Jurnal Nopi Print

31
1. JUDUL Syarat – syarat judul yang baik : a) Spesifik b) Efektif, judul tidak boleh lebih dari 12 kata untuk Bahasa Indonesia dan 10 kata untuk Bahasa Inggris. c) Singkat, Menurut Day (1993), judul yang baik adalah yang menggunakan kata-kata sesedikit mungkin tetapi cukup menjelaskan isi paper. Namun, judul tidak boleh terlalu pendek sehingga menimbulkan cakupan penelitian yang terlalu luas yang menyebabkan pembaca bingung. d) Menarik e) Pembaca dapat langsung menangkap makna yang disampaikan dalam jurnal dalam sekali baca. Judul jurnal ini adalah : RANDOMISED CONTROLLED TRIAL OF TOPICAL CICLOSPORIN A IN STEROID DEPENDENT ALERGIC CONJUNCTIVITIS Kritik terhadap judul jurnal tersebut : 1) Spesifik, singkat, dan menarik, karena pembaca dapat langsung menangkap makna yang disampaikan dalam jurnal dalam sekali baca. 2) Keefektifitasan judul dilihat dari kelugasan penulisannya yaitu tidak lebih dari 10 kata. 2. NAMA PENULIS

description

jurnal stase mata

Transcript of Jurnal Nopi Print

1. JUDUL

Syarat syarat judul yang baik :

a) Spesifik

b) Efektif, judul tidak boleh lebih dari 12 kata untuk Bahasa Indonesia dan 10 kata untuk Bahasa Inggris.c) Singkat, Menurut Day (1993), judul yang baik adalah yang menggunakan kata-kata sesedikit mungkin tetapi cukup menjelaskan isi paper. Namun, judul tidak boleh terlalu pendek sehingga menimbulkan cakupan penelitian yang terlalu luas yang menyebabkan pembaca bingung.

d) Menarik

e) Pembaca dapat langsung menangkap makna yang disampaikan dalam jurnal dalam sekali baca.

Judul jurnal ini adalah :

RANDOMISED CONTROLLED TRIAL OF TOPICAL CICLOSPORIN A IN STEROID DEPENDENT ALERGIC CONJUNCTIVITIS

Kritik terhadap judul jurnal tersebut :

1) Spesifik, singkat, dan menarik, karena pembaca dapat langsung menangkap makna yang disampaikan dalam jurnal dalam sekali baca.

2) Keefektifitasan judul dilihat dari kelugasan penulisannya yaitu tidak lebih dari 10 kata.

2. NAMA PENULIS

Syarat syarat penulisan nama penulis jurnal :

a. Tanpa gelar akademik/ professional

b. Jika lebih dari 3 orang boleh yang dicantumkan hanya penulis utama, dilengkapi dengan dkk ; nama penulis lain dimuat di catatan kaki atau catatan akhir

c. Ditulis alamat dari penulis berupa email dari peneliti

d. Tercantum nama lembaga tempat peneliti bekerja

e. Jika penulisan paper dalam tim, penulisan nama diurutkan sesuai kontibusi penulis. Penulis Utama : Penggagas, Pencetus Ide, Perencana & penanggung jawab utama kegiatan. Penulis kedua : Kontributor kedua, dst.

Penulis jurnal ini adalah :M Daniell, M Constantinou, H T Vu, H R Taylor

Correspondence to: Dr Mark Daniell, Centre for Eye Research Australia, University of Melbourne, Corneal Clinic, Royal Victorian Eye and Ear Hospital, Locked Bag 8, East Melbourne 8002, Australia; [email protected]

Kritik terhadap penulisan penulis jurnal :

1) Tepat karena penulis tidak mencantumkan gelar peneliti

2) Disertai lembaga dan alamat peneliti

3. ABSTRAK

Abstrak merupakan ringkasan suatu paper yang mengandung semua informasi yang diperlukan pembaca untuk menyimpulkan apa tujuan dari penelitian yang dilakukan, bagaimana metode/pelaksanaan penelitian yang dilakukan, apa hasil-hasil yang diperoleh dan apa signifikansi/nilai manfaat serta kesimpulan dari penelitian tersebut.

Abstrak yang baik harus mencakup tentang permasalahan, objek penelitian, tujuan dan lingkup penelitian, pemecahan masalah, metode penelitian, hasil utama, serta kesimpulan yang dicapai.

Selain judul, umumnya pembaca jurnal-jurnal ilmiah hanya membaca abstrak saja dari paper-paper yang dipublikasi dan hanya membaca secara utuh paper-paper yang paling menarik bagi mereka. Berdasarkan penelitian abstrak dibaca 10 sampai 500 kali lebih sering daripada papernya sendiri.

Cara penulisannya : Tersusun tidak lebih dari 200 250 kata. Namun ada pula yang membatasi abstraknya tidak boleh lebih dari 300 kata. Karena itu untuk penulisan abstrak cermati ketentuan yang diminta redaksi.

Ditulis dalam Bahasa Indonesia & Inggris. Diawali Bahasa Inggris jika penulisan keseluruhan tubuh paper dalam Bahasa Inggris, dan diawali Bahasa Indonesia jika penulisan keseluruhan tubuh paper dalam Bahasa Indonesia.

Berdiri sendiri satu alinea (ada juga yang menentukan bisa lebih dari satu alinea).

