Kasus Gagal Jantung Print

23
Laporan Diskusi Kasus Gagal Jantung Modul Elektif Farmakologi Disusun Oleh : Aida Julia Ulfah Akhmad Hudan Eka Prayogo Amaliah Harumi Annisa Kalista Karlina Sari Sujana M. Fernando Pratama Manda Pisilia Nadia Entus Nasrudin Tubagus Nurazminah Alwi Tiara Lachtaria PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

description

gagal

Transcript of Kasus Gagal Jantung Print

Laporan Diskusi Kasus Gagal JantungModul Elektif Farmakologi

Disusun Oleh :Aida Julia UlfahAkhmad Hudan Eka PrayogoAmaliah HarumiAnnisa KalistaKarlina Sari SujanaM. Fernando PratamaManda PisiliaNadia Entus Nasrudin TubagusNurazminah AlwiTiara Lachtaria

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATANUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA2015KASUS GAGAL JANTUNGSeorang laki-laki usia 18 tahun datang ke UGD Rumah Sakit dengan keluhan sesak nafas dan cepat lelah saat berktivitas sejak 2 minggu sebelum masuk RS. Pasien juga mengalami demam sejak 1 minggu yang tidak turun dengan pemberian antipiretik. Sejak sebulan ini pasien juga mengeluh sesak bila posisi tidur (nyaman dengan 2-3 bantal) dan sering terbangun malam hari karena batuk. Pada saat pasien kecil sering menderita batuk pilek. Pada Pemeriksaan Fisik:Tampak sesak, suhu:38 C, TD: 110/70 mmHg, FDN:135x/menit, FP: 32x/menitJVP 5+3 cmH2OAuskultasi: opening snap(+), mid diastolic murmur grade di apex yang menjalar ke aksilaLiver teraba 3 jari di bawah arkus kostaDemam pada kedua tungkai

Pemeriksaan Lab sbb:ParameterResultsNormal value

Hb 9 g/dL13-16 g/dL

Hematokrit26 vol %40-48 vol %

Leukosit18000/ul5000-10000/ul

Trombosit200000/ul150000-500000/ul

ESR78 mm 120 x/menit

Pada pemeriksaan fisik auskultasi jantung didapatkan adanya opening snap(+), mid diastolic murmur grade di apex yang menjalar ke aksila sehingga difikirkan etiologi dari CHF adalah penyakit katup berupa stenosis mitral akibat penyakit jantung rematik yang dialaminya.2Penyakit jantung rematik ditegakkan dari kriteria jones pada pasien ini berupa:4 Karditis yang ditandai dengan adanya CHF Demam Leukositosis Peningkatan LED dan CRP ASTO +

Untuk pemeriksaan lebih lanjut dibutuhkan pemeriksaan berupa : Rontgen thorax EKG Echocardigraphy (Nomor 2 & 3) Non farmakologi1 O2 nasal kanul 3-4L/menit Bedrest Diet rendah garam < 2gr/hari Restriksi cairan 1 L/hari Edukasi mengenai penyakit,etiologi, keluhan dan pengobatan FarmakologiPengobatan kausa : Antibiotik : pada pasien ini di dapatkan demam rematik akut sehingga dilakukan pengobatan sekunder. Rekomendasi regimen antibiotik untuk profilaksis sekunder adalah penisilin G 900 mg (1,200,000 U) secara intramuskular setiap 4 minggu. Jika pasien mengalami alergi terhadap penisilin maka dapat diberikan makrolid berupa eritromisin secara oral sebanyak 250 mg 2 kali sehari selama 10 hari.2FarmakodinamikFarmakokinetik Efek Samping & KontraindikasiInteraksi & Sediaan

