BLOK 19 C4(1)
-
Upload
imanuel-sutopo -
Category
Documents
-
view
274 -
download
0
Embed Size (px)
description
Transcript of BLOK 19 C4(1)

Infark Miokardial dengan ST Elevasi
C4
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No 6, Jakarta Barat
Abstrak
Serangan jantung memiliki beberapa tipe dan tidak semua serangan memperlihatkan gejala serta
kedaruratan yang sama. Dimana dalam hal ini akan dibahas suatu sindrom koroner akut yaitu STEMI ( ST segment
Elevation Myocardial Infarction). Serangan jantung tipe ini ditentukan dari pemeriksaan rekam jantung
(elektrokardiografi atau EKG). STEMI ini terjadi karena adanya sumbatan tiba-tiba dari pembuluh darah koroner
yang menyebabkan otot jantung mengalami kematian atau kerusakan akibat kurangnya asupan darah yang kaya
oksigen. Akan tetapi, dalam sindrom koroner akut tidak menutup kemungkinan terjadinya NSTEMI (Non ST
segment Elevation Myocardial Infarction) atau UAP (Unstable Angina Pectoris).
Kata kunci: STEMI, EKG, NSTEMI, UAP
Abstract
Have some type of heart attack and all attack symptoms and the same emergency . Which in this case will
be discussed , namely an acute coronary syndrome STEMI ( ST segment Elevation Myocardial Infarction ) . This
type of heart attack is determined from the examination of the record of the heart ( electrocardiogram or ECG ) .
STEMI is due to the sudden blockage of the coronary arteries that cause heart muscle death or damage due to lack
of oxygen-rich blood . However , in acute coronary syndromes does not close the possibility of NSTEMI (Non ST
Segment Elevation Myocardial Infarction ) or UAP ( Unstable angina pectoris ) .
Keywords: STEMI, ECG, NSTEMI, UAP
Pendahuluan
Sindroma koroner akut nerupakan sindroma klinis yang terdiri dari infark miokard akut
dengan atau tanpa elevasi segmen ST serta angina pectoris tidak stabil. Walaupun presentasi
klinisnya berbeda tetapi memiliki kesamaan patofisiologi. Keluhan utama adalah nyeri dada dan 1

klasifikasi berdasarkan gembaran elektrokardiogram (EKG), yaitu yang pertama, pasien dengan
nyeri dada khas disertai elevasi segmen ST : terjadi oklusi total akut arteri koroner sehingga
tujuan utama pengobatan adalah reperfusi secara cepat dan komplit dengan fibrinolitik atau
angioplasti primer. Yang kedua adalah pasien dengan nyeri dada khas tanpa elevasi segmen ST:
gambaran EKG berupa depresi segmen ST persisten atau transien, gelombang T yang inverse
atau mendatar atau EKG normal.1 STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.2
Anamnesis
Merupakan suatu wawancara antara pasien dengan dokter untuk mengetahui riwayat
kondisi pasien, riwayat penyakit pasien dahulu, riwayat penyakit keluarga, gejala-gejala yang
dialami pasien. Jenis anamnesis yang dapat dilakukan adalah autoanamnesis dan alloanamnesis.
Autoanamnesis dapat dilakukan jika pasien masih berada dalam keadaan sadar. Sedangkan bila
pasien tidak sadar, maka dapat dilakukan alloanamnesis yang menyertakan kerabat terdekatnya
yang mengikuti perjalanan penyakitnya.3
1. Identitas pasien
Menanyakan kepada pasien : Nama lengkap pasien, umur pasien ,tanggal lahir, jenis
kelamin,agama, alamat, umur (orang tua), pendidikan dan pekerjaan (orang tua) ,suku
bangsa.
2. Keluhan utama : pasien datang dengan keluhan nyeri pada dada kiri yang menjalar ke
lengan kiri yang muncul tiba tiba 3 jam yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Sekarang : nyeri yang muncul tiba tiba pada dada kiri dan menjalar ke
lengan kiri berkurang saat istirahat namun terus menerus muncul kembali dan semakin
memberat.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Menanyakan riwayat penyakit dahulu (penyakit sebelumnya). Apakah sebelumnya
pasien pernah mengalami penyakit yang sama, ataupun penyakit lain yang pernah pasien
derita: sebelumnya pernah merasakan nyeri dada kiri namun tidak terlalu sakit dan hanya
sekitar 5 menit.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
2

Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama. Tanyakan
pula tentang kebersihan perorangan atau kebiasaan bermain: ayah pasien meninggal saat
berusia 40 tahun karena serangan jantung.
6. Pertanyaan-pertanyaan khusus yang dapat ditanyakan berhubungan dengan infark
miokard akut antara lain mengenai keluhan sakit dada, dan faktor resiko.4
• Faktor pencetus yang paling sering : kegiatan fisik, emosi berlebihan atau setelah makan.
• Kualitas sakit dada : didaerah mid sternal, rasa sakit tidak jelas akan tetapi banyak yang
menggambarkan seperti ditusuk, dibakar atau ditimpa beban berat.
• Penjalaran : ke rahang, leher, bahkan ke lengan dan jari tangan.
• Gejala atau tanda penyerta : mual, muntah, keringat dingin dan berdebar-debar dan sesak
nafas.
• Lama sakit pada pada infark : lebih dari 30 menit dan tidak hilang dengan pemberian
obat-obatan antiangina, biasanya akan hilang dengan pemberian analgesik seperti Morfin
atau Petidin. Sedangkan angina : tidak lebih dari 30 menit dan umumnya masih respon
dengan obat anti angina baik oral maupun parenteral.
• Faktor resiko PJK berupa usia, jenis kelamin, keturunan, kepribadian tipe a, obesitas,
merokok, dm, hiperkolesterolemia, maupun hipertensi.4
Pemeriksaan Fisik
Dalam kasus ini, pemeriksaan fisik yang digunakan adalah pemeriksaaan fisik jantung
patologis. Yang perlu dilakukan saat pemeriksaan fisik yaitu inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.5
Inspeksi
Pada inspeksi yang kita lihat yaitu pada kulit toraks apakah terjadi perubahan warna kulit,
apakah terdapat lesi kulit, benjolan, pelebaran kapiler (mis. Spider naevi) dan sebagainya.
Kemudian perhatikan bentuk toraks, apakah simetris atau asimetris, dan apakah terdapat
3

deformitas seperti pectus excavatum, pectus carinatum, barrel chest, dan lain lain. Salah satu
kelainan bentuk toraks yang dapat dijumpai adalah Voussure cardia que (pectus carinatum),
adalah tonjolan lokal yang lebar antara sternum dan apex kordis. Di tempat tersebut sering
dijumpai pulsasi jantung.5 Inspeksi yang cermat pada dada anterior dapat menggambarkan lokasi
iktus cordis atau apical impulse (PMI : Point of maximal Impulse) atau yang lebih jarang lagi,
gerakan pada ventrikel kiri pada S3 atau S4 sisi kiri.
Pemeriksaan jugular venous pressure (JVP) juga merupakan hal penting dalam
pemeriksaan fisik. JVP mencerminkan tekanan atrium kanan atau central venous pressure
(CVP), yang paling baik diperiksa melalui inspeksi pada pulsasi vena jugularis. Namun
pemeriksaan ini sulit dilakukan pada anak dibawah 12 tahun. Setelah pemeriksaan JVP, lakukan
pemeriksaan denyut arteri karotis, dimana akan menggambarkan fungsi jantung dan terutama
dalam mendeteksi adanya stenosis atau insufisiensi katup aorta.5
Palpasi
Pada pemeriksaan palpasi dalam keadaan patologis dapat teraba adanya pulsasi yang
keras dan bergelombang, yang disebut ventricular heaving. Kelainan ini sering dijumpai pada
kasus mitral insufisiensi dan aneurisma ventricel. Sedangkan pada pulsasi yang keras seperti
pukulan di daerah ventrikel kanan disebut ventrikular lift. Bila impuls apikal ini sulit diraba pasa
posisi pasien berbaring terlentang, mintalah pasien untuk berbaring miring ke sisi kiri (left lateral
decubitus), dan mintalah pasien untuk ekshalasi maksimal dan stop nafas untuk beberapa detik.5
Perkusi
Dengan perkusi dapat ditentukan batas- batas jantung, yang pada keadaan patologis
seperti pembesaran jantung kanan maupun kiri, maka pinggang jantung akan melebar ke arah kiri
atau kanan, disertai menghilangnya pinggang jantung.5
Auskultasi
4

Keadaan patologis yang harus diidentifikasi dengan cara auskultasi adalah gallop dan
murmur. Gallop yaitu bunyi jantung seperti derap kaki kuda yang sedang berlari. Sering
dijumpai pada decompensatio kordis. Murmur adalah bising jantung yang harus didengar baik
baik dan dibedakan. Ada pula aritmia yaitu denyut jantung yang tidak teratur atau ireguller, yang
dapat berupa percepatan atau perlambatan irama sinus (takikardia dan bradikardia) atau irama
yang melompat seperti pulsus bigeminus, trigerminus dll, atau irama yang benar benar irreguler,
yang dapat ditemukan stenosis mitral, stenosis trikuspid.5
Tanda fisik lain pada disfungsi ventricular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas
bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik atau late systolic apical yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup
mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38°C dapat dijumpai dalam minggu
pertama paska STEMI.2
Pemeriksaan Penunjang
EKG
Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien
dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera
dalam 10 menit sejak kedatangan IGD. Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostic untuk
STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan
interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus dilakukan untuk
mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST. pada pasien dengan STEMI inferior. EKG
sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan.2
Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q.
sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika obstruksi thrombus tidak
total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan
elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pectoris tak stabil atau Non
STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q
disebut infark non Q. sbelumnya istilah infark miokard transmural digunakan jika EKG
5

menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R dan infark miokard non transmural jika
EKG hanya menunjukkan perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata
tidak selalu ada korelasi gambaran patologisi EKG dengan lokasi infark (mural/ transmural)
sehingga terminology IMA gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/ nontransmural.2
Gambar 1. Gambaran EKG normal, STEMI, NSTEMI1
Tabel gambaran spesifik pada rekaman EKG1
Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan
resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF.
6

Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan
resiprokal (depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III,
aVF, terutama gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
Lokasi Infark Q-wave / Elevasi ST A. Koroner
Anteroseptal
Anterior
Lateral
Anterior ekstrinsif
High lateral
Posterior
Inferior
Right ventrikel
V1 dan V2
V3 dan V4
V5 dan V6
I, a VL, V1 – V6
I, a VL, V5 dan V6
V7 – V9 (V1, V2*)
II, III, dan a VF
V2R – V4R
LAD
LAD
LCX
LAD / LCX
LCX
LCX, PL
PDA
RCA
Gelombang R yang tinggi dan depresi ST di V1 – V2 sebagi mirror image dari perubahan sedapan
V7 – V9.
LAD = Left Anterior Descending artery; PL = PosteriorDescending Artery.
LCX = Left Circumflex.; RCA= Right Coronary Artery.
Pemeriksaan Enzim Jantung
7

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah creatinine kinase (CKMB) dan cardiac specific
troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda
optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga
akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA , terapi
reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.2
Peningkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis
jantung (infark miokard).2
CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-
24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi
elektrik dapat meningkatkan CKMB.
cTn ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn 1. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTnT masih dapat dideteksi setelah
5-14 hari, sedangkan cTn 1 setelah 5-10 hari.2
Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu :6,7
1. Pemeriksaan CKMB (creatinine kinase MB) : meningkat 3 jam setelah miokard infark
dan mencapai puncak dalam 10 – 24 jam dan kembali normal dalam 2 – 4 hari. Operasi
jantung, miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
2. Pemeriksaan cTn (cardiac specifik troponin)
ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada
infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi
setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
3. Pemeriksaan Mioglobin
Mioglobin adalah protein yang mengikat oksigen. Mioglobin ditemukan dalam sel
otot rangka dan otot jantung. Mioglobin dilepas ke sirkulasi setelah terjadi cedera. Kadar
mioglobin mencapai puncak nya setelah terjadi MCI selama 8-12 jam. Nilai rujukan : 12-
90 ng / ml.
4. Lactic dehydrogenase (LDH)
8

LDH meningkat setelah 24-28 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan
kembali normal dalam 8-14 hari.
5. Pemeriksaan Kolesterol Serum
Kolesterol merupakan lemak darah yang disintesis di hati serta ditemukan dalam
sel darah merah, membrane sel, dan otot. Kolesterol serum digunakan sebagai indikator
penyakit arteri koroner dan aterosklerosis. Hiperkolesterolemia menyebabkan
penumpukan plak di arteri koroner sehingga menyebabkan miokard infark. Peningkatan
kolesterol juga bisa karena obat-obatan seperti aspirin. Nilai rujukan : Nilai ideal <
200mg/dL. Risiko sedang : 200-240 mg/dL. Risiko tinggi: > 240 mg/dL.
6. Pemeriksaan Lipoprotein
Lipoprotein adalah lipid yang berikatan dengan protein. Fraksi lipoprotein :
HDL (kelompok α) , LDL, VLDL (kelompok β).
Kelompok β merupakan contributor terbesar terjadi nya aterosklerosis pada
penyakit arteri koroner. Kelompok α membantu mengurangi deposit lemak di
pembuluh darah. Nilai rujukan : HDL 29-77 mg/dL , LDL 60-160 mg/dL.
7. Pemeriksaan Creatin Kinase
Creatin Kinase (CK) merupakan enzim yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi
pada otot jantung dan rangka dan dalam konsentrasi rendah pada jaringan otak. Creatinine
Kinase (CK) meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. CK serum biasanya meningkat pada
penyakit otot rangka, MCI akut, dan hipokalemia. CK memiliki 2 jenis isoenzim yaitu B
dan M. Dan dapat dielektorforesis kembali menjadi 3 bagian : MM (otot rangka dan
sebagian jantung), MB (jantung), dan BB (dalam otak)
Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk melihat
luasnya iskemia bila dilakukan waktu dada sedang berlangsung.2
Angiografi Koroner
9

Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar X pada
jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk menemukan
letak sumbatan pada arteri koroner.2
Working Diagnosis
Infark Miokard Akut dengan ST Elevasi
Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu keadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinis berupa perasaan tidak enak di dada atau gejala-gejala lain sebagai akibat
iskemia miokard. Sindrom koroner akut mencakup:8
1. ST elevation myocard infarct (STEMI)
2. Non-ST elevation myocard infarct (NSTEMI)
3. Unstable angina pectoris (UAP)
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara
maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh kematian terjadi sebelum pasien
mencapai Rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir,
sekita 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun
pertama setelah IMA. IMA dengan elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI)
merupakan bagian dari spectrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris
tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika
aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya.2
Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang
khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST ≥ 2mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang
berdampingan atau ≥1mm pada 2 sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama
troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis namun keputusan memberikan terapi
revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA,
prinsip utama penatalaksaan adalah time is muscle.2
10

Epidemiologi
Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering
di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih dari
separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Walaupun laju mortalitas
menurun sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekitar 1 di antara 25 pasien yang tetap
hidup pada perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA.2 Di Inggris
penyakit kardiovaskular membunuh 1 dari 2 penduduk dalam populasi, dan menyebabkan
hampir sebesar 250.000 kematian pada tahun 1998.9
Pada survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1992, kematian akibat penyakit
kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk umur di atas 40 tahun. SKRT pada tahun
1995 di Pulau Jawa dan Pulau Bali didapatkan kematian akibat penyakit kardiovaskuler tetap
menempati urutan pertama dan persentasenya semakin meningkat (25%) dibandingkan dengan
SKRT tahun 1992. Di Makassar, didasari data yang dikumpulkan di rumah sakit (RS) selama 5
tahun (1985 sampai 1989), ternyata penyakit kardiovaskuler menempati urutan ke 5 sampai 6
dengan persentase berkisar antara 7,5 sampai 8,6%. PJK terus-menerus menempati urutan
pertama di antara jenis penyakit jantung lainnya. dan angka kesakitannya berkisar antara 30
sampai 36,1%. Kejadian sindrom koroner akut menunjukkan laki-laki lebih rawan terkena untuk
sekitar umur 70 tahun atau lebih. Semakin bertambah umur, semakin bertambah pula risiko
terkena sindrom koroner akut ini.10
Etiologi
Terjadinya infark miokard akut biasanya dikarenakan aterosklerosis pembuluh darah
koroner. Nekrosis miokard akut terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh trombus
yang terbentuk pada plak aterosklerosis yang tidak stabil. Ini semua juga sering mengikuti ruptur
plak pada arteri koroner dengan stenosis ringan. Penurunan aliran darah koroner dapat juga
disebabkan oleh syok dan hemoragik. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
miokard merupakan dasar dari terjadinya proses iskemik tersebut.11 Pada kondisi yang jarang,
STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner,
abnormalitas kongenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit inflamasi sistemik.2
11

Faktor risiko
1. Dapat Diubah (dimodifikasi)
Hiperkolesterolemia Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan
dinding pembuluh darah arteri, sehingga lumen dari pembuluh derah tersebut menyempit dan
proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan aliran
darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran derah pada pembuluh derah
koroner yang fungsinya memberi 02 ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya 02 akan
menyebabkan otot jantung menjadi lemah, sakit dada, serangan jantung bahkan kematian.
Rokok Efek rokok adalah menyebabkan beban miokard bertambah karena rangsangan oleh
katekolamin dan menurunnya konsumsi 02 akibat inhalasi CO. Katekolamin juga dapat
menambah reaksi trombosis dan juga menyebabkan kerusakan dinding arteri, sedangkan
glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi hipersensitif dinding arteri. Di samping itu
rokok dapat menurunkan kadar HDL kolesterol tetapi mekanismenya belum jelas. Makin
banyak jumlah rokok yang diisap, kadar HDL kolesterol makin menurun.
Hipertensi Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga
menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard).
Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. Serta tekanan darah yang tinggi dan
menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri
koronaria, sehingga memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner). Hal ini
menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan
pada penderita hipertensi dibandingkan orang normal.
Stress
Obesitas
Obesitas juga dapat meningkatkan kadar kolesterol total dan LDL kolesterol.
Kurang aktifitas
Diabetes Mellitus
Intoleransi terhadap glukosa sejak dulu telah diketahui sebagai predisposisi penyakit pembuluh darah.
Mekanismenya belum jelas, akan tetapi terjadi peningkatan tipe IV hiperlipidemi dan hipertrigliserid,
pembentukan platelet yang abnormal dan DM yang disertai obesitas dan hipertensi.
2 Tidak dapat diubah
Usia Meningkatnya usia akan menyebabkan meningkat pula penderita PJK pembuluh
darah mengalami perubahan progresif dan berlangsung lama dari lahir sampai mati. Tiap
arteri menghambat bentuk ketuanya sendiri. Arteri yang berubah paling dini mulai pada
12

