Laporan Kasus Nopi Print (1)

41
LAPORAN KASUS DIARE AKUT NONDISENTRIFORM (A09) DENGAN GEJALA DEHIDRASI RINGAN/SEDANG + GAGAL AKSES VENA Oleh Nopitasari NIM I11109065 Pembimbing dr. Hilmi K Riskawa , Sp.A, M Kes

description

aa

Transcript of Laporan Kasus Nopi Print (1)

Page 1: Laporan Kasus Nopi Print (1)

LAPORAN KASUS

DIARE AKUT NONDISENTRIFORM (A09) DENGAN GEJALA DEHIDRASI

RINGAN/SEDANG + GAGAL AKSES VENA

OlehNopitasari

NIM I11109065

Pembimbing

dr. Hilmi K Riskawa , Sp.A, M Kes

SMF ILMU KESEHATAN ANAKPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

UNIVERSITAS TANJUNGPURARS KARTIKA HUSADA

PONTIANAK 2015

Page 2: Laporan Kasus Nopi Print (1)

LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul :

DIARE AKUT NONDISENTRIFORM (A09) DENGAN GEJALA DEHIDRASI

RINGAN/SEDANG + GAGAL AKSES VENA

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Mayor Ilmu Kesehatan Anak

Pontianak, Oktober 2015

Pembimbing Referat,

dr. Hilmi K. Riskawa , Sp.A, M kes

Disusun oleh,

Nopitasari

NIM I11109065

Page 3: Laporan Kasus Nopi Print (1)

LAPORAN KASUS

OLEH : NOPITASARI

PEMBIMBING : DR. HILMI KURNIAWAN RISKAWA, Sp.A, M.Kes

TANGGAL / HARI : SEPTEMBER 2015 /

DIARE AKUT NONDISENTRIFORM (A09) DENGAN GEJALA DEHIDRASI

RINGAN/SEDANG + GAGAL AKSES VENA

A. Identitas

FAF, bayi laki-laki berusia 5 bulan 20 hari dirawat di Ruang Dahlia RS Kartika

Husada selama 3 hari dari tanggal 13 Agustus 2015 sampai tanggal 15 Agustus 2015

B. Anamnesis (anamnesis secara alloanamnesis tanggal 13 Agustus 2015, perawatan hari

ke-1)

Keluhan Utama : BAB cair

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengalami BAB cair sejak 5 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit

(SMRS). BAB cair 4 x konsistensi cair, terdapat ampas berwarna kuning, tidak ada

lendir, dan tidak ada darah. Keluhan BAB cair disertai muntah 1 kali sejak 1 hari

SMRS. Muntah terjadi setelah pasien minum susu formula sebanyak 3 botol susu. Isi

muntahan berupa minuman yang diminum pasien, dalam jumlah yang sama dengan

yang diminum. Keluhan BAB cair juga disertai dengan demam sejak 1 hari SMRS,

demam mendadak tinggi dan terus menerus baik pada siang maupun malam hari.

BAK terakhir 2 jam SMRS, tidak ada kejang, tidak ada nyeri perut, perut tidak

kembung, tidak ada batuk dan pilek, dan tidak ada nyeri menelan.

Pada pagi hari sebelum masuk RS, pasien dibawa berobat ke Instalasi Gawat

Darurat RS Kartika Husada, dikatakan bahwa pasien mengalami diare akut tanpa

dehidrasi sehingga pasien disarankan untuk rawat jalan dengan dibekali obat dan

oralit untuk mencegah dehidrasi. Apabila keluhan tidak berkurang dan keadaan

Page 4: Laporan Kasus Nopi Print (1)

pasien memburuk seperti semakin rewel, lemah, air mata berkurang, mata cekung,

dan BAK berkurang, maka pasien sebaiknya dibawa kembali ke rumah sakit.

Pasien pernah mengalami diare sebelumnya. Sekitar 1 bulan sebelum masuk

rumah sakit, dengan gejala BAB 4 kali dalam sehari, konsistensi lunak, tidak ada

lendir maupun darah. Namun pasien segera sembuh setelah diobati di puskesmas. Ibu

pasien tidak mengingat obat apa yang telah diberikan di Puskesmas. Berat badan

pasien sebelum sakit 6,5 kg, saat pertama kali datang ke instalasi gawat darurat RS

Kartika Husada berat badan pasien menjadi 6 kg.

Pasien tidak pernah mengalami kejang, demam tifoid, demam berdarah, dan asma.

Tidak ada keluarga yang menderita diare maupun demam seperti yang dialami pasien.

Riwayat kejang, asma, dan alergi pada keluarga juga disangkal.

Pasien lahir dari ibu dengan P2A0, pada usia kehamilan 38 minggu, lahir

spontan ditolong oleh bidan di ruangan VK RS Kartika Husada. Pasien tidak

langsung menangis, berat badan lahir 3000 gram, panjang badan 51 cm, lingkar

kepala 34 cm, skor APGAR 6/7/9, pada saat baru lahir pasien mengalami asfiksia

sedang. Hasil laboratorium pada saat baru lahir (25/2/15) leukosit 15.500/ul, eritrosit

4,19 juta, hemoglobin 11,6 g/dl, hematokrit 46,1 %, platelet 92.000, dan gula darah

sewaktu 57 mg/dl. Pada saat baru lahir, pasien mendapat imunisasi lengkap sesuai

program imunisasi yaitu imunisasi hepatitis B, BCG, DPT, dan Polio.