Untuk jenis paper hasil penelitian: Penulisan abtraknya tanpa tabel, tanpa rumus, tanpa gambar, dan tanpa acuan pustaka. Jadi tidak boleh mengutip pendapat orang lain, harus menggunakan data-data dan hasil penelitian serta argumen yang didapat dari penelitian sendiri.

Untuk jenis paper hasil review : Penulisan abstraknya boleh mengutip hasil penelitian orang lain dari acuan pustaka/ sumber yang diacu.

Di bawah abstrak ditulis kata kunci, paling sedikit terdiri dari tiga kata yang relevan dan paling mewakili isi karya tulis. Demikian juga di bawah abstract ditulis paling sedikit tiga key words yang sesuai dengan kata kunci pada abstrak (Bahasa Indonesia). Kata kunci, tidak selalu terdiri 3 kata, ada juga yang menentukan kata kunci ditulis dalam 4-6 kata (tergantung redaksi, jadi perhatikan ketentuan yang diminta).

Pada jurnal ini abstraknya adalah :

Aim: To evaluate the efficacy, safety, and therapeutic effect of topical ciclosporin A 0.05% as a steroid sparing agent in steroid dependent allergic conjunctivitis.

Methods: Prospective, randomised, double masked, placebo controlled trial comparing signs, symptoms, and the ability to reduce or stop concurrent steroid in steroid dependent atopic keratoconjunctivitis and vernal keratoconjunctivitis using 0.05% topical ciclosporin A compared to placebo. Steroid drop usage per week (drug score), symptoms, and clinical signs scores were the main outcome measures.

Results: The study included an enrolment of 40 patients, 18 with atopic keratoconjunctivitis and 22 with vernal keratoconjunctivitis. There was no statistical significant difference in drug score, symptoms, or clinical signs scores between the placebo and ciclosporin group at the end of the treatment period. No adverse reactions to any of the study formulations were encountered.

Conclusions: Topical ciclosporin A 0.05% was not shown to be of any benefit over placebo as a steroid sparing agent in steroid dependent allergic eye disease.

Kritik terhadap penulisan abstrak jurnal :

1) Cara penulisan :

a. Tersusun tidak lebih dari 200 250 kata.

b. Sudah dijelaskan secara gamblang tentang tujuan, metode yang dipakai, hasil dari penelitian serta kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebutc. Penulisan abtraknya tanpa tabel, tanpa rumus, tanpa gambar, dan tanpa acuan pustaka. Tidak mengutip pendapat orang lain, menggunakan data-data dan hasil penelitian serta argumen yang didapat dari penelitian sendiri.

d. Tidak dicantumkan keyword/kata kunci 2) Isi Abstrak :

Secara garis besar, isi abstrak belum cukup baik karena tidak mencakup mencakup keseluruhan tentang permasalahan, metode dan objek penelitian, dan lingkup penelitian. Abstrak pada jurnal penelitian ini hanya mencantumkan tujuan penelitian, hasil utama, serta kesimpulan yang dicapai.

a. Tujuan :To evaluate the efficacy, safety, and therapeutic effect of topical ciclosporin A 0.05% as a steroid sparing agent in steroid dependent allergic conjunctivitis.Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efikasi, keamanan, dan efek terapi topikal ciclosporin A 0,05 % sebagai steroid sparing agen pada konjungtivitis alergi akibat ketergantungan steroid.

b. Metode:

Prospective, randomised, double masked, placebo controlled trial comparing signs, symptoms, and the ability to reduce or stop concurrent steroid in steroid dependent atopic keratoconjunctivitis and vernal keratoconjunctivitis using 0.05% topical ciclosporin A compared to placebo. Steroid drop usage per week (drug score), symptoms, and clinical signs scores were the main outcome measures.

Calon, dipilih secara acak, double bertopeng, membandingkan kontrol dengan placebo, gejala, dan kemampuan untuk mengurangi atau menghentikan bersamaan steroid dalam keratoconjunctivitis atopik karena tergantung steroid dan keratoconjunctivitis vernal menggunakan 0,05% topikal ciclosporin A dibandingkan dengan plasebo. Penurunan penggunaan Steroid per Minggu (obat skor), gejala, dan tanda-tanda klinis skor adalah ukuran hasil utama.c. Hasil :The study included an enrolment of 40 patients, 18 with atopic keratoconjunctivitis and 22 with vernal keratoconjunctivitis. There was no statistical significant difference in drug score, symptoms, or clinical signs scores between the placebo and ciclosporin group at the end of the treatment period. No adverse reactions to any of the study formulations were encountered.Studi ini meliputi dari 40 pasien, 18 pasien dengan keratoconjunctivitis atopik dan 22 pasien dengan vernal keratoconjunctivitis. Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam skor obat, gejala, atau tanda klinis skor antara plasebo dan kelompok ciclosporin pada akhir masa pengobatan. Tidak ada reaksi negatif yang muncul terhadap salah satu formulasi penelitian.

d. Kesimpulan :Topical ciclosporin A 0.05% was not shown to be of any benefit over placebo as a steroid sparing agent in steroid dependent allergic eye disease.

Topikal ciclosporin 0,05% tidak terbukti memberikan manfaat yang bermakna dengan plasebo sebagai steroid sparing agen pada konjungtivitis alergi akibat ketergantungan steroid.

