Cr Obsgyn Karin

76
1 Tanggal masuk: 13 Agustus 2012 No. Rekam Medis : 189756 Pukul: 17.30 WIB G 1 P 0 A 0 Ruangan: III A. IDENTITAS Nama : Ny. D Umur : 20 tahun Suku : Jawa Agama : Islam Pendidikan : SMP Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Alamat : Sumber Rejo Kota Gajah Dusun III , Nambah Rejo Nama suami : Tn. S Umur : 30 Tahun Suku : Jawa Agama : Islam Pendidikan : SD

description

hhkjlkjjhj

Transcript of Cr Obsgyn Karin

Page 1: Cr Obsgyn Karin

1

Tanggal masuk: 13 Agustus 2012 No. Rekam Medis : 189756

Pukul: 17.30 WIB G1P0A0

Ruangan: III

A. IDENTITAS

Nama : Ny. D

Umur : 20 tahun

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Sumber Rejo Kota Gajah Dusun III , Nambah Rejo

Nama suami : Tn. S

Umur : 30 Tahun

Suku : Jawa

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Sumber Rejo Kota Gajah Dusun III , Nambah Rejo

Page 2: Cr Obsgyn Karin

2

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Keluhan Utama : Keluar cairan dari kemaluan sejak sekitar 6 jam

SMRS

Keluhan tambahan : -

Riwayat Penyakit Sekarang (LOKKKMM)

Lokasi : Pervaginam

Onset : Sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit

Kualitas : Cairan yang keluar berwarna agak keruh dan berbau khas

Cairan keluar merembes awalnya jumlahnya banyak, lama-lama

menjadi sedikit.

Kuantitas : 2 kali ganti sarung

Kronologis: Seorang ibu mengaku hamil 37-38 minggu datang ke UGD RSUAY

pada hari Senin tanggal 13 Agustus 2012 pukul 17.00 WIB dengan keluhan telah

keluar air dari kemaluannya sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Air yang

keluar agak keruh dan berbau khas. Karena khawatir akan kondisi diri dan

janinnya, pasien ini memeriksakan dirinya ke bidan di dekat rumahnya dan

dikatakan ketuban telah pecah, sehingga bidan tersebut merujuk ke RSAY, Kota

Metro.

Menyertai: -

Mempengaruhi: Cairan semakin sering keluar setiap kali pasien berjalan dan

berpindah posisi saat tidur maupun duduk.

Page 3: Cr Obsgyn Karin

3

Riwayat Menstruasi

Menarche : 12 tahun

Siklus haid : 28 hari, teratur

Jumlah : 3x ganti pembalut

Lama : 7 hari

Riwayat Perkawinan

a. Kawin ke : satu

b. Lamanya Perkawinan : menikah sejak tahun 2011

Riwayat Kehamilan Sekarang

HPHT : 21-11-2011

TTP : 28-08-2012

ANC : Teratur, Frekuensi 2 kali per bulan di Bidan

Keluhan : Mual dan muntah di awal kehamilan

Riwayat Kehamilan, Persalinan yang Lalu

Tidak Ada

Riwayat Ginekologi

Tidak Ada Kelainan

Riwayat Keluarga Berencana

Pasien belum pernah menggunakan alat kontrasepsi apapun.

Page 4: Cr Obsgyn Karin

4

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal mempunyai penyakit darah tinggi, kencing manis, penyakit

jantung, ginjal dan asma.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita darah tinggi. Pasien

menyangkal jika di keluarga ada yang menderita penyakit jantung, ginjal, asma,

dan kencing manis.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Status Emosional : Stabil

Tanda Vital

TD : 110/70 mmHg

N  : 80 x / ment

RR  : 20 x / menit

Suhu : 36,8 ºC

Muka Edema : Tak

Konjungtiva : tidak anemis

Sklera Mata : tidak ikterik

Leher : Dalam batas normal

Dada : simetris

Page 5: Cr Obsgyn Karin

5

Paru : vesikuler (+), Rhonki (-), wheezing (-)

Jantung : BJ I-II Murni, murmur (-), gallops (-)

Pinggang : tidak ada nyeri

Ektremitas

Odema tangan dan jari : Tak

Odema tibia, kaki : Tak

Varices tungkai : Tak

Refleks patela kanan : dalam batas normal

Reflek patela kiri : dalam batas normal

Abdomen

Bekas : tidak ada bekas luka operasi

Pembesaran perut : (+)

Asites : tak

Status Obstetri/Ginekologi

Palpasi Abdomen menurut leopold

Leopold I : tinggi fundus uteri 31 cm, pada bagian fundus teraba satu

bagian bulat, besar, dan tidak melenting.

Leopold II : pada bagian kiri teraba bagian memanjang, sedangkan

bagian kanan teraba bagian kecil-kecil dan banyak tonjolan

Leopold III : pada bagian segmen bawah rahim teraba satu bagian bulat,

besar, dan melenting.

Leopold IV : divergen

HIS : (+) jarang

Page 6: Cr Obsgyn Karin

6

Denyut jantung janin : 128 kali/ menit

Taksiran berat janin : dengan menggunakan Rumus Johnson (31-12) x 155 =

2945 gram

Periksa Dalam

Vulva : slime

Vagina : teraba peermukaan licin

Portio

Arah : retro

Konsistensi : kaku

Penipisan : masih tebal

Pembukaan : 1 jari sempit

Ketuban : sulit dinilai

(namun saat bagian terendah janin digoyangkan sedikit dengan

menggunakan tangan kiri, terasa keluar cairan agak keruh serta

berbau khas keluar melalui ostium uterine eksternum)

BISHOP SCORE

Dilatation : 1cm (score : 1)

Effacement : <30% (score : 0)

Consistency : kaku (score : 0)

Position : retro (score : 0)

Station : belum masuk PAP (score : 0)

Total : 1

Page 7: Cr Obsgyn Karin

7

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium : cek darah lengkap

Darah lengkap tanggal 13 agustus 2012

Hb : 12,5 gr/dl

Ht : 37, 9 %

Leukosit : 5,9 x 103/mm3

Trombosit : 205 x 103/mm3

2. USG

USG tanggal 14 Agustus 2012 oleh dokter umum

Janin tunggal hidup, presentasi kepala.

Amnion Fluid Indeks = 1cm

Usia Kehamilan 38 minggu

Taksiran Berat Janin (TBJ) 3000gr

E. DIAGNOSIS OBSTETRI

G1P0A0, 21 tahun, umur kehamilan 38 minggu, janin tunggal hidup,

intrauterin, letak memanjang, presentasi kepala, punggung kiri, belum

inpartu, dengan ketuban pecah dini.

F. TATALAKSANA ATAS INDIKASI

Medikamentosa

IVFD RL 20 gtt/menit

Antibiotik 3 x 1 gr IV

Saran:observasi KU ibu, tanda vital ibu, DJJ, His, perdarahan pervaginam

Page 8: Cr Obsgyn Karin

8

Pro konsul dr. Sp.OG

HASIL KONSUL DOKTER SPESIALIS OBSGYN

Tangggal 15 Agustus 2012

USG :

Janin tunggal hidup

Letak sungsang

Placenta di fundus

DJJ 134 x/menit

TBJ 3200 gr

Amnion Fluid Index = 1cm

Penatalaksanaan: pro SC indikasi oligohidramnion.

FOLLOW-UP PASIEN DI BANGSAL

Page 9: Cr Obsgyn Karin

9

Follow Up

14 Agustus 2012

15 Agustus 2012 16 Agustus 2012

17 Agustus 2012

S Os mengeluhkan keluar cairan dari kemaluannya, his masih jarang.