Pasien biasanya minum air susu ibu (ASI), dan susu formula (SF). Pasien

belum diberikan makanan tambahan lainnya karena umur pasien kurang dari 6 bulan.

Selama sakit pasien masih tetap kuat minum ASI dan SF. Perkembangan pasien

sesuai dengan perkembangan anak normal lainnya. Umur 3 bulan lebih pasien sudah

mulai bisa tiarap. Saat ini pasien sudah bisa mengangkat kepala, mulai berputar-putar

dan maju mundur pada saat tiarap. Pasien anak ke-2 dari 2 bersaudara, pasien tinggal

serumah dengan orang tua, dan saudaranya. Total penghuni berjumlah 4 orang dalam

rumah ukuran 6 x 6 m di asrama militer Yonif 043. Ayah pasien bekerja sebagai

Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, ibu pasien adalah ibu rumah tangga,

berobat dengan BPJS TNI AD. Lingkungan rumah pasien memiliki kakus sendiri dan

menggunakan air PDAM, air minum menggunakan air galon yang tidak dimasak dulu

Page 5: Laporan Kasus Nopi Print (1)

sebelum diminum. Sebelum membuat susu formula, botol susu selalu dipanaskan

terlebih dahulu dan membuat air susu menggunakan air yang telah dimasak.

C. Pemeriksaan fisik (tanggal 13 Agustus 2015, perawatan hari ke-1)

1) Keadaan Umum : Sakit sedang, tampak lemah.

2) Kesadaran : Compos Mentis

3) Antropometri

- Berat badan : 6.000 g

- Panjang badan : 62 cm

- BB/U : -2 – (-3) SD

- PB/U : -2 – (-3) SD

- BB/PB : < -1 SD

- LILA : 12 cm.

- Status gizi : normal.

4) Status Generalis

Tanda Vital:

- Nadi : 130 x/menit, reguler, teraba kuat.

- Napas : 32x/menit, irama teratur ,tipe abdominotorakal

- Suhu : 36,7° C

Kepala : Normocephal, ubun-ubun datar,

Lingkar Kepala : 42 cm

Head circumference: -2 – 0 SD

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, mata

cekung (+/+), air mata (+/+), pupil bulat isokor diameter

3 mm/3 mm.

Telinga : Sekret (-/-)

Hidung : pernapasan cuping hidung (-), hipertrofi konkha (-)

Mulut : mukosa bibir kering (+), sianosis bibir (-),

Tenggorokan : faring hiperemis (-)

Leher : Retraksi suprasternal(-), pembesaran KGB (-)

Page 6: Laporan Kasus Nopi Print (1)

Paru

a. Inspeksi

Depan : bentuk dan gerak simetris, retraksi interkostal (-)

Belakang : bentuk dan gerak simetris, retraksi interkostal (-)

b. Palpasi

Depan : Fremitus taktil paru kiri dan kanan simetris

Belakang : Fremitus taktil paru kiri dan kanan simetris

c. Perkusi

Depan : sonor di kedua lapang paru

Belakang : sonor di kedua lapang paru

d. Auskultasi

Depan : suara napas dasar bronkovesikuler di paru kiri dan kanan,

wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Belakang : suara napas dasar bronkovesikuler di paru kiri dan kanan,

wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Jantung : S1 dan S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-).

Abdomen

a. Inspeksi : tampak cembung, warna sama dengan jaringan sekitar,

jaringan parut (-)

b. Auskultasi : bising usus (+) meningkat

c. Palpasi : hepar tidak teraba, limpa tak teraba.

d. Perkusi : timpani di seluruh lapang abdomen

Anus & Genitalia : Memiliki genitalia eksterna berjenis laki-laki tidak ada

kelainan genitalia dan anus.

Ekstremitas : akral hangat, Capillary Refill Time (CRT) <2 detik,

sianosis (-)

Kulit : warna kulit cokelat, petekie (-), ikterik (-) ruam (-),

turgor kulit melambat

turgor kulit melambat

Page 7: Laporan Kasus Nopi Print (1)

D. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah rutin tanggal 13 Agustus 2015, hasil pemeriksaan di

laboratorium RS Kartika Husada

- Leukosit : 8.500 / mm3 (Normal : 3.500-10.000 /mm3 )

- Eritrosit : 4.58 juta (Normal : 3.50-5.50 juta/ mm3)

- Hemoglobin : 11,6 g/dl (Normal : 11,5-16,5 g/dl)

- Trombosit : 217.000 /mm3 (Normal : 150.000 – 400.000/mm3 )

- Hematokrit : 36,5 % (Normal : 35-55%)

- MCH : 25,3 pg (Normal : 25-35 pg)

- MCV : 79,7 fl (Normal : 75-100 fl)

- MCHC : 31,7 g/dl (Normal : 31-38 g/dl)

- % Limfosit : 66,4% (Normal : 15-50%)

- % Granulosit : 25,6% (Normal : 35-80%)

E. Diagnosis Banding

1. Diare akut non disentriform + dehidrasi ringan/sedang

2. Diare akut Disentriform + dehidrasi ringan/sedang

F. Diagnosis Kerja

Diare akut non disentriform + dehidrasi ringan/sedang

G. Tata Laksana

- Rehidrasi oralit 450 cc dalam 3 jam

- Domperidon drop 3x 0,6 cc

- L bio 1x1 sach

- Zink kids syrup 1x1 cth

- Minum ASI / susu formula bebas laktosa

Saran: pemeriksaan feses rutin; pemeriksaan elektrolit natrium, kalium, kalsium, klorida.

glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.

