Jurnal Hasil Print

28
PENERAPAN THERAPI PSIKORELIGIUS UNTUK MENURUNKAN TINGKAT STRESS PADA PASIEN HALUSINASI DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2013 Oleh : ALWAN ZAENURI AGUS HARIADI SUDIRMAN RIRIT ANDE DUANA SRI HASTUTI WIDIYA R (MAHASISWA PROFESI NERS STIKES YARSI MATARAM) 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan jiwa adalah bagian internal dari upaya kesehatan yang bertujuan menciptakan perkembangan jiwa yang sehat secara optimal baik intelektual maupun emosional (Kusumawati dan hartono, 2011). Menurut yosep (2007), masalah kesehatan jiwa mempunyai lingkup yang sangat luas dan kompleks yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Apabila individu tidak bisa mempertahankan keseimbangan atau kondisi mental yang sejahtera, maka individu tersebut akan mengalami gangguan dan apabila gangguan tersebut secara psikologis maka akan mengakibatkan individu mengalami gangguan jiwa. Dalam masayarakat umum skizofrenia terdapat 0,2-0,8 % dan retardasi mental 1-3 %. WHO 1

Transcript of Jurnal Hasil Print

Page 1: Jurnal Hasil Print

PENERAPAN  THERAPI PSIKORELIGIUS UNTUK MENURUNKAN TINGKAT STRESS PADA PASIEN HALUSINASI 

DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT JIWA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

TAHUN 2013

Oleh :ALWAN ZAENURIAGUS HARIADI

SUDIRMANRIRIT ANDE DUANA

SRI HASTUTI WIDIYA R(MAHASISWA PROFESI NERS STIKES YARSI MATARAM)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan jiwa adalah bagian internal dari upaya kesehatan yang

bertujuan menciptakan perkembangan jiwa yang sehat secara optimal

baik intelektual maupun emosional (Kusumawati dan hartono, 2011).

Menurut yosep (2007), masalah kesehatan jiwa mempunyai lingkup yang

sangat luas dan kompleks yang saling berhubungan satu dengan yang

lainnya. Apabila individu tidak bisa mempertahankan keseimbangan atau

kondisi mental yang sejahtera, maka individu tersebut akan mengalami

gangguan dan apabila gangguan tersebut secara psikologis maka akan

mengakibatkan individu mengalami gangguan jiwa.

Dalam masayarakat umum skizofrenia terdapat 0,2-0,8 % dan

retardasi mental 1-3 %. WHO melaporkan bahwa 5-15% dari anak-anak

antara 3-15 tahun mengalami gangguan jiwa. Pada skizofrenia terdapat

90% mengalami Halusinasi, Halusinasi timbul tanpa penurunan

kesadaran dan hal ini merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai

pada keadaan lain (Maramis 2005).

Halusinansi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam

membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan

eksternal(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang

lingkungan tanpa ada obyek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh

1

Page 2: Jurnal Hasil Print

klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yyang

berbicara (kusumawati & hartono 2011).

Kondisi untuk meminimalisi komplikasi atau dampak dari

Halusinasi membutuhkan peran perawat yang optimal dan cermat untuk

melakukan pendekatan dan membantu klien untuk memecahkan masalah

yang dihadapinya dengan memberikan penatalaksanaan untuk mengatasi

Halusinasi. Penatalaksanaan yang diberikan antara lain meliputi

farmakologis dan nonfarmakologis. Penatalaksanaan farmakologis antara

lain pemberian obat-obatan antipsikotik. Penatalaksanaan

nonfarmakologis dari Halusinasi meliputi pemberian terapi-terapi antara

lai terapi modalitas.

Terapi modalitas adalah terapi dalam keperawatan jiwa, dimana

perawat mendasarkan potensi yang dimiliki pasien sebagai titik tolak

terapi atau penyembuhan. Ada beberapa jenis terapi modalitas antara lain

terapi individual, terapi lingkungan, terapi biologis, terapi kognitif, terapi

keluarga perilaku dan bermain (Yosep, 2007)

Pada tahun 1984 WHO memasukkan dimensi spiritual keagamaan

sama pentingnya dengan dimensi fisik, psikologis dan psikososial.

