LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

24
PENGARUH PERKEMBANGAN LAPANGAN GASIBU TERHADAP AXIS LANDMARK DI KOTA BANDUNG Oleh : Evlyn wiliany 2007420008 Felicia kristina 2007420018 Dewi kumalasari 2007420043 Samuel handoyo 2007420065 Willybrordus b. 2007420066 Rezandra P. 2007420070 Edward halim 2007420098 Vicentia 2007420105 Ruben adrian 2007420117 Mahasiswa S1 Jurusan Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan Metode Riset Kelas B, Regu 4 Abstrak Landmark merupakan suatu elemen penting pada sebuah kota. Landmark merupkan suatu unsur yang berperan sebagai penanda suatu kawasan sehingga kawasan tersebut memiliki titik orientasi yang mampu mengarahkan orang untuk mengenal kota secara keseluruhan. Kota Bandung sebagai suatu kota yang dirancang dengan konsep garden city memiliki banyak ruang – ruang terbuka yang berpotensi sebagai pusat – pusat kegiatan yang pada perkembangannya membentuk suatu kawasan landmark. Setiap kawasan landmark yang terbentuk pun ditata berdasarkan hirarki yang ada.Aksis pun tercipta di kawasan landmark ini. Aksis yang kuat, jalur sirkulasi serta bentuk ruang yang jelas, itulah yang terjadi pada salah satu kawasan landmark di Kota Bandung, yaitu kawasan Gedung Sate hingga Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat. . Kawasan Gedung Sate memiliki aksis linier yang memanjang dari selatan menuju utara ke arah gunung Tangkuban Perahu dimulai dari Gedung Sate di bagian selatan, Lapangan Gasibu, Taman Perjuangan, hingga Monumen Perjuangan di bagian utara. Seiring perkembangan kota Bandung, Lapangan Gasibu mengalami perubahan sifat dari privat menjadi publik. Perubahan fungsi yang terjadi membuat setiap fungsi dari kawasan landmark ini memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap fungsi lainnya. Hal ini menyebablan lapangan Gasibu menjadi bagian dari tatanan landmark yang paling dominan,karena menampung banyak aktivitas, Pengaruh padatnya aktivitas pada Lapangan Gasibu ini membuat kondisi jalur aktivitas yang ada menjadi terhambat. Sifatnya yang sangat publik membuat banyak pihak dapat mengadakan acara di lapangan ini secara bebas. Hal-hal inilah yang membuat terjadinya pemusatan aktivitas pada lapangan Gasibu tersebut yang membuatnya terliaht semakin dominan. Hal tersebut yang mendorong kami mengambil topik ini sebagai bahan penelitian. Gejala awal yang Nampak adalah Lapangan Gasibu sebagai bagian dari aksis kawasan landmark Gedung sate memiliki pengaruh yang mampu menghidupkan kawasan di sekitarnya. 1 BERKALA ILMIAH NARASI ARSITEKTUR Volume 1 Nomor 1 Desember 2009

Transcript of LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

Page 1: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

PENGARUH PERKEMBANGAN LAPANGANGASIBU TERHADAP AXIS LANDMARK

DI KOTA BANDUNG

Oleh :

Evlyn wiliany 2007420008Felicia kristina 2007420018Dewi kumalasari 2007420043Samuel handoyo 2007420065 Willybrordus b. 2007420066

Rezandra P. 2007420070Edward halim 2007420098Vicentia 2007420105Ruben adrian 2007420117

Mahasiswa S1 Jurusan Arsitektur Universitas Katolik ParahyanganMetode Riset Kelas B, Regu 4

Abstrak

Landmark merupakan suatu elemen penting pada sebuah kota. Landmark merupkan suatu unsur yang berperan sebagai penanda suatu kawasan sehingga kawasan tersebut memiliki titik orientasi yang mampu mengarahkan orang untuk mengenal kota secara keseluruhan.

Kota Bandung sebagai suatu kota yang dirancang dengan konsep garden city memiliki banyak ruang – ruang terbuka yang berpotensi sebagai pusat – pusat kegiatan yang pada perkembangannya membentuk suatu kawasan landmark.

Setiap kawasan landmark yang terbentuk pun ditata berdasarkan hirarki yang ada.Aksis pun tercipta di kawasan landmark ini. Aksis yang kuat, jalur sirkulasi serta bentuk ruang yang jelas, itulah yang terjadi pada salah satu kawasan landmark di Kota Bandung, yaitu kawasan Gedung Sate hingga Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat. . Kawasan Gedung Sate memiliki aksis linier yang memanjang dari selatan menuju utara ke arah gunung Tangkuban Perahu dimulai dari Gedung Sate di bagian selatan, Lapangan Gasibu, Taman Perjuangan, hingga Monumen Perjuangan di bagian utara.

Seiring perkembangan kota Bandung, Lapangan Gasibu mengalami perubahan sifat dari privat menjadi publik. Perubahan fungsi yang terjadi membuat setiap fungsi dari kawasan landmark ini memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap fungsi lainnya. Hal ini menyebablan lapangan Gasibu menjadi bagian dari tatanan landmark yang paling dominan,karena menampung banyak aktivitas,

Pengaruh padatnya aktivitas pada Lapangan Gasibu ini membuat kondisi jalur aktivitas yang ada menjadi terhambat. Sifatnya yang sangat publik membuat banyak pihak dapat mengadakan acara di lapangan ini secara bebas. Hal-hal inilah yang membuat terjadinya pemusatan aktivitas pada lapangan Gasibu tersebut yang membuatnya terliaht semakin dominan.

Hal tersebut yang mendorong kami mengambil topik ini sebagai bahan penelitian. Gejala awal yang Nampak adalah Lapangan Gasibu sebagai bagian dari aksis kawasan landmark Gedung sate memiliki pengaruh yang mampu menghidupkan kawasan di sekitarnya.

Konteks menghidupkan kembali inilah yang membuat Lapangan Gasibu terlihat sebagai “generator activity” yang sangat efektif dan berpengaruh bagi perkembangan lingkungan sekitarnya.

Kata Kunci : Landmark,Lapangan Gasibu,Aksis Gedung Sate-Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat.

1BERKALA ILMIAH NARASI ARSITEKTUR Volume 1 Nomor 1 Desember 2009

Page 2: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Penelitian

Arsitektur masa lalu terdiri dari bangunan-bangunan dan ruang-ruang terbuka yang berperan dalam merangkai dan menghubungkan sejarah kota Bandung dari masa lalu ke masa kini dan masa yang akan datang. Arsitektur masa lalu ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari rencana kota.

Kota Bandung pada zaman Belanda ditata dengan konsep garden city. Sebuah konsep yang mengutamakan tatanan ruang yang harmonis antara ruang dalam maupun ruang luar. Hasilnya adalah banyaknya ruang-ruang terbuka seperti taman kota, lapangan olahraga,lapangan upacara dan lain sebagainya.

