebabkan hipovolemia,

memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi,

menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.

Antihipertensi masih diperdebatkan tentang penentuan batas tekanan darah untuk

pemberiannya. Di RSUD Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian

antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau tekanan

diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu

penurunan awal 25 % dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan

mencapai < 160 / 105 atau MAP < 125.

Antihipertensi lini pertama

o Nifedipin

Dosis 10 – 20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit,

maksimum 120 mg dalam 24 jam

Nifedipin merupakan jenis antihipertensi yang diberikan di

Indonesia.

Antihipertensi lini kedua

o Sodium nitroprusside

0.25 µg IV/kg/menit, infuse ; ditingkatkan 0.25 µg IV/kg/5

menit

o Diazokside

30 – 60 mg IV/ 5 menit ; atau IV infuse 10 mg / menit /

dititrasi

Antihipertensi sedang dalam penelitian

o Calcium channel blockers : isradipin, nimodipin

o Serotonin reseptor antagonis : ketan serin

Obat lain yang diberikan di Indonesia dalam bentuk injeksi ialah klonidine

(Catapres). Satu ampul mengandun 0.15 mg / cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan

dalam 10 cc larutan garam faali atau larutan air untuk suntikan.

Glukokortikoid

25

Page 27: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan

ibu. Diberikan pada kehamilan 32 – 34 minggu, 3 x 24 jam. Obat ini juga

diberikan pada sindrom HELLP.

Sikap terhadap kehamilannya

Berdasar Williams Obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan

gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap

kehamilannya dibagi menjadi :

1. Aktif (aggressive management ) : berarti kehamilan segera diakhiri /

diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa

2. Konservatif (ekspektatif) : berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan

dengan pemberian pengobatan medikamentosa.

Perawatan Aktif (agresif) : sambil member pengobatan, kehamilan

diakhiri.

o Ibu

Umur kehamilan ≥ 37 minggu.

Adanya tanda-tanda/gejala Impending Eclampsia

Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu :

keadaan klinik dan laboratorik memburuk

Diduga terjadi solusio plasenta

Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan.

o Janin

Adanya tanda-tanda fetal distress

Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction

(IUGR)

NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal

Terjadinya oligohidramnion

o Laboratorik

Adanya tanda-tanda syndrome HELLP khususnya

menurunnya trombosit dengan cepat.

Perawatan Konservatif

26

Page 28: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm ≤ 37 minggu

tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin

baik. Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa

pada pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif ; sikap

terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti

perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.

Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda

preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila

setalah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai

kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita

boleh pulang bila menunjukkan gejala preeclampsia ringan.

Penyulit Ibu

Sistem saraf pusat

o Perdarahan intrakanial, thrombosis vena sentral, hipertensi

ensefalopati, edema serebri, edema retina, macular atau

retina detachment dan kebutaan korteks.

o Gastrointestinal – hepatic : subskapsular hematoma hepar,

ruptur kapsul hepar

o Ginjal : gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut

o Hematologik : DIC, trombositopenia dan hematoma luka

operasi

o Kardiopulmonar : edema paru kardiogenik atau non

kardiogenik, depresi atau arrest pernapasan, kardiak arrest,

iskemia miokardium

o Lain-lain : asites, edema laring, hipertensi yang tidak

terkendalikan.

Penyulit Janin

Intrauterine Fetal Growth Restriction

Solusio Plasenta

Prematuritas

27

Page 29: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

Sindroma distress napas

Kematian janin intrauterine

Kematian neonatal perdarahan intraventikular

Necrotizing enterocolitis

Sepsis

Cerebral Palsy

28

Page 30: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Penegakkan Diagnosis

No Teori Fakta

1 Anamnesis :

- Preeklampsia adalah hipertensi

disertai proteinuria yang terjadi

pada umur kehamilan di atas 20

minggu

- Pada preeclampsia, pasien

mengalami nyeri kepala,

penglihatan kabur, nyeri di daerah

epigastrium, mual atau muntah-

muntah.

- Faktor risiko pada preeclampsia

adalah riwayat preeclampsia,

primigravida, kegemukan,

kehamilan ganda, riwayat

penyakit hipertensi kronik, dan

diabetes miletus.

-

Pasien adalah wanita primi tua

sekunder dengan umur kehamilan 30

– 31 minggu.