Seiring dengan itu terapi yang dilakukanpun mulai menggunakan

dimensi spiritual keagamaan sebagai bagian dari terapi modalitas

(Yosep,2007).

Salah satu bentuk terapi religious ini antara lain terapi shalat dan

dzikir. Jika dzikir yang di lapalkan dengan baik dan benar sesuai aturan

dalam ilmu tajwid dan dipahami, di hayati maknanya disertai dengan

kesungguhan (Wibisono, 1985 dalam Yosep, 2007)

Terapi religis pada kasus gangguan kejiwaan ternyata membawa

manfaat. Angka rawat inap pada klien gangguan jiwa skizofrenia yang

mengikuti kegiatan keagamaan lebih rendah bila di bandingkan dengan

mereka yang tidak mengetahuinya (Chu dan Klien, 1985 dalam Yosep

2007)

Dari phenomena di atas peneliti tertarik untuk mengkaji dan

membuktikan secara ilmiah tentang bagaiman penerapan therapy

2

Page 3: Jurnal Hasil Print

psikoreligius dalam menurunkan tingkat stress pasien Halusinasi oleh

perawat di ruang Dahlia Rumah Sakit Jiwa Provinsi Nusa Tenggara

Barat.

1.2 Rumusan Maslah

Melihat fenomena latar belakang diatas, maka rumusan masalah

penelitian ini adalah sejauh mana tingkat keberhasilan dari penerapan

therapy psikoreligius terhadap penurunan tingkat stress pasien Halusinasi

oleh perawat di Ruang Dahlia RSJ Provinsi NTB.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui penerapan therapy psikoreligius

terhadap penurunan tingkat stress pasien Halusinasi di Ruang

Dahlia RSJ Provinsi NTB tahun 2013.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi penerapan therapy psikoreligius terhadap

penurunan tingkat stress pasien Halusinasi di Ruang Dahlia

RSJ Provinsi NTB tahun 2013.

2. Menganalisa penerapan therapy psikoreligius terhadap

penurunan tingkat stress pasien Halusinasi di Ruang Dahlia

RSJ Provinsi NTB tahun 2013.

3

Page 4: Jurnal Hasil Print

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Kesehatan Jiwa

2.1.1 Definisi Kesehatan Jiwa

Menurut UUD No.03 tahun 1966, tentang kesehatan jiwa.

Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan

perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari

seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan

orang lain (Kusumawati, 2011). Sedangkan menurut WHO kesehatan

jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan

keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan

kedewasaan keperibadiannya (direja, 2011). Seseorang yang sehat

jiwa memiliki cirri fisik sebagai berikut :

1. Merasa senang terhadap dirinya serta :

a. Mampu menghadapi situasi

b. Mampu mengatasi kekecewaan dalam hidup

c. Puas dengan kehidupannya sehari-hari

d. Mempunyai harga diri yang wajar

e. Menilai dirinya secara realistis, tidak berlebihan dan tidak

pula merendahkan.

2. Merasa nyaman berhubungan dengan orang lain serta :

a. Mampu mencintai orang lain

b. Mempunyai hubungan pribadi yang tetap

c. Dapat menghargai pendapat orang lain yang berbeda

d. Merasa bagian dari suatu kelompok

e. Tidak “mengakali” orang lain dan juga tidak membiarkan

orang lain “mengakali” dirinya.