Cairan keluar dari kemaluan tetapi hanya sedikit.

Os mengatakan tidak ada keluhan

Os mengatakan tidak ada keluhan

O KU baikTanda-tanda vitalTD: 120/80 mmHgT: 36,8oC, N: 88x/ menitRR: 24x/menitHis: (+) jarangDJJ: 121 x/menitPPV: lendirBindel Patologis: (-)Tanda Kala II: (-)

KU baikTanda-tanda vitalTD: 110/70 mmHgT: 35,5oC, N: 84x/ menitRR: 20x/menitHis: (+) jarangDJJ: 126 x/menitPPV: lendirBindel Patologis: (-)Tanda Kala II: (-)

Pemeriksaan dalamPembukaan: -Presentasi: kepala

KU BaikTanda-tanda vitalTD: 110/80 mmHgT: 36,5oC, N: 80x/ menitRR: 20x/menitASI (-)BAK (+)BAB (+)TFU tidak teraba

KU baikTanda-tanda vitalTD: 120/80 mmHgT: 36,5oC, N: 80x/ menitRR: 20x/menitASI (-)BAK (+)BAB (+)TFU tidak teraba

A G1P0A0 umur 20 tahun, umur kehamilan 38 minggu, janin tunggal hidup, intrauterin, preskep, punggung kiri, belum inpartu, dengan ketuban pecah dini

G1P0A0 umur 20 tahun, umur kehamilan 38 minggu, janin tunggal hidup, intrauterin, preskep, punggung kiri, belum inpartu, dengan ketuban pecah dini

Post SC hari ke 1

Post SC hari ke 2

P - IVRL 20 tetes/menit- Antibiotik 3 x 1 gr IV- Konsul Sp.OG

- IVRL 20 tetes/menit- Antibiotik 3 x 1 gr IV- Observasi his, pembukaan, & DJJ

IVRL 20 tetes/menit- Antibiotik 1 gr/12 jam - Injeksi NS 1 ampul/hari- Analgetika

- IVRL 20 tetes/menit- Antibiotik 1 gr/12 jam - Injeksi NS 1 ampul/hari- Analgetika

Page 10: Cr Obsgyn Karin

10

Supp II/8 jam Supp II/8 jam

DIAGNOSIS PRE-OPERASI DAN POST-OPERASI

Pre-Op Post-Op

Berat Janin 3200 gram 2900 gram

Letak Memanjang Memanjang

Presentasi Kepala Kepala

Janin Tunggal Tunggal

FOLLOW-UP PASIEN DI BANGSAL

Page 11: Cr Obsgyn Karin

11

Follow Up

1 Juli 2013 2 Juli 2013 3 Juli 2013 4 Juli 2013

S Nyeri pada bekas jahitan,flek perdarahan

Nyeri pada bekas jahitan,flek perdarahan

Perut nyeri pada bekas jahitan serta nyeri tekanOs mengaku demam

Nyeri kepala, nyeri luka jahitan sudah tidak dirasakan

O Kesadaran;BaikCompos mentis

100/60 mmHg71 x/menit20 x/menit35,6 ºC

AnemisBAK;(+)BAB;(-)

Tifut 1 jari di bawah pusatLochia rubra (+)

Kesadaran;BaikCompos mentis

100/50 mmHg64 x/menit18 x/menit36,2 ºC

AnemisBAK;(+)BAB (+)

Tifut 1 jari di bawah pusat

Kesadaran;BaikCompos mentis

110/80 mmHg72 x/menit19 x/menit37,7 ºC

AnemisBAK;(+)BAB (+)

Tifut 1 jari di bawah pusat

kesadaran;BaikCompos mentis

100/50 mmHg64 x/menit18 x/menit36,2 ºC

An anemisBAK;(+)BAB (+)

Tifut 1 jari di bawah pusat

A P1A0 post sc a.i kpsw + susp Ca serviks hari I

P1A0 post sc a.i kpsw + susp Ca serviks hari 2

P1A0 post sc a.i kpsw + susp Ca serviks hari 3

P1A0 post sc a.i kpsw + susp Ca serviks hari 4

P Observasi TTV

Mobilisasi bertahap

IVFD RL 20 gtt/ menit

Ketorolac drip

Inj Gentamicin/12 jam

Inj asam tranexamat 500 mg/8 jam

Inj Ampisillin 1 gr/8 jam

Rencana: biopsi+PA

Observasi TTV

Mobilisasi bertahap

IVFD RL 20 gtt/ menit

Ketorolac drip

Inj Gentamicin/12 jam

Inj asam tranexamat x 500 mg/8 jam

Inj Ampisillin 1 gr/8 jam

Observasi TTV

IVFD RL 20 gtt/ menit

Tab Vitamin B Complex 3 x 1

Tab Vitamin B Complex 3 x 1

Page 12: Cr Obsgyn Karin

12

LAPORAN OPERASI

Tanggal : 15-08-2012 Ahli Anestesi : dr. Hartawan, Sp. An

Nama Pasien : Ny. D Induksi : Bupivacain

Umur : 20 tahun Narcose : Spinal

Operator : dr. Wahdi, Sp.OG

Ass.I : Endang

Ass.II : Zahra

P u k ul . 10.30 WIB operasi dimulai

Pasien tidur telentang di meja operasi dalam keadaan narkose lokal,

Page 13: Cr Obsgyn Karin

13

Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada lapangan operasi dan daerah

sekitarnya dengan alcohol dan betadine,

Lapangan operasi dipersempit dengan doek steril,

Dilakukan insisi transversa, insisi dibuat setinggi garis rambut pubis dan diperluas

sedikit melalui batas lateral otot rektus,

Setelah jaringan subkutis dipisahkan dari fasia di bawahnya sepanjang + 1 cm

pada kedua sisi, fasia dipotong secara melintang sesuai panjang insisi,

Setelah fascia dibuka secara tajam, otot dipisahkan secara tumpul dan peritoneum

disayat secara tajam,

Setelah peritoneum dibuka tampak uterus,

Plika vesiko uterina dibuka dan disisikan kebawah dengan hak besar,

SBR diinsisi konkaf + 8 cm, selaput ketuban dipecahkan,

Pukul 10.45 WIB Bayi dilahirkan

Didapatkan :

Ketuban jernih, bau (-), bayi dilahirkan dengan mengeluarkan kepala,

Bayi langsung menangis dan ditemukan lilitan tali pusat sebanyak 2 kali,

Bayi jenis kelamin laki-laki dengan berat badan 3100 gram PB 48 cm A/S 8/9,

Ke dalam cairan infus ibu dimasukan oksitosin 1 ampul,

Kemudian plasenta dilahirkan lengkap, dan kavum uteri dibersihkan dengan

menggunakan kasa steril,

Kedua sudut SBR dijahit kembali dengan Chromic catgut ukuran 1.0.

SBR dijahit secara jelujur sampai tepat melewati sudut insisi yang berlawanan,

Page 14: Cr Obsgyn Karin

14

Lalu kavum abdomen dibersihkan, tempat-tempat perdarahan di klem dan diligasi,

setelah diyakini tidak ada perdarahan lagi, dinding abdomen ditutup lapis demi

lapis dengan cara :

Peritoneum dijahit secara jelujur

Otot dojahit secara terputus satu-satu

Fascia dijahit secara jelujur

Subkutis dijahit secara horizontal matras

Kutis dijahit secara terputus satu-satu

Luka operasi dibersihakn dengan betadin dan ditutup dengan menggunakan kassa

steril, kemudian luka diplester.

Pk.11.00 WIB Operasi selesai .

D/ Pre Op : Ibu G2P1A0 gravid 41 minggu umur 31 tahun JTH memanjang

preskep belum

masuk PAP belum in partu dengan plasenta previa totalis

D/ Post Op : Ibu P2A0 31 tahun post SC karena plasenta previa

Tindakan : Seksio sesarea

Instruksi Post Op

Posisi supin

IVFD Rl 30 gtt/menit

Page 15: Cr Obsgyn Karin

15

Bila tekanan darah sistol < 90 mmHg, guyur dengan Rl 200 cc

Awasi perdarahan

Observasi tanda-tanda vital ibu : TD, Nadi, RR, suhu

Setiap 15 menit sampai dengan 1 jam post operasi

Setiap 30 menit sampai dengan 4 jam post operasi

Setiap 1jam sampai dengan 24 jam post operasi

Diet : Jika bising usus (+)

6 jam : boleh air hangat sedikit-sedikit

12 jam : boleh bubur saring

24 jam : boleh nasi biasa

Cek Hb, jika Hb < 10 gr % transfusi

Kateter menetap, catat output/input

Mobilisasi, jika keadaan umum baik :

6 jam : boleh miring kanan-kiri

12 jam : boleh duduk

24 jam : boleh berdiri dan jalan

Obat-obatan :

Suprafenid II/8 jam (6x)

Neurosanbe drip 1amp/24 jam (2x)

Antibiotik taximax 1 gr/12 jam (4x)

Jika ada keluhan lapor dokter jaga.

Page 16: Cr Obsgyn Karin

16

ANALISIS KASUS

1. Apakah diagnosis pada kasus ini sudah tepat?

Pasien ini telah didiagnosis dengan tepat, karena dari

anamnesa, didapatkan keluhan utama yaitu keluar cairan jernih, tidak berwarna,

dan berbau khas dari kemaluannya sejak 6 jam SMRS.

pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan leopold dengan hasil Leopold I (TFU=

31cm, pada fundus teraba bagian keras, bulat, tidak melenting) dan Leopold III (di

bagian segmen bawah rahim teraba satu bagian bulat, besar, dan melenting). Serta

dari pemeriksaan dalam yang dilakukan saat bagian terendah janin digoyangkan

Page 17: Cr Obsgyn Karin

17

terasa cairan jernih, tidak berwarna, dan berbau khas yang keluar melalui ostium

uterine eksternum.

pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa USG yang didapatkan hasil

bahwa presentasi janin adalah kepala, amnion fluid index =1cm.

2. Apakah penyebab dari ketuban pecah dini?

Penyebab ketuban pecah dini adalah:

a. Berkurangnya kekuatan membran

b. Meningkatnya tekanan intrauterine

c. Serviks inkompeten.

d. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramion.

e. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.

f. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo

pelvic disproporsi).

g. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam

bentuk proteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah. (Amnionitis/

Korioamnionitis).

h. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)

3. Apakah penanganan pada kasus ini sudah tepat?

Penanganan pada kasus ini sudah tepat yaitu dengan melakukan sikap phantom

”akhiri persalinan” atas indikasi oligohidramnion.

Page 18: Cr Obsgyn Karin

18

KETUBAN PECAH DINI

PENDAHULUAN

Tolak ukur keberhasilan dan kemampuan pelayanan kesehatan suatu

negara diukur dengan angka kematian ibu dan angka kematian perinatal.Diseluruh

dunia terdapat kematian ibu sebesar 500.000 jiwa pertahun dan kematian bayi

khususnya 10.000.000 jiwa pertahun. Sebesar 99% terjadi di negara sedang

berkembang .

Menurut hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2002-2003, angka kematian ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup

Page 19: Cr Obsgyn Karin

19

menurutProfil Kesehatan Indonesia, 2005. Salah satu penyebab langsung

kematian ibu adalah karena infeksisebesar 20-25% dalam100.000 kelahiran

hidup.Ketuban pecahdini (KPD) merupakan penyebab yang paling sering terjadi

pada saat mendekati persalinan.Kejadian KPD mendekati 10% dari semua

persalinan.Pada umur kehamilan kurang dari 34 minggu kejadiannya sekitar

4%.Kemungkinan infeksi ini dapat berasal dari dalam rahim (intrauterine),

biasanya infeksi sudah terjadi tetapi ibu belum merasakan adanya infeksi misalnya

kejadian ketuban pecah dini. Hal ini dapat menyebabkan morbiditas dan

mortalitas pada ibu dan janinnya .

KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan

morbiditas dan mortalitas padaibu maupun bayi terutama kematian perinatal yang

cukup tinggi.Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain disebabkan

karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang meningkat karena

partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering dijumpai pada

pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif. Selain itu terdapat

berbagai macam komplikasi pada neonatus meliputi respiratory distress

syndrome, cord compression, oligohidramnion, enterokolitis nekrotikans,

gangguan neurology, infeksi neonatal dan perdarahan interventrikular.

Penanganan ketuban pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi,

adanya infeksi pada komplikasi ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan.

Dilema sering terjadi pada penanganan KPD dimana harus segera bersikap aktif

terutama pada kehamilan yang cukup bulan atau harus menunggu sampai

terjadinya proses persalinan sehingga masa tunggu akan memanjang, yang

berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sikap konservatif

Page 20: Cr Obsgyn Karin

20

ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan

tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.

FISIOLOGI CAIRAN AMNION

Amnion manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7

atau ke-8 perkembangan mudigah. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu

amnion, berkembang menjadi sebuah kantung kecil yang menutupi permukaan

dorsal mudigah. Karena semakin membesar, amnion secara bertahap menekan

mudigah yang sedang tumbuh, yang mengalami prolaps ke dalam rongga amnion.

Gambar 1. Kantung amnion pada hari ke-10 ditampakkan pada gambar sebelah kiri dan di sebelah kanan merupakan kantung amnion pada hari ke-12 yang selanjutnya akan tumbuh menekan mudigah dikutip dari Cunningham

Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena

adanya campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari

lanugo, sel epitel, dan material sebasea.

Dalam keadaan normal, volume amnion berada dalam kondisi

keseimbangan yang dinamikantara produksi dan absorbsi. Pertukaran cairan

amnion dapat melalui epitel amnion, umbilikus,kulit, traktus digestivus, traktus

respiratorius, dan traktus urogenitalis (Wallenburg HCS, 1977). Volume total

cairan amnion diperkirakan diganti setiap 24 jam. Pada kehamilan 12

minggu jumlahnya sekitar 60 ml (Wallenburg HCS, 1977), dan meningkat secara

tetap mencapai 1000 mlpada kehamilan 34 minggu kemudian menurun hingga

Page 21: Cr Obsgyn Karin

21

mencapai 840 ml pada kehamilan aterm(Queenan JT, 1972) dan hanya 540 ml

pada kehamilan 42 minggu (Queenan JT, 1972).

Selain berkaitan dengan usia gestasi, volume cairan amnion juga

berhubungan denganberat janin dan berat plasenta.(Queenan JT, 1972).Pada

trimester kedua dan ketiga dapat dilihat adanya partikel-partikel ekhogenik

didalamcairan amnion. Partikel-partikel tersebut adalah epitel-epitel yang terlepas

dari tubuh janin danverniks kaseosa (G. Weber et al, 2005).

Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki

peran tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion

sebagian besar diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. 

Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion didominasi

oleh kulit janin dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat

kulit janin mulai kehilangan permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran

tersebut dalam memproduksi cairan amnion.

Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan

dari urin janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan

menggunakan radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma

ibu dan cairan amnion. 

Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis

ginjal, akan menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan

pada janin, seperti atresia esophagus, atau anensefali, akan menyebabkan

polihidramnion.

A. Fungsi Cairan Amnion

Page 22: Cr Obsgyn Karin

22

Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan

perkembangan janin selama kehamilan. Pada awal embryogenesis, amnion

merupakan perpanjangan dari matriks ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua

arah antara janin dan cairan amnion. Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk

uretra dan ginjal janin mulai memproduksi urin. Selanjutnya janin mulai bisa

menelan. Eksresi dari urin, sistem pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan

permukaan plasenta menjadi sumber dari cairan amnion. Telah diketahui bahwa

cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung di sekitar janin yang

memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan tekanan uterus

pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal. 

Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki

peptid antimikrobial terhadap beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu.

Cairan amnion adalah 98% air dan elektrolit, protein , peptide, hormon,

karbohidrat, dan lipid. Pada beberapa penelitian, komponen-komponen cairan

amnion ditemukan memiliki fungsi sebagai biomarker potensial bagi

abnormalitas-abnormalitas dalam kehamilan. Beberapa tahun belakangan,

sejumlah protein dan peptide pada cairan amnion diketahui sebagai faktor

pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan berubah-ubah sesuai dengan

usia kehamilan. Cairan amnion juga diduga memiliki potensi dalam

pengembangan medikasi stem cell 1,2,3,4

B. Volume Cairan Amnion

Volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi,

secara umum volume bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke-8 usia

Page 23: Cr Obsgyn Karin

23

kehamilan dan meningkat menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21

minggu, yang kemudian akan menurun secara bertahap sampai volume yang tetap

setelah usia kehamilan 33 minggu. Normal volume cairan amnion bertambah dari

50 ml pada saat usia kehamilan 12 minggu sampai 400 ml pada pertengahan

gestasi dan 1000 – 1500 ml pada saat aterm. Pada kehamilan postterm jumlah

cairan amnion hanya 100 sampai 200 ml atau kurang.

Brace dan Wolf menganalisa semua pengukuran yang dipublikasikan pada

12 penelitian dengan 705 pengukuran cairan amnion secara individual. Variasi

terbesar terdapat pada usia kehamilan 32-33 minggu. Pada saat ini, batas

normalnya adalah 400 – 2100 ml1,2,3,4.

Gambar 2. Grafik yang menunjukkan perubahan volume cairan amnion sesuai dengan penambahan usia gestasi dikutip dari Gilbert.

C. Pengukuran Cairan Amnion

Dikenal tiga cara pengukuran volume cairan amnion, yaitu secara

subyektif, semikuantitatif (pengukuran satu kantong), dan pengukuran empat

kuadran menurut Phelan. Sayangnya tidak ada satupun metoda pengukuran

volume cairan amnion tersebut yang dapat dijadikan standar baku emas. Penilaian

subyektif oleh seorang pakar dengan memakai USG “real-time” dapatmemberikan

hasil yang baik.

Page 24: Cr Obsgyn Karin

24

Penilaian subyektif  volume cairan amnion didasarkan atas pengalaman

subyektif pemeriksa didalam menentukan volume tersebut berdasarkan apa yang

dilihatnya pada saat pemeriksaan. Dikatakan normal bila masih ada bagian janin

yang menempel pada dinding uterus dan pada bagian lain cukup terisi oleh cairan

amnion. Bila sedikit, maka sebagian besar tubuh janin akan melekat pada dinding

uterus sedangkan bila hidramnion, maka tidak ada bagian janinyang menempel

pada dinding uterus.

Penilaian semikuantitatif dilakukan melalui pengukuran satu kantong

(single pocket) amnion terbesar yang terletak antara dinding uterus dan tubuh

janin, tegak lurus terhadap lantaiTidak boleh ada bagian janin yang terletak

didalam area pengukuran tersebut. 

Pada tabel berikut dapat dilihat klasifikasi volume cairan amnion

berdasarkan pengukuran semikuantitatif (G. Weber et al, 2005).

Pengukuran volume amnion empat kuadran atau indeks cairan amnion

(ICA) diajukan oleh Phelan dkk (1987) lebih akurat dibandingkan cara lainnya.

Pada pengukuran ini, abdomen ibu dibagi atas empat kuadran. Garis yang dibuat

melalui umbilikus vertikal ke bawah dan transversal. Kemudian transduser

ditempatkan secara vertikal tegak lurus lantai dan cari diameter terbesar dari

kantong amnion, tidak boleh ada bagian janin atau umbilikus di dalam kantong

tersebut. Setelah diperoleh empat pengukuran, kemudian dijumlahkan dan

Page 25: Cr Obsgyn Karin

25

hasilnya ditulis dalam millimeter atau sentimeter. More dan Cayle (1990)

melakukan pengukuran ICA pada usia gestasi 16 – 42 minggu dalam nilai

persentil

Gambar 3. Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran dikutip dari Gilbert

Tabel berikut menunjukkan Indeks cairan amnion berdasarkan pengukuran

empat kuadran (Phelan).

Nilai ICA sebaiknya disesuaikan dengan hasil pada tabel pengukuran

berdasarkan usia gestasi janin, seperti tabel berikut ini. Pada tabel sebelumnya,

hasil pengukuran tersebut dibuat berdasarkan nilai yang berlaku secara umum

(generalisata). Chudleigh T dkk (2004) menuliskan batasan hidramnion adalah

bila ICA > 25 cm. Selain itu harus juga diperhatikan garis pengukuran pada layar

monitor. Kesalahan yang sering terjadi adalah tidak membuat garis tegak lurus

lantai atau garis yang dibuat menabrak tubuh janin atau tali pusat.

Page 26: Cr Obsgyn Karin

26

D. Distribusi Cairan Amnion

1. Urin Janin

Sumber utama cairan amnion adalah urin janin. Ginjal janin mulai

memproduksi urin sebelum akhir trimester pertama, dan terus berproduksi sampai

kehamilan aterm. Wladimirof dan Campbell mengukur volume produksi urin

janin secara 3 dimensi setiap 15 menit sekali, dan melaporkan bahwa produksi

urin janin adalah sekitar 230 ml / hari sampai usia kehamilan 36 minggu, yang

akan meningkat sampai 655 ml/hari pada kehamilan aterm. 

Rabinowitz dan kawan-kawan, dengan menggunakan teknik yang sama

dengan yang dilakukan Wladimirof dan Campbell, namun dengan cara setiap 2

sampai 5 menit, dan menemukan volume produksi urin janin sebesar 1224

ml/hari. Pada tabel menunjukkan rata-rata volume produksi urin per hari yang

Page 27: Cr Obsgyn Karin

27

didapatkan dari beberapa penelitian. Jadi, produksi urin janin rata-rata adalah

sekitar 1000-1200 ml/ hari pada kehamilan aterm.

2. Cairan Paru

Cairan paru janin memiliki peran yang penting dalam pembentukan cairan

amnion. Pada penelitian dengan menggunakan domba, didapatkan bahwa paru-

paru janin memproduksi cairan sampai sekitar 400 ml/hari, dimana 50% dari

produksi tersebut ditelan kembali dan 50% lagi dikeluarkan melalui mulut.

Meskipun pengukuran secara langsung ke manusia tidak pernah dilakukan, namun

data ini memiliki nilai yang representratif bagi manusia. Pada kehamilan normal,

janin bernafas dengan gerakan inspirasi dan ekspirasi, atau gerakan masuk dan

keluar melalui trakea, paru-paru dan mulut. Jadi jelas bahwa paru-paru janin juga

berperan dalam pembentukan cairan amnion. 

