Laporan Fix Skenario e ( New )

93
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO E BLOK 23 Disusun oleh : KELOMPOK 2 Nisrina Ariesta Syaputri 04111001011 Kadek Martha S 04111001012 Kardiyus Syaputra 04111001016 Siti Dwinindiya Putri 04111001017 Ayu Risky Fitriawan 04111001018 R.A Delila Tsaniyah 04111001043 Mia Hayati Khairunnisa 04111001045 Wira Dharma Utama 04111001048 Fadlia 04111001057 Ferdy Sugianto 04111001062 Ferry Krisnamurti 04111001065 Fatty Maulidira 04111001068 Kinanthi Sabilillah 04111001071 Riski Miranda Putri 04111001072 Tutor: Prof. PM. Chatar, Sp.PK(K). FAKULTAS KEDOKTERAN

description

Laporan Fix Skenario e ( New )

Transcript of Laporan Fix Skenario e ( New )

LAPORAN TUTORIAL SKENARIO EBLOK 23

Disusun oleh : KELOMPOK 2Nisrina Ariesta Syaputri

04111001011

Kadek Martha S

04111001012

Kardiyus Syaputra

04111001016

Siti Dwinindiya Putri

04111001017

Ayu Risky Fitriawan

04111001018

R.A Delila Tsaniyah

04111001043

Mia Hayati Khairunnisa

04111001045

Wira Dharma Utama

04111001048

Fadlia

04111001057

Ferdy Sugianto

04111001062

Ferry Krisnamurti

04111001065

Fatty Maulidira

04111001068

Kinanthi Sabilillah

04111001071

Riski Miranda Putri

04111001072

Tutor: Prof. PM. Chatar, Sp.PK(K).FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYATAHUN 2014

DAFTAR ISI

Halaman judul .. 1

Daftar Isi 2

Kata Pengantar.. 3

Hasil Tutorial dan Belajar Mandiri

I.Skenario........................................................................................... 4II.Klarifikasi Istilah. 4III.Identifikasi Masalah 4IV.Analisis Masalah. 4V.Hipotesis. 32VI.Learning Issue. 33VII.Kerangka Konsep... 62VIII.Kesimpulan. 62Daftar Pustaka.. 63

KATA PENGANTARPuji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya laporan tutorial blok 23 ini dapat terselesaikan dengan baik.

Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar tutorial, yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat dalam pembuatan laporan ini, mulai dari tutor kami Prof. PM.Chatar, Sp.PK(K) yang telah membimbing kami pada tutorial ini, dan anggota kelompok 2 tutorial yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.

Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan penyusun lakukan.

Palembang, 26 Februari 2014

Penyusun

Skenario E Blok 23 Tahun 2014

A male newborn was referred to Moh.Hoesin Hospital by a midwife who helped his mother, Mrs. Utamis delivery with chief complain of grunting. Mothers history was taken from the midwife. She said that Mrs. Utamis pregnancy was full term. The baby was born 3 hours ago with Apgar score 5 for 1th minute and 8 for 5th minutes, birth body weight was 3 kg. The mother had premature rupture of membrane 2 days ago and had bad smell liquor. From the physical examination the baby was hypoactive and tahypnoe, no sucking reflex, and there was chest indrawing.

I. Klarifikasi istilah1. Grunting

: Merintih

2. APGAR score : Nilai-nilai yang diinilai pada saat bayi lahir, meliputi appearance, pulse, grimace, activity, and respiratory

3. Premature rupture of membrane : Ketuban pecah dini4. Sucking reflex : Reflex primitive pada bayi untuk menghisap

5. Hypoactive: Pergerakan bayi yang kurang

6. Tachypnoe

: Pernapasan yang sangat cepatII. Identifikasi masalah

1. Seorang bayi laki-laki baru lahir, anak dari Ny. Utami dengan berat 3 kg mengalami grunting.2. Riwayat persalinan: persalinan aterm ( SMK ), dengan KPD 2 hari yang lalu dan cairan ketubannya berbau.3. Bayi lahir 3 jam yang lalu, dengan APGAR score pada 1 menit pertama 5 dan 5 menit selanjutnya 8

4. Pemeriksaan fisik : bayi hypoactive, takipneu, tidak ada refleks menghisap, dan dijumpai adanya retraksi dada.III. Analisis masalahSeorang bayi laki-laki baru lahir, anak dari Ny. Utami dengan berat 3 kg mengalami gruntinga) Etiologi dan mekanisme grunting pada kasus !Jawab:

Etiologi :Etiologi grunting atau merintih akibat mengalami respiratory distress yang paling umum dari gangguan pernapasan neonatal adalah transient tachypnea of the newborn, hal ini dipicu oleh cairan paru-paru yang berlebihan, dan gejala biasanya menghilang secara spontan. Etiologi lain dari gangguan pernapasan termasuk pneumonia, sepsis, pneumotoraks, hipertensi pulmonal persisten, dan malformasi kongenital, memerlukan penanganan khusus. Beberapa penyebab gawat napas pada bayi antara lain sebagai berikut: Pneumonia sering terjadi sekunder akibat infeksi Streptokokus Grup B beta hemolitikus (GBBS)

TTN = Transient Tachypnea of the Newborn, biasanya terjadi pada BCB atau mendekati cukup bulan

Sindroma Aspirasi Mekonium yang dapat terjadi akibat aspirasi air ketuban atau mekonium

Kebocoran udara dalam paru (pneumotoraks, emifisema interstitial,pneumomediastinum,pneumoperikardium). Pada BKB hal ini dapat terjadi akibat pemberian ventilasi tekanan positif yang berlebihan atau dapat terjadi spontan

Kelainan paru kongenital (misalnya hernia diafragmatika,silotoraks, pembentukan kista adenomatoid paru kongenital, emfisema lobaris, kista bronko-genik, sekuestrasi paru)

Kelainan jantung kongenital

Gejala sisa atau sekuel SGN, termasuk perdarahan intrakranial dan/ atau lekomalasia periventrikular sering dihubungkan dengan Keterlambatan Perkembangan Neurologis, septikemia, Displasia bronkopulmoner, Patent Ductus Arteriosus (PDA) dan perdarahan paru.

Pada kasus ini :

Grunting atau merintih yang dialami pada bayi ini adalah akibat bayi mengalami respiratory distress dengan kemungkinan penyebabnya adalah sepsis dan bronkhopneumoni.

Mekanisme :Bentuk kompensasi agar saat ekspirasi masih tersisa cukup udara didalam alveolus.

Glotis tertutup sebagian ( tekanan udara saat ekspirasi tinggi ( aliran udara membentur glotis ( grunting.b) Bagaimana interpretasi berat badan lahir bayi pada kasus ?Jawab:

Klasifikasi berat badan bayi baru lahirdapat dibedakan atas :a. Bayi dengan berat badan normal, yaitu > 2500 gram. ( Pada kasusb. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), yaitu antara 1500 gram 2500 gram.c. Bayi dengan berat badan sangat rendah (BBLSR), dimana berat lahirnya adalah 1000-1500 gramd. Bayi dengan berat lahir ekstrem rendah (BBLER), dimana berat lahirnya adalah < 1000 gram.

Kasus:

Usia gestasi kasus ini cukup bulan (38-40 minggu)

Kisaran BB bayi pada usia gestasi kurang lebih 40 minggu adalah 2600-3800 gram (pada kasus 3000 gram = normal)

Kita sebenarnya perlu menilai lingkar kepala dan panjang badan untuk menentukan ukuran bayi apakah sesuai dengan usia gestasi.

Status bayi ini : Bayi cukup bulan, sesuai masa kehamilan (appropriate for gestasional age).

Riwayat persalinan: persalinan aterm ( SMK ), dengan KPD 2 hari yang lalu dan cairan ketubannya berbau

a) Etiologi dan mekanisme KPD dan ketuban yang berbau tidak enak?

Jawab:

Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui (Nugroho, 2011).

Faktor-faktor predisposisi itu antara lain adalah:

1. Infeksi (Amnionitis atau Korioamnionitis).

2. Riwayat ketuban pecah dini

3. Tekanan intra uterin

4. Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia)

5. Paritas

6. Kehamilan dengan janin kembar

7. Usia ibu yang 35 tahun

8. Defisiensi vitamin C

9. Faktor tingkat sosio-ekonomiKetuban yang berbau tidak enak :Cairan amnion berbau busuk menunjukkan keadaan patologis, yaitu menandakan adanya infeksi (chorioamnionitis) pada kejadian ketuban pecah dini.

b) Bagaimana fisiologi normal pecahnya ketuban !Jawab:Keadaan normal cairan amnion:

1. Pada usia kehamilan cukup bulan, volume 800-900 ml (Jumlah maksimal 1000 ml pada kemamilan 34 minggu).2. Warnanya jernih agak keruh karena adanya campuran partikel solid yang terkandung didalamnya yang berasal dari lanugo, sel epitel, dan material sebasea.3. pH= 7,2 ; massa jenis 1,0084. Bau khas, agak manis dan amis5. Terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, vernix caseosa dan sel-sel epitel.6. Sirkulasi sekitar 500 cc/jamFungsi cairan amnion :

1. Melindungi janin dari trauma

2. Tempat perkembangan musculoskeletal janin

3. Menjaga suhu tubuh janin

4. Meratakan tekanan uterus pada partus

5. Membersihkan jalan lahir sehingga bayi kurang mengalami infeksi

6. Menjaga perkembangan dan pertumbuhan normal dari paru-paru dan traktus gastro intestinalis penyebab.

Pecahnya ketuban, secara normal terjadi pada periode laten kala persalinan. Periode Laten berbanding terbalik dengan usia kehamilan. Pada aterm 90% pecah ketuban terjadi dalam 24 jam, sedang preterm sering lebih lama. Pada kehamilan 28 30 minggu, 50% inpartu dalam 24 jam dan 80% inpartu dalam 1 minggu.

c) Apa dampak KPD pada ibu dan janin?