Page 8: Laporan Kasus Nopi Print (1)

H. Pemantauan

Kamis/ 13 Agustus 2015 pukul 21.00 (perawatan hari ke-1, hari sakit ke-5)

S :BAB cair 4 kali, terdapat ampas,tidak terdapat lendir maupun darah. muntah 1

kali isi air, setelah diminumkan obat. Badan lemah, tidak demam, minum ASI dan

Susu formula baik, BAK seperti biasa.

O : KU : sakit sedang, tampak lemah. antropometri: status gizi normal. Napas 46

x/m, irama teratur, tipe abdominotorakal, Nadi 132 X/menit, T: 36,7 C, ubun-ubun

besar datar, kelopak mata cekung +/+, air mata +/+ berkurang, mukosa bibir kering,

turgor agak melambat, abdomen supel, timpani, bising usus 8-12 x/menit, penurunan

berat badan 9,2 %.

A : diare akut non disentriform dengan dehidrasi ringan/sedang.

P : pemasangan infus dari IGD gagal mengakses intravena.

Obat per oral

- Domperidon drop 3x 0,6 cc

- L bio 1x1 sach

- Zink kids syrup 1x1 cth

- Rehidrasi oralit 450 cc dalam 3 jam

- Minum ASI / susu formula bebas laktosa

Jumat/ 14 Agustus 2015 pukul 05.00 (perawatan hari ke-2, hari sakit ke-6)

S :BAB cair 1 kali, terdapat ampas, tidak terdapat lendir maupun darah. Tidak

muntah, tidak demam, minum ASI kuat, BAK banyak.

O : KU : sakit sedang. antropometri: status gizi normal, Napas 32 x/m, irama

teratur, tipe abdominotorakal, Nadi 130 X/menit, T: 36,7 C, ubun-ubun besar datar,

kelopak mata cekung +/+ berkurang, air mata +/+, mukosa bibir lembab, turgor

kembali cepat, abdomen supel, timpani, bising usus 8-12 x/menit, penurunan berat

badan 6,1 %.

A : diare akut non disentriform dengan dehidrasi ringan/sedang (perbaikan).

P : pemasangan infus dari IGD gagal mengakses intravena.

Obat per oral

Page 9: Laporan Kasus Nopi Print (1)

- Rehidrasi oralit 450 cc dalam 3 jam

- Domperidon drop 3x 0,6 cc

- L bio 1x1 sach

- Zink kids syrup 1x1 cth

- Minum ASI/ SF bebas laktosa.

Jumat/ 15 Agustus 2015 pukul 05.00 (perawatan hari ke-2, hari sakit ke-6)

S :tidak BAB , tidak muntah, tidak demam, minum ASI kuat, BAK banyak.

O : KU : baik, aktif. antropometri: status gizi normal, Napas 28 x/m, irama teratur,

tipe abdominotorakal, Nadi 112 X/menit, T: 36,2 C,ubun-ubun besar datar, kelopak

mata cekung -/-, air mata +/+ ,mukosa bibir tampak basah, turgor kembali cepat,

abdomen supel, timpani, bising usus 4-6 x/menit, penurunan berat badan 4,6 %.

A : diare akut non disentriform dengan dehidrasi ringan/sedang (perbaikan).

P : pemasangan infus dari IGD gagal mengakses intravena.

Obat per oral

- Domperidon drop 3x 0,6 cc

- L bio 1x1 sach

- Zink kids syrup 1x1 cth

- Rehidrasi oralit 100 ml setiap BAB

- Minum ASI / SF bebas laktosa

- Jaga kebersihan dan hidari penularan fekal-oral.

- Diperbolehkan rawat jalan dengan membawa surat kontrol ke poli serta obat

untuk pengobatan di rumah.

I. Prognosis

Ad Vitam : ad Bonam

Ad Functionam : ad Bonam

Ad Sanactionam : ad Bonam

Page 10: Laporan Kasus Nopi Print (1)

J. Ringkasan

FAF, bayi laki-laki berusia 5 bulan 20 hari datang dengan keluhan BAB cair

sejak 5 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). BAB cair 4 x konsistensi cair,

terdapat ampas berwarna kuning, tidak ada lendir, dan tidak ada darah. Keluhan BAB

cair disertai muntah 1 kali sejak 1 hari SMRS. Muntah terjadi setelah pasien minum

susu formula sebanyak 3 botol susu. Isi muntahan berupa minuman yang diminum

pasien, dalam jumlah yang sama dengan yang diminum. Keluhan BAB cair juga

disertai dengan demam sejak 1 hari SMRS, demam mendadak tinggi dan terus

menerus baik pada siang maupun malam hari. BAK terakhir 2 jam SMRS. Pagi hari

sebelum dirawat pasien telah dibawa berobat dan didiagnosis dengan diare akut tanpa

dehidrasi sehingga pasien disarankan untuk rawat jalan dengan dibekali obat dan

oralit untuk mencegah dehidrasi. Pasien pernah mengalami diare sekitar 1 bulan yang

lalu dan segera sembuh setelah diobati di puskesmas.