Obat ini menghambat pembentukan mukopeptida yang berperan pada sintesa dinding sel mikroba dengan : (1) bergabung dengan PBP (penicillin binding protein); (2) menghambat sintesis dinding sel kuman dengan merusak rantai peptidoglikan; terjadi aktivasi enzim proteolitik yang merusak dinding sel sehingga menghasilkan efek bakterisid. Obat ini memiliki efek pada spektrum gram positif.3Absorbsi: mudah rusak dalam suasana asam (pH 2). Bila dibandingkan dengan dosis PO dengan IM, dosis PO harus ditingkatkan 4-5 kali lebih besar dibandingkan IM. Distribusiluas ke seluruh tubuh, kadar obat yang memadai akan mencapai hati, empedu, ginjal, limfe dan semen, tetapi sukar masuk ke CSS. Namun adanya radang meningen akan mempermudah penetras obat ini ke CSS, tetapi tercapai tidaknya kadar efektivitasnya sulit diramalkan. Vd 0,3-0,42 L/kg, T1/2 0,5 jam. Metabolisme oleh enzim mikrobapengaruh enzim penisilinase dan amidase. Ikatan dengan protein plasma 50-60%. Eksresi Sekresi tubulus ginjal yang bisa dihambat dengan probenesid. Masa paruh eliminasi penisilin dalam darah diperpanjang oleh probenesid. Selain probenesid akan meningkatkan masa paruh eliminasi penisilin didarah seperti fenilbutazon, asetosal, dan indometasn, sulfinpirazol3Obat ini dapat menimbulkan reaksi alergi, Syok anafilaksis dan Diatesis hemoragik3KontraindikasiTidak boleh diberikan pada pasien yang memilikiriwayat alergi penisilin3

Tidak ada interaksi terhadap kortikosteoid maupun acetaminofen, namun terdapat interaksi dengan probenesid, dimana dapat menurunkan kadar penisilin dalam plasma, sehingga lama kerja penisilin menjadi panjang.3SediaanParenteral (ampul), 200 ribu 20 juta unit dalam bentuk bubuk. Disediakan suatu pelarut (akuade, larutan garam fisiologis atau D5%) sehingga didapat kadar 100.000 300.000 unit per Mo3

Anti-inflamasi : pemberian obat anti inflamasi perlu dilakukan segera setelah diagnosis demam rematik ditegakkan dan diberikan selama 12 minggu. Pilihan obat anti inflamasi untuk karditis sedang sampai berat adalah:4 Steroid prednison 2 mg/kg/hari, maksimal 80 mg/hari selama 2-4 minggu kemudian dilakukan tappering off penurunan dosis 2.5-5 mg setiap 3 hari.4FarmakodinamikFarmakokinetik Efek Samping & KontraindikasiSediaan

Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan mempengaruhi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain. Kortikosteroid memiliki efek anti-inflamasi dalam mencegah dan menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik atau alergen. Secara mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit, dan aktifitas fagositosis.3Absorbsi: secara oral cukup baik. Untuk mencapai kadar tinggi dengan cepat dalam cairan tubuh, biasanya diberikan secara intravena. Kortikosteroid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Pada keadaan normal, 90% kortikosteroid terikat pada 2 jenis protein plasma yaitu globulin dan albumin.afinitas globulin tinggi tetapi kapasitas ikatnya rendah, sebaliknya afinitas albumin rendah tetapi kapasitas ikatnya relatif tinggi. Biotransformasi terjadi di dalam dan di luar hati. Metabolitnya merupakan senyawa inaktif atau berpotensi rendah. Tujuh puluh persen kortikosteroid yang diekskresi mengalami metabolisme di hepar dengan masa paruh sekita 1,5 jam. Setelah penyuntikan steroid IV sebagian besar dalam waktu 72 jam diekskresi dalam urin, sedangkan dalam feses dan empedu hampir tidak ada.3Ada dua penyebab timbulnya efek samping pada penggunaan kortikosteroid. Efek samping dapat timbul karena penghentian pemberian secara tiba-tiba atau pemberian terus menerus dengan dosis besar.Pemberian jangka lama yang dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan insufisiensi adrenal akut dengan gejala demam, mialgi, atralgia dan malaise. Pengobatan lama dapat menyebabkan gangguan cairan dan elektrolit, hiperglikemia, dan glukosuria dan mudah terkena infeksi.3KontraindikasiTidak ada kontraindikasi absolut kortikosteroid. Kontraindikasi relatif adalah diabees mellitus, tukak peptik/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular.3

Oral dan Parenteral (IV, IM, intrasinovial dan intralesi) dan topikal pada kulit atau mata(dalam bentuk salep, krim, losio) atau aerosol melalui jalan napas.3Sediaan oral : Prednison 5 mgMetilprednisolon 4 mgDexametason 0,6 mgSediaan parenteral : Metilprednisolon 40 mg/mLDeksametason 4 mg/mL