Jawab:

Menurut Varney (2007) komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia kehamilan. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya :

1. Persalinan premature

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28 34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

2. Infeksi

Resiko infeksi pada ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi konrioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia. Umumnya terjadi korioamnianitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini prematur, infeksi lebih sering dari pada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode laten.

3. Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidroamnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidroamnion, semakin sedikit air ketuban , janin semakin gawat.

4. Sindrom Deformitas Janin

Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin (Prawirohardjo, 2008).

d) Jelaskan klasifikasi KPD ?

Jawab:

1. KPD pada usia kehamilan < 37 minggu

KPD pada preterm : pecahnya membrane chorio-amniotik sebelum tanda persalinan atau disebut juga PPROM (preterm premature rupture of membrane). Dengan insiden 2% kehamilan.

2. KPD pada usia kehamilan > 37 minggu

KPD pada aterm : pecahnya membrane chorio-amniotik sebelum tanda persalinan atau disebut juga PROM (premature rupture of membrane). Dengan insiden 6-19% kehamilan.

Bayi lahir 3 jam yang lalu, dengan APGAR score pada 1 menit pertama 5 dan 5 menit selanjutnya 8

a) Bagaimana interpretasi score APGAR pada kasus ini ? Jawab:

APGAR menit 1 = 5 ( bayi mengalami asfiksia sehingga memerlukan tindakan medis yang lebih intensif (resusitasi), hendaknya orofaring cepat diisap dan diberikan O2 100%. Dilakukan stimulasi sensorik dengan tepukan atau sentilan pada telapak kaki dan gosokan selimut kering pada punggung. Frekuensi jantung dan respirasi terus dipantau ketat. Bila frekuensi jantung menurun atau ventilasi tidak adekuat, harus diberikan ventilasi tekanan positif dengan kantong resusitasi dan sungkup muka. Jika tidak ada alat bantu ventilasi, gunakan teknik pernapasan buatan dari mulut ke hidung-mulut.

APGAR menit 5 = 8 ( bayi normal

b) Bagaimana cara penilaian score APGAR ? Jawab:

Skor 0Skor 1Skor 2

Appearance (warna kulit)Seluruh tubuh bayi berwarna kebiru-biruan atau pucat.Warna kulit tubuh normal, tetapi tangan dan kaki berwarna kebiruan Warna kulit seluruh tubuh normal

Pulse

(denyut jantung)Denyut jantung tidak ada100

Grimace

(respon refleks)

Tidak ada respon terhadap stimulasiWajah meringis saat distimulasiMeringis,menarik, batuk, atau bersin saat stimulasi

Activity

(tonus otot)

Lemah, tidak ada gerakanLengan dan kaki dalam posisi fleksi dengan sedikit gerakanBergerak aktif dan spontan

Respiration (pernapasan)

Tidak bernapasMenangis lemah, terdengar seperti merintih, pernapasan lambat dan tidak teratur Menangis kuat, pernapasan baik dan teratur

Interpretasi dari hasil APGAR score adalah : Nilai normal : > 7

Apabila score APGAR < 7 , maka lakukan pengulangan tiap 5 20 menit.

Dilakukan pada : 1 menit kelahiran, yaitu untuk menilai kemampuan adaptasi bayi terhadap perubahan lingkungan dari intrauterine ke ekstrauterine atau untuk menilai keadaan fisiologis bayi baru lahir. Menit ke-5, untuk menilai keberhasilan tindakan resusitasi yang dilakukan serta sebagai penentu prognosis. Penilaian menit ke-10 memberikan indikasi morbiditas pada masa mendatang, nilai yg rendah berhubungan dg kondisi neurologisPemeriksaan fisik : bayi hypoactive, takipneu, tidak ada refleks menghisap, dan dijumpai adanya retraksi dada.

a) Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pemeriksaan fisik pada kasus ?

Jawab:

1. Hipoaktif

Merupakan salah satu gejala dari sepsis neonatorum. Dapat pula terjadi akibat penurunan suplai oksigen ke sel-sel otot yang terjadi akibat bronkopneumonia.

2. Takipnea

RR normal bayi baru lahir adalah 40-60 x/menit.

Takipnea merupakan salah satu tanda gangguan napas pada bayi baru lahir yang menunjukkan meningkatnya kerja pernapasan. Takipnea adalah frekuensi napas lebih dari 60-80 kali menit. Banyak sekali penyebab gangguan napas pada bayi baru lahir. Namun pada kasus dapat terjadi akibat bronkopneumonia yang mengarah ke sepsis dengan alasan yang sudah dijelaskan diatas.

Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy distribution). Pada neonates dapat disebabkan oleh Streptokokus grup B dan Respiratory Sincytial Virus (RSV).

Adanya bakteri didalam alveoli akan merangsang pelepasan mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka akan menimbulkan kompensasi dengan terjadinya takipnea.

3. Refleks menghisap negatif

Gerakan reflek menjadi tanda penting dalam melakukan skrining fungsi neuromuscular pada neonatus. Jika gerakan refleks menghisap bayi negatif maka terjadi gangguan pada neuromuscular bayi yang dapat diakibatkan gangguan susunan saraf pusat. Hilangnya refleks menghisap merupakan salah satu gejala sepsis neonatorum dimana refleks menghisap yang negarif merupakan bentuk kelainan tingkah laku bayi baru lahir dan menjadi diagnosis dini terjadinya infeksi-sepsis neonatorum.

4. Retraksi dada

Pergerakan otot antar tulang rusuk ke dalam sebagai hasil dari penurunan tekanan di dalam cavitis thoraxis merupakan tanda kesulitan bernafas akibat obstruksi jalan nafas karena pneumonia dan sepsis onset dini.

Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.b) Hubungan waktu lahir bayi dengan hasil pemeriksaan fisik ? Jawab:

Manifestasi klinis yang timbul pada neonatus ini merupakan tanda-tanda distress pernafasan (grunting, takipneu, retraksi dada) dan terjadi pada 3 jam pertama kelahiran berarti bayi ini menderita sepsis early onset (dini) yaitu terjadi pada 5-7 hari pertama, dengan manifestasi klinis yang timbulnya mendadak, tanda distress pernapasan lebih mencolok, organisme penyebab penyakit didapat dari intrapartum, atau melalui saluran genital ibu.

Dari kasus kita ketahui bahwa bayi tersebut lahir setelah ketubannya pecah 2 hari yang lalu. Jadi dapat disimpulkan itu adalah KPD (Ketuban Pecah Dini).

1. Hipoaktif

KPD menyebabkan infeksi asenden sehingga terjadi sepsis neonatus.

Sepsis Neonatus( Hipermetabolisme ( kurang energi ( hipoaktif

Sepsis Neonatus ( Infeksi parenkim paru ( gangguan pernafasan ( oksigen tak terpenuhi ke otak ( gangguan SSP ( hipoksia jaringan ( hipoaktif

2. Tachypneau

Pada kasus, terjadi obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh pneumonia dan terjadi sepsis yang mneyebabkan pengeluaran interleukin dan sitokin yang akan menyebabkan suhu nenonatus tinggi, kenaikan 1C suhu akan menambah 10 frekuensi heart rate, jika HR meningkat maka RR juga akan meningkat sebagai kompensasi.

3. Reflex Menghisap

Pada KPD resiko terjadinya sepsis sangat tinggi. Pada kasus tidak ada refleks ini, bisa jadi karena bayi lemas kekurangan oksigen dan cadangan energi yang terus menipis, dan bisa jadi karena adanya gangguan saraf V, VII dan XII yang disebabkan oleh sepsis

4. Retraksi Dada

Karena kondisi bayi tersebut sangat kekurangan Oksigen.

Pertanyaan Tambahan

a) Cara penegakkan diagnosis, pemeriksaan tambahan Jawab:

Upaya penegakan diagnosis sangat tergantung dari fasilitas yang tersedia di rumah sakit. Beberapa pemeriksaan laboratorium hanya dapat dilakukan di rumah sakit besar. Oleh karena itu, beberapa klinik melakukan upaya penegakan diagnosis dengan berbagai cara. Ada klinik yang mempergunakan faktor-faktor risiko, ada pula yang mempergunakan gabungan beberapa gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang ataupun kombinasi berbagai pemeriksaan penunjang dalam melakukan pendekatan diagnosis. Divisi Perinatologi FKUI/RSCM mencoba melakukan pendekatan diagnosis dengan menggunakan faktor risiko dan mengelompokkan faktor risiko tersebut dalam risiko mayor dan risiko minor.

Bila terdapat satu faktor risiko mayor dan dua faktor risiko minor maka pendekatan diagnosis dilakukan secara aktif dengan melakukan pemeriksaan penunjang (septic work-up) sesegera mungkin. Pendekatan khusus ini diharapkan dapat meningkatkan identifikasi pasien secara dini dan penatalaksanaan yang lebih efisien sehingga mortalitas dan morbiditas pasien diharapkan dapat membaik.

Pada tahun 1981, Spector dkk. menggunakan sistem skoring dengan memakai kombinasi gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang untuk pendekatan diagnosis sepsis. Adapun faktor yang digunakan terlihat dalam tabel 1. Selanjutnya dikemukakan bayi mempunyai risiko menderita infeksi apabila skor lebih besar atau sama dengan 3. Pada keadaan ini pasien harus segera mendapat antibiotik. Sistem skoring yang dipakai disini tampaknya hanya dipergunakan untuk pendekatan diagnosis sepsis awitan lambat.

Tabel 1. Sistem skoring untuk prediksi sepsis neonatal

Penemuan Skor

Lebih dari 2 sistem organ terlibat (yaitu terdapat tanda infeksi pada sistem pernafasan, gastrointestinal, hematologi, kardiovaskular, dan kulit).

Jumlah leukosit total 25 mg/100 mL)

Pasien ditetapkan sepsis bila terdapat 2 atau lebih faktor tersebut dan hal ini mempunyai sensitivitas 93% dan spesifisitas 88%. Kriteria di atas ternyata juga dapat mendeteksi sepsis neonatorum awitan lambat, dengan sensitivitas dan spesifisitas berturut-turut 83% dan 74%.

