Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

58
Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Kasus Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman NEONATUS CUKUP BULAN SESUAI MASA KEHAMILAN DENGAN IKTERIK NEONATORUM Disusun oleh: Anindyta Audie 0910015028 Pembimbing: dr. Hj. Sukartini, Sp.A i

description

hiperbilirubinemia

Transcript of Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Page 1: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Tutorial KasusFakultas KedokteranUniversitas Mulawarman

NEONATUS CUKUP BULAN SESUAI MASA

KEHAMILAN DENGAN IKTERIK

NEONATORUM

Disusun oleh:Anindyta Audie0910015028

Pembimbing:

dr. Hj. Sukartini, Sp.A

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak

i

Page 2: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Fakultas Kedokteran Universitas MulawarmanRSUD A.W. Sjahranie Samarinda

Mei, 2014

ii

Page 3: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar

plasma bilirubin lebih dari kadar yang diharapkan berdasarkan

umur bayi. Ikterik neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi

yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sclera

akibat akumulasi bilirubin yan berlebih. (Kosim, Yunanti, Ari, &

Dewi, 2014)

Hiperbilirubinemia adalah keadaan klinis yang paling sering

dan membutuhkan evaluasi dan terapi pada neonatus yang

terkena. (Maisels & Watchko, 2013) Lebih dari 85 % bayi cukup

bulan yang kembali dirawat dalam minggu pertama kehidupan

disebabkan oleh keadaan ini. Hiperbilirubinemia menyebabkan

bayi terlihat berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat

akumulasi pigmen bilirubin. Bilirubin adalah hasil pemecahan

hemoglobin dan protein heme yang lain. (Kosim, Yunanti, Ari, &

Dewi, 2014)

Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum berfungsi

secara optimal, sehingga proses glukoronidasi bilirubin tidak

terjadi secara maksimal. Keadaan ini akan menyebabkan

dominasi bilirubin tak terkonjugasi dalam darah. Pada

kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubinemia tak ter

terkonjugasi merupakan fenomena transisional yang normal,

tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin secara

berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksik dan

dapat menyebabkan kematian dan bila bayi tersebut dapat

bertahan hidup pada jangka panjang akan menimbulkan sekuele

neurologis. (Kosim, Yunanti, Ari, & Dewi, 2014)

1

Page 4: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Kebanyakan ikterik pada neonatus adalah hasil dari

kombinasi beberapa proses, yaitu peningkatan keceparan

bilirubin, reabsorbsi bilirubin dari usus ke plasma, dan inabilitas

hepar untuk membersihkan bilirubin dari plasma. (Maisels &

Watchko, 2013)

1.2. Tujuan

Tujuan dibuatnya tutorial klinik ini adalah agar dokter

muda mampu untuk melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang, diagnosis, penatalaksanaan pada bayi

yang terlahir dalam keadaan hiperbilirubinemia. Dan

diharapkan juga, dengan membuat tutorial klinik ini dapat

menambah wawasan pengetahuan baik bagi penulis maupun

teman-teman sejawat lainnya.

2

Page 5: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

BAB 2

LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Pasien

Nama : By. Ny. F

Tanggal Lahir : 10 Mei 2014; Pukul : 17.09 Wita

Usia gestasi : 37-38 minggu

Jenis kelamin : Laki-laki

Nama Ibu : Ny. F

Usia : 37 tahun

Alamat : Jln. Damar Duri Borneo I

Pendidikan : S1

Pekerjaan : Guru

Suku : Jawa

Agama : Islam

Nama Ayah : Tn. S

Usia : 41 tahun

Alamat : Jln. Damar Duri Borneo 1

Pendidikan : D4

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

1.2. Anamnesis

Keluhan Utama

Bayi lahir dalam keadaan cukup bulan dengan ibu preeklampsia berat dan

Diabetes Melitus.

Page 6: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Riwayat Persalinan Sekarang

Pasien lahir pada hari Sabtu, 10 Mei 2014 pukul 17.04 WITA di RSUD

AWS pada usia kehamilan 37 – 38 minggu secara spontan. Apgar score pasien

adalah 8/10, janin berjumlah tunggal, ketuban jernih, mekonium (-), miksi (+),

jenis kelamin laki-laki, terdapat anus dan tidak ditemukan cacat. Bayi merupakan

anak kedua dari kehamilan kedua.

Karena Ibu mengalami PEB dan DM, bayi kemudian menjalani perawatan

di dalam ruang bayi.

Riwayat Obstetri

1. 2007/ perempuan /3500

2. 2014/ laki-laki / 2500

Apgar Score

Menit ke-1 Menit ke-5

Detak Jantung 2 2

Pernapasan 2 2

Warna kulit 2 2

Refleks 1 2

Tonus 1 2

Total 8 10

New Ballard Score

Maturitas

Neuromuskular

Nilai Keadaan

Sikap tubuh 3 Kaki fleksi dan abduksi namun tangan

masih fleksi ringan

Jendela siku-siku 3 Sudut antara hipotenar dan bagian

anterior lengan 300 ketika difleksikan

pada pergelangan tangan

Rekoil lengan 1 Lengan kembali fleksi namun tidak

penuh setelah lengan bawah secara

pasif difleksikan kemudian

diekstensikan secara penuh

Sudut popliteal 4 Sudut poplitea ketika lutut bayi

4

Page 7: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

ditempelkan ke dada dan tumit

diekstensikan adalah 90 0

Tanda selempang 3 Siku tidak mencapai garis tengah

toraks ketola tangan bayi ditarik

melintasi leher

Tumit ke telinga 3 Ujung jari kaki di atas leher

Jumlah 17

Maturitas Fisik Nilai Keadaan

Kulit 5 Seperti kulit, pecah-pecah,

berkeriput

Lanugo 2 Lanugo menipis

Permukaan plantar kaki 2 Lipatan melintang hanya pada

bagian anterior

Payudara 2 Areola berbintil, puncak 1 -2 mm

Daun telinga 2 Pinna memutar penuh, lunak, tapi

sudah recoil

Kelamin (laki-laki) 4 Testis tergantung, rugae dalam

Jumlah 17

Total Ballard score : 34

Usia gestasi : 36 - 38 minggu

Grafik Lubchenco

Page 8: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

1.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum Baik

Berat badan 2500 gram

Panjang badan 45 cm

Usia gestasi menurut Ballard

score

36 - 38

minggu

Tanda-tanda vital

Denyut jantung 166 kali/menit

Pernapasan 44 kali/menit

Suhu 35.4oC

Kepala Bentuk normal, caput (-), hematom (-), rambut hitam,

ubun-ubun datar

Mata Bentuk normal, simetris D=S, edema palpebral (-/-)

Telinga Bentuk normal, sekret (-)

Hidung Bentuk normal, sekret (-), napas cuping hidung (-)

6

Page 9: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Mulut Bibir bentuk normal, kering, sianosis (-), labioskizis (-),

gnatoskizis (-), palatoskizis (-)

Thoraks

Inspeksi : bentuk dada normal, pergerakan dada simetris

D=S, retraksi intercostal (-) & subcostal (-), ictus cordis

tidak terlihat

Palpasi : pergerakan dinding dada simetris D=S

Auskultasi : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Perkusi : tidak dilakukan

Abdomen

Inspeksi : bentuk datar, tali pusat terbungkus kasa steril,

rembesan darah (-), eritema (-), bau (-)

Auskulasi : BU(+)N

Perkusi : timpani

Palpasi : distensi (-), turgor kulit kembali cepat,

organomegali (-)

Genitalia Testis tergantung, rugae sudah dalam

Ekstremitas Akral hangat, sianosis (-), ikterik (-), edema (-), anomaly

(-)