Berat badan pasien sebelum sakit 6,5 kg, saat pertama kali datang ke instalasi

gawat darurat RS Kartika Husada berat badan pasien menjadi 6 kg. Penurunan berat

badan 9,2%. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan UUB datar, kelopak mata cekung, air

mata berkurang, mukosa bibir tampak kering, turgor kulit melambat,abdomen supel,

timpani, bising usus meningkat. Pada pemeriksaan antropometri didapatkan status

gizi normal. Hasil pemeriksaan darah didapatkan dalam batas normal. Keadaan pasien

selama perawatan semakin membaik. Pasien didiagnosis menderita diare akut non

disentriform + dehidrasi ringan/sedang. Selama dirawat 3 hari, pasien mendapat terapi

Rehidrasi oralit, zinc, probiotik, antiemetik, dan ASI/ SF bebas laktosa. Pasien

menunjukkan perbaikan, dan pasien boleh pulang, lanjut rawat jalan dengan

membawa surat kontrol ke poli serta obat untuk pengobatan di rumah.

Page 11: Laporan Kasus Nopi Print (1)

PEMBAHASAN

Permasalahan utama pada pasien ini adalah penegakan diagnosis, tatalaksana, dan

prognosis. Gejala dari diare akut pada anak yang paling sering adalah BAB cair > 3 kali

dalam sehari, dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, kadang disertai muntah.1 Pada

anak diare yang harus diperhatikan adalah keadaan dehidrasi. Penemuan klinis yang

menunjukkan keadaan dehidrasi pada anak adalah rewel atau gelisah, letargis/kesadaran

berkurang, mata cekung, cubitan kulit perut kembalinya lambat atau sangat lambat,

haus/minum dengan lahap, atau malas minum atau tidak bisa minum. 2 Berdasarkan hasil

anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala diare, muntah dan kondisi umum

lemah, mata cekung, air mata berkurang, mukosa bibir tampak kering, turgor kembali

lambat, minum kuat dan lahap pada pasien ini.

Pada hasil pemeriksaan darah didapatkan hasil dalam batas normal. Penyebab

infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua

tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory.

Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh

bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan /

atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan oleh

bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.3

Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak

yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan

Cryptosporidium. Telah banyak diketahui bahwa penyebab utama diare pada anak adalah

rotavirus. Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang

menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan sel-sel

ujung-ujung villus pada usus halus. Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus

halus dan menyerang villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus

halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru,

berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik. Villus mengalami

atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan

dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik

usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap

Page 12: Laporan Kasus Nopi Print (1)

terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan

nutrien yang tidak sempurna. 1

Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi,

yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan

seperti transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa

dan asam amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak

mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan

elektrolit. Dengan demikian infeksi virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan

(1) ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2)

malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa. 1

Gambar 1. Kombinasi patofisiologi diare disebabkan oleh rotavirus. Sumber: Guarino A, Albano F. Viral Diarrhea in Texbook of Paediatric Gastroenterology and Nutritiont. UK: Taylor & Francis. 2004; 127-141.s

Diare oleh karena virus pada dasarnya diyakini disebabkan oleh invasi sel dan

destruksi epitel oleh agen enteropathogenic yang mengakibatkan akumulasi cairan

endoluminal secara osmotik dipicu oleh gangguan absorpsi nutrisi. Saat ini dikenal

Page 13: Laporan Kasus Nopi Print (1)

beberapa mekanisme yang berpengaruh terhadap diare tergantung pada agen spesifik dan

inangnya. Virus tertentu memiliki banyak jalur virulensi yang secara sinergis

menginduksi diare.

Mekanisme diare yang diinduksi oleh rotavirus grup A merupakan paradigm

patofisiologi diare oleh karena virus. Rotavirus mempunyai jaringan dan sel spesifik yang

menginfeksi enterosit usus halus. Tahap pertama adalah virus berikatan dengan reseptor

spesifik yang berlokasi pada permukaan sel yang ganglioside GM 1. Rotavirus

menginfeksi sel usus halus, bereplikasi dan menginduksi lisis sel. NSP 4 dilepaskan oleh

sel terinfeksidan fungsinya sebagai Ca2+-enterotoxin memicu sekresi klorida.NSP 4 juga

dapat menurunkan transport cairan dan elektrolit melalui penghambatan Na-glucose

symport GLT1 dan Na-K ATPase. Ia juga mengganggu ekspresi disakaridase. Tambahan

lagi, rotavirus dan atau NSP 4 dapat berdifusi dibawah lapisan epitel usus halus yang

mengaktifkan refleks sekresi pada sistem saraf enteric. Selama respon infeksi dan

inflamasi lambat pada lamina propria dapat dideteksi, produksi substansi inflamasi dan

sitokin dapat berkontribusi lebih jauh terhadap peningkatan permeabilitas membrane

intestinal dan diare. Secara ringkas patofisiologi diare rotavirs dapat dilihat pada tabel 1. 5

Tabel 1. Pathogenesis diare rotavirus

Sumber: Guarino A, Albano F. Viral Diarrhea in Texbook of Paediatric Gastroenterology and Nutritiont. UK: Taylor & Francis. 2004; 127-141.s

Page 14: Laporan Kasus Nopi Print (1)

Gambar 2. Diagram mekanisme diare sekretorik dan diare osmotik disebabkan oleh virus. Sumber: Guarino A, Albano F. Viral Diarrhea in Texbook of Paediatric Gastroenterology and Nutritiont. UK: Taylor & Francis. 2004; 127-141.s

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan

dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen.

Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan

patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat

menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi

sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga

menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah

dalam tinja yang disebut disentri. 1 Pasien didiagnosis dengan diare akut

nondisentriform . Diare akut adalah Diare yang berlangsung selama kurang dari 14 hari

dan tidak mengandung darah. Pada pasien ini tinja tidak mengandung lendir dan darah

sehinggadiagnosis disentri dengan penyebab diare berdarah lainnya dapat disingkirkan. 2

Page 15: Laporan Kasus Nopi Print (1)

Berdasarkan Riskedas 2007, Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di

semua kelompok umur dengan prevalensi pada bayi (< 1 tahun) 16,5 %. Prevalensi

tertinggi adalah kelompok usia 12-23 bulan yaitu 16,7 %. Menurut data SDKI 2007, diare

banyak diderita oleh kelompok umur 6-35 bulan karena anak mulai aktif bermain dan

beresiko terkena infeksi. Prevalensi diare lebih tinggi pada anak laki-laki dibanding

(14,8%) dibandingkan dengan anak perempuan (12,5%). Namun pasien ini berada dalam

kelompok usia < 6 bulan, risiko untuk terkena infeksi masih minimal karena belum

mendapat asupan makanan tambahan. Diare merupakan penyebab kematian bayi (usia 29

hari-11 bulan) yang terbanyak (31,4%).4 kematian pada diare disebabkan oleh kehilangan

cairan dan elektrolit. Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung

sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini

bertambah bila ada muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Bila

hilangnya cairan dan elektrolit ini tidak diganti secara adekuat, sehingga timbullah

kekurangan cairan dan elektrolit.Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik

dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat

menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan

tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik,

dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat

dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi

berat.5

Derajat dehidrasi diklasifikasikan sesuai dengan gejala dan tanda yang

mencerminkan jumlah cairan yang hilang (lihat tabel 1). Rejimen rehidrasi dipilih sesuai

dengan derajat dehidrasi yang ada.2

Page 16: Laporan Kasus Nopi Print (1)

Tabel 2. Derajat dehidrasi 2

Klasifikasi Tanda-tanda atau gejala Pengobatan

Dehidrasi berat Terdapat dua atau lebih dari

tanda di bawah ini:

- Letargi/ tidak sadar

- Mata cekung

- Tidak bisa minum atau

malas minum

- Cubitan kulit perut kembali

sangat lambat (≥ 2 detik)

Beri cairan untuk diare dengan

dehidrasi berat (Terapi C)

Dehidrasi

ringan/sedang

Terdapat dua atau lebih dari

tanda di bawah ini:

- Rewel, gelisah

- Mata cekung

- Minum dengan lahap, haus

- Cubitan kulit kembali

lambat

Beri anak cairan dan makanan

untuk dehidrasi ringan (Terapi B).

Setelah rehidrasi, nasihati ibu untuk

penanganan di rumah dan kapan

kembali segera

Kunjungan ulang dalam waktu 5

hari jika tidak membaik

Tanpa

dehidrasi

Tidak terdapat cukup tanda

untuk diklasifikasikan sebagai

dehidrasi ringan atau berat.

Berikan cairan dan makanan untuk

menangani diare di rumah (Terapi

A).

Nasehati ibu kapan kembali segera

Kunjungan ulang dalam waktu 5

hari jika tidak membaik

Pada pasien FAF, usia 5 bulan 20 hari, pada inspeksi tampak adanya UUB datar,

kelopak mata cekung, air mata berkurang, berat badan turun. Tanda objektif yang

merefleksikan adanya dehidrasi adalah badan lemah, mata cekung, air mata berkurang,

turgor kulit kembali agak melambat. Manifestasi defisit volume larutan adalah

Kehilangan berat badan (% berat badan); defisit volume larutan ringan (2%); defisit

Page 17: Laporan Kasus Nopi Print (1)

volume larutan sedang (5-10%); deficit volume larutan berat (>10%). Pada pasien ini

terjadi penurunan berat badan hingga 9,2%. Oleh karena itu, pasien ini tergolong ke

dalam dehidrasi ringan/sedang. Penanganan defisit volume larutan adalah mengganti

larutan. Biasanya larutan elektrolit isotonik dipakai untuk mengganti larutan. Oleh karena

gagal dilakukan pemasangan infus dan masih dapat minum , untuk terapi diberikan

cairan oralit. Dosis oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama 75 ml/ kg bb dan

selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit seperti diare tanpa dehidrasi. Pada pasien

ini, dengan berat badan 6 kg, diberikan oralit 450 cc dalam 3 jam. Dan selanjutnya dapat

diberikan oralit 100 cc setiap kali BAB jika dehidrasi telah tertangani. 6

Pada pasien ini didapatkan keluhan demam sebelum pasien dirawat di RS. Bila

terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas

badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.1

Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin

disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti:

enteric virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.

Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas

atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan

bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. Pada pasien ini terdapat keluhan muntah

dan watery diare, hal ini menunjukkan bahwa organism yang menginfeksi saluran cerna

bagian atas kemungkinan besar adalah virus enterik.1

Bising usus yang meningkat menunjukkan adanya kondisi hiperperistaltik dan

menyingkirkan terjadinya hipokalemi. Karena pada hipokalemi terdapat bising usus yang

melemah.1

Menurut perhitungan antropometri pasien menggunakan growth chartz world

health organization (WHO), ditinjau dari BB/PB, maka status gizi pasien ini normal

dengan BB/PB < -1 SD, hal ini disebabkan karena pasien ini masih kuat minum ASI dan

susu formula selama sakit. Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan

gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap

perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan

yang menurun. Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat

badan/umur) . Pada pasien ini dari BB/U berat badan rendah, bisa terjadi pengurangan

Page 18: Laporan Kasus Nopi Print (1)

mendadak massa jaringan tubuh akibat penyakit infeksi yang dideritanya. Tinggi badan

memberikan gambaran fungsi pertumbuhan. Tinggi badan sangat baik untuk melihat

keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir

rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks

TB/U ( tinggi badan menurut umur). Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan

gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang

menahun, BB/TB (Berat badan per tinggi badan) merefleksikan kondisi pertumbuhan

linier yang menggambarkan gangguan tumbuh kembang jangka panjang dan standar

untuk menentukan status gizi yang menggambarkan kondisi aktual.8

Pengobatan yang didapat oleh pasien saat pertama kali masuk ruangan adalah

Rehidrasi oralit, domperidon sebagai antiemetik, L bio sebagai probiotik, Zink sebagai

mikronutrien, serta minum ASI dilanjutkan.

Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi. Oralit

formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan yang

terutamadisebabkan karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih banyak

elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak terjadi akhir-akhir

ini dengan tingkat sanitasi yang lebih banyak terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat

sanitasi yang lebih baik adalah disebabkan oleh karena virus. Diare karena virus tersebut

tidak menyebabkan kekurangan elektrolit seberat pada disentri. Karena itu, para ahli diare

mengembangkan sformula baru oralit dengan tingkat osmolarits yang lebih lebih

mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya

hipernatremia. Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan

oralit ini sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik

daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga menurunkan

kebutuhan suplementasi intravena dan mampu mengurangi pengeluaran tinja hingga

20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%. Selain itu, oralit baru ini juga telah

direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak.1

Page 19: Laporan Kasus Nopi Print (1)

Tabel 3. Komposisi oralit baru

Sumber: WHO, UNICEF. Oral Rehydration Salt Production of the New ORS. Geneva : WHO.

2006.

Gambar 3. Cara membuat dan memberikan oralit. Sumber: Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi

Saluran Pencernaan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Diare di Indonesia.

Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela data & Informasi

Kesehatan, Vol. 2, Triwulan 2, 2011. Hal. 1-40.

Walaupun lebih dari 90 persen ibu mengetahui tentang paket oralit, hanya satu

dari tiga (35%) anak yang menderita diare diberi oralit, hasil tersebut sama dengan

temuan SDKI 2002-2003. Pada 30 % anak yang diare diberi minuman lebih banyak, 22

% diberi Larutan Gula Garam (LGG), dan 61 % diberi sirup/pil, sementara 14 % diberi

Page 20: Laporan Kasus Nopi Print (1)

obat tradisonal atau la nnya. 4Pada kasus ini, pasien tidak langsung diberikan oralit di

rumah namun langsung dibawa ke sarana kesehatan yaitu IGD RS Kartika Husada. Dari

IGD RS Kartika Husada pasien diberikan oralit untuk diminum setiap kali BAB.

Penderita diare dengan dehidrasi ringan–sedang harus dirawat di sarana kesehatan

dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan 3

jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui, meskipun cara ini kurang

tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur

penderita, yaitu : untuk umur < 1 tahun adalah 300 ml, 1 – 5 tahun adalah 600 ml, > 5

tahun adalah 1200 ml dan dewasa adalah 2400 ml. Rentang nilai volume cairan ini adalah

perkiraan, volume yang sesungguhnya diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus

penderita dan memantau tanda-tanda dehidrasi. 1

Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi. Sebaliknya

bila dengan volume diatas kelopak mata menjadi bengkak, pemberian oralit harus

dihentikan sementara dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila oedem kelopak

mata sudah hilang dapat diberikan lagi.2

Apabila oleh karena sesuatu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara per-

oral, oralit dapat diberikan melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan

kecepatan 20 ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah

membaik, tetap atau memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi

pengobatan dapat dilanjutkan dirumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan

cara seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh

dalam keadaan dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan dan

pengobatan yang terbaik adalah pemberian cairan parenteral. 10

Pada tahun 1975 WHO dan Unicef menyetujui untuk mempromosikan CRO

tunggal yang mengandung (dalam mmol/L) Natrium 90, Kalium 20, Chlorida 80, Basa 30

dan Glukosa 111 (2%). Komposisi ini dipilih untuk memungkinkan satu jenis larutan

saja untuk digunakan pada pengobatan diare yang disebabkan oleh bermacam sebab

bahan infeksius yang disertai dengan berbagai derajat kehilangan elektrolit. Contoh diare

Rotavirus berhubungan dengan kehilangan natrium bersama tinja 30 – 40 mEq/L, ETEC

50 – 60 mEq/L dan V. cholera > 90 – 120 mEq/L. CRO – WHO (Oralit) telah terbukti

Page 21: Laporan Kasus Nopi Print (1)

selama lebih dari 25 tahun efektif baik untuk terapi maupun rumatan pada anak dan

dewasa dengan semua tipe diare infeksi. 11

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc dapat

menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi enzim ini

meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan

dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama

kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan

tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,

serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya.