Pada tahun 2004, The International Sepsis Forum mengajukan usulan kriteria diagnosis sepsis pada neonatus berdasarkan perubahan klinis sesuai dengan perjalanan infeksi. Gambaran klinis sepsis neonatorum dikelompokkan menjadi 4 variabel, yaitu variabel klinik, variabel hemodinamik, variabel perfusi jaringan, dan variabel inflamasi.Variabel klinis Suhu tidak stabil Denyut Jantung >180 kali/menit, 60 kali/menit dengan merintih/retraksi atau desaturasi oksigen Letargi atau penurunan kesadaran Intoleransi glukosa (glukosa plasma >10 mmol/L) Intoleransi minumVariabel hemodinamik Tekanan darah 34.000/mL) Leukopenia (hitung leukosit 10% Immature : total neutrophil (IT) ratio >0,2 Trombositopenia 10 mg/dL atau >2 SD di atas nilai normal Prokalsitonin >8,1 mg/dL atau >2 SD di atas nilai normal IL-6 atau IL-8 > 70 pg/mL 16 s rRNA gene PCR positif

SD: standar deviasi; CRP: C- reactive protein; PCR: polymerase chain reaction

Pemeriksaan Tambahan

a. Rontgen

Karena dijumpai adanya gejala distress pernapasan pada kasus ini, maka perlu dilakukan rpntgen dada untuk mengetahui etiologi dari RD.

b. Kultur darah

Merupakan Gold standard untuk diagnosis dari bacteremia. Namun, pemeriksaan kultur darah ini mempunyai kelemahan Karena hasil biakan dapat diketahui minimal 3-5 hari.

Tambahkan setidaknya 0.5 -1.0 ml darah yang diperoleh dari sterile venipuncture ke botol kultur, sebagian besar bakteri tumbuh selama 24 48 jam. Pantau terus hasil kultur pada petugas laboratorium mikrobiologi.Namun, apabila factor resiko dan gejala klinis sepsis ada pada bayi, tapi kultur darah nya negative maka belum tentu bayi tersebut tidak sepsis. Karena, blood culture hanya (+) pada 2-25% bayi dengan gejala suspect sepsis. Penyebabnya adalah :

Ibu telah mendapatkan antibiotic pada persalinan

Bayi mungkin telah menerima antibiotic sebelum kultur darah

Volume darah yang diambil terlalu sedikit.

c. Pemeriksaan Hematologi ( CBC ) Beberapa parameter hematologi yang banyak dipakai untuk menunjang diagnosis sepsis neonatorum adalah sebagai berikut:

Hitung trombosit.

Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/L jarang ditemukan pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita sepsis neonatorum dapat terjadi trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000/L), MPV (mean platelet volume) dan PDW (platelet distribution width) meningkat secara signifikan pada 2-3 hari pertama kehidupan.

Hitung leukosit dan hitung jenis leukosit.

Pada sepsis neonatorum jumlah leukosit dapat meningkat atau menurun, walaupun jumlah leukosit yang normal juga dapat ditemukan pada 50% kasus sepsis dengan kultur bakteri positif. Pemeriksaan ini tidak spesifik. Bayi yang tidak terinfeksi pun dapat memberikan hasil yang abnormal, bila berkaitan dengan stress saat proses persalinan. Rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T).

Pemeriksaan ini sering dipakai sebagai penunjang diagnosis sepsis neonatorum. Semua bentuk neutrofil imatur dihitung, dan rasio maksimum yang dapat diterima untuk menyingkirkan diagnosis sepsis pada 24 jam pertama kehidupan adalah 0,16. Pada kebanyakan neonatus, rasio turun menjadi 0,12 pada 60 jam pertama kehidupan. Sensitivitas rasio I/T berkisar antara 60-90%, dan dapat ditemukan kenaikan rasio yang disertai perubahan fisiologis lainnya; oleh karena itu, rasio I/T ini dikombinasikan dengan gejala-gejala lainnya agar diagnosis sepsis neonatorum dapat ditegakkan. Pemeriksaan hematologi sebaiknya dilakukan serial agar dapat dilihat perubahan yang terjadi selama proses infeksi, seperti trombositopenia, neutropenia, atau peningkatan rasio I/T. Pemeriksaan secara serial ini berguna untuk mengetahui sindrom sepsis yang berasal dari kelainan nonspesifik karena stress pada saat proses persalinan.

Pemeriksaan kadar D-dimer.

D-dimer merupakan hasil pemecahan cross-linked fibrin oleh plasmin. Oleh karena itu, D-dimer dipakai sebagai petanda aktivasi sistem koagulasi dan sistem fibrinolisis. Pada sepsis, kadar D-dimer meningkat tetapi pemeriksaan ini tidak spesifik untuk sepsis karena peningkatannya juga dijumpai pada DIC oleh penyebab lain seperti trombosis, keganasan dan terapi trombolitik..

Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)

C-reactive protein (CRP) merupakan protein yang disintesis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan. Pemeriksaan kadar CRP tidak direkomendasikan sebagai indikator tunggal pada diagnosis sepsis neonatorum, tetapi dapat digunakan sebagai bagian dari septic work-up atau sebagai suatu pemeriksaan serial selama proses infeksi untuk mengetahui respon antibiotik, lama pengobatan, dan/atau relapsnya infeksi. Menurut Mustafa dkk., untuk diagnosis sepsis neonatorum, CRP mempunyai sensitivitas 60%, spesifisitas 78,94%, nilai prediksi negatif 66,66% dan nilai prediksi positif 48,77%.70 Jika CRP dilakukan secara serial, nilai prediksi negatif untuk sepsis awitan dini adalah 99,7% sedangkan untuk sepsis awitan lanjut adalah 98,7%.

d. Arterial Blood gas

e. Pemeriksaan Kadar gula darah

Pada RD yang diakibatkan oleh pematangan paru yang belum sempurna seperti HMD biasanya dijumpai kadar serum gula darah yang rendah. Hal ini,dapat diakibatkan oleh kadar insulin yang tinggi ( bisa diakibatkan oleh DM pada ibu ), dimana insulin ini merupakan antagonis dalam pematangan paru.

f. Lumbal Puncture

Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya meningitis, yang biasanya terjadi terjadi pada 10-15% infeksi neonatus. Apabila neonatal meningitis terjadi pada minggu pertama maka kemungkinan m.o penyebabnya adalah gram (-) , namun apabila neonatal meningitis terjadi setelah usia bayi > 1 minggu maka m.o penyebabnya adalah akibat streptococcus pneumonia.

Nilai normal CSF pada neonatus :

WBC count

: 0 - 32 wbc / mm3

Glucose concentration : 24 - 119 mg / dl

Protein concentration

: 20 - 170 mg / dl

g. Urine Culture

Hanya berguna untuk mendeteksi penyebab neonatal sepsis yang late onset.sehingga, tidak dapat digunakan pada kasus ini.Specimen steril harus diperoleh dengan menggunakan kateter yang steril atau dengan mengunakan aspirasi suprapubic. b) DD dan WD

Jawab:

Kriteria RD pada neonatus, apabila dijumpai satu atau lebih gejala dibawah ini:

Nasal flaring

Chest restriction : suprasternal

subcostal

intercostal

Tachypnea

Grunting

Pada kasus, dijumpai adanya Chest indrawing, Tachypnea, dan grunting sehingga neonatus ini positif mengalami RD ( Respiratory Distress ) .

Differential Diagnosis:

HMDBronkhopneumonia, sepsis neonatorumTTNMAS

Grunting++++

PROM- ( PROM menurunkan resiko HMD )+-+/-

Lahir Aterm+ / -+/-+ / -+/-

Bad smell liquor-+-+

Hypoactive-+--

Tachypnea++++

No Sucking Reflex++++

Chest Indrawing++++

Low apgar score++++

Sepsis neonatorum :

1. early onset : apabila gejala timbul pada usia bayi < 72 jam

2. late onset : apabila gejala timbul pada usia bayi > 72 jam

Clinical Criteria for Severe Bacterial InfectionWHO Handbook Integrated Management of Childhood Illnesses, 2000

Respiratory rate > 60 breaths per minute

Severe chest indrawing

Nasal flaring

Grunting

Bulging fontanelle

Convulsions

Pus draining from ear

Redness around umbilicus extending to the skin

Temperature > 37.7 C (or feels hot) or < 35.5C (or feels cold)

Lethargic or unconscious

Reduced movements

Not able to feed

Not attaching to the breast

No sucking at all

Terduga/ suspect sepsis: apabila ada satu / lebih kriteria diatas disertai gejala klinis infeksi.

Terbukti/ proven sepsis: apabila ada satu/ lebih kriteria diatas disertai bakteremia/ kultur darah (+).

Working Diagnosis : RD et causa suspect broncopneumonia yang mengarah ke suspect sepsis neonatorum.c) EtiologiJawab :

Kasus ini disebabkan oleh adanya ketuban yang pecah dini ( PROM ). Sehingga terjadi infeksi ascenden ke uterine, yang menyebabkan terjadinya korioamnionitis. Bakteri-bakteri tersebut ikut masuk menginfeksi bayi. Bakteri yang biasa menginfeksi adalah Streptococcus group-beta dan E. coli.

d) Faktor resikoJawab:1. Faktor Maternal

Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio- ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun Kurangnya perawatan prenatal Ketuban pecah dini (KPD) Prosedur selama persalinan Demam intrapartum ibu > 37,5oC Leukositosis ibu > 18000 Partus kasep

2. Faktor Neonatatal

Prematurius (berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk sepsis neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens sepsis pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.