3. Mampu memenuhi tuntutnan hidup serta :

a. Menetapkan tujuan hidup yang realistis

b. Mampu mengambil keputusan

c. Mampu menerima tanggung jawab

d. Mampu merencanakan masa depan

e. Dapat menerima ide dan penglaman baru

4

Page 5: Jurnal Hasil Print

2.1.2 Perawat

2.1.2.1 Definisi Perawat

Perawat adalah seseorang yang tealah

menyelesaikan program pendidikan keperawatan,

berwenang di Negara bersangkutan unutk memberikan

pelayanan dan bertanggung jawab dalam peningkatan

kesehatan, pencegahan penyakit serta pelayanan terhadap

pasien. ( council of nursing 1965)

Menurut undang-undang RI no. 23 tahun 1992

menyatakan bahwa perawat seseorang yang memiliki

kemampuan serta keterampilan dan mempunyai

kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan

ilmu yang di milikinya, yang di proleh melalui pendidikan

perawatan.

2.1.2.2 Peran Perawat

Peran perawat menurut CHS (consorsium Higt

Science ) 1989 dalam nurhasanah (2010) adalah tingkah

laku yang di harapkan oleh seseorang terhadap orang lain

dalam suatu system, antara lain:

1. Pemberi asuhan keperawatan

2. Pembela pasien

3. Pendidik tenaga perawat dan masyarakat

4. Coordinator dalam pelayanan pasien

5. Kolaborator dalam Pembina kerja sama dengan

profesi lain dan sejawat

6. Konsultan atau penasehat pada tenaga kerja dan

pasien

7. Pembaharu system, metodologi, dan sikap

5

Page 6: Jurnal Hasil Print

Peran perawat menurut lokakarya tahun 1983

adalah:

1. Pelaksana pelayanan keperawatan

2. Pengelola pelayanan keperawatan dan institusi

pendidikan

3. Pendidik dalam keperawatan

4. Peneliti dan pengembng keperawatan

2.1.2.3 Fungsi Perawat

Fungsi perawat adalah pekerjaan yang harus di

laksanakan sesuai dengan peranannya. Tujuh fungsi

perawat menurut phaneuf (1972) anatara lain

1. Melaksanakan instruksi dokter ( fungsi dependen)

2. Observasi gejala dan respons pasien ang

berhubungan dengan penyakit dan penyebabnya

3. Memantau paisen, menyusun dan memperbaiki

rencana keperawatan secara terus menerus

berdasarkan pada kondisi dan kemampuan pasien

4. Mencatat dan melaporkan keadaan pasien

5. Melaksanakan prosedur dan tehnik keperawatan

6. Supervise semua pihak yang ikut terlibat dalam

perawatan pasien

7. Memberikan pengarahan dan penyuluhan unutk

meningkatkan kesehatan fisik dan mental

( nurhasanah, 2010)

2.2 Konsep Dasar Halusinasi

2.2.1 Definisi Halusinasi

Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa adanya

rangsangan dari luar. Walaupun tampak sesuatu yang khayal

Halusinasi sebenarnya merupakan bagian dari kehidupan mental

penderita yang ‘tersepsi’ Halusinasi dapat terjdi karena dasar-dasar

organic fungsional, psikotik, maupun histeik. ( yosef, 2007)

6

Page 7: Jurnal Hasil Print

Halusinasi adalah sensasi panca indra, tanpa adanya

rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, dan ada

rasa kecap meskipun tidak ada suatu rangsangan yang tertuju pada

ke lima indra ( damaiyanti, 2008)

2.2.2 Penyebab Halusinasi

Menuruf yosef (2007) penyebab Halusinasi ada factor

predisposisi dan factor presifitasi

1. Factor Predisposisi

a. Genetic

b. Neurobiology

c. Neurotransmitterd. Abnormal perkembangan saraf

e. Psikologis

2. Paktor Presifitasi

a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan

b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal

c. Adanya gejala pemicu

2.2.3 Tahapan Halusinasi

Menurut direja (2011) Halusinasi melalui empat fase , yaitu

sebagai berikut :

1. Fase 1 (no-psikotik)

Pada tahap ini, Halusinasi mampu memberikan rasa nyaman

pada klien, tingkat orientasi sedang, secara umum pada

tahap ini Halusinasi merupakan hal yang menyenangkan

bagi klien.