NSAID: Aspirin 50-75 mg/kg/hari hingga 12 minggu, namun pada pasien ini tidak diberikan aspirin karena golongan NSAID tidak direkomendasikan pada pasien CHF. NSAID dapat meningkatkan morbiditas pasien CHF serta berat gejalanya.2,5 Diuretik kuat : diuretik merupakan obat utama untuk penanganan gagal jantung akut dengan oveload. Penggunaan diuretik untuk mengurangi retensi air dan garam sehingga cairan ekstrasel, aliran balik vena serta preload berkurang akibatnya gejala klinis berkurang seperti sesak napas dan kemampuan aktifitasnya bertambah. Diuretik diberikan sampai terjadi diuresis yang cukup untuk mencapai euvolumia dan mempertahankannya. Pilihan diuretik yang diberikan adalah diuretik kuat seperti furosemid dengan dosis awal 40 mg intravena yang dapat ditingkatkan sampai tercapai diuresis yang cukup sehingga gejala klinis membaik atau tercapai keadaan euvolemia. Setelah euvolemia tercapai, dosis diuretik diganti menjadi oral dengan dosis minimal yaitu 20 mg 2-3 kali perhari. Diuretik kuat berkerja di ansa Henle asenden bagian epitel tebal dengan cara menghambat kotransport Na+, K+, Cl- dan menghambat resorpsi air dan elektrolit. Mula kerjanya cepat dan efek diuretiknya lebih kuat daripada golongan tiazid. Efek samping diuretik kuat hampir sama seperti tiazid yaitu hipokalemia, hiponatremia, hipomagnesemia dan hiperkalsiuria dan menurunkan kalsium darah.3,5

ACE Inhibitor

Mekanisme Kerja

Gambar Mekanisme Kerja ACE-Inhibitor dan ARBSecara umum ACE-Inhibitor dibedakan atas dua kelompok yaitu 1. Yang bekerja langsung contohnya kaptopril, dan lisinopril dan 2. Prodrug contohnya enalapril, kuinalapril, perindopril, ramipril, silazapril, benazipril, fosinopril dan lain-lain, nantinya obat ini di dalam tubuh akan diubah menjadi bentuk aktif yaitu enalaprilat, kuinalaprilat dst. Kaptopril merupakan ACE-Inhibitor pertama ditemukan dan banyak digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. ACE-Inhibitor terbukti dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas pada semua pasien gagal jantung sistolik.3ACE-Inhibitor merupakan terapi lini pertama untuk pasien dengan fungsi sistolik ventrikel kiri yang menuru yakni dengan fraksi ejeksi < 40-45% dengan atau tanpa gejala. Pada pasien tanpa gejala, obat ini diberikan untuk menunda atau mencegah terjadinya gagal jantung dan juga untuk mengurangi risiko infark miokard dan kematian mendadak. Pada pasien dengan gagal jantung dengan retensi cairan obat ini harus diberikan bersama diuretik. ACE-I harus dimulai setelah fase akut infark miokard meskipun gejalanya transien untuk mengurangi mortalitas dan ifark ulang serta hospitalisasi karena gagal jantung. Pada pasien gagal jantung sedang-berat dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri, ACE-I menguragi mortalitas dan gejala-gejala gagal jantung, meningkatkan kapasitas fungsional dan mengurangi hospitalisasi.3