Px. refleks

fisiologis

Tidak dilakukan

Px. neurologis Tidak dilakukan

1.4. Pemeriksaan Penunjang

-

1.5. Diagnosis

Neonatus Cukup Bulan dan Sesuai Masa Kehamilan

1.6. Usulan Pemeriksaan

Darah Lengkap

Gula darah

1.7. Tatalaksana

ASI on demand

Rawat ruang bayi

Page 10: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

1.8. Prognosis

Dubia ad bonam

8

Page 11: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

1.9. Follow Up Pasien di Ruangan Bayi

Page 12: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Tanggal S O A P

10/05/2014

Pukul 17.00

H – 0

Bayi SPT + PEB,

Jenis Kelamin

laki-laki, ketuban

jernih, A/s 8/10

NCB

SMK

12/05/2014

H – 2

BAB (+), BAK

(+), ibu DM

HR: 130 x/min;

RR: 60 x/min;

T: 37.4oC

Rho (-/-); whe (-/-);

S1S2 tunggal

regular

NCB SMK

Hipoglikemia

Cek GDS

Hasil GDS pukul 11.00

27 mg/dl

Hasil GDS pukul

14.00: 54 mg/dl

Hasil GDS pukul

21.00: 71 mg/dl

Konsul Echo

ASI on demand

13/05/2014

H- 3

BAB (+), BAK

(+), kuning (+)

HR: 125 x/min;

RR: 38x/min;

T: 36.6oC

Rho (-/-); whe (-/-);

S1S2 tung. Regular

krammer 5

NCB SMK

Hipoglikemia

Ikterik

Neonatorum non

fisiologis ec

hipoglikemia dd

breastmilk

jaundice

Cek bilirubin

Hasil bilirubin :

Bilirubin total 22.1

Bilirubin direk : 1.7

Bilirubin indirek : 20.4

ASI on demand

14/05/2014

H - 4

BAB (+) BAK (+)

kuning (+)

HR: 130 x/min;

RR: 40 x/min;

T: 36.3oC;

Rho (-/-), whe (-/-);

S1S2 tungg. reguler

krammer 4

NCB SMK

Hipoglikemia

Ikterik

Neonatorum non

fisiologis ec

hipoglikemia dd

breastmilk

jaundice

Fototerapi

ASI on demand

16/05/2014

H - 5

BAB (+) BAK (+)

Aktif (+) kuning

(+)

HR: 130 x/min;

RR: 40 x/min;

T: 36.3oC;

Rho (-/-), whe (-/-);

S1S2 tungg. reguler

krammer 3

NCB SMK

Hipoglikemia

Ikterik

Neonatorum non

fisiologis ec

hipoglikemia dd

breastmilk

jaundice

Fototerapi

ASI on demand

17/05/2014 BAB (+) BAK (+) HR: 150 x/min; NCB SMK Stop Fototerapi

10

Page 13: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

H - 6Aktif (+) kuning

(+)

RR: 42 x/min;

T: 37.0oC;

Rho (-/-), whez

(-/-);

S1S2 tungg. reguler

krammer 3

Hipoglikemia

Ikterik

Neonatorum non

fisiologis ec

hipoglikemia dd

breastmilk

jaundice

Rawat gabung

ASI on demand

Page 14: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI

Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang tinggi di dalam darah yaitu

peningkatan kadar plasma bliribun 2 standar deviasi atau lebih dari kadar yang

sesuai umur bayi atau lebih dari presentil 90, sedangkan ikterus merupakan suatu

diskolorasi kuning pada kulit, mukosa, dan sklera akibat penumpukan dari

bilirubin. Ikterus neonatorum akan tampak apabila kadar bilirubin darah 5 – 7

mg/dl. (Kosim, Yunanti, Ari, & Dewi, 2014)

EPIDEMIOLOGI

Pada sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan pada minggu

pertama kehidupannya. Selama bertahun-tahun, konsentrasi serum bilirubin total

pada bayi aterm mengalami peningkatan tertinggi pada hari 3 - 4 setelah lahir dan

menurun mencapai level normal pada 7 – 10 hari. Penelitian yang mengamati

bilirubin transkutaneus menyimpulkan bahwa lebih dari 50 % bayi mengalami

puncak peningkatan bilirubin sekitar 96 jam – 120 jam. Pada bayi yang dilahirkan

pada umur kehamilan 40 minggu atau lebih, puncak bilirubin terjadi pada 60 jam

setelah lahir, sedangkan pada bayi dengan umur kehamilan 35 – 39 minggu baru

terjadi setelah 96 jam atau lebih.

Kejadian ini lebih kurang 60% pada bayi cukup bulan dan 80% pada bayi

kurang bulan. Di Jakarta sendiri dilaporkan sekitar 32,19% bayi baru lahir

menderita ikterus. Ikterus tersebut dapat dalam keadaan fisiologis maupun

patologis. (Kosim, Yunanti, Ari, & Dewi, 2014)

Patofisiologi

Pembentukan Bilirubin

Bilirubin adalah kristal pigmen berwarna jingga ikterus yang merupakan

bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses oksidasi-reduksi.

Langkah oksidasi pertama adalah biliverdin yang dibentuk dari heme dengan

12

Page 15: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

bantuan enzim heme oksigenase, yaitu enzim yang sebagian besar terdapat dalam

hepatosit, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan

kembali untuk pembentukan hemoglobin dan karbon monoksida (CO) yang

diekskresikan kedalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi oleh enzim

bilverdin reduktase.

Metabolisme bilirubin. Sumber: Mac Mahon Jr, dkk.

Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi

bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin

bersifat lipofilik dan terikat dengan hidrogen. Jika tubuh akan mengekskresikan,

diperlukan mekanisme transport dan eleminasi bilirubin.

Pada bayi baru lahir, sekitar 75% produksi bilirubin berasal dari katabolisme

heme hemoglobin dari eritrosit sirkulasi, satu gram hemoglobin akan

menghasilkan 34 mg bilirubin. Sisa 25% produksi bilirubin disebut early labeled

bilirubin yang berasal dari pelepasan hemoglobin karena proses eritropoiesis yang

tidak efektif dari sumsum tulang, jaringan yang mengandung protein heme

(mioglobin, sitokrom, katalase, peroksidase) dan heme bebas.

Bayi baru lahir akan memproduksi bilirubin 8-10 mg/KgBB/hari, sedangkan

orang dewasa sekitar 3-4 mg/KgBB/hari. Peningkatan bilirubin pada bayi baru

lahir disebabkan oleh masa hidup eritrosit yang lebih pendek (70-90 hari)

Page 16: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

dibandingkan dengan orang dewasa (120 hari), peningkatan degradasi heme, tun

over sitokrom yang meningkat dan juga reabsorpsi bilirubin dari usus yang

meningkat (sirkulasi enterohepatik).9

Transportasi Bilirubin

Peningkatan bilirubin yang terjadi di sistem retikuloendotelial, selanjutnya

dilepaskan ke dalam sirkulasi yang nantinya akan berikatan dengan protein

albumin. Bayi baru lahir mempunyai ikatan protein albumin yang rendah terhadap

bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang

kurang. Bilirubin yang akan berikatan ini merupakan zat non-polar yang

hidrofobik dan kemudian akan ditransportasi ke hepatosit. Bilirubin yang

berikatan dengan albumin tidak bisa masuk ke susunan saraf pusat dan bersifat

non toksik. Selain itu, afinitas bilirubin terhadap albumin mempunyai tingkat

kompetisi yang rendah terhadap obat-obatan seperti sulfonamide dan penisilin,

sehingga albumin akan lebih berikatan dengan obat tersebut dibandingkan dengan

bilirubin.

Pada Bayi Kurang Bulan (BKB), ikatan bilirubin akan lebih lemah yang

umumnya merupakan komplikasi dari hipoalbumin, hipoksia, hipoglikemia,

asidosis, hipotermia, hemolisis, dan septikemia. Hal tersebut membuat jumlah

bilirubin bebas dalam darah meningkat dan sangat berisiko atas terjadinya

neurotoksisitas oleh bilirubin.

Asupan Bilirubin

Pada saat kompleks bilirubin-albumin mencapai membran plasma hepatosit,

albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin ditransfer melalui

sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein Y) atau ikatan protein

sitosolik lainnya. Keseimbangan antara jumlah bilirubin yang masuk kedalam

sirkulasi, dari sintesis de novo, resirkulasi enterohepatik, perpindahan bilirubin

antar jaringan, pengambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi bilirubin akan

menentukan konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi dalam serum, baik pada

keadaan normal ataupun tidak normal.