Tatanan dengan konsep garden city ini membuat bentukan-bentukan diatas menjadi pusat kegiatan yang akhirnya beberapa dapat disebut sebagai landmark karena dapat menjadi suatu ciri, identitas dan penanda pada kota tertentu.Kawasan Gedung Sate memiliki aksis linier yang memanjang dari selatan menuju utara ke arah gunung Tangkuban Perahu dimulai dari Gedung Sate di bagian selatan, Lapangan Gasibu, Taman Perjuangan Rakyat Jawa Barat, hingga Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat di bagian utara. Sesuai perkembangannya, Lapangan Gasibu menjadi bagian dari tatanan landmark yang paling dominan, banyaknya aktivitas yang terjadi dan lokasinya yang diapit oleh jalur sirkulasi membuat Lapangan Gasibu ini dikenal banyak orang. Hal ini terjadi tidak lepas dari berkurangnya sarana dan prasarana pada bagian-bagian lain.Pengaruh penuhnya aktivitas pada Lapangan Gasibu ini membuat kondisi jalur aktivitas yang ada untuk roda empat terhambat. Sifatnya yang sangat publik membuat banyak pihak dapat mengadakan acara di lapangan ini seperti kampanye, acara-acara televisi, upacara dan lain sebagainya. Bahkan pada kondisi tertentu, yaitu pada hari Minggu baik lapangan maupun jalan-jalan sekitar yang mengapit penuh dengan orang-orang yang berjualan, biasanya orang menyebut acara tersebut sebagai pasar tumpah.

Hal-hal inilah yang membuat Lapangan Gasibu telihat sangat dominan dalam perkembangannya.

Beberapa hal seperti yang telah dipaparkan di ataslah yang membuat kami memilih untuk meneliti lebih jauh terhadap pengaruh Lapangan Gasibu sebagai bagian dari aksis kawasan landmark ini, melihat potensi Lapangan Gasibu yang mampu menghidupkan aktivitas di kawasan landmark ini.

1.2. Objek PenelitianObjek penelitian yang diteliti adalah Lapangan Gasibu di Jalan Diponegoro

dan Suropati

1.3. Perumusan MasalahMelihat pengaruhnya Lapangan Gasibu sebagai bagian dari salah satu

kawasan landmark yang cukup populer di Kota Bandung, penulis berharap dapat memahami tatanan kawasan sebuah landmark serta potensi-potensi setiap bagian yang ada setiap kawasan landmark.

PENGARUH PERKEMBANGAN LAPANGAN GASIBU TERHADAP AKSIS LANDMARKGEDUNG SATE-MONUMEN PERJUANGAN RAKYAT JAWA BARATMetode Riset Kelas C – Regu 4

2

Page 3: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

Dari permasalahan yang ada, penulis mencoba menelaah: Apa kriteria yang dimiliki oleh anggota-anggota dari kawasan aksis Gedung

Sate-Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat sehingga dapat digolongkan sebagai landmark atau bukan landmark?

Bagaimana pengaruh Lapangan Gasibu sebagai bagian dari kawasan Landmark Gedung Sate-Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat terhadap aksis kawasan landmark itu sendiri hingga pengaruhnya ke sekitar kawasan landmark?

Solusi apa yang dapat dilakukan menghadapi pengaruh Lapangan Gasibu yang amat mendominasi didalam kawasan Gedung Sate-Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat?

1.4. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.4.1 Maksud Penelitian

Maksud dilakukannya pengamatan ini adalah untuk memahami : Landasan teoritis mengenai landmark terutama pembahasan mengenai

aksis landmark Gedung Sate-Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat. Bagaimana aksis landmark tersebut berkembang sebagai bagian dari

wilayah kota Bandung. Aspek apa saja yang dilihat dari aksis landmark kota Bandung yang

berperngaruh pada perkembangan kota.

1.4.2 Tujuan UmumTujuan dilakukannya pengamatan ini adalah: Mendiskripsikan dan menjabarkan hakekat yang mendasar mengenai

landmark teruatama berkaitan dengan aksis landmark Gedung Sate-Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat.

Membahas peranan Lapangan Gasibu sebagai bagian dari aksis Gedung Sate-Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat.

Mendeskripsikan dan membahas pengaruh Lapangan Gasibu terhadap kawsan landmark itu sendiri.

1.5. Kerangka Pemikiran

3BERKALA ILMIAH NARASI ARSITEKTUR Volume 1 Nomor 1 Desember 2009

Page 4: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

1.6. Ruang Lingkup PenelitianDalam ruang lingkup pembahasan dilakukan pembatasan dari proses penulisan

untuk mencegah ketidakrelevansian data, analisa, dan kesimpulan yang dapat menyebabkan menyimpangnya pembahasan materi dari judul dan tujuan penelitian. Diharapkan dengan pembahasan ini, hasil penelitian yang didapat dapat seefektif mungkin dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

1.7. Kerangka PenelitianKerangka penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif

dimana data-data dikumpulkan melalui hasil survey lapangan tentang kawasan landmark Kota Bandung, literatur-literatur, dan pendeskripsian secara langsung.

2. Melihat dan memilah kawasan-kawasan landmark di Kota Bandung yang paling dominan keberadaannya.

3. Melihat Lapangan Gasibu sebagai satu kesatuan dari tatanan, aksis kawasan landmark.

4. Membuat penelitian awal dimulai mencari sejarah pembentukan aksis yang ada serta melihat kondisi masing-masing bagian dikaitakan dengan posisi serta fungsinya.

5. Melihat hubungan antar bagian kawasan landmark, pola jalur yang terjadi pada aksis hingga hirarki yang terbentuk dalam kawasan landmark.

6. Survey lapangan dengan menilik kelengkapan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang menunjang; besaran-besaran mulai dari ukuran panjang lebar setiap bagian yang mungkin memengaruhi kondisi setiap bagian dari kawsan landmark; elemen-elemen pembentuk ruang mulai dari bebangunan yang ada,perkerasan yang digunakan hingga jenis pembatas antar ruang yang digunakan; beserta bagian-bagian lainnya yang memungkinkan berpengaruh pada kawasan landmark ini.

7. Mengamati konsisi faktual sekarang ini, dilakukan dengan kuisoner yang diberika kepada penguna tetap, rutin seperti pedagang, maupun kepada pengguna yang hanya datang sesekali seperti orang yang yang ikut berteduh,duduk dan lain sebagainya.selain itu wawancara pun dilakukan terhadap penduduk sekitar mengingat pengaruhnya kawasan landmark ini terhadap jalur sirkulasi dan kepadatan di area sekitar sangat besar.

8. Mempelajari ada atau tidaknya perubahan fungsi pada setiap bagian serta pengaruhnya dalam tatanan,aksis kawasan landmark ini.

9. Melihat pengaruh dari keberadaan perkembangan aksis yang ada terhadap kota Bandung beserta lingkungannya.

10. Melihat pengaruh Lapangan Gasibu sebagai bagian aksis dari kawasan landmark yang menghidupkan kembali aktivitas di kawasan ini.

10.1. Sistematika Pembahasan

ABSTRAK Berisi figuran singkat mengenai isi laporan penelitian.

BAB 1 Pendahuluan Berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, kerangka konseptual, hipotesa, ruang lingkup penelitian, kerangka penelitian, metodologi penelitian, populasi dan sample penelitian, pembatasan istilah dan sistematika pembahasan.

PENGARUH PERKEMBANGAN LAPANGAN GASIBU TERHADAP AKSIS LANDMARKGEDUNG SATE-MONUMEN PERJUANGAN RAKYAT JAWA BARATMetode Riset Kelas C – Regu 4

4

Page 5: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

BAB 2 Tinjauan TeoriBerisi teori-teori yang berkaitan dengan isu hemat energi dan penghematan pemakaian energi listrik pada bangunan. Tinjauan teori ini akan dipergunakan sebagai dasar dalam menganalisa dan mengapresiasi objek studi.