2. Fase II ( non-psikotik)

Pada tahap ini, biasanya klien bersikap menyalahkan dan

mengalami tingkat kecemasan berat. Secara umum

Halusinasi yang ada dapat menyebab kan antipasti

3. Fase III (psikotik)

Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya seniri,

tingkat kecemasan , dan Halusinasi tidak dapat di tilak lagi

7

Page 8: Jurnal Hasil Print

4. Fase IV (psikotik)

Klien sudah sangat menguasai hlusinasi dan biasanya klien

kelihatan panic. Prilaku yang muncul : resiko tinggi

mencedarai, agitasi/ kataton, tidak mampu merespon

rangsangan yang ada.

2.2.4 Tindakan Keperawatan Pasien dengan Halusinasi

Ada 5 tindakan keperawatan ps dengan Halusinasi menurut

damaiyanti, (2011).

1. Membina hubungan saling percaya perawat-kliena. Sapa klien dengan ramah baik verbal dan non verbal

b. Perkenalkan diri dengan sopan

c. Tanyakan nama lengkap klien dengan nama panggilan

yang disukai

d. Jelaskan tujuan pertemuan

e. Jujur dan menepati janji

2. Klien dapat mengenali Halusinasi

a. Adakan kontak yang sering dan singkat secara lengkap

b. Bantu klien mengenali Halusinasi

c. Jika menemui klien yang Halusinasi, tanyakan apakan ada

suara yang didengar

d. Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan.

e. Katakana bahwa perawat percaya klien mendengar suara

itu, namun perawat sendiri tidak mendengarnya.

f. Katakana bahwa klien lain juga ada seperti klien

g. Katakana perawat akan membantu klien.

3. Klien dapat mengontrol Halusinasi

a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan

jika terjadi Halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri,

dll)

b. Diskusikan manfaatcara yang dilakukan klien, jika

bermanfaat beri pujian.

c. Diskusikan cara baru untuk memutus / mengontrol

timbulnya Halusinasi

8

Page 9: Jurnal Hasil Print

d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutuskan

Halusinasi secara bertahap.

e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.

Evaluasi hasil dan beri pujian jika berhasil.

f. Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok

orientasi realistis, stimulus persepsi.

4. Klien dapat dukunga dari keluarga dalam mengontrol

Halusinasi

a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika

mengalami Halusinasi

b. Diskusikan dengan keluaraga, gejala Halusinasi yang

dialami klien cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga

untuk memutuskan Halusinasi, cara merawat anggota yang

halusisnasi dirumah beri kegiatan jangan biarkan sendiri.

5. Klien memanfaatkan obat dengan baik

a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosisi,

prekuensi, manfaat obat

b. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan

merasakan manfaatnya

c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan

efek samping obat yang dirasakan

d. Dikusikan akibat berhenti obat-obatan tnpa konsultasi

2.3 Terapi Modalitas

2.4.1 Definisi Terapi Modalitas

Terapi modalitas adalah terapi utama dalam keperawatan

jiwa. Terapi ini diberikan dalam upaya merubah prilku pasien dan

prilaku yang maladaptive menjadi prilku adaftip ( husmawati dan

hartono 2012).

Menurut direja (2011) terapi modalitas bertujuan agar pola

prilaku atau kepribadian seperti keterampilan koping, gaya

komunikasi dan tingkat harga diri secara bertahp dapat

berkembang.

9

Page 10: Jurnal Hasil Print

2.4.2 Jenis- Jenis Terapi Modalitas

Ada beberapa jenis terapi modalita, menurut dahlia, (2009)

antara lain:

1. Terapi individual

2. Terapi lingkungan\

3. Terapi biologis

4. Terapi kognitif

5. Terapi keluarga

6. Terafi kelompok

7. Terapi prilaku

8. Terapi bermain

9. Terapi psikoreligius/spiritual

2.4.3 Terapi Psikoreligius

Menurut wicaksan, (2012) untuk terapi spiritual gangguan

mental bias dibagi dua golongan besar saja, yaitu nonpsikotik dan

psikotik. Untuk nonpsikotik banya k jenisnya, seperti gangguan

cemas, gangguan somatopor, defresi, gangguan kepribandian dll.