4. INTRODUKSIBagian ini mengandung isi sebagai pengantar yang berisi justifikasi penelitian, hipotesis dan tujuan penelitian. Jika artikel berupa tinjauan pustaka, maka pendahuluan berisi latar belakang yang memuat tentang pentingnya permasalahan tersebut diangkat, hipotesis (jika ada) dan tujuan penulisan artikel. Pada bagian ini pustaka hanya dibatasi pada hal-hal yang paling penting. Perlu diperhatikan metode penulisan pustaka rujukan sesuai dengan contoh artikel atau ketentuan dalam Instruction for authors. Jumlah kata dalam bagian ini juga kadang dibatasi jumlah katanya. Ada juga jurnal yang membatasi jumlah referensi yang dapat disitir pada pendahuluan, tidak lebih dari tiga pustaka. Tidak dibenarkan membahas secara luas pustaka yang relevan pada pendahuluan.

Pada jurnal ini introduksinya adalah :

Allergic eye disease is a common debilitating ocular surface disease that is highly variable in severity and duration. Milder disease is more common and does not affect the cornea, but the most serious forms of ocular allergic diseaseatopic keratoconjunctivitis (AKC) and vernal keratoconjunctivitis (VKC)may involve the cornea and can be sight threatening.13 Treatment is directed towards the allergic response with antihistamines and mast cell stabilizers are the mainstay of therapy. Severe or resistant diseases are well recognised and steroids are frequently required. Steroids can be highly effective, but may cause unwanted elevation of intraocular pressure in steroid responders and increase the

risk of corneal infection through local immunosuppression. In addition, induction of cataract and delayed wound healing can be problematic.

Ciclosporin A is a non-steroidal immunomodulator that inhibits antigen dependent T cell activation. Ciclosporin also has a direct inhibitory effect on eosinophil and mast cell

activation and release of mediators, which is likely to be important in allergic inflammation.47 Topical ciclosporin has been used in several formulations in an effort to reduce steroid dependence. A placebo controlled trial using topical ciclosporin 2% in maize oil showed it to be an effective and safe steroid sparing agent, but its use was limited by frequent intense stinging in the patients.8 In a large series of patients with AKC, significant keratopathy developed in two thirds of patients managed with the usual regimen of oral antihistamines, topical mast cell stabilisers, and topical steroids. A randomised controlled trial (RCT) using a novel emulsion of ciclosporin A 0.05% in topical steroid resistant AKC, showed a much better tolerated treatment that had some effect in alleviating signs and symptoms of AKC.3 We undertook a prospective randomized double masked study to assess, the therapeutic effect of topical ciclosporin 0.05% as a steroid sparing agent in steroid dependent allergic conjunctivitis.Kritik terhadap introduksi pada jurnal ini :

a) Permasalahan

In a recent study2 it was shown that 25% or more of chalazions resolve spontaneously, but the rest are unlikely to disappear without intervention. The standard treatment of these lesions is by incision and curettage, which, though a minor procedure, often causes discomfort and some distress to the patient. It usually necessitates wearing a pad and bandage afterwards, which means that the patient should not drive. Pada jurnal tergambar permasalahan yang ingin dipecahkan oleh peneliti yaitu pengobatan standard pada chalzion saat ini adalah dengan cara incisi dan kuretase yang sering menyebabkan ketidaknyamanan dan tekanan tersendiri pada pasien, yang mana mengharuskan pasien menggunakan perban dan plester sehingga pasien tidak dapat pergi kemana-mana.

b) Hipotesis

Pada jurnal ini tidak dijelaskan hipotesis penelitian yang digunakan.c) Tujuan

The aim of the trial was to determine whether injecting chalazions with triamcinolone acetonide is an effective form of treatment, as well as quick and convenient. Peneliti ingin melihat menentukan apakah injeksi triamsinolon asetonid pada chalazion merupakan terapi yang efektif, serta cepat dan nyaman.5. PATIENTS AND METHODS

Pada jurnal ini, metode dan subjek penelitiannya adalah :

A total of 112 adult patients were assigned alternately as they presented for either injection oftheir chalazion with triamcinolone acetonide or incision and curettage. No chalazions were excluded from the trial regardless of the length of time present, position, size, presence of inflammation, or consistency. At the initial and each subsequent visit the patient was photographed and the intraocular pressure measured. Each patient was seen one week after whichever procedure had been performed and again at two weeks. If after two weeks there was no significant improvement in the lesion, the previous procedure was repeated and the patient again followed up at weekly intervals. If the lesion had resolved at the two-week stage, the patient was given a further follow-up appointment for one month and, if all was well at this stage, was discharged. If a lesion failed to respond to a repeat procedure, it was then treated with the alternative procedure. All the chalazions eventually settled after this regimen.TECHNIQUE OF INJECTION

The conjunctiva was anaesthetised with a drop of oxybuprocaine (Benoxinate). The injection was given with a 1 ml tuberculin syringe with a 25 gauge needle. The eyelid with the lesion was everted without the use of a clamp, and the needle passed transconjunctivally into the chalazion in such a way that inadvertent perforation of the globe could not occur, even if the needle was passed too deeply (Fig. 1). 0-02 to 0.2 ml of a 10 mg/ml suspension of triamcinolone acetonide was injected, the amount depending on the size of the chalazion and the resistance felt on the syringe plunger. The eye was not padded after the procedure.Kritik terhadap metode dan penentuan subjek penelitian pada jurnal ini :

1. Desain :

Pada penelitian ini tidak dijelaskan metode penelitian yang digunakan. Jurnal penelitian terapi yang baik adalah yang menggunakan metode randomized clinical trial.