Berkurangnya kapasitas pengambilan hepatik bilirubin tak terkonjugasi akan

berpengaruh terhadapa pembentukan ikterus fisiologis. Penelitian menunjukkan

14

Page 17: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

ini karena adanya defisiensi konjugasi bilirubin dalam menghambat transfer

bilirubin dari darah ke empedu selama 3-4 hari kehidupan. Walaupun demikian,

defisiensi intake bilirubin ini dapat menyebabkan hiperbilirubinemia terkonjugasi

ringan dalam minggu kedua kehidupan saat konjugasi bilirubin hepatik mencapai

kecepatan yang sama dengan usia dewasa.

Konjugasi Bilirubin

Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan ke dalam bilirubin terkonjugasi

yang larut dalam air di dalam sel retikulo endoplasma dengan bantuan enzim

uridine diphosphate glucoronyl transferase (UDP-GT). Katalisa oleh enzim ini

merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan

dikonjugasi menjadi blirubin diglukoronida. Enzim ini juga memindahkan satu

mol asam glukoronida pada sati bilirubin monoglukoronida ke bilirubin

monoglukoronida lain sehingga akan menghasilkan bilirubin diglukoronida.

Bilirubin ini lalau diekskresikan kembali ke dalam kanalikulus empedu.

Sedangkan satu mol bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke dalam retikulum

endoplasmik untuk konjugasi berikutnya.

Penilitian in-vitro terhadap enzim UDP-GT pada bayi baru lahir didapatkan

defisiensi aktifitas enzim, tetapi setelah 24 jam kehidupan, aktifitas enzim ini akan

melebihi bilirubin yang masuk ke dalam hati sehingga konsentrasi bilirubin serum

akan menurun. Kapasitas total kunjugasi akan sama dengan orang dewasa pada

hari ke-4 kehidupan. Pada periode bayi baru lahir, konjugasi monoglukoronida

merupakan konjugat pigmen empedu yang lebih dominan.

Ekskresi Bilirubin

Setelah mengalami proses konjugasi, bilirubin akan diekskresi kedalam

kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan diekskresikan melalui

feses. Proses ekskresinya sendiri memerlukan energi. Setelah berada di usus

halus, bilirubin yang terkonjugasi tidak dapat langsung diresorbsi, kecuali jika

sudah dikonversikan kembali ke dalam bentuk tak terkonjugasi oleh enzim beta-

glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran

Page 18: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

cerna akan dikirim kembali ke hati untuk dikonjugasikan kembali. Hal ini disebut

dengan sirkulasi enterohepatik.

Terdapat perbedaan antara bayi baru lahir dan orang dewasa, yaitu pada

mukosa usus halus dan feses bayi baru lahir mengandung enzim beta-

glukoronidase yang dapat menghidrolisis monoglukororida dan diglukoronida

kembali menjadi bilirubin tak terkonjugasi yang selanjutnya dapat disimpan lagi

ke hepatosit. Selain itu, usus pada bayi baru lahir masih dalam keadaan steril

(tidak ada flora normal), sehingga bilirubin terkonjugasi tidak dapat diubah

menjadi sterkobilin (produk yang tidak dapat diabsorbsi).

Bayi baru lahir mempunyai konsentrasi bilirubin tak terkonjugasi yang

relatif tinggi di dalam usus yang berasal dari produksi bilirubin yang tinggi (8-10

mg/KgBB/hari), hidrolisis bilirubin diglukoronida yang berlebih, dan konsentrasi

bilirubin yang tinggi yang ditemukan di dalam mekonium. Pada bayi baru lahir,

kekurangan normal flora pada usus akan meningkatkan pool bilirubin usus.

Peningkatan hidrolisis bilirubin terkonjugasi pada bayi baru lahir diperkuat oleh

enzim beta glukoronidase mukosa usus yang tinggi dan ekskresi monoglukoronida

terkonjugasi. Pemberian substansi oral yang tidak larut seperti agar atau arang

aktif yang dapat mengikat bilirubin, akan meningkatkan kadar bilirubin dalam

tinja dan mengurangi bilirubin dalam serum, hal ini menggambarkan peran

kontribusi sirkulasi enterohepatik pada keadaan hiperbilirubinemia tak

terkonjugasi pada bayi baru lahir.

Etiologi

Ikterus Fisiologik

Pada neonatus normal memproduksi 6 - 10 mg bilirubin/kgBB/hari, tidak

seperti pada orang dewasa yang memproduksi 3 – 4 mg/kgBB/hari. Umumnya

terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama

>2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan (BCB) yang mendapatkan susu formula, kadar

bilirubin akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dL pada hari ke-3 kehidupan

lalu akan turun sebanyak 1 mg/dL 2-3 hari kemudian selama 1-2 minggu. Pada

BCB yang mendapat ASI, kadar bilirubin puncak mencapai kadar yang lebih

tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan terjadi lebih lambat (2-4 minggu, bahkan

16

Page 19: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

dalam waktu 6 minggu). Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula

juga akan mengalami peningkatan dengan puncak yang lebih tinggi dan lebih

lama, begitu juga dengan penurunannya jika tidak diberikan fototerapi

pencegahan. Peningkatan yang mencapai 10-12 mg/dL masih dalam kisaran

fisiologis, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai kelainan metabolisme bilirubin.

Kadar normal bilirubin tali pusat kurang dari 2 mg/dL dan berkisar dari 1,4

sampai 1,9 mg/dL.

Ikterus fisiologis merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi kurang

bulan maupun bayi cukup bulan selama minggu pertama kehidupan yang

frekuensinya pada bayi cukup bulan dan kurang bulan berturut-turut adalah 50-

60% dan 80%. Ikterus fisiologis tidak bisa berdiri tunggal, pasti ada faktor-faktor

lain yang berhubungan dengan maturitas fisiologis bayi baru lahir. Peningkattan

kadar bilirubin pada bayi disebabkan oleh peningkatan ketersediaan bilirubin dan

penurunan clearance bilirubin. (Kosim, Yunanti, Ari, & Dewi, 2014)

Dasar Penyebab

Peningkatan bilirubin yang tersedia

Peningkatan produksi bilirubin

Peningkatan resirkulasi melalui

enterohepatik shunt

Penurunan bilirubin clearance

Penurunan clearance dari plasma

Penurunan metabolisme hepatik

Peningkatan sel darah merah

Penurunan umur sel darah merah

Peningkatan early bilirubin

Peningkatan Beta glukoronidase

Tidak adanya flora bakteri

Pengeluaran mekonium yang

terlambat

Defisiensi protein karier

Penurunan aktifitas UDPGT

Sumber: Blackburn ST.2

Ikterus Non Fisiologis

Page 20: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Dulu disebut dengan ikterus patologis tidak mudah untuk dibedakan dengan

ikterus fisiologis. Keadaan dibawah ini merupakan petunjuk untuk melakukan

tindak lanjut.

1. Onset ikterus terjadi < 24 jam.

2. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang membutuhkan fototerapi.

3. Peningkatan kadar total bilirubin serum > 0,5 mg/KgBB/jam.

4. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah,

letargi, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apneu, takipneu,

atau suhu yang tidak stabil).

5. Ikterus tetap bertahan selama 8 hari pada BCB dan 14 hari pada BKB.

(Kosim, Yunanti, Ari, & Dewi, 2014)

Pada bayi yang mendapat ASI, terdapat dua bentuk neonatal jaundice yaitu

early (berhubungan dengan breast feeding) dan late (berhubungan dengan ASI).

