Laporan E Blok 19
Transcript of Laporan E Blok 19
KATA PENGANTAR
Penyusun mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen pembimbing
yang telah membimbing tutorial pertama di blok 19 ini sehingga proses tutorial dapat berlangsung
dengan sangat baik.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua,
yang telah memberi dukungan baik berupa materil dan moril yang tidak terhitung jumlahnya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tutorial skenario E di blok 19 ini hingga selesai.
Ucapan terima kasih juga kepada para teman-teman sejawat di Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya atas semua semangat dan dukungannya sehingga perjalanan blok per blok
yang seharusnya sulit dapat dilewati dengan mudah.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kata mendekati sempurna. Oleh
karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di
penyusunan laporan berikutnya. Mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan sumbangan
pengetahuan yang bermanfaat bagi kita semua.
Palembang, 23 September 2013
Penyusun Kelompok B4
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………………. 1
Daftar Isi ………………………………………………………………………….....… 2
BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang…………………………………………………..… 3
BAB II : Pembahasan
2.1 Data Tutorial………………………………………………..…….... 4
2.2 Skenario Kasus………………………………………….......……... 5
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah.............………………………………...... 6
II. Identifikasi Masalah...........……………………………….... 6
III. Analisis Masalah...............................………….......……...... 8
IV. Learning Issues ...………………...…………………........... 21
V. Kerangka Konsep..................…………………………….... 38
BAB III : Penutup
3.1 Kesimpulan ...................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada laporan tutorial kali ini, laporan membahas blok Neurosensoris yang berada dalam
blok 19 pada semester 5 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
Pada kesempatan ini, dilakukan tutorial studi kasus sebagai bahan pembelajaran untuk
menghadapi tutorial yang sebenarnya pada waktu yang akan datang.
Adapun maksud dan tujuan dari materi praktikum tutorial ini, yaitu:
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem KBK di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial dan memahami konsep dari skenario
ini.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : dr. Rusmiyati Sp.PK
Moderator : Chynta Rahma Vanvie
Sekretaris Papan : Salsabil Dhia Adzhani
Sekretaris Meja : Citra Maharani
Hari, Tanggal : Senin, 23 September 2013
Rabu, 25 September 2013
Peraturan : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan
2. Dilarang makan dan minum
4
2.2 Skenario kasus
SKENARIO E BLOK 19 TAHUN 2013
Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun, berat badan 13kg, dibawa ke RS dengan keluhan kejang. Dari catatan dari rekam medis didapatkan penderita masih sering mengalami serangan kejang saat datang ke RS. Setelah diberikan diazepam per rektal dua kali dan intravena satu kali kejang juga belum teratasi. Kejang berhenti setelah diberikan drip fenitoin. Kejang tidak didahului atau disertai demam. Pascakejang anak tidak sadar.
Setelah delapan jam perawatan di rumah sakit, kesadaran penderita mulai membaik, namun masih malas bicara serta tatapan seringkali kosong.
Dari anamnesis dengan ibu penderita, sekitar dua puluh menit sebelum masuk RS penderita mengalami bangkitan di mana seluruh tubuh penderita tegang, mata mendelik ke atas, kemudian dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh. Bangkitan ini berlangsung kurang lebih lima menit. Setelahnya penderita tidak sadar. Penderita kemudian dibawa ke RS. Sekitar 10 menit setelah bangkitan pertama saat masih dalam perjalanan ke rumah sakit, bangkitan serupa berulang sampai penderita tiba dirumah sakit. Jarak antara rumah dengan rumah sakit kurang lebih 10 kilometer. Setelah mendapat obat kejang seperti yang telah disebutkan di atas, kejang berhenti. Pascakejang penderita tidak sadar. Sekitar 3 jam di RS, penderita mulai sadar. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan Nampak lemah dan penderita sering tersedak.
Riwayat penyakit sebelumnya:Saat berusia Sembilan bulan, penderita mengalami kejang dengan demam tinggi. Dilakukan
pemeriksaan cairan serebrospinal dan penderita didiagnosis menderita meningitis. Penderita di rawat di RS selama 15 hari.
Pada usia satu tahun penderita mengalami kejang yang tidak disertai demam sebanyak dua kali. Pada usia 18 bulan penderita kembali mengalami kejang yang dusertai demam tidak tinggi. Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproate. Setelah enam bulat berobat, orang tua menghentikan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita sudah bisa bicara lancer, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda roda tiga.
Pemeriksaan fisik:Anak Nampak sadar, suhu 37C, TD: 90/45mmHg (normal untuk usia), nadi 100x/menit, laju nafas 30x/menit.
Pemeriksaan Neurologis:Mulut penderita mengot ke sebelah kiri. Lipatan dahi masih Nampak dan kedua kelopak mata menutup penuh saat dipejamkan. Saat penderita diminta mengeluarkan lidah terjadi deviasi ke kanan dan disertai tremor lidah. Pergerakan lengan dan tungkai kanan Nampak terbatas dan kekuatannta lebih lemah disbanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan dapat sedikit diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan kuat sewajar usianya. Tonus otot dan reflex fisiologis lengan dan tungkai kanan meningkat, serta ditemukan reflex Babinski di kaki sebelah kanan.
5
2.3 Paparan
I. Klarifikasi Istilah
1. Kejang: manifestasi klinik karena disfungsi serebral akibat imbalance dari system eksitasi dan inhibisi dari sel neuron di otak sehingga terjadi pelepasan muatan listrik yang bersifat paroksismal dan hipersinkron serta intermiten.
2. Rekam medis: Kumpulan data pasien dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, pengobatan ( riwayat pasien )
3. Diazepam: Benzodiazepin yang digunakan sebagai agen anti ansietas sedatif, agen anti panik, agent anti tremor, relaksant otot rangka.
4. Drip fenitoin: anti konvulsan yang digunakan untuk mengatasi berbagai bentuk epilepsy dan kejang akibat bedah saraf (tetes demi tetes)
5. Kelojotan: konstraksi otot atau sekelompok otot yang seperti kejang.6. Bangkitan: episode awal timbulnya kejang7. Cairan serebrospinal: cairan yang terkandung dalam ventrikel otak, ruang sub-arachnoid
dan kanalis sentralis medulla spinalis.8. Meningitis: Radang pada membran yang membungkus otak dan medulla spinalis9. Asam valproate: pengontrol kejang10. Tremor lidah: gemetar atau menggigil yang involunteer (pada lidah)11. Tersedak: Tersumbatnya trakhea seseorang oleh benda asing atau cairan.12. Tonus: Kontraksi otot yang ringan dan terus menerus13. Reflex fisiologis: refleks yang normal terjadi14. Reflex Babinski: dorsofleksi ibu jari kaki pada perangsangan telapak kaki, terjadi pada
lesi yang mengenai traktus piramidalis.
II. Identifikasi Masalah
NO KENYATAAN KESESUAIAN
1 Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun, berat badan
13 kg, dibawa ke RS dengan keluhan kejang. Dari
catatan dari rekam medis didapatkan penderita
masih sering mengalami serangan kejang saat
datang ke RS.
TSH
2 Setelah diberikan diazepam per rektal dua kali
dan intravena satu kali kejang juga belum teratasi.
Kejang berhenti setelah diberikan drip fenitoin.
Kejang tidak didahului atau disertai demam.
Pasca kejang anak tidak sadar.
TSH
3 Setelah delapan jam perawatan di rumah sakit,
6
kesadaran penderita mulai membaik, namun
masih malas bicara serta tatapan seringkali
kosong.
TSH
4 Dari anamnesis dengan ibu penderita, sekitar dua
puluh menit sebelum masuk RS penderita
mengalami bangkitan di mana seluruh tubuh
penderita tegang, mata mendelik ke atas,
kemudian dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh.
Bangkitan ini berlangsung kurang lebih lima
menit. Setelahnya penderita tidak sadar.
TSH
5 Sekitar 10 menit setelah bangkitan pertama saat masih dalam perjalanan ke rumah sakit, bangkitan serupa berulang sampai penderita tiba dirumah sakit. Jarak antara rumah dengan rumah sakit kurang lebih 10 kilometer.
TSH
6 Setelah mendapat obat kejang seperti yang telah disebutkan di atas, kejang berhenti. Pascakejang penderita tidak sadar. Sekitar 3 jam di RS, penderita mulai sadar. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan Nampak lemah dan penderita sering tersedak.
TSH
7 Riwayat penyakit sebelumnya:
Saat berusia Sembilan bulan, penderita mengalami kejang dengan demam tinggi. Dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal dan penderita didiagnosis menderita meningitis. Penderita di rawat di RS selama 15 hari.
Pada usia satu tahun penderita mengalami kejang yang tidak disertai demam sebanyak dua kali. Pada usia 18 bulan penderita kembali mengalami kejang yang dusertai demam tidak tinggi. Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproate. Setelah enam bulat berobat, orang tua menghentikan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita sudah bisa bicara lancer, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda roda tiga.