BAB 3 Data dan AnalisaBerisi data-data hasil survei dan wawancara responden di lapangan beserta analisa data berdasarkan tinjauan teori yang telah dikumpulkan terlebih dahulu. BAB 4 Penutup ( Kesimpulan dan Saran ) Berisi kesimpulan dan saran bagi para pembaca berdasarkan hasil penelitian.

LAMPIRANBerisi daftar pertanyaan wawancara dan daftar pertanyaan kuesioner.

11. Landasan Teori

2.1 Interpretasi Landmark

2.1.1 Pengertian Landmark Landmark merupakan elemen terpenting dari bentuk kota, karena berfungsi

untuk membantu orang dalam mengarahkan diri dari titik orientasi untuk mengenal kota itu sendiri secara keseluruhannya dan kota-kota lain.

2.1.2 Fungsi landmark Fungsi utama = sebagai penanda kawasan pembantu arah orientasi

Penanda suatu lokasi karena merupakan salah satu unsur pembentuk citra kota yang paling nyata dan paling menonjol di lingkungan tersebut, namun perbedaan ini tetap dapat menyatu dengan lingkungan

2.1.3 Kriteria dan Karakter Umum Landmark Kriteria yang harus dimiliki oleh sebuah landmark:1. Kondisi fisik yang signifikan2. Objek tersbut kontras dengan latar belakangnya3. Lokasi dan kawasan sekitar yang mendukung sebagai landmark (terletak

pada lokasi yang istimewa)

2.1.4 Jenis Landmark1. Landmark alami2. Monument sebagai landmark3. Landmark terencana

2.1.5 Tipe-tipe Identitas 2.1.5.1 Existential incidences

5BERKALA ILMIAH NARASI ARSITEKTUR Volume 1 Nomor 1 Desember 2009

Page 6: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

Di mana sebuah tempat terasa sangat hidup dan dinamis, penuh dengan arti dan ekspresi

2.1.5.2 Empathetic IncidencesDi mana sebuah tempat merekam dan mengekspresikan mula-mula

budaya dan memberikan pengalaman orang-orang yang menciptakannya dan hidup di dalamnya.

2.1.5.3 Behavioral IncidencesKualitas landscape / keindahan kota yang memiliki peran penting

kehidupan pengetahuan pada tempat tersebut2.1.5.4 Inundatal Incidences

Ketika sebuah fungsi terletak pada sebuah tempat merupakan fungsi yang peting dalam identitasnya lebih dari pada latar belakang fungsi tersebut

2.1.5.5 Objective OutsiderKetika sebuah tempat secara efektif direduksi menjadi dimensi

tunggal dari lokasi / ruang yang merupakan tempat objek dan aktifitas2.1.5.6 Mass of Identity of Place

Ketika sebuah identitas dibentuk oleh media massa dan tidak dirasakan atau dialami secara langsung, identitas buatan dan dimanipulasi yang meremehkan dan tidak memperhitungkan perjalanan individual dalam elemen simbolik dari sebuah tempat

2.1.5.7 Existential OutsidersKetika identitas sebuah tempat mmpresentasikan sebuah tempat

yang bersifat incidental, karena keberadaanya sendiri yang incidental.

2.1.6 Landmark sebagai Elemen KotaLandmarks are an important dement of urban form because they help

people to orient themselves in the city and help to identify an area.”Landmark sebagai elemen kota = mudah dibaca dan dilihat, digunakan

untuk mengidentifikasikan suatu kawasan kota. Dengan adanya landmark sebuah ruang kota menjadi jelas dan dapat menjadi focus identitas sebuah kota.

Bangunan dapat menjadi titik pusat dan landmark apabila terletak pada lokasi yang penting dan mempunyai bentuk yang berarti pula. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa harus ada bangunan-bangunan lain yang kurang penting, supaya sebuah bangunan dapat menonjol dalam pemandangan kota.Adapun jenis Landmark dapat dibedakan:1. Landmark besar yaitu yang dapat dilihat dari jauh.2. Landmark kecil yaitu yang dapat dilihat dari dekat saja seperti kolam, air

mancur, patung- patung ditaman dan lain-lain.Seperti yang diungkapkan oleh Kevin Lynch, Landmark adalah elemen-

elemen penting dari bentuk kota, karena membentuk orang-orang untuk mengarahkan diri dan mengenal suatu daerah dalam kota.

Fungsi Landmark secara umum adalah :1. Sebagai orientasi (titik reverensi) kota.2. Sebagai struktur aktivitas kota.3. Sebagai pengarah rute pergerakan.4. Sebagai tanda atau ciri suatu kota.

PENGARUH PERKEMBANGAN LAPANGAN GASIBU TERHADAP AKSIS LANDMARKGEDUNG SATE-MONUMEN PERJUANGAN RAKYAT JAWA BARATMetode Riset Kelas C – Regu 4

6

Page 7: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

Luas = landmark dapat berupa puncak, gunung, sungai, pohon, batu terjal di sebuah obyek rekayasa manusia dan yang terpenting adalah landmark harus berinteraksi dengan kawasan-kawasan public sekitarnya.

2.2 ORDERING PRINCIPLE2.2.1 AKSIS

Melalui ruang-ruang Kesatuan dari tiap-tiap ruang dipertahankan. Konfigurasi jalan yang fleksibel Ruang-ruang perantara dapat dipergunakan untuk menghubungkan jalan

dengan ruang-ruangnya.Menembus ruang-ruang Jalan dapat menembus sebuah ruang menurut sumbunya, miring atau

sepanjang sisinya. Dalam memotong sebuah ruang, suatu jalan menimbulkan pola-pola istirahat

dan gerak di dalamnyaBerakhir dalam ruang Lokasi ruang menentukan jalan. Hubungan jalan-raung ini digunakan untuk pendekatan dan jalan masuk ruang-

ruang penting yang fungsional dan simbolis.Unsur-unsur yang mengakhiri suatu sumbu di kedua ujungnya member dan menerima perhatian visual. Unsur-unsur pengakhir ini dapatan merupakan salah satu dari hal-hal berikut ini: Titik-titik di dalam ruang yang terbentuk dari unsur-unsur vertical, linier atau

bentuk-bentuk bangunan terpusat. Bidang-bidang vertical, seperti fasad atau muka bangunan yang simetris,

menghadap ke suatu halaman luas atau ruang terbuka yang serupa. Ruang-ruang yang terbentuk dengan baik, pada umumnya berbentuk terousat

atau teratur. Pintu gerbang yang terbuka ke luar menghadap ke suatu pemandangan atau

vista yang terbentang di hadapannya.2.2.2 SUMBU

Karena suatu sumbu harus berbentuk garis lurus, sumbu mempunyai kualitas panjang dan arah, sehingga menimbulkan pergerakan dan pandangan sepanjang jalannya

Menurut definisi, sebuah sumbu harus diakhiri pada kedua ujungnya oleh sebuah bentuk atau ruang yang jelas.

Tanda suatu sumbu dapat diperkuat oleh sisi-sisi yang membatasi searah panjangnya. Sisi-sisi ini dapat merupakan garis-garis sederhana pada permukaan tanah, atau bidang-bidang vertical yang membentuk suatu ruang linier yang memiliki kesamaan dengan sumbu

Suatu sumbu dapat juga dibentuk oleh suatu susunan bentuk-bentuk dan ruang-ruang yang simetris.