Bentuk early onset berhubungan dengan proses pemberian minum. Bentuk late

onset diyakini dipengaruhi oleh kandungan ASI ibu yang mempengaruhi proses

konjugasi dan ekskresi. Penyebab late onset masih belun diketahui, tetapi telah

dihubungkan dengan adanya faktor spesifik dari ASI yaitu, 2α-20β-pregnanediol

yang mempengaruhi aktifitas UDP-GT atau pelepasan bilirubin konjugasi dari

hepatosit; peningkatan aktifitas lipoprotein lipase yang kemudian melepaskan

asam lemak bebas ke dalam usus halus; penghambatan konjugasi akibat

peningkatan asam lemak unsaturated; atau β-glucoronidase atau adanya faktor

lain yang mungkin menyebabkan peningkatan jalur enterohepatik. (Kosim,

Yunanti, Ari, & Dewi, 2014).

Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama, biasanya

disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis),

karena pada periode ini, hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih

dari 10 mg/dL. Peningkatan penghancuran hemoglobin sebanyak 1%, akan

meningkatkan jumlah bilirubin sebanyak 4 kali lipat. (Kosim, Yunanti, Ari, &

Dewi, 2014)

Dasar Penyebab

18

Page 21: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Peningkatan produksi bilirubin Inkompatibilitas darah fetomaternal

(Rh, ABO)

Peningkatan penghancuran hemoglobin Difisiensi enzim kongenital (G6PD,

galaktosemia)

Perdarahan tertutup (sefalhematom,

memar)

Keterlambatan klem tali pusat.

Peningkatan jumlah hemoglobin Polistemia (twin-to-twin

transfusion, SGA)

Keterlambatan klem tali pusat

Peningkatan sirkulasi enterohepatik Keterlambatan pasase mekonium,

ileus mekonium, meconium plug

syndrome

Puasa atau keterlambatan minum

Atresia atau stenosis intestinal

Perubahan clearance bilirubin hati Imaturitas

Perubahan aktivasi atau aktivitas

uridine Diphosphoglucoronyl

transferase

Gangguan metabolik/endokrin

(Crigglar-Najjar Disease,

Hipotiroidisme, gangguan

metabolisme asam amino

Perubahan fungsi dan perfusi hati

(kemampuan konjugasi)

Asfiksia, hipoksia, hipotermi,

hipoglikemi.

Sepsis (juga proses inflamasi)

Obat-obatan dan hormon

(novobiasin, pregnanediol)

Obstruksi hepatik (berhubungan dengan

hiperbilirubinemia direk)

Anomaly kongenital (atresia

biliaris, fibrosis kistik)

Stasis biliaris (hepatitis, sepsis)

Bilirubin load berlebihan (sering

pada hemolisis berat)

Tabel penyebab neonatal hiperbilirubinemia indirek. Sumber: Blackburn ST.

Page 22: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Penyebab Spesifik Hiperbilirubinemia

1. Ikterus Akibat ASI. Ikterus akibat ASI merupakan bilirubin yang tidak

terkonjugasi yang mencapai puncaknya terlambat (biasanya menjelang hari

ke 4-14). Keadaan bayi baik, dan kadar bilirubin rata-rata 12-20 mg/dL dan

bisa mencapai 30 mg/dl pada hari ke 14. Dapat dibedakan dari penyebab yang

lain dengan reduksi kadar bilirubin yang cepat bila disubstitusi dengan susu

formula 1-2 hari. Hal ini untuk membedakan ikterus pada bayi yang disusui

ASI selama minggu pertama kehidupan. Mekanisme dari ikterus akibat ASI

ini adalah faktor yang tidak teridentifikasi pada ASI yang mengganggu

metabolism bilirubin. Ditambah lagi, dibandingkan dengan susu formula,

bayi dengan ASI mengalami peningkatan sirkulasi enterohepatik karena pada

ASI didapatkan kadar B glukoronidase. Pada bayi ini, tidak didapatkan

adanya kelainan fungsi liver, dan tidak menunjukkan adanya bukti hemolisis.

Apabila pemberian ASI tetap dilanjutkan, maka kadar bilirubin akan menurun

setelah umur bayi > 2 minggu. Apabila dihentikan, kadar bilirubin akan

menurun dengan cepat dalam waktu 48 jam. (Cloherty, Eichenwald, & Stark,

2008)

2. Ikterus Akibat Menyusui Bayi yang mendapat ASI bila dibandingkan

dengan bayi yang mendapat susu formula, mempunyai kadar bilirubin yang

lebih tinggi, berkaitan dengan penurunan asupan pada beberapa hari

kehidupan yang menyebabkan peningkatan sirkulasi enterohepatik. Biasanya

terjadi ketika umur bayi mencapai 3 hari. (Cloherty, Eichenwald, & Stark,

2008)

3. Inkompatibilitas ABO. Merupakan hiperbilirubinemia indirek akibat

destruksi eritrosit neonatus oleh IgG maternal yang masuk melalui plasenta

ke sirkulasi fetus, pada keadaan ini, ada perbedaan golongan darah ibu dan

bayi (Ibu O, bayi A atau B). Bayi mungkin menderita anemia dengan atau

tanpa ikterus, atau bahkan tidak terlihat sama sekali. Karena IgG yang

bersirkulasi bervariasi, maka sulit untuk menentukan derajat beratnya proses

dari kehamilan satu ke kehamilan lain. Pedoman untuk fototerapi bayi aterm

adalah pada hari ke-1 kadar bilirubin >10 mg/dL, hari ke-2 >13 mg/dL, dan

20

Page 23: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

selanjutnya >15 mg/dL. Transfusi tukar harus dipertimbangkan pada kadar 20

mg/dL. Pada inkompatibilitas ABO, ikterik terjadi pada < 24 jam umur bayi.

4. Eritroblastosis. Eritroblastosis disebabkan oleh isoimunisasi dari antigen Rh

(D, C, E, d, c, atau e), kell, Duffy, Lutheran, atau Kidd. Paling sering adalah

melibatkan antigen D. Darah fetus mungkin memasuki sirkulasi maternal

pada kejadian inisial. Keadaan bertambah buruk pada kehamilan berikutnya.

Yang terkena lebih berat akan menderita hidrops (efusi pleura dan asites)

akibat kegagalan (output) yang tinggi intrauterus dari anemia dan

hiperproteinemia. Kasus yang lebih ringan dicirikan sebagai

hepatosplenomegali, anemia, dan ikterus.

5. Hemorrhagia Ekstravaskuler. Perdarahan diluar vaskuler dalam tubuh,

misalnya sefalhematom, memar, dan lainnya, dapat menimbulkan

hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi akibat beban bilirubin ekstra untuk hati.

Puncak ikterus cenderung terjadi pada hari ke-3 dan 4 sesudah lahir.

Ikterus Non Fisiologis Akibat Penyakit Hemolitik

Penyakit hemolitik pada fetus dan BBL diartikan sebagai penyakit yang

berhubungan dengan kerusakan sel darah merah pada fetus atau neonatus yang

dapat menyebabkan anemia. Hemolisis dapat diperantarai atau tidak diperantarai

oleh antibodi, ini menyebabkan dibedakannya penyakit hemolitik menjadi dua

yaitu yang diperantarai imun dan yang tidak diperantarai imun. (Marcdante &

Kliegman, 2011)

Penyakit Hemolitik Diperantarai Imun

Patofisiologi umum penyebab penyakit hemolitik diperantarai imun mirip. Sistem

imun maternal tersensitisasi terhadap antigen asing karena paparan darah dengan

profil antigen yang berbeda. Proses ini dapat terjadi ketika pada saat melahirkan,

amniosentesis, kordosentesis, aborsi spontan atau diinduksi, trauma tumpul, atau

mekanisme lain yang mengganggu terpisahnya sirkulasi maternal dan fetus.

Paparan pada antigen asing di sel darah merah fetus mengaktivasi produksi

limfosit B yang menarget antigen asing. Antibodi IgM tidak dapat masuk ke

sirkulasi bayi, karena molekul IgM terlalu besar untuk melalui plasenta.

Page 24: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Walaupun begitu, antibody IgM akan berubah menjadi antibody IgG, yang dapat

dengan mudah masuk ke sirkulasi fetal. Hal ini menyebabkan destruksi sel darah

merah pada fetus.

