Blok 19 pleno.docx
-
Upload
choisoora1109 -
Category
Documents
-
view
70 -
download
2
Transcript of Blok 19 pleno.docx
Blok 19
Kardiovaskular-2
Gagal Jantung Kronik
Universitas Kristen Krida Wacana
Fakultas Kedokteran
Jl. Arjuna Utara No. 6, Tel. 56942061, Fax. 5631731, Jakarta 11510
Kelompok D4 :
Daniel Ricardo 102008080
Putri Chairani 102008219
Yehiel Flavius Kabanga 102011063
Keren marthen 102011056
Meryn 102011133
Alvivin 102011215
Alvin Wijaya Rustam 102011239
Jelita Septiawati Sitanggang 102011385
Mohammad Fajar A 102011426
Pendahuluan
I. Latar Belakang
Jantung merupakan alat pompa darah yang sangat efisien, berdaya tahan lama, dan
mampu mendorong lebih dari 6000 liter darah ke seluruh tubuh setiap hari dan berdenyut
lebih dari 40 juta kali setahun selama hidup seserang, sehingga dapat memberi pasokan
nutrien vital jaringan secara terus-menerus dan mempermudah ekskresi produk sisa. Oleh
karena itu, jika adanya disfungsi jantung dapat menimbulkan konsekuensi fisiologik yang
sangat merugikan.
Disfungsi jantung bisa terjadi akibat kurangnya fungsi pompa jantung, sehingga terjadilah
kongesti akibat cairan di paru dan jaringan perifer, dan itulah hasil akhir yang sering
terjadi pada banyak proses penyakit jantung. Penyakit jantung inilah yang seringkali
dijumpai di dunia sehingga akan dibahas dalam makalah ini terkhusus yang berkaitan
dengan kasus.
II. Skenario
Tn. D, 60 tahun datang dibawa berobat ke RS UKRIDA dengan keluhan sering sesak saat
aktivitas, batuk, dahak tidak ada, demam tidak ada, nyeri dada tidak ada. Pasien merasa
nafasnya sering tersengal-sengal sejak 6 bulan lalu, terutama bila berjalan agak jauh, dan
sangat mengganggu kesehariannya namun saat istirahat, sesaknya jauh berkurang. saat mala
hari, pasien juga lebih merasa enak bila tidur dengan bantal yang agak tinggi. Pasien juga
mengeluhkan bahwa selama 2 bulan ini kakinya sering bengkak. Riwayat merokok tidak ada.
Riwayat penyakit kencing manis sejak usia 40 tahun, penyakit darah tinggi sejak usia 36
tahun, penyakit jantung koroner diketahui sejak 2 tahun lalu, dan sudah menjalani CABG.
III. Identifikasi Istilah
CABG (Coronary Artery Bypass Graft) merupakan salah satu metode revaskularisasi yang
umum dilakukan dengan membuat pembuluh darah baru atau bypass terhadap pembuluh
darah yang tersumbat sehingga melancarkan kembali aliran darah yang membawa oksigen
untuk otot jantung yang diperdarahi pembuluh tersebut.1
IV. Rumusan Masalah
Tn D 60 Thn sering sesak saat aktivitas & berkurang pada saat beristirahat,batuk tidak
berdahak,kaki bengkak,napas sering tersengal-sengal sejak 6 bulan yang lalu.
V. Hipotesis
Bayi 2 bulan sehabis minum susu sering mengeluarkan kembali melalui mulut, lebih kurang
2-3 sdm, terjadi setiap kali bayi menyusu, BB tidak naik, tanpa gejala penyerta mengalami
Refluks Gastroesofagus.
Pembahasan
A. Anamnesis2
Anamnesis mengambil peran besar dalam menentukan diagnosis. Oleh sebab itu,
anamnesis harus dilakukan sebaik mungkin sehingga dapat mengambil diagnosis dengan baik
pula dan mampu memberikan pertolongan bagi pasien.
Dalam melakukan anamnesis, terkandung pengertian komunikasi antar dokter pasien. Dalam
berkomunikasi, terdapat dua aspek yang penting, yaitu komunikasi verbal dan nonverbal.
Komunikasi verbaldalam proses wawancara dan nonverbal misalnya menganggukkan kepala.
Dalam proses anamnesis, terjadi komunikasi interpersonal antara dokter dan pasien yang
dapat disingkat dalam tiga proses, yaitu: pasoen bercerita, dokter mendengar dan
memperhatikan, dan tanya jawab.
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan Alloanamnesis.
Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan tehnik autoanamnesis yaitu anamnesis yang
dilakukan langsung dengan pasiennya. Pasien sendirilah yang paling tepat untuk
menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis terbaik karena pasien sendirilah
yang paling tepat untuk menceritakan apa yang sesungguhnya dia rasakan.
Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat dilakukan. Pada
pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab pertanyaan, atau
pada pasien anak – anak, maka perlu orang lain untuk menceritakan permasalahannya. atau
Heteroanamnesis. Tidak jarang dalam praktek sehari – hari anamnesis dilakukan bersama –
sama auto dan alloanamnesis. Anamnesis yang baik terdiri dari :
1. Identitas : meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat, pendidikan, pekerjaan, status, agama, dan suku bangsa.
2. Keluhan utama : keluhan yanng dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke
dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai
dengan indikator waktu.
3. Riwayat penyakit sekarang : riwayat perjalanan penyakit yang berupa cerita
kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum
keluhan utama sampai pasien datang berobat.