TSH
8 Pemeriksaan fisik: SH
7
Anak Nampak sadar, suhu 37C, TD: 90/45mmHg (normal untuk usia), nadi 100x/menit, laju nafas 30x/menit.
9 Pemeriksaan Neurologis:
Mulut penderita mengot ke sebelah kiri. Lipatan dahi masih Nampak dan kedua kelopak mata menutup penuh saat dipejamkan. Saat penderita diminta mengeluarkan lidah terjadi deviasi ke kanan dan disertai tremor lidah. Pergerakan lengan dan tungkai kanan Nampak terbatas dan kekuatannta lebih lemah disbanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan dapat sedikit diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan kuat sewajar usianya. Tonus otot dan reflex fisiologis lengan dan tungkai kanan meningkat, serta ditemukan reflex Babinski di kaki sebelah kanan.
TSH
TSH = Tidak Sesuai Harapan
SH = Sesuai harapan
III. Analisis Masalalah
1. Seorang anak laki-laki, usia 3 tahun, berat badan 13 kg, dibawa ke RS dengan keluhan
kejang. Dari catatan dari rekam medis didapatkan penderita masih sering mengalami
serangan kejang saat datang ke RS.
a. Hubungan usia jenis kelamin dengan keluhan?Data mengenai insidensi kejang agak sulit diketahui. Diperkirakan bahwa 10% orang akan mengalami paling sedikit satu kali kejang selama hidup mereka dan sekitar 0,3% sampai 0,5% akan didiagnosis mengidap epilepsi (didasarkan pada kriteria dua atau lebih kejang spontan/tanpa pemicu). Laporan-laporan spesifik-jenis kelamin mengisyaratkan angka yang sedikit lebih besar pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Insidensi berdasarkan usia memperlihatkan pola konsisten berupa angka paling tinggi pada tahun pertama kehidupan, penurunan pesat menuju usia remaja, dan pendataran secara bertahap selama usia remaja, dan pendataran secara bertahap selama usia pertengahan untuk kembali memuncak pada usia setelah 60 tahun
b. Sebutkan klasifikasi kejang!
8
KLASIFIKASI ILAE 1981
Serangan parsial
Serangan parsial sederhana (kesadaran baik).- Motorik- Sensorik- Otonom- Psikis
Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)- Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran.- Gangguan kesadaran saat awal serangan.
Serangan umum sekunder- Parsial sederhana menjadi tonik klonik.- Parsial kompleks menjadi tonik klonik- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik klonik.
Serangan umum.- Absans (lena)- Mioklonik- Klonik- Tonik- Atonik.
Tak tergolongkan.
KLASIFIKASI ILAE 1989
Berkaitan dengan letak fokus
Idiopatik (primer)- Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik benigna)- Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital- Primary reading epilepsy“.
Simptomatik (sekunder)- Lobus temporalis- Lobus frontalis- Lobus parietalis- Lobus oksipitalis- Kronik progesif parsialis kontinua
Kriptogenik
Umum
Idiopatik (primer)- Kejang neonatus familial benigna- Kejang neonatus benigna- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi- Epilepsi absans pada anak- Epilepsi absans pada remaja- Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga.- Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak.
Kriptogenik atau simptomatik.- Sindroma West (Spasmus infantil dan hipsaritmia).- Sindroma Lennox Gastaut.- Epilepsi mioklonik astatik- Epilepsi absans mioklonik
9
Simptomatik- Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik neonatal- Sindrom Ohtahara
- Etiologi / sindrom spesifik.- Malformasi serebral.- Gangguan Metabolisme.
Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum.
Serangan umum dan fokal- Serangan neonatal- Epilepsi mioklonik berat pada bayi- Sindroma Taissinare- Sindroma Landau Kleffner
Tanpa gambaran tegas fokal atau umum Epilepsi berkaitan dengan situasi
- Kejang demam- Berkaitan dengan alkohol- Berkaitan dengan obat-obatan- Eklampsi.- Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi)
c. Etiologi dan mekanisme terjadinya kejang?Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik berlebihan di sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor fisiologis, biokimiawi, anatomis atau gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang dapat menganggu fungsi otak, dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang.
Mekanisme dasar kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal ini disebabkan oleh : 1. Kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan arus listrik yang berlebihan2. Berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat3. Meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmitter asam glutamat dan aspartat melalui jalur eksitasi yang berulang. Status epileptikus terjadi karena proses eksitasi yang berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat inhibisi yang tidak sempurna.
d. Berat badan normal anak usia 3 tahun?11,3 - 18,3 kg (normal)
2. Setelah diberikan diazepam per rektal dua kali dan intravena satu kali kejang juga belum teratasi. Kejang berhenti setelah diberikan drip fenitoin. Kejang tidak didahului atau disertai demam. Pasca kejang anak tidak sadar.a. Bagaimana mekanisme kerja obat diazepam?
Berkeja pada sistem GABA yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA reseptor benzodiazepine dalam seluruh system saraf pusat, terdapat dengan kecepatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan oksipital di hippocampus dan dalam otak kecil pada reseptor ini. Benzodiazepine akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepine dengan afinitasnya pada tempat ikatan dengan adanya interaksi benzodiazepine, afinitas GABA terhadap
10
reseptornya akan meningkat dan dengan ini kerja GABA akan meningkat dengan aktifnya reseptor GABA. Saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel, meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.
b. Indikasi penggunaan sediaan diazepam?Diazepam digunakan untuk memperpendek dalam mengatasi gejala yang timbul seperti gelisah yang berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk gemeteran, kegilaan dan dapat menyerang secara tiba-tiba. Halusinasi sebagai akibat mengkonsumsi alkohol. diazepam juga dapat digunakan untuk kejang otot, kejang otot merupakan penyakit neurologi. dizepam digunakan sebagai obat penenang dan dapat juga dikombinasikan dengan obat lain.
c. Mengapa kejang tidak hilang setelah diberi diazepam?Karena diazepam pemberian rektal tidak bermanfaat untuk mengatasi kejang akut. Kadar puncak lambat tercapai dan kadar plasmanya rendah. Indikasi ntuk terapi bangkitan parsial sederhana.
d. Mekanisme kerja fenitoin?Fenitoin merupakan obat golongan antiepilepsi. Mekanisme kerja utamanya pada korteks motoris yaitu menghambat penyebaran aktivitas kejang. Kemungkinan hal ini disebabkan peningkatan pengeluaran natrium dari neuron dan fenitoin cenderung menstabilkan ambang rangsang terhadap hipereksitabilitas yang disebabkan perangsangan berlebihan atau kemampuan perubahan lingkungan di mana terjadi penurunan bertahap ion natrium melalui membran. Ini termasuk penurunan potensiasi paska tetanik pada sinaps. Fenitoin menurunkan aktivitas maksimal pusat batang otak yang berhubungan dengan fase tonik dari kejang tonik-klonik (grand mal). Waktu paruh plasma setelah pemberian oral rata-rata adalah 22 jam (antara 7-42 jam).
e. Mengapa kejang tidak didahului atau disertai demam?Epilepsi dapat terjadi kepada anak yang lahir dari keluarga yang mempunyai riwayat epilepsi.Selain itu juga anak-anak dengan kelainan neurologis sebelum kejang pertama datang, baik dengan atau tanpa demam. Dari riwaya tpenyakit anak ini pernah mengalami kejang demam dikarenakan meningitis dan dapat menyebabkan kerusakan saraf dan otak sehingga terjad igangguan impuls, Eksitasi > inhibisi. Sehingga kejang berikutnya menjadi kejang berulang, atau epilepsi akibat gejala sisa.
f. Mengapa pasca kejang anak tidak sadar?Hipermetabolik di otak menyebabkan otak memerlukan energy (ATP) yang lebih banyak.
Sehingga, otak akan merasa capek dan anak menjadi tidak sadar.
3. Setelah delapan jam perawatan di rumah sakit, kesadaran penderita mulai membaik, namun masih malas bicara serta tatapan seringkali kosong.
a. Mengapa kesadaran penderita mulai membaik, namun masih malas bicara serta tatapan seringkali kosong?Hal ini merupakan manifestasi dari pengonsumsian obat berbahan sedatif
11
4. Dari anamnesis dengan ibu penderita, sekitar dua puluh menit sebelum masuk RS penderita mengalami bangkitan di mana seluruh tubuh penderita tegang, mata mendelik ke atas, kemudian dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh. Bangkitan ini berlangsung kurang lebih lima menit. Setelahnya penderita tidak sadar.
a. Etiologi dan mekanisme dari keluhan bangkitan, mata mendelik keatas, kemudian dilanjutkan kelojotan seluruh tubuh?