Penyakit ABO hemolitik biasanya terjadi pada bayi dengan golongan

darah A atau B dengan ibu bergolongan darah O. Penyakit hemolitik ABO ini

adalah salah satu penyakit yang sering menyebabkan hiperbilirubinemia berat.

Diagnosis dari hemolitik ABO dibedakan dengan inkompatibilitas ABO.

Penyakit hemolitik ABO adalah bayi dengan hasil tes DAT postif dan ikterik yang

timbul pada 12 – 24 jam pertama kehidupan. Retikulositosis dan adanya

mikrosferositosis pada HDT menunjang diagnosis.

Insiden penyakit hemolitik Rh diperkirakan sekitar 1 dari 1000 bayi hidup.

Setengah dari bayi yang terkena membutuhkan sedikit atau tidak membutuhkan

terapi. (Ohls & Maheshwari, 2012)

Eritroblastosis fetalis disebabkan oleh inkompatibilitas Rh. Kebanyakan

ibu dengan Rh negative tidak memiliki antibodi anti Rh pada kehamilan pertama.

Sistem antigen Rh terdiri dari 5 antigen : C, D, E , c dan e. Pada kebanyakan

kasus Rh tersensitisasi, antigen D pada fetus mensensitisasi ibu dengan Rh

negative menyebabkan produksi antibody IgG pada saat kehamilan pertama.

Karena kebanyakan orang tidak resensitisasi pada saat awal kehamilan pertama,

22

Page 25: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Rh eritroblastosis fetalis biasanya terjadi pada kehamilan kedua. Kehamilan

pertama terkena menyebabkan respon antibodi pada ibu dan dapat dideteksi ketika

skrining antenatal dengan tes Coombs dan ditentukan dengan antibody anti-D.

BBL pertama yang terkena biasanya tidak menunjukkan klinis yang fatal

dan hanya muncul manifestasi anemia dan hiperbilirubinemia. Kehamilan kedua

dan setelahnya menyebabkan tingkat keparahan respon yang meningkat. Anemia

fetalis, gagal jantung, peningkatan tekanan vena, obstruksi vena porta, dan

hipoalbuminemia dihasilkan dari hidrops fetalis yang mempunyai cirri asites,

efusi pleura dan pericardial dan edema anasarka. Risiko kematian lebih tinggi.

Prevensi sensitisasi pada ibu yang membawa fetus Rh positif dilakukan

dengan memberi ibu saat kehamilan > 28 minggu dan selama 72 jam setelah

melahirkan dengan anti Rh positif immunoglobulin (RhoGAM). RhoGAM efektif

untuk mencegah sensitisasi pada antigen D.

Penyakit hemolitik diperantarai imun dapat muncul dengan berbagai

macam manifestasi klinik dan keparahan. Hampir setengah dari bayi yang terkena

penyakit ini tidak memerlukan pengobatan. Kasus teringan mengalami anemia

minimal, dengan takikardia, dan kuning.

Dengan anemia yang memburuk, gejala menjadi lebih berat. Fetus dengan

anemia yang berat dapat mengalami restriksi pertumbuhan, hidrops, atau

eritroblastosis fetalis. Ini ditunjukkan dengan peningkatan jumlah sel darah merah

yang imatur pada fetus dan neonatus. Ini terjadi ketika destruksi sel darah merah

melampaui produksi sel darah merah. Sebagai akibatnya, terdapat peningkatan sel

imatur dilepaskan dalam sirkulasi.

Ikterik terlihat pada kasus hemolitik ringan dan berat. Pada fetus, bilirubin

dibersihkan oleh plasenta sehingga ikterik baru terlihat jam-jam pertama setelah

lahir. Ikterus dapat berkembang dengan cepat, dengan peningkatan yang cepat

pada jumlah bilrubin.

Hemolisis yang Diturunkan

Defek pada membrane sel darah merah termasuk sferositosis herediter,

eliptositosis, stomasitosis, dan piknositosis infantile. Sferositosis herediter adalah

yang paling sering ditemukan. Neonatus memiliki variasi pada bentuk dan ukuran

sel darah merah dan tidak mudah untuk mendiagnosa penyakit ini. Sferositosis

Page 26: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

tidak selalu terlihat pada hapusan sel darah dan ketika terlihat bisa jadi merupakan

sferositosis herediter atau penyakit hemolitik ABO. Penelitian terbaru

menunjukkan bahwa MCVC ≥ 36 g/dldapat dijadikan acuan untuk

mengidentifikasi neonatus dengan sferositosis. Riwayat keluarga juga bisa digali

karena penyakit ini diturunkan melalui autosomal dominan.

Pada defek membrane sel darah merah, protein membrane sel yang

mengatur bentuk bikonkaf pada sel darah merah tidak berfungsi. Sehingga sel

darah merah secara struktur tidak stabil dan menjadi target destruksi oleh sistem

spleen.

Dua penyakit defek enzim sel darah merah yang dapat mengarah ke

hiperbilirubinemia pada periode neonatal adalah defisiensi G6PD dan defisiensi

piruvat kinase.

Defisiensi G6PD adalah masalah yang mengenai jutaan orang di seluruh

dunia. Defisiensi G6PD terjadi pada 12 % laki-laki ras Afrika Amerika dan 4 %

dari perempuan ras Afrika Amerika, hiperbilirubinemia yang berat tidak muncul

pada kebanyakan BBL defisiensi G6PD. Walaupun begitu, hiperbilirubinemia

yang ekstrim dan kernikterus ditemukan pada BBL defisiensi G6PD. Pada pasien

kernikterus, defisiensi G6PD adalah penyebab hiperbilirubinemia pada 21 %

kasus. G6PD penting dalam proses metabolism eritrosit, yaitu mengatur langkah

pertama dari serangkaian reaksi jalur pentose yang berfungsi menghasilkan

sumber energy bagi eritrosit untuk melaksanakan metabolismenya. Enzim ini

mengubah glukosa-6-fosfat menjadi 6-fosfoglukonat dan pada saat yang sama

juga mereduksi NADP menjadi NADPH. Sumber energy NADPH ini merupakan

ko faktor dalam mereduksi glutation. Adanya glutation tereduksi sangat penting

untuk menjaga eritrosit dari kerusakan akibat pengaruh oksidasi dari luar. Jadi

defisiensi enzim G6PD ini secara tidak langsung menyebabkan eritrosit rentan

terhadap oksidasi dari luar yang akhirnya dapat menyebabkan hemolisis eritrosit.

Hemolisis yang berat dan hiperbilirubinemia dapat terjadi dalam konteks ini dan

menyebabkan kernikterus. (Maisels & Watchko, 2013)

Defisiensi G6PD adalah penyakit yang diturunkan melalui gen X linked,

dan hemolisis dapat terjadi karena paparan terhadap stress oksidatif. Agen yang

menyebabkan hal ini antara lain naftalen, infeksi, cat, dan sering sekali agen

24

Page 27: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

pencetus stress oksidatif tidak teridentifikasi. Yang menarik adalah, defisiensi

G6PD pada beberapa BBL yang memiliki hiperbilirubinemia signifikan adalah

secara primer hasil dari bilirubin klirens yang abnormal daripada hemolisis. Tapi

beberapa penelitian mengatakan bahwa ini terjadi akibat tanda hemolisis sudah

tidak dapat ditemukan karena hemolisis sembuh sendiri dan ekstravaskular.

Defisiensi piruvat kinase adalah penyakit autosom resesif yang lebih jarang

dibanding dengan defisiensi G6PD tapi dapat menyebabkan kuning, anemia, dan

retikulositosis. (Ohls & Maheshwari, 2012)

Hemolitik yang tidak diperantarai imun mirip dengan hemolitik yang tidak

diperantarai imun. Bayi baisanya mengalami ikterik dan anemia serta

retikulositpsis. Namun biasanya lebih ringan dibandingkan dengan yang

diperantarai imun. Splenomegali juga dapat terlihat terutama pada HS dan HE.