Pasien mengeluhkan kaki dan tangan

bengkak sejak 1 minggu sebelum

masuk rumah sakit.

Pasien juga mengeluhkan kadang

mengalami sakit kepala sejak 3 hari

sebelum masuk rumah sakit.

Pasien tidak mengeluhkan adanya

mual/ muntah , nyeri epigastrium ,

pandangan kabur, dan riwayat kejang.

Riwayat hipertensi pada kehamilan

sebelumnya disangkal

29

Page 31: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

2 Pemeriksaan Fisik :

- Pada preeclampsia dapat

ditemukan tekanan darah sistolik

≥ 160 mmHg dan tekanan darah

diastolik ≥ 110 mmHg.

- Dapat juga ditemukan takikardia,

takipneu, edema paru, perubahan

kesadaran, hipertensi

ensefalopati, dan hiperefleksia.

- Pada pasien ini ditemukan tekanan

darah 200/110 mmHg

- Didapatkan edema pada

ekstremitas bawah

3 Pemeriksaan Penunjang

Pada preeclampsia berat,

didapatkan proteinuria lebih dari 5

gr/24 jam atau 4 + dalam

pemeriksaan kualitatif

Oliguria, kenaikan kadar kreatinin

plasma, trombositopenia berat,

peningkatan kadar alanin dan

aspartat aminotransferase.

Pada pasien ini dilakukan

pemeriksaan proteinuria dan

didapatkan hasil + 3. Pada pasien

tidak ditemukan kenaikan kadar

kreatinin plasma, trombositopenia,

dan peningkatan kadar alanin dan

aspartat aminotransferase.

30

Page 32: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

4.2Penatalakasanaan

Teori Fakta

Pasien preeclampsia berat dirawat inap

dan dinasihati agar bed rest total.

Dilakukan pemasangan kateter untuk

memonitor cairan output dan input.

Diet yang cukup protein, rendah

karbohidrat, lemak, dan garam.

Untuk pemberian anti kejang, yang

diberikan pertama adalah MgSO4.

Diberikan anti hipertensi apabila

tekanan sistolik ≥ 180 mmHg dan/atau

tekanan diastolic ≥ 110 mmHg. Jenis

obat anti hipertensi yang diberikan di

Indonesia nifedipin dengan dosis awal

10 – 20 mg, diulangi setelah 30 menit ;

maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Sikap terhadap kehamilan pada

preeclampsia yaitu dapat dilakukan

perawatan aktif atau perawatan

konservatif. Perawatan konservatif

dilakukan bila kehamilan preterm ≤ 37

minggu tanpa disetai tanda impending

eclampsia dengan keadaan janin baik.

Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan,

keadaan ini dianggap sebagai kegagalan

pengobatan medikamentosa dan harus

diterminasi.

Pasien dirawat inap (MRS) dan

diberikan MgSO4. Pasien diberikan

injeksi intravena deksametason 4 x 5

mg selama 2 hari.

Terapi dari Sp. JP adalah Nifedipin 3 x

10 mg , Bisoprolol 1 x 5 mg, dan

klonidin 3 x 0.15 mg.

Pada pasien dilakukan terapi

konservatif karena umur kehamilan 30

– 31 minggu, namun pada proses

perawatan tekanan darah pasien tidak

turun sehingga dilakukan terminasi

kehamilan dengan cara sectio caesaria.

31

Page 33: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Pasien Ny. F usia 38 tahun datang ke RSUD AW Sjahranie dengan

keluhan kaki bengkak dan didapatkan tekanan darah tinggi dari hasil pemeriksaan

fisik. Pasien didiagnosa dengan preeklampsia berat dan primitua sekunder

berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

32

Page 34: Laporan Kasus Obsgyn Dyta

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Leveno, Bloom, Dashe, & Spong. (2014). William Obstetrics 24th Edition. Philadelpia: McGraw Hill.

Duley, L. (2003). Preeclampsia and the Hypertensive Disorders of Pregnancy.

Prawirohardjo, S. (2009). Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, B. A. (2009). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Uzan, J., Carbonnel, M., & Ayoubi, J. M. (2011). Preeclampsia : patophysiology, diagnosis and management. Vascular Health and Risk Management, 467 - 474.

33