2. Populasi dan Sample Penelitian

Pada jurnal ini, subyek penelitian tidak diketahui secara demografi sosial dan secara klinis, sehingga tidak dapat membandingkan dengan situasi tempat pembaca berada. Tidak terdapat kelompok kontrol, sehingga tidak dapat dibandingkan kelompok perlakuan yang telah mendapatkan terapi dengan kelompok control yang tidak mendapatkan terapi seperti pada penelitian.3. Perlakuan

Pada jurnal ini, perlakuan sudah dijelaskan dengan terperinci agar dapat direplikasi.

Perlakuan mempunyai arti biologis dan klinis.

Perlakuan tersedia dan dapat diterima penderita.

Peneliti tidak menjelaskan bagaimana cara menghindari kontaminasi atau co-intervensi.6. RESULT

Berisi interpretasi dari hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang dikaitkan dengan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan terhadap objek kajian yang sama sebelumnya.

Berisi kesimpulan dan saran dari isi yang dikandung dalam tulisan. Pada bagian ini ungkapkan esensi dan arti penting dari hasil penelitian tanpa mengulangi apa yang telah diungkapkan dalam bagian diskusi. Kesimpulan ini adalah kesimpulan menyeluruh hasil penelitian dan bukan kesimpulan dari bagian-bagian peneitian ataupun percobaan.Pada jurnal ini, resultnya adalah :

There was a high drop-out rate with 43 patients (38%) failing to keep their follow-up appointments, and these have been excluded from the study. The dropout rate was approximately equal in both groups of patients and could have been because their lesions resolved satisfactorily.

Of the 39 injected cases 77% (30 cases) resolved completely, though 54% (21 cases) required a second injection. Of the 30 cases treated with incision and curettage 90% (27 cases) resolved with 27% (8 cases) requiring a second procedure.There were no cutaneous complications in the injected group, and in no case did the intraocular pressure rise in the six-week follow-up period. The majority of injected chalazions had resolved within three weeks, and an example is shown in Fig. 2.Kritik terhadap result pada jurnal ini :

Hasil penelitian tidak disajikan dalam bentuk table atau grafik, sehingga pembaca sulit menginterpretasikan hasil.

Hasil penelitian tidak dilakukan analisa statistik, sehingga kemaknaan dari penelitian ini tidak dapat digunakan sebagai acuan.

7. DISCUSSIONPada jurnal ini, diskusinya adalah :

Triamcinolone acetonide (Adcortyl) is an aqueous corticosteroid suspension (10 mg/ml) with benzyl alcohol, sodium chloride, sodium carboxymethylcellulose and polysorbate 80. It is used for intraarticular injection of inflamed joints in conditions such as rheumatoid arthritis and for intradermal injection in conditions including acne cysts, psoriatic plaques, lichen planus, and alopecia.3-5Two previous trials of injection of chalazions have been reported.6,7 The only complication reported was a yellow deposit in the skin of a black patient. However, in this case the injection had been transcutaneous. Temporary atrophy of skin in the region of intradermal steroid injections is a recognized problem, though it did not occur in the two previously mentioned trials. Furthermore a transconjunctival approach lessens the risk of inadvertent intradermal injection when treating a chalazion.The advantages of injection over incision and curettage are that it is quicker, requires no special instruments, is less painful than injection of local anaesthetic, and does not require dressing (so that patients can drive immediately afterwards). No complications occurred in the trial.A disadvantage is that roughly half the cases (54%) treated in this way may require a second injection for prompt resolution of the chalazion. However, this percentage is probably less than indicated, as in this trial drop-outs were not included as definite successes, though it is likely that in the great majority of these cases the lesion had resolved. Furthermore as the procedure is so quick, there is less total time spent giving two injections than in doing an incision and curettage. In a small proportion of cases incision and curettage will be necessary after failure of two injections to effect a satisfactory resolution.Kritik terhadap diskusi pada jurnal ini :

Diskusi pada jurnal ini tidak menampilkan perbandingan hasil penelitian dengan penelitian yang dilakukan oleh orang lain.

8. SUMMARY

Pada jurnal ini, kesimpulannya adalah :

Injection of chalazions with triamcinolone acetonide is a quick, safe, and reasonably effective form of treatment. It is now used as the treatment of first choice for patients with chalazions referred to the Eye Casualty Department at Leicester Royal Infirmary.Kritik terhadap diskusi pada jurnal ini :

Kesimpulan jurnal ini sudah tepat sesuai tujuan dan target penelitian.

9. REFERENCES

Pada jurnal ini, referensinya adalah :

1. Rubin ML, Milder B. Thefine art of prescribing glasses. Florida: Triad, 1979: 98.

2. Cottrell DG, Bosanquet RC, Fawcett IM. Chalazions: the frequency of spontaneous resolution. Br Med J 1983; 287: 1595.

3. Moschella SL, Pillsbury DM, Hurley HA. Dermatology. Philadelphia: Saunders, 1975: 1134.

4. Plewig G, Kligman A. Acne, morphogenesis and treatment. New York: Springer, 1975: 294.

5. Fitzpatrick TB, Arndt KA, Clark WH, Eisen AZ, Van Scott EJ, Vaughn JA. Dermatology in general medicine. New York: McGraw-Hill, 1971: 364.

6. Pizzareilo LD, Jakobiec FA, Hofeldt AJ, Podolsky MM, Silvers DN. Intralesional corticosteroid therapy of chalazia. Am J Ophthalmol 1978; 85: 818-21.