3. Faktor diluar ibu dan neonatal

Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bis menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas (infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan.

e) Epidemiologi Jawab:

Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki. Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).Angka kejadian sepsis neonatal adalah 1-10 per 1000 kelahiran hidup, dan mencapai 13-27 per 1000 kelahiran hidup pada bayi dengan berat > & kebocoran kapiler ( hipotensi SHAPE \* MERGEFORMAT

SHAPE \* MERGEFORMAT

g) Manifestasi klinis Jawab:

Respiratory distress- 90%

Apnea

Temperature instability- temp more common

Decreased activity

Irritability

Poor feeding

Abdominal distension

Hypotension, shock, purpura, seizures- late signs

h) Tatalaksana

Jawab:

Penatalaksanaan, Pencegahan, dan Monitoring:

a. Normalisasi temperature, dengan menghangatkan neonatus dalam incubatorb. Oksigen diberikan pada bayi yang mengalami retraksi, merintih atau sianosis Oksigen intranasal (30-40 % dengan kelembaban udara > 75%)1-2 liter/menit bila sianosisc. Parenteral Feeding, Bolus dextrose 10% 2 ml/kgBB, untuk mengatasi hipoglikemi yang biasa terjadi pada bayi dengan sepsis.d. Pemberian antibiotik (kombinasi ampisilin 100mg/kgBB/hari IV dikombinasikan dengan gentamisin 5 mg/kgBB/hari. Pada Kasus diberikan kombinasi Ampisilin 300mg dibagi dalam 2 dosis, diberikan setiap 12 jam + Gentamisin 15 mg dibagi dalam 2 dosis, diberikan setiap 12 jam. Bila tidak ada dapat diberikan penisilin 50.000 U/kgBB/hari dikombinasikan dengan kloramfenikol dengan dosis tidak melebihi 50mg/kgBB/hari)

e. Injeksi Vitamin K 1 mg IM dosis tunggal.f. Pemberian cairan

Bila ada tanda dehidrasi, atasi dehidrasi

Jika ada asidosis, berikan dekstrose dan Bicnat (4:1) sampai secara klinis tidak ada tanda asidosis

Bila dapat diperiksa analisa gas darah, asidosis dapat dikoreksi langsung dengan pemberian Bicnat 4,2% secara perlahan-lahan

Bila belum bisa makan peroral beri larutan asam amino 2-3g/kgBB/hari

g. Monitoring :

Pengukuran suhu tiap 2 jam

Monitor cairan, elektrolit, glukosa, dan perdarahanh. Rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas NICU

Terapi Kausatif

Terapi antibiotik pada sepsis neonatal/Pneumonia

Antibiotik

(Injeksi)Dosis

(mg/kg/dosis)FrequencyRouteDuration

(hari)

Usia < 7 hariUsia > 7 hari

Ampicillin 5012 jam8 jamIV,IM7-10

Atau

Cloxacillin50

12 jam8 jamIV7-10

Dan

Gentamicin2.512 jam8 jamIV, IM7-10

Atau

Amikacin7.512 jam8 jamIV, IM7-10

Protokol Pentalaksanaan sepsis neonatal

i) Komplikasi Jawab:

Bronkopneumonia : Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema, abses paru, bronkiektasis dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi seperti meningitis, artritis supuratif, osteomielitis, otitis media akut Sepsis neonatorum :

Syok karena lepasnya toksin kedalam cairan darah, yang dimana gejalanya sukar untuk dideteksi Meningitis (peradangan pada selaput otak dan sumsum tulang belakang) Pneumonia (penyakit radang paru-paru) Infeksi saluran kemih Gagal jantung kongestif Hipoglikemia Asidosis metabolic Hiperbilirubinemia Dehidrasi Kematianj) PrognosisJawab:

Dubia ad bonam (tergantung tatalaksana)

Prognosis tergantung pada umur kehamilan, berat badan lahir, jenis bakteri yang menginfeksi, dan perawatan yang adekuat. Pada kasus ini bayi sesuai masa kehamilan dan lahir aterm, juga berat badan yang normal. Pada kasus sepsis dengan onset yang cepat yaitu gejala muncul 3 hari setelah lahir, prognosisnya lebih buruk dibandingkan yang onset lambat. Namun jika penanganan yang diberikan cepat dan adekuat prognosis dapat menjadi jauh lebih baik.

Pada kasus sepsis, 25% bayi meninggal meskipun telah diberikan AB dan perawatan intensif.

k) Pencegahan

Jawab:

Pencegahan yang dilakukan lebih menitikberatkan pada upaya untuk menghindari faktor resiko terjadinya gangguan napas janin. Hal yang dapat dilakukan :

Pada masa antenatal

Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang di derita ibu, asupan gizi yang memadai, hindari rokok, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin, rujukan segera ketempat pelayanan yang memadai bila diperlukan. Melakukan antenatal care secara rutin sehingga dapat dilakukan diagnosis sedini mungkin, adanya kehamilan dengan faktor resiko dan pengelolaan yang tepat

Pada saat persalinan

Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik, yang artinya dalam melakukan pertolongan persalinan harus dilakukan tindakan aseptik. Tindakan intervensi pada ibu dan bayi seminimal mungkin dilakukan (bila benar-benar diperlukan). Mengawasi keadaan ibu dan janin yang baik selama proses persalinan, melakukan rujukan secepatnya bila diperlukan dan menghindari perlukaan kulit dan selaput lendir.

Sesudah persalinan

Perawatan sesudah lahir meliputi menerapkan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, mengupayakan lingkungan dan peralatan tetap bersih, setiap bayi menggunakan peralatan tersendiri, perawatan luka umbilikus secara benar.

l) SKDI

Jawab:

Bronkopneumonia 4A

Sepsis neonatorum 3B

IV. Hipotesis

Bayi laki-laki baru lahir Ny. Utami dengan berat badan lahir 3 kg, Sesuai masa kehamilan ( SMK ), lahir spontan, mengalami gangguan pernapasan( RD ) et causa sepsis neonatorum dan bronchopneumonia.V. Learning IssueKETUBAN PECAH DINI

Definisi Dan Klasifikasi

Ketuban pecah dini (KPD) adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum persalinan. Bila KPD terjadi sebelum usia kehamilan (UK) 37 minggu maka disebut KPD pada kehamilan premature (Prawirohardjo, 2008)

KPD adalah selaput ketuban yang pecah sebelum terdapat / dimulainya tanda persalinan dan setelah ditunggu 1 jam belum ada tanda persalinan. (Manuaba, 2010)

Berdasarkan usia kehamilan (Manjoer, 2001), dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. KPD pada usia kehamilan < 37 minggu

KPD pada preterm adalah pecahnya membrane chorio-amniotik sebelum tanda persalinan atau disebut juga PPROM (premature PRELABOUR rupture of membrane). Dengan insiden 2% kehamilan.

2. KPD pada usia kehamilan > 37 minggu

KPD pada aterm adalah pecahnya membrane chorio-amniotik sebelum tanda persalinan atau disebut juga PROM (premature rupture of membrane). Dengan insiden 6-19% kehamilan.

Epidemiologi

Ketuban pecah dini merupakan salah satu dari komplikasi kehamilan yang paling sering dijumpai. Insiden ketuban pecah dini dilaporkan bervariasi sekitar 6 10 persen dimana sekitar 20 persen kasus terjadi sebelum memasuki masa getasi 37 minggu. Sekitar 8 10 persen ketuban pecah dini memiliki resiko infeksi intrauterine akibat interval ketuban pecah dan persalinan yang memanjang. Ketuban pecah dini berhubungan erat dengan30 44 persen persalinan pretermdimana 75 persen klien akan mengalami persalinan 1minggu lebih dini dari jadwal. (Wiknjosastro, 2007)

Berdasarkan servei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) 2002/2003 angka kematian ibu di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam nya terdapat 2 orang ibu meninggal karena bebrbagai sebab. Diantaranya 65 persen kematian terjadi akibat komplikasi dari ketuban pecah dini. (Wiknjosastro, 2007)

Faktor Resiko

Penyebab KPD masih belum diketahui dan tidak dapat ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan sulit diketahui (Nugroho, 2011).

Faktor-faktor predisposisi itu antara lain adalah:

1. Infeksi (amnionitis atau korioamnionitis).

Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion, amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat berlanjut menjadi sepsis (Prawirohardjo, 2008).

Membrana khorioamnionitik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik. Grup B streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis. Selain itu Bacteroides fragilis, Lactobacilli dan Staphylococcus epidermidis adalah bakteri-bakteri yang sering ditemukan pada cairan ketuban pada kehamilan preterm. Bakteri-bakteri tersebut dapat melepaskan mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya selaput ketuban (Varney, 2007).

2. Riwayat ketuban pecah dini

Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini kembali. Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien risiko tinggi (Nugroho, 2010).

Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita yang telah mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita yang tidak mengalami ketuban pecah dini sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya. (Nugroho, 2010).

3. Tekanan intra uterin

Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya hidramnion dan gemeli. Pada kelahiran kembar sebelum 37 minggu sering terjadi pelahiran preterm, sedangkan bila lebih dari 37 minggu lebih sering mengalami ketuban pecah dini (Nugroho, 2010).

Perubahan pada volume cairan amnion diketahui berhubungan erat dengan hasil akhir kehamilan yang kurang bagus. Baik karakteristik janin maupun ibu dikaitkan dengan perubahan pada volume cairan amnion. Polihidramnion dapat terjadi akibat kelainan kongenital, diabetes mellitus, janin besar (makrosomia), kehamilan kembar, kelainan pada plasenta dan tali pusat dan penggunaan obat-obatan (misalnya propiltiourasil). Kelainan kongenital yang sering menimbulkan polihidramnion adalah defek tabung neural, obstruksi traktus gastrointestinal bagian atas, dan kelainan kromosom (trisomi 21, 18, 8, 13) komplikasi yang sering terjadi pada polihidramnion adalah malpresentasi janin, ketuban pecah dini, prolaps tali pusat, persalinan pretem dan gangguan pernafasan pada ibu (Prawirohardjo, 2008).

4. Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia)

Serviks yang tidak lagi mengalami kontraksi (inkompetensia), didasarkan pada adanya ketidakmampuan serviks uteri untuk mempertahankan kehamilan. Inkompetensi serviks sering menyebabkan kehilangan kehamilan pada trimester kedua. Kelainan ini dapat berhubungan dengan kelainan uterus yang lain seperti septum uterus dan bikornis. Sebagian besar kasus merupakan akibat dari trauma bedah pada serviks pada konisasi, produksi eksisi loop elektrosurgical, dilatasi berlebihan serviks pada terminasi kehamilan atau laserasi obstetrik (Prawirohardjo, 2008).

5. Paritas

Paritas terbagi menjadi primipara dan multipara. Primiparitas adalah seorang wanita yang telah melahirkan bayi hidup atau mati untuk pertama kali. Multiparitas adalah wanita yang telah melahirkan bayi hidup atau mati beberapa kali (sampai 5 kali atau lebih) (Varney, 2007).

6. Kehamilan dengan janin kembar

Pada kehamilan kembar, evaluasi plasenta bukan hanya mencakup posisinya tetapi juga korionisitas kedua janin. Pada banyak kasus adalah mungkin saja menentukan apakah janin merupakan kembar monozigot atau dizigot. Selain itu, dapat juga ditentukan apakah janin terdiri dari satu atau dua amnion. Upaya membedakan ini diperlukan untuk memperbaiki resiko kehamilan. Pengawasan pada wanita hamil kembar perlu ditingkatkan untuk mengevaluasi resiko persalinan preterm. Gejala persalinan preterm harus ditinjau kembali dengan cermat setiap kali melakukan kunjungan (Nugroho, 2010).

Wanita dengan kehamilan kembar beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini juga preeklamsi. Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan produksi hormon. Oleh karena itu, akan sangat membantu jika ibu dan keluarga dilibatkan dalam mengamati gejala yang berhubungan dengan preeklamsi dan tanda-tanda ketuban pecah (Varney, 2007).

7. Usia ibu yang 20 tahun

Usia ibu yang 20 tahun, termasuk usia yang terlalu muda dengan keadaan uterus yang kurang matur untuk melahirkan sehingga rentan mengalami ketuban pecah dini. Sedangkan ibu dengan usia 35 tahun tergolong usia yang terlalu tua untuk melahirkan khususnya pada ibu primi (tua) dan beresiko tinggi mengalami ketuban pecah dini (Nugroho, 2010).

8. Defisiensi vitamin C

Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan kolagen. Selaput ketuban (yang dibentuk oleh jaringan kolagen) akan mempunyai elastisitas yang berbeda tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu.

9. Faktor tingkat sosio-ekonomi

Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan insiden KPD, lebih-lebih disertai dengan jumlah persalinan yang banyak, serta jarak kelahiran yang dekat.

Manifestasi Klinis

Gejala adalah kunci untuk diagnosis, pasien biasanya melaporkan cairan yang tiba-tiba menyembur dari vagina dan pengeluaran cairan yang berlanjutan. Gejala tambahan yang mungkin penting termasuk warna dan konsistensi cairan adalah adanya bintik-bintik dari vernix atau mekonium, pengurangan ukuran uterus, dan peningkatan keunggulan janin untuk palpasi (Saiffudin, 2011).

Menurut Mansjoer ( 2000) manifestasi ketuban pecah dini adalah:

1) Keluar air krtuban warna keruh. Jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.

2) Dapat disertai demam bila sudah terjadi infeksi

3) Janin mudah diraba

4) Pada pemeriksaan dalam selaput ketuban sudah tiadak ada, air ketuban sudah kering

5) Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput keruban tidak ada dan air ketuban sudah kering

6) Usia kehamilan vible (>20 minggu)

7) Bunyi jantung bisa tetap normal

Patofisiologi

Penyebab dari ketuban pecah dini belum diketabui. Tetapi kemungkinan penyebab yaitu infeksi pada vagina seperti oleh gonorrhoe dan streptococcus yang menyebabkan terinfeksinya selaput aminion sehingga memudahkan selaput tersebut untuk pecah secara dini. Chorioamnionitis merupakan infeksi selaput ketuban yang juga akan merusak selaput amnion sehingga bisa pula pecah. Penyebab selanjutnya adalah peningkatan tekanan intrauterine seperti pada kehamilan kembar dan polihidromnion, menyebabkan terjadinya intraamnion meningkat akhirnya selaput amnion pecah. Trauma pada amniosintesis menyebabkan cairan ketuban bisa pecah. demikian juga halnya dengan hipermotilitas uterus dimana kontraksi otot uterus rahim menjadi meningkat yang menekan selaput amnion.

Semua hal diatas dapat menyebabkan ketuban pecah dini. Pada ibu dengan ketuban pecah dini tetapi his () sehingga pembukaan akan terganggu dan terhambat sementara janin mudah kekeringan karena pecahnya selaput amnion tersebut, maka Janin harus segera untuk dilahirkan atau pengakhiran kehamilan harus segera dilakukan. Tindakan yang dilakukan adalah menginduksi dengan oksitosin, jika gagal lakukan persalinan dengan caecar yang komplikasinya akan dijelaskan pada WOC caecar.

Akibat ketuban pecah dini pada janin yang preterm yaitu melahirkan janin yang premature dimana paru janin belumlah matur, akibatnya produksi surfaktan berkurang, paru tidak mengembang sehingga beresiko terhadap RDS ( Respiratory distress syndrome ). Ditandai dengan apgar score yang abnormal, aspixya, dan tachipnoe yang menyebabkan kerusakan pertukaran gas pada janin.

Pada ibu dengan ketuban pecah dini dan hisnya adalah (+) persalinan dapat segera dilakukan. Apabila adanya pemeriksaan dalam yang terlalu sering dapat beresiko terhadap infeksi. Ketuban yang telah pecah dapat menyebabkan persalinan menjadi terganggu karena tidak ada untuk pelicin Jalan lahir. Sehingga persalinan menjadi kering ( dry labor). Akibatnya terjadi persalinan yang lama.

Akibat persalinan yang lama terjadi pula penekanan yang lama pada janin dijalan lahir, dan jika terjadi fetal distress mengakibatkan untuk melakukan persalinan atau ekstraksi vacum dan cuna, atau terjadi asphyxia akibat penekanan yang lama pada jalan lahir inipun mengakibatkan iskhcmia pada jalan lahir dan akhirnya terjadi nekrosis jaringan. Hal ini beresiko terhadap cidera pada ibu dan janin, dan juga beresiko tinggi terhadap infeksi

Pemeriksaan DiagnostikMendiagnosa ketuban pecah dini dapat dengan berbagai cara. Pertama, dengan melakukan anamnesis yang baik dan teliti kapan mulai keluar air, jumlahnya, merembes atau tiba-tiba banyak, konsistensinya encer atau kental dan baunya. Kemudian dengan melakukan pemeriksaan fisik, sebagai berikut (Suwiyoga, 2006 ; Steer, 1999) :

Semua wanita dengan keluhan keluar air pervaginam harus dilakukan pemeriksaan inspekulo steril. Pemeriksaan serviks mungkin memperlihatkan keluarnya cairan amnion dari lubang serviks. Jika meragukan apakah cairan berasal dari lubang serviks atau cairan pada forniks posterior vagina, dilakukan pemeriksaan pH dari cairan tersebut (cairan amnion akan merubah lakmus menjadi berwarna biru karena bersifat alkalis). Cairan vagina dalam keadaan normal bersifat asam. Perubahan pH dapat terjadi akibat adanya cairan amnion, adanya infeksi bahkan setelah mandi. Tes nitrazine kuning dapat menegaskan diagnosa dimana indikator pH akan berubah berwarna hitam, walaupun urine dan semen dapat memberikan hasil positif palsu. Melihat cairan yang mengering di bawah mikroskop, cairan amnion akan menunjukkan fern-like pattern (gambaran daun pakis), walaupun tes ini sedikit rumit dan tidak dilakukan secara luas. Batasi pemeriksaan dalam untuk mencegah ascending infection. Lakukan vaginal swab tingkat tinggi. Jika curiga terjadi infeksi, periksa darah lengkap, cRP, MSU dan kultur darah. Berikan antibiotika spektrum luas. Pemeriksaan lebih lanjut seperti USG digunakan untuk melihat organ interna dan fungsinya, juga menilai aliran darah uteroplasenta. USG yang menunjukkan berkurangnya volume likuor pada keadaan ginjal bayi yang normal, tanpa adanya IUGR sangat mengarah pada terjadinya ketuban pecah dini, walaupun volume cairan yang normal tidak mengeksklusi diagnosis. Pada masa yang akan datang, tes seperti cairan prolaktin atau alpha-fetoprotein, dan penghitungan fibronektin bayi mungkin dapat menentukan dengan lebih tepat adanya ketuban pecah dini

Penatalaksanaan Medis1. Konservatif (Prawirohardjo, 2008).

Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan deksametason, observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 37 mingguu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, berikan antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 37 minggu berikan steroid untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.

2. Aktif (Prawirohardjo, 2008).

Kehamilan lebih dari 37 minggu induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Bila ada tanda tanda infeksi berikan dosis tinggi dan persalinan diakhiri.

Bila skor pelvik < 5 lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea. Bila skor pelvik > 5 induksi perlasinan

KomplikasiKPD berpengaruh terhadap kehamilan dan persalinan. jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan persalinan disebut periode laten (lag period = LP). Makin muda umur kehamilan makin memanjang LP-nya. KPD dapat menimbulkan komplikasi yang bervariasi sesuai dengan usia kehamilan, baik terhadap janin maupun terhadap ibu. Kurangnya pemahaman terhadap kontribusi dari komplikasi yang mungkin timbul dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal bertanggung jawab terhadap kontroversi dalam penatalaksanaannya (Saifudin, 2002; Manuaba, 201) :

1. Terhadap janin

Walaupun ibu belum menunjukkan gejala-gejala infeksi, tetapi janin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. jadi akan meninggikan morbiditas dan mortalitas perinatal. Beberapa komplikasi yang berhubungan dengan KPD antara lain:

Infeksi intrauterine

Tali pusat menumbung Kelahiran premature

Amniotic Band Syndrome

2. Terhadap ibu

Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartal, apalagi bila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis, septikemia, dan dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lam, maka suhu badan naik, nadi cepat dan nampaklah gejala-gejala infeksi. Hal-hal tersebut dapat meninggikan angka kematian dan morbiditas pada ibu.