Sedangkan gangguan psikotik adalah schizophrenia (5 tipe),

gangguan afektip berat denga gejala psikotik (dipolar manic dan

depresi berat, schizo afektif, psikosis polimopi akut, gangguan

waham menetap, psikosis non oraganik lainnya dan gangguan

psikotik organic.

Salah satu bentuk terapi spiritual atau terapi religious ini

antara lain terapi sholat dan dzikir. Dalam terapi shlat ini semua

gerakan, sikap dan prilaku dalam shlat dapat melemaskan otot yang

kaku, mengendorkan tegangan system syaraf, menata dan

mengkonstruksi persendian tubuh, sehigga mampu mengurangi

dampak positif terhadap kesehatan saraf dan tubuh jika dzikir yang

dilapalkan secara baik dan benar esuai aturan dalam ilmu tajwid

dan dipahami arti dan hayati maknannya disertai kesungguhan

(wibisono, 1985 dalam Yosep, 2007).

10

Page 11: Jurnal Hasil Print

Dzikir dan bacaan dalam shlat membuat hati seseorang

menjadi tenang. Keadaan tenang dan rileks mempengaruhi kerja

system syaraf dan endokrin. Pada orang yang stress dan tegang,

cortex adrenal akan terangsang untuk mensekresi cortisol secara

berlebihan sehingga terjadi peninggkatan metabolism tubuh secara

mendadak, apa bila hal ini berlangsung lama maka akan

menurunkan system imunitas tubuh. Dengan bacaan do’a dan

berdzikir orang akan menyerahkan segala permasalahan kepada

Allah SWT, sehingga bebean stress yang dihimpitnya mengalami

penurunan. Yosep(2007).

Manfaan komitmen agama tidak hanya dalam penyakit

pisik, tetapi juga dibidang kesehatan jiwa. Dua studi epidemiologic

yang luas telah dilakukan terhadap penduduk. Untuk mengetahuai

sejauh mana penduduk menderipa psychological distress. Dari

studi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa makin religious maka

makin terhindar kalian dari setres linein (1970) dalam Yosep

(2007).

Kegiatan keagamaan atau ibadah atau shlat menurunkan

gejala psikeatrik, riset yang lain menyebutkan bahwa menurunya

kunjungan ketempat ibadah meninggkatkan jumlah bunuh diri di

USA, kesimpulan dari berbagai riset bahwa religiussitas mampu

mencegah dan melindungi dari penyakit kejiwaan, mengurangi

penderitaan meningkatkan proses adaptasi dan penyembuhan.

(Mahone et. All, 1085dalam yosep 2007).

11

Page 12: Jurnal Hasil Print

Input DokterObat-obatanFasilitas lain

OutputPasien Halusinasi dapat mengontrol stress dengan terapi spiritual

ProsesPenerapan terapi spiritualDzikir

3. KERANGKA PIKIR

Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang telah dikemukakan

sebelumnya maka yang akan diteliti adalah penerapan terapi psikoreligius

dalam menurunkan tingkat setres dalam pasien halausinasi oleh perawat

dirawai inap di ruang Dahlia RSJ Provensi NTB. Kerangka pikir ini dalam

menetapkannya menggunakan pendekatan teori system diambil dari aziz

(2007) yang terdiri dari input, peruses dan output. Dari uraian diatas maka

kerangka pikir yang diajukan dalam penelitian ini dengan modipikasi pada

teori adalah terlihat pada bagan.

Gamaba 3.1 Kerangka Pikir

Keterangan

= Area yang diteliti

4. METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain studi kualitatif dengan

meggunakan pendekatan pengamatan dan diskusi yang cermat dan

mendalam pada responden atau pasien untuk mendapatkan informasi

mengenai tingkat keberhasilan terapi psikoreligius pada klien Halusinasi

oleh perawat diruangan Dahlia RSJ Provensi NTB (Fanada, 2012).

4.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan diruang Dahlia RSJ Provensi NTB. Penelitian

dilaksanakan pada 11-13 Desember 2013.