Gejala kejang bergantung pada lokasi fokus di otak. Bila fokus terletak di korteksmotorik,
maka gejala yang timbul akan terjadi kedutan otot (kelojotan)
5. Sekitar 10 menit setelah bangkitan pertama saat masih dalam perjalanan ke rumah sakit, bangkitan serupa berulang sampai penderita tiba dirumah sakit. Jarak antara rumah dengan rumah sakit kurang lebih 10 kilometer.
a. Apakah dampak dari kejang yang berulang?- Penurunan IQ anak- Kerusakan otak permanen- Parese dikarenakan terjadinya gangguan pada jaras motorik
6. Setelah mendapat obat kejang seperti yang telah disebutkan di atas, kejang berhenti. Pascakejang penderita tidak sadar. Sekitar 3 jam di RS, penderita mulai sadar. Orang tua memperhatikan lengan dan tungkai sebelah kanan Nampak lemah dan penderita sering tersedak.
a. Mengapa lengan dan tungkai sebelah kanan nampak lemah?Pergerakan abnormal lengan dan tungkai kanan terjadi karena terjadi hemiparese dextra tipe sentral. Hal ini dapat terjadi karena proses kejang yang berlarut dapat mengakibatkan kondisi hipoksia di korteks terkait. Sehingga terjadi gangguan pada jaras motorik yang mengakibatkan lengan dan tungkai tampak lemah.
12
b. Mengapa penderita sering tersedak?Gangguan keseimbangan membrane sel neuron difusi Na dan K berlebih depolarisasi
membrane dan lepas muatan listrik berlebih kejang kesadaran menurun reflek
menelan menurun (gangguan pada N. Vagus) sering tersedak
7. Riwayat penyakit sebelumnya:
Saat berusia Sembilan bulan, penderita mengalami kejang dengan demam tinggi. Dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal dan penderita didiagnosis menderita meningitis. Penderita di rawat di RS selama 15 hari.
Pada usia satu tahun penderita mengalami kejang yang tidak disertai demam sebanyak dua kali. Pada usia 18 bulan penderita kembali mengalami kejang yang dusertai demam tidak tinggi. Penderita berobat ke dokter dan diberi obat asam valproate. Setelah enam bulat berobat, orang tua menghentikan pengobatan karena penderita tidak pernah kejang. Penderita sudah bisa bicara lancer, sudah bisa memakai baju sendiri dan mengendarai sepeda roda tiga.
a. Apa hubungan pernah menderita meningitis dengan keluhan sekarang?Riwayat pernah menderita meningitis pada usia 9 bulan dapat menjadi penyebab epilepsy simtomatik. Kejang demam pada usia 18 bulan juga merupakan penyebab dari epilepsi simtomatik. Infeksi menimbulkan suatu jaringan parut yang mendasari perangsangan daerah korteks serebri tertentu sehingga timbul serangan epilepsi
b. Mengapa kejang pertama kali disertai demam tinggi? Kejang pertama itu berkaitan dengan meningitis ( radang pada selaput meningen ) sehingga demam yg terjadi adalah karena proses inflamasi akibat meningitis. Kejang yang terjadi saat kecil dikarenakan inflamasi yg berlanjut di meningen.
c. Jelaskan mekanisme kerja asam valproate!Valproat menyebabkan hiperpolarisasi potensial istirahat membran neuron, akibat peningkatan daya konduksi membrane untuk kalium. Efek anti konvulsi valproat didasarkan meningkatnya kadar asam gama amino butirat (GABA) di dalam otak.
d. Apa efek samping dari penggunaan asam valproate?Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%), termasuk mual,
muntah, anorexia, dan peningkatan berat badan. Efek samping lain yang mungkin
ditimbulkan adalah pusing, gangguan keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan.
Asam valproat mempunyai efek gangguan kognitif yang ringan. Efek samping yang
berat dari penggunaan asam valproat adalah hepatotoksik. Hyperammonemia (gangguan
metabolisme yang ditandai dengan peningkatan kadar amonia dalam darah) umumnya
terjadi 50%, tetapi tidak sampai menyebabkan kerusakan hati.
e. Indikasi pemberian asam valproate?Asam valproat adalah obat pilihan utama untuk pengobatan epilepsi umu seperti serangan umum lena, untuk serangan mioklonik, serangan tonik-klonik umum, dan juga epilepsi parsial misalnya bangkitan parsial kompleks, terutama bila serangan ini merupakan bagian
13
dari sindrom epilepsi umum primer. Sedangkan terhadap epilepsi fokal lain efektivitasnya kurang memuaskan. Obat ini juga dapat digunakan untuk semua jenis serangan lainnya. Penggunaan untuk anak kecil harus dibatasi karena obat ini bersifat hepatotoksik.Valproat telah diakui efektivitasnya sebagai obat untuk bangkitan lena, tetapi bukan merupakan obat terpilih karena efek toksiknya terhadap hati. Valproat juga efektif untuk bangkitan mioklonik dan bangkitan tonik-klonik.
f. Bagaimana dampak penghentian obat asam valproate?Penghentian secara mendadak dapat menyebabkan kejang berulang pada penderita. Utamanya pemeberhentian penggunaan obat anti epilepsy adalah setelah 2 tahun bebas kejang atau lebih. Serta pengurangan dosis secara bertahap
i. Bagaimana cara pemeriksaan cairan serebrospinal pada bayi?Pemeriksaan cairan serebrospinal atau punksi lumbal adalah upaya pengeluaran cairan
serebrospinal dengan memasukan jarum kedalam ruang subarakhnoid. Test ini dilakukan
untuk pemeriksaan cairana serebrospinal, mengukur dan mengurangi tekanan cairan
serebrospinal, menentukan ada tidaknya darah pada cairan serebrospinal, untuk mendeteksi
adanya blok subarakhnoid spinal, dan untuk memberikan antibiotic intrathekal kedalam
kanalis spinal terutama kasus infeksi.
Alat dan Bahan
1. Sarung tangan steril
2. Duk berlubang
3. Kassa steril, kapas, dan plester
4. Jarum pungsi lumbal no. 20 dan 22 beserta stylet
5. Antiseptik: povidon iodine dan alkohol 70%
6. Tabung reaksi untuk menampung cairan serebrospinal
Pasien dalam posisi miring pada salah satu sisi tubuh. Leher fleksi maksimal (dahi
ditarik ke arah lutut), ektremitas bawah fleksi maksimum (lutut ditarik ke arah dahi),
dan sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) sejajar dengan tempat tidur
Tentukan daerah pungsi lumbal di antara vertebra L4 dan L5 setinggi intervertebrale
yaitu dengan menemukan garis potong sumbu kraniospinal (kolumna vertebralis) dan
garis antara kedua spina iskhiadika anterior superior (SIAS) kiri dan kanan (pada bayi).
14
Lakukan tindakan antisepsis pada kulit di sekitar daerah pungsi radius 10 cm dengan
larutan povidon iodin diikuti dengan larutan alkohol 70% dan tutup dengan duk steril di
mana daerah pungsi lumbal dibiarkan terbuka.
Tentukan kembali daerah pungsi dengan menekan ibu jari tangan yang telah
memakai sarung tangan steril selama 15-30 detik yang akan menandai titik pungsi
tersebut selama 1 menit.
Tusukkan jarum spinal/stylet pada tempat yang telah ditentukan. Masukkan jarum
perlahan-lahan menyusur tulang vertebra sebelah proksimal dengan mulut jarum
terbuka ke atas sampai menembus duramater. Jarak antara kulit dan ruang subarakhnoid
berbeda pada tiap anak tergantung umur dan keadaan gizi. Umumnya 1,5-2,5 cm pada
bayi dan meningkat menjadi 5 cm pada umur 3-5 tahun. Pada remaja jaraknya 6-8 cm.
Lepaskan stylet perlahan-lahan dan cairan keluar. Untuk mendapatkan aliran cairan
yang lebih baik, jarum diputar hingga mulut jarum mengarah ke kranial. Ambil cairan
untuk pemeriksaan.