2.2.3 HIERARKI

Hierarki Menurut UkuranSuatu bentuk atau ruang mungkin akan mendominasi suatu komposisi

arsitektur dengan membuat ukurannya sangat berbeda diabndingkan dengan

7BERKALA ILMIAH NARASI ARSITEKTUR Volume 1 Nomor 1 Desember 2009

Page 8: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

unsur-unsur lainnya di dalam komposisi. Pada umumnya keadaan dominan ini ditampakkan dengan ukuran unsurnya yang menyimpang. Dalam beberapa kasus, suatu unsure dapat juga mendominasi dengan menonjolkan ukuran yang lebih kecil dari yang lain di dalam organisasi, asalkan diletakkan pada tempat yang tepat

Hierarki Menurut WujudBentuk atau ruang dapat dibuat terlihat dominan dan menjadi penting

dengan membedakan wujudnya secara jelas dari unsur-unsur lain di dalam komposisinya. Kontras yang tampak pada wujud adalah rawan, apakah perbedaanya didasarkan atas perubahan di dalam geometri ataupun keteraturannya. Tentu saja penting juga memilih wujud yang secara hierarkis cocok dengan fungsi dan kegunaannya.

Hierarki Menurut PenempatanBentuk atau ruang dapat ditempatkan secara strategis agar perhatian

tertuju padanya sebagai unsure yang paling penting di dalam suatu komposisi. Lokasi-lokasi penting secara hirarkis, untuk suatu bentuk atau ruang meliputi:

Akhiran pada suatu rangkaian linier atau organisasi sumbu Pusat dari suatu organisasi simetris Focus dari organisasi terpusat atau radial Terletak di atas, di bawah atau di dalam bagian depan suatu komposisi.

2.2.4 DATUMPada sebuah organisasi acak dari unsur-unsur yang tidak sama, sebuah

datum dapat mengorganisir unsur-unsur ini dengan cara-cara berikut:Sebuah garis dapat memotong atau membentuk sisi-sisi bersama suatu pola,

sedangkan garis-garis grid dapat membentang.

3. Data dan Analisis3.1 Data Umum

Gasibu ini berlokasi di pertengahan jalan DIponegoro dan jalan Surapati. Objek ini merupakan salah satu landmark kota Bandung karena merupakan simpul aktifitas di kota Bandung. Luas lahan Gasibu adalah sekitar 100 x 200 m.

Lapangan Gasibu ini memiliki axis linier dari selatan ke utara dengan urutan Gedung Sate di selatan, Gasibu, Taman Perjuangan dan diakhiri oleh Monumen Perjuangan yang terletak di ujung utara.

Lokasi ini pun memiliki perbedaan ketinggian peil lantai. Jalan surapati merupakan titik tertinggi permukaan tanah di lokasi ini.semakin ke selatan,ke arah Gedung Sate, ketinggian permukaan tanahnya semakin menurun.

Lapangan Gasibu sebagai kasus studi dalam penelitian ini merupakan salah satu ruang publik yang saat ini menempati posisi teratas dalam hal jumlah maupun keragaman aktivitasnya di Kota Bandung. Ruang urban ini berada di sebelah Utara Kompleks Gedung Sate, salah satu gedung yang menjadi symbol Ibu Kota Parahyangan ini. Pada awalnya, ruang terbuka tersebut bernama Wilhelmina Plein lalu berubah menjadi Lapangan Diponegoro sekira tahun1950-an. Pada tahun 1960-an, tempat ini sempat menjadi tempat permukiman liar (Katam, 2005: 251). Nama Gasibu adalah kependekan dari Gabungan Sepakbola Indonesia Bandung Utara (Gasibu) karena ruang terbuka ini pernah menjadi tempat berlatih beberapa klub sepakbola

PENGARUH PERKEMBANGAN LAPANGAN GASIBU TERHADAP AKSIS LANDMARKGEDUNG SATE-MONUMEN PERJUANGAN RAKYAT JAWA BARATMetode Riset Kelas C – Regu 4

8

Page 9: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

masyarakat yang berada di daerah Bandung Utara. Nama tersebut bertahan hingga sekarang walaupun aktivitas yang diwadahinya sudah sangat beragam, termasuk di antaranya kegiatan pasar kaget yang diadakan setiap hari Minggu. Sejak tahun 1980-an, lapangan ini kerap menjadi tempat favorit untuk berolah raga, khususnya pada sore hari. Namun, tidak ada catatan pasti, kapan pasar ini mencapai bentuknya seperti sekarang ini. Kegiatan yang selalu didatangi oleh ribuan orang ini mungkin merupakan pasar minggu (sunday market) terbesar di Indonesia

3.2 Gambaran Umum Aktivitas di Lapangan Gasibu Saat IniLapangan Gasibu saat ini memegang peranan yang sangat penting bagi Kota

Bandung. Fleksibilitas ruang berukuran kurang lebih 100x200 meter ini berfungsi seperti alun-alun pada kota-kota tradisional. Jalan-jalan di sekeliling dan ruang terbuka linear di sebelah utaranya semakin memperkuat dan mendukung fungsi lapangan ini sehingga dapat mewadahi kegiatan kota dalam berbagai skala.

Berbagai aktivitas yang dilakukannya tentu saja memerlukan wadah spasial dalam kota. Pada umumnya ruang yang dipilih adalah ruang terbuka publik yang dapat ”diakses” melalui berbagai cara. Hal ini dilakukan secara alamiah tanpa didasari pemahaman tentang struktur dan bentuk kota. Akibatnya, melalui penelitian ini, terungkap bagaimana ruang-ruang kota Bandung yang pada awalnya dibangun sebagai ruang kota dengan tatanan formal, telah dikonstruk menjadi ruang informal melalui peristiwa-peristiwa atau aktivitas keseharian yang dinamis dan terus berubah..Fenomena ini memiliki sisi positif maupun negatifnya. Dari sisi positif, terungkap bahwa ruang ini memiliki arti yang sangat besar bagi sebagian warga kota dalam menopang kehidupan kesehariannya. Spontanitas yang terjadi memperlihatkan adanya kebutuhan dasar yang dapat terwadahi oleh ruang urban tersebut.

Kesinambungan yang terjadi dan ”hidup”nya ruang tersebut juga mencerminkan bagaimana masyarakat mengatur diri untuk berbagi ruang, berbagi waktu, dan berbagi kesempatan dalam ”memanfaatkan” ruang-ruang tersebut. Dari sisi negatif, keberadaan kegiatan tersebut seringkali ”mengganggu” dan mengambil ”hak” publik warga kota lainnya, terutama para pejalan kaki. Karena itu, diperlukan pengaturan dan perencanaan yang dapat mengatasi persoalanpersoalan yang ditimbulkan sebagai akibat/implikasi adanya kegiatan-kegiatan tersebut. Di sinilah peran pemerintah kota yang harus segera diberdayakan dengan tepat sasaran. Salah satu preseden yang dapat dijadikan studi banding adalah penanganan yang dilakukan terhadap para pelaku sektor informal khususnya street-vendor yang terdapat di Kota Bangkok. Pemerintah kota yang didorong oleh kebijakan Raja Thailand memberikan ”ruang gerak” dengan membuat trotoar dengan lebar bervariasi yaitu 4, 6 bahkan 8 meter pada area-area tertentu sehingga dapat menampung pejalan kaki, kios, termasuk jalur difable dan area untuk tempat duduk

3.3 Gasibu sebagai Plaza, Ruang Terbuka Kota Plaza adalah ruang publik terbuka (open air), biasanya minimal ada satu

bangunan yang menyertanya, kadang dikelilingi bangunan lain.Plaza is a Spanish word related to “field” which describes an open urban public space, such as a city square. All through Spanish America, the plaza mayor of each center of administration held three closely related institutions: the cathedral, the cabildo or administrative center, which might be incorporated in a wing of a governor’s palace, and the audiencia or law court. Kata plaza berasal dari istilah Spanyol, memiliki arti yang mirip dengan city/town square dalam Bahasa Inggris, atau piazza dalam Bahasa Italia. Arti plaza kemudian mulai bergeser, berubah makna akibat statistik, bahkan ketika sama sekali tidak ada ruang

9BERKALA ILMIAH NARASI ARSITEKTUR Volume 1 Nomor 1 Desember 2009

Page 10: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

publik terbuka tetap diberi nama plaza. Kebanyakan orang mengetahui bahwa plaza adalah bangunan besar berisi pusat perbelanjaan. Seringkali pula Pemkot mengijinkan bangunan tanpa ruang terbuka diberi nama plaza, menjadi suatu hal yang salah jika dilihat dari sudut pandang arsitektur.