7. Dua H, Wilawar DV. Nonsurgical therapy of chalazion. Am J Ophthalmol 1982; 94: 424-5.Kritik terhadap diskusi pada jurnal ini :

Literatur yang digunakan sudah tepat

Semua bahan acuan dalam bentuk jurnal, buku ataupun naskah ilmiah yang digunakan sebagai referensi/acuan ditulis pada bagian ini. Reference yang dirujuk haruslah yang benar-benar mempunyai kontribusi nyata dalam penelitian tersebut.Randomised controlled trial of topical ciclosporin A in

steroid dependent allergic conjunctivitis

Tujuan: Untuk mengevaluasi efikasi, keamanan, dan efek terapi topikal% ciclosporin A 0,05 sebagai steroid sparing agen di konjungtivitis alergi steroid dependent.

Metode: Calon, acak, double bertopeng, placebo controlled trial membandingkan tanda-tanda, gejala, dan kemampuan untuk mengurangi atau menghentikan bersamaan steroid dalam keratoconjunctivitis atopik steroid tergantung dan keratoconjunctivitis vernal menggunakan 0,05% topikal ciclosporin A dibandingkan dengan plasebo. Steroid penurunan penggunaan per Minggu (obat skor), gejala, dan tanda-tanda klinis skor adalah ukuran hasil utama.

Hasil: Studi ini termasuk pendaftaran dari 40 pasien, 18 dengan keratoconjunctivitis atopik dan 22 dengan vernal keratoconjunctivitis. Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik dalam skor obat, gejala, atau tanda klinis skor antara plasebo dan kelompok ciclosporin pada akhir masa pengobatan. Tidak reaksi negatif terhadap salah satu formulasi penelitian yang muncul.

Kesimpulan: Sebuah topikal ciclosporin% 0,05 tidak terbukti adanya manfaat lebih dari plasebo sebagai steroid sparing agen di penyakit mata steroid dependent alergi.

Penyakit mata alergi okular adalah melemahkan umum Permukaan penyakit yang sangat bervariasi dalam keparahan dan durasi. Penyakit ringan yang lebih umum dan tidak mempengaruhi kornea, namun bentuk yang paling serius okular alergi penyakit atopik keratoconjunctivitis (AKC) dan keratoconjunctivitis vernal (VKC)-mungkin melibatkan kornea dan dapat pandangan threatening.1-3 Pengobatan diarahkan pada alergi respon dengan antihistamin dan stabilisator sel mast adalah andalan terapi. Penyakit berat atau resisten yang dikenal dengan baik dan steroid sering diperlukan. Steroid dapat sangat efektif, tetapi dapat menyebabkan elevasi yang tidak diinginkan intraokular tekanan responden steroid dan meningkatkan risiko infeksi kornea melalui imunosupresi lokal. Selain itu, induksi penyembuhan luka katarak dan tertunda bisa menimbulkan masalah. Ciclosporin A adalah imunomodulator non-steroid yang menghambat aktivasi sel T antigen tergantung. Ciclosporin juga memiliki efek penghambatan langsung pada sel mast dan eosinofil aktivasi dan pelepasan mediator, yang mungkin penting dalam alergi inflammation.4-7 Ciclosporin topikal telah digunakan dalam formulasi beberapa upaya untuk mengurangi ketergantungan steroid. Sebuah plasebo terkontrol percobaan menggunakan topikal ciclosporin 2% dalam minyak jagung menunjukkan untuk menjadi agen sparing yang efektif dan aman steroid, namun penggunaannya adalah dibatasi oleh menyengat intens sering di patients.8 Dalam besar serangkaian pasien dengan AKC, keratopati signifikan dikembangkan dalam dua pertiga pasien dikelola dengan biasa rejimen antihistamin oral, topikal stabilisator sel mast, dan topikal steroids.9 Sebuah uji coba terkontrol secara acak (RCT) menggunakan emulsi novel ciclosporin A% 0,05 di topical AKC tahan steroid, menunjukkan jauh lebih baik ditoleransi pengobatan yang memiliki beberapa efek dalam mengurangi tanda-tanda dan gejala AKC.3 Kami melakukan acak prospektif ganda bertopeng studi untuk menilai, efek terapeutik topikal ciclosporin 0,05% sebagai agen hemat steroid pada steroid tergantung alergi konjungtivitis.