4. Riwayat penyakit dahulu : untuk mengetahui kemungkinan – kemungkinan adanya
hubungan antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.
5. Riwayat penyakit keluarga : untuk mencari kemungkinan penyakit herediter, familial
atau penyakit infeksi atau riwayat atopik..
6. Riwayat pribadi : meliputi data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan.
Berdasarkan kasus :
“Tn.D, 60 tahun datang dibawa berobat ke RS UKRIDA dengan keluhan sering sesak saat
aktifitas, batuk, dahak tidak ada, demam tidak ada, nyeri dada tidak ada. Pasien merasa
nafasnya sering tersengal – sengal sejak 6 bulan yang lalu, terutama bila berjalan agak jauh,
dan sangat mengganggu kesheariannya namun saat istirahat sesaknya jauh berkurang. Saat
malam hari pasien juga merasa lebih enak bila tidur dengan bantal agak tinggi. Pasien juga
mengeluhkan bahwa selama 2 bulan ini kakinya sering bengkak. Riwayat merokok tidak ada,
riwayat penyakit kencing manis sejak usia 40 tahun, penyakit darah tinggi sejak usia 36
tahun, penyakit darah tinggi sejak usia 36 tahun, penyakit jantung koroner 2 tahun lalu, dan
sudah menjalani CABG”
Maka dokter bisa melakukan autoanamnesis kepada pasien.
Pertanyaan yang ditanya adalah seputar keluhan yang disebutkan pasien yaitu sesak saat
aktivitas:
Keluhan sesak sejak kapan? Sesaknya terus menerus atau hilang timbul? Apakah
disertai nyeri dada? Semakin hari semakin parah atau tidak?
Apakah disertai dengan keluhan lain?
Riwayat penggunaan obat sebelumnya untuk meringankan keluhan? Pernah kedokter
sebelumnya?
Apa pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya?
Pola makan bagaimana? Sering terlambat makan? Sering makan makanan yang asam
atau pedas? Merokok? Minum alcohol? Olahraga? Keadaan lingkungan rumah dan
tempat kerja bagaimana?
B. Pemeriksaan Fisik
Untuk melakukan pemeriksaan kardiovaskuler yang cermat, pasien harus nyaman dan rileks.
Pastikan ruangan tidak terlalu dingin. Pertama, lihat tangan pasien, periksa leher, nadi dan
tekanan darah, kemudian lakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Mulai pemeriksaan dengan mengamati keadaan umum pasien. Apakah ia tampak sehat atau
sakit, apakah ia merasa nyaman atau sesak saat istirahat? Apakah terdapat sianosis sentral?
Lalu ukur suhu tubuh dan lihat tangan pasien untuk melihat adanya sianosis perifer pada jari
tubuh dan perdarahan splinter. Kemudian cari anemia di konjungtiva, dan periksa ulang untuk
sianosis sentral.3
Selanjutnya melakukan palpasi iktus kordis menggunakan telapak tangan dan ujung jari
dengan pasien berbaring 45º. Iktus cordis normal terletak di sela antariga ke-5 dari garis
midclavicula. Bila teraba jauh keluar bearti ada pembesaran 1 atau 2 ventrikel atau
pergeseran jantung ke kiri akibat deformitas toraks atau penyakit paru.3
Lalu menilai kualitas denyut, yaitu iktus cordis yang kuat menunjukkan peningkatan curah
jantung. Pada hipertrofi ventrikel kiri, iktus cordis jelas teraba disertai dengan dorongan kua
(kua angka/heaving) dan meneap dibandingkan dengan denyut lazim (tajam dan singkat).
Pada stenosis mitral, ikttus cordis sering digambarkan sebagai ketukan akibat pembesaran
ventrikel kiri yang bergeser lebih dekat ke tangan pemeriksa dan terabanya bunyi jantung
pertama.2
Hipertrofi ventrikel kanan dideteksi dengan menekankan telapak tangan pada tepi sternum
kiri. Pada orang dewasa, ventrikel kanan normal tidak menimbulkan denyut yang nyata,
sedangkan pada hipertrofi ventrikel kanan dapat teraba denyut parasternum yang kuat angkat.