Satu plaza yang kini masih berfungsi sesuai konsepnya adalah Lapangan Gasibu, cocok jika disebut sebagai Gasibu Square karena berada di depan gedung pemerintahan provinsi. Plaza memang difungsikan untuk kegiatan publik warga, atau festival tertentu yang juga disebut fiesta, juga tempat acara kemiliteran hingga tempat berkumpul di saat darurat menimpa.

3.4 Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial di Lapangan Gasibu Jam taman, agar orang yang beraktivitas tidak lupa waktu. Lampu taman agar pada sore hari tetap bisa beraktivitas. Gazebo dan bangku taman sebagai tempat beristirahat setelah beraktivitas. Tangga yang menghubungkan antara jalur pedestrian dengan lapangan itu sendiri. Jalur rainase kota.

4. Analisis4.1 Aksis “Gedung Sate-Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat” sebagai Landmark

4.1.1 Kriteria Bangunan atau Ruang Sebagai LandmarkLandmark pada dasarnya merupakan suatu bangunan atau ruang

arsitektural yang memiliki nilai estetis, sejarah ataupun budaya yang penting. Kegunaan dari landmark ini adalah sebagai penanda kota, sebagai bagian dari elemen kota, dan juga mencirikan suatu identitas dari sebuah kota ataupun kawasan. Landmark pada umumnya merupakan suatu bangunan atau tempat yang sudah memiliki umur, yang kemudian dikonservasi ataupun dipelihara oleh suatu badan (organisasi). Selain itu, landmark dapat pula berupa suatu bangunan yang sudah direncanakan untuk dijadikan identitas suatu kota, disebut landmark terencana.

Objek yang diteliti adalah suatu elemen kota berupa bangunan dan taman (ruang terbuka) yang berada di Bandung utara, membentuk semacam garis lurus ataupun aksis. Bagian-bagian dari aksis tersebut adalah Gedung Sate yang merupakan bangunan pemerintah peninggalan Belanda, Lapangan Gasibu yang merupakan ruang terbuka sebagai tempat beraktivitas, Taman Perjuangan Rakyat Jawa Barat sebagai taman kota dan paru-paru kota, yang terakhir adalah Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat sebagai sebuah tugu peringatan. (Keempat tempat atau titik ini selanjutnya disebut sebagai Aksis Gedung Sate-Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat [MPRJB],mengenai prinsip aksis, sumbu, hierarki dan lain sebagainya secara arsitektural akan dibahas pada subbab berikutnya).

Mengacu pada definisi landmark yang telah disebutkan pada paragraf awal, dapat ditarik sebuah hipotesis bahwa tidak semua tempat ataupun ruang yang menjadi bagian dari aksis Gedung Sate-MPRJB merupakan landmark

Bagian-Bagian dari Aksis Landmark Gedung Sate-MPRJB (urut dari arah selatan) :1. Gedung Sate.

Gedung Sate merupakan bangunan peninggalan Belanda yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan kota Bandung. Gedung ini memiliki ciri khas berupa semacam tusuk sate pada atapnya yang berisi 6 bulatan, melambangkan biaya bangunan yang mencapai 6 juta gulden. Bentuk ini menonjol dan mudah terlihat walaupun kecil ukurannya. Dari bentukan

PENGARUH PERKEMBANGAN LAPANGAN GASIBU TERHADAP AKSIS LANDMARKGEDUNG SATE-MONUMEN PERJUANGAN RAKYAT JAWA BARATMetode Riset Kelas C – Regu 4

10

Page 11: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

inilah muncul nama Gedung Sate. Sedangkan untuk bentuk fisik bangunan itu sendiri, Gedung Sate memiliki karakteristik yang khas Indonesia, karena mengambil bentuk-bentuk stupa candi Borobudur, diadaptasi dengan bentuk atap tropis.

Dilihat dari nilai sejarah yang kental bahwa Gedung Sate menyertai perkembangan kota Bandung dari awal terbentuk hingga sekarang dan menjadi bangunan konservasi,maka dapat dikatakan bahwa Gedung Sate merupakan suatu landmark. 2. Lapangan Gasibu.

Lapangan Gasibu terletak di bagian utara Gedung Sate, terpisahkan oleh jalan Diponegoro yang merupakan arteri sekunder. Dilihat dari karakteristik yang dimiliki oleh Lapangan Gasibu,tidak ada sebuah penanda ataupun ciri khas tertentu yang menunjukkan (dan juga menjadi) identitas kota Bandung yang tampak secara 3 dimensi. Mungkin secara denah atau tampak udara, lapangan ini menjadi suatu bentuk yang menonjol, namun dalam skala manusia fungsi landmark sebagai suatu penanda tidak dapat tercapai, karena bentuknya yang meluas secara 2 dimensi.

Selain itu tidak ada faktor sejarah yang berkaitan dengan suatu peristiwa spesifik untuk dikenang, ataupun juga unsur budaya tertentu yang dikembangkan di tempat tersebut sejak dulu hingga sekarang. Gasibu lebih berperan sebagai ruang terbuka yang makin menegaskan keberadaan dan posisi Gedung Sate.3. Taman Perjuangan Rakyat Jawa Barat

Taman ini merupakan sebuah taman kota yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau, merupakan bentukan yang baru jika dibandingkan dengan keberadaan Lapangan Gasibu dan juga Gedung Sate. Pada perkembangannya, taman ini dibatasi oleh pagar, orang tidak diperboehkan masuk. Fungsi dari taman ini adalah murni sebagai sebuah ruang hijau kota, yang juga mempertegas aksis dari Gedung Sate-Monumen Bandung Kembali.

Sama seperti Lapangan Gasibu, taman ini tidak memiliki sebuah penanda khusus yang mencirikan identitas kota. Landmark pada hakekatnya merupakan suatu bangunan ataupun bentukan tertentu yang dapat menjadi ataupun menunjukkan ciri khas (identitas) dan penanda. Oleh karena itu, taman tersebut bukan merupakan sebuah landmark.4. Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat

Monumen Perjuangan Bandung Kembali ini merupakan sebuah landmark, termasuk ke dalam jenis landmark terencana, karena didesain dan direncanakan dalam menjalankan perannya sebagai identitas kawasan ataupun kota.

Secara menyeluruh, keempat bagian ini membentuk sebuah identitas kota. Fungsi sebagai penanda ataupun identitas kota ini terwakili oleh bangunan Gedung Sate dan monumen. Sedangkan Lapangan Gasibu dan Taman Perjuangan yang bukan merupakan landmark berfungsi untuk mempertegas aksis yang berupa garis lurus diantara dua landmark. Walaupun bukan merupakan landmark, tetap saja posisi dan keberaadannya membuat aksis landmark lebih lengkap dan tampak lebih baik.

Aksis landmark ini merupakan sebuah elemen kota, yang membentuk ruang kota dan menjadi fokus identitas ataupun aktivitas dalam sebuah kota. Secara lebih spesifik, yang kemudian menjadi identitas kota adalah Gedung Sate, sedangkan yang

11BERKALA ILMIAH NARASI ARSITEKTUR Volume 1 Nomor 1 Desember 2009

Page 12: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

menjadi fokus aktivitas adalah Lapangan Gasibu yang lebih terbuka dan ramai digunakan. Sebagai suatu kesatuan, aksis ini memiliki fungsi landmark, yaitu sebagai tempat aktivitas di kota, sebagai ciri kota Bandung, dan pengarah rute pergerakan. Aksis memperjelas arah jalan ke utara-selatan, ataupun timur-barat

4.1.2 Identitas Bagian-Bagian Aksis Sebagai Landmark Tipe-tipe identitas landmark:

Existensial Incidences Emphatetic Incidences Behavorial Incidences Inundatal Incidences Mass of Identitiy of Place

4.1.3Penerapan Prinsip Penataan 4.1.3.1 Sumbu

Sumbu pada pembahasan objek Lapangan Gasibu adalah sumbu imajiner dimana terjadi pengawalan dan pengakhiran pada kedua ujung sumbu yang berbentuk sebuah ruang, yaitu Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat dan Gedung Sate.

4.1.3.2 Hierarki 4.1.3.2.1 Hierarki Menurut Penempatan

Penempatan Gedung Sate lebih dominan karena Gedung Sate sebagai pengakhiran atau node dari sumbu juga memliki dimensi vertical yang memperlihatkan sesuatu yang penting. Lapangan Gasibu di dalam aksis ini berfungsi menegaskan sosok Gedung Sate, menunjukkan bahwa hierarki Gedung Sate lebih tinggi/lebih utama dari bagian lain.

4.1.3.2.2 Hierarki menurut ukuranGedung Sate berdiri diatas lahan seluas

27.990,859 m², luas bangunan 10.877,734 m², hal ini jika dibandingkan dengan Lapangan Gasibu yang hanya seluas 100x200m . Melihat fakta yang ada dapat dikatakan bahwa hierarki Gedung Sate lebih tinggi karena factor ukuran yang mendominasi.

4.1.3.3 Datum Datum atau pemersatu dari kawasan ini berupa garis,

sejajar dengan aksis yang ada. Aksis atau sumbu yang diakhiri oleh Gedung Sate dan Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat sekaligus dapat mengatur penataan bangunan ataupun ruang yang ada di sekitarnya. Dapat dikatakan pula bahwa garis linier imajiner yang ada berfungsi sebagai datum

4.1.4 Gasibu Sebagai Bagian Dari Aksis Gedung Sate yang Mendominasi Aktivitas Pada awal keberadaannya sebagai penunjang dari Gedung Sate, Lapangan

Gasibu dimanfaatkan untuk menampung kegiatan –kegiatan resmi seperti upacara dan kegiatan – kegiatan militer. Dalam perkembangan selanjutnya, keberadaan Gasibu ini semakin menunjukkan betapa lapangan tersebut memang sarat akan nilai sosial kemasyarakatan. Semakin banyak masyarakat yang memanfaatkan lapangan ini,tidak hanya sebagai lapangan olahraga namun juga sebagai suatu area untuk

PENGARUH PERKEMBANGAN LAPANGAN GASIBU TERHADAP AKSIS LANDMARKGEDUNG SATE-MONUMEN PERJUANGAN RAKYAT JAWA BARATMetode Riset Kelas C – Regu 4

12

Page 13: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

berjualan di hari Minggu.

Perubahan fungsi yang terjadi seiring perkembangan waktu ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap lingkungan sekitar Lapangan Gasibu. Padatnya aktivitas menjadi suatu pendorong bagi muncul dan berkembangnya fungsi – fungsi lain sebagai penunjang aktivitas yang terjadi di Lapangan Gasibu itu sendiri, seperti tenda berjualan, warung-warung dan lain-lain. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa keberadaan Lapangan Gasibu beserta aktivitas yang ditampungnya menjadi suatu generator aktivitas atau pemicu lingkungan di sekitarnya untuk tumbuh dan berkembang.

4.2 Faktor-faktor Yang Menjadikan Gasibu Sebagai Pusat Aktifitas4.2.1 Directional Diferentation

Letak Lapangan Gasibu pada jalan arteri primer kota Bandung (Jalan Terusan Pasteur – Pasteur – Surapati – Cicaheum - Ujung Berung) membuat Gasibu menjadi tempat yang sering dilewati dan mudah dikenali keberadaanya. Hal ini ditolong pula dengan adanya Gedung Sate yang melatari lapangan Gasibu (Sebagai suatu kesatuan aksis) Pencapaian yang mudah dengan akses yang besar inilah yang menyebabkan Lapangan Gasibu dapat menjadi pusat aktivitas bukan hanya masyarakat dalam kota tetapi juga luar daerah

4.2.2 Dominance Karakter Lapangan Gasibu yang merupakan ruang terbuka hijau (sebagai

hasil nyata dari konsep garden city) membuat Lapangan Gasibu ini memiliki faktor kenyamanan yang tinggi bagi para penggunanya, dilihat dari fasilitas sampai besaran serta skala-skala yang sesuai dengan standar kenyaman manusia. Didukung dengan Gedung Sate sebagai background membuat Lapangan Gasibu ini pun kental akan pemaknaan yang ada, mengingat tempat ini sudah berganti-ganti fungsi serta nama berkali-kali.

Diluar konteks sejarah, dominasi aktivitas Lapangan Gasibu dibandingkan Taman Perjuangan Rakyat Jawa Barat (yang berada di utara Lapangan Gasibu) dan terpisahkan oleh jalan Surapati membuat lapangan ini memiliki jenis aktivitas yang khusus.

4.2.3 Visual scopeAdanya perbendaan kontur antara jalan arteri primer dan arteri sekunder

yang mengapit Lapangan Gasibu (jalan Surapati – Diponegoro) membuat Lapangan Gasibu ditata dengan penggunaan tangga pada kedua sisinya. Hal ini menimbulkan kesan ruang yang berbeda pada setiap sisinya. Sense of place adalah frase yang tepat unutk menjelaskan apa yang terjadi pada Lapangan Gasibu. Dengan demikian, eksistensi landmark Gedung Sate pun tidak tenggelam akibat Lapangan Gasibu, tetapi sebaliknya, Lapangan Gasibu menjadi sarana pendukung dalam mempertahankan keberadaan Gedung Sate sebagai salah satu landmark di kota bandung.

4.2.4 Names and meaningGasibu sebenarnya merupakan sebuah nama yang muncul dari singkatan

yaitu, Gabungan Sepakbola Bandung Utara. Konteksnya yang berupa ruang terbuka berbentuk lapangan olahraga membuat area ini memungkinkan orang-orang bebas lalu lalang keluar masuk Lapangan Gasibu.