BAHAN DAN METODE

Studi desain

Ini adalah ganda calon bertopeng, RCT, membandingkan tanda-tanda, gejala, dan kemampuan untuk mengurangi atau berhenti bersamaan steroid dalam AKC tergantung steroid atau VKC menggunakan 0,05% topikal ciclosporin A dibandingkan dengan plasebo.PasienPenelitian manusia etika komite dari Victoria Ulasan Royal Mata dan Telinga Rumah Sakit menyetujui protokol penelitian.Pasien baik seks dengan AKC tergantung steroid atau VKC, yang bersedia untuk mematuhi protokol dan yang disediakan informed consent, direkrut dari Victoria Ulasan Royal Mata dan Telinga klinik Rumah Sakit kornea.Ditulis informasi persetujuan diperoleh dari semua pasien sebelum inisiasi dari setiap obat studi atau prosedur studi terkait. Pasien dikeluarkan dari penelitian jika mereka di mana menggunakan sistemik steroid atau obat imunosupresif atau non-steroid anti-inflamasi atau obat telah dikaitkan okularinfeksi atau penyakit mata seperti kornea coexisting penyakit, glaukoma, dan atrofi optik.Jika pasien menggunakan topikal atau sistemik ciclosporin, obat ini dihentikan 2 minggu sebelum dimulainya persidangan. Kriteria eksklusi lainnya termasuk sejarah periocular suntikan steroid dalam jangka waktu 6 bulan, okular operasi dalam 6 bulan sebelumnya, dan menggunakan mata steroid tetes untuk alasan lain selain penyakit alergi (yaitu, uveitis) Ibu hamil atau menyusui juga dikecualikan.Pasien bisa dihentikan sebelum penyelesaian studikarena efek samping, pelanggaran protokol, kurangnya efektivitas, atau alasan pribadi.Studi protokolPasien secara acak berdasarkan yang telah ditetapkan pengacakan daftar yang dihasilkan oleh komputer untuk menerima baik 0,05% topikal ciclosporin A (Restasis, alergen, Irvine, CA, USA) atau plasebo (kendaraan).Coding Alokasi itu diungkapkan sampai semua pasien telah menyelesaikan studi.Kedua pasien dan dokter yang bertopeng dengan identitas tetes digunakan untuk masa sidang tersebut.Botol dosis unit identik digunakan untuk memegang perawatan studi.

Selama fase pengobatan, semua pasien diperintahkan untuk menanamkan satu tetes obat studi (0,05% ciclosporin A atau tetes mata plasebo) empat kali sehari untuk kedua mata, di

Selain pengobatan yang biasa mereka. Respon klinis digunakan untuk mengurangi dan menghentikan steroid topikal bila memungkinkan. Selama fase perawatan, pasien kembali untuk evaluasi setelah 1 minggu, 1, 2, dan 3 bulan pengobatan.

Hasil tindakan

Parameter yang digunakan untuk menilai hasil pengobatan termasuk gejala, tanda, dan pengurangan atau penghentian steroid. Gejala gatal, kemerahan, merobek, nyeri (pembakaran, ketidaknyamanan, sensasi benda asing) debit, dan fotofobia yang dinilai dan dicatat pada setiap kunjungan oleh dokter pada mempertanyakan. Tanda-tanda klinis yang dinilai oleh dokter untuk tutup (ptosis, tutup dermatitis kulit, tutup penebalan marjin, tutup marjin penebalan, distorsi tutup marjin, dan tutup marjin hiperemi) untuk konjungtiva (hiperemi dan edema untuk conjunctiva bulbar, hiperemi, infiltrasi dan papilla untuk konjungtiva inferior, dan konjungtiva subepitel jaringan parut, cicatrisation, hiperemi, infiltrasi, dan papilla untuk konjungtiva tarsal superior) dan kornea (air mata Film defisiensi, penyakit epitel, opacity, stroma menipis, neovascularisation, deposisi lipid). Tetes steroid topikal yang dimodulasi sesuai dengan klinis respon. Penurunan penggunaan steroid per minggu dihitung sebagai obat'' skor. Tunjangan'' dibuat untuk relative potensi yang berbeda persiapan steroid topikal dengan menggunakan perkalian faktor (yaitu, jumlah tetes per minggu dikalikan dengan lima untuk prednisolon 1% asetat, oleh empat untuk deksametason 0,1%, dengan tiga untuk fluoromethalone 0,1%, dengan dua untuk prednisolon 0,3% fosfat, dan oleh satu untuk prednisolon fosfat 0,1%).

Metode statistik

Semua analisa statistik dilakukan dengan statistic Analisis Sistem (SAS versi 9.1 untuk windows, SAS Institute, Cary, NY, USA). Skor yang diperoleh secara terpisah untuk gejala, tanda, dan penggunaan obat steroid. Kami menggunakan t tes untuk membandingkan antara plasebo dan kelompok perlakuan skor pada suatu titik waktu tertentu atau pengurangan nilai dari awal ke titik akhir waktu. Kita perlu menggunakan tes t, karena jumlah pengamatan dalam kelompok masing-masing kurang dari 25. Kami juga dianggap hasil biner yang indikator adanya gejala atau skor, dan digunakan regresi logistik untuk membandingkan antara perlakuan atau plasebo kelompok proporsi kehadiran gejala atau mendaftar pada suatu titik waktu. Untuk menguji perubahan dari waktu ke waktu untuk suatu hasil kami menggunakan model linier umum dengan ditukar bekerja korelasi yang memungkinkan ketergantungan antara pengamatan dari patient.10 sama The umum Model linier digunakan dengan distribusi normal dan log link untuk obat, gejala, dan tanda nilai, dan umum model dengan distribusi binomial dan link log untuk hasil biner.Link log untuk skor menunjukkan bahwa skor menurun secara eksponensial dengan waktu. Sebuah tes dengan p nilai kurang dari 0,05 dianggap signifikan.