usia 20 tahun adalah pembuluhcoroner. Arteri lain mulai bermodifikasi hanya setelah usia
40 tahun. terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya
umur. Juga diadapatkan hubungan antara umur dan kadar kolesterol yaitu kadar
kolesterol total akan meningkat dengan bertambahnya umur.
Jenis KelaminMerupakan kenyataan bahwa wanita lebih sedikit mengalami serangan
jantung di bandingkan pria. Rata-rata kematian akibat serangan jantung pada wanita
terjadi 10 ma dari pria. Secara umum faktor resiko lebih sedikit menyebabkan kelainan
jantung PJK .namun ketahanan wanita berubah setelah menopause. Hal ini diduga faktor
hormonal seperti estrigen melindungi wanita.
Ras
Herediter
Patogenesis12.13
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
ruptur, atau ulserasi dan juka kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptir yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner. Penelitian histologis menunjukan plak koroner cenderung mengalami ruptur jika
mempunyai fibrous cap yan tipis dan inti kaya lipid. Pada gambaran patologis klasik
terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga memberikan
respons terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epindefrin,
serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu aktivasi
trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Setelah
mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam
amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand (vWF) dan
fibrinogen, di mana keduanya adalah molekul multivalen yang dapat mengikat 2 platelet
yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel yang
rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protrombin menjadi trombin,
yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Areteri koroner yang terlibat
kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri agregat trombosit dan fibrin.
13

Iskemia
Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang
mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia yang
bersifat sementara akan menyababkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan
jaringan, dan menekan fungsi miokardium.
Berkurangnya kadar oksigen mendorong miokardium untuk mengubah
metobalisme aerob menjadi metobolisme anaerob. Metabolisme anaerob melalui jalur
glikolitik jauh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerob
melalui fosforilasi oksidatif dan siklus krebs. Pembentukan fosfat berenergi tinggi
menurun cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerob(asam laktat) akan tertimbun
sehingga menurunkan pH sel.
Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta asidosis dengan
cepat menggangu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang
terserang berkurang; serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya
berkurang. Selain itu, gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi
abnormal; bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali venrikel berkontraksi.
Berkurangnya daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung menyebabkan
perubahan hemodinamika. Perubahan hemodinamika bervariasi sesuai ukuran segmen
yang mengalami iskemia, dan derajat respons refleks kompensasi sistem saraf otonom.
Menurunya fungsi ventrikel kiri dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya
stroke volume (jumlah darah yang dikeluarkan setiap kali jantung berdenyut).
Berkurangnya pengosongan ventrikel saat sistolik akan memperbesar volume ventrikel.
Akibatnya tekanan jantung kiri akan meningkat; tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan
tekanan baji dalam kapiler paru-paru akan meningkat. Tekanan semakin meningkat oleh
perubahan daya kembang dinding jantung akibat iskemia. Dinding yang kurang lentur
semakin memperberat peningkatan tekanan pada volume ventrikel tertentu.
Pada iskemia, manifestasi hemodinamika yang sering terjadi adalah meningkatan
ringan tekanan darah dan denyut jantung sebelum timbul nyeri. Terlihat jelas bahwa pola
ini merupakan respons kompensasi simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium.
Dengan timbulnya nyeri, sering terjadi perangsangan lebih lanjut oleh katekolamin.
14

Penurunan tekanan darah merupakan tanda bahwa miokardium yang terserang iskemi
cukup luas atau merupakan suatu respons vagus.
Iskemia miokardium biasanya disertai oleh dia perubahan EKG akibat perubahan
elektrofisiologi sel, yaitu Inverted T dan depresi segmen ST. Suatu varian angina lainnya
disebabkan oleh spasme arteri koroner yang berkaitan dengan elveasi segmen ST.1,9.10.11
Serangan iskemia biasanya reda dalam beberapa menit apabila ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional,
hemodinamik, dan elektrokardiografik yang terjadi semuanya bersifat reversibel. Angina
pektoris adalah nyeri dada yang menyertai iskemia miokardium. Mekanisme pasti
bagaimana iskemia dapat menyababkan nyeri masih belum jelas. Sepertinya reseptor
saraf nyeri terangsang oleh metabolit yang tertimbun atau oleh suatu zat kimia antara
yang belum diketaui, atau oleh stress mekanik lokal akibat kelainan kontraksi
miokardium. Nyeri biasanya digambarkan sebagai suatu tekanan substernal, kadang-
kadang menyebar turun ke sisi medial lengan kiri. Tangan yang menggengam dan
diletakkan di atas sternum melukiskan pola angina klasik. Akan tetapi banyak pasien tak
pernah mengalami angina yang khasi; nyeri angina dapat menyerupai nyeri karena
gangguan pencernaan atau sakit gigi. Umumnya angina dipicu oleh aktivitas yang
meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium, seperti latihan fisik, dan hilang dalam
beberapa menit setelah istirahat atau pemberian nitrofliserin. Angina yang lebih jarang
yaitu angina Prinzmetal lebih sering terjadi pada waktu istirahat daripada waktu bekerja,
dan disebabkan oleh spasem setempat pada arteri epikardium. Mekanisme penyebab
masih belum jelas diketahui jelas. Penderita diabetes sering mengalami “iskemia
tersembunyi” dan “infark miokardium tersembunyi” akibat neuropati otonom
Infark
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel
ireversibel serta nekrosis atau kematian otot. Bagian miokardium yang mengalami infark
atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami
infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Ukuran infark
akhir bergantung pada nasib daerah iskemik tersebut. Bila pinggir daerah ini mengalami
nekrosis maka besar daerah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia
15