SEPSIS NEONATORUMDefinisi Sepsis

Sepsis adalah adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah atau jaringan lain atau dapat dikatakan suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan tersebut. Septikemia adalah penyakit sistemik yang berhubungan dengan adanya dan bertahannya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah. Bakteremia adalah adanya bakteri di dalam darah. Viremia adalah adanya virus di dalam darah.

Sepsis bakterial pada neonatus adalah sindrom klinis dengan gejala infeksi sistemik dan diikuti dengan bakteremia pada bulan pertama kehidupan.Dalam sepuluh tahun terakhir terdapat beberapa perkembangan baru mengenai definisi sepsis. Salah satunya menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC,2001), sepsis adalah sindrom klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis, sepsis berat, renjatan/syok septik, disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian.

Epidemiologi

1. Sepsis terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir.2. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki.3. Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir.4. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).

Klasifikasi Sepsis Neonatorum

Berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (early-onset neonatal sepsis) dan sepsis neonatorum awitan lambat (late-onset neonatal sepsis).

Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode pascanatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada saat proses kelahiran atau in utero.20 Incidence rate sepsis neonatorum awitan dini adalah 3,5 kasus per 1.000 kelahiran hidup dan 15-50% pasien tersebut meninggal.

Sepsis awitan lambat (SAL) merupakan infeksi pascanatal (lebih dari 72 jam) yang diperoleh dari lingkungan sekitar atau rumah sakit (infeksi nosokomial). Proses infeksi pasien semacam ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal. Angka mortalitas SAL lebih rendah daripada SAD yaitu kira-kira 10-20%.7 SAD sering dihubungkan dengan infeksi intranatal, sedangkan SAL sering dihubungkan dengan infeksi postnatal terutama nosokomial.20 Tabel di bawah ini mencoba menggambarkan klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan sumber infeksi.

Klasifikasi sepsis berdasarkan awitan dan sumber infeksi.

DiniLambat

Awitan 72 jam

Sumber Infeksi Jalan Lahir Lingkungan (Nosokomial)

Bakteri Patogen Penyebab Sepsis Di Negara Berkembang

Sepsis Awitan Dini

Baksil gram negatif

E.coli Klebsiella

Enterococcus Group B streptococcus Coagulase negative Staphylococci

Sepsis Awitan Lambat

Baksil gram negatif

Pseudomonas

Klebsiella

Staph aureus(MRSA) Coagulase negative staphylococci Coagulase negative

Epidemiologi

Penelitian Nugrahani, dkk tahun 2005 di RS Dr. Sardjito Yogyakarta menyebutkan bahwa berdasarkan umur, proporsi bayi dengan sepsis yang berumur 0-7 hari adalah 77,2% sedangkan yang berumur > 7 hari adalah 22,8%. Berdasarkan jenis kelamin, proporsi bayi laki-laki dengan sepsis adalah 61,4% sedangkan bayi perempuan adalah 38,6%. Menurut Jumah, dkk tahun 2007 di Iraq terdapat 22 bayi yang berumur < 7 hari (62,9%) meninggal akibat sepsis, dan terdapat 31 bayi yang berumur 7-28 hari (36,5%) meninggal akibat sepsis. Sepsis lebih sering terjadi pada bayi berkulit hitam daripada bayi berkulit putih, namun hal ini dapat dijelaskan berdasarkan tingginya insiden prematur, pecah ketuban, ibu demam, dan berat lahir rendah.18 Perbedaan kejadian sepsis neonatorum pada suku bangsa lebih dikaitkan dengan kebiasaan dan pola makan yang telah dianut oleh ibu dari bayi tersebut. Hal ini sangat berpengaruh pada kondisi gizi ibu yang kemudian berdampak pada keadaan bayi. Menurut Thirumoorthi dalam simposium penanggulangan infeksi pada kehamilan menyebutkan bahwa dari semua penderita sepsis awitan dini, sebanyak 54% terjadi pada bayi berkulit hitam dan dari semua penderita sepsis awitan lambat, sebanyak 65% juga terjadi pada bayi berkulit hitam.

Diagnosis

Tanda dan Gejala Klinis

Tanda awal tidak spesifik mungkin samar

Gawat nafas- 90%apnea, takipnea, sianosis

Gejala GI

Ikterus Suhu tidak stabil suhu lebih sering Hipoglikemi atau hiperglikemi Letargi atau justru rewel Fontanela membonjol

Hipotensi, Syok, Purpura, Kejang ( Tanda Lanjut

Kriteria Klinis Infeksi Bakteri Yang Parah

Buku Pedoman WHO Integrated Management of Childhood Illnesses, 2000 Laju nafas > 60 kali per menit Lekukan dada yang dalam Cuping hidung kembang kempis Ngorok Fontanel menonjol Kejang Nanah dari telinga Kemerahkan di sekitar umbilikus yang melebar ke kulit Suhu > 37,7 C (atau teraba hangat) atau < 35,5C (atau teraba dingin) Letargis atau tidak sadar Penurunan gerakan Tidak bisa minum Tidak mau menyusui

Bila dijumpai satu atau lebih gejala ini : Curigai Kemungkinan Sepsis Berat

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan hematologis

Hitung leukosit, Hitung platele, Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) Kultur untuk mengidentifikasi bakteri patogen

Darah, CSS, urine, lain-lain

Pemeriksaan lainnya

CRP

Pungsi Lumbal

Patogenesis

Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan beberapa faktor anti infeksi dari cairan amnion.

Infeksi pada neonatus dapat terjadi antenatal, intranatal dan pascanatal. Lintas infeksi perinatal dapat digolongkan sebagai berikut:

1. Infeksi Antenatal.

Infeksi antenatal pada umumnya infeksi transplasenta, kuman berasal dari ibu, kemudian melewati plasenta dan umbilikus dan masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi bayi. Infeksi bakteri antenatal antara lain oleh Streptococcus Group B. Penyakit lain yang dapat melalui lintas ini adalah toksoplasmosis, malaria dan sifilis. Pada dugaan infeksi tranplasenta biasanya selain skrining untuk sifilis, juga dilakukan skrining terhadap TORCH (Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes).

2. Infeksi Intranatal

Infeksi intranatal pada umumnya merupakan infeksi asendens yaitu infeksi yang berasal dari vagina dan serviks. Karena ketuban pecah dini maka kuman dari serviks dan vagina menjalar ke atas menyebabkan korionitis dan amnionitis. Akibat korionitis, maka infeksi menjalar terus melalui umbilikus dan akhirnya ke bayi. Selain itu korionitis menyebabkan amnionitis dan liquor amnion yang terinfeksi ini masuk ke traktus respiratorius dan traktus digestivus janin sehingga menyebabkan infeksi disana.

Gambar 2.1. Infeksi akibat chorioamnionitis

Infeksi lintas jalan lahir ialah infeksi yang terjadi pada janin pada saat melewati jalan lahir melalui kulit bayi atau tempat masuk lain. Pada umumnya infeksi ini adalah akibat kuman Gram negatif yaitu bakteri yang menghasilkan warna merah pada pewarnaan Gram dan kandida. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention (CDC) Amerika, paling tidak terdapat bakteria pada vagina atau rektum pada satu dari setiap lima wanita hamil, yang dapat mengkontaminasi bayi selama melahirkan.

3. Infeksi Pascanatal

Infeksi pascanatal pada umumnya akibat infeksi nosokomial yang diperoleh bayi dari lingkungannya di luar rahim ibu, seperti kontaminasi oleh alat-alat, sarana perawatan dan oleh yang merawatnya. Kuman penyebabnya terutama bakteri, yang sebagian besar adalah bakteri Gram negatif. Infeksi oleh karena kuman Gram negatif umumnya terjadi pada saat perinatal yaitu intranatal dan pascanatal.

Bila paparan kuman ini berlanjut dan memasuki aliran darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda. Oleh karena itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotika, harus memperhatikan pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.

Gejala Klinik

Gejala klinik infeksi sistemik pada neonatus tidak spesifik dan seringkali sama dengan gejala klinik gangguan metabolik, hematologik dan susunan saraf pusat. Peningkatan suhu tubuh jarang terjadi dan bila ada umumnya terdapat pada bayi cukup bulan. Hipotermia lebih sering ditemukan daripada hipertermia. Leukosit pada neonatus mempunyai rentang yang luas yaitu antara 4.000 s/d 30.000 per mm3.

Gejala klinik sepsis neonatorum pada stadium dini sangat sulit ditemukan karena tidak spesifik, tidak jelas dan seringkali tidak terobservasi. Karena itu, dibutuhkan suatu dugaan keras terhadap kemungkinan ini agar diagnosa dapat ditegakkan. Gejala klinik sepsis pada neonatus dapat digolongkan sebagai:

Gejala umum: bayi tidak kelihatan sehat (not doing well), tidak mau minum, kenaikan suhu tubuh, penurunan suhu tubuh dan sclerema. Gejala gastrointestinal: muntah, diare, hepatomegali dan perut kembung Gejala saluran pernafasan: dispnea, takipne dan sianosis. Gejala sistem kardiovaskuler: takikardia, edema, dan dehidrasi. Gejala susunan saraf pusat: letargi, irritable, dan kejang. Gejala hematologik: ikterus, splenomegali, petekie, dan perdarahan lain.