HASILDari 40 pasien dengan penyakit mata steroid tergantung alergi 20 pasien ditugaskan untuk menerima ciclosporin topikal 0,05% A dan 20 untuk menerima plasebo.Lima pasien dihentikandari penelitian.Dari lima yang dihentikan, tiga berada di kelompok perlakuan CSA (ada yang mangkir setelah pendaftaran dan dua mengundurkan diri karena alasan pribadi) dan duaini berada di kelompok plasebo (satu ditemukan tidak memenuhi kriteria penelitian setelah pengacakan dan satu mengundurkan diri untuk alasan pribadi).Dengan demikian, untuk deskripsi dan analisis 35 pasien digunakan (17 pada kelompok perlakuan dan 18 di kelompok plasebo) (gambar 1).Pada saat pendaftaran 15 pasien didiagnosis dengan AKC tergantung steroid (delapan pasien dalam kelompok perlakuan) dan 20 pasien dengan steroid tergantung VKC (sembilan pada kelompok perlakuan).Tidak merugikan reaksi terhadap salah satu formulasi penelitian yang muncul. Dari 17 pasien dalam kelompok pengobatan CSA, 15 (88%) adalah laki-laki dan usia mereka berarti pada presentasi adalah 26,2 tahun (SD18).Dari 18 pasien pada kelompok plasebo, 13 (72%) adalah laki-lakidan usia rata-rata pada presentasi adalah 26,2 tahun (SD 16,3).

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dalam hal jenis kelamin atau usia.

Yang awal mingguan penurunan skor penggunaan steroid adalah 99,3 (SD 45,1) pada kelompok plasebo, dan 66,5 (SD 45,9) untuk PPBB kelompok perlakuan (gambar 2). Ada sedikit signifikan

Perbedaan antara kedua kelompok di awal mingguan penurunan penggunaan steroid nilai (p = 0,05). Penurunan steroid akhir skor penggunaan adalah 39,9 (SD 45,8) untuk kelompok plasebo, dan 42 (SD 44,7) untuk kelompok perlakuan. Namun, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam skor penurunan penggunaan akhir steroid antara kedua kelompok (p = 0,9). Juga penurunan penurunan nilai penggunaan steroid pada kelompok plasebo tidak berbeda secara bermakna pada kelompok perlakuan (P = 0,6). The skor gejala awal adalah 5,9 (SD 4.3) untuk placebo kelompok, dan 6,1 (SD 4,0) untuk kelompok perlakuan sedangkan Skor akhir adalah 2,1 (SD 2.9) untuk kelompok plasebo dan 2,8 (SD 3.1) untuk kelompok perlakuan (gambar 3). Tidak ada yang signifikan Perbedaan baik dalam skor gejala awal (p = 0,9) atau akhir gejala skor (p = 0,5). Namun, ada yang signifikan pengurangan dari waktu ke waktu dalam gatal (p = 0,04), dan kemerahan (P = 0,01) untuk kelompok perlakuan CSA. Kelompok placebo juga mengalami pengurangan yang signifikan dari waktu ke waktu dalam kemerahan (P = 0,01) dan debit putih (p = 0,01). Semua yang lain gejala tidak mencapai signifikansi statistik dari perubahan dari waktu ke waktu baik dalam plasebo atau kelompok perlakuan CSA. Akhirnya, tidak ada perbedaan yang signifikan antara plasebo dan kelompok perlakuan dalam skor tanda awal klinis (P = 0,7) atau skor klinis akhir (p = 0,6) (gambar 4). Untuk tanda-tanda khusus, pasien dalam kelompok perlakuan menunjukkan signifikan peningkatan yang lebih besar dari waktu ke waktu dalam marjin tutupnya penebalan (p = 0,02), konjungtiva inferior dan superior hiperemi (p = 0,01 dan p = 0,01 masing-masing), lebih rendah konjungtiva papila (p = 0,03), dan film air mata kornea defisiensi (p = 0,05). Kelompok plasebo menunjukkan signifikan pengurangan dari waktu ke waktu di bulbar konjungtiva hiperemi (P = 0,02). Tanda-tanda lain tidak mencapai signifikansi statistic perubahan dari waktu ke waktu di salah satu kelompok.

PEMBAHASAN

Hasil dari uji coba kami gagal menunjukkan efek yang menguntungkan dari penambahan% topikal ciclosporin 0,05 di tergantung steroid penyakit mata alergi. Dalam berbagai parameter termasuk gejala skor, skor tanda, dan skor obat, tidak ada signifikan secara statistik perbedaan antara pengobatan dan kelompok plasebo selama periode yang diteliti.

Populasi penelitian kami termasuk pasien dengan steroid AKC tergantung dan VKC dan meneliti efek topical ciclosporin A (0,05%) pada gejala dan tanda-tanda atau steroid sparing efek. Itu bertopeng, acak, dan calon dan menggunakan kendaraan sebagai kontrol plasebo. Meskipun ada perbedaan dalam skor komposit obat antara kelompok-kelompok di baseline, parameter dasar lainnya yang setara. Tidak perbedaan yang signifikan dalam pengurangan steroid tercatat atas masa studi. Instruksi percobaan adalah menggunakan klinis respon untuk membimbing pengurangan tetes steroid topikal dan mengurangi mungkin. Keputusan individu untuk mengurangi steroid dibuat oleh dokter yang merawat. The skor gejala yang digunakan adalah alat divalidasi dengan baik dan yang sejenis dengan yang digunakan dalam sebelumnya studies.3 8 Demikian pula, tanda-tanda skor telah digunakan previously.3 8 Selain primer analisis menggunakan skor agregat kami juga memeriksa setiap fitur individual dan tidak menemukan statistik signifikan pola.