akan memperkecil daerah nekrosis. Perbaikan dearh iskemia dan pemulihan aliran darah
koroner dapat tercapat dengan pemberian obat trombolitik atau Primary Percutaneous
Transluminal Coronary Angioplasty. Apabila terjadi perbaikan daerah iskemia, maka
nekrosis daerah iskemik meningkatkan ukuran infark.
Infark miokardium biasanya menyerang ventrikel kiri. Infark transmural
mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan; sedangkan infark subendokardial
terbatas pada separuh bagian dalam miokardium. Infark digambarkan lebih lanjut sesuai
letaknya pada dinding ventrikel. Misalnya, infark miokardium anterior mengenai dinding
anterior ventrikel kiri. Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian inferior,
lateral, posterior, dan septum. Infark luas yang melibatkan bagian besar ventrikel
dinyatakn sesuai dengan lokasi infark yaitu, anteroseptal, anterolateral, inferolateral.
Infark dinding posterior ventrikel kanan juga ditemukan pada sekitar sepermpat kasus
infark dinding inferior ventrikel kiri. Pada keadaan ini harus dipikirkan adanya infark
biventrikular.
Jelas bahwa letak infark berkaitan dengan penyakit pada daerah tertentu dalam
sirkulasi koroner. Infark dinding anterior yang disebabkan oleh lesi pada ramus desendens
anterior arteri koronaria sinistra. Untuk menanggulangi komplikasi yang berkatian dengan
infark miokardium, maka penting sekali untuk mengetahui letak infark dan anatomi
koroner. Misalnya, infark dinding inferior biasanya disebabkan oleh lesi pada arteri
koronaria kanan, dan dapat disertai berbagai derajat blok jantung. Hal ini memang dapat
diramalkan sebelumnya, karena nodus AV mendapat suplai makanan dari pembuluh darah
yang juga menyuplai dinding inferior ventrikel kiri.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama
berlangsungnya proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak
memar dan sianotik akibat berkurangnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24
jam timbul edema pada sel-sel, respons peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-
enzim jantung dilepaskan dari sel-sel ini. Menjelang hari kedua atau ketiga mulai
terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan ikat fibrosa menggantikan otot yang
nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam, jaringan parut
sudah terbentuk dengan jelas.
16

Infark miokardim jelas akan menurunkan fungsi ventrikel karena otot yang nekrosis
kehilangan daya kontraksi sedangkan otot yang iskemia disekitarnya juga mengalami
gangguan daya kontraksi. Secara fungsonal infark miopkardium akan menyebabkan
perubahan-perubahan seeperti pada iskemia: 1. Daya kontraksi menurun. 2. Gerakan
dinding abnormal, 3. Oerbahan daya kembang dinding ventrikel, 4. Pengurangan stroke
volume, 5. Pengurangan fraksi ejeksi, 6. Peningkatan olume akhir sistolik dan akhir
diastolik ventrikel, dan 7. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
Gejala Klinis
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah sternum, bisa
menjalar ke dada kiri atau kanan, ke rahang, ke bahu kiri dan kanan dan pada lengan.
Penderita menggambarkan rasa nyeri seperti tertekan, terhimpit, diremas-remas atau
kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya dapat ringan, tapi rasa sakit
itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam (>30 menit).2
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas.
Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin. Volume dan
denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat.
Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama
beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal.2
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Gejala ini merupakan
petanda awal dalam pengelolaan pasien IMA.
Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:2
1. Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordial.
2. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk,
rasa diperas, dan diplintir.
3. Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,
punggung/interskapula, perut, dan juga ke lengan kanan.
4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
5. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
6. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas.
17

Pada pemeriksaan fisik, sebagian besar pasien cemas dan gelisah, seringkali ekstremitas
pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat
dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior memiliki manifestasi
hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipertensi) dan hampir setengah pasien infark
inferior menunjukkan hiperaktivitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).2
Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas
bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur
midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara karena disfungsi aparatus katup
mitral dan pericardial friction rub. Peningkatan suhu sampai 38 0C dapat dijumpai pada minggu
pertama pasca STEMI.2
Diagnosis Banding
Unstable Angina Pectoris (UAP)
Yang dimasukkan ke dalam angina tak stabil yaitu: (1) pasien dengan angina yang
masih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup berat dan frekuensi cukup sering, lebih
dari 3 kali per hari. (2) pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya
angina stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit dadanya,
sedangkan faktor presipitasi makin ringan. (3) pasien dengan serangan angina pada waktu
istirahat.2,12
Menurut pedoman America Heart Association (AHA) angina tak stabil dan infark
tanpa elevasi (NSTEMI = non ST elevation myocardial infarktion) ialah apakah iskemia
yang timbul cukup berat sehingga menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga
petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis angina tak stabil bila pasien
mempunyai keluhan sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun dengan ataupun tanpa
perubahan EKG untuk seperti adanya depresi segmen ST ataupun elavasi sebentar atau
adanya gelombang T yang negatif kenaikan enzim biasanya dalam waktu 12 jam tahap
awal serangan, angina tak stabil seringkali tak bias dibedakan dari NSTEMI.2
18