Tatalaksana

Berikut rekomendasi pentalaksanaan untuk :

Persalinan Prematur Ketuban Pecah Dini >18 jam Demam Intrapartum Ibu (>38C) Bakteriuri GBS Ibu selama hamil Anak sebelumnya terkena GBS simtomatik

Perbaiki keadaan umum Bayi dengan ABC (utamakan untuk memberi Ventilator mekanik dengan Respirator O2; Sebaiknya bayi juga dimasukkan didalam Inkubator)

Segera dirujuk keruangan ICU untuk Neonatus (NICU) Karena bayi ini juga dibawa dengan resiko adanya Sepsis.

Sembari menunggu hasil kultur bakteri, maka diberikan dulu Antibiotik Spektrum Luas (Ampisillin atau amoksisilin (25-50 mg/KgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam). Dipantau dalam 24-72 jam pertama, jika respon membaik diberikan selama 5 hari. Setelah hasil kultur bakteri keluar, maka berikan Antibiotik sesuai dengan hasil pewarnaan Gram bakteri tersebut.

Lama pengobatan untuk sepsis neonatal adalah 14 hari. Pada pemberian antibiotika ini yang perlu mendapat perhatian adalah pemberian kloramfenikol pada neonatus tidak melebihi 50 mg/KgBB/hari untuk mencegah terjadinya sindrom Grey Baby dan pemberian sefalosporin serta kotrimoksazol tidak dilakukan pada bayi yang berumur < 1 minggu.

Terapi pendukung

Cairan dan Elektrolit Nutrisi Enteral dan Parenteral Disfungsi Myocard: Inotropik (Dopamin)

Terapi Adjuvant untuk sepsis neonatorum :

1. Pemberian imunoglobin secara intravena (IVIG)

Tujuan : meningkatkan antibody tubuh serta memperbaiki fagositosis dan kemotaksis sel darah putih Lebih bermanfaat sebagai profilaksis sepsis neonatal (khususnya pada bayi BBLR)

2. Pemberian Fresh Frozen Plasma (FFP)

Tujuan : mengatasi gangguan koagulasi yang diderita pasien. FFP mengandung factor koagulasis, antibody, antikomplemen dan protein lain seperti C-Reactive Protein dan fibronectin

3. Tindakan transfuse tukar

Tujuan :

Mengeluarkan/mengurangi toksin atau Memperbaiki perfusi perifer dan pulmonal dengan meningkatkan kapasitas oksigen dalam darah Memperbaiki sistem imun

Pemberian cairan Bila ada tanda dehidrasi, atasi dehidrasi IVFD Dekstrose 7,5% atau 10% 500cc dalam NaCl 15% 6cc dengan jumlah sesuai kebutuhan bayi Pengobatan suportif Oksigen intranasal 1-2 liter/menit bila sianosis Bila ada apnu disertai bradikardi dan sianosis > 2 episode/hari, cari etiologinya yaitu hipoglikemia, hiponatremia, dll. Dapat dipertimbangkan pernapasan mekanik

Follow Up

Awasi ketat tanda-tanda vital dan komplikasi yang mungkin terjadi. Pertimbangkan pindah antibiotic yang lebih poten bila tidak terdapat pebaikan klinis dalam 48-72 jam atau keadaan umum memburuk USG transfontanel melihat perbaikan/perburukan dari meningitis

Komplikasi

Komplikasi sepsis neonatorum antara lain:

Meningitis Neonatus dengan meningitis dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus dan/atau leukomalasia periventricular

Pada sekitar 60 % keadaan syok septik akan menimbulkan komplikasi acut respiratory distress syndrome (ARDS). Komplikasi yang berhubungan dengan penggunaan aminoglikosida, seperti ketulian dan/atau toksisitas pada ginjal. Komplikasi akibat gejala sisa atau sekuele berupa defisit neurologis mulai dari gangguan perkembangan sampai dengan retardasi mental Kematian

Pencegahan Sepsis Neonatorum

Cegah infeksi pada saat kehamilan

Atasi infeksi pada ibu yang sedang hamil Hindari trauma pada saat kehamilan Cukupi asupan asam askorbat (vitamin C) dan tembaga Antenatal care Waspada kejadian pecah ketuban dini

Pencegahan Primordial

Primordial prevention (pencegahan awal) ini dimaksudkan untuk memberi kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit itu tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya.46 Bentuk pencegahan ini berupaya untuk mencegah munculnya faktor predisposisi terhadap masyarakat khususnya ibu dan wanita usia produktif terhadap faktor risiko terjadinya sepsis pada bayinya. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah sepsis neonatorum sebagai pencegahan primordial adalah:

Mengatur pola makan sehat dan bergizi dalam jenis dan jumlah yang cukup pada ibu untuk mempertahankan daya tahan tubuh serta menjaga kebesihan diri sehingga terhindar dari penyakit infeksi.

Meningkatkan pengetahuan ibu tentang pentingnya pemeriksaan saat hamil (Antenatal Care) dengan cara mencari informasi melalui buku, televisi atau media massa lainnya.

Tidak melahirkan pada usia ibu risiko tinggi, seperti usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun agar tidak berisiko melahirkan bayi prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah.

Pencegahan Primer

Pencegahan primer meliputi segala bentuk kegiatan yang dapat menghentikan kejadian penyakit atau gangguan sebelum hal itu terjadi. Pencegahan primer juga diartikan sebagai bentuk pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit pada seseorang dengan faktor risiko. Upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan primer terhadap kejadian sepsis neonatorum adalah:

Mewujudkan Pelayanan Kebidanan yang Baik dan Bermutu Pengawasan ibu dan bayi pada saat intranatal dan postnatal. Perawatan antenatal care Mencuci tanganRESPIRATORY DISTRESSDefinisi

Gangguan napas pada bayi baru lahir (BBL) adalah keadaan bayi yang sebelumnya normal atau bayi dengan asfiksia yang sudah dilakukan resusitasi dan berhasil, tetapi beberapa saat kemudian mengalami gangguan nafas.

Gejala & Tanda

Gangguan napas merupakan sindroma klinis yang terdiri dari kumpulan gejala sebagai berikut:

Frekuensi napas bayi > 60 kali permenit atau frekuensi napas bayi 20 detik).

Klasifikasi

Berdasarkan struktur anatomi:

Sumbatan saluran nafas bagian atas, contoh: atresia koane(tidak ada saliran lubang hidung)

Penyakit paru contoh: pneumonia, atelektasis paru, Hyalin Membrab Disease

Kelainan dinding dada, contoh: hernia diafragmatika

Kelainan di luar paru-paru, contoh kelainan jantung

Berdasarkan frekuensi nafas:Frekuensi NapasGejala Tambahan Gangguan NapasKlasifikasi

>60 x/menit

Dengan

Sianosis sentral dan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi

Gangguan napas berat

Atau >90 x/menitDenganSianosis sentral dan tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi

Atau 90 x/menitDengantetapi TanpaTanpaTarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi

Sianosis sentral

Tarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi atau sianosis sentralGangguan napas sedang

60-90 x/menit

TanpaTarikan dinding dada atau merintih saat ekspirasi atau sianosis sentralGangguan napas ringan

60-90 x/menitDengan tetapi TanpaSianosis sentral

Tarikan dinding dada atau merintihKelainan jantung kongenital

Berdarasarkan Downes Score

Etiologi dan Diagnosis Banding

Gawat napas yang umum pada Neonatus

1. Takipnea Sementara pada Neonatus (Transient Tachypnea of The Newborn/TTN)

TTN merupakan penyakit pada bayi mendekati cukup usia/ bayi cukup usia yg memperlihatkan gawat pernapasan segera setelah kelahiran. Keadaan ini terjadi ketika bayi gagal membersihkan jalan napas dari cairan paru, mukus, atau memiliki cairan berlebih didalam paru akibat aspirasi.

Faktor risiko:

Seksio sesarea Makrosomia Partus lama Laki-laki Ibu mendapatkan sedasi berlebihan Skor Apgar rendah ( < 7 dalam 1 menit ) Skor Downe > 4 pada 1 menitPresentasi Klinis TTN:

Neonatus biasanya hampir cukup bulan/cukup bulan dan segera setelah kelahiran mengalami takipnea (RR > 80x per menit) Merintih, napas cuping hidung, retraksi dada dan sianosis Keadaan ini tidak berlangsung lebih dari 72 jam Penyakit ini dapat pulih sendiri dan tidak terdapat risiko kekambuhan atau disfungsi paru lebih lanjut. Gejala respirasi membaik saat cairan didalam paru dimobilisasi, biasanya terjadi bersamaan dengan dieresis.2. Sindrom Gawat Napas (Hyaline Membrane Disease/HMD)

Penyakit membran hialin juga dikenal sebagai sindrom gawat napas (RDS). Biasanya terjadi pada bayi premature. Faktor yang meningkatkan atau menurunkan risiko HMD adalah :

a) Peningkatan risiko

Kelahiran kurang bulan Bayi laki-laki Predisposisi familial Seksio sesarea tanpa didahului proses persalinan Asfiksia perinatal Korioamnionitis Neonatus dari ibu diabetes Hydrops fetalis b) Menurunkan risiko

Stress intrauterine yang kronis: Ketuban Pecah Dini (KPD) dalam jangka panjang, hipertensi ibu, pemakaian narkotik, pertumbuhan janin terhambat (PJT) atau kecil untuk masa kehamilan (KMK) Kortikosteroid Prenatal Agen tokolitik Presentasi Klinis:

Biasa ditemui pd saat lahir tetapi mungkin muncul pada waktu hingga 12 jam setelah kelahiran Ditemui dengan gawat pernapasan yang semakin parah Peningkatan upaya pernapasan dan frekuensi napas Sianosis pada udara kamar yang terus bertahan atau melaju selama 48 jam pertama kehidupan Peningkatan takipnea ( > 60/menit) Merintih pada saat ekspirasi dan retraksi dinding dada Gas darah mengungkap adanya hipoksia, hiperkapnia dan asidosis Gambaran darah lengkap menyisihkan kemungkinan infeksi Kadar glukosa darah biasanya rendah Rontgen mengungkap kepadatan retikulogranular bilateral (penampilan seperti serpihan kaca) dan paru opak (udara-bronkogram)3. Sindrome Aspirasi Mekonium