Cabut jarum dan tutup lubang tusukan dengan plester
8. Pemeriksaan Neurologis:
Mulut penderita mengot ke sebelah kiri. Lipatan dahi masih nampak dan kedua kelopak mata menutup penuh saat dipejamkan. Saat penderita diminta mengeluarkan lidah terjadi deviasi ke kanan dan disertai tremor lidah. Pergerakan lengan dan tungkai kanan Nampak terbatas dan kekuatannta lebih lemah disbanding sebelah kiri. Lengan dan tungkai kanan dapat sedikit diangkat, namun sama sekali tidak dapat melawan tahanan kuat sewajar usianya. Tonus otot dan reflex fisiologis lengan dan tungkai kanan meningkat, serta ditemukan reflex Babinski di kaki sebelah kanan.
a. Jelaskan interpretasi dari pemeriksaan neurologis!Hasil Pemeriksaan Normal Interpretasi
Mulut penderitamengot
kesebelah kiri
Tidak mengot /simetris Abnormal :terdapat
gangguan pada N.VII
(N.Facialis ) ,N.trigeminus
dan otot m.masseter, m.
temporalis, m.pterigoideus
medialis, dan m.
pterigoideus lateral
Lipatan dahi masih nampak
dan kelopak mata dapat
Kelopak mata dapat
ditutup penuh saat
Normal
15
menutup penuh saat
dipejamkan
dipejamkan
Saat penderita
mengeluarkan lidah terjadi
deviasi kekanan dan disertai
tremor lidah
Tidak terdapat deviasi dan
tremor lidah
Abnormal :terdapat
gangguan pada N.XII
(N.Hypoglossus) dan
terdapat kelemahan salah
satu sisi M. genioglussus
Pergerakan lengan dan
tungkai kanan nampak
terbatas dan kekuatannya
lebih lemah dibanding
sebelah kiri. Lengan dan
tungkai kanan dapat sedikit
diangkat,namun sama sekali
tidak dapat melawan
tahanan dari
pemeriksa.Lengan dan
tungkai kiri dapat melawan
tahanan kuat sewajar
usianya
Pergerakan lengan dan
tungkai tidak terbatas atau
leluasa dan kekuatannya
dapat melawan tahanan
Abnormal :meunjukkan
terdapat kelemahan dan
kekakuan otot
Tonus otot dan reflex
fisiologis lengan dan
tungkai kanan
meningkat ,serta ditemukan
reflex babinsky di kaki
sebelah kanan
Tonus otot dan refleks
fisiologis lengan dan
tungkai normal dan tidak
ditemukan refleks
babinsky.
Abnormal
b. mekanisme mulut mengot ke sebelah kiri?Mulut mengot ke sebelah kiri dikarenakan parese nervus VII dextra sehingga lipatan nasolabialis pada bibir kanan hilang dan mulut nampak mengot ke kiri.
c. mekanisme lidah deviasi ke kanan dan disertai tremor lidah? Lesi pada satu nervus hipoglosus akan akan memperlihatkan di sisi pipi lateral:Bila lidah itu dijulurkan keluar akan tampak bahwa ujung lidah itu memperlihatkan deviasi ke sisi yang sakit. Deviasi ujung lidah ke sisi yang sakit timbul karena kontraksi M. genioglussus di sisi kontralateral (bila M. genioglossus kanan dan kiri berkontraksi dan kedua otot itu sama kuatnya, maka lidah itu akan dijulurkan lurus ke depan, Bila satu otot
16
adalah lebih lemah dari yang lainnya, maka akan timbul deviasi dari ujung lidah ke sisi otot yang lumpuh).
d. Jelaskan mekanisme dari pergerakan abnormal lengan dan tungkai kanan!Pergerakan abnormal lengan dan tungkai kanan terjadi karena terjadi hemiparese dextra tipe sentral. Hal ini dapat terjadi karena proses kejang yang berlarut dapat mengakibatkan kondisi hipoksia di korteks terkait.
e. mekanisme reflex Babinski di kaki sebelah kanan?
Babinsky refleks → lesi pada UMN dikarenakan kerusakan pada saluran corticospinal
Proses perjalanan aferen:Nociception terdeteksi dalam S1 dermatome dan berjalan ke atas tibial syaraf ke sciatic syaraf ke L5-S1 dan sinaps anterior untuk menimbulkan respon motor.Proses eferen : Respon motorik melalui L5-S1 akar ke syaraf sciatic ke bifurcation. Ibu Jari flexi dikarenakan innervasi oleh syaraf tibial. Ibu Jari extensi (extensor hallicus longus, extensor digitorum longus) di innervasi oleh syaraf peroneal. Kehilangan reflkes pada plantar normal dewasa akan turun karena adanya penurunan kontrol pada pyramidalis,yang dikenal sebagai tanda dari refleks Babinski.
f. bagaimana cara pemeriksaan reflex Babinski pada anak? - Anak berbaring terlentang- gores sisi lateral telapak kaki dan tumit hingga metatarsal jari lima- reaksi positif apabila terjadi dorsofleksi jari I diikuti gerakan saling menjauh (fanning) dari jari lainnya
g. Indikasi pemeriksaan Babinski? Untuk memeriksa gangguan pada UMN (Upper Motor Nueron)
10. Apa saja diagnosa bandingnya ?- Sinkop- Drop attack- Narcolepsi- Kelainan psikiatrik- Breath holding spells- Sindroma neurologis periodik tanpa gangguan kesadaran
11. Apa diagnosis kerjanya?Epilepsy hemipharesis dextra tipe central serta pharesis nervus 7 dan 12 tipe sentral dikarenakan status epileptikus.
12. Bagaimana cara mendiagnosis dan apa saja pemeriksaan penunjangnya?
17
13. Jelaskan patogenesis!Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik yang disebabkan oleh adanya potensial membran sel. Potensial membran neuron bergantung pada permeabilitas selektif membran neuron, yakni membran sel mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi ion K dan kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial membran. Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptik.Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.
Ada dua jenis neurotransmiter, yakni neurotransmiter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmiter inhibisi yang menimbulkan
18
hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik.Diantara neurotransmitter-neurotransmiter eksitasi dapat disebut glutamat, aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmiter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin.Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang.Hal ini misalnya terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron.Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik
14. Bagaimana tatalaksana pada kasus ini?
15. Bagaimana epidemiologi pada kasus ini ? Insiden sedikit lebih besar pada laki – laki dibandingkan dengan perempuan. Insidensi berdasarkan usia memperlihatkan pola konsisten berupa angka paling tinggi pada tahun pertama kehidupan, penurunan pesat menuju usia remaja, dan pendataran secara bertahap selama usia pertengahan untuk kembali memuncak pada usia setelah 60 tahun. Lebih dari 75% pasien dengan epilepsy mengalami kejang pertama sebelum usia 20 tahun. Apabila kejang pertama terjadi setelah usia 20 tahun maka ganggua kejang tersebut biasanya sekunder.
19
16. Bagaimana etiologi dan faktor risiko pada kasus ini ? Etiologi :-Infeksi, seperti AIDS dan meningitis - Pengaruh genetik- Trauma pada kepala- Kejang-kejang berkepanjangan pada saat anak-anak- Demam tinggi pada saat anak-anak dalam waktu yang lama
Faktor risiko :- Usia- Jenis kelamin- Riwayat keluarga- Cedera kepala- Stroke dan penyakit vaskular lain
- Infeksi pada otak
17. Apa manifestasi klinis pada kasus ini? Kejang yang terkait dengan kenaikan suhu yang cepat dan biasanya berkembang bila suhu tubuh (dalam) mencapai 30oC atau lebih. Kejang khas menyeluruh, tonik-tonik lama beberapa detik sampai 10 menit, diikuti dengan periode mengantuk singkat pascakejang. Kejang demam yang menetap lebih lama 15 menit menunjukkan penyebab organik seperti proses infeksi atau toksik dan memerlukan pengamatan menyeluruh. Ketika demam tidak lagi ada pada saat anak sampai di rumah sakit, tanggung jawab dokter yang paling penting adalah menentukan penyebab demam dan mengesampingkan meningitis. Jika ada keragu-raguan berkenaan dengan kemungkinan meningitis, pungsi lumbal dengan pemeriksaan cairan serebrospinalis (CSS) terindikasi. Infeksi virus saluran pernapasan atas, roseola dan otitis media akut adalah penyebab kejang demam yang paling sering. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti untuk sesaat anak tidak memberikan reaksi apapun, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa ada kelainan neurologi.
18. Bagaimana pencegahan pada kasus ini? - Mendapatkan pengetahuan terkini dengan memberi perhatian lebih pada janin pada masa prenatal untuk membantu mencegah kerusakan otak janin- Mencegah terjadinya cedera kepala dengan menhimbau bagi anak-anak atau dewasa untuk mengenakan sabuk pengaman dan helm apabila sedang berkendara- Tidak mengonsumsi alkohol
19. Apa saja komplikasi pada kasus ini ?
- Status epileptikus
- Radang paru akibat terisap makanan/air liur saat kejang
- Cedera akibat jatuh atau luka saat menjalankan mesin
- Kesulitan belajar dikarenakan penuruna IQ
- Kerusakan otak permanen
20. Apa prognosis kasus ini ? Prognosis umumnya baik, 70 – 80% pasien yang mengalami epilepsy akan sembuh, dan
kurang lebih dari jumlah separuh pasien akan bisa lepas obat
20
- 20 - 30% mungkin akan berkembang menjadi epilepsi kronis pengobatan semakin sulit
5 % di antaranya akan tergantung pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari
Pasien dg lebih dari satu jenis epilepsi, mengalami retardasi mental, dan gangguan psikiatri
dan neurologik prognosis malam
21. Berapa SKDI pada kasus ini ? 3b. Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaanpemeriksaantambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaanlaboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapipendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).