3. Gerakan menelan

Pada manusia, janin menelan pada awal usia kehamilan. Pada janin

domba, proses menelan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia

kehamilan. Sherman dan teman-teman melaporkan bahwa janin domba menelan

secara bertahap dengan volume sekitar 100-300 ml/kg/hari. 

Banyak teknik berbeda yang dicoba untuk mengukur rata-rata volume

cairan amnion yang ditelan dengan menggunakan hewan, namun pada manusia,

pengukuran yang tepat sangat sulit untuk dilakukan. Pritchard meneliti proses

menelan pada janin dengan menginjeksi kromium aktif pada kompartemen

Page 28: Cr Obsgyn Karin

28

amniotik, dan menemukan rata-rata menelan janin adalah 72 sampai 262

ml/kg/hari.

Abramovich menginjeksi emas koloidal pada kompartemen amniotik dan

menemukan bahwa volume menelan janin meningkat seiring dengan

bertambahnya usia kehamilan. Penelitian seperti ini tidak dapat lagi dilakukan

pada masa sekarang ini karena faktor etik, namun dari penelitian di atas jelas

bahwa kemampuan janin menelan tidak menghilangkan seluruh volume cairan

amnion dari produksi urin dan paru-paru janin, karena itu, harus ada mekanisme

serupa dalam mengurangi volume cairan amnion.

Gambar 4. Distribusi cairan amnion pada kehamilan dikutip dari Gilbert

Page 29: Cr Obsgyn Karin

29

4. Absorpsi Intramembran

Satu penghalang utama dalam memahami regulasi cairan amnion adalah

ketidaksesuaian antara produksi cairan amnion oleh ginjal dan paru janin, dengan

konsumsinya oleh proses menelan. Jika dihitung selisih antara produksi dan

konsumsi cairan amnion, didapatkan selisih sekitar 500-750 ml/hari, yang tentu

saja ini akan menyebabkan polihidramnion. Namun setelah dilakukan beberapa

penelitian, akhirnya terjawab bahwa sekitar 200-500 ml cairan amnion diabsorpsi

melalui intramembran. Gambar 4 menunjukkan distribusi cairan amnion pada

fetus. Dengan ditemukan adanya absorbsi intramembran ini, tampak jelas bahwa

terdapat keseimbangan yang nyata antara produksi dan konsumsi cairan amnion

pada kehamilan normal.

E. Kandungan Cairan Amnion

Pada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu.

Pada awal trimester kedua, cairan ini terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi

melalui kulit janin sehingga mencerminkan komposisi plasma janin. Namun

setelah 20 minggu, kornifikasi kulit janin menghambat difusi ini dan cairan

amnion terutama terdiri dari urin janin. 

Urin janin mengandung lebih banyak urea, kreatinin, dan asam urat

dibandingkan plasma. Selain itu juga mengandung sel janin yang mengalami

deskuamasi, verniks, lanugo dan berbagai sekresi. Karena zat-zat ini bersifat

hipotonik, maka seiring bertambahnya usia gestasi, osmolalitas cairan amnion

berkurang. Cairan paru memberi kontribusi kecil terhadap volume amnion secara

keseluruhandan cairan yang tersaring melalui plasenta berperan membentuk

Page 30: Cr Obsgyn Karin

30

sisanya. 98% cairan amnion adalah air dan sisanya adalah elektrolit, protein,

peptid, karbohidrat, lipid, dan hormon.

Terdapat sekitar 38 komponen biokimia dalam cairan amnion, di antaranya

adalah protein total, albumin, globulin, alkalin aminotransferase, aspartat

aminotransferase, alkalinfosfatase, γ-transpeptidase, kolinesterase, kreatinin

kinase, isoenzim keratin kinase, dehidrogenase laktat, dehidrogenase

hidroksibutirat, amilase, glukosa, kolesterol, trigliserida, High Density

Lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL), very-low-density lipoprotein

(VLDL), apoprotein A1 dan B, lipoprotein, bilirubin total, bilirubin direk, bilirubin

indirek, sodium, potassium, klorid, kalsium, fosfat, magnesium, bikarbonat, urea,

kreatinin, anion gap , urea, dan osmolalitas.

Faktor pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor, EGF) dan factor

pertumbuhan mirip EGF, misalnya transforming growth factor-α, terdapat di

cairan amnion. Ingesti cairan amnion ke dalam paru dan saluran cerna mungkin

meningkatkan pertumbuhan dan diferensiasi jaringan-jaringan ini melalui gerakan

inspirasi dan menelan cairan amnion. 

Beberapa penanda (tumor marker) juga terdapat di cairan amnion

termasuk α-fetoprotein (AFP), antigen karsinoembrionik (CEA), feritin, antigen

kanker 125 (CA-125), dan 199 (CA-199). 

1. ALFA FETO PROTEIN (AFP)

Merupakan suatu glikoprotein yang disintesa yolk sac janin pada awal

kehamilan. Konsentrasinya dalam cairan amnion meningkat sampai kehamilan 13

minggu dan kemudian akan berkurang. 

Page 31: Cr Obsgyn Karin

31

Jika kadar AFP ini meningkat dan diiringi dengan peningkatan kadar asetil

kolin esterase menunjukan adanya kelainan jaringan syaraf seperti neural tube

defect atau defek janin lainnya. 

Jika peningkatan kadar AFP tidak diiringi dengan peningkatan kadar

asetilkolinesterase menunjukan adanya kemungkinan etiologi lain atau adanya

kontaminasi dari darah janin. 

2. Lesitin – Sfingomielin

Lesitin ( dipalmitoyl phosphatidycholine) merupakan suatu unsur yang

penting dalam formasi dan stabilisasi dari lapisan surfaktan yang mempertahankan

alveolar dari kolaps dan respiratori distress, sebelum minggu ke34 kadar lesitin

dan sfingomielin dalam cairan amnion sama konsentrasinya. Setelah minggu ke

34 konsentrasi lesitin terhadap sfingomielin relatif meningkat.

Jika konsentrasi lesitin dalam cairan amnion lebih dari dua kali

kadar sfingomielin ( L/S Ratio ), menunjukan resiko terjadinya gawat nafas pada

janin sangat rendah. Tetapi jika perbandingan kadar lesitin-sfingomielin kecil dari

dua resiko terjadinya gawat nafas pada janin meningkat. Karena lesitin dan

sfingomielin juga ditemukan pada darah dan mekonium, kontaminasi oleh kedua

substansi tersebut dapat membiaskan hasil. Selama kehamilan sejumlah agen

bioaktif bertumpuk di cairan amnion, kompartemen cairan amnion merupakan

suatu tempat penyimpanan yang luar biasa yang khususnya bermanfaat dalam

kehamilan dan persalinan. 

Banyaknya agen bioaktif yang terakumulasi dalam cairan amnion selama

kehamilan merupakan suatu hal yang tipikal dari inflamasi jaringan. Suatu hal

Page 32: Cr Obsgyn Karin

32

yang unik dari agen agen bioaktif ini adalah bersifat uterotonik seperti PGE2 ,

PGF2 , PAF dan endothelin-1, produk-produk ini dapat dilihat pada vagina dan

cairan amnion setelah proses persalinan dimulai. Agen-agen inflamasi ini penting

peranannya dalam proses dilatasi servik.