Taman Perjuangan Rakyat Jawa Barat pada awalnya dikondisikan sebagai pelengkap dari Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat yang berfungsi pula untuk memberikan kesan aksis yang lebih jelas dari Gedung Sate ke arah

13BERKALA ILMIAH NARASI ARSITEKTUR Volume 1 Nomor 1 Desember 2009

Page 14: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

monumen. Dalam perkembangannya, kondisi taman tersebut dicoba untuk dirawat dan dipertahankan tingkat kebesihannya dengan cara dibangun pagar disekeliling taman. Akibatnya secara psikologis orang merasa enggan masuk dan menikmati ruang terbuka tersebut.

4.2.5 Lokasi Lapangan Gasibu.Keberadaan Lapangan Gasibu dan sekitarnya tidak dapat terlepas dari

sejarah perencanaan kompleks Gedung Sate yang berada pada sisi Selatan aksis Gedung Sate-MPRJB. Kedua ruang terbuka sebagai bagian dari aksis landmark yang saling berkait ini pada awalnya dirancang oleh tim Perancangan Ibu Kota Nusantara yang dipimpin oleh Genie V.L. Slors untuk pembangunan Gedung Instansi pemerintah Pusat di Bandung. Perancangan kompleks gedung tersebut merupakan bagian dari usaha pemindahan Ibu Kota Pemerintahan Hindia Belanda dari Batavia ke Kota Bandung. Kompleks ini ditata saling berhadap-hadapan dan di tengah-tengahnya terdapat taman yang memanjang, bersumbu (seolah-olah) menuju Gunung Tangkuban Perahu.

Keberadaan Kompleks Gedung Sate–Lapangan Gasibu hingga tahun 1980an telah menjadi salah satu tengaran di kota Bandung. Pada tahun 1985 dibangunlah Boulevard MPRJB yang terletak di sebelah utara lapangan Gasibu, memanjang pada sumbu imajiner yang menghubungkan Gedung Sate dan gunung Tangkuban Perahu.

4.2.6 Time SeriesPada dahulu kala Bandung merupakan wilayah jajahan kolonial Belanda

yang terdiri dari wilayah perkebunan yang subur. Berawal dari usaha pemerintah Hindia Belanda dalam menutupi kas keuangan yang kosong akibat kekalahan perang Jawa melawan pangeran Diponegoro. Selain penderitaan yang tentunya dialami rakyat Priangan selama tanam paksa itu berlangsung ada juga hikmah positif bagi perkembangan Bandung dan masyarakatnya kemudian hari, diantaranya menjadikan masyarakat priangan menjadi mahir bercocok tanam, selain itu terbentuknya juga irigasi maupun infra stuktur lain yang menunjang perkebunan dan pertanian yang ada.

Pada masa sekarang ini lapangan Gasibu memegang peranan yang sangat penting bagi Kota Bandung. Fleksibilitas ruang berukuran kurang lebih 100x200 meter ini berfungsi seperti alun-alun pada kota-kota tradisional. Jalan-jalan di sekeliling dan ruang terbuka linear di sebelah utaranya semakin memperkuat dan mendukung fungsi lapangan ini sehingga dapat mewadahi kegiatan kota dalam berbagai skala.

Fungsi utama lapangan ini yang awalnya adalah sebagai area olah raga, namun seiring dengan perjalanan dan perkembangan yang ada lapangan ini telah menarik para pedagang untuk berjualan di sekitar Gasibu.

4.2.7 Motion AwarenessLapangan Gasibu pada perkembangan lebih lanjut juga mengalami

perkembangan aktivitas dan digunakan sebagai wadah kegiatan keagamaan yang memerlukan ruang terbuka, seperti sholat hari Raya Idul Fitri, ceramah-ceramah yang bersifat kolosal, tempat manasik haji, dan lain-lain. Keragaman kehidupan beragama yang ada di kota Bandung, meskipun sebagian besar memeluk agama Islam, juga dapat dirasakan di beberapa sudut lain di kota ini. Area-area di sekitar tempat peribadatan, seperti Gereja, Kelenteng, pada hari-hari tertentu saat ritual keagamaan diselenggarakan juga mengalami suasana yang berbeda. Thirdspace terkonsruksi oleh aktivitas keagamaan oleh para aktor penghayatnya.

4.2.8 Edges

PENGARUH PERKEMBANGAN LAPANGAN GASIBU TERHADAP AKSIS LANDMARKGEDUNG SATE-MONUMEN PERJUANGAN RAKYAT JAWA BARATMetode Riset Kelas C – Regu 4

14

Page 15: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

Lapangan Gasibu memang dirancang sebagai untuk melanjutkan rencana yang telah digagas sebelumnya yaitu membangun kompleks ini menjadi ruang kota dengan karakter formal untuk mendukung fungsi kompleks Gedung Sate sebagai fasilitas perkantoran pemerintah yang bersifat formal.

Lapangan Gasibu memiliki pagar pembatas di sekelilingnya yang cukup rendah dikarenakan Lapangan Gasibu mendukung fungsi penggunaan secara publik. Tidak di sekeliling Gasibu dipagari namun terdapat jeda yang merupakan main entrance dari gasibu yang berupa tangga tangga sehingga orang-orang bisa duduk-duduk di sana dan itulah merupakan main entrance Lapangan Gasibu namun pada perkembangannya akhirnya terdapat side entrance-side entrance lain yang terdapat di sekelilling nya.

4.3 Pengaruh Kepadatan Terhadap Ruang Terbuka Publik4.3.1 Pemusatan Aktifitas

Pemusatan aktivitas yang tidak merata terjadi pada kawasan Lapangan Gasibu pada hari minggu ataupun hari libur dapat menimbulkan efek psikologis kepada masyarakat yang melewati kawasan ini. Kepadatan yang terjadi di kawasan Lapangan Gasibu lama kelamaan akan membuat masyarakat yang hendak melewati kawasan ini mencari akses jalan lain yang tidak cenderung padat. Kejenuhan masyarakat terhadap padatnya kawasan Lapangan Gasibu ini akan membuat kawasan ini berangsur-angsur sepi dan mulai ditinggalkan atau lebih buruknya menjadi ruang publik yang mati.

Lapangan Gasibu sangat identik dengan acara-acara, baik itu dalam skala besar maupun skala kecil. Banyak faktor yang mendorong masyarakat untuk membuat aktivitas di Lapangan Gasibu ini. Mulai dari pasar tumpah di hari minggu pagi sampai acara-acara besar seperti konser musik sampai kampanye politik di Lapangan Gasibu melibatkan pengunjung dalam jumlah yang besar. Kenyataannya memang setiap acara yang digelar di Gasibu, sukses mendatangkan pengunjung dalam jumlah yang cukup berarti. Hal tersebut menandakan adanya pemusatan aktivitas di Lapangan Gasibu.

Pemusatan aktivitas ini memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap lingkungan sekitarnya. Masalah yang paling sering ditimbulkan akibat pemusatan aktivitas ini adalah tersendatnya jalur sirkulasi kendaraan di jalan sekitar Lapangan Gasibu. Masalah lain yang dapat ditimbulkan adalah masalah kebersihan. Setelah acara berakhir, seringkali sampah-sampah tidak langsung dibersihkan. Hal ini akan merusak citra kota Bandung yang terkenal dengan slogan BERHIBER (bersih hijau berbunga)

4.4 Solusi Pemerataan Aktivitas pada AksisPada aksis landmark kawasan Gedung Sate ini terjadi ketidakmerataan aktivitas

yang terjadi di dalam bagian-bagiannya, hal tersebut disebabkan karena antara objek landmark satu sama lain tidak sama kondisinya dan fungsinya beragam yang kemungkinan tidak senada.