IV. Learning Issue
1. UMN LMN
Nervus Facialis
Muncul sebagai dua radix dari permukaan anterior otak belakang di antara pons dan medulla oblongata. Radix berjalan ke lateral di dalam fossa cranii posterior bersama nervus vestibulocochlearis dan masuk ke meatus acusticus internus pada pars petrosa ossis temporalis. Pada dasar meatus, saraf ini masuk ke dalam canalis facialis yang berjalan ke lateral melintasi telinga dalam. Kemudian n. facialis menempel pada telinga tengah dan aditus ad antrum tympanicum kemudian keluar dari canalis melalui foramen stylomastoideum. Saraf ini kemudin berjalan ke depan melalui glandula parotis ke daerah distribusinya. Nervus facialis mempersarafi otot-otot wajah, pipi, dan kulit kepala; m. stylohyoideus; venter posterior m. digastricus; dan m. stapedius telinga tengah. Radix sensorik membawa serabut-serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah, dasar mulut, dan palatum. Serabut-serabut sekretomotorik parasimpatis mempersarafi glandula submandibularis dan sublingualis, glandula lakrimalis, dan kelenjar-kelenjar hidung serta palatum. Jadi, n. facialis mengatur ekspresi wajah, salivasim dan lakrimasi serta merupakan jalur pengecap dari bagian anterior lidah, dasar mulut, dan palatum.
Nervus Hypoglossus
N. hypoglossus adalah saraf motorik. Saraf ini muncul pada permukaan anterior medulla oblongata di antara pyramis dan olive, melewati fossa cranii posterior, dan meninggalkan cranium melalui canalis hypoglossi. Kemudian saraf ini berjalan ke bawah dan depan pada leher untuk mencapai lidah. N. hypoglossus mempersarafi otot-otot lidah (kecuali m. palatoglossus) dan dengan demikian mengatur bentuk dan gerakan lidah.
Upper motor neuron dan Lower motor neuron
Berdasarkan letak anatomis, motoneuron pada sistem saraf somatis terbagi menjadi dua,
yakni Upper Motorneuron (UMN) dan Lower Motorneuron (LMN). Upper motor neuron
21
adalah semua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke lower motorneuron dan terbagi
menjadi susunan piramidalis dan extrapiramidalis. Upper motorneuron berjalan dari
korteks serebri sampai dengan medulla spinalis sehingga kerja dari upper motorneuron
akan mempengaruhi aktifitas dari lower motorneuron (Sidharta, 2009).
Lower motor neuron adalah neuron-neuron yang menyalurkan impuls motorik pada
bagian perjalanan terakhir ke sel otot skeletal, hal ini, yang membedakan dengan upper
motorneuron. Lower motorneuron mempersarafi serabut otot dengan berjalan melalui radix
anterior, nervus spinalis dan saraf tepi. Lower motorneuron memiliki dua jenis yaitu alfa-
motorneuron memiliki akson yang besar, tebal dan menuju ke serabut otot ekstrafusal
(aliran impuls saraf yang berasal dari otak/medulla spinalis menuju ke efektor), sedangkan
gamma-motorneuron memiliki akson yang ukuran kecil, halus dan menuju ke serabut otot
intrafusal (aliran impuls saraf dari reseptor menuju ke otak/medulla spinalis). Begitu
halnya dengan nervi cranialis merupakan dari LMN karena nervus-nervus cranialis ini
sudah keluar sebelum medulla spinalis yaitu di pons dan medulla oblongata (Sidharta,
2009 ; Snell, 2007).
Jaras piramidal dan ekstra piramidal
Sistem saraf somatis secara umum melibatkan tiga tingkat neuron (neuron descendens).
Neuron tingkat satu sistem saraf somatis berada di sistem saraf pusat tempat impuls
tersebut berasal. Neuron tingkat pertama memiliki badan sel di dalam cortex cerebri atau
berada di tempat asal impuls. Neuron tingkat kedua adalah sebuah neuron internuncial
(interneuron) yang terletak di medulla spinalis. Akson neuron tingkat kedua pendek dan
bersinaps dengan neuron tingkat ketiga di columna grisea anterior (Snell, 2002).
Secara fungsi klinis tractus descendens dibagi menjadi tractus pyramidals dan
extrapyramidals. Tractur pyramidals terdiri dari tractus corticospinal dan tractus
corticobulbar. Tractus extrapyramidals dibagi menjadi lateral pathway (traktus
rubrospinal) dan medial pathway ( traktus vestibulospinal, tektospinal, retikulospinal).
Medial pathway mengontrol tonus otot dan pergerakan kasar daerah leher, dada dan
ekstremitas bagian proksimal (Martini, 2006).
Traktus kortikospinal
Serabut tractus corticospinal berasal dari sel pyramidal di cortex cerebri. Dua pertiga
serabut ini berasal dari gyrus precentralis dan sepertiga dari gyrus postcentralis. Serabut
22
desendens tersebut lalu mengumpul di corona radiata, kemudian berjalan melalui crus
posterius capsula interna. Pada medulla oblongata tractus corticospinal nampak pada
permukaan ventral yang disebut pyramids. Pada bagian caudal medulla oblongata tersebut
85% tractus corticospinal menyilang ke sisi kontralateral pada decussatio pyramidalis
sedangkan sisanya tetap pada sisi ipsilateral walaupun akhirnya akan tetap bersinaps pada
neuron tingkat tiga pada sisi kontralateral pada medulla spinalis. Tractus corticospinalis
yang menyilang pada ducassatio akan membentuk tractus corticospinal lateral dan yang
tidak menyilang akan membentuk tractus corticospinal anterior (Snell, 2002).
Tractus Corticobulbar
Serabut tractus corticobulbar mengalami perjalanan yang hampir sama dengan tractus
corticospinal, namun tractus corticobulbar bersinaps pada motor neuron nervus cranialis
III, IV, V, VI, VII, IX, X, XI, XII. Tractus coricobulbar menjalankan fungsi kontrol
volunter otot skelet yang terdapat pada mata, dagu, muka dan beberapa otot pada faring
dan leher. Seperti halnya dengan tractus corticospinal, tractus corticobulbar pun mengalami
persilangan namun persilangannya terdapat pada tempat keluarnya motor neuron tersebut.
(Martini, 2006)
Medial Pathway
Medial Pathway (jalur medial) mempersarafi dan mengendalikan tonus otot dan
pergerakan kasar dari leher, dada dan ekstremitas bagian proksimal. Upper motor neuron
jalur medial berasal dari nukleus vestibularis, colliculus superior dan formasio retikularis.
(Martini, 2006).
Nukleus vestibularis menerima informasi dari N VIII dari reseptor di vestibulum untuk
mengontrol posisi dan pergerakan kepala. Tractus descendens yang berasal dari nukleus
tersebut ialah tractus vestibulospinalis. Tujuan akhir dari sistem ini ialah untuk menjaga
postur tubuh dan keseimbangan. (Martini, 2006).
Colliculus superior menerima sensasi visual. Tractus descendens yang berasal dari
colliculus superior disebut tractus tectospinal. Fungsi tractus ini ialah untuk mengatur
refleks gerakan postural yang berkaitan dengan penglihatan (Snell, 2002).
Formasio retikularis ialah suatu sel-sel dan serabut-serabut saraf yang membentuk jejaring
(retikular). Jaring ini membentang ke atas sepanjang susunan saraf pusat dari medulla
spinalis sampai cerebrum. Formatio reticularis menerima input dari hampir semua seluruh
sistem sensorik dan memiliki serabut eferen yang turun memengaruhi sel-sel saraf di
23
semua tingkat susunan saraf pusat. Akson motor neuron dari formatio retikularis turun
melalui traktus retikulospinal tanpa menyilang ke sisi kontralateral. Fungsi dari tractus
reticulospinalis ini ialah untuk menghambat atar memfasilitasi gerakan voluntar dan
kontrol simpatis dan parasimpatis hipotalamus (Martini 2006; Snell, 2002)
Lateral Pathway
Lateral Pathway (jalur lateral) berfungsi sebagai kontrol tonus otot dan presisi pergerakan
dari ekstremitas bagian distal. Upper motor neuron dari jalur lateral ini terletak dalam
nukleus ruber (merah) yang terletak dalam mesencephalon. Akson motor neuron dari
nukleus ruber ini turun melalui tractus rubrospinal. Pada manusia tractus rubrospinal kecil
dan hanya mencapai corda spinalis bagian cervical.
Saraf Kranialis
Saraf kranialis adalah saraf perifer yang berpangkal pada otak dan batang otak. Fungsinya
sensorik motorik dan khusus. Yang dimaksud dengan fungsi khusus adalah fungsi yang
bersifat pancaindra seperti, penghiduan, penglihatan, pengecapan, pendengaran dan
keseimbangan. Saraf kranialis terdiri atas 12 pasang. Saraf kranialis pertama langsung
berhubungan dengan otak. Saraf kranialis kedua dan ketiga berpangkal di mesensefalon,
saraf kranialis keempat, kelima, keenam dan ketujuh berinduk di pons dan saraf kranialis
kedelapan sampai kedua belas berasal dari medula oblongata (Sloane, 2004).