3. Sitokin

Makrofag terdapat dalam cairan amnion dalam jumlah yang kecil sebelum

proses persalinan, sebenarnya leukosit tidak dapat melakukan penetrasi normal

melalui membran janin baik secara in vivo atau in vitro, tetapi dengan adanya

inflamasi dari desidua pada partus preterm, leukosit ibu akan diambil menuju

cairan amnion, fenomena juga pada partus yang aterm, aktivasi leukosit

diakselerasi oleh inflamasi dan memungkinkan melewati membran janin. 

4. Interleukin -1β

Interleukin -1β merupakan sitokin primer, yang diproduksi secara cepat

sebagai respon dari infeksi dan perubahan imunologi dan Interleukin -1β akan

merangsang sitokin lain dan mediator inflamasi lainnya.

Interleukin -1β secara normal tidak terdeteksi sebelum proses persalinan,

Interleukin -1β baru akan muncul pada cairan amnion pada persalinan yang

preterm atau sebagai reaksi dari infeksi pada cairan amnion. 

Pada kehamilan aterm, seperti prostaglandin, Interleukin -1β diproduksi

pada desidua setelah induksi persalinan atau dilatasi servik, yang kemudian akan

didistribusikan pada cairan amnion dan vagina.

Page 33: Cr Obsgyn Karin

33

Sitokin lainnya yang terdapat dalam cairan amnion adalah Interleukin -6

atau Interleukin – 8.

5. Prostaglandin

Prostaglandin terutama PGE2 juga PGF2α di dapatkan pada cairan amnion

pada semua tahap persalinan . Sebelum proses persalinan dimulai prostanoid

dalam cairan amnion dihasilkan dari ekskresi urine janin dan mungkin juga oleh

kulit , paru-paru dan tali pusat. Seiring dengan pertumbuhan janin , kadar

prostaglandin dalam cairan amnion meningkat secara bertahap.

Walaupun demikian tidak ada pertambahan kadar prostaglandin yang

dapat dihubungkan atau diinterprestasikan sebagai pertanda pre partus.Faktanya

jumlah total kadar prostaglandin dalam cairan amnion pada saat kehamilan cukup

bulan sebelum persalinan dimulai sangat kecil (sekitar 1µg) , karena waktu paruh

prostaglandin dalam cairan amnion sangat lama yaitu 6 – 12 jam jumlah dari

prostaglandin yang memasuki cairan amnion sangat kecil. 

Hubungan antara peningkatan kadar prostaglandin dalam cairan amnion

dan inisiasi dari persalinan menjadi suatu tanda tanya selama lebih 30 tahun

terakhir. 

DEFINISI KETUBAN PECAH DINI

Pengertian Ketuban Pecah Dini menurut WHO yaitu Rupture of the

membranes before the onset of labour.

Page 34: Cr Obsgyn Karin

34

Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum

permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan.

Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya

ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan

pada multipara kurang dari 5 cm.

Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah spontan

1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan.

Ketuban pecah dini adalah pecahnya amnion atau khorion sebelum

terdapat tanda mulai persalinan.

Arti klinis Ketuban Pecah Dini adalah :

1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka

kemungkinan terjadinya prolapsus talipusat atau kompresi talipusat

menjadi besar.

2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian

terendah yang masih belum masuk pintu atas panggul seringkali

merupakan tanda adanya gangguan keseimbangan feto pelvik..

3. KPD seringkali diikuti dengan adanya tanda-tanda persalinan sehingga

dapat memicu terjadinya persalinan preterm dengan segala akibatnya.

4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam ( prolonged rupture of

membrane) seringkali disertai dengan infeksi intrauterine dengan segala

akibatnya.

Page 35: Cr Obsgyn Karin

35

5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka

panjang kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion

bagi pertumbuhan dan perkembangan janin.

Istilah ketuban pecah dini memiliki arti yang sama dengan Premature

Rupture of Membran (PROM). Istilah Preterm Premature of Membran (PPROM)

menunjukkan bahwa terjadi robekan pada membran amnion sebelum usia

kehamilan mencapai 37 minggu. Sedangkan istilah Prolonged Premature of

Membran dapat didefinisikan sebagai robeknya membran amnnion sebelum ada

tanda-tanda inpartu selama lebih dari 12 jam.

EPIDEMIOLOGI

Insidensi Ketuban Pecah Dini berkisar 3% sehingga 18.5% dari semua

kehamilan.Preterm Premature Rupture of Membran berlaku dalam setiap 3%

kehamilan dan menyebabkan 1/3 dari kelahiran prematur.Ketuban pecah dini

lebih banyak terjadi pada kehamilan yang cukup bulan dari pada yang kurang

bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada kehamilan tidak cukup bulan atau

Preterm Prematurre Rupture of Membran terjadi sekitar 34 % semua kelahiran

prematur. Ketuban pecah dini merupakan komplikasi yang berhubungan dengan

kehamilan kurang bulan, dan mempunyai kontribusi yang besar pada angka

kematian perinatal pada bayi yang kurang bulan. Pengelolaan ketuban pecah dini

pada kehamilan kurang dari 34 minggu sangat komplek, bertujuan untuk

menghilangkan kemungkinan terjadinya prematuritas dan repiratory distress

syndrome (RDS)

Page 36: Cr Obsgyn Karin

36

Sebanyak 8% hingga10% wanita dengan Premature Rupture of Membran

adalah aterm dan akan diikuti dengan persalinan dalam tempoh 24 jam selepas

ruptur membran dalam 90% kasus. Bila Preterm Premature Rupture of Membran

yang berlaku pada minggu ke 28 hingga minggu ke-34, 50% pasien akan

melahirkan dalam tempoh 24 jam dan 80-90% pasien akan melahirkan dalam

tempoh satu minggu. Jika pada minggu kurang dari 26 sering diikuti dengan

persalinan dalam tempoh satu minggu.

FAKTOR RISIKO

Berbagai faktor risiko berhubungan dengan timbulnya ketuban pecah dini.

Ras kulit hitam cenderung memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan dengan ras

kulit putih. Pasien dengan status sosio-ekonomi rendah , perokok, riwayat

penyakit menular seksual, riwayat persalinan preterm sebelumnya, perdarahan

pervaginam atau distensi uteri (misal polihidramnion dan gemelli) memiliki risiko

tinggi. Tindakan prosedural seperti amniosentesis juga dapat memicu ketuban

pecah dini.

ETIOLOGI

Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan

membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut.

Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat

berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah

kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut :

Page 37: Cr Obsgyn Karin

37

1. Serviks inkompeten, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena

kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).

Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-

otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,

sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak

mampu menahan desakan janin yang semakin besar.  Adalah serviks

dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkanlaserasi sebelumnya

melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan congenital pada

serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihantanpa perasaan

nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal

trimester ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin

serta keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2002).

2. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi

uterus).

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan

dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :

a. Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis

b. Gemelli (Kehamilan kembar) adalah suatu kehamilan dua janin atau

lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan,

sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan.

Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar

dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian

bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput

ketuban tipis dan mudah pecah.  (Saifudin. 2002).

Page 38: Cr Obsgyn Karin

38

c. Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan

dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat

atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin

bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput

ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membrane menjadi

berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.

(Winkjosastro, 2006)

d. Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion

>2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang

sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan

amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume

tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata

dalam waktu beberapa hari saja.

3. Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau

penyebab terjadinya KPD. Trauma yang didapat misalnya hubungan

seksual, pemeriksaan dalam, maupun amniosintesis menyebabkan

terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.

4. Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah

mikroorganisme yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang

terjadi menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban

dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.