Ruptur plak aterosklerotik dianggap penyebab angina pektoris tak stabil, sehingga
tiba-tiba terjadi oklusi subtotal atau total dari pembuluh koroner yang sebelumnya
mempunyai penyempitan yang minimal. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi
dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus
menutup pembuluh darah 100% terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila
trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan
terjadi angina tak stabil.2,14
Tabel 1. Perbedaan antara UAP, NSTEMI dan STEMI2
Jenis Nyeri dada EKG Enzim Jantung
UAP Angina pada waktu
istirahat / aktivitas
ringan, crescendo
angina, bisa hilang
dengan nitrat.
Depresi segmen ST.
Inversi gelombang T.
Tidak ada gelombang Q.
Tidak meningkat.
NSTEMI Lebih berat dan lama
( >30 menit ), tidak
hilang dengan nitrat,
mungkin perlu opiat
Depresi segmen ST.
Inversi T dalam.
Meningkat minimal
2x dari nilai batas
atas normal.
STEMI Lebih berat dan lama
( > 30 menit ) tidak
hilang dengan nitrat,
mungkin perlu opiat.
Hiperakut T.
Elevasi segmen ST > 0,1 mV
pada 2 atau lebih sadapan
ekstremitas, >0,2 mV pada
prekordial.
Gelombang Q.
Inversi Gelombang T.
Meningkat minimal
2x dari nilai batas
atas normal.
19

Angina Prinzmetal
Angina Prinzmental ditandai dengan nyeri dada akibat iskemia miokard transien yang
terjadi tanpa peningkatan jelas beban kerja jantung dan pada kenyataan nyeri sering terjadi di
malam hari saat istirahat atau selama tidur REM (gerakan mata cepat) dan bisa memiliki siklus
pola kekambuhan. Pada angina Prinzmetal (varian), terjadi spasme pada satu atau lebih arteri
koroner yang menimbulkan iskemia jantung di bagian hilir dengan atau tanpa aterosklerosis.10
Kadang-kadang tempat spasme berkaitan dengan aterosklerosis. Pada lain waktu, arteri koroner
tidak tampak mengalami sklerosis.15
Angina Prinzmetal dapat terjadi akibat hiperaktivitas sistem saraf simpatis, peningkatan
curah kalsium di otot polos arteri atau gangguan produksi atau pelepasan prostaglandin atau
tromboksan (ketidakseimbangan antara vasodilator koroner dan vasokonstriktor). Ada
kemungkinan bahwa walaupun tidak jelas tampak lesi pada arteri, dapat terjadi kerusakan lapisan
endotel yang samar. Hal ini menyebabkan peptida vasoaktif memiliki akses langsung ke lapisan
otot polos dan menyebabkan kontraksi arteri koroner. Disritmia sering terjadi pada angina varian.
Angina Prinzmetal tidak mereda dengan istirahat tetapi biasanya menghilang dalam 5 menit. 15
Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST (NSTEMI)
Angina pektoris tak stabil (unstable angina = UA) dan infark miokard akut tanpa
elevasi ST (non ST elevation miocardial infarction = NSTEMI) diketahui merupakan suatu
kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada
prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika
pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa
peningkatan biomarker jantung. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri pda,
yang menjadi salah sata gejala yang paling sering didapatkan pada pasien yang datang ke
IGD.2
Non ST elevation myocardial infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh
penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang
diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena trombosis akut atau proses
20