(Ohls & Maheshwari, 2012)

Penyebab Lain

Sefalhematoma, perdarahan intracranial, atau perdarahan tersembunyi

dapat meningkatkan bilirubin total karena penghancuran dari eritrosit di

ekstravaskular. Pada beberapa penelitian, adanya perdarahan pada periventrikular

– intraventrikular dihubungkan dengan peningkatan bilirubin total pada BBLR.

Polisitemia juga sering dihubungkan dengan hiperbilirubinemia karena adanya

peningkatan katabolisme hemoglobin. Katabolisme 1 gr Hb memproduksi 35 mg

bilirubin.

Obstruksi usus, ileus, atau tersumbatnya saluran karena mekonium

menimbulkan peningkatan sirkulasi enterohepatik bilirubin. Pada kondisi ini,

koreksi dari obstruksi menyebabkan penurunan jumlah bilirubin. Bayi

makrosomia dengan ibu yang mengalami DM memiliki peningkatan risiko

hiperbilirubinemia, kemungkinan disebabkan karena peningkatan produksi

bilirubin. Mekanisme dari peningkatan produksi bilirubin masih diteliti. (Ohls &

Maheshwari, 2012)

MANIFESTASI KLINIS

Ikterik, timbulnya kuning pada kulit dan sclera dalam satu bulan setelah

lahir. Awalnya muncul pada wajah dan menyebar ke bawah melalui progresi

Page 28: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

sefalokaudal. Dapat diberikan tekanan pada dermal untuk mengetahui progresi

anatomis pada ikterik, pemeriksaan ini dinamakan pemeriksaan serum bilirubin

transkutaneus dan tidak dapat digunakan secara reliable untuk mengetahui total

serum bilirubin secara pasti. Bilirubin indirek pada kulit akan tampak kuning

cerah atau oranye, dimana bilirubin konjugasi tampak lebih kehijauan atau kuning

gelap. Kuning akan suli terlihat pada bayi berkulit gelap.

Bayi yang kuning akibat dari kurangnya intake susu menunjukkan tanda

dehidrasi, tampak letargis, dan mengalami penurunan berat badan (> 10 % BB),

membrane mukosa kering, refill kapiler yang buruk, mata dan fontanel cekung,

dan turgor buruk.

Salah satu cara pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis,

sederhana dan mudah adalah dengan Penilaian menurut Kramer (1969). Caranya

dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol

seperti tulang hidung, dada, lutut, dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak

pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut

disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu kerusakan otak akibat

perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus,

nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel

IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar, letargi,

kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher kaku, dan

opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis

yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada nada tinggi,

gangguan bicara dan retardasi mental.

DIAGNOSIS

Pada anamnesa kita harus menggali apakah ada riwayat kuning , anemia,

splenektomi, atau penyakit kandung empedu pada keluarga untuk mencari faktor

risiko anemia hemolitik herediter (ex : sferositosis, defisiensi G6PD). Ada saudara

dengan riwayat kuning atau anemia bisa mengarahkan ke diagnosa

inkompatibilitas golongan darah atau breast feeding jaundice. Penyakit saat

kehamilan mungkin menyebabkan infeksi virus kongenital atau toksoplasmosis.

26

Page 29: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Neonatus dengan ibu yang memiliki diabetes melitus juga sering mengalami

hiperbilirubinemia.

Obat-obatan yang diminum ibu saat kehamilan misalnya sulfonamid ,

antimalaria, atau nitrofurantoin dapat menyebabkan hemolisis pada neonatus.

Riwayat kelahiran juga digali untuk mencari apakah ada trauma yang

menyebabkan perdarahan ekstravaskular dan hemolisis, asfiksia yang

menyebabkan peningkatan jumlah bilirubin akibat dari ketidakmampuan hepar

untuk memproses bilirubin atau dari perdarahan intrakranial.

Riwayat pada bayi menunjukkan adanya keterlambatan atau BAB yang

tidak teratur, ini dapat disebabkan karena intake kalori yang sedikit atau obstruksi

usus yang menyebabkan peningkatan sirkulasi enterohepatik dari bilirubin. Intake

kalori yang sedikit juga dapat menyebabkan penurunan ambilan bilirubin di hepar.

Muntah dapat disebabkan oleh sepsis, stenosis pilorik, atau galaktosemia. (Clo)

Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu

penyebab ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa apakah ada prematuritas,

bayi KMK, mikrosefali, pucat, petekie, ekstravasasi darah, memar kulit yang

berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan berat badan, dan bukti adanya

dehidrasi.

Guna mengantisipasi komplikasi yang mungkin timbul, maka perlu

diketahui daerah letak kadar bilirubin serum total beserta faktor risiko terjadinya

hiperbilirubinemia yang berat.

Page 30: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Nomogram Penentuan Risiko Hiperbilirubinemia pada Bayi Sehat Usia 36 Minggu atau Lebih

dengan Berat Badan 2000 gram atau Lebih pada Usia kehamilan 35 minggu atau lebih dan Berat

Badan 2500 gram atau Lebih Berdasarkan Jam Observasi Kadar Bilirubin Serum. Sumber: AAP.

Faktor risiko mayor

Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total terletak pada daerah risiko

tinggi.

Ikterus yang muncul pada 24 jam pertama kehidupan

Inkompatibilitas ABO atau penyakit hemolitik lainnya (defisiensi G6PD)

Umur kehamilan 35-36 minggu

Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi

Sefalhematom atau memar yang bermakna

ASI eksklusif dan kehilangan berat badan yang berlebihan

Ras Asia Timur

Faktor risiko minor

Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total berada di daerah risiko sedang

Umur kehamilan 37-38 minggu

Sebelum pulang, bayi tampak kuning

28

Page 31: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Riwayat anak sebelumnya kuning

Bayi makrosomia dengan ibu DM

Umur ibu ≥25 tahun

Laki-laki

Faktor risiko kurang

Kadar bilirubin serum total yang berada pada daerah risiko rendah

Umur kehamilan ≥41 minggu

Bayi mendapat susu formula penuh

Kulit hitam

Bayi dipulangkan setelah 72 jam. (Kosim, Yunanti, Ari, & Dewi, 2014)

AAP merekomendasikan evaluasi labarotarium untuk mengetahui penyebab

hiperbilirubinemia pada bayi dengan usia gestasi 35 minggu atau lebih yang level

serum bilirubin totalnya melebihi persentil 95 pada kurva.

Waktu onset dari ikterik sangat penting. Ikterik yang timbul pada 24 jam

pertama setelah lahir atau meningkat secara cepat dan melalui batas persentil

disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan (hemolisis) kecuali dibuktikan

penyebab lainnya. Sebagian besar neonatus dengan jumlah bilirubin total melebihi

garis persentil 75 pada normogram Buthani terbukti mengalami hemolisis.

(Maisels & Watchko, 2013)

Kuning dapat terlihat apabila bilirubin mencapai 5 – 10 mg/dl. Ketika

kuning terlihat, evaluasi laboratorium untuk hiperbilirubinemia harus dilakukan

terutama pengukuran bilirubin total. Apabila bilirubin diatas 5 mg/dl pada hari

pertama atau > 13 mg/dl pada hari selanjutnya, harus dilakukan pemeriksaan

bilirubin direk dan indirek, golongan darah, tes Coombs, hitung jenis, hapusan

darah, dan hitung retikulosit. Apabila tidak terbukti tidak ada hemolisis, maka

kemungkinan disebabkan oleh ASI. (Marcdante & Kliegman, 2011)

Page 32: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Evaluasi Laboratorium berdasarkan AAFP

INDIKASI PEMERIKSAANIkterik pada 24 jam pertama TSB atau TcBIkterik yang berat pada umurnya TSB atau TcBPasien fototerapi atau TSB meningkat cepat Golongan darah dan tes Comb

HDTBilirubin terkonjugasiRetikulosit dan G6PDUlang pemeriksaan bilirubin dalam 4 sampai 24 jam setelahnya

Kadar TSB mencapai ambang batas transfusi tukar atau tidak merespon dengan fototerapi

Reticulocyte count; G6PD, dan albumin

Peningkatan bilirubin terkonjugasi Kultur urin, urinalisisPertimbangkan sepsis

Prolonged jaundice (> 3 minggu) TSB dan bilirubin terkonjugasiPeriksa tiroid neonatus

30

Page 33: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Manajemen

Manajemen dari hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi

Prinsip utamanya adalah melakukan penatalaksanaan sesuai dengan etiologi,

sehingga penting sekali untuk mengetahui etiologi dari hiperbilirubinemia tidak

terkonjugasi. Obat-obatan yang dapat menyebabkan hiperbilirubinemia harus

dihentikan. Bayi yang mendapatkan nutrisi yang tidak adekuat atau yang

mengalami penurunan output urin dan feses membutuhkan peningkatan intake

agar mengurangi sirkulasi enterohepatik bilirubin. Bayi dengan hipotiroid

membutuhkan pengganti hormone tiroid yang adekuat.