2. Epilepsi
EPILEPSI
A. Definisi
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya
muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivatreversibel .Epilepsi adalah gangguan kronik
otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang
yangdisebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifatreversibel dengan
berbagai etiologi .
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologidengan ciri-ciri
timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepasmuatan listrik neron-neron otak secara
berlebihan dengan berbagaimanifestasi klinik dan laboratorik.
B. Epidemiologi
24
Pada tahun 2000, diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang,
37 juta orang diantaranya adalah epilepsi primer,dan 80% tinggal di negara berkembang.
Laporan WHO (2001)memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang epilepsi
aktif diantara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000 penduduk. Angka
prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi dinegara-negara berkembang.Hasil penelitian
Shackleton dkk (1999) menunjukkan bahwa angkainsidensi kematian di kalangan penyandang
epilepsi adalah 6,8 per 1000orang. Sementara hasil penelitian Silanpaa dkk (1998) adalah
sebesar 6,23 per 1000 penyandang.
C. Etiologi
Penyebab spesifik dari epilepsi sebagai berikut :a.Kelainan yang terjadi selama perkembangan
janin/kehamilan ibu, sepertiibu menelan obat-obat tertentu yang dapat merusak otak
janin,mengalami infeksi, minum alcohol, atau mengalami cidera. b.Kelainan yang terjadi pada
saat kelahiran, seperti kurang oksigen yangmengalir ke otak (hipoksia), kerusakan karena
tindakan.c.Cidera kepala yang dapat menyebabkan kerusakan pada otak d.Tumor otak
merupakan penyebab epilepsi yang tidak umum terutama pada anak-anak.e.Penyumbatan
pembuluh darah otak atau kelainan pembuluh darah otak f.Radang atau infeksi pada otak dan
selaput otak g.Penyakit keturunan seperti fenilketonuria (fku), sclerosis tuberose
danneurofibromatosis dapat menyebabkan kejang-kejang yang berulangh.Kecendrungan
timbulnya epilepsi yang diturunkan. Hal ini disebabkankarena ambang rangsang serangan yang
lebih rendah dari normalditurunkan pada anak 1.Epilepsi Primer (Idiopatik)Epilepsi primer
hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak diduga
bahwa terdapat kelainanatau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area
jaringan otak yang abnormal.Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui
(Idiopatik). Sering terjadi pada:a.Trauma lahir, Asphyxia neonatorum b.Cedera Kepala, Infeksi
sistem syaraf c.Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohold.Demam, ganguan metabolik
(hipoglikemia, hipokalsemia,hiponatremia)e.Tumor Otak f.Kelainan pembuluh darah1.Epilepsi
Sekunder (Simtomatik)Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada
jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan
parut sebagai akibat kerusakan otak padawaktu lahir atau pada masa perkembangan anak,
cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme
dannutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitaminB6), faktor-faktor
toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia,gangguan sirkulasi, dan neoplasma.
25
D.Gejala Penyakit Epilepsi
Karena epilepsi disebabkan oleh tidak normalnya aktivitas sel otak, kejang-kejang dapat
berdampak pada proses kordinasi otak anda. Kejang-kejang dapat menghasilkan :
Kebingungan yang temporer
Gerakan menghentak yang tidak terkontrol pada tangan dan kaki
Hilang kesadaran secara total
Perbedaan gejala yang terjadi tergantung jenis kejang-kejang. Pada banyak kasus, orang dengan
epilepsi akan cenderung memiliki jenis kejang-kejang yang sama setiap waktu, jadi gejala yang
terjadi akan sama dari kejadian ke kejadian.
Dokter mengklasifikasikan kejang-kejang secara parsial atau general, berdasarkan bagaimana
aktivitas otak yang tidak normal dimulai. Pada beberapa kasus, kejang-kejang dapat dimulai
secara parsial dan kemudian menjadi general.
Kejang-kejang parsial (sebagian)
Ketika kejang-kejang muncul sebagai hasil dari aktifitas otak yang tidak normal pada satu
bagian otak tersebut, ilmuan menyebutnya kejang-kejang parsial atau sebagian. Kejang-kejang
jenis ini terdiri dari dua kategori.
Simple partial seizures (kejang-kejang parsial sederhana). Kejang-kejang ini tidak
menghasilkan kehilangan kesadaran. Kejang-kejang ini mungkin akan mengubah emosi atau
berubahnya cara memandang, mencium, merasakan, mengecap, atau mendengar. Kejang-
kejang ini bisa juga menghasilkan hentakan bagian tubuh secara tidak sengaja, seperti tangan
atau kaki, dan gejala sensorik secara spontan seperti perasaan geli, vertigo dan berkedip
terhadap cahaya.
Complex partial seizures (kejang-kejang parsial kompleks). Kejang-kejang ini menghasilkan
perubahan kesadaran, itu karena anda kehilangan kewaspadaan selama beberapa waktu.
26
Kejang-kejang general
Kejang-kejang yang melibatkan seluruh bagian otak disebut kejang-kejang general. Empat tipe
dari kejang-kejang general adalah:
Absence seizures (juga disebut petit mal). Kejang-kejang ini memiliki dikarakteristikan oleh
gerakan tubuh yang halus dan mencolok, dan dapat menyebabkan hilangnya kesadaran secara
singkat.
Myoclonic seizures. Kejang-kejang ini biasanya menyebabkan hentakan atau kedutan secara
tiba-tiba pada tangan dan kaki.
Atonic seizures. Juga dikenal dengan drop attack, kejang-kejang ini menyebabkan hilangnya
keselarasan dengan otot-otot dan dengan tiba-tiba collapse dan terjatuh.
Tonic-clonic seizures (juga disebut grand mal). Kejang-kejang yang memiliki intensitas
yang paling sering terjadi. Memiliki karakteristik dengan hilangnya kesadaran, kaku dan
gemetar, dan hilangnya kontrol terhadap kandung kemih.
E.Penyebab & Faktor Risiko
Penyebab Epilepsi
Pengaruh genetik
Beberapa tipe epilepsi menurun pada keluarga, membuatnya seperti ada keterkaitan dengan
genetik.
Trauma pada kepala
Kecelakaan mobil atau cedera lain dapat menyebabkan epilepsi.
Penyakit medis
Stroke atau serangan jantung yang menghasilkan kerusakan pada otak dapat juga menyebabkan
epilepsi. Stroke adalah penyebab yang paling utama pada kejadian epilepsi terhadap orang yang
berusia lebih dari 65 tahun.
27
Demensia
Menyebabkan epilepsi pada orang tua.
Cedera sebelum melahirkan
Janin rentan terhadap kerusakan otak karena infeksi pada ibu, kurangnya nutrisi atau
kekurangan oksigen. Hal ini dapat menyebabkan kelumpuhan otak pada anak. Dua puluh
persen kejang-kejang pada anak berhubungan dengan kelumpuhan otak atau tidak normalnya
neurological.
Perkembangan penyakit
Epilepsi dapat berhubungan dengan perkembangan penyakit lain, seperti autis dan down
syndrome.
Faktor risiko terkena Epilepsi
Faktor yang mungkin dapat meningkatkan risiko epilepsi adalah :
Usia
Epilepsi biasanya terjadi pada masa awal usia anak-anak dan setelah usia 65 tahun, tapi kondisi
yang sama dapat terjadi pada usia berapapun.
Jenis kelamin
Lelaki lebih berisiko terkena epilepsi daripada wanita.
Catatan keluarga
Jika anda memiliki catatan epilepsi dalam keluarga, anda mungkin memiliki peningkatan risiko
mengalami kejang-kejang.
Cedera kepala
Cedera ini bertanggung jawab pada banyak kasus epilepsi. Anda dapat mengurangi risikonya
dengan selalu menggunakan sabuk pengaman ketika mengendarai mobil dan menggunakan
helm ketika mengendarai motor, bermain ski, bersepeda atau melakukan aktifitas lain yang
berisiko terkena cedera kepala.
28
Stroke dan penyakit vaskular lain
Ini dapat menyebabkan kerusakan otak yang memicu epilepsi. Anda dapat mengambil beberapa
langkah untuk mengurangi risiko penyakit-penyakit tersebut, termasuk adalah batasi untuk
mengkonsumsi alkohol dan hindari rokok, makan makanan yang sehat dan selalu berolahraga.
Infeksi pada otak
Infeksi seperti meningitis, menyebabkan peradangan pada otak atau tulang belakang dan
menyebabkan peningkatan risiko terkena epilepsi.
Kejang-kejang berkepanjangan pada saat anak-anak
Demam tinggi pada saat anak-anak dalam waktu yang lama terkadang dikaitkan dengan kejang-
kejang untuk waktu yang lama dan epilepsi pada saat nanti. Khususnya untuk mereka dengan
catatan sejarah keluarga dengan epilepsi.