Kadang ventrikel kanan membesar ke anterior dan membentuk iktus cordis menggantikan
ventrikel kiri. Denyut yang teraba perlu dikonfirmasi dengan menggunakan pemeriksaan
bimanual, yaitu meletakkan telapak tangan kiri di batas sternum dengan tangan kanan meraba
iktus cordis bila kedua ventrikel membesar, teraba dua denyut yang terpisah. Saat palpasi
prakordium, dapat meraba thrill, komponen frekuensi-rendah dari bising keras yang lebih
mudah diketahui dengan auskultasi.2
Selanjutnya untuk melakukan perkusi jantung, gunanya untuk menentukan besar dan bentuk
jantung secara kasar. Untuk perkusi prekordium biasan tidak bermanfaat, kecuali guna
menetukan posisi mediastinum pada kasus pergeseran mediastinum, misalnya hambatan
aliran udara kronis atau kolaps paru kanan.2,3
Pemeriksaan auskultasi dengan menggunakan stetoskop. Fungsi utama untuk menyalurkan
suara dari dinding dada diserati eksklusi bising lain dan memperkuat bunyi berfrekuensi
tertentu. Bagian stetoskop tanpa diafragma (bell) baik untuk mendengar bunyi nada-rendah,
sedangkan diafragma menyaring bunyi nada rendah dan memperkuat bunyi nada tinggi.2
Bunyi Jantung
Bunyi jantung pertama ditimbulkan terutama oleh penutupan katup mitral dan trikuspid,
akibat katup mendadak menjadi rigid saat tiba-tiba berhenti dalam perjalanannya ke atrium
saat permulaan sistol. Kekerasan bunyi penutupan katup mitral, yang normalnya adalah
komponen utama bunyi jantung pertama, bergantung pada gaya yang mendorong katup
tersebu kembali ke atrium. Kekerasan bunyi penutupan katup mitral tersebut, dapat berubah,
misalnya pada stenosis mitral. Panjang interval antara sistol atrium dan ventrikel juga
mempengaruhi kekerasan bunyi jantung pertama.2
Bunyi jantung kedua ditimbulkan oleh penutupan katup aorta dan pulmonaris. Bila daun
katup kehilangan mobilitas, seperti pada stenosis aorta kalsifikans, bunyi katup yang terkena
akan berkurang dan mungkin hilang. Bunyi jantung kedua terpisah menjadi 2 komponen saat
inspirasi, dan menyatu saat ekspirasi. Pemisahan (splitting) fisiologis ini akibat perubahan
kecil pada isi sekuncup ventrikel kiri dan kanan selama siklus pernapasan normal. Saat
inspirasi, aliran balik vena ke sisi kanan jantung meningkat sehingga isi sekuncup ventrikel
kanan meningkat dan penutupan katup pulmonaris terlambat. Pada saat yang sama,
penumpukan darah di vena pulmonaris menurunkan pengisian venttrikel kiri dan membuat
penutupan katup aorta sedikit lebih awal dibandingkan saat ekspirasi.2
Bunyi jantung ketiga biasanya adalah frekuensi rendah yang paling jelas didengar dengan
bell, dan terjadi tepat setelah bunyi jantung kedua akibat peregangan ventrikel yang
mendadak pada akhir fase pengisian cepat saat awal diastol. Bunyi jantung ketiga yang
lembut dapat terdengar di apeks sebagian besar anak normal dan orang dewasa berusia
<30tahun. Namun, pada orang yang lebih tua, bunyi ini abnormal dan menandakan pengisian
venrikel yyang terlalu cepat dan tidak biasanya. Bunyi jantung ketiga pada orang tua dapat
terjadi akibat isi sekuncup yang terlalu besar atau peningkatan tekanan pengisian ventrikel
kiri akibat gagal ventrikel kiri.2
Bunyi jantung keempat juga berfrekuensi rendah yang paling baik didengar sesaat sebelum
bunyi jantung pertama dan menandakan bahwa sistol atrium terlalu kuat. Bunyi jantung
atrium (keempat) menandakan tekanan diastolik akhir meningkat di venttrikel terkait, misalna
pada ventrikel kiri pada hipertensi sistemik.2
Irama Gallop. Ini berarti terdapat tiga bunyi jantung dalam siklus, dan bunyi tambahan
tersebut adalah bunyyi janung ketiga atau bunyi atrium (ke-4). Bising terdengar seperti
Kentucky (“ken-ta-ki”). Pada frekuensi jantung yang cepat, bunyi jantung ketiga dan bunyi
atrium mungkin terjadi bersamaan sehingga terdengar summation gallop-menyerupai
Tennessee. Pada praktik klinis, irama gallop menandakan gangguan fungsi ventrikel.2
Bising jantung. Terjadi akibat turbulensi abnonormal aliran darah atau getaran struktur di
dekat aliran turbulensi. Faktor yang mempermudah pembentukan turbulensi sehingga ttimbul
bising yaitu peningkatan kecepatan aliran, penurunan kekentalan darah, permukaan tempat
drah mengalir menjadi kasar, dan adanya konstriksilokal lumen tempat darah mengalir,
disertai dengan pembentukan turbulensi di tempat lumen kembali membesar. Saat terjadinya
bising sangat penting untuk membedakan bising. Untuk menetukan saat terjadinya bising,
perlu dibedakan antara bising sistol attau bising diastol.2
Bising sistolik disebabkan oleh salah satu dari tiga faktor :
a. Bising pansistolik. Kebocoran darah melalui katup yang biasanya menutup saat sistol
sehingga intensitas bising tidak berubah sepanjang sistol.\
b. Bising sistolik ejeksi. Aliran melalui suatu katup yang biasanya terbuka saat sistol,
tetapi mengalami penyempitan abnormal. Pada awal sistol, bising tidak terengar,
kemudian menjadi kresendo selama pertengahan sistol, dan akhirnya menghilang pada
akhir sistol.
c. Peningkatan aliran darah melalui suatu katup normal, bising fisiologis gambarannya
identik dengan bising sistolik ejeksi.
Bising diastolik dibagi menjadi bising diastolik dini dan mid diastolik.
a. Bising diastolik dini hampir selalu disebabkan oleh inkompetensi katup aorta atau
pulmonaris. Bising terdengar paling kerasa pada awal diastol saat tekanan aorta atau
pulmonaris paling tinggi, dan menghilang dengan cepat seiring dengan penurunan
tekanan.
b. Bising mid diastolik biasanya disebabkan oleh aliran darah melalui katup mitral atau
trikuspid yang menyempit, bernada rendah dan “gaduh”, serta terdengar di sepanjang
sisa diastol.
Pemeriksaan dada dan pergelangan kaki. Pada akhir pemeriksaan sistem kardiovaskular,
pasien harus diminta untuk duduk guna memeriksa ronki dan atau efusi pleura di basal paru.