Pengelolaan early jaundice pada bayi yang mendapat ASI.

1. Observasi semua feses bayi. Pertimbangkan untuk merangsang

pengeluaran jika feses tidak keluar dalam waktu 24 jam.

2. Segera mulai menyusui dan beri sesering mungkin. Menyusui yang sering

dengan waktu yang singkat, lebih efektif dibandingkan dengan menyusui

yang lama dengan frekuensi yang jarang walaupun total ASI yang

diberikan adalah sama.

3. Tidak dianjurkan pemberian air, dekstrosa atau formula pengganti.

4. Observasi berat badan, BAK dan BAB yang berhubungan dengan pola

menyusui.

5. Ketika kadar bilirubin mencapai 15 mg.dL, tingkatkan pemberian

minuman, rangsang pengeluaran/produksi ASI dengan cara memompa,

dan menggunakan protocol penggunaan fototerapi yang dikeluarkan AAP.

6. Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice berhubungan dengan

abnormalitas ASI, sehingga penghentian menyusui sebagai suatu upaya

diindikasikan jika ikterus menetap lebih dari 6 hari atau meningkat di atas

20 mg/dL, atau ibu memiliki riwayat bayi sebelumnya terkena kuning.

Page 34: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Fototerapi

Panduan fototerapi pada bayi usia kehamilan ≥35 minggu. Sumber: AAP.

Sebagai patokan, gunakan kadar bilirubin total.

Faktor risiko: isoimune hemolytic disease, defisiensi G6PD, asfiksia, letargia,

suhu tubuh yang tidak stabil, sepsis, asidosis, atau kadar albumin < 3 gr/dL

Pada bayi dengan usia kehamilan 35-37 6/7 minggu diperbolehkan utuk

melakukan fototerapi pada kadar bilirubin total sekitar medium risk line.

Merupakan pilihan untuk melakukan intervensi pada kadar bilirubin total

serum yang lebih rendah untuk bayi-bayi yang mendekati usia 35 minggu dan

dengan kadar bilirubin total serum yang lebih tinggi untuk bayi yang berusia

mendekati 37 6/7 mnggu.

Diperbolehkan melakukan fototerapi dirumah dengan bayi yang kadar

bilirubinnya 2-3 mg/dL dibawah garis yang ditunjukkan, namun pada bayi-

bayi yang memiliki faktor risiko, sebaiknya fototerapi tidak dilakukan di

rumah.

Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar blue-green

spectrum (panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30

µW/cm2 (diperiksa dengan radiometer, atau diperkirakan dengan menempatkan

bayi langsung dibawah sumber sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas).

32

Page 35: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Bilirubin indirek tidak larut dalam air. Cara kerja terapi sinar adalah dengan

mengubah bilirubin menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dieksresikan

melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin mengabsorbsi sinar, terjadi reaksi

fotokimia yaitu isomerisasi (80%). Juga terdapat konversi ireversibel menjadi

isomer kimia lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma

(tanpa konjugasi) melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi

bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma tak

terkonjugasi diubah oleh cahaya (foto oksidasi, 20%) menjadi dipyrole yang

diekskresikan melalui urin. Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk

asalnya dan secara langsung bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk

foto oksidan saja yang bisa diekskresikan lewat urin.

Bila konsentrasi bilirubin tidak menurun atau cenderung naik pada bayi-bayi

yang mendapat fototerapi intensif, kemungkinan terjadi proses hemolisis. (Kosim,

Yunanti, Ari, & Dewi, 2014)

Transfusi Tukar

Merupakan suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang

dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang

dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar.

Transfusi tukar ini bertujuan mencegah terjadinya ensefalopati bilirubin dengan

cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi, membantu mengeluarkan

antibodi maternal dari sirkulasi bayi, mengganti RBC yang sensitif dengan RBC

yang tak dapat dihemolise, memperbaiki volume darah dan mengoreksi anemia,

memberi albumin, dan membuang zat toksik dan koreksi imbalans elektrolit.

Kebanyakan transfusi yang dilakukan adalah transfusi volume ganda (double

volume exchange), artinya dua kali volume darah bayi (85 mL/KgBB pada BCB,

dan 90 mL/KgBB pada BKB, lalu jumlah ini dikalikan dengan dua) yang diambil

dan diganti selama 50-70 menit. Penurunan bilirubin semakin efisien jika transfusi

tukar dilakukan perlahan, sehingga ada kesempatan untuk bilirubin ekstra dan

intravaskuler mencapai keseimbangan.

Page 36: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Gambar Panduan Transfusi Tukar. Sumber: AAP.

Garis putus-putus pada 24 jam pertama menunjukkan keadaan tanpa

patokan pasti karena terdapat pertimbangan klinis yang luas dan

tergantung respon terhadap foto terapi.

Direkomendasikan transfuse tukar segera bila bayi menunjukkan gejala

ensefalopati akut (hipertoni, kaki melengkung, retrocollis, opistotonus,

high-pitched cry, demam) atau bila kadar bilirubin total ≥5 mg/dL di atas

garis patokan.

Faktor risiko: penyakit hemolitik autoimun, defisiensi G6PD, asfiksia,

letargia, suhu tidak stabil, sepsis, asidosis.

Periksa kadar albumin dan hitung rasio bilirubin total/albumin.

Sebagai patokan adalah bilirubin total.

Pada bayi sehat dan usia kehamilan 35-37 minggu (risiko sedang)

transfuse tukar dapat dilakukan bersifat individual berdasarkan kadar

bilirubin total sesuai usianya.

Kadar Bilirubin Total Serum

Usia (jam) Pertimbangkan

FT

FT Transfusi Tukar

jika FT gagal

Transfusi Tukar

dan FT

25 – 48 ≥ 12 ≥ 15 ≥ 20 ≥ 25

49 – 72 ≥ 15 ≥ 18 ≥ 25 ≥ 30

> 72 ≥ 17 ≥ 20 ≥ 25 ≥ 30

34

Page 37: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

Prognosis

Hiperbilirubinemia prognosanya akan buruk apabila bilirubin indirek telah

melalui sawar darah otak, artinya penderita telah menderita kern ikterus atau

ensefalopati biliaris. Sebaliknya apabila tidak terjadi kern ikterus, prognosanya

baik. (Kosim, Yunanti, Ari, & Dewi, 2014)

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Neonatus cukup bulan dengan hiperbilirubinemia

1.1.1Anamnesa

Teori Fakta

Neonatus cukup bulan adalah

bayi dilahirkan dengan masa gestasi

antara 37 – 42 minggu (259 – 293

hari)

Pasien adalah seorang bayi yang

dilahirkan pada usia kehamilan 36 -

37 minggu secara spontan dengan

ibu PEB

Bayi sesuai untuk masa

kehamilan adalah dengan berat lahir

kurang dari 90 persen dan lebih dari

10 persen menurut grafik Lubchenco

Pasien dilahirkan dengan berat badan

2500 gram dan panjang badan 45

cm.

Ikterus neonatorum adalah

keadaan klinis pada bayi yang

ditandai oleh pewarnaan ikterus pada

kulit dan sclera akibat akumulasi

bilirubin tak terkonjugasi yang

berlebih.