F. Patofisiologi
1.PatofisiologiKejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihandari sebuah
fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibatsuatu keadaan patologik.
Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak
tengah, talamus, dankorteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkanlesi
di serebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.Di tingkat membran sel, sel fokus
kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk yang berikut :a.Instabilitas
membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.b. Neuron-neuron
hipersensitif dengan ambang untuk melepaskanmuatan menurun dan apabila terpicu akan
melepaskan muatanmenurun secara berlebihan.c.Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan,
hipopolarisasi, atau selangwaktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihanasetilkolin
atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).d.Ketidakseimbangan ion yang mengubah
keseimbangan asam-basaatau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi
neuronsehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron. Gangguankeseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihanneurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter
inhibitorik.Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segerasetelah kejang
sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhanenergi akibat hiperaktivitas
neuron.Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat, lepas muatan listrik sel-
sel saraf motorik dapatmeningkat menjadi 1000 per detik. Aliran darah otak
29
meningkat,demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul dicairan
serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang.Asam glutamatmungkin mengalami deplesi
selama aktivitas kejang.Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi.Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifatneurokimiawi bukan
struktural.Belum ada faktor patologik yang secarakonsisten ditemukan.Kelainan fokal pada
metabolisme kalium danasetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat
peka terhadap asetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokustersebut lambat
mengikat dan menyingkirkan asetilkolin
G.Diagnosis
MRI (Magnetic resonance imaging) Menggunakan magnet yang sangat kuat untuk
mendapatkan gambaran dalam tubuh/otak seseorang. Tidak menggunakan Sinar-X. MRI lebih
peka daripada CT Scan.
EEG (electroencephalography) alat untuk memeriksa gelombang otak. Prinsip kerja EEG
adalah dengan mendeteksi perubahan muatan secara tiba-tiba dari sel neuron yang ditandai
dengan adanya interictal spike-and-wave pada hasil EEG. Namun seperti halnya tes penunjang
lainnya, tetap dibutuhkan kombinasi data klinis dengan data EEG untuk menegakkan diagnosis
epilepsi. Pada 30-50% pasien epilepsi dapat ditemukan A single EEG tracing. Selain
penggunaan dalam penegakan diagnosis EEG juga digunakan untuk monitoring pasien post-
operasi lesi epileptogenik.
H.Tatalaksana
Non farmakologi:
1.Amati faktor pemicu
2.Menghindari faktor pemicu (jika ada), misalnya : stress, OR, konsumsi kopi atau alkohol,
perubahan jadwal tidur, terlambat makan, dll.
Farmakologi : menggunakan obat-obat antiepilepsi
Obat-obat yang meningkatkan inaktivasi kanal Na+:
1.Inaktivasi kanal Na menurunkan kemampuan syaraf untuk menghantarkan muatan listrik
Contoh: fenitoin, karbamazepin, lamotrigin, okskarbazepin, valproat
Obat-obat yang meningkatkan transmisi inhibitori GABAergik:
30
1.agonis reseptor GABA meningkatkan transmisi inhibitori dg mengaktifkan kerja reseptor
GABA contoh: benzodiazepin, barbiturat
2.menghambat GABA transaminase konsentrasi GABA meningkat contoh: Vigabatrin
3.menghambat GABA transporter memperlama aksi GABA contoh: Tiagabin
4.meningkatkan konsentrasi GABA pada cairan cerebrospinal pasien mungkin dg
menstimulasi pelepasan GABA dari non-vesikular pool contoh: Gabapentin
Pilihan obat untuk gangguan kejang spesifik
Tipe seizure Terapi
pilihan
pertama
Obat alternatif
Seizure parsial Karbamazepi
n
Fenitoin
Lamotrigin
Asam
valproat
okskarbanzep
in
Gabapentin
Topiramat
Levetiracetam
Zonisamid
Tiagabin
Primidon
Fenobarbital
Felbamat
kejan
g
umu
m
Absens Asam
valproat
Etosuksimid
Lamotrigin
Levetiracetam
Mioklon
ik
Asam
valproat
Lamotrigin,
31
Klonazepam topiramat,
felbamat,
zonisamid,
levetiracetam
Tonik-
klonik
Fenitoin
Karbamazepi
n
Asam
valproat
Lamotrigin,
topiramat,
primidon,
fenobarbital,
okskarbanzepi
n,
Levetiracetam
Penggolongan obat antiepilepsi
(1) Hidantoin
Fenitoin
Mekanisme aksi fenitoin adalah dengan menghambat kanal sodium (Na+) yang mengakibatkan
influk (pemasukan) ion Na+ kedalam membran sel berkurang . dan menghambat terjadinya
potensial aksi oleh depolarisasi terus-menerus pada neuron. Dosis awal penggunaan fenitoin 5
mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 20 mg/kg/hari tiap 6 jam . Efek samping yang sering
terjadi pada penggunaan fenitoin adalah depresi pada SSP, sehingga mengakibatkan lemah,
kelelahan, gangguan penglihatan (penglihatan berganda), disfungsi korteks dan mengantuk.
Pemberian fenitoin dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan keseimbangan tubuh dan
nystagmus. Salah satu efek samping kronis yang mungkin terjadi adalah gingival hyperplasia
(pembesaran pada gusi). Menjaga kebersihan rongga mulut dapat mengurangi resiko gingival
hyperplasia (14).
(2) Barbiturat
32
Fenobarbital
Fenobarbital merupakan obat yang efektif untuk kejang parsial dan kejang tonik-klonik
Namun, efek sedasinya serta kecenderungannya menimbulkan gangguan perilaku pada anak-
anak telah mengurangi penggunaannya sebagai obat utama. Dosis awal penggunaan
fenobarbital 1-3 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan 10-20 mg/kg 1kali sehari . Efek
samping SSP merupakan hal yang umum terjadi pada penggunaan fenobarbital. Efek samping
lain yang mungkin terjadi adalah kelelahan, mengantuk, sedasi, dan depresi. Penggunaan
fenobarbital pada anak-anak dapat menyebabkan hiperaktivitas. Fenobarbital juga dapat
menyebabkan kemerahan kulit, dan Stevens-Johnson syndrome .
(3) Deoksibarbiturat
Primidon
Primidon digunakan untuk terapi kejang parsial dan kejang tonik-klonik . Primidon mempunyai
efek penurunan pada neuron eksitatori . Efek anti kejang primidon hampir sama dengan
fenobarbital, namun kurang poten. Dosis primidon 100-125 mg 3 kali sehari . Efek samping
yang sering terjadi antara lain adalah pusing, mengantuk, kehilangan keseimbangan, perubahan
perilaku, kemerahan dikulit, dan impotensi (11).
(4) Iminostilben
(a) Karbamazepin
Karbamazepin secara kimia merupakan golongan antidepresan trisiklik . Karbamazepin
digunakan sebagai pilihan pertama pada terapi kejang parsial dan tonik-klonik . Dosis pada
anak dengan usia kurang dari 6 tahun 10-20 mg/kg 3 kali sehari, anak usia 6-12 tahun
dosis awal 200 mg 2 kali sehari dan dosis pemeliharaan 400-800 mg. Sedangkan pada
anak usia lebih dari 12 tahun dan dewasa 400 mg 2 kali sehari . Efek samping yang sering
terjadi pada penggunaan karbamazepin adalah gangguan penglihatan (penglihatan berganda),
pusing, lemah, mengantuk, mual, goyah (tidak dapat berdiri tegak) dan Hyponatremia. Resiko
terjadinya efek samping tersebut akanmeningkat seiring dengan peningkatan usia .
(5) Asam valproat
Asam valproat merupakan pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens, kejang
mioklonik, dan kejang tonik-klonik . Asam valproat dapat meningkatkan GABA dengan
33
menghambat degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA. Asam valproat juga berpotensi
terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung menstabilkan membran serta
mempengaruhi kanal kalium . Dosis penggunaan asam valproat 10-15 mg/kg/hari . Efek
samping yang sering terjadi adalah gangguan pencernaan (>20%), termasuk mual, muntah,
anorexia, dan peningkatan berat badan. Efek samping lain yang mungkin ditimbulkan adalah
pusing, gangguan keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan. Asam valproat mempunyai efek
gangguan kognitif yang ringan. Efek samping yang berat dari penggunaan asam valproat adalah
hepatotoksik. Hyperammonemia (gangguan metabolisme yang ditandai dengan peningkatan
kadar amonia dalam darah) umumnya terjadi 50%, tetapi tidak sampai menyebabkan kerusakan
hati (10).