Pergelangan kaki juga harus diperiksa untuk melihat ada tidaknya edema pitting-tekan kuat di
daerah tibia, dan lihat apakah ada cekungan yang tertinggal setelah jari diangkat.2
C. Pemeriksaan Penunjang4
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pasien dengan onset gagal jantung yang baru atau dengan gagal jantung kronis dan
dekompensasi akut sebaiknya melakukan pemeriksaan darah rutin lengkap, elektrolit,
blood urean nitrogen (BUN), kreatinin serum, enzim hepatik, dan urinalisis. Pasien
tertentu sebaiknya memiliki pemeriksaan tertentu seperti pada Diabetes Mellitus (gula
darah puasa atau tes toleransi glukosa), dislipidemi (profil lipid), dan abnormaltas
thyroid ( kadar TSH).
2. Pemeriksaan darah
Pada saat ini terdapat metoda baru yang mempu menentukan gagal jantung yaitu
pemeriksaan laboratorium BNP (Brain Natriuretic Peptide) dan NT- pro BNP (N
Terminal protein BNP). Protein NT-proBNP merupakan penanda sensitif untuk fungsi
jantung. Menurut situs web Endolab Selandia Baru, kadar NT-proBNP orang sehat di
bawah 40 pmol/L. Peningkatan kadar NT-proBNP di atas 220 pmol/L menunjukkan
adanya gangguan fungsi jantung dalam tahap dini yang perlu pemeriksaan lebih
lanjut. Tes NT-proBNP mampu mendeteksi gagal jantung tahap dini yang belum
terdeteksi dengan pemeriksaan elektrokardiografi. Hal ini memungkinkan dokter
membedakan gagal jantung dengan gangguan pada paru yang memiliki gejala serupa,
sehingga pengobatan lebih terarah. Kadar NT- proBNP yang berkorelasi dalam darah
itu bisa digunakan untuk mengidentifikasi pasien gagal jantung yang perlu
pengobatan intensif serta memantau pasien risiko tinggi. Di sisi lain, kadar NT-
proBNP bisa turun jika penderita minum obat, sehingga pemeriksaan rutin NT-
proBNP bisa digunakan untuk mengetahui kemajuan pengobatan.3
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan ini memberikan informasi berguna mengenai ukuran jantung dan
bentuknya, begitu pula keadaan vaskuler pulmoner dan dapat mengidentifikasi
penyebab nonkardiak pada gejala pasien. Gambaran radiologis pada sinar-X dada
gambaran berikut dapat terlihat4 :
Pembesaran jantung
Penonjolan vaskuler pada lobus atas akibat meningkatnya tekanan vena
pulmonalis.
Efusi pleura : terlihat sebagai penumpulan sudut kostofrenikus, namun dengan
semakin luasnya efusi, terdapat gambaran opak yang homogen di bagian basal
dengan tepi bagian atas yang cekung.
Edema pulmonal interstisial : pada awalnya, merupakan penonjolan pembuluh
darah pada lobus atas dan penyempitan pembuluh darah pada lobus bawah.
Seiring meningkatnya tekanan vena, terjadi edema interstisial dan cairan
kemudian berkumpul di daerah interlobular dengan garis septal di bagian
perifer (garis Kerley ‘B’).
Edema pulmonal alveolus. Dengan meningkatnya tekanan vena, cairan
melewati rongga alveolus (bayangan alveolus) dengan kekaburan dan
gambaran berkabut pada regio perihilar; pada kasus yang berat, terjadi edema
pulmonal di seluruh kedua lapangan paru. Sepertiga bagian luar paru dapat
terpisah, edema sentral bilateral digambarkan sebagai ‘bat’s wing’ (sayap
kelawar).
4. Pemeriksaan Elektrokardigram (EKG)
Ekokardiografi merupakan pemeriksaan non-invasif yang sangat berguna pada gagal
jantung. Ekokardiografi dapat menunjukkan gambaran obyektif mengenai struktur
dan fungsi jantung. Penderita yang perlu dilakukan ekokardiografi adalah: semua
pasien dengan tanda gagal jantung, susah bernafas yang berhubungan dengan
murmur, sesak yang berhubungan dengan fibrilasi atrium, serta penderita dengan
risiko disfungsi ventrikel kiri (infark miokard anterior, hipertensi tak terkontrol, atau
aritmia). Ekokardiografi dapat mengidentifikasi gangguan fungsi sistolik, fungsi
diastolik, mengetahui adanya gangguan katup, serta mengetahui risiko emboli.4
D. Diagnosis
1. Diagnosis Kerja
Dari kasus di atas, didapat pasien mengalami gagal jantung kronik. Gagal jantung kronik
memiliki gejala gagal pada kedua ventrikel jantung sehingga sering dikenal juga gagal
jantung kongestif.