vasokonstriksi koroner. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di
epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri
tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan
pada NSTEMI. Walaupun gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI
telah diketahui dengan baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop
atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang
lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.2
Gambaran elektrokardiogram (EKG), secara spesifik berupa deviasi segmen ST
merupakan hal penting yang menentukan risiko pada pasien. Pada Thrombolysis in
Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi segmen ST baru sebanyak 0,05 mV
merupakan prediktor outcome yang buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan risiko
outcome yang buruk meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST,
dan baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya memberikan
tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan NSTEMI.2
Perikarditis
Perikarditis adalah peradangan primer maupun sekunder perikard parietalis, viseralis atau
keduanya. Etiologi bervariasi luas dari virus, bakteri, tuberkulosis, jamur, uremia, neoplasia,
autoimun, trauma, infark jantung sampai ke idiopatik. Respons perikard terhadap peradangan
bervariasi dari akumulasi cairan atau darah (efusi perikard), deposisi fibrin, proliferasi jaringan
fibrosa, embentukan granuloma atau kalsifikasi. Itulah sebabnya manifestasi klinis perikarditis
sangat bervariasi dari yang tidak khas sampai yang khas.2
Nyerinya bersifat khas yaitu retrosternal dan prekordial kiri, menjalar ke belakang dari
tepi trapezius. Keluhan paling sering adalah sakit/nyeri dada yang tajam, retrosternal atau
sebelah kiri. Bertambah sakit bila bernapas, batuk atau menelan. Keluhan lainnya rasa sulit
bernapas karena nyeri pleuritik di atas atau karena efusi perikard. Pemeriksaan jasmani
didapatkan friction rub presistolik, sistolik atau diastolik. Bila efusi banyak atau cepat
terjadi,akan didapatkan tanda tamponad. Elektrokardiografi menunjukkan elevasi segmen ST.
Gelombang T umumnya ke atas, tetapi bila ada miokarditis akan ke bawah (inversi).2
21

Foto jantung normal atau membesar (bila ada efusi perikard). Foto paru dapat normal
atau menunjukkan patologi (misalnya bila penyebabnya tumor paru, TBC dan lain-lain).
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan: leukosit, ureum, kreatinin, enzim jantung,
mikrobiologis parasitologis, serologis, virologis, patologis dan imunologis untuk mencari
penyebab peradangan dari sediaan darah, ciran perikard dan atau jaringan biopsi perikard.2
Penatalaksaan
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat, menghilangkan nyeri dada,
penilaian dan implementasi strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, pemberian antitrombotik
dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana komplikasi IMA.2
Tatalaksana pra-rumah sakit
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu
komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian
di luar RS pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar
terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama.
Sehingga elemen utama tatalaksana pra-RS pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain :2
Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis.
Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi.
Transportasi pasien ke RS yang memiliki fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan
perawat yang terlatih.
Melakukan terapi reperfusi.
Tatalaksana di IGD
Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup
mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi
reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di RS dan menghindari
pemulangan cepat pasien dengan STEMI.2
Tatalaksana awal di ruang emergensi (10 menit pertama saat kedatangan)1
22

• Tirah baring (bedrest total).
• Oksigen 4L/menit (saturasi O2 dipertahankan >90%). Pada semua pasien STEMI tanpa
komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
• Aspirin 160 – 325 mg (dikunyah). Inhibisi cepat sikooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan
dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis
75-162 mg.
• Nitrat diberikan 5 mg SL (dapat diulang 3x) lalu drip bila masih nyeri.
• Clopidogrel 300mg peroral (jika sebelumnya belum pernah diberi).
• Morfin IV bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat. Morfin sangan efektif mengurangi nyeri
dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin
diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai
dosis total 20 mg.
• Tentukan pilihan revaskularisasi (memperbaiki aliran darah koroner) dan reperfusi
miokard harus harus dilakukan pada pasien STEMI akut dengan presentasi 12 jam.1
Terapi Medika Mentosa
Nitrat
Nitrat dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, dengan
efektivitas mengurangi preload adan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan
kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah oksigen suplai dengan vasodilatasi pembuluh koroner
dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut nitrogliserin atau isosorbid dinitrat
diberikan secara sublingual atau melalui infus intravena; yang ada di Indonesia terutama
isosorbid dinitrat, yang dapat diberikan secara intravena dengan dosis 1-4 mg per jam. Karena
adanya toleransi terhadap nitrat, dosis dapat dinaikkan dari waktu ke waktu. Bila keluhan sudah
terkendali infus dapat diganti isosorbid dinitrat per oral.2
Penyekat Beta/Beta Blocker
23

Penyekat beta dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui efek penurunan
denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Data-data menunjukkan penyekat beta dapat
memperbaiki morbiditas dan mortalitas pasien dengan infark miokard, meta analisis dari 4700
pasien dengan angina tak stabil menunjukkan penyekat beta dapat menurunkan risiko infark
sebesar 13 % (p<0,04).
Semua pasien dengan angina tak stabil harus diberi penyekat beta kecuali ada kontraindikasi.
Berbagai macam beta blocker seperti propanolol, metoprolol, atenolol, telah diteliti pada pasien
dengan angina tak stabil, yang menunjukkan efektivitas yang serupa.
Kontar indikasi pemberian penyekat beta antara lain pasien dengan asma bronkial, pasien dengan
bradiaritmia.2
Antagosis Kalsium
Antagosis kalsium dibagi dalam 2 golongan besar: golongan dihidropiridin seperti
nifedipin dan golongan non dihirdropiridin seperti diltiazem dan verapamil. Kedua golongan
dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan menunjukkan tekanan darah. Golongan
dihidropiridin mempunