52685063 Print Print Ora Urusan
Embed Size (px)
description
Transcript of 52685063 Print Print Ora Urusan
-
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan referat kelompok kami dengan
judul POST MORTEM CHANGES AND TIME OF DEATH yang merupakan
salah satu syarat dalam melaksanakan kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Forensik
di Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi.
Referat yang berjudul POST MORTEM CHANGES AND TIME OF
DEATH ini berisikan tentang definisi mati, perubahan yang terjadi setelah mati,
faktor yang mempengaruhi perubahan-perubahan tersebut, serta manfaatnya
dalam menentukan waktu terjadinya kematian.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan referat ini tidak akan
tercapai tanpa bantuan dari semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam
penyususnan referat. Oleh karenanya pada kesempatan ini, penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. dr. Sigid Kirana Lintang Bhima, Sp.F, selaku dosen pembimbing
kelompok selama di forensik.
2. Para residen forensik serta semua dosen pengajar di bagian
forensik Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Kariadi yang telah berkenan
memberikan bimbingan dan ilmunya kepada kami.
3. Teman-teman dokter muda di bagian forensik Rumah Sakit Umum
Pusat Dokter Kariadi.
1
-
Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu segala kritik dan saran sangat diharapkan demi kesempurnaan di masa
mendatang. Semoga referat ini bermanfaat bagi pembaca.
Semarang, Agustus 2009
Penulis
2
-
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Kematian merupakan fase akhir dalam kehidupan tiap manusia.
Menurut ilmu kedokteran manusia memiliki dua dimensi, yaitu sebagai
individu dan sebagai kumpulan dari berbagai macam sel. Berdasarkan
pengertian tersebut maka kematian dapat dilihat dari dua dimensi yaitu
kematian sel (celluler death) akibat ketiadaan oksigen baru akan terjadi
setelah kematian manusia sebagai individu (somatic death). Konsumsi
oksigen ke seluruh jaringan tubuh yang terhenti mengakibatkan satu demi
satu sel yang merupakan elemen terkecil dari kehidupan pembentuk
manusia akan mengalami kematian.
Setelah terjadinya kematian, tubuh akan mengalami perubahan-
perubahan, antara lain perubahan kulit muka sebagai akibat dari
berhentinya sirkulasi darah, relaksasi otot, perubahan pada mata,
penurunan suhu tubuh, timbulnya lebam mayat karena adanya gaya
gravitasi, kaku mayat karena penumpukan ADP pada otot-otot,
pembusukan, perubahan pada darah yang dilanjutkan dengan kematian
sel.1
Segala aspek yang berkaitan dengan kematian manusia meliputi
definisi, cara-cara melakukan diagnosis, perubahan-perubahan yang terjadi
setelah mati serta kegunaanya tersebut dipelajari dalam ilmu yang disebut
thanatologi.
3
-
Thanatologi merupakan ilmu yang sangat penting dikuasai oleh
tenaga medis terutama para profesional yang berkecimpung dalam dunia
kedokteran kehakiman. Dalam ilmu tanatologi dipelajari suatu topik yang
mempelajari perubahan-perubahan yang terjadi setelah kematian (Post
mortem changes) yang sangat bermanfaat dalam mendiagnosa terjadinya
kematian maupun menentukan saat terjadinya kematian.
Ada 3 manfaat tanatologi, yaitu :
a. Menetapkan hidup atau matinya korban.
b. Memperkirakan lama kematian korban.
c. Menentukan wajar atau tidak wajarnya kematian korban.
Karena untuk dapat menentukan kematian seseorang sebagai
individu (Somatic death), diperlukan kriteria diagnosis yang benar
berdasarkan konsep diagnostik yang dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah.
Mengingat pentingnya mempelajari perubahan-perubahan yang
terjadi setelah kematian (Post mortem changes). Maka kami mengangkat
topik ini sebagai topik referat kelompok kami.
2. PERMASALAHAN
a. Apa yang dimaksud dengan kematian dan parameter apa yang
digunakan untuk mendiagnosis kematian?
b. Apa saja perubahan yang terjadi setelah kematian?
c. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi munculnya tanda-tanda
setelah kematian?
4
-
3. TUJUAN
a. Untuk mengetahui definisi mati somatik, mati seluler, mati suri, mati
serebri, mati otak (batang otak).
b. Untuk menyatakan cara mendiagnosis kematian.
c. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi setelah kematian dan waktu
kematian
d. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan
setelah kematian
e. Untuk mengetahui perkiraan saat kematian.
5
-
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Mati
Kematian manusia berdasarkan dua dimensi yaitu kematian seluler
(seluler death) akibat ketiadaan oksigen dan kematian manusia sebagai
individu (somatic death). Kematian individu dapat didefinisikan secara
sederhana sebagai terhentinya kehidupan secara permanen (permanent
cessation of life) atau dapat diperjelas lagi menjadi berhentinya secara
permanen fungsi berbagai organ vital yaitu paru-paru, jantung dan otak
sebagai kesatuan yang utuh yang ditandai oleh berhentinya konsumsi oksigen.
Sebagai akibat berhentinya konsumsi oksigen ke seluruh jaringan tubuh maka
sel-sel sebagai elemen terkecil pembentuk manusia akan mengalami kematian,
dimulai dari sel-sel paling rendah daya tahannya terhadap ketiadaan oksigen. 1
Mati suri adalah penurunan fungsi organ vital sampai taraf minimal
untuk mempertahankan kehidupan, sehingga tanda-tanda kliniknya seperti
sudah mati yang sifatnya reversibel.1 Sedangkan mati somatik adalah keadaan
dimana ketika fungsi ketiga organ vital sistem saraf pusat, sistem
kardiovaskuler, dan sistem pernafasan berhenti secara menetap.1
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible
kecuali batang otak dan serebelum, kedua sistem lain masih berfungsi dengan
bantuan alat.1 Sedangkan mati batang otak adalah kerusakan seluruh isi
neuronal intrakranial yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.1
Kriteria diagnostik penentuan kematian: 1
6
-
1. Hilangnya semua respon terhadap sekitarnya (respon terhadap komando
atau perintah, dan sebagainya)
2. Tidak ada gerakan otot serta postur, dengan catatan pasien tidak sedang
berada dibawah pengaruh obat-obatan curare.
3. Tidak ada reflek pupil
4. Tidak ada reflek kornea
5. Tidak ada respon motorik dari saraf kranial terhadap rangsangan
6. Tidak ada reflek menelan atau batuk ketika tuba endotracheal didorong ke
dalam
7. Tidak ada reflek vestibulo-okularis terhadap rangsangan air es yang
dimasukkan ke dalam lubang telinga
8. Tidak ada napas spontan ketika respirator dilepas untuk waktu yang cukup
lama walaupun pCO2 sudah melampaui wilayah ambang rangsangan napas
(50 torr)
Tes klinik ini baru boleh dilakukan paling cepat 6 jam setelah onset
koma serta apneu dan harus diulangi lagi paling cepat sesudah 2 jam dari tes
yang pertama. Sedangkan tes konfirmasi dengan EEG dan angiografi hanya
dilakukan jika tes klinik memberikan hasil yang meragukan atau jika ada
kekhawatiran akan adanya tuntutan di kemudian hari.1
B. Perubahan-perubahan Setelah Kematian dan Faktor-faktor Yang
Mempengaruhinya
I. Perubahan Kulit Muka
Perubahan paska kematian yang dapat terlihat adalah perubahan
yang terjadi pada kulit muka. Perubahan kulit muka terjadi akibat
7
-
berhentinya sirkulasi darah maka darah yang berada pada kapiler dan
venula di bawah kulit muka akan mengalir ke bagian yang lebih rendah
sehingga warna raut muka nampak menjadi lebih pucat. Pada mayat dari
orang yang mati akibat kekurangan oksigen atau keracunan zat-zat
tertentu (misalnya keracunan karbon monoksida) warna semula dari raut
muka akan bertahan lama dan tidak cepat menjadi pucat.1
II. Relaksasi Otot
a. Relaksasi primer
Pada saat mati sampai beberapa saat sesudahnya, otot-otot polos
akan mengalami relaksasi sebagai akibat dari hilangnya tonus. Relaksasi
pada stadium itu disebut relaksasi primer.1 Relaksasi perimortal
didapatkan 2 3 jam setelah kematian. Sel-sel jaringan otot masih hidup.
Peristaltik usus positif atau masih bergerak. Leukosit darah masih
bergerak. Pupil masih bereaksi. Pada fase ini otot sudah tidak memiliki
rangsangan dari sistem saraf pusat. Akibat tidak adanya impuls listrik dari
sistem saraf pusat maka tidak ada lagi koordinasi otot-otot tubuh yang
selalu berusaha menjaga keseimbangan dalam segala posisi tubuh. Jutaan
sel serabut otot yang selalu berada dalam keadaan siaga dengan selalu
menjaga posisi kontraksi dan relaksasi yang serasi sehingga kestabilan
tubuh selalu terjaga dalam segala posisi tersebut hilang dengan tidak
berfungsinya sistem saraf. Akibat dari peristiwa ini adalah terjadi relaksasi
pada seluruh otot tubuh yang tampak sebagai relaksasi primer.2 Sehingga
tampak rahang bawah akan melorot menyebabkan mulut terbuka, dada
kolap dan bila tidak ada yang menyangga anggota tubuh akan jatuh ke
8
-
bawah. Relaksasi yang terjadi pada otot-otot muka akan mengesankan
lebih muda dari umur yang sebenarnya, sedang relaksasi pada otot polos
akan mengakibatkan iris dan spingter ani mengalami dilatasi. Oleh sebab
itu jika ditemukan dilatasi pada anus, harus hati-hati untuk menyimpulkan
sebagai akibat hubungan seksual per ani. Pada fase ini kematian sel belum
terjadi sempurna. Korban masih dalam pengertian mati somatik. 1
b. Relaksasi sekunder
Rigor mortis menghilang secara bertahap sesuai urutan timbulnya.
Relaksasi sekunder ini terjadi karena mulai terjadi lisis dari sel-sel otot
akibat proses pembusukan. Hancurnya sel otot, jaringan otot membuat
tulang-tulang tidak lagi dipertahankan posisinya, kecuali akan dijatuhkann
posisinya karena adanya gaya berat otot dan tulang akibat daya tarik
grafitasi. 2
III. Perubahan pada mata
Perubahan pada mata yaitu kurangnya daya lihat atau adanya
dominasi pada insensitivie cornea dan tetap sifatnya. Refleksi daya liat ini
akan berkurang dengan segera seperti brainstem nucle sehingga
menimbulkan kerusakan ischaemic. Biji atau manik mata tidak reaktif. Biji
mata biasanya berefleksi terhadap posisi netral dari otot biji mata,
kemudian akan berubah sebagai hasil dari kekakuan pada mayat, maka hal
ini tidak secara signifikan sebagai simbol diagnostik dari luka pada otak
atau intoksisasi obat-obatan atau narkotika. Selaput pelangi merespon
stimulasi kimia selama beberapa jam setelah kematian. Dalam
penambahannya terhadap ukuran tetap, biji mata akan mengecil dan
9
-
membentuk lingkaran setelah kematian sebagai suatu hasil dari relaksasi.
Dan ini biasanya mudah untuk membedakan dari ketidakteraturan yang
disebabkan oleh ante mortem abnormality dari biji mata atau kelopak
mata. Ketegangan pada mata menurun secara cepat seperti tekanan arterial.
Kelopak mata biasanya tertutup tetapi secara umum tidak sempurna,
kegagalan otot akan menghasilkan oklusi penuh dan ini akan terjadi
penyingkapan.
Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-kanan
kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga
dengan dasar di tepi kornea (taches noires sclerotiques). Kekeruhan
kornea terjadi pada lapisan terluar dapat dihilangkan dengan meneteskan
air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat
dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak
kira-kira 6 jam pasca mati.
Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea
menjadi keruh kira-kira 10-12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam
saja fundus tidak tampak jelas. Setelah kematian tekanan bola mata
menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola mata. Tidak
ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati. Perubahan pada
retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga
30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya
diskus optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat
dan tepinya tidak tajam lagi.
10
-
Selama dua jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah
sekitar diskus menjadi kuning. Warna kuning juga tampak disekitar
makula yang menjadi leih gelap. Pada saat itu pola vaskular koroid yang
tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola
segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi
kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat.3
Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan pembuluh
pembuluh besar yang mengalami segmentasi dapat dilihat dengan latar
belakang kuning-kelabu. Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai
tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati
diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen
pembluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi
gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja yang
tampak berwarna coklat gelap.4
11
-
Table 1: Factors to consider when interpreting post-mortem results 4
IV. Penurunan Suhu Tubuh
Pada saat sel masih hidup ia akan selalu menghasilkan kalor dan
energy. Kalor dan energy ini terbentuk melalui proses pembakaran
sumber energy seperti glukosa, lemak, dan protein. Sumber energi utama
yang digunakan adalah glukosa. Satu molekul glukosa dapat
12
-
menghasilkan energy sebanyak 36 ATP yang nantinya digunakan sebagai
sumber energy dalam berbagai hal seperti transport ion, kontraksi otot
dan lain-lain. Energy sebanyak 36 ATP hanya menyusun sekitar 38% dari
total energy yang dihasilkan dari satu molekul glukosa (gambar II.1).
Sisanya sebesar 62% energy yang dihasilkan inilah yang dilepaskan
sebagai kalor atau panas.5
Gambar II.1. Metabolisme Glukosa 5
Sesudah mati, metabolisme yang menghasilkan panas akan
terhenti sehingga suhu tubuh akan turun menuju suhu udara atau medium
di sekitarnya. Penurunan ini disebabkan oleh adanya proses radiasi,
konduksi, dan pancaran panas. Proses penurunan suhu pada mayat ini
13
-
biasa disebut algor mortis. Algor mortis merupakan salah satu perubahan
yang dapat kita temukan pada mayat yang sudah berada pada fase lanjut
post mortem 1,6.
Pada beberapa jam pertama, penurunan suhu terjadi sangat lambat
dengan bentuk sigmoid. Hal ini disebabkan ada 2 faktor, yaitu :
1. Masih adanya sisa metabolisme dalam tubuh mayat, yakni karena
masih adanya proses glikogenolisis dari cadangan glikogen yang
disimpan di otot dan hepar (gambar II.2).
2. Perbedaan koefisien hantar sehingga butuh waktu mencapai tangga
suhu.
Gambar II.3. Glikogenolisis5
14
-
Pada jam-jam pertama penurunannya sangat lambat tetapi sesudah
itu penurunan menjadi lebih cepat dan pada akhirnya menjadi lebih
lambat kembali. Jika dirata-rata maka penurunan suhu tersebut antara 0,9
sampai 1 derajat celcius atau sekitar 1,5 derajat Fahrenheit setiap jam,
dengan catatan penurunan suhu dimulai dari 37 derajat Celcius atau 98,4
derajat Fahrenheit sehingga dengan dapat dirumuskan cara untuk
memperkirakan berapa jam mayat telah mati dengan rumus (98,4oF - suhu
rectal oF) : 1,5oF. Pengukuran dilakukan per rectal dengan menggunakan
thermometer kimia (long chemical thermometer). 1,6
Terdapat dua hal yang mempengaruhi cepatnya penurunan suhu
mayat ini yakni:
1. Faktor internal 1,6
a. Suhu tubuh saat mati
Sebab kematian, misalnya perdarahan otak dan septikemia, mati
dengan suhu tubuh tinggi. Suhu tubuh yang tinggi pada saat mati
ini akan mengakibatkan penurunan suhu tubuh menjadi lebih cepat.