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam
jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrient
dikarenakan adanya kelainan fungsi jantung yang berakibat jantung gagal memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Gambaran klinis sangat bervariasi, untuk
setiap pasien, gejala dan tanda bergantung pada seberapa cepat gagal jantung terjadi dan
apakah hal tersebut mengenai ventrikel kiri, kanan, aau keduanya.5
a. Gagal ventrikel kiri
Pasien dengan gagal ventrikel kiri umumnya datang dengan perasaan sesak napas
(dispnea), terutama jika berbaring (ortopnea) atau pada malam hari (dispnea nokturna
paroksismal). Selain itu, pasien mungkin melaporkan sputum bercak darah
(hemoptisis) dan kadang-kadang nyeri dada. Rasa lelah, nokturia, dan kekacauan
pikiran juga dapat disebabkan oleh gagal jantung. Pada pemeriksaan fisik, pasien
biasanya mengalami peningkatan frekuensi denyut jantung dan pernapasan. Kulit
mungkin pucat, dingin dan berkeringat. Pada gagal jantung berat, palpasi nadi perifer
mungkin menunjukkan denyutan yang kuat dan lemah secara berganian (pulsus
alternans). Auskultasi paru mengungkapkan adanya suara abnormal, yaitu ronki basah
(rales), yang pernah diumpamakan sebagai “crackling leaves” (daun berdesir). Selain
iu, bagian basal lapang paru mungkin terdengar pekak pada perkusi. Pada
pemeriksaan jantung, impuls apeks sering bergeser ke lateral dan menetap. Bunyi
jantung ketiga dan keempat dapat terdengar pada auskultasi jantung. Karena banyak
pasien dengan gagal ventrikel kiri juga mengalami gagal ventrikel kanan.5
b. Gagal ventrikel kanan
Gejala gagal ventrikel kanan antara lain sesak napas, edema kaki, dan nyeri abdomen.
Temuan pemeriksaan fisik serupa dengan hasil yang dijumpai pada gagal ventrikel
kiri, tetapi dengan posis berbeda karena ventrikel kanan secara anattomis berada di
anterior dan kanan dari ventrikel kiri. Pasien ini menghasil bunyi jantung ketiga yang
terdengar paling jelas di batas sternum atau heave sistolik yang menetap di sternum.
Inspeksi leher memperlihatkan peningkatan tekanan vena jugularis. Karena kausa
tersering gagal ventrikel kanan adalah gagal ventrikel kiri, maka tanda-tanda gagal
ventrikel kiri ditemukan.5
Klasifikasi gagal jantung
Klasifikasi menurut New York Heart Association, ada 4 kelas yaitu1 :
NYHA kelas I, para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan
fisik serta tidak menunjukkan gejal-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak
nafas atau berdebar-debar, apabila melakukan kegiatan biasa.
NYHA kelas II, penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka
tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa dapat
menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti kelelahan, jantung berdebar,
sesak nafas atau nyeri dada.
NYHA kelas III, penderita penyakit dengan banyak pembatasan dalam kegiatan fisik.
Mereka tidak mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang
kurang dari kegiatan biasa sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung
seperti yang tersebut di atas.
NYHA kelas IV, penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa
menimbulkan keluhan, yang bertambah apabila mereka melakukan kegiatan fisik
meskipun sangat ringan.
2. Diagnosis banding
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala atau tanda akibat
fungsi jantung yang abnormal. Dapat terjadi dengan atau tanpa adanya sakit jantung
sebelumnya. Disfungsi jantung bisa berupa disfungsi sistolik atau disfungsi diastolik,
keadaan irama jantung yang abnormal atau ketidakseimbangan dari pre-load atau after-
load, seringkali memerlukan pengobatan segera. Gagal jantung akut dapat berupa
serangan baru tanpa ada kelainan jantung sebelumnya atau dekompensasi akut dari gagal
jantung kronis.5
PPOK merupakan suatu kelompok penyakit paru yang disebabkan oleh adanya obstruksi
menahun. Faktor predisposisi dari PPOK adalah bronchitis kronik, emfisema, asma,
bronkiektasis. Selain itu, PPOK juga dapat disebabkan oleh merokok, polusi
lingkungan,dan genetic dimana pria lebih sering menderita penyakit ini dibandingkan
dengan wanita. Gejala klinis PPOK adalah sesak napas 100 %, batuk produktif (80%) dan
hemoptisis (15%). PPOK dapat menyebabkan cor pulmonale kronik dan gagal jantung
kongestif kanan dimana pada EKG kemudian dapat menunjukkan pembesaran atrium
kanan dan hipertrofi ventrikel kanan yang disertai kelainan repolarisasi.7
CKD (Chronic Kidney Disease). Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam,mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gejala klinis pada CKD5 :
Sering buang air kecil, terutama pada malam hari (nokturia)
Pembengkakan kaki dan bengkak di sekitar mata (retensi cairan)
Tekanan darah tinggi
Kelelahan dan kelemahan (dari anemia atau akumulasi dari produk-produk limbah
dalam tubuh)
Hilangnya nafsu makan, mual dan muntah
Gatal, mudah memar, dan kulit pucat (anemia)
Sesak napas dari akumulasi cairan di paru-paru
Sakit kepala, mati rasa pada kaki atau tangan (neuropati perifer), tidur terganggu,
status mental berubah (ensefalopati dari akumulasi produk limbah atau racun
uremik), dan gelisah
Nyeri dada akibat perikarditis (peradangan di sekitar jantung)
Perdarahan (karena pembekuan darah yang buruk)
Penurunan minat seksual dan disfungsi ereksi
Walaupun penyakit ginjal kronis kadang-kadang hasil dari penyakit primer pada ginjal
itusendiri,penyebab utama diabetes dan tekanan darah tinggi.
