LAPORAN HEMOFILIA
-
Upload
wahyu-tiara-dewiyanti -
Category
Documents
-
view
1.705 -
download
5
Transcript of LAPORAN HEMOFILIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meski belum memiliki nama, hemofilia telah ditemukan sejak lama. Talmud, yaitu
sekumpulan tulisan para rabi Yahudi, 2 abad setelah masehi menyatakan bahwa seorang
bayi laki-laki tidak harus dikhitan jika dua kakak laki-lakinya mengalami kematian akibat
dikhitan. Selain itu, seorang dokter asal Arab, Albucasis, yang hidup pada abad ke-12
menulis tentang sebuah keluarga yang setiap anak laki-lakinya meninggal setelah terjadi
perdarahan akibat luka kecil.
Pada tahun 1803, Dr. John Conrad Otto, seorang dokter asal Philadelphia menulis
sebuah laporan mengenai perdarahan yang terjadi pada suatu keluarga tertentu saja. Ia
menyimpulkan bahwa kondisi tersebut diturunkan hanya pada pria. Ia menelusuri
penyakit tersebut pada seorang wanita dengan tiga generasi sebelumnya yang tinggal
dekat Plymouth, New Hampshire pada tahun 1780.
Kata hemofilia pertama kali muncul pada sebuah tulisan yang ditulis oleh Hopff di
Universitas Zurich, tahun 1828. Dan menurut ensiklopedia Britanica, istilah hemofilia
(haemophilia) pertama kali diperkenalkan oleh seorang dokter berkebangsaan Jerman,
Johann Lukas Schonlein (1793 - 1864), pada tahun 1928.
Hemofilia juga disebut dengan "The Royal Diseases" atau penyakit kerajaan. Ini di
sebabkan Ratu Inggris, Ratu Victoria (1837 - 1901) adalah seorang pembawa sifat/carrier
hemofilia. Anaknya yang ke delapan, Leopold adalah seorang hemofilia dan sering
mengalami perdarahan. Leopold meninggal dunia akibat perdarahan otak pada saat ia
berumur 31 tahun.
Salah seorang anak perempuan Victoria yaitu Alice, ternyata adalah carrier hemofilia
dan anak laki-laki dari Alice, Viscount Trematon, juga meninggal akibat perdarahan otak
1
pada tahun 1928. Alice dan Beatrice, adalah carrier dan merekalah yang menyebarkan
penyakit hemofilia ke Spanyol, Jerman dan Keluarga Kerajaan Rusia.
Pada abad ke 20, pada dokter terus mencari penyebab timbulnya hemofilia. Hingga
mereka percaya bahwa pembuluh darah dari penderita hemofilia mudah pecah. Kemudian
pada tahun 1937, dua orang dokter dari Havard, Patek dan Taylor, menemukan
pemecahan masalah pada pembekuan darah, yaitu dengan menambahkan suatu zat yang
diambil dari plasma dalam darah.
Zat tersebut disebut dengan "anti - hemophilic globulin". Di tahun 1944, Pavlosky,
seorang dokter dari Buenos Aires, Argentina, mengerjakan suatu uji coba laboratorium
yang hasilnya memperlihatkan bahwa darah dari seorang penderita hemofilia dapat
mengatasi masalah pembekuan darah pada penderita hemofilia lainnya dan sebaliknya.
Secara kebetulan, ia menemukan dua jenis penderita hemofilia dengan masing - masing
kekurangan zat protein yang berbeda - Faktor VIII dan Faktor IX. Dan hal ini di tahun
1952, menjadikan hemofilia A dan hemofilia B sebagai dua jenis penyakit yang berbeda.
Kemudian di tahun 1960-an, cryoprecipitate ditemukan oleh Dr. Judith Pool.Dr. Pool
menemukan bahwa pada endapan di atas plasma yang mencair mengandung banyak
Faktor VIII. Untuk pertama kalinya Faktor VIII dapat dimasukkan pada penderita yang
kekurangan, untuk menanggulangi perdarahan yang serius. Bahkan memungkinkan
melakukan operasi pada penderita hemofilia.
Walaupun Hemofilia telah dikenal lama di ilmu dunia kedokteran, namun baru pada
tahun 1965, diagnosis melalui laboratorium baru diperkenalkan oleh Kho Lien Kheng.
Diagnosis laboratorium yang diperkenalkannya menggunakan Thromboplastin
Generation Test (TGT), selain pemeriksaan waktu perdarahan dan masa waktu
pembekuan darah. Pada saat itu pemberian darah lengkap segar merupakan satu-satunya
cara pengobatan yang tersedia di rumah sakit (http://www.wikipedia.com)
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hemophilia ?
2. Bagaimana dengan epidemiologi hemophilia ?
3. Klasifikasi apa saja untuk membedakan hemophilia ?
4. Apa saja tanda dan gejala dari hemophilia ?
5. Jelaskan patofisiologi hemophilia !
6. Diagnosis apa saja yang dapat ditegakka pada penyakit hemophilia ?
7. Penatalaksanaan apa saja yang dapat diberikan pada penderita hemophilia ?
8. Komplikasi apa saja yang dapat di temukan pada penderita hemophilia ?
C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi hemofilia
2. Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi hemofilia
3. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi hemofilia
4. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisologis hemofilia
5. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis hemofilia
6. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan hemofilia
7. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi hemofilia
D. Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui definisi hemofilia
2. Mahasiswa mengetahui epidemiologo hemofilia
3. Mahasiswa mengetahui klasifikasi hemofilia
4. Mahasiswa mengetahui patofisiologis hemofilia
5. Mahasiswa mengetahui diagnosis hemofilia
6. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan hemofilia
7. Mahasiswa mengetahui komplikasi hemofilia
3
BAB II
STUDI PUSTAKA
A. Definisi Hemofilia
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan darah
yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom X ( X F) ( Sudoyo,
2007). Hemofilia merupakan penyakit pembekuan darah kongenital yang disebabkan
karena kekurangan faktor pembekuan darah, yaitu faktor VIII dan faktor IX yang bersifat
herediter secara sex-linked recessive pada kromosom X (Xh). Factor tersebut merupakan
protein plasma yang merupakan komponen yang sangat dibutuhkan oleh pembekuan
darah khususnya dalam pembentukan bekuan fibrin pada daerah trauma (Dorland, 2006).
B. Epidemiologi
Penyakit ini bermanifestasi klinik pada laki – laki. Angka kejadian hemophilia A
sekita 1:10.000 orang dan hemophilia B sekita 1:25.000-30.000 orang. Belum data
mengenai angka kekerapan di Indonesia, namun diperkirakan sekitar 20.000 dari 200 juta
penduduk Indonesia saat ini. Kasus hemophilia A lebih sering di jumpai dibanding kan
hemophilia B, yaitu berturut – turut mencapai 80%-85% dan 10%-15% tanpa
memandang ras,geografis dan keadaan social ekonomi. Mutasi gen secara spontan
diperkirakan mencapai 20-30% yang terjadi pada pasien tanpa riwayat keluarga (Sudoyo,
2007).
C. Klasifikasi
Sampai saat ini dikenal 2 macam hemophilia yang diturunkan secara sex-linked
recessive yaitu :
1. Hemofilia A (hemofila klasik), akibat defisiensi atau disfungsi factor
pembekuan VII (F VIIIc).
2. Hemofilia B (Chistmas disease) akibat defisiensi atau disfungsi F IX ( Faktor
Christmas).
4
3. Hemofilia C merupakan penyakit perdarahan akibat kekurangan factor XI
yang diturunkan secara utosomal ressecive pada kromsom 4q32q35.
Klasifikasi hemophilia menurut berat ringannya penyakit :
1. Berat : 1%
2. Sedang : 2 – 5%
3. Ringan : 6 – 10%
4. Normal : 50 – 150%
( Sudoyo, 2007).
D. Tanda dan Gejala
Perdarahan adalah gejala dan tanda klinis yang khas yang sering di jumpai pada kasus
hemophilia. Perdarahan dapat timbul secara spontan atau akibat trauma ringan sampai
sedang serta dapat timbul saat bayi mulai belajar merangkak.
Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu :
1. hemartrosis
2. hematom subkutan/intramuscular
3. perdarahan mukosa mulut
4. perdarahan intracranial
5. epistaksis
6. hematuria
E. Patofisiologi
Hemofilia adalah penyakit gangguan pembekuan darah yang diturunkan melalui
kromosom X. Karena itu, penyakit ini lebih banyak terjadi pada pria karena mereka
hanya mempunyai kromosom X, sedangkan wanita umumnya menjadi pembawa sifat
saja (carrier). Namun, wanita juga bisa menderita hemofilia jika mendapatkan kromosom
X dari ayah hemofilia dan ibu pembawa carrier.Penyakit hemofilia ditandai oleh
5
perdarahan spontan maupun perdarahan yang sukar berhenti. Selain perdarahan yang
tidak berhenti karena luka, penderita hemophilia juga bisa mengalami perdarahan spontan
di bagian otot maupun sendi siku.
Pada orang normal, ketika perdarahan terjadi maka pembuluh darah akan
mengecil dan keping-keping darah (trombosit) akan menutupi luka pada pembuluh. Pada
saat yang sama, trombosit tersebut bekerja membuat anyaman (benang-benang fibrin)
untuk menutup luka agar darah berhenti mengalir keluar dari pembuluh. Pada penderita
hemofilia, proses tersebut tidak berlangsung dengan sempurna. Kurangnya jumlah faktor
pembeku darah menyebabkan anyaman penutup luka tidak terbentuk sempurna sehingga
darah terus mengalir keluar dari pembuluh yang dapat berakibat berbahaya. Perdarahan di
bagian dalam dapat mengganggu fungsi sendi yakni mengakibatkan otot sendi menjadi
kaku dan lumpuh, bahkan kalau perdarahan berlanjut dapat mengakibatkan kematian
pada usia dini (Sylvia, 2006).
F. Diagnosis
Walaupun terdapat 20-30% kasus hemophilia terjadi akibat mutasi spontan
kromosom X pada gen peyandi VIII dan F IX. Seorang anak lelaki diduga menderita
hemophilia jika terdapat riwayat pendarahan berulang ( hematrosis, hematom ) atau
riwayat perdarahan yang memanjang setelah trauma atau tindakan tertentu dengan atau
riwayat keluarga. Kelainan laboratorium ditemukan pada gangguan uji hemeostatis,
seperti pemanjangan masa pembekuan (CT) dan masa tromboplastin partial terativasi
(aPTT), abnormalital uji tromboplastin generation, dengan masa perdarahan dan masa
protombin (PT) dalam batas normal.
Diagnosis definitive ditegakka dengan berkurangnya aktivitas F VIII/ F IX, dan jika
sarana pemeriksaan sitogenik tersedia dapat dilakukan pemeriksaan petanda gen F VIII/ F
XI. Aktivitas F VIII / F IX dinyatakan dalam U/ml denhgan arti aktivitas factor
pembekuan darah 1 ml plasma normal adalah 100%. Nilai normal aktivitas F VIII/ F IX
adalahn0,5 – 1,5 U/ ml atau 50 – 150%. Harus diinga adalah membedakan hemophilia A
6
dengan penyakit von Willebrand, dengan melihat rasio F VIIIc: F VIIIag dan aktivitas F
vW (uji risositin) rendah.
Diagnosis Banding
1. Hemofilia A dan B dengan defisiensi faktor XI dan XII.
2. Hemofilia A dengan penyakit von Willerbrand (khususnya varian Normandy)
inhibitor F VIII yang didapat dan dikombinasi defisiensi F VIII dan kongeital.
3. Hemofilia B dengan penyakit hari, pemakaian warfarin, defisiensi vitamin K,
sangat jarang inhibitor F IX yang didapat.
G. Penatalaksanaan
1. Terapi Suportif
1.1.1.1. Melakukan pencegahan baik menghindari luka / benturan
1.1.1.2. Merencanakan suatu tindakkan operasi serta mempertahankan
kadar aktivitas faktor pembekuan sekita 30 – 50%.
1.1.1.3. Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan
tindakkan pertama seperti rest, ice, compression, elevation (RICE) pada
lokasi perdarahan
1.1.1.4. Kortikosteroid sangat membentu untuk menghilangkan proses
inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut
hemartroisis
1.1.1.5. Analgetika diindikasi pada pasien hemartroisis dengan nyeri hebat
dan sebaiknya dipilih analgetik yang tidak mengganggu agregasi
trombosit (harus dihindari penggunaan aspirin dan antikoagulan).
1.1.1.6. Rehabilitas medic dilakukan sedini mungkin secara komprehensif
dan holistik dalam sebuah tim karena keterlambatan dalam pengelolaan
akan kecacatan atau ketidakmampuan baik fisik, okupasi maupun
psikososial dan edukasi.
2. Terapi Pengganti Faktor Pembekuan
7
Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemophilia dilakukan dengan
pemmberian F VIII dan F IX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah
yang mengandung cukup banyak faktor – faktor pembekuan tersebut. Pemberian
biasanya dilakuakan dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik serta
khususnya selama fisioterapi.
3. Konsentrat F VIII/ F IX
Hemofila A berat maupun hemophilia ringan dan sedang dengan episode
perdarahan yang serius membutuhkan koreksi faktor pembekuan dengan kadar yang
tinggi yang harus diterapi dengan konsentrat F VIII yang telah dilemahkan virusnya.
Faktor IX tersedia dalam 2 bentuk yaitu prothrombin complex concentrates (PCC)
yang berisi F II, VIII, IX, dan X dan purified F IX concentrates yang berisis berjumlah F
IX tanpa faktor yang lain. PCC dapat menyebabkan thrombosis paradoksial dan koagulasi
interavena tersebar yang disebabkan oleh sejumlah konsentrat faktor pembekuan lain.
Resiko ini meningkatkan pada pemberian F IX berulang, sehingga purifefied kosentrat F
IX lebih diinginkan.
4. Kriopesipitat AHF
Kriopesipitat AHF adalah salah satu komponen darah non selular yang merupakan
konsentrat plasma tertentu yang mengandung F VIII, fibrinogen, faktor von Willebrand.
Dapat diberikan apabila konsentrat F VIII tidak ditemukan. Efek samoing dapat
menimbulkan alergi dan demam.
5. 1-deamino 8-D Arginin Vasopresin (DDAVP) atau Desmopresin
Hormon sintetik anti diuretic (DDAVP) merangsang peningkatan kadar aktivitas
F VIII di dalam plasma sampai 4 kali, namun bersifat sementara. Pemberian dapat
dengan intravena dengan dosis 0,3mg/kg BB dalam 30-50 NaCl 0,9% selama 15 menit
atau 20 menit dengan lama kerja 8 jam. Efek samping yang dapat terjadi berupa
takikardia, flushing, thrombosis (sangat jarang) dan hiponatremia.
8
6. Antifibrinolitik
Digunakan pada pasien hemophilia B untuk menstabilisasikan bekuan / fibrin
dengan cara menghambat proses fibrinolisis. Epsilon aminocaproic acid (EACA) dapat
diberikan secara oral maupun intravena dengan dosis awal 200mg/ kg BB ( maksimum 5
g setiap pemberian ). Asam traneksamat diberikan dengan dosis 25mg/kg BB
( maksimum 1,5g ) secara oral, atau 10 mg/kg BB (maksimum 1 g) secara intravena
setiap 8 jam. Asam traneksamat juga dapat dilarutkan 10 % bagian dengan perenteral,
terutama salin normal.
7. Terapi Gen
Saat ini sedang intensif dilakukan penelitian invivo denga memindahkan vector
adenovirus yang membawa gen antihemofilia ke dalam sel hati. Gen F VIII relatif lebih
sulit dibandingkan gen F IX, karena ukurannya (9 kb) lebih besar,namun akhir tahun
1998 para ahli berhasil melakukan pemindahan plasmid-based faktor VIII secara ex vivo
ke fibroblas.
H. Komplikasi
Komplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemophilia, yaitu penimbunan
darah intra artikuler yang menetap dengan akibat degenerasi kartilago dan tulang sendi
secara progesif. Hal ini menyebabkan penurunan sampai rusaknya fungsi sendi.
Hemartrosis yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menyebabkan sinovitis kronik
akibat proses peradangan jaringan synovial yang tidak kunjung henti. Sendi yang sering
mengalami komplikasi adalah sendi lutut, pergelangan kaki dan lutut.