5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang

menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan

terhadap membran bagian bawah.

Page 39: Cr Obsgyn Karin

39

6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas

perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh

Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae.

7. Faktor lain yaitu:

· Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu

· Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum

· Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C

PATOGENESIS

Penelitian terbaru mengatakan PPROM terjadi karena meningkatnya

apoptosis dari komponen sel dari membrane fetal dan juga peningkatan dari

enzim protease tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks extraselular

amnion. Kolagen amnion interstisiel terutama tipe I dan III yang dihasilkan oleh

sel mesenkim juga penting dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.

Matrix metalloproteinase (MMP) adalah kumpulan proteinase yang

terlibat dalam remodelling tisu dan degradasi dari kolagen. MMP-2, MMP-3 dan

MMP-9 ditemukan dengan konsentrasi yang tinggi pada kehamilan dengan

PPROM. Aktivitas MMP ini diregulasi oleh tissue inhibitors of matrix

metalloproteinases (TIMPs). TIMPs ini pula ditemukan rendah dalam cairan

amnion pada wanita dengan PPROM. Peningkatan enzim protease dan dan

penurunan dari inhibitor mendukung teori yang enzim-enzim ini mempengaruhi

kekuatan dari membran fetal.

Selain itu terdapat teori yang mengatakan meningkatnya marker-marker

apoptosis di membran fetal pada PPROM berbanding dengan membran pada

Page 40: Cr Obsgyn Karin

40

kehamilan yang normal.Banyak penelitian yang mengatakan bahawa PPROM

terjadi karenagabungan dari aktivasi aktititas degradasi kolagen dan kematian sel

yang membawa kepada kelemahan dinding membran fetal.

Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan

menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Banyak

mikroorganisme servikovaginal, menghasilkan fosfolipid A2 dan fosfolipid C

yang dapat meningkatkan konsentrasi secara local asam arakidonat, dan lebih

lanjut menyebabkan pelepasan PGE2 dan PGF2 alfa dan selanjutnya

menyebabkan kontraksi miometrium. Pada infeksi juga dihasilkan produk sekresi

akibat aktivasi monosit/ makrofag, yaitu sitokin, interleukin 1, factor nekrosis

tumor dan interleukin 6. Platelet activating factor yang diproduksi oleh paru-paru

janin dan ginjal janin yang ditemukan dalam cairan amnion, secara sinergis juga

mengaktifasi pembentukan sitokin. Endotoksin yang masuk ke dalam cairan

amnion juga akan merangsang sesl-sel desidua untuk memproduksi sitokin dan

kemudian prostaglandin yang menyebabkan dimulainya persalinan.

Adanya kelemahan local atau perubahan kulit ketuban adalah

mekanismelain terjadinya ketuban pecah dini akibat infeksi dan inflamasi. Enzim

bacterial dan atau produk host yang disekresikan sebagai respon untuk infeksi

dapat menyebabkan kelemahan dan ruptur kulit ketuban. Banyak flora

servikovaginal komensal dan patogenik mempunyai kemampuan memproduksi

protease dan kolagenase yang menurunkan kekuatan tegangan kulit ketuban.

Elastase leukosit polimorfonuklear secara spesifik dapat memecah kolagen tipe III

pada manusia, membuktikan bahwa infiltrasi leukosit pada kulit ketuban yang

Page 41: Cr Obsgyn Karin

41

terjadi karena kolonisasi bakteri atau infeksi dapat menyebabkan pengurangan

kolagen tipe III dan menyebabkan ketuban pecah dini.

Enzim hidrolitik lain, termasuk katepsin B, katepsin N, dan kolagenase

yang dihasilkan netrofil dan makrofag, nampaknya melemahkan kulit ketuban. Sel

inflamasi manusia juga menguraikan aktifator plasminogen yang mengubah

plasminogen menjadi plasmin, potensial menjadi penyebab ketuban pecah dini.

DIAGNOSIS

Anamnesis

Dari anamnesis sahaja bisa menegakkan 90% dari diagnosis.Kadangkala

cairan seperti urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion.Penderita

merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tiba-tiba

dari jalan lahir.Cairan berbau khas, dan perlu juga diperhatikan warna, keluanya

cairan tersebut tersebut his belum teratur atau belum ada, dan belum ada

pengeluaran lendir darah.

Inspeksi

Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina,

bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini

akan lebih jelas.

Pemeriksaan inspekulo

Page 42: Cr Obsgyn Karin

42

Langkah pertama dalam mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam

seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi. Cairan yang keluar dari

vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya. Yang dinilai adalah:

Keadaan umum dari cervix, juga dinilai dilatasi dan pendataran dari cervix.Dilihat

prolaps dari tali pusat atau extrimitas bayi. Bau dari amnion yang khas juga

diperhatikan. Pooling dari cairan amnion pada fornix posterior mendukung

diagnosis ketuban pecah dini. Melakukan perasat vasalva atau menyuruh pasien

batuk untuk memudahkan melihat pooling.

Pemeriksaan Dalam

Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.

Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada

kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan

pemeriksaan dalam karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan

mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang normal.

Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam

vagina hanya dilakukan kalau ketuban pecah dini yang sudah dalam persalinan

atau yang dilakukan induksi persalinan, dan bila akan dilakukan penanganan aktif

(terminasi kehamilan), dan dibatasi sedikit mungkin.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Alpha-fetoprotein (AFP) . Mempunyai konsentrasi tinggi

didalam cairan amnion tetapi tidak di semen atau urin.

2. Pemeriksaan darah lengkap

Page 43: Cr Obsgyn Karin

43

3. Tes Pakis

Mikroskopik (tes pakis). Jika dengan pooling dan tes nitrazine masih

samar dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik dari cairan yang di ambil

dari fornix posterior. Cairan di swab kemudian dikeringkan diatas gelas

objek dan dilihat dibawah mikroskop gambaran ‘ferning’ yang

menandakan cairan amnion.

Hasil positif pada Ferning Test

4. Tes Lakmus (Nitrazine test)

Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test.

Kertas nitrazine akan berubah kepada biru jika ph cairan diatas 6.0-6.5.

Sekret vagina ibu hamil adalah pH 4-5, dengan kertas nitrazin tidak

berubah warna, tetap kuning Tes ini bisa memberikan hasil positif palsu

bila tersamarkan dengan cairan seperti darah, semen, atau vaginitis seperti

trichomonas.

5. Kultur dari swab untuk Chlamydia,gonorrhea,dan Group B streptococcus.

6. Pemeriksaan ultrasonogarphy (USG)

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam

kavum uteri. Selain itu dinilai Amniotic fluid index (AFI), presentasi

janin,berat janin, dan usia janin. Ultrasonografi dapat

mengindentifikasikan kehamilan ganda, abnormalitas janin atau

Page 44: Cr Obsgyn Karin

44

melokalisasi kantong cairan amnion pada amniosintesis dan sering

digunakan dalam mengevaluasi janin. Ultrasound –guided amnionfusion

dengan menggunakan indigo carmine, dapat dilakukan apabila semua

pemeriksaan masih memberikan hasil yang meragukan. Kemudian tampon

dimasukkan kedalam vagina dan dikeluarkan lalu cairan yang keluar

diobservasi.

PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaan pada kehamilan dengan ketuban pecah dini harus

memperhatikan usia kehamilan dan ada tidaknya kegawatdaruratan obstetri

(seperti amnionitis, khorioamnionitis, perdarahan ante partum, dan sebagainya)

A. Kehamilan yang disertai Amnionitis. :

Kehamilan yang disertai Amnionitis. Pada kasus Ketuban Pecah Dini yang

disertai dengan adanya tanda-tanda infeksi chorioamnionitis harus dilakukan

terminasi kehamilan tanpa memperhatikan usia kehamilan. Sebelum terminasi

kehamilan, diberikan antibiotika spektrum luas untuk terapi amnionitis.