Dari keempat elemen aksis landmark Gedung Sate-MPRJB tersebut, Lapangan Gasibu dan taman Perjuangan Rakyat Jawa Barat semestinya memiliki potensi dan fungsi yang tidak jauh berbeda, yaitu sebagai ruang terbuka yang dapat digunakan oleh publik untuk aktivitas sosial, rekreasi, olah raga, dan lain-lain. Diharapkan jika keduanya berfungsi secara sinergis dapat menghidupkan kawasan tersebut dan lingkungan sekitarnya dengan tidak menyebabkan kemacetan (gangguan sirkulasi) yang terlalu

15BERKALA ILMIAH NARASI ARSITEKTUR Volume 1 Nomor 1 Desember 2009

Page 16: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

besar. Namun seperti yang dapat kita lihat, yang terjadi saat ini adalah pemusatan kegiatan publik hanya terjadi pada Lapangan Gasibu saja.

Pemusatan kegiatan publik ini terjadi dikarenakan oleh kondisi riil pada elemen aksis landmark Gedung Sate-MPRJB tersebut. Lapangan Gasibu sangat terbuka dan bersifat mengundang orang sebanyak-banyaknya untuk menikmati ruang terbuka tersebut. Selain itu juga didukung oleh fasilitas penunjang dan kegiatan yang memungkinkan untuk dilakukan di sana. Dibanding dengan Taman Perjuangan Rakyat Jawa Barat di seberangnya yang tertutup pagar. Di dalamnya dipenuhi taman dan vegetasi sebagai perindang dan pemerindah kawasan. Selain itu meskipun di dalamnya terdapat bangku-bangku taman, namun situasi yang tercipta di sana adalah ruang terbuka ini ‘tertutup’ dan tidak cukup ‘mengundang’ orang untuk masuk ke dalamnya. Kenyataannya adalah tempat ini hanya sebagai taman kota yang hanya di datangi sedikit orang, bahkan malah digunakan untuk tidur bagi para pemulung dan pengemis jalan, sehingga tercipta pula kesan taman yang tidak jelas dan kumuh. Tidak salah bila masyarakat memilih Lapangan Gasibu untuk tempat beraktifitas.

Solusi yang dapat ditawarkan adalah ‘membuka’ Taman Perjuangan Rakyat Jawa Barat agar dapat sepenuhnya berfungsi sebagai ruang terbuka publik, dan dapat dipergunakan untuk kegiatan lainnya, misalkan jogging (olah raga), kegitan berjualan kecil, dan rekreasi. Untuk itu perlu ditata kembali pengaturan elemen vegetasi pada Taman Perjuangan Rakyat Jawa Barat ini, sehingga potensinya sebagai ruang terbuka hijau dan fasilitas umum dapat digunakan semestinya dengan maksimal. Sebelum itu, maka pemerintah daerah sebaiknya menggalangkan kegiatan perbaikan tersebut agar Taman Perjuangan Rakyat Jawa Barat tidak dilupakan oleh masyarakat, baru setelah itu dibuat peraturan daerah tentang tertib penggunaan ruang terbuka hijau yang baik dan teratur, serta tidak lantas digunakan untuk hal yang dapat merusak citra kawasan dan kota Bandung seperti untuk tidur pemulung, dan sebagainya.

Dengan adanya dua ruang terbuka hijau yang ‘efektif’ pada aksis landmark di kawasan Gedung Sate Bandung ini maka akan lebih dapat menghidupkan suasana aksis landmark Gedung Sate-MPRJB itu sendiri. Pemerataan kegiatan atau tidak terpusatnya lagi kegiatan pada satu bagian akan membantu mengurangi kemacetan dan membuat aktivitas di titik tersebut lebih nyaman. Lapangan Gasibu akan lebih mendukung kegiatan dari Gedung Sate, Taman Perjuangan Rakyat Jawa Barat akan menyemarakkan lagi Monumen Perjuangan dengan berbagai kegiatan pada ruang terbukanya. Jika kawasan aksis ini makin ramai, maka akan lebih dikenal pula oleh masyarakat, sehingga fungsi landmark sebagai penanda kawasan dapat lebih efektif. Sebagai patokan arah penanda suatu kawasan, aksis landmark Gedung Sate ini dapat lebih dikenal sebagai identitas Bandung yang lebih dikenal setiap orang.

5. PenutupKawasan Gedung Sate dapat dikategorikan sebagai suatu kawasan landmark yang

memilki aksis memanjang yang menghubungkan Gedung sate hingga Monumen Perjuangan Jawa Barat Dapat dikatakan sebagai kawasan landmark karena dalam suatu sumbu utama terdapat dua landmark yang mendomonasi walaupun tidak semua bagian dari kawasan ini merupakan suatu landmark. Yang termasuk landmark adalah Gedung Sate dan Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat. Gedung Sate dapat dikatakan sebagai suatu landmark karena faktor kesejarahannya serta imagenya yang kuat sebagai penanda kawasan serta identitas kota Bandung. Sedangkan Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat merupakan suatu landmark yang terencana,namun keberadaannya saat ini masih kurang dikenal dibandingkan Gedung sate.

PENGARUH PERKEMBANGAN LAPANGAN GASIBU TERHADAP AKSIS LANDMARKGEDUNG SATE-MONUMEN PERJUANGAN RAKYAT JAWA BARATMetode Riset Kelas C – Regu 4

16

Page 17: LAPORAN FORMAT JURNAL PRINT baru

Lapangan Gasibu sendiri tidak dapat dikategorikan sebagai landmark karena tidak memiliki suatu karakter yang kuat sebagai suatu penanda kota (fungsi landmark) begitu pula dengan Taman kota (Taman Perjuangan rakyat Jawa barat yang tidak memiliki karakter yang kuat serta factor umur yang masih muda (tidak memiliki factor kesejarahan). Lapangan Gasibu dan Taman Perjuangan Rakyat Jawa Barat hanya ,merupakan elemen penunjang dari keseluruhan kawasan landmark ini.

Pada kenyataannya, keadaan Lapangan Gasibu dan Taman Perjuangan Rakyat Jawa Barat yang memiliki fungsi yang sama sebagai ruang terbuka publik tidak dikondisikan secara seimbang. Lapangan Gasibu lebih dapat menarik masyarakat untuk datang dan beraktivitas karena transparansi dan fasilitas yang disediakan. Selain itu keberadaan Taman Perjuangan Rakyat Jawa Barat dapat mengurangi pemusatan aktivitas yang terjadi di Lapangan Gasibu. Dan pada akhirnya akan terbentuk suatu kawasan landmark yang dapat dikenal baik dan menjadi penanda kawasan serta identitas kota yang baik.

ACUAN

Ching,Francis.D.K.199 Arsitektur Bentuk Ruang dan Tatanan.Jakarta:ErlanggaDamajani,Dhian.Informalitas dalam Formalitas pada ruang terbuka publik (Studi Kasus

Lapangan Gasibu):Dimensi Teknik Arsitektur vol 35.http:/.fikrimet05.woedpress.com/http:/wikipedia.comhttp:/ pikiran –rakyat.com http://pakguruonline.pendidikan.net/myresearch04.htmlhttp://et-ee.facebook.com/topic.php?uid=73407675024&topic=9014http://buletin.melsa.net.id/news/44gedungsate.html

17BERKALA ILMIAH NARASI ARSITEKTUR Volume 1 Nomor 1 Desember 2009