Bayi mengalami kuning pada umur

±1 hari

Fakta dan teori sesuai

1.1.2Faktor Risiko

Teori Fakta

Ikterik yang timbul pada 24 jam pertama Ibu memiliki riwayat pre-eklamsia

Page 38: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

setelah lahir atau meningkat secara cepat dan

melalui batas persentil disebabkan oleh

produksi bilirubin yang berlebihan (hemolisis)

kecuali dibuktikan penyebab lainnya.

Penyebab neonatal

hiperbilirubinemia indirek adalah

peningkatan produksi bilirubin,

peningkatan penghancuran Hb,

peningkatan jumlah Hb, peningkatan

sirkulasi enterohepatik akibat

keterlambatan minum atau atresia,

perubahan clearance bilirubin hati

karena imaturitas, perubahan UDPT,

perubahan fungsi dan perfusi hati dan

obstruksi hepatik.

berat dan diabetes mellitus yang

terkontrol pada saat kehamilan.

Hipoglikemia dapat terjadi berkaitan dengan banyak penyakit,

misalnya pada neonatus dengan ibu diabetes. Hiperinsulinisme

menyebabkan pemakaian glukosa yang berlebihan terutama akibat

rangsangan penggunaan glukosa oleh otot akibat sekresi insulin

yang menetap. Hipoglikemia adalah salah satu faktor risiko

terjadinya hiperbilirubinemia pada neonatus.

Pada neonatus dengan ibu DM, hiperbilirubinemia juga sering terjadi

dikarenakan adanya penurunan usia eritrosit akibat membrane sel

yang rusak karena proses glikosilasi membran.

1.1.3Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Teori Fakta

Pada masa transisi setelah lahir, hepar

belum berfungsi secara optimal, sehingga

proses glukoronidasi bilirubin tidak terjadi

secara maksimal. Keadaan ini akan

menyebabkan akumulasi bilirubin tidak

terkonjugasi dalam darah

Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam

Pada pasien ini ditemukan:

1. Bayi aktif menangis dan tidak ada

kelainan pada hari ke 1

2. Ballard score : 36 – 38 minggu,

Lubchenco : SMK

3. Bayi mulai tampak kuning

(Krammer 5) pada hari ke 3

4. Bilirubin total 22.1 mg/dl

36

Page 39: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

36 jam pertama, biasanya disebabkan oleh

peningkatan produksi bilirubin (terutama

karena hemolisis), karena pada periode ini,

hepatic clearance jarang memproduksi

bilirubin lebih dari 10 mg/dL.

Kuning dapat terlihat apabila

bilirubin mencapai 5 – 10 mg/dl.

Ketika kuning terlihat, evaluasi

laboratorium untuk hiperbilirubinemia

harus dilakukan terutama pengukuran

bilirubin total. Apabila bilirubin diatas

5 mg/dl pada hari pertama atau > 13

mg/dl pada hari selanjutnya, harus

dilakukan pemeriksaan bilirubin direk

dan indirek, golongan darah, tes

Coombs, hitung jenis, hapusan darah,

dan hitung retikulosit.

Hipoglikemia merupakan suatu

kondisi dimana glukosa plasma

berada dibawah nilai normal (< 40

mg/dL) baik pada bayi cukup bulan

(term) atau kurang bulan (preterm).

Bayi yang mengalami hipoglikemia

akan mengganggu perubahan fungsi

hati yang mengubah bilirubin indirek

+ asam glukoronid menjadi bilirubin

direk.

5. Bilirubin direk 1.7 mg/dl

6. Bilirubin indirek 20.4 mg/dl

7. Gula darah sewaktu pada tanggal

12 Mei 2014 pukul 11.00: 27 mg/dl

8. Gula darah sewaktu pada tanggal

12 Mei 2014 pukul 14.00: 54 mg/dl

9. Gula darah sewaktu pada tanggal

12 Mei 2014 puku 21.00: 71 mg/dl

Pada kasus ini kuning mulai terlihat pada tanggal 13 Mei 2014 ketika

umur bayi lebih 36 jam.

Pada kasus ini hanya dilakukan pemeriksaan bilirubin dan gula

darah. Seharusnya pada bayi ikterik yang berat dan membutuhkan

fototerapi, diperiksa juga golongan darah, tes Coombs, hitung jenis,

hapusan darah, dan hitung retikulosit untuk memeriksa hemolisis

Pada kasus ini, tidak dilakukan pengecekan GDS secara ketat setelah

lahir. Pada bayi dengan ibu DM, glukosa darah sewaktu dicek 30 – 60

menit setelah lahir, kemudian jika hasilnya rendah pengecekan ulang

akan dilakukan setiap satu jam. Jika GDS > 45 mg/dl, gula darah

Page 40: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

dicek sesaat sebelum bayi diberi ASI atau susu. Jika dalam 3 kali

pengecekan gula darah normal, maka pengecekan gula darah tidak

dilanjutkan.

Pada bilirubin total 20 – 25 mg/dl, pemeriksaan ulangan dilakukan

dalam 3 – 4 jam. Bila < 20 mg/dl diulang dalam 4 – 6 jam. Jika terus

turun periksa ulang dalam 8 – 12 jam.

1.1.4Penatalaksanaan

Teori Fakta

1. Pada neonatus dengan usia 35 –

37 minggu dan sehat atau usia 38

minggu atau lebihdan memiliki

faktor risiko, kadar bilirubin total

serum > 15 mg/dl pada usia 72

jam membutuhkan fototerapi.

2. Pemberian minum dilakukan

setiap 2 – 3 jam pada bayi yang

mendapat terapi fotosensitif.

Menurut Cloherty, apabila bilirubin

total serum mencapai melebihi 20

mg/dl, ASI dihentikan sementara

selama 48 jam dan digantikan

oleh susu formula.

1. ASI on demand

2. Rawat di ruang bayi

3. Fototerapi

Fakta dan teori sesuai

38

Page 41: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

BAB 5

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Dari hasil tutorial kasus ini, dapat disimpulkan bahwa

pasien merupakan bayi Ny. F dilahirkan pada usia kehamilan 37-

38 minggu secara spontan. Berat badan bayi sebesar 2500 gram

dan panjang badan sebesar 47 cm. Pasien didiagnosis dengan

neonatus cukup bulan dan sesuai masa kehamilan dengan ikterik

neonatorum belum mendapatkan penatalaksanaan yang sesuai.

5.2 Saran

Penulis menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan

atas penyusunan laporan kasus ini, sehingga diharapkan sekali

kepada rekan-rekan sejawat sekalian atas kritik dan saran yang

membangun demi bertambahnya khasanah ilmu pengetahuan

kita bersama.

Page 42: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)

DAFTAR PUSTAKA

1. Cloherty, J. P., Eichenwald, E. C., & Stark, A. R. (2008). Manual of

Neonatal Care. Philadelpia: Lippincott Williams Wilkins.

2. Kosim, M. S., Yunanti, Ari, & Dewi, R. (2014). Neonatologi. Jakarta:

IDAI.

3. Maisels, J. M., & Watchko, J. F. (2013). Neonatal Hyperbilirubinemia. In

A. A. Fanaroff, & J. M. Fanaroff, Klaus and Fanaroff's Care of the High-

Risk Neonate , Sixth Edition (pp. 310 - 345). Elsevier.

4. Marcdante, K. J., & Kliegman, R. M. (2011). Nelson Essentials of

Pediatrics , Seventh Edition. Saunders.

5. Ohls, R. K., & Maheshwari, A. (2012). Hematology, Immunology and

Infectious Disease: Neonatology Questions and Controversies , Second

Edition. Elsevier.

6. http://www.uichildrens.org/hypoglycemia-hyperglycemia-normoglycemia-

in-neonates/. (Di unduh pada 5 Mei 2014).

7. http://www.webmd.com/children/low-blood-sugar-hypoglycemia-in-

premature-infants. (Di unduh pada 5 Mei 2014).

8. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs363/en/. (Di unduh pada 5

Mei 2014).

40

Page 43: Tutorial Kasus Hiperbilirubinemia Dyta (Dr. Hendra, Sp.a)