12

Page 13: Jurnal Hasil Print

4.3 Cara Pengumpualan Data

Informasi dikumpulakan dengan menggunak wawancara

mendalam (indepth interview) dan observasi. Wawancara medalam

merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi. Dengan cara

langsung bertatap muka dengan informan. Dengan maksud mendaptkan

gambaran lengkap dengan topic yang diteliti (sugiono, 2009). Informasi

di kumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam.

4.4 Pengelolaan Data Dan Jenis Keabsahan Informasi

Informasi yang didapatkan adalah informasi primer, karena peneliti

langsung memperoleh data dari sumber informasi yaitu lien dengan

Halusinasi. Untuk pengelolaan data dari hasil wawancara mendalam

dengan pasien dilkakukan:

1. Mengumpulkan catatan

2. Menyusun atau membuat traskrip

3. Interprestasi data

5. HASIL PENELITIAN

5.1 Kateristik Responden/Pasien

1. Umur

Distribusi pasien terhadap 7 pasien Halusinasi yang di rawat di ruang

dahlia rumah sakit jiwa provinsi NTB terlihat dalam table sebagai

berikut :

No Nama pasien Umur1234567

Nn.StNy.MrNy.HmNy.SnNy.SyNy.NNn.S

18 tahun48 tahun16 tahun32 tahun42 tahun25 tahun23 tahun

13

Page 14: Jurnal Hasil Print

2. Pendidikan

No Nama pasien Pendidikan

1234567

Nn.StNy.MrNy.HmNy.SnNy.SyNy.NNn.S

SMPSMASDSDSD

SMPSD

5.2 Hasil Observasi

5.2.1 Pasien Nn.St

Dari hasil observasi pada pasien “St” untuk terapi dzikir,

peneliti mendapatkan hasil bahwa sebelumnya pasien melakukan

dzikir, pasien mengatakan bahwa pasien merasa gelisah, tidak

tenang, pasien tampak sedang melamun, terkadang sperti bicara

sendiri dan merasa takut. Setelah di lakukan terapi dzikir pasien

mengatakan bahwa perasaannya sudah tenang, tidak takut lagi dan

merasa tidak gelisah.

Pasien juga mengatakan bahwa selain berdzikir ia juga

berdo’a tetapi lebih khusus di tunjukan kepaada orang tua dan

orang yang di rumah

5.2.2 Pasien Ny.Mr

Untuk terapi dzikir, pasien “Mr” mengatakan bahwa ia

sering berdo’a untuk keluarga dan diri sendiri. Sebelumnya pasien

M juga mengatakan bahwa jika terlalu lama dan terlalu khusuk

berdzikir dengan dzikirulloh pasien akan merasa dirinya banyak

di datangi setan dan pasien tampak gelisah. Pasien jarang

berdzikir dengan alasan yang di atas. Dengan demikian dapat di

simpulkan bahwa terapi dzikir pada pasien “M” kurang

optimal/maksimal.

5.2.3 Pasien Ny.Hm

Saat peneliti bertanya pada pasien terapi dzikir apakah

pasien sering berdo’a dan berdzikir, pasien menjawab pernah, dan

14

Page 15: Jurnal Hasil Print

do’a yang di baca adalah do’a untuk orang tuanya. Dengan

demikian dapat di ketahui bahwa pengetahuan pasien tentang

dzikir La illaha illallah dan Astagfirullahal’adzim masih terbatas.

5.2.4 Ny.Sn

Pada pasien “Sn”, sebelum di lakukan terapi dzikir di

ruangan, klien mengatakan bahwa sedang bingung, gelisah.

Pasien tampak selalu melamun, seperti berbicara sendiri dan lebih

melamun sendiri, tatapan mata pasien kosong dan pasien bersikap

apatis/atau acuh tak acuh terhadap orang di sekitarnya. Kemudian

setelah di lakukan terapi dzikir diruangan Dahlia pasien tampak

lebih tenang dan rileks, tetapi pasien hanya berbicara sebentar

saja.