E. Etiologi
Secara umum, gagal jantung ventrikel kiri disebabkan oleh beban kerja yang tidak sesuai
ditimpakan pada jantung, misalnya kelebihan beban volume atau tekanan, terbatasnya
pengisian jantung, berkurangnya miosit atau penurunan kontraktilitas miosit. Selain itu, gagal
ventrikel kiri dapat menyebabkan gagal ventrikel kanan akibat peningkatan afterload yang
dibebankan pada ventrikel kanan. Peningkatan afterload juga dapat ditimbulkan oleh kelainan
di arteri atau kapiler paru. Contohnya, pertambahan aliran dari suatu pirau kongenital dapat
menyebabkan konstriksi reaktif arteri paru, peningkatan afterload ventrikel kanan. Gagal
ventrikel kanan dapat terjadi sebagai sekuel penyakit paru (cor pulmonale) akibat kerusakan
jaringan kapiler paru atau vasokonstriksi arteriol paru yang dipicu hipoksia. Gagal ventrikel
kanan juga dapat disebabkan oleh iskemia ventrikel kanan, biasanya pada infark miokardium
dinding inferior.8
F. Epidemiologi
Di Eropa kejadian gagal jantung berkisar 0,4%-2% dan meningkat pada usia yang lebih lanjut
dengan rata-rata umur 74 tahun. Ramalan dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau
penyebab tidak dapat diperbaiki. Setengah dari populasi pasien gagal jantung akan meninggal
dalam 4 tahun sejak diagnosis ditegakkan, dan pada gagal jantung berat lebih dari 50% akan
meninggal pada tahun pertama.5
G. Patofisiologi
Gagal jantung merupakan sindrom, walaupun penyebabnya berbeda-beda, namun bila terjadi
memiliki gejala, tanda, dan patofisiologi yang sama. Curah jantung yang tidak adekuat
menstimulasi mekanisme kompensasi yang mirip dengan respon terhadap hipovolemia.
Walaupun awalnya bermanfaat, pada ahirnya mekanisme ini menjadi maladaptif. Aktivasi
neurohumoral terjadi dengan peningkatan vasokonstriktor (renin, angiotensin II, katekolamin)
yang memicu retensi garam dan air serta meningkatkan beban ahir (afterload) jantung. Hal
tersebut mengurangi pengosongan ventrikel kiri (LV) dan menurunkan curah jantung, yang
menyebabkan aktivasi neuroendokrin yang lebih hebat, sehingga meningkatkan afterload dan
seterusnya, yang ahirnya membentuk lingkaran setan.8
Dilatasi ventrikel tergantung fungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan
meningkatkan volume ventrikel. Jantung berdilatasi tidak efisien secara mekanis. Respon
terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan
hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi
tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf
adrenergik.8,9
Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan
oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empar faktor yaitu: preload; yang setara dengan isi
diastolik akhir, afterload; yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan ejeksi ventrikel,
kontraktilitas miokardium; yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk menghasilkan
tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload maupun afterload serta frekuensi
denyut jantung.8
Dalam hubungan ini, penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump
function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan
ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat
depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik
tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang
ringan.8
Pada awal gagal jantung, akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas
saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin
yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah
yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang
selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume daraharteri yang efektif.
Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.5,8
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah
sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum
Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload
dan hipertrofi/dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal
jantung yang tidak terkompensasi.5,8
Mekanisme yang menasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung, yang menyebabkan curah jantng lebih rendah dari curah jantng normal. Konsep
curag jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO=HR X SV dimana curah
jantung (CO : Cardiac Output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) X volume
sekuncup (SF:Stroke Volume).8
Frekuensi jantung adalah fungsi system saraf otonom. Bila curah jantung berkurang, system
saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk memperthankan curah jantung bila
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka
volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri ntuk mempertahan curah jantung.
Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung,
volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.8
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga
faktor; preload; kontraktilitas dan afterload. Preload adalah sinonim dengan Hukum Starling
pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding
langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
Kontraktilitas mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium. Afterload
mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk memompa darah melawan
perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan arteriole.8
H. Manifestasi Klinik5
Biasanya dijumpai gejala dan tanda penyakit jantung berikut ini saat anamnesis dengan
penderita penyakit jantung :
Dispnea (kesulitan bernapas), akibat meningkatnya usaha bernapas yang terjadiakibat
kongesti pembuluh darah paru dan perubahan kemampuan pengembangan paru;
ortopnea (kesulitan bernapas pada posisi berbaring); dispnea nokturnal paroksismal
(dispnea sewaktu tidur) terjadi akibat kegagalan ventrikel kiri dan pulih dengan duduk
disisi tempat tidur.5
Rasa lelah dan kebingungan. Lelah karena ketidakmampuan jantung memasok darah
dalam jumlah memadai ke otot-otot rangka. Kebingungan dapat terjadi pada gagal
jantung tahap lanjut karena kurangnya perfusi serebrum.5
Palpitasi (merasakan denyut jantung sendiri), terjadi karena perubahan kecepatan,
keteraturan atau kekuatan kontraksi jantung.5
Edema perifer (pembengkakan akibat penimbunan cairan dalam ruang intertisial),
jelas terlihat didaerah yang menggantung akibat pengaruh gravitasi dan didahului oleh
bertambahnya berat badan.5
Sinkop, atau kehilangan kesadaran sesaat akibat aliran darah otak yang tidak adekuat.