BAB III
PEMBAHASAN
9
Anton 3 tahun datang ke dokter diantar ibunya dengan keluhan memar – memar ( kebiru-
biruan ) setelah jatuh dari tangga 2 minggu yang lalu dan terjadi hemathrosis. Ibunya
mengeluh sendi anaknya bertambah bengkak dan memarnya bertambah luas. Pernah
menjadi memar seperti ini hilangnya 2 minggu, riwayat mimisan tidak ada. Kakak
kandung laki – lakinya meninggal pada usia 5 tahun dan sebelumnya mengalami keluhan
yang serupa, sedangkan pamanya (adik Ibu Anton) juga mengalami hal yang sama,
meninggal pada usia yang masih muda. Hasil laboratorium menunjukkan Hb 10 mg/ dL,
AL 6000/ µL, AT 257.000/ µL, PT normal/ APTT memanjang. Rumple Leede (-). Ibunya
menayakan : “kenapa kedua anak lelaki saya mengalami penyakit yang serupa, Dok?”.
Hasil Pembahasan :
1. Anton memar-memar (kebiru-biruan) setelah jatuh dari tangga 2
minggu yang lalu dan terjadi hemarthrosis. Memar-memar terjadi
karena adanya perdarahan di dalam jaringan akibat trauma
(jatuh) sehingga eritrosit ke luar vascular kemudian terkumpul
dalam jaringan dan kemudian difagosit oleh jaringan. Hb
dimetabolisme menjadi hemosiderin (besi) berwarna coklat hitam
dan hematoidin yang berwarna kuning muda yang kemudian
keduanya saling berinteraksi sehingga terciptalah warna memar
yang kebiru-biruan. Memar ini lama-kelamaan akan berwarna
kuning sebagai pertanda memar akan segera hilang dan sirkulasi
jaringan kembali normal (Anonim, 2008).
2. Ibunya mengeluh sendi anaknya bertambah bengkak dan
memarnya bertambah luas. Sendi bertambah bengkak
dikarenakan adanya perdarahan yang tidak berhenti dan semakin
menumpuk sehingga mengakibatkan sendi tampak semakin
bengkak. Memar bertambah luas dikarenakan adanya gangguan
yakni defek pada faktor koagulasi (faktor VIII atau IX) sehingga
terjadi gangguan pada proses pembekuan darah yang
mengakibatkan perdarahan terjadi semakin lama dan bertambah
luas ke daerah sekitar sehingga memar juga bertambah luas.
10
3. Sebelumnya pernah terjadi memar seperti ini dan hilangnya 2
minggu. 2 minggu bukanlah waktu yang pasti mengenai
pembekuan darahnya karna lama perdarahan ditentukan oleh
derajat hemofilia yang dipengaruhi oleh tingkat aktivitas faktor
pembekuan (faktor VIII atau IX). 2 minggu ini menunjukkan jika
waktu pembekuan darah yang abnormal karena dalam keadaan
normal waktu pembekuan terjadi dalam 5-7 menit namun dalam
hemofilia waktu pembekuan memanjang menjadi 50 menit-2 jam.
Memar hilang setelah semua jaringan atau daerah sudah
mengalami pembekuan darah. Karena walaupun ada gangguan
pada salah satu faktor pembekuan namun masih ada faktor-faktor
pembekuan yang lain yang masih bisa menutupi sehingga proses
pembekuan masih tetap bisa berjalan.
4. Kakak kandung laki-lakinya meninggal pada usia 5 th dan
sebelumnya mengalami keluhan yang serupa, sedangkan
pamannya (adik ibu Anton) juga mengalami hal yang sama,
meninggal pada usia yang masih muda. Hal itu menunjukkan
adanya hubungan genetik dalam penyakit ini.
5. Hasil laboratorium menunjukkan Hb 10 mg/dl, AL 6000/uL, AT
257.000/uL, PT normal/APTT memanjang. Dari hasil pemeriksaan
laboratorium dan dari gejala serta riwayat keluarga tersebut maka
hipotesis penyakit Anton yakni hemofilia. Hb, AL, dan AT
menunjukkan nilai normal. PT normal menunjukkan jika faktor
pembekuan pada jalur ekstrinsik dan aPTT menunjukkan hasil
pemeriksaan pada jalur intrinsik. PT normal/aPTT memanjang
menunjukkan adanya gangguan pada jalur intrinsik yang
memanjang. Sehingga didapat hasil bahwa adanya defek atau
gangguan pada jalur ekstrinsik pembekuan darah yakni gangguan
pada faktor pembekuannya (faktor VIII atau IX) (Graber, 2006).