Sedangkan, pada hypothermia tingkat penurunannya menjadi
sebaliknya.
b. Keadaan tubuh mayat
Konstitusi tubuh pada anak dan orang tua makin mempercepat
penurunan suhu tubuh mayat. Pada mayat yang tubuhnya kurus,
tingkat penurunannya menjadi lebih cepat.
2. Faktor Eksternal 1,6
a. Suhu medium
15
-
Semakin besar selisih suhu antara medium dengan mayat maka
semakin cepat terjadinya penurunan suhu. Hal ini dikarenakan
kalor yang ada di tubuh mayat dilepaskan lebih cepat ke medium
yang lebih dingin.
b. Keadaan udara di sekitarnya
Pada udara yang lembab, tingkat penurunan suhu menjadi lebih
besar. Hal ini disebabkan karena udara yang lembab merupakan
konduktor yang baik. Selain itu, Aliran udara juga makin
mempercepat penurunan suhu tubuh mayat
c. Jenis medium
Pada medium air, tingkat penurunan suhu menjadi lebih cepat
sebab air merupakan konduktor panas yang baik sehingga mampu
menyerap banyak panas dari tubuh mayat.
d. Pakaian mayat
Semakin tipis pakaian yang dipakai maka penurunan suhu mayat
semakin cepat. Hal ini dikarenakan kontak antara tubuh mayat
dengan suhu medium atau lingkungan lebih mudah.
V. LEBAM MAYAT
Lebam Mayat disebut juga Post Mortem Lividity, Post Mortem
Suggilation, Hypostasis, Livor Mortis, Stainning. Lebam mayat terbentuk
bila terjadi kegagalan sirkulasi darah dalam mempertahankan tekanan
hidrostatik yang menggerakan darah mencapai capillary bed dimana
pembuluhpembuluh darah kecil afferent dan efferent saling berhubungan.
16
-
Maka secara bertahap darah yang mengalami stagnasi di dalam pembuluh
vena besar dan cabang-cabangnya akan dipengaruhi gravitasi dan mengalir
ke bawah, ke tempattempat yang terendah yang dapat dicapai. Dikatakan
bahwa gravitasi lebih banyak mempengaruhi sel darah merah tetapi
plasma akhirnya juga mengalir ke bagian terendah yang memberikan
kontribusi pada pembentukan gelembunggelembung di kulit pada awal
proses pembusukan.
Adanya eritrosit di daerah yang lebih rendah akan terlihat di kulit
sebagai perubahan warna biru kemerahan. Oleh karena pengumpulan
darah terjadi secara pasif maka tempattempat di mana mendapat tekanan
lokal akan menyebabkan tertekannya pembuluh darah di daerah tersebut
sehingga meniadakan terjadinya lebam mayat yang mengakibatkan kulit di
daerah tersebut berwarna lebih pucat. 8
Lebam mayat ini biasanya timbul setengah jam sampai dua jam
setelah kematian, Dimana setelah terbentuk hypostasis yang menetap
dalam waktu 1012 jam ternyata akan memberikan lebam mayat pada sisi
yang berlawanan setelah dilakukan reposisi pada tubuh dari pronasi ke
supinasi (interpostmorchange). 8
Lebam mayat ini biasanya berkembang secara bertahap dan
dimulai dengan timbulnya bercak-bercak yang berwarna keunguan dalam
waktu kurang dari setengah jam sesudah kematian dimana bercak-bercak
ini intensitasnya menjadi meningkat dan kemudian bergabung menjadi
satu dalam beberapa jam kemudian, dimana fenomena ini menjadi
komplet dalam waktu kurang lebih 812 jam, pada waktu ini dapat
17
-
dikatakan lebam mayat terjadi secara menetap. Menetapnya lebam mayat
ini disebabkan oleh karena terjadinya perembesan darah kedalam jaringan
sekitar akibat rusaknya pembuluh darah akibat tertimbunnya selsel darah
dalam jumlah yang banyak, adanya proses hemolisa sel-sel darah dan
kekakuan otot-otot dinding pembuluh darah. Dengan demikian penekanan
pada daerah lebam yang dilakukan setelah 8-12 jam tidak akan
menghilang. Hilangnya lebam pada penekanan dengan ibu jari dapat
memberi indikasi bahwa suatu lebam belum terfiksasi secara sempurna. 8
setelah empat jam,kapiler-kapiler akan mengalami kerusakan dan butir-
butir darah merah juga akan rusak. Pigmen-pigmen dari pecahan darah
merah akan keluar dari kapiler yang rusak dan mewarnai jaringan di
sekitarnya sehingga menyebabkan warna lebam mayat akan menetap serta
tidak hilang jika ditekan dengan ujung jari atau jika posisi mayat dibalik.
Jika pembalikan posisi dilakukan setelah 12 jam dari kematiannya maka
lebam mayat baru tidak akan timbul pada posisi terendah, karena darah
sudah mengalami koagulasi. 1
Fenomena lebam mayat yang menetap ini sifatnya lebih bersifat
relatif. Perubahan lebam ini lebih mudah terjadi pada 6 jam pertama
sesudah kematian, bila telah terbentuk lebam primer kemudian dilakukan
perubahan posisi maka akan terjadi lebam sekunder pada posisi yang
berlawanan. Distribusi dari lebam mayat yang ganda ini adalah penting
untuk menunjukan telah terjadi manipulasi posisi pada tubuh. Akan tetapi
waktu yang pasti untuk terjadinya pergeseran lebam ini adalah tidak pasti,
Polson mengatakan untuk menunjukan tubuh sudah diubah dalam waktu
18
-
8 sampai 12 jam, sedangkan Camps memberi patokan kurang lebih 10
jam. 8
Akan tetapi pada kematian wajarpun darah dapat menjadi
permanent incoagulable oleh karena adanya aktifitas fibrinolisin yang
dilepas kedalam aliran darah selama proses kematian. Sumber dari
fibrinolisin ini tidak diketahui tetapi kemungkinan berasal dari
endothelium pembuluh darah, dan permukaan serosa dari pleura. Aktifitas
fibrinolisin ini nyata sekali pada kapiler-kapiler yang berisi darah. Darah
selalu ditemukan cair dalam venule dan kapiler, dan ini yang bertanggung
jawab terhadap lebam mayat.8
Akumulasi darah pada daerah yang tidak tertekan akan
menyebabkan pengendapan darah pada pembuluh darah kecil yang dapat
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah kecil tersebut dan berkembang
menjadi petechie (tardieu`s spot) dan purpura yang kadang-kadang
berwarna gelap yang mempunyai diameter dari satu sampai beberapa
milimeter, biasanya memerlukan waktu 18 sampai 24 jam untuk
terbentuknya dan sering diartikan bahwa pembusukan sudah mulai terjadi.
Fenomena ini sering terjadi pada asphyxia atau kematian yang terjadinya
lambat. 8
VI. KAKU MAYAT (RIGOR MORTIS)
Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang terjadi pada
otot yang kadang-kadang disertai dengan sedikit pemendekan serabut otot,
yang terjadi setelah periode pelemasan/ relaksasi primer. Hal ini
19
-
disebabkan karena terjadinya perubahan kimiawi pada protein yang
terdapat pada serabut-serabut otot. Menurut Szen-Gyorgyi di dalam
pembentukan kaku mayat peranan ATP adalah sangat penting. Seperti
diketahui bahwa serabut otot dibentuk oleh dua jenis protein, yaitu aktin
dan myosin, dimana kedua jenis protein ini bersama dengan ATP
membentuk suatu masa yang lentur dan dapat berkontraksi (gambar II.3).
Bila kadar ATP menurun, maka akan terjadi pada perubahan pada akto-
miosin, diamana sifat lentur dan kemampuan untuk berkontraksi
menghilang sehingga otot yang bersangkutan akan menjadi kaku dan tidak
dapat berkontraksi.9,10
Gambar II.3. Kontraksi otot
Oleh karena kadar glikogen yang terdapat pada setiap otot itu
berbeda-beda, sehingga sewaktu terjadinya pemecahan glikogen menjadi
asam laktat dan energi pada saat terjadinya kematian somatic, dimana
20
-
energy tersebut digunakan untuk resintesa ATP, akan menyebabkan
adanya perbedaan kadar ATP dalam setiap otot. Keadaan tersebut dapat
menerangkan mengapa kaku mayat akan mulai nampak pada jaringan otot
yang jumlah serabut ototnya sedikit. Atas dasar itulah mengapa pada
kematian karena infeksi, konvulsi kelelahan fisik serta keadaan suhu
keliling yang tinggi akan dapat mempercepat terbentuknya kaku mayat,
demikian pula pada mereka yang keadaan gizinya jelek akan lebih cepat
terjadi kaku mayat bila dibandingkan dengan korban yang mempunyai
tubuh yang baik. 9
Secara biokimiawi saat relaksasi primer, pH protoplasma sel otot
masih alkalis. Perubahan alkalis menjadi asam terjadi 2-6 jam kemudian
karena adanya perubahan biokimia, yaitu glikogen menjadi asam
sarkolaktik / fosfor. Perubahan protoplasma menjadi asam menyebabkan
otot menjadi kaku (rigor). Relaksasi sekunder terjadi setelah ada
perubahan biokimia, yaitu asam berubah menjadi alkalis kembali saat
terjadi pembusukan.6
Kaku mayat akan terjadi pada seluruh otot (gambar II.4), baik otot
lurik maupun otot polos. Dan bila terjadi pada otot rangka, maka akan
didapatkan suatu kekakuan yang mirip atau menyerupai papan sehingga
dibutuhkan cukup tenaga untuk dapat melawan kekakuan tersebut , bila
hal ini terjadi otot dapat putus sehingga daerah tersebut tidak mungkin lagi
terjadi kaku mayat.9,11
21
-
Gambar II.4. Kaku mayat pada lengan dan leher
Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortem dan
mencapai puncaknya setelah 10-12 jam pos mortem, keadaan ini akan
menetap selama 24 jam dan setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang
sesuai denga n urutan terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah, leher,
lengan, dada, perut, dan tungkai.9
Adanya kejanggalan dari postur pada mayat dimana kaku mayat
telah terbentuk dengan posisi sewaktu mayat ditemukan, dapat menjadi
petunjuk bahwa pada tubuh korban telah dipindahkan setelah mati. Ini
mungkin dimaksudkan untuk menutupi sebab kematian atau cara kematian
yang sebenarnya. 9
Faktor-Faktor yang mempengaruhi kaku mayat :
a.Kondisi otot
- Persediaan glikogen
Cepat lambat kaku mayat tergantung persediaan glikogen otot.
Pada kondisi tubuh sehat sebelum meninggal, kaku mayat akan
lambat dan lama, juga pada orang yang sebelum mati banyak
makan karbohidrat, maka kaku mayat akan lambat.1
- Gizi
22
-
Pada mayat dengan kondisi gizi jelek saat mati, kaku mayat akan
cepat terjadi.
- Kegiatan Otot
Pada orang yang melakukan kegiatan otot sebelum meninggal
maka kaku mayat akan terjadi lebih cepat.3,17
b. Usia
- Pada orang tua dan anak-anak lebih cepat dan tidak
berlangsung lama.
- Pada bayi premature tidak terjadi kaku mayat, kaku mayat
terjadi pada bayi cukup bulan.17,18
c.Keadaan Lingkungan
- Keadaan kering lebih lambat dari pada panas dan lembab
- Pada mayat dalam air dingin, kaku mayat akan cepat terjadi
dan berlangsung lama.
- Pada udara suhu tinggi, kaku mayat terjadi lebih cepat dan
singkat, tetapi pada suhu rendah kaku mayat lebih lambat dan
lama.
- Kaku mayat tidak terjadi pada suhu dibawah 10oC,
kekakuan yang terjadi pembekuan atau cold stiffening.3,17,18,19
d. Cara Kematian
- Pada mayat dengan penyakit kronis dan kurus, kuku mayat
lebih cepat terjadi dan berlangsung tidak lama.
- Pada mati mendadak, kaku mayat terjadi lebih lambat dan
berlangsung lebih lama.
23
-
Terdapat kekakuan pada pada mayat yang menyerupai kaku mayat :
- Cadaveric spasme (instantaneous rigor), adalah bentuk
kekakuan otot yang terjadi pada saat kematian dan menetap.
Cadaveric spasme sesungguhnya merupakan kaku mayat yang
timbul dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh relaksasi
primer. Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen
dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis karena
kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum meninggal. 8,17,20
Kepentingan medikolegalnya adalah menunjukkan sikap terakhir
masa hidupnya. Misalnya, tangan yang menggenggam erat benda yang
diraihnya pada kasus tenggelam, tangan yang menggenggam pada
kasus bunuh diri.
- Heat stiffening, yaitu kekakuan otot akibat koagulasi
protein otot oleh panas. Otot-otot berwarna merah muda, kaku, tepi
rapuh (mudah robek). Keadaan ini dapat dijumpai pada korban
mati terbakar. Pada saat stiffening serabut-serabut ototnya
memendek sehingga menimbulkan fleksi leher, siku, paha, dan
lutut, membentuk sikap petinju (pugilistic attitude). Perubahan
sikap ini tidak memberikan arti tertentu bagi sikap semasa hidup,
intravitalitas, penyebab atau cara kematian.8,17
- Cold stiffening, yaitu kekakuan tubuh akibat lingkungan
dingin (dibawah 3,5oC atau 40oF), sehingga terjadi pembekuan
cairan tubuh, termasuk cairan sendi, pemadatan jaringan lemak
subkutan dan otot, bila cairan sendi yang membeku menyebabkan
24
-
sendi tidak dapat digerakan. Bila sendi di bengkokkan secara paksa
maka akan terdengar suara es pecah. Dan mayat yang kaku ini akan
menjadi lemas kembali bila diletakkan ditempat yang hangat,
kemudian rigor mortis akan terjadi dalam waktu yang sangat
singkat.8,17,18
Waktu terjadinya rigor mortis (kaku mayat)
Kurang dari 3 4 jam post mortem : belum terjadi rigor mortis
Lebih dari 3 4 jam post mortem : mulai terjadi rigor mortis
Rigor mortis maksimal terjadi 12 jam setelah kematian
Rigor mortis dipertahankan selama 12 jam
Rigor mortis menghilang 24 36 jam post mortem
VII. Pembusukan Atau Modifikasinya
Pembusukan mayat nama lainnya dekomposisi dan putrefection.
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan pada tubuh mayat yang
terjadi sebagai akibat proses autolisis dan aktivitas mikroorganisme,
terutama Clostridium welchii12.
Autolisis adalah perlunakan dan pencairan jaringan yang terjadi
dalam keadaan steril melalui proses kimia yang disebabkan oleh enzim-
enzim intraseluler, sehingga organ-organ yang kaya dengan enzim-
enzim akan mengalami proses autilisis lebih cepat daripada organ-organ
yang tidak memiliki enzim, dengan demikian pankreas akan mengalami
autolisis lebih cepat dari pada jantung. Proses autolisis ini tidak
dipengaruhi oleh mikroorganisme oleh karena itu pada mayat yang
25
-
steril misalnya mayat bayi dalam kandungan proses autolisis ini tetap
terjadi. Proses auotolisis terjadi sebagai akibat dari pengaruh enzim
yang dilepaskan pasca mati. Mula-mula yang terkena adalah
nukleoprotein yang terdapat pada kromatin dan sesudah itu
sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami kehancuran
sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan mencair12.
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat
oleh pengaruh suhu yang rendah maka proses autolisis ini akan
dihambat demikian juga pada suhu tinggi enzim-enzim yang terdapat
pada sel akan mengalami kerusakan sehingga proses ini akan terhambat.
Setelah seseorang meninggal, maka semua sistem pertahanan
tubuh akan hilang, bakteri yang secara normal dihambat oleh jaringan
tubuh akan segera masuk ke jaringan tubuh melalui pembuluh darah,
dimana darah merupakan media yang terbaik bagi bakteri untuk
berkembang biak. Bakteri ini menyebabkan hemolisa, pencairan bekuan
darah yang terjadi sebelum dan sesudah mati, pencairan trombus atau
emboli, perusakan jaringan-jaringan dan pembentukan gas pembusukan.
Bakteri yang sering menyebabkan destruktif ini sebagian besar berasal
dari usus dan yang paling utama adalah Cl. welchii. Bakteri ini
berkembang biak dengan cepat sekali menuju ke jaringan ikat dinding
perut yang menyebabkan perubahan warna. Perubahan warna ini terjadi
oleh karena reaksi antara H2S (gas pembusukan yang terjadi dalam usus
besar) dengan Hb menjadi Sulf-Meth-Hb. Tanda pertama pembusukan
baru dapat dilihat kira-kira 24 jam - 48 jam pasca mati berupa warna
26
-
kehijauan pada dinding abdomen bagian bawah, lebih sering pada fosa
iliaka kanan dimana isinya lebih cair, mengandung lebih banyak
bakteri dan letaknya yang lebih superfisial. Perubahan warna ini secara
bertahap akan meluas keseluruh dinding abdomen sampai ke dada dan
bau busukpun mulai tercium. Perubahan warna ini juga dapat dilihat
pada permukaan organ dalam seperti hepar, dimana hepar merupakan
organ yang langsung kontak dengan kolon transversum. Pada saat
Cl.welchii mulai tumbuh pada satu organ parenchim, maka sitoplasma
dari organ sel itu akan mengalami disintegrasi dan nukleusnya akan
dirusak sehingga sel menjadi lisis atau rhexis. Kemudian sel-sel
menjadi lepas sehingga jaringan kehilangan strukturnya12.
Bakteri ini kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan
berkembang biak didalamnya yang menyebabkan hemolisa yang
kemudian mewarnai dinding pembuluh darah dan jaringan sekitarnya.
Bakteri ini memproduksi gas-gas pembusukan yang mengisi pembuluh
darah yang menyebabkan pelebaran pembuluh darah superfisial tanpa
merusak dinding pembuluh darahnya sehingga pembuluh darah beserta
cabang-cabangnya tampak lebih jelas seperti pohon gundul
(arborescent pattern atau arborescent mark) yang sering disebut
marbling. Bakteri pembusukan ini banyak terdapat dalam intestinal dan
paru, maka gambaran marbling ini jelas terlihat pada bahu,dada bagian
atas, abdomen bagian bawah dan paha12.
Secara mikroskopis bakteri dapat dilihat menggumpal pada
rongga-rongga jaringan dimana bakteri tersebut banyak memproduksi
27
-
gelembung gas. Ukuran gelembung gas yang tadinya kecil dapat cepat
membesar menyerupai honey combed appearance. Lesi ini dapat dilihat
pertama kali pada hati . Kemudian permukaan lapisan atas epidermis
dapat dengan mudah dilepaskan dengan jaringan yang ada dibawahnya
dan ini disebut skin slippage. Skin slippage ini menyebabkan
identifikasi melalui sidik jari sulit dilakukan. Pembentukan gas yang
terjadi antara epidermis dan dermis mengakibatkan timbulnya bula-bula
yang bening, fragil, yang dapat berisi cairan coklat kemerahan yang
berbau busuk. Cairan ini kadang-kadang tidak mengisi secara penuh di
dalam bula. Bula dapat menjadi sedemikian besarnya menyerupai
pendulum yang berukuran 5 7,5 cm dan bila pecah meninggalkan
daerah yang berminyak, berkilat dan berwarna kemerahan, ini
disebabkan oleh karena pecahnya sel-sel lemak subkutan sehingga
cairan lemak keluar ke lapisan dermis oleh karena tekanan gas
pembusukan dari dalam. Selain itu epitel kulit, kuku, rambut kepala,
aksila dan pubis mudah dicabut dan dilepaskan oleh karena adanya
desintegrasi pada akar rambut12.
Selama terjadi pembentukan gas-gas pembusukan, gelembung-
gelembung udara mengisi hampir seluruh jaringan subkutan. Gas yang
terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan menyebabkan terabanya
krepitasi udara. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang
menyeluruh, dan tubuh berada dalam sikap pugilistic attitude12.
Scrotum dan penis dapat membesar dan membengkak, leher dan
muka dapat menggembung, bibir menonjol seperti frog-like-fashion,
28
-
Kedua bola mata keluar, lidah terjulur diantara dua gigi, ini
menyebabkan mayat sulit dikenali kembali oleh keluarganya.
Pembengkakan yang terjadi pada seluruh tubuh mengakibatkan berat
badan mayat yang tadinya 57 - 63 kg sebelum mati menjadi 95 - 114 kg
sesudah mati12.
Tekanan yang meningkat didalam rongga dada oleh karena gas
pembusukan yang terjadi didalam cavum abdominal menyebabkan
pengeluaran udara dan cairan pembusukan yang berasal dari trakea dan
bronkus terdorong keluar, bersama-sama dengan cairan darah yang
keluar melalui mulut dan hidung. Cairan pembusukan dapat ditemukan
di dalam rongga dada, ini harus dibedakan dengan hematotorak dan
biasanya cairan pembusukan ini tidak lebih dari 200 cc12.
Pengeluaran urine dan feses dapat terjadi oleh karena tekanan
intra abdominal yang meningkat. Pada wanita uterus dapat menjadi
prolaps dan fetus dapat lahir dari uterus yang pregnan. Pada anak-anak
adanya gas pembusukan dalam tengkorak dan otak menyebabkan
sutura-sutura kepala menjadi mudah terlepas12.
Organ-organ dalam mempunyai kecepatan pembusukan yang
berbeda-beda. Jaringan intestinal,medula adrenal dan pancreas akan
mengalami autolisis dalam beberapa jam setelah kematian. Organ-organ
dalam lain seperti hati, ginjal dan limpa merupakan organ yang cepat
mengalami pembusukan. Perubahan warna pada dinding lambung
terutama di fundus dapat dilihat dalam 24 jam pertama setelah
kematian. Difusi cairan dari kandung empedu kejaringan sekitarnya
29
-
menyebabkan perubahan warna pada jaringan sekitarnya menjadi coklat
kehijauan. Pada hati dapat dilihat gambaran honey combs appearance,
limpa menjadi sangat lunak dan mudah robek, dan otak menjadi lunak12.
Pembusukan lanjut dari organ dalam ini adalah pembentukan
granula-granula milliary atau milliary plaques yang berukuran kecil
dengan diameter 1-3 mm yang terdapat pada permukaan serosa yang
terletak pada endotelial dari tubuh seperti pleura, peritoneum,
pericardium dan endocardium12.
Golongan organ berdasarkan kecepatan pembusukannya, yaitu:
1. Early : Organ dalam yang cepat membusuk antara lain
jaringan intestinal, medula adrenal, pankreas, otak, lien, usus,
uterus gravid, uterus post partum, dan darah
2. Moderate : Organ dalam yang lambat membusuk antara lain
paru-paru, jantung, ginjal, diafragma, lambung, otot polos dan otot
lurik.
3. Late : Uterus non gravid dan prostat merupakan organ
yang lebih tahan terhadap pembusukan karena memiliki struktur
yang berbeda dengan jaringan yang lain yaitu jaringan fibrousa.12,13
Pada orang yang mengalami obesitas, lemak-lemak tubuh
terutama perirenal, omentum dan mesenterium dapat mencair menjadi
cairan kuning yang transluscent yang mengisi rongga badan diantara
organ yang dapat menyebabkan autopsi lebih sulit dilakukan12.
Disamping bakteri pembusukan insekta juga memegang peranan
penting dalam proses pembusukan sesudah mati. Beberapa jam setelah
30
-
kematian lalat akan hinggap di badan dan meletakkan telur-telurnya
pada lubang-lubang mata, hidung, mulut dan telinga. Biasanya jarang
pada daerah genitoanal. Bila ada luka ditubuh mayat lalat lebih sering
meletakkan telur-telurnya pada luka tersebut, sehingga bila ada telur
atau larva lalat didaerah genitoanal ini maka dapat dicurigai adanya
kekerasan seksual sebelum kematian. Telur-telur lalat ini akan berubah
menjadi larva dalam waktu 24 jam. Larva ini mengeluarkan enzim
proteolitik yang dapat mempercepat penghancuran jaringan pada tubuh.
Larva lalat dapat kita temukan pada mayat kira-kira 36-48 jam pasca
kematian. Berguna untuk memperkirakan saat kematian dan penyebab
kematian karena keracunan. Saat kematian dapat kita perkirakan dengan
cara mengukur panjang larva lalat. Penyebab kematian karena racun
dapat kita ketahui dengan cara mengidentifikasi racun dalam larva lalat
12,13.
Insekta tidak hanya penting dalam proses pembusukan tetapi
meraka juga memberi informasi penting yang berhubungan dengan
kematian. Insekta dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat
kematian, memberi petunjuk bahwa tubuh mayat telah dipindahkan dari
satu lokasi ke lokasi lainnya, memberi tanda pada badan bagian mana
yang mengalami trauma, dan dapat dipergunakan dalam pemeriksaan
toksikologi bila jaringan untuk specimen standart juga sudah
mengalami pembusukan12.
Aktifitas pembusukan sangat optimal pada temperatur berkisar
antara 70-100F (21,1-37,8C) aktifitas ini dihambat bila suhu berada
31
-
dibawah 50F(10C) atau pada suhu diatas 100F (lebih dari 37,8C).
Bila mayat diletakkan pada suhu hangat dan lembab maka proses
pembusukan akan berlangsung lebih cepat. Sebaliknya bila mayat
diletakkan pada suhu dingin maka proses pembusukan akan
berlangsung lebih lambat. Pada mayat yang gemuk proses pembusukan
berlangsung lebih cepat dari pada mayat yang kurus. Pembusukan
berlangsung lebih cepat karena kelebihan lemak akan menghambat
hilangnya panas tubuh dan pada mayat yang gemuk memiliki darah
yang lebih banyak, yang merupakan media yang baik untuk
perkembangbiakkan organisme pembusukan12.
Pada bayi yang baru lahir hilangnya panas tubuh yang cepat
menghambat pertumbuhan bakteri disamping pada tubuh bayi yang
baru lahir memang terdapat sedikit bakteri sehingga proses pembusukan
berlangsung lebih lambat. Proses pembusukan juga dapat dipercepat
dengan adanya septikemia yang terjadi sebelum kematian seperti
peritonitis fekalis, aborsi septik, dan infeksi paru. Disini gas
pembusukan dapat terjadi walaupun kulit masih terasa hangat.12
Secara garis besar terdapat 17 tanda pembusukan pada jenazah, yaitu 13:
1. Wajah membengkak.
2. Bibir membengkak.
3. Mata menonjol.
4. Lidah terjulur.
5. Lubang hidung keluar darah.
6. Lubang mulut keluar darah.
32
-
7. Lubang lainnya keluar isinya seperti feses (usus), isi
lambung, dan partus (gravid).
8. Badan gembung.
9. Bulla atau kulit ari terkelupas.
10. Aborescent pattern / morbling yaitu vena superfisialis kulit
berwarna kehijauan.
11. Pembuluh darah bawah kulit melebar.
12. Dinding perut pecah.
13. Skrotum atau vulva membengkak.
14. Kuku terlepas.
15. Rambut terlepas.
16. Organ dalam membusuk.
17. Larva lalat13.
Pembusukan dipengaruhi oleh beberapa faktor interinsik diatas,
selain itu juga dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik antara lain kelembaban
udara dan medium di mana mayat berada. Semakin lembab udara di
sekeliling mayat maka pembusukan lebih cepat berlangsung, sedangkan
pembusukan pada medium udara lebih cepat dibandingkan medium air
dan pembusukan pada medium air lebih cepat dibandingkan pada
medium tanah 14.
Pada keadaan tertentu tanda-tanda pembusukan tersebut tidak
dijumpai, namun yang ditemui adalah modifikasi pembusukan. Jenis-
jenis modifikasi pembusukan antara lain14.
a.Mumifikasi
33
-
Mumifikasi dapat terjadi karena proses dehidrasi jaringan
yang cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang
selanjutnya dapat menghentikan pembusukan. Proses mumufikasi
terjadi bila keadaan disekitar mayat kering, kelembaban rendah,
suhunya tinggi dan tidak ada kontaminasi dengan bakteri. Terjadinya
beberapa bulan sesudah mati dengan tanda-tanda sebagai berikut
mayat menjadi kecil, kering, mengkerut atau melisut, warna coklat
kehitaman, kulit melekat erat dengan tulang di bawahnya, tidak
berbau, dan keadaan anatominya masih utuh 14,15.
b. Saponifikasi
Saponifikasi dapat terjadi pada mayat yang berada di
dalamsuasana hangat, lembab atau basah. Terjadi karena proses
hidrolisis dari lemak menjadi asam lemak. Selanjutnya asam lemak
yang tak jenuh akan mengalami dehidrogenisasi menjadi asam lemak
jenuh dan kemudian bereaksi dengan alkali menjadi sabun yang tak
larut. Terbentuk pertama kali pada lemak superfisial bentuk bercak,
di pipi, di payudara, bokong bagian tubuh atau ekstremitas.
Terjadinya saponikasi memerlukan waktu beberapa bulan dan dapat
terjadi pada setiap jaringan tubuh yang berlemak dengan tanda-tanda
berwarna keputihan dan berbau tengik seperti minyak kelapa14,15.