Tekanan vena jugularis meningkat. Tekanan darah vena sistemik jauh lebih rendah
daripada tekanan darah arteri, karena sebagian kekuatan vena akan hilang ketika darah
mengalir melewati percabangan arteri dan capillary bed..Dinding pembuluh vena
mengandung otot polos sehingga membuat vena lebih mudahdiregangkan. Faktor
penting lain yang menentukan tekanan vena meliputi volume darah dankapasitas
jantung kanan untuk mengejeksi darah kedalam sistem arterial pulmonalis. Penyakit
jantung dapat merubah semua variabel ini sehingga terjadi abnormalitas pada tekanan
venasentralis. Sebagai contoh, tekanan vena menurun ketika ventricular output atau
volume darah jantung kiri mengalami penurunan yang signifikan ; tekanan ini
meninggi ketika terjadi gagal jantung kanan atau ketika peningkatan tekanan dalam
kavum perikardii menghalangi aliran balik darah ke dalam atrium kanan. Perubahan
tekanan vena ini dicerminkan oleh tingginya kolomdarah vena di dalam vena jugularis
interna yang diberi nama tekanan vena jugularis atau JVP (jugularis venous
pressure).5
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dari gagal jantung terbagi menjadi empat bagian, yaitu8 :
Penghilangan penyebab presipitasi. Seperti penghilangan bakteri penyebab gangguan
kalsifikasi pada katup jantung pada demam rematik.
Koreksi penyebab dasar. Dengan melakukan operasi yang diperlukan sehingga
anatomis jantung dapat membaik.
Pencegahan penghalang fungsi jantung. Dengan medika mentosa, berbagai macam
obat yang dapat membantu dengan tujuan antara lain:
Mencegah perburukan gagal jantung
Dengan pemberian obat dengan golongan penghambat ACE-inhibitor, β-blocker
(penghambat reseptor β).
a. ACE-inhibitor terbukti dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas pada semua
pasien gagal jantung sistolik (semua derajat keparahan, termasuk yang
asimtomatik).6 Obat ini menghambat enzim pengkonversi angiotensin I menjadi
II. Merupakan pengobatan lini pertama untuk pasien dengan fungsi sistolik
ventrikel kiri yang menurun. ACE-inhibitor harus diberikan bersama diuretic jika
diberikan pada pasien dengan retensi cairan. Efek samping yang mungkin timbul
adalah hipotensi, gangguan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan angioedema. Batuk
dapat timbul karena obat ini juga mencegah pemecahan bradikinin.8
b. Β-blocker
Bekerja terutama dengan menghambat efek merugikan dari aktivasi simpatis pada
pasien gagal jantung, dan efek ini jauh lebih menguntungkan dibandingkan
dengan efek inotropik negatifnya. Stimulasi adrenergic pada jantung memang
pada awalnya meningkatkan kerja jantung, akan tetapi aktivasi simpatis yang
berkepanjangan pada jantung yang telah mengalami disfungsi akan merusak
jantung yang dicegah oleh β-blocker. Merupakan penghambat reseptor β yang
akan menyebabkan berkurangnya automatisitas sel autumatik jantung,
pengurangan kontraktil miokard, serta pengurangan denyut jantung dengan
demikian akan menghambat aritmia jantung.8
Pemberian obat ini harus dimulai dengan dosis yang sangat rendah dan
ditingkatkan perlahan-lahan yang disesuaikan dengan respon pasien (umumnya 2x
lipat setiap 1-2 minggu). Pada awal terapi mungkin dapat terjadi retensi cairan dan
memburuknya gejala-gejala, sehingga perlu ditingkatkan dosis diuretic. Selain itu
juga Hipotensi, Bradikardia serta Rasa lelah.8
Mengurangi gejala-gejala gagal jantung
Diperlukan pengurangan overload cairan dengan diuretic, penurunan resistensi perifer
dengan vasodilator, dan penignkatan kontraktilitas miokard dengan obat inotropik.
Diuretik
Merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung akut yang selalu disertai
dengan kelebihan (overload) cairan yang bermanifestasi sebagai kongesti paru atua
edema perifer. Penggunaan diuretic dengan cepat menghilangkan sesak napas dan
meningkatkan kemampuan melakukan aktivitas fisik. Diuretik mengurangi retensi air
dan garam sehingga mengurangi volume cairan ekstrasel, alir balik vena, dan tekanan
pengisian ventrikel (preload). Dengan demikian kongesti paru, edema perifer akan
berkurang. Untuk tujuan tersebut, awalnya pasien diberikan diuretic kuat seperti
furosemid dosis awal 40mg od atau bid dan ditingkatkan hingga diperoleh diuresis
yang cukup. Diuretik tidak mengurangi mortalitas sehingga harus dikombinasikan
dengan ACE-inhibitor. Namun diuretic tidak boleh diberikan kepada gagal jantung
asimtomatik maupun yang tanpa overload cairan. Diuretik tiazid diberikan kombinasi
dengan diuretic kuat . tiazid disertai dengan ekskresi kalium yang tinggi. Diuretik
hemat kalium contohnya adalah triamteren, amilorid. Namun diuretik hemat kalium
merupakan diuretik yang lemah.8
Hidralazin-isosorbid dinitrat, nitropurusid intravena, nitrogliserin intravena.
Obat gagal jantung lainnya8
o Antagonis aldosterone. Aldosteron memacu remodelling dan disfungsi
ventrikel melalui penignkatan preload dan efek langsung yang menybabkan
fibrosis miokard dan proliferasi fibroblast. Karena itu antagonis aldosteron
akan mengurangi efek dari aldosteron itu sendiri.
o Glikosida jantung. Saat ini hanya digoksin yang digunakan untuk terapi gagal
jantung. Efek digoksin pada pengobatan gagal jantung berupa inotropik
positif, kronotropik negative (mengurangi frekuensi denyut ventrikel pada
takikardia atau fibrilasi atrium) dan mengurangi aktivasi saraf simpatis.
o Inotropik lain. Dopamine, dobutamin. Dobutamin merupakan β agonis yang
terpilih untuk pasien gagal jantung dengan disfungsi sistolik.
o Antitrombotik. Warfarin (antikoagulan oral) diindikasikan pada gagal jantung
dengan fibrilasi atrial, riwayat kejadian tromboembolik sebelumnya atau
adanya thrombus di ventrikel kiri, untuk mencegah stroke atau
tromboembolisme.
o Antiaritmia. Berupa β-blocker dan amiodaron. Amiodaron digunakan pada
gagal jantung hanya jika disertai dengan fibrilasi atrial dan dikehendaki ritme
sinus. Amiodaron adalah satu-satunya obat antiaritmia yang tidak disertai
dengan efek inotropik negatif.