6. Ibunya menanyakan: “Kenapa kedua anak lelaki saya mengalami
penyakit yang serupa, dok?” Kejadian tersebut menunjukkan jika
11
hemofilia adalah penyakit yang dapat diturunkan atau herediter
dari orang tua ke anaknya, namun bisa juga kongenital akibat
mutasi spontan gen (Sudoyo, 2007).
12
BAB IV
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
1. Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kekurangan faktor pembekuan
darah yang diturunkan (herediter) secara sex-linked recessive pada kromosom.
2. Sampai saat ini dikenal 2 macam hemophilia yang diturunkan secara sex-
linked recessive yaitu : Hemofilia A (hemofila klasik), Hemofilia B (Chistmas
disease), dan Hemofilia C.
3. Klasifikasi hemophilia menurut berat ringannya penyakit :Berat 1%, Sedang 2
– 5%, Ringan 6 – 10%, dan Normal 50 – 150%.
13
4. Tanda perdarahan yang sering dijumpai yaitu : hemartrosis, hematom,
subkutan/intramuscular, perdarahan mukosa mulut, perdarahan intracranial,
epistaksis, dan hematuria.
5. Walaupun terdapat 20-30% kasus hemophilia terjadi akibat mutasi spontan
kromosom X pada gen peyandi VIII dan F IX.
6. Diagnosis definitive ditegakka dengan berkurangnya aktivitas F VIII/ F IX,
dan jika sarana pemeriksaan sitogenik tersedia dapat dilakukan pemeriksaan
petanda gen F VIII/ F XI.
7. Diagnosis Banding: Hemofilia A dan B dengan defisiensi faktor XI dan XII.
8. Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada penderita hemophilia yaitu :
Terapi Suportif, Terapi Pengganti Faktor Pembekuan, Konsentrat F VIII/ F
IX, Kriopesipitat AHF, 1-deamino 8-D Arginin Vasopresin (DDAVP) atau
Desmopresin, Antifibrinolitik dan Terapi Gen.
9. Komplikasi yang sering ditemukan adalah artropati hemophilia, yaitu
penimbunan darah intra artikuler yang menetap dengan akibat degenerasi
kartilago dan tulang sendi secara progesif.
B. Saran
1. Yang paling penting, penderita hemofilia tidak boleh mendapat suntikan
kedalam otot karena bisa menimbulkan luka atau pendarahan.
2. Penderita hemofilia juga harus rajin melakukan perawatan dan pemeriksaan
kesehatan gigi dan gusi secara rutin. Untuk pemeriksaan gigi dan khusus,
minimal setengah tahun sekali, karena kalau giginya bermasalah semisalnya
harus dicabut, tentunya dapat menimbulkan perdarahan.
3. Mengonsumsi makanan atau minuman yang sehat dan menjaga berat tubuh
agar tidak berlebihan. Karena berat badan berlebih dapat mengakibatkan
14
perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki (terutama pada kasus hemofilia
berat).
4. Penderita hemofilia harus menghindari penggunaan aspirin karena dapat
meningkatkan perdarahan dan jangan sembarang mengonsumsi obat-obatan.
5. Olahraga secara teratur untuk menjaga otot dan sendi tetap kuat dan untuk
kesehatan tubuh. Kondisi fisik yang baik dapat mengurangi jumlah masa
perdarahan..
DAFTAR PUSTAKA
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran, edisi 26, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Pp 523,638,1119.
http://www.hemofilia.or.id ( diakses tanggal 02 Desember 2009 )
http://www.fk-ui.ac.id ( diakses tanggal 02 Desember 2009 )
http://www.wikipedia.com ( diakses tanggal 02 Desember 2009 )
15
Price, Sylvia Anderson.2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
(Edisi VI). Jakarta: EGC.Pp. 340-84
Robbins.2002. Buku Ajar Patologi Anatomi.Jakarta : EGC. Pp. 862-89
Sedoyo, dkk.Nyeri. 2007. In BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi II Jilid II.Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedoteran Universitas Indonesia,;
759-69
Sulistia,dkk.2007.Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi dan
Terapeutik FK-UI,Pp.210-99
Sutejo, AY.2007.Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium.Yogyakarta:Amara Books
Setyabudi, Rahajuningsih D. et al.2007.Hemostasis dan Trombosis.Jakarta:Balai
Penerbit FK UI
16