FarmakodinamikFarmakokinetik Efek Samping & KontraindikasiInteraksi & Sediaan

ACE-Inhibitor menghambat perubahan Angiotensin I (Ang I) menjadi Angiotensin II (Ang II). Ang II juga dibentuk oleh enzim-enzim non ACE misalnya kimase yang banyak terdapat di jantung. Kebanyakan efek biologic Ang II diperantarai oleh reseptor angiotensin tipe1 (AT1). Stimulasi reseptor ini menyebabkan vasokonstriksi, stimulasi dan penglepasan aldosterone, peningkatan aktivitas simpatis dan hipertrofi miokard. Reseptor AT2 memperantarai stimulasi apoptosis dan antiproliferasi. ACE-I menghambat aktivitas Ang II direseptor AT1 dan AT2. Pengurangan hipertrofi miokard dan penurunan preload jantung akan menghambat progresi remodeling jantung. Peurunan aktivasi neurohormonal endogen akan mengurangi efek langsungnya dalam menstimulasi remodelling jantung. Selain itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam darah efek vasodilatasi ACE-Inhibitor. Vasodilatasi secara langung akan menurunkan tekanan darah sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan retensi kalium. Pada gagal jantung kongestif efek ini akan sangat mengurangi beban jantug dan memperbaiki keadaan pasien. Selain itu, ACE-Inhibitor menurunkan resistensi perifer tanpa diikuti refleks takikardia. ACE-Inhibitor menyebabkan vasodilatasi arteri renalis sehingga meningkatkan aliran darah ginjal dan secara umum akan memperbaiki laju filtrasi glomerulus. Pada sirkulasi glomerulus ACE-Inhibitor menimbulkan vasodilatasi pada arteriol eferen dibanding arteriol aferen sehingga menurunkan tekanan intraglomerular. Efek ini dimanfaatkan untuk mengurangi proteinuria pada nefropati diabetic dan sindrom nefrotik, dan dapat memperlambat progresifitas nefropati diabetic.Absoropsi dengan baik per oral dengan bioavailibilitas 70-75%. Pemberian bersama makanan akan mengurangi absorpsi sekitar 30% oleh karena itu obat ini harus diberikan 1 jam sebelum makan. Sebagaian besar golongan obat ini mengalami metabolism di hati kecuali lisinopril yang tidak dimetabolisme. Eliminasi umumnya melalui ginjal kecuali fosinopril yang mengalami eliminasi di ginjal dan bilier.Hipotensi dapat terjadi pada awal pemberian ACE-Inhibitor terutama pada hipertensi dengan aktivitas renin yang tinggi. Batuk kering merupakan efek samping yang paling sering dengan insiden 5-20% lebih sering pada wanita dan lebih sering terjadi pada malam hari. Diduga efek samping ini ada kaitannya dengan peningkatan kadar bradikinin dan substansi P, dan/atau prostaglandin.Hiperkalemia dapat terjadi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau pada pasien yang mendapat diuretic hemat kalium, AINS, supleman kalium atau beta bloker.Rash dan gangguan pengecapan lebih sering terjadi pada psien yang mendapat kaptopril. Edema angioneurotik berupa pembengkakan di hidung, bibir, tenggorkan, laring, dan sumbatan jalan nafas yang bisa berakibat fatal. Gagal ginjal akut yang reversibel disebabkan dominasi efek ACE-Inhibitor pada arteriol eferen yang menyebabkan tekanan filtrasi glomerulus semakin rendah sehingga filtrasi glomerulus semakin rendah.Kontraindikasi Bersifat teratogenik pada wanita hamil dan ibu menyusui karena ACE-inhibitor diekskresi melalui ASI dan berakibat buruk pada ginjal bayi. Pemberian bersama diuretic hemat kalium dapat menimbulkan hiperkalemia, pemberian bersama antasida akan mengurangi absorpsi, sedangkan kombinasi dengan AINS akan mengurangi efek antihipertensinya dan menambah resiko hiperkalemia.Sediaan dan Prosedur PengobatanKaptopril tablet 12,5 mg, dan 25 mg dengan dosis 25-100 mg per hari diberikan 2-3 kali sebelum makan.Selain itu, ACE-Inhibitor juga sangat baik untuk hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri, penyakit jantung koroner dan lain-lain. Dosis untuk ace-inhibitor (captopril) adalah dimulai dari dosis 3x 6,25 mg dinaikkan perlahan sampai terpenuhi dosis 3x50-100 mg. Untuk memulai pengobatan gagal jantung dengan ACE-I dianjurkan prosedur berikut:- Jika pasien sudah mendapat diuretik, turunkan dosisnya atau hentikan selama 24 jam- Pengobatan di mulai sore hari, sewaktu berbaring, untuk menghindari terjadinya hipotensi- Pengobatan dimulai dari dosis rendah dan titrasi sampai dosis target, biasanya peningkatan 2x lipat setiap kalinya- Jika fungsi ginjal memburuk, hentikan pengobatan- Diuretik hemat kalium harus dihindari pada awal terapi- Penggunaan AINS dan coxib harus dihindari - Tekanan darah, fungsi ginjal, dan kadar K diperiksa 1-2minggu setelah pengobatan dan tiap peningkatan dosis, pada 3 bulan dan selanjutnya tiap 6 bulan.

Bloker3FarmakodinamikFarmakokinetik Efek Samping Indikasi & Sediaan

Bloker bekerja mempengaruhi aktivitas simpatis sehingga mengaktifkan sistem renin angiotensin aldosteron akan mengakibatkan hipertrofi miokard melalui efek vasokonstriksi perifer dan retensi Na dan air oleh ginjal. Sedangkan vasokonstriksi koroner dapat menyebabkan iskemia miokard. Iskemia miokard menyebabkan perlambatan konduksi jantung yang akan memicu terjadiya aritma jantung. Norepinefrin juga meningkatkan auntomatisitas sel-sel automatic jantung sehingga terbentuk focus-fokus ektopik yang akan meimbulkan aritmia jantung. Angiotensin II bekerja menstimulasi pertumbuhan sehingga terjadi hipertrofi miokard yang selanjutnya akanmemicu apoptosis dan fibrosis miokard sehingga terjadi remodeling miokard yang berlangsung secara progresif dan akhirnya terjadi progresi gagal jantung.Absorbsi oral dengan bioavaibilitas 50%, volume distribusi 5,6 L/kg, ikatan protein plasma 5-10%, oksidatif di hati dengan isoenzim CYP2D6, metabolit tidak aktif. Waktu paruh eliminasi di plasma 3,5 jam

Absorbsi oral dengan bioavaibilitas 50%, volume distribusi 5,6 L/kg, ikatan protein plasma 5-10%, oksidatif di hati dengan isoenzim CYP2D6, metabolit tidak aktif. Waktu paruh eliminasi di plasma 3,5 jamIndikasi Bloker direkomendasikan untuk penggunaan rutin pada pasien gagal jantung rigan-sedang (NYHA kelas II-III) yang stabil dengan fraksi ejeksi < 35-45%, etiologi iskemik maupun non iskemik, bersama ACE-I dan diuretik untuk mengurangi gejala (pada pasien dengan riwayat retensi cairan), dan tidak ada kontraindikasi.Dosis dan Prosedur PegobatanPemberian Bloker harus dimulai dengan dosis sangat rendah, biasanya 30 mL/menit. Diberikan dosis awal spironolakton 12,5mg kemudian dapat ditingkatkan menjadi 25 mg jika diperlukan. Risiko hiperkalemi meningkat dengan dosis pemberian ACE-I (captopril 75 mg/hari atau lisinopril 10 mg/hari). Penggunaan OAINS dan coxib harus dihindari. Hentikan obat jika kadar K >5,5mmol/L. Setelah 1 bulan, jika gejala-gejala gagal jantung belum membaik dan kadar K normal, dosis obat dinaikkan. Periksa lagi kadar K dan kreatinin setelah 1 minggu.

Digoksin3 Mekanisme KerjaEfek digoksin pada pengobatan gagal jantung:a. Inotropik positif: menghambat pompa Na-K-ATPase pada membrane sel otot jantung sehingga meningkatkan kadar Na intrasel, menyebabkan berkurangnya pertukaran Na- Ca2+ selama repolarisasi dan relaksasi otot jantung sehingga Ca2+ tertahan dalam sel, kadar Ca2+ intrasel meningkat dan ambilan Ca2+ ke dalam reticulum sarkoplasmik meningkat, sehingga kontraktilitas sel otot jantung meningkat.b. Kronotropik negatif: megurangi frekuensi denyut ventrikel pada takikardi atau fibrilasi atriumc. Mengurangi aktivitas saraf simpatis

Indikasi1. Pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrium2. Pasien gagal jantung dengan ritme sinus yang masih simtomatik terutama yang disertai takikardi, meskipun telah mendapat terapi maksimal ACE-I dan Bloker

Efek Toksik DigoksinEfek proaritmik, yakni: 1) penurunan potensial istirahat (akibat hambatan pompa Na) menyebabkan afterpotential yang menyebabka ambang rangsang dan penurunan konduksi AV, 2) peningkatan automatisitasEfek samping gastrointestinal: anoreksia, mual,muntah,nyeri lambungEfek samping visual: penglihatan berwarna kuningLain-lain: delirium, rasa lelah, malaise, bingung, mimpi buruk Dosis : Dosis digoksin biasanya 0,125-0,25 mg sehari jika fungsi ginjal normal. Digoksin tersedia dalam bentuk tablet 0,25mg.

Daftar Pustaka1. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Interna Publishing; 20082. The Australian guideline for prevention, diagnosis, and management of acute rheumatic fever and rheumatic heart disease. 2nd edition. Menzies School of Health Research; 20123. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2009.4. Working Group on Pediatric Acute Rheumatic Fever and Cardology.Consensus Guideline on Pediatric Acute Rheumatic Fever and Rheumatic Heart Disease. Volume 45. Indian Academy of pediatric; 5. Fauci A. S., Braunwald E., Kasper D. L., Hauser S. L., Longo D. L., Jameson J.L., et al. Harrisons Manual of Medicine. 17th Ed. USA: McGraw Hill; 2009.

6