Sebuah hasil negatif dari penelitian ini sangat kontras dengan baru-baru ini multisenter percobaan menggunakan persiapan yang sama seperti dalam penelitian kami. Topical ciclosporin Sebuah% 0,05 dalam emulsi baru (Restasis) di 22 pasien dengan pengobatan tahan api untuk steroid AKC, menunjukkan beberapa efek menguntungkan pada gejala dikumpulkan dan skor tanda-tanda selama masa pengobatan tanpa effects.3 merugikan Namun, persidangan bahwa dibandingkan dengan plasebo ciclosporin (buatan air mata) non-kendaraan dan dibatasi oleh ukuran sampel yang kecil (22 pasien) dan durasi yang relatif singkat. Penggunaan steroid adalah dipertahankan pada pra-pendaftaran tingkat. Dalam RCT prospektif kecil dalam kelompok pasien yang sama, studi oleh Hingorani et al digunakan topikal ciclosporin A% 2 di jagung minyak, yang telah diproduksi di apotek di Moorfields Rumah Sakit. Dua puluh satu pasien dengan steroid AKC bergantung dipelajari dan ciclosporin ditunjukkan memiliki efek yang lebih besar steroid hemat dibandingkan kendaraan meskipun pada biaya toleransi pasien miskin adjunctive therapy.8

Dengan 40 pasien, penelitian kami memiliki kekuatan studi 80% menjadi mendeteksi perbedaan 0,45 dalam proporsi pasien menghentikan steroid dalam kelompok baik. Untuk mendeteksi perbedaan kecil dari 0,20, kita akan membutuhkan 82 pasien dalam setiap kelompok. Kurangnya respon dalam penelitian ini mungkin menunjukkan bahwa ada ada manfaat dari tetes ciclosporin topikal. Pada alergi akut, ada imunoglobulin E (IgE) dimediasi tipe 1 Reaksi hipersensitivitas, tetapi dalam penyakit kronis, perubahan ini ke sel campuran response.11 12 Di VKC dan AKC, ada TH-2 sel dimediasi peradangan kronis dengan peningkatan CD4 + cells.7 ciclosporin topikal adalah anti-CD4 + sel agen, namun bertindak lebih khusus pada sel TH-1 dan seterusnya secara teoritis dapat sangat bermanfaat kurang dalam hipersensitivitas dimediasi alergi TH-2 sel.12 13Atau, dosis ciclosporin A mungkin telah tidak cukup. Penggunaan steroid dapat menutupi manfaat dari ciclosporin tetes, meskipun ini tidak terlihat di awal trials.3 8 Demikian pula, baik konsentrasi atau frekuensi Pengobatan mungkin terlalu rendah, meskipun protokol itu mirip dengan sebelumnya dilaporkan studies.3 8

Studi ini menyoroti kekuatan dari sebuah RCT. Kami persepsi dan persepsi pasien kami, bersama-sama dengan laporan dalam literatur memberikan dukungan untuk penggunaan adjunctive terapi penyakit mata steroid dependent alergi. Karena tidak ada manfaat pasti telah terbukti, kami tidak memiliki pilihan tetapi untuk marah antusiasme kami. Salah satu kemungkinan adalah untuk mengulang lebih besar dan studi lebih kuat. Pilihan lainnya adalah tidak merekomendasikan tetes mata Restasis (ciclosporin 0,05%) di steroid tergantung alergi konjungtivitis.

DAFTAR PUSTAKA

1. Tanaka M, Dogru M, et al. The relation of conjunctival and corneal findings in server ocular allergies. Cornea 2004;23:4647.

2. Akova YA, Rodriguez A, foster CS. Atopic keratoconjunctivitis. Ocular Immun Inflamm 1994;2:12544.

3. Akpek EK, Dart JK, et al. A randomised trial of topical cyclosporin 0.05% in topical steroid-resistant atopic keratoconjunctivitis. Ophthalmology 2004;111:47682.

4. Nussenblatt RB, Palestine AG. Cyclosporine A: immunology, pharmacology and therapeutic uses. Surv Ophthalmol 1986;31:15969.

5. Whitcup SM, Chan CC, Luyo DA, et al. Topical cyclosporine inhibits mast cellmediated

conjunctivitis. Invest Ophthalmol Vis Sci 1996;37:268693.

6. Borel JF, Baumann G, Chapman I, et al. In vivo pharmacological effects of cyclosporin and some analogues. Adv Pharmacol 1996;35:115246.

7. Metz DP, Bacon AS, Holgate S, et al. Phenotypic characterization of T cells infiltrating the conjectiva in chronic allergic eye disease. J Allergy Clin Immunol 1996;98:68696.

8. Hingorani M, Moodaley L, et al. A randomized, placebo- controlled trial of topical cyclosporin A in steroid-dependent atopic keratoconjunctivitis. Ophthalmology 1998;105:171520.

9. Power WJ, Tugal-Tutkun I, Foster CS. Long-term follow-up of patients with atopic keratoconjunctivitis. Ophthalmology 1998;105:63742.

10. McCullagh P, Nelder JA. Generalised linear models, 2nd ed. London: Chapman and Hall, 1989.

11. Allansmith MR, OConnor GR. Immunoglobulins: structure, function and relation to eye. Surv Ophthalmol 1970;14:367402.

12. McGill JI, Holgate ST, et al. Allergic eye disease mechanisms. Br J Ophthalmol 1998;82:120314.

13. Mosmann TR, Coffman RL. TH1 and TH2 cells: different patterns of lymphokine secretion lead to different functional properties. Annu Rev Immunol 1989;7:14573.