5.2.5 Ny.Sy

Sedangkan pasien “Sy” sebelum dilakukan terapi dzikir

paien mengatakan bahwa pasien tidak tenang, dan pasien tanpak

gelisah. Dari perkataan pasien, dapat di ketahui pasien sedang

dalam keadaan Halusinasi dan stress. Setelah di lakukan diskusi

dengan pasien, pasien bersedia untuk melakukan terapi dzikir di

ruangan. Setelah dilakukan terapi dzikir ini, pasien menjawab

bahwa perasaannya sekarang sudah jauh lebih tenang dan rileks,

pasien tampak senang dan tenang, dan apa yang di bicarakan nya

sesuai dengan kenyaatannya

5.2.6 Ny.Nr

Dari hasil obseravsi pada “Nr” untuk terapi dzikir peneliti

mendapatkan informasi bahwa ia kurang mengetahui terapi dzikir

La illaha illallah dan Astagfirullahal’adzim. Hal ini tampak ketika

obseravsi, pasien mengatakan bahwa meskipun telah mengikuti

terapi tetapi pasien tetap gelisah dan merasa tidak tenang dan

tetap menyendiri.

5.2.7 Nn.S

Dari hasil observasi pada pasien “S” untuk terapi dzikir,

peneliti mendapatkan data bahwa sebelum pasien melakukan

15

Page 16: Jurnal Hasil Print

dzikir, pasien mengatakan bahwa tidak gelisah, tidak tenang,

pasien tampak sedang melamun, terkadang sperti bicara sendiri

dan merasa takut. Setelah di lakukan terapi dzikir paisen

mengatakan bahwa perasaan telah tenang, tidak takut lagi dan

tidak gelisah.

Pasien juga mengatakan bahwa selain berdzikir ia juga

berdo’a tetapi lebih khusus di tunjukan kepaada orang tua dan

orang yang di rumah

6. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil wawancara mendalam serta hasil observasi pasien

setelah mereka terapi dzikir, pasien juga memanjatkan do’a. Ketika di

tanyakan kepada pasien tentang do’a apa yang di panjatkan, mereka

menjawab bahwa, mereka berdo’a untuk keluarga dan orang tua. Selain itu,

setelah melakuakan therapy dzikir, sebagaian besar pasien/klien mengatakan

merasa tenang, dan tidak gelisah lagi.

Hal ini sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh dr.Arman

Yurisaldi Saleh yang mengungkapkan phenomena ini melakukan pendekatan

ilmiah neuro science. Beliau adalah spisialis saraf sekaligus seorang klnisi

yang sering menangani dan sering menerima konsultasi penyakit-penyakit

saraf. Berdasarkan pengalaman, di dukung pengamatan langsung kepada

pasien dan disertai studi literature yang serius, dr.Yurisaldi akhirnya sampai

pada kesimpulan adanya hubungan yang erat antara pelafalan huruf

(Maharajjul huruf pada bacaan dzikir la illaha illallah dan Astagfirullah

dengan tampilan klinis kondisi fisik dan psikis) seseorang yang membacanya.

Dzikir yang berdampak positif terhadap kesehatan saraf dan tubuh ini

tentu saja adalah dzikir yang dilapalkan secara baik dan benar, sesuai aturan

dalam ilmu tajwid dan di pahami arti dan di hayati maknanya di sertai dengan

kesungguhan. Dari kajian ilmu tajwid (ilmu yang mempelajari cara membaca

Al-Qur’an), penulis ini mengetahui bahwa kalimat dzikir La illaha illallah dan

Astagfirullah mengandung dampak yang luar biasa. Dalam La illaha illallah

terdapat huruf jahr yang di ulang sebanyak 7 kali, yaitu huruf Lam, dan

Astagfirullah terdapat huruf Ghain, ra, dan dua buah lam. Dari kedua kalimat

16

Page 17: Jurnal Hasil Print

dzikir itu maka ada empat huruf jahr yang harus di lapalkan secara keras atau

jelas. Hasilnya adalah bahwa udara yang keluar dari paru-paru melalui mulut

akan lebih banyak keluar di bandingkan dari kalimat dzikir yang lain, seperti

Subhanallah (dua huruf jahr) Allahuakbar (tiga huruf jahr) dan Alhamdulilah

(tiga huruf Jahr). (Hendra, 2011).