B. Kehamilan aterm tanpa disertai Amnionitis. :

Kehamilan aterm tanpa disertai Amnionitis. Pada kehamilan aterm,

penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini tanpa disertai amnionitis dapat bersifat :

aktif (segera melakukan terminasi kehamilan) atau konservatif (menunda

persalinan sampai maksimum 12 jam).

1. Konservatif 

Page 45: Cr Obsgyn Karin

45

o Rawat di rumah sakit

o Jika ada perdarahan pervaginam dengan nyeri perut, pikirkan solusio

plasenta

o Jika ada tanda-tanda infeksi (demam dan cairan vagina berbau), berikan

antibiotika sama halnya jika terjadi amnionitosis.

2. Aktif 

o Kehamilan lebih dari 37 mg, induksi dengan oksitosin

o Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi dan persalinan

diakhiri.

o Bila gagal Seksio Caesaria

C. Kehamilan preterm tanpa amnionitis :

Prinsip penatalaksanaan pada kehamilan preterm tanpa disertai amnionitis

dapat dilakukan secara konservatif ataupun aktif, tergantung pada kondisi ibu dan

janin tersebut.

o Jika tidak ada infeksi dan kehamilan < 37 minggu:

Berikan antibiotika untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin

Ampisilin 4x 500mg selama 7 hari ditambah eritromisin 250mg per

oral 3x perhari selama 7 hari.

o Jika usia kehamilan 32 - 37 mg, belum inpartu, tidak ada infeksi, beri

dexametason, dosisnya IV 10 mg setiap 12 jam sebanyak 4x, observasi

tanda-tanda infeksi dan kesejahteraan janin.

Page 46: Cr Obsgyn Karin

46

o Jika usia kehamilan sudah 32 - 37 mg dan sudah inpartu, tidak ada infeksi

maka berikan tokolitik ,dexametason, dan induksi setelah 24 jam.

Penatalaksanaan lanjutan

1. Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului

kondisi ibu yang menggigil.

2. Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan

adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan

DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik secara kontinu dilakukan

selama induksi oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali

pusat atau induksi. Takikardia dapat mengindikasikan infeksiuteri.

3. Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.

4. Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan

juga hal-hal berikut:

a. Apakah dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa

b. Bau rabas atau cairan di sarung tanagn anda

c. Warna rabas atau cairan di sarung tangan

5. Beri perhatian lebih seksama terhadap hidrasi agar dapat diperoleh

gambaranjelas dari setiap infeksi yang timbul. Seringkali terjadi peningkatan

suhu tubuh akibat dehidrasi.

Page 47: Cr Obsgyn Karin

47

Algoritma Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini

Page 48: Cr Obsgyn Karin

48

PENGOBATAN

Kortikosteroid

Regimen 12 mg Betamethason tiap 24 jam selama dua hari atau

Dexamethasone 10mg/tiap 12 jam secara intravena selama dua hari.Kortikosteroid

direkomendasikan dibawah 32 minggu.Pemberian pada 32-34 minggu masih

menjadi kontorversi manakala untuk kehamilan 34 minggu keatas tidak

dianjurkan kecuali terbukti paru janin masih belum matang dengan amniosintesis.

Pemberian kortikosteroid pada penderita ketuban pecah dini dengan kehamilan

kurang bulan diharapkan tercapainya pematangan paru janin, mengurangkan

komplikasi pada neonatal seperti pendarahan intraventrikular dan Respiratory

Dystress Syndrome.

Antibiotik

Ampicillin 1g secara intravena diberikan tiap 6 jam bersamaan dengan

erythromycin 250 mg tiap 6 jam selama dua hari. Diikuti dengan pemberian

antibiotik oral, amoxicillin 250mg tiap 8 jam dan erythromycin 333 mg tiap 8 jam

selama lima hari.Pemberian antibiotik terbukti memperpanjangkan masa laten dan

mengurangi resiko infeksi seperti postpartum endometritis, chorioamnionitis,

neonatal sepsis, neonatal pneumonia, dan pendarahan intraventricular. Pemberian

antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun antibiotik

tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap

chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian

antibiotik profilaksis perlu dilakukan.

Page 49: Cr Obsgyn Karin

49

Terapi Tokolitik

Terapi tokolitik bisa memperpanjang masa laten sementara tetapi tidak

memberikan efek yang lebih baik pada janin pada pemberiannya. Penelitian

tentang pemberian tokolitik dalam menangani kasus Preterm Premature Rupture

of Membran masih kurang sehinggakan pemberiannya bukanlah indikasi.

KOMPLIKASI KETUBAN PECAH DINI

Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung pada usia

kehamilan. Dapat terjadi Infeksi Maternal ataupun neonatal, persalinan prematur,

hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden SC,

atau gagalnya persalinan normal. 

1. Persalinan Prematur 

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten

tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam

setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan

dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam

1 minggu.

2. Infeksi

Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu

terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia,

omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada

ketuban Pecah Dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara

umum insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan

lamanya periode laten.

Page 50: Cr Obsgyn Karin

50

3. Hipoksia dan asfiksia.

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat

hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya

gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin

semakin gawat.

4. Syndrom deformitas janin.

Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin

terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta

hipoplasi pulmonal

Complications of Preterm PROM

ComplicationsIncidence (%)

Delivery within one week 50 to 75Respiratorydistresssyndrome 35Cord compression 32 to 76Chorioamnionitis 13 to 60Abruptio placentae 4 to 12Antepartum fetal death 1 to 2

\

Page 51: Cr Obsgyn Karin

51

DAFTAR PUSTAKA

Chandranita Manuaba, Ida Ayu, dkk. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri . Jakarta.

EGC

Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John , III

Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics 22ND

EDITION 2005 .

Dee Harney M Alan & Pernoll L Martin . Current Obstetric Gynecologic

Diagnostic & Treatment , Lange Medical Book .

High Risk Pregnancy, Premature Rupture of The Membranes(PROM). http//www.

healthsystem.virginia.edu/uvahealth/pedshrpregnant/online.cfm

http://emedicine.medscape.com/article/261137-overview

http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta:PT. Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, Saifuddin, Abdul Bari. 2006. Buku Panduan

Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: YBP-SP

Prawirohardjo. S. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan

Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002.

Prawirohardjo. S. Ilmu Kebidanan. Ed. III, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. 2008.

Premature Rupture of The Membranes with Intrauterine Spread. http//lpig.doe

report.com.

Premature Rupture of The Membranes. http//www.eMedicine.com.

Varney, Hellen,dkk. 2008. Buku Ajar Asuha Kebidanan, Volume 2. . Jakarta:

EGC

Wiknjosastro Hanifa, Saifuddin Bari Abdul, Rachimhadhi Trijatmo. Ilmu

Kebidanan, edisi ketiga, cetakan keempat; Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 1997.

Page 52: Cr Obsgyn Karin

52

CASE REPORT

Ibu G1P0A0 umur 31 tahun, gravid 38 minggu JTH intrauterine

memanjang preskep belum masuk PAP belum in partu

dengan ketuban pecah dini

Oleh :

Karina Permata Sari

0818011025

Preceptor :

dr. Wahdi, Sp. OG

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUD JENDERAL AHMAD YANI METRO

AGUSTUS 2012