Pemberian zinc juga dapat menambah nafsu makan. Meski dalam jumlah yang

sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel,

anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta

nafsu makan. Zinc juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator

potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam

pengobatan diare akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap

struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna

selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan aborpsi air dan elektrolit

oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah

brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan

patogen dari usus.

Cara kerja zinc dapat dibagi menjadi beberapa cara:

1) Kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD)Zn merupakan kofaktor enzim superoxide dismutase (SOD). Enzim ini

menetralisir anion O2- (anion superoksida). Anion superoksida adalah radikal bebas

yang mampu merusak banyak jaringan. SOD mengubah anion superoksida menjadi

H2O2 (hidrogen peroksida); kemudian H2O2 diubah lebih lanjut menjadi senyawa

yang aman, yaitu H2O dan O2 oleh enzim katalase, atau menjadi H2O oleh enzim

glutation peroksidase.

2) Menghambat enzim nitric oxide synthase type 2 Dalam kondisi inflamasi, terbentuk berbagai macam mediator inflamasi, baik

oleh sel-sel imun maupun kuman. Mediator-mediator ini antara lain IL-1 dan LPS

(lipopolisakarida, dari bakteri). IL-1 dan LPS mampu meninduksi ekspresi nitric

Page 22: Laporan Kasus Nopi Print (1)

oxide synthase type-2 (NOS-2) oleh berbagai macam sel, termasuk sel-sel pada usus.

NOS-2 menghasilkan nitric oxide (NO). NO akan berdifusi ke sel epitel usus. Dalam

sel epitel usus, NO mengaktifkan enzim guanilat siklase (GC). Selanjutnya GC

mengubah GTP menjadi cGMP. Selanjutnya cGMP mengaktifkan “signaling

cascade” yang berujung pada hipersekresi usus. Zn merupakan penghambat enzim

NOS-2.

3) Regulasi sistem imunZn berperan dalam perkembangan sel T dan sel B menjadi sel T memori dan

sel B memori. Dalam perkembangan sel-sel memori, diperlukan enzim-enzim yang

berperan dalam pembelahan sel, misalnya: timidin kinase, DNA polimerase, DNA-

dependent-RNA-polimerase, terminal deoksinukleotidil transferase, dan aminoasil

RNA sintetase. Enzim-enzim ini memerlukan Zn sebagai kofaktornya.

4) Zn berperan dalam aktivasi sel-sel imun, antara lain sel Th.

Dalam presentasi ini dicontohkan sel Th. Antigen dipresentasikan oleh sel

dendritik kepada sel Th. Selanjutnya dalam sel Th terjadi “signaling cascade”, antara

lain aktivasi enzim Phospholipase-C (PLC). Enzim PLC menghidrolisis fosfatidil-

inositol-4,5-difosfat (PIP2) menjadi diasilgliserol (DAG) dan inositol-1,4,5-trifosfat

(IP3). DAG dan IP3 akan melakukan cascade selanjutnya, yang berujung pada

aktivasi sel Th. Kofaktor PLC adalah Zn.

Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di negara-negara berkembang seperti

Indonesia yang memiliki banyak masalah terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh

karena tingkat kesejahteraan yang rendah dan daya imunitas yang kurang memadai.

Pemberian zinc dapat menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat

menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. 1Penelitian di Indonesia menunjukkan

bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare sebanyak 11 % dan menurut hasil

pilot study menunjukkan bahwa Zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67 % .

Berdasarkan bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami

diare. Dosis pemberian Zinc pada balita umur < 6 bulan adalah 10 Mg per hari selama

10 hari. Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. 4

Mulut kering menyebabkan sensasi rasa haus. Simtomatik haus muncul jika ada

kehilangan larutan tubuh. Diantara penyebab rasa haus yang paling banyak adalah

Page 23: Laporan Kasus Nopi Print (1)

kehilangan larutan akibat diare. Setiap hari 8-10 liter CES dikeluarkan ke saluran cerna.

Sebagian besar diserap kembali di ileum dan kolon proksimal, hanya 150-200 cc setiap

hari dikeluarkan bersama feses. Muntah dan diare mengganggu proses reabsorpsi dan

pada beberapa keadaan menyebabkan kenaikan sekresi larutan ke dalam saluran cerna.

Anak yang masih minum Asi harus lebih sering di beri ASI. Anak yang minum susu

formula juga diberikan lebih sering dari biasanya.1 Pasien tetap diberikan ASI oleh ibu

pasien hal ini menunjukkan tingkat pengetahuan ibu yang baik terhadap pemberian ASI

yang harus tetap diberikan pada anak yang menderita diare.

Selama diare, penurunan asupan makanan dan penyerapan nutrisi dan peningkatan

kebutuhan nutrisi, sering secara bersama-sama menyebabkan penurunan berat badan dan

berlanjut ke gagal tumbuh. Pada gilirannya, gangguan gizi dapat menyebabkan diare

menjadi lebih parah, lebih lama, dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan kejadian

diare pada anak yang tidak menderita gangguan gizi. Lingkaran setan ini dapat diputus

dengan memberi makanan kaya gizi selama anak diare dan ketika anak sehat.