Penanganan non farmakologis:
-Pengontrolan dari kongesti gagal jantung dengan mengontrol retensi cairan, pengurangan
asupan natrium. Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal serta
upaya bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan.8
- Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual, serta rehabilitasi
- Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alkohol
- Monitor berat badan, hati-hati dengan kenaikan badan yang tiba-tiba.
- Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas
- Hentikan kebiasaan merokok
- Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan humiditas
memerlukan perhatian khusus
- Konseling mengenai obat-obat tertentu seperti NSAID, antiaritmia klas I, verapamil,
diltiazem, dihiropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik, steroid8
Komplikasi
Edema paru akut, diakibatkan oleh kegagalan jantung menimbulkan peningkatan
tekanan vena kapiler pulmonal. Peningkatan tekanan pulmonal ini melebihi tekanan
intravaskular osmotik. Oleh karena itu, cairan plasma dari kapiler dan venula dapat
masuk ke dalam alveoli melalui membran alveolar kapilar. Dari alveoli, cairan dengan
cepat memasuki bronkiale, dan bronki pasien dapat tenggelam dalam cairan ini.10
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan jantung memompa volume darah yang
adekuat ke sirkulasi. Curah jantung rendah dan terjadi vasokonstriksi perifer.10
Pencegahan
Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi objektif primer terutama pada kelompok
dengan risiko tinggi. Antara lain dengan obati penyebab potensial dari kerusakan miokard,
faktor risiko jantung koroner, pengobatan hipertensi yang agresif, koreksi kelainan kongenital
serta penyakit kelainan katup jantung, bila sudah ada disfungsi miokard upayakan eliminasi
penyebab yang mendasari. Pada tahap awal, kondisi ini dapat dikoreksi dengan
penatalaksanaan yang relatif mudah , yang mencakup (1) membaringkan pasien dengan
posisi tegak dengan kaki dan tangan menggantung, (2) mengurangi latihan yang begitu keras
dan stress emosional untuk mengurangi beban ventrikel kiri, dan (3) memberikan morfin
untuk mengurangi kecemasan, dispnu dan preload.8
Selain tindakan pencegahan, pasien dianjurkan untuk tidur dengan kepala dinaikkan setinggi
25 cm (10 inchi). Penting pula untk berhati-hati pada saat memasang infuse dan tranfusi ke
jantung pasien dan lansia. Untuk mencegah overload sirkulasi, yang dapat mencetuskan
edema paru, maka pemberian infuse intravena harus diberikan perlahan, dengan pasien
dibaringkan tegak di tempat tidur dan di bawah pengawasan ketat seorang perawat.8
Prognosis
Prognosis dari gagal jantung adalah dubia at malam. Namun selama mendapatkan kontrol dan
penanganan profilaksis yang baik, kerusakan yang progresif dapat dicegah.
Kesimpulan
Gagal jantung adalah suatu sindroma klinis kompleks yang didasari oleh ketidakmampuan
jantung untuk memompakan darah ke seluruh jaringan tubuh Berdasarkan kasus,serta gejala
klinis yang timbul pada pasien, dapat disimpulkan bahwa diagnosis pasien mengarah kepada
Gagal Jantung Kronis. Diagnosis tersebut tidak dapat dipastikan sampai melakukan
pemeriksaan lebih lanjut, seperti pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang
lainnya.
Daftar Pustaka
1. Gray HH, Agoes HA, Safitri A, editor. Lecture notes: kardiologi. Edisi 4. Jakarta:
Erlangga; 2005.h.80-6;132.
2. Jane D, Brahm U, Listiawati E, editor. Buku saku keterampilan klinis. Jakarta: EGC;
2004.h.43-60.
3. Santoso M,. pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: penerbit Yayasan Diabetes
Indonesia; 2004.h.50-3;58-62.
4. Mubin H. Kedaruratan penyakit dalam: diagnosis dan terapi. Jakarta: EGC; 2009.
h.53-66.
5. Ganong FW, Brahm U, Dany F, editor. Patofisiologi penyakit : pengantar menuju
kedokteran klinis. Edisi 5. Jakarta: EGC; 2010.h.293-300;509-12.
6. Gray HH, Agoes HA, Safitri A, editor. Lecture notes: kardiologi. Edisi 4. Jakarta:
Erlangga; 2005.h.80-6;132.
7. Ward J, Wiener CM, Safitri A, editor. At a glance Sistem respirasi. Edisi 2. Jakarta:
Erlangga; 2008.h.46-9;54-9.
8. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S.Ilmu Penyakit Dalam.
5th ed. Jakarta: Internal Publishing; 2009. h.2230 – 8, 2196-2206
9. Anthony S. Fauci. Harrison’s internal medicine. 17th Edition. USA: McGraw – Hill;
2008. h 1129-34.
10. Baradero M, Ester M, editor. Klien gangguan kardiovaskuler : seri asuhan
keperawatan. Jakarta: EGC; 2008.h.46.