VIII. Biokimiawi Darah
Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian,
sehingga analisis darah pasca mati tidak memberikan gambaran
34
-
konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut
diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan
permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi
tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam
darah bahkan sebelum kematian itu terjadi. Hingga saat ini belum
ditemkan perubahan dalam darah yang dapat digunakan untuk
memperkirakan saat mati dengan lebih tepat.3, 16
IX. Cairan serebrospinal ( CSS )
Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14% menunjukkan
kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang dari
80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar protein kurang
dari 5 mg% dan 10mg% masing-masing menunjukkan kematian belum
mencapai 10 jam dan 30 jam.3
X. Perubahan pada Lambung
Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga
tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara
makan terakhir dan saat mati. Namun, keadaan lambung dan isinya
mungkin membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya
makanan tetentu (pisang, kulit tomat, biji-bijian) dalam lambung dapat
digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal
telah makan makanan tersebut3.
XI. Reaksi Peri mortal
35
-
Pada saat terjadi kematian, di dalam tubuh masih terdapat sel dan
jaringan yang masih sempat melanjutkan beberapa aktivitas, misalnya
sel yang sedang bermitosis masih dapat menyelesaikan pembelahannya.
Tetapi kemudian segala kegiatan yang terjadi pada sel dan jaringan akan
terhenti sama sekali. Pengetahuan ini penting dalam transplantasi organ,
dengan adanya kemajuan dibidang transplantasi organ tubuh, maka
muncullah definisi mati seluler (mati molekuler) yaitu kematian organ
atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian somatis.
3
Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-
beda, sehingga kematian seluler pada tiap organ atau jaringan terjadi
secara tidak bersamaan. Sebagai contoh:
a) Susunan saraf pusat mengalami mati seluler dalam waktu 4 menit
b) Otot masih dapat dirangsang dengan listrik sampai kira-kira 2 jam
pasca mati, dan mengalami mati seluler setelah 4 jam
c) Dilatasi pupil masih dapat terjadi pada pemberian adrenalin 0,1%
atau penyuntikan sulfas atropin 1 % atau fisostigmin 0,5% akan
mengakibatkan miosis hingga 20 jam pasca mati.
d)Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam pasca mati
dengan cara penyuntikan subkutan pilokarpin 2% atau asetilkolin
20%
e) Spermatozoa masih bertahan hidup beberapa hari dalam epididimis
f) Kornea masih dapat ditransplantasikan
36
-
g) Darah masih dapat dipakai untuk transfusi sampai 6 jam pasca
mati.
Keadaan tersebut diatas pada mayat dimana masih dapat
menghasilkan gambaran intravital disebut reaksi peri mortal dan
pertamakali didiskusikan pada tahun 1963 oleh Schleyer. 3
Selama ada oksigen yang mempertahankan kehidupan seseorang.
Sel-sel dalam tubuh akan menjadi sehat, metabolisme berjalan normal
serta fungsi lokomotorik berjalan terus. Terdapatnya Oksigen juga akan
memperbaiki kerusakan sel yang disebabkan oleh organisme dan invasi
bakteri pembusukan dapat dihambat. Bila seseorang meninggal dunia
maka siklus oksigen akan terhenti , tubuh akan mengalami berbagai
perubahan jaringan yang disebut perubahan awal kematian atau tanda
kematian tidak pasti. Susunan saraf pusat akan mengalami kemunduran
dengan cepat yang akan menyebabkan perubahan pada tubuh menjadi
insensibel, reflek cahaya dan reflek kornea hilang, aliran darah, gerakan
nafas berhenti, kulit pucat dan otot mengalami relaksasi. Setelah
beberapa waktu akan timbul perubahan pasca mati yang memungkinkan
diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai
tanda pasti kematian berupa lebam mayat, kaku mayat, penurunan suhu
tubuh pembusukan, mumifikasi dan adiposera. 3
Yang dimaksud dengan reaksi peri mortal yaitu reaksi jaringan
tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama seperti reaksi jaringan
tubuh pada seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat dilakukan terhadap
mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat
37
-
menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90 120 menit pasca mati
dan mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60 90 menit pasca
mati, sedangkan trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah
kulit sampai 1 jam pasca mati. 3
XII. Pertumbuhan Rambut
Pengetahuan mengenai rata-rata tumbuh rambut muka memberi
petunjuk dalam membuat perkiraan kapan saat cukur terakhir. Sejak
rambut berhenti pertumbuhannya pada saat kematian maka panjang dari
jenggot mayat mungkin dapat menjadi pemikiran tentang lamanya
waktu antara kematian dan cukur terakhir. Gonzales dkk, pada tahun
1954 mengatakan rata-rata pertumbuhan rambut adalah 0,4mm/ hari,
sedangkan Balthazard seperti yang kutip oleh Derobert dan Le breton
tahun 1951 mengatakan rata-rata pertumbuhan rambut adalah 0,5 mm /
hari, dan menurut Glaister pada tahun 1973 adalah 13 mm / minggu,
akan tetapi pada tiap-tiap individu mempunyai perbedaan dalam rata-
rata pertumbuhan dalam area yang sama, juga variasi rata-rata dari satu
tempat ke tempat lain di muka dan juga berbeda dari satu individu ke
individu yang lain. Selain itu variasi musim atau iklim mempengaruhi
metabolisme dari tubuh itu sendiri. Pada pria rata-rata pertumbuhan
rambut pipi adalah 0,25 mm/ hari dalam bulan agustusoktober di
antartica, akan tetapi pada temperatur iklim di Lautan Pasifik dalam
bulan April adalah 0,325 mm.17
38
-
Pertumbuhan panjang jenggot diukur dengan mencukur mayat,
dan meletakkannya diantara slide dan gelas objek yang kemudian
diukur dibawah mikroskop. 80 persent dari rambut-rambut ini akan
menunjukkan panjang yang sama.
Observasi terhadap pertumbuhan rambut jenggot dalam
menentukan saat mati harus dilakukan dalam 24 jam pertama sesudah
kematian karena sesudah ini kulit akan mengkerut dan ini akan
menyebabkan rambut akan lebih menonjol diatas permukaan dalam 48
jam setelah kematian, fenomena ini yang sering dikira bahwa rambut
masih terus tumbuh setelah kematian. 17
XIII. Pertumbuhan Kuku
Pertumbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1 mm perhari
dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bia dapat
diketahui saat terakhir yang berangkutan memotong kuku.3
XIV. Kematian Seluler
Kematian seluler / kematian molekuler adalah berhentinya
aktivitas sistem jaringan, sel, dan molekuler tubuh, sehingga terjadi
kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah
kematian somatis21.
Perubahan post mortem merupakan hasil dari degradasi
jaringan yang berkaitan dengan adanya pengeluaran enzim lisosomal
proteolitik dari sel tersebut. Proses ini terjadi secara langsung setelah
kematian dan biasanya diikuti dengan kematian jaringan ataupun organ
39
-
yang disebut dengan proses autolisis. Autolisis adalah perlunakan dan
pencairan jaringan yang terjadi dalam keadaan steril melalui proses
kimia yang disebabkan oleh enzim-enzim intraseluler, sehingga organ-
organ yang kaya dengan enzim-enzim akan mengalami proses autilisis
lebih cepat daripada organ-organ yang tidak memiliki enzim, dengan
demikian pankreas akan mengalami autolisis lebih cepat dari pada
jantung. Proses autolisis ini tidak dipengaruhi oleh mikroorganisme
oleh karena itu pada mayat yang steril misalnya mayat bayi dalam
kandungan proses autolisis ini tetap terjadi. Proses auotolisis terjadi
sebagai akibat dari pengaruh enzim yang dilepaskan pasca mati. Mula-
mula yang terkena adalah nukleoprotein yang terdapat pada kromatin
dan sesudah itu sitoplasmanya, kemudian dinding sel akan mengalami
kehancuran sebagai akibatnya jaringan akan menjadi lunak dan
mencair. Autolisis yang terjadi setelah kematian di pengaruhi oleh
faktor-faktor host, yang disertai dengan adanya faktor dari luar antara
lain, bakteri.21,22.