(6) Benzodiazepin
Benzodiazepin digunakan dalam terapi kejang (11). Benzodiazepin merupakan agonis GABAA,
sehingga aktivasi reseptor benzodiazepin akan meningkatkan frekuensi pembukaan reseptor
GABAA (7). Dosis benzodiazepin untuk anak usia 2-5 tahun 0,5 mg/kg, anak usia 6-11 tahun
0,3 mg/kg, anak usia 12 tahun atau lebih 0,2 mg/kg (11), dan dewasa 4-40 mg/hari (7). Efek
samping yang mungkin terjadi pada penggunaan benzodiazepin adalah cemas, kehilangan
kesadaran, pusing, depresi, mengantuk, kemerahan dikulit, konstipasi, dan mual (11).
(7) Obat antiepilepsi lain
(a) Lamotrigin
Lamotrigin merupakan obat antiepilepsi generasi baru dengan spektrum luas yang memiliki
efikasi pada parsial dan epilepsi umum . Lamotrigin tidak menginduksi atau menghambat
metabolisme obat anti epilepsi lain. Mekanisme aksi utama lamotrigin adalah blokade kanal
Na, menghambat aktivasi arus Ca2+ serta memblok pelepasan eksitasi neurotransmiter asam
amino seperti glutamat dan aspartat. Dosis lamotrigin 25-50 mg/hari . Penggunaan lamotrigin
umumnya dapat ditoleransi pada pasien anak, dewasa, maupun pada pasien geriatri. Efek
samping yang sering dilaporkan adalah gangguan penglihatan (penglihatan berganda), sakit
kepala, pusing, dan goyah (tidak dapat berdiri tegak). Lamotrigin dapat menyebabkan
kemerahan kulit terutama pada penggunaan awal terapi 3-4 minggu. Stevens-Johnson syndrome
juga dilaporkan setelah menggunakan lamotrigin .
(b) Topiramat
34
Topiramat digunakan tunggal atau tambahan pada terapi kejang parsial, kejang mioklonik, dan
kejang tonik-klonik. Topiramat mengobati kejang dengan menghambat kanal sodium (Na+),
meningkatkan aktivitas GABAA, antagonis reseptor glutamat AMPA/kainate, dan menghambat
karbonat anhidrase yang lemah . Dosis topiramat 25-50 mg 2 kali sehari . Efek samping
utama yang mungkin terjadi adalah gangguan keseimbangan tubuh, sulit berkonsentrasi, sulit
mengingat, pusing, kelelahan, paresthesias (rasa tidak enak atau abnormal). Topiramat dapat
menyebabkan asidosis metabolik sehingga terjadi anorexia dan penurunan berat badan .
3. Patofisiologi Epilepsi
Patofisiologi Epilepsi Umum
- Salah satu epilepsi umum yang dapat diterangkan patofisiologinya secara lengkap adalah
epilepsi tipe absans. Absans adalah salah satu epilepsi umum, onset dimulai usia 3-8 tahun
dengan karakteristik klinik yang menggambarkan pasien “bengong” dan aktivitas normal
mendadak berhenti selama beberapa detik kemudian kembali ke normal dan tidak ingat
kejadian tersebut. Terdapat beberapa hipotesis mengenai absans yaitu antara lain absans berasal
dari thalamus, hipotesis lain mengatakan berasal dari korteks serebri. Beberapa penelitian
menyimpulkan bahwa absans diduga terjadi akibat perubahan pada sirkuit antara thalamus dan
korteks serebri. Pada absans terjadi sirkuit abnormal pada jaras thalamo-kortikal akibat adanya
mutasi ion calsium sehingga menyebabkan aktivasi ritmik korteks saat sadar, dimana secara
normal aktivitas ritmik pada korteks terjadi pada saat tidur non-REM.
- Patofisiologi epilepsi yang lain adalah disebabkan adanya mutasi genetik. Mutasi genetik
terjadi sebagian besar pada gen yang mengkode protein kanal ion (tabel). Contoh: Generalized
epilepsy with febrile seizure plus, benign familial neonatal convulsions.
-
- Tabel. Mutasi kanal ion pada beberapa jenis epilepsiKanal Gen Sindroma
Voltage-gatedKanal Natrium SCN1A,
SCN1B,SCN2A, GABRG2
Generalized epilepsies with febrile seizures plus
Kanal Kalium KCNQ2, KCNQ3
Benign familial neonatal convulsions
Kanal Kalsium CACNA1A, CACNB4CACNA1H
Episodic ataxia tipe 2Childhood absence epilepsy
Kanal Klorida CLCN2 Juvenile myoclonic epilepsyJuvenile absence epilepsyEpilepsy with grand mal seizure on
35
awakeningLigand-gatedReseptor asetilkolin
CHRNB2, CHRNA4
Autosomal dominant frontal lobe epilepsi
Reseptor GABA
GABRA1, GABRD
Juvenile myoclonic epilepsy
-
- Pada kanal ion yang normal terjadi keseimbangan antara masuknya ion natrium (natrium
influks) dan keluarnya ion kalium (kalium efluks) sehingga terjadi aktivitas depolarisasi dan
repolarisasi yang normal pada sel neuron. Jika terjadi mutasi pada kanal Na seperti yang
terdapat pada generalized epilepsy with febrile seizures plus, maka terjadi natrium influks yang
berlebihan sedangkan kalium efluks tetap seperti semula sehingga terjadi depolarisasi dan
repolarisasi yang berlangsung berkali-kali dan cepat atau terjadi hipereksitasi pada neuron. Hal
yang sama terjadi pada benign familial neonatal convulsion dimana terdapat mutasi kanal
kalium sehingga terjadi efluks kalium yang berlebihan dan menyebabkan hipereksitasi pada sel
neuron.
Patofisiologi Epilepsi Parsial
- Patofisiologi epilepsi parsial yang dapat diterangkan secara jelas adalah epilepsi lobus
temporal yang disebabkan oleh sklerosis hipokampus. Pada sklerosis hippokampus terjadi
hilangnya neuron di hilus dentatus dan sel piramidal hipokampus. Pada keadaan normal terjadi
input eksitatori dari korteks entorhinal ke hippokampus di sel granula dentatus dan input
inhibitori dari interneuron di lapisan molekular dalam (inner layer molecular). Sel granula
dentatus relatif resisten terhadap aktivitas hipersinkroni, dan dapat menginhibisi propagasi
bangkitan yang berasal dari korteks entorhinal.
- Pada sklerosis hippocampus terjadi sprouting akson mossy-fiber balik ke lapisan molekular
dalam (karena sel pyramidalis berkurang). Mossy fibers yang aberant ini menyebabkan sirkuit
eksitatori yang rekuren dengan cara membentuk sinaps pada dendrit sel granula dentatus
sekelilingnya. Di samping itu interneuron eksitatori yang berada di gyrus dentatus berkurang
(yang secara normal mengaktivasi interneuron inhibitori), sehingga terjadi hipereksitabilitas.
- Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi neurogenesis postnatal di hippocampus.
Suatu bangkitan mencetuskan peningkaBeberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadi
neurogenesis postnatal di hippocampus. Suatu bangkitan mencetuskan peningkatan aktivitas
mitosis di daerah proliferatif gyrus dentatus sehingga terjadi diferensiasi sel granula dentatus
baru dan pada akhirnya terjadi ketidakseimbangan eksitasi dan inhibisi. Teori patofisiologi
yang lain adalah terjadi perubahan komposisi dan ekspresi reseptor GABAa. Pada keadaan
normal, reseptor GABAa terdiri dari 5 subunit yang berfungsi sebagai inhibitori dan 36
menyebabkan hiperpolarisasi neuron dengan cara mengalirkan ion klorida. Pada epilepsy lobus
temporal, terjadi perubahan ekspresi reseptor GABAa di sel granula dentatus berubah sehingga
menyebabkan sensitivitas terhadap ion Zinc meningkat dan akhirnya menghambat mekanisme
inhibisi.
- Mekanisme epilepsi lain yang dapat diterangkan adalah terjadinya epilepsi pada cedera otak.
Jika terjadi suatu mekanisme cedera di otak maka akan terjadi eksitotoksisitas glutamat dan
menigkatkan aktivitas NMDA reseptor dan terjadi influx ion calsium yang berlebihan dan
berujung pada kematian sel. Pada plastisitas maka influx ion calsium lebih sedikit dibandingkan
pada sel yang mati sehingga tidak terjadi kematian sel namun terjadi hipereksitabilitas neuron.
VI. KERANGKA KONSEP
37
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
38
Seorang anak laki – laki, usia 3 tahun dibawa ke RS dengan keluhan kejang dikarenakan menderita epilepsy hemiparesis dextra tipe central serta paresis nervus 7 dan 12 tipe sentral dikarenakan status epileptikus.
DAFTAR PUSTAKA
- Guyton, Arthur C. dan John E. Hall.1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC.
39
- Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. ed : Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- S. Snell, Richard. 2006.Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. ed : Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
- Price, Sylvia A. Dan Lorraine M. Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 2006. Jakarta: EGC
- PDSPDI.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
- Guyton, Arthur.C.2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta : EGC.Edisi 11.Terjemahan
40