Obat antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin. Antibiotika pada umumnya

tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karena sebagian besar diare infeksi adalah

rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak dapat dibunuh dengan antibiotika. Antibiotic

hanya bermanfaat pada anak dengan diare berdarah (kemungkinan besar Shigellosis),

suspek kolera, dan infeksi berat lain yang tidak berhubungan dengan saluran pencernaan.

Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare

karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan

tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotik yang

tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah

biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada penelitian multipel ditemukan bahwa telah

terjadi peningkatan resistensi terhadap antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin,

tetrasiklin, kloramfenikol, dan trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini.

Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui

degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target

antibiotik dan perubahan permeabilitas membrane terhadap antibiotik.1

Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang

difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora

Page 24: Laporan Kasus Nopi Print (1)

intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan pemberian probiotik

dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak minum ASI. Pada sistematik

review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (Eropean Society of

Gastreoenterology Hepatology and Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan-

laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk pencegahan diare. Saavedra dkk

tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya bahwa susu formula yang disuplementasi

dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus thermophilus bila diberikan pada bayi

dan anak usia 5 - 24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan angka

kejadian diare dari 31% menjadi 7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada

kelompok placebo menjadi 10 % pada kelompok probiotik. Penelitian Phuapradit P. dkk

di Thailand pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang minum susu formula yang

mengandung probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan Streptococcus thermophylus lebih

jarang menderita diare oleh karena infeksi rotavirus. Kemungkinan mekanisme efek

probiotik dalam pencegahan diare melalui: perubahan lingkungan mikro lumen usus (pH,

oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa patogen usus, kompetisi

nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi toksin atau reseptor

toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan

imunomodulasi.12

Obat anti-protozoa jarang digunakan. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali

muntah berat. Obat-obatan antidiare tidak boleh diberikan pada anak kecil dengan diare

akut atau diare persisten atau disentri. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun

meningkatkan status gizi anak, malah dapat menimbulkan efek samping berbahaya dan

terkadang berakibat fatal.1

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan

diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa

mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan

oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mukus

bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang

menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica, B. coli dan T.

trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi

dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC

Page 25: Laporan Kasus Nopi Print (1)

terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi

dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.13

Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan

informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan

mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang

mukosa kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman

invasif atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni,

EIEC, C.difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas

atau P. shigelloides. Lekosit yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali

pada S. typhii lekosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada

tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja

minimal. Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit

dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau

parasit kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah resiko tinggi, kultur tinja

negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien

immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang disebabkan giardiasis,

cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif,

aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena

organisme ini hidup di saluran cerna bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada

pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitif

untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E.

hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit

biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk.

Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan serial

mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermiten. Sejumlah tes

serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia.

Serologis test untuk amuba hampir sselalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis

hati. 1

Page 26: Laporan Kasus Nopi Print (1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B, Santoso NB. Diare Akut dalam Buku Ajar Gastroenterologi-

Hepatologi, Jilid I. Jakarta: IDAI. 2009; 85-120.

2. WHO. Diare Akut dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.

Jakarta: Tim Adaptasi Indonesia, 2008; 131-137.

3. Pickering LK, Snyder JD. Gastroenteritis in Behrman, Kliegman, Jenson eds.

Nelson Textbook of Pediatrics 17 ed. Saunders. 2004 :1272-6.

4. Subdit Pengendalian Diare dan Infeksi Saluran Pencernaan Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Diare di Indonesia. Jakarta : Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia. Buletin Jendela data & Informasi Kesehatan, Vol.

2, Triwulan 2, 2011. Hal. 1-40.

5. Guarino A, Albano F. Viral Diarrhea in Texbook of Paediatric Gastroenterology and Nutritiont. UK: Taylor & Francis. 2004; 127-141.s

6. Tolia V. Acute infections diarrhea in children. Current treatment option in

infections diseases. 2002; 4:183-194.

7. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, USAID,

C-CHANGE. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare, Lima Langkah

Tuntaskan Diare. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011

8. Juffrie, Muhammad. 2009. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit dalam Buku Ajar

Gastroenterologi-Hepatologi, Jilid I. Jakarta: IDAI. Hal. 1-24.s

9. WHO, UNICEF. Oral Rehydration Salt Production of the New ORS. Geneva :

WHO. 2006.

10. King CK, Glass R, Bresee JS, Duggan C. Managing acute gastroenteritis among

child ; oral rehydration, maintenance and nutritional therapy. MMWR. 2003; 52

(RR16): 1-16.

11. Guarino A et al. Oral rehydration toward a real solution. J Pediatr Gastroenterol

Nutr 2001 ; 33 : 212.

12. Dwiprahasto, I. Penggunaan Antidiare ditinjau dari Aspek Terapi Rasional. Jurnal

Manajemen Pelayanan Kesehatan. 2003; 9(2): 94-101

13. Parashar UD, Hummelman EG, Breese JS, Miller MA, Glass RI. Global illnes

and death caused by rotavirus disease in children. Emerging Infection Disease.

2006; 9:565-572.