Pada mayat yang dibekukan pelepasan enzim akan terhambat
oleh pengaruh suhu yang rendah maka proses autolisis ini akan
dihambat demikian juga pada suhu tinggi enzim-enzim yang terdapat
pada sel akan mengalami kerusakan sehingga proses ini akan
terhambat.21
Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-
beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan
tidak bersamaan, hal ini penting dalam transplantasi organ. Sebagai
40
-
gambaran dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat mengalami
mati seluler dalam empat menit, otot masih dapat dirangsang (listrik)
sampai kira-kira dua jam paska mati dan mengalami mati seluler setelah
empat jam, dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1
persen atau penyuntikan sulfas atropin 1 persen kedalam kamera okuli
anterior, pemberian pilokarpin 1 persen atau fisostigmin 0,5 persen
akan mengakibatkan miosis hingga 20 jam setelah mati. Kulit masih
dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam paska mati dengan cara
menyuntikkan subkutan pilokarpin 2 persen atau asetil kolin 20 persen,
spermatozoa masih dapat bertahan hidup beberapa hari dalam
epididimis, kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih
dapat dipakai untuk transfusi sampai enam jam pasca-mati.21
41
-
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan referat di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yakni:
1. Kematian individu dapat didefinisikan sebagai berhentinya secara
permanen fungsi berbagai organ vital yaitu paru-paru, jantung dan otak.
2. Kriteria diagnostik kematian diantaranya hilangnya respon terhadap
lingkungan, tidak ada gerakan dan postur, tidak ada reflek pupil, tidak ada
reflek kornea, tidak ada respon motorik dan saraf cranial, tidak ada reflek
menelan dan batuk, serta tidak ada reflek vestibulo-okularis dan respon
nafas spontan ketika pCO2 sudah melampaui wilayah ambang rangsangan
napas.
3. Mati suri adalah penurunan fungsi organ vital sampai taraf minimal untuk
mempertahankan kehidupan.
4. Mati somatic adalah keadaan dimana ketika fungsi ketiga organ vital
system saraf pusat, system kardiovaskuler, dan system pernafasan berhenti
secara menetap.
5. Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang irreversible
kecuali batang otak dan serebelum.
6. Mati batang otak adalah perusakan seluruh isi neuronal intracranial yang
ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum.
42
-
7. Perubahan yang terjadi setelah kematian meliputi perubahan pada kulit
muka, relaksai otot, perubahan pada mata, penurunan suhu tubuh,
timbulnya lebam dan kaku mayat, terjadinya pembusukan, perubahan
biokimia darah dab cairan serebrospinal, serta perubahan kecepatan
pengosongan lambung.
8. Di dalam prakteknya untuk memperkirakan saat kematian yang biasa
dipakai adalah dengan mengukur penurunan suhu mayat, lebam mayat,
kaku mayat, dan pembusukan. Namun, walaupun dimanfaatkan semua
sarana yang ada, penentuan saat kematain yang tepat adalah tidak mungkin
hanya untuk memperkirakan saat kematian yang mendekati ketepatan.
B. Saran
1. Mengingat referat ini hanyalah berdasarkan bahan bacaan maka
diperlukan suatu pengkajian lebih lanjut mengenai perubahan-perubahan
setelah kematian dengan suatu penelitian ilmiah.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi
perubahan-perubahan lain yang terjadi setelah kematian yang dapat
digunakan untuk memperkirakan saat terjadinya kematian.
3. Diperlukan suatu penelitian yang lebih mendalam untuk
mengetahui cara memperkirakan saat kematian yang paling mendekati
kebenaran berdasarkan perubahan-perubahan yang terjadi setelah
kematian.
43
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan, Sofwan. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman Bagi Dokter
dan Penegak Hukum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang. 47-
65.
2. http://kakumayat.blogspot.com/2008/11/tugas-kaku-mayat_3702.html
3. Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik Fakulatas
Kedokteran Universitas Indonesia.1997. Thanatologi. Halaman 25-35.
4. Dr. Bushan Kapur, Ph.D, FRSC, FACB, FCACB Department of Clinical
Pathology, Sunnybrook Health Science Center, Toronto. Division of Clinical
Pharmacology and Toxicology, The Hospital for Sick Children, Toronto, and
Department of Laboratory Medicine and Pathobiology, Faculty of Medicine,
University of Toronto. CSCC News, vol. 50, no. 2 April 2008.
5. Anonim. Harvesting Energy: Glycolysis and Cellular Respiration.
Diunduh dari http//www.Biochembull.com. diakses tanggal 31 Juli 2009
6. Al Fatih, Muhammad. Algor Mortis. Diunduh dari
http//www.KlinikIndonesia.com. diakses tanggal 31 Juli 2009.
7. http://www.freewebs.com/forensicpathology/lebammayat.htm
8. Idris, M A Dr. Saat kematian. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Bina
Rupa Aksara. 1997 : 53-77.
44
-
9. Van De Graff, K M. Muscle Tissue and The Mode of Contraction.
Schaums Outline of Human Anatomy. Mc-Graw Hill. 2001 : 51-53.
10. Dix Jay. Time Of Death and Decompotition
11.http://www.freewebs.com/dekomposisi_posmortem/dekomposisi.htm
12.www.klinikindonesia.com
13. Dahlan, Sofwan. Traumatologi, Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik
Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum. Semarang: Balai Penerbit
Universitas Diponegoro. 2004, Hal 60-62
14.http://sibermedik.files.wordpress.com/2008/10/thanatologi-prest_ppt.pdf
15.The Journal of Heredity.64:329-330.1973. Genetic Control of Blood
Biochemistry. M.P.Mi, M.N. Rashad and F.K. Koh.
16.http://www.freewebs.com/forensicpathology/pertumbuhanrambutdanperub
.htm
17.Dahlan S. Thanatologi. Ilmu Kedokteran Forensik. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang. 2007 : 47-65
18.Anonym, perkiraan saat mati diunduh dari
:http//www/forensic/kakumayat.htm Copyright 2005
19. Nishat A. Sheikh Estimation of postmortem interval according to time
course of potassium ion activity in cadaveric spasme synovial fluid. Indian
Journal of Forensic Medicine & Toxicology diunduh dari
:http//www/forensic/journals.php.htm Copyright 2005
20. Anonym, postmortem changes and time of death diunduh dari
http/www.dundee.ac.uk/forensicmedicine/notes/timedeath.
21. http://www.idwikipedia.org/wiki/Tanatologi
45
-
22. http://www.freewebs.com/dekomposisi_posmortem/dekomposisi.htm
REFERAT ILMU KEDOKTERAN FORENSIKPOST MORTEM CHANGES AND TIME OF DEATH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Dalam Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Dosen Pembimbing: dr. Sigid Kirana Lintang Bhima, Sp.F
Disusun Oleh:Eska perdini s K1A005066 FK Univ.JenderalSoedirmanAjeng destara K1A0050 FK Univ.Jenderal SoedirmanAtria prameswari p K1A0050 FK Univ.Jenderal SoedirmanPranawa SH K1A0050 FK Univ.Jenderal SoedirmanRickky Kurniawan K1A0050 FK Univ.Jenderal SoedirmanNurul Fathiya K1A005090 FK Univ.Jenderal SoedirmanRina Apriliana K1A005091 FK Univ.Jenderal Soedirman
KEPANITERAAN KLINIKBAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT DR.KARIADI SEMARANG2009
46