Gawat napas yang bersifat sekunder akibat aspirasi mekonium oleh fetus dalam uterus atau oleh neonatus selama proses persalinan dan kelahiran. Asprasi mekonium dapat menyebabkan:

Sumbatan jalan napas

Inflamasi berat

Hipertensi paru

Aktivasi trombosisFaktor risiko:

Kehamilan lewat bulan / postmatur Hipertensi maternal Denyut jantung janin abnormal Pre Eklampsia Diabetes mellitus pada Ibu SGA Penyakit pernapasan pd Ibu/ penyakit SVP

Presentasi klinis:

Tercampurnya mekonium dalam cairan ketuban sebelum kelahiran

Kontaminasi mekonium pada neonatus setelah lahir

Jalan napas tersumbat

Gagal napas yang mengarah pada peningkatan diameter anteroposterior dada

Pemeriksaan laboratorium yg dibutuhkan mencakup analisis gas darah.Pemeriksaan radiologis: Rontgen dada akan memperlihatkan infiltrat berbercak, garis kasar pd kedua bidang paru, diameter anteroposterior yg meningkat dan pemipihan diafragma4. Sindrom Kebocoran Udara

Sindrom kebocoran udara (pneumomediastinum, pneumothorax, pulmonary interstitial emphysema dan pneumopericardium) mencakup spektrum penyakit dengan patofisiologi penyebab yang sama. Penggembungan kantung alveolar secara berlebihan atau pengembangan jalan napas terminal secara berlebihan mengarah pada gangguan integritas jalan napas sehingga menyebabkan penyebaran udara ke rongga di sekelilingnya.Faktor risiko:

Dukungan ventilator Pencampuran / aspirasi mekonium Terapi surfaktan Upaya resusitasi secara kasar Spontan 0,5% CPAP 5%

Bayi tiba-tiba memperlihatkan gawat pernapasan atau penurunan status dengan perubahan tanda vital dan kadar gas darah yang memburuk. Thorak asimetris ditemui pada kasus unilateral.5. Apnea

Berhentinya pernapasan yang disertai oleh bradikardia dan/atau sianosis selama lebih dari 20 detik. Lima puluh sampai enam puluh persen terbukti adanya apnea (35% dengan apnea pusat, 5-10% dengan apnea obstruktif dan 15-20% dengan apnea campuran). Apnea dalam waktu 24 jam setelah persalinan biasanya memiliki dasar patologis. Apnea yang berkembang setelah tiga hari pertama kehidupan dan tidak terkait dengan patologi lain dapat diklasifikasikan sebagai apnea kelahiran kurang bulan. Pada banyak kasus, apnea menghilang tanpa adanya gejala sisa jangka panjang6. Pneumonia

Pemaparan terhadap dan aspirasi bakteri ke dalam cairan ketuban mengarah ke pneumonia bawaan atau infeksi bakteri sistemik dengan manifestasi yang menjadi jelas sebelum persalinan (gawat janin, takikardia), pada saat kelahiran (asfiksia perinatal)atau setelah periode laten selama beberapa jam (gawat pernapasan,syok).

Presentasi klinis:

Awitan : 1 2 hari setelah persalinan Gawat napas sedang hingga parah dalam adanya salah satu atau lebih faktor risiko infeksi Rontgen dada : temuan mungkin identik dengan penyebab gawat pernapasan lain Kultur bakteri : sejumlah kasus pneumonia mungkin memperlihatkan kultur negatif

Tatalaksana

Manajemen Umum

Pasang jalur infuse intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi, berikan infuse Dextrose 10%:

Pantau selalu TTV Jaga potensi jalur napas Berikan O2 (2-3 liter/menit dengan kateter langsung) Jika bayi mengalami apnea:

Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan Lakukan penilaian lanjut

Bila terjadi kejang, hentikan kejang

Segera periksa kadar glukosa darah (bila fasilitas tersedia) Pemberian nutrisi adekuat (ASI)

Manajemen Lanjut/ Spesifik

1. Gangguan Napas Berat

Tentukan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang (antara rendah dan tinggi, lihat terapi oksigen). Bila bayi menunjukkan tanda pemburukan atau terdapat sianosis sentral, naikkan pemberian O2 pada kecepatan aliran tinggi. Jika gangguan napas bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap walaupun diberikan O2 100%, berikan ventilator mekanik. Jika gangguan napas masih menetap setelah 2 jam. Pasang pipa lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan udara. Nilai kondisi bayi 4 kali setiap hari, apakah ada tanda perbaikan. Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi napas menurun, tarikan dinding dada berkurang, warna kulit membaik). Kurangi pemberian O2 secara bertahap. Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambung. Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusu. Bila bayi tak bisa menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum Pantau dan catat setiap 3 jam mengenai: frekuensi napas, adanya tarikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi, dan episode apnea. Periksa kadar glukosa darah sekali sehari setengah kebutuhan minum dapat dipenuhi secara oral. Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotika dihentikan. Jika bayi tampak kemerahan tanpa terapi O2 selama 3 hari, minum baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di RS, bayi dapat dipulangkan.

2. Gangguan Napas Sedang

Lanjutkan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang Bayi jangan diberi minum Jika ada tanda berikut, ambil sampel darah untuk kultur dan berikan antibiotic (ampisillin dan gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis Suhu aksiler < 34 0 C atau > 39 0 C

Air ketuban bercampur meconium

Riwayat infeksi intrauterine, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini (>18 jam) Bila suhu aksiler 34-36,50C atau 37,5-390C tangani untuk masalah suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam Bila suhu masih belum stabil atau gangguan napas belum ada perbaikan, ambil sampel darah, dan berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar sepsis Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan di atas Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam. Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi napas menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih berkurang): Kurangi terapi O2 secara bertahap Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam

Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusu. Bila bayi tak bisa menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu alternative cara pemberian minum Amati bayi selama 24 jam, setelah pemberian antibiotika dihentikan. Jika bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minum baik dan tidak ada alasan bayi tetap tinggaldi RS, bayi dapat dipulangkan.

3. Gangguan Napas Ringan

Bila dalam pengamatan gangguan napas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya, terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan tangani gangguan napas sedang atau berat seperti diatas Berikan ASI bila mampu mengisap. Bila tidak, berikan ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternative pemberian minum Kurangi pemberian O2 secara bertahap, bila ada perbaikan gangguan napas, hentikan pemberian O2. Jika frekuensi napas antara 30-60 x/menit Amati bayi selama 24 jam berikutnya, jika frekuensi napas menetap antara 30-60 x/menit, tidak ada tanda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan, bayi dapat dipulangkanBRONKHOPNEUMONIA NEONATUSDefinisi

Infeksi pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai alveolus disekitarnya. Ditandai dgn adanya bercak-bercak (patchy infiltrate) dan dapat mengakibatkan RD.

Etiologi

Pada bayi baru lahir (neonatus 2bln)

1. Organisme saluran genital ibu : streptokokus group B, Eschericia coli.

2. Kuman gram negatif lain: Listeria monocytogenes, Klebsiella pneumoniae, dan Chlamydia trachomatis.

Faktor Resiko

1. Riwayat persalinan

Persalinan lama

Persalinan dgn tindakan

KPD (PROM)

Air ketuban bau dan kental

2. Riwayat kehamilan

Infeksi TORCH

Ibu menderita eklampsia

Ibu mempunyai penyakit bawaan

Manifestasi klinis

1. Takipnea

2. Merintih

3. Retraksi

4. Hipoksemia

5. Demam. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai kejang karena demam yg tinggi.

6. Sianosis di sekitar hidung dan mulut

7. Gelisah

8. Dispnoe

9. Pernafasan cepat dan dangkal

10. Pernafasan cuping hidung

Diagnosis

Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tatalaksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :

Bronkopneumonia sangat berat :

Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Bronkopneumonia berat :

Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

Bronkopneumonia :

Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :

> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan

> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun

> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.

Bukan bronkopenumonia :

Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.

Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:

1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus3. deteksi antigen bakteriVI. Kerangka KonsepMultifaktorial

Ny. Utami mengalami KPD

Infeksi ascendens

Chorioamnionitis

Ketuban berbau busuk

Infeksi IntrauterineBronkopneumonia Sepsis

TachypneuHypoactiveSucking reflex (-)GruntingChest indrawing

VII.KesimpulanSeorang Bayi laki-laki baru lahir, anak dari Ny. Utami dengan berat badan lahir 3 kg, Sesuai masa kehamilan ( SMK ), dan lahir spontan, mengalami gangguan pernapasan ( RD ) et causa suspect sepsis neonatorum dan bronchopneumonia.DAFTAR PUSTAKAIkatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Neonatologi cetakan pertama. Jakarta : Badan Penerbit IDAIIkatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak, cetakan pertama. Jakarta :

Badan Penerbit IDAIIkatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Buku Ajar Neonatologi cetakan kedua. Jakarta : Badan Penerbit IDAI

Chunningham, F., Gary., Gant, F., Norman., Leveno, J., Kenneth., et all. Obstetri Williams Edisi 21. 2005. Jakarta: EGC, 560-85.Nelson. Ilmu Kesehatan Anak Volume 3.Jakarta : EGC.Prawirohardjo, Sarwono.2010. Ilmu Kebidanan.Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Prawirohardjo, Sarwono.2011. Ilmu Kandungan . Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono PrawirohardjoManuaba, Ida Bagus. 1998.Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC. Norwitz E, Schorge J. 2006.At a Glance Obstetri & Ginekologi.Jakarta: Erlangga Medical Series. WHO. 2009. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta : Kerjasama WHO dan Departemen Kesehatan Republik IndonesiaKosim MS, et al (ed). 2008. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1. IDAI. Jakarta, Indonesia.

Gotoff SP. Sepsis dan Meningitis Neonatus. Dalam: Nelson, Behrman, Kliegman, Arvin (editor). 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, Vol. 1. EGC, Jakarta, Indonesia.

PAGE 63