Di tinjau dari segi medis dan klinis, jika kita melapalkan kalimat dzikir

La illaha illallah dan Astagfirullah secara benar sesuai tajwid berarti kita

sedang mengeluarkan karbodioksida lebih banyak saat udara di hembuskan

keluar mulut, di bandingkan kita melapalkan kalimat dzikir yang

mengandung lebih sedikti huruf jahr. Kalimat dzikir yang lain tetap

bermanfaat dan memberikan ketenangan. Dampak sehatnya, ketika seseorang

melakukan dzikir secara intens dan khusuk seraya menghami dan menghayati

artinya, pembuluh darah di otak akan membuat aliran karbondioksida yang

keluar dari pernapasan menjadi lebih banyak. Karena karbondioksida pun

akan menurun dengan teratur. Sehingga tubuh pun akan segera menampilkan

kemampuan reflex konpensasi, rileks.

Sedangkan berdasarkan data yang didapat dari hasil observasi,

kegiatan terapi dzikir ini bisa di laksanakan secara optimal.ini terbukti dari 5

dari 7 pasien Halusinasi setelah melakukan terapi dzikir ini mereka

mengatakan bahwa hatinya lebih tenang, tidak gelisah dan ada kegiatan yang

dilakukan sehingga psien tidak suka bicara sendiri dan melihat sesuatu yang

membuat mereka jadi takut.

Dengan demikian peneliti berasumsi bahwa untuk pelaksanaan terapi

dzikir ini harus di lakukan secara rutin, di ruang Dahlia RSJ Provinsi NTB

agar bisa menurunkan tingkat stres pada pasien Halusinasi.

17

Page 18: Jurnal Hasil Print

7. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

7.1.1 Dari hasil wawancara mendalam dan observasi terhadap ke-7

pasien di dapatkan kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan terapi

dzikir untuk menurunkan tingkat stress pada pasien Halusinasi

di ruang Dahlia sudah optimal.

7.1.2 Dari hasil wawancara mendalam dan observasi yang telah di

lakuakan terhadap pasien, sebelum mereka berdo’a perasaan

mereka gelisah yang di tandai dengan ekspresi wajah pasien

tampak kebingungan dan tidak tenang. Sesudah berdo’a di

dapatkan data subjektif pasien yaitu sebagian besar pasien

mengatakan bahwa setelah berdo’a perasaan mereka jauh lebih

tenang, data obyektif juga menunjukkan pasien tampak lebih

rileks dan tenang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

dalam pemberian terapi dzikir dapat mengurangi tingkat stress

pasien Halusinasi.

7.2 Saran

7.2.1 Bagi Rumah Sakit

Di harapkan dari pihak Rumah Sakit Jiwa Prov.NTB untuk

dapat memberikan penyuluhan langsung kepada pasien tentang

terapi Religius khususnya terapi dzikir. Sehingga akan tercipta

kesehatan yang holistic atau menyeluruh untuk pasien di RSJ

Prov.NTB

7.2.2 Perawat

Diharapkan perawat mendominankan perannya sebagai pemberi

asuhan dan pendidik bagi pasien dengan memberikan asuhan

keperawatan yang holistic, psiko dan spiritual sehingga hal ini

dapat membantu pasien merasa nyaman dan mengurangi

lamanya waktu rawat inap pasien. Perawat juga harus

meningkatkan pengetahuannya tentang terapi religius khususnya

dzikir untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien.

18

Page 19: Jurnal Hasil Print

7.2.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan bagi peneliti lain untuk meneruskan penelitian ini

tentang pemberian terapi religious khususnya dzikir untuk

menurunkan tingkat stress pada pasien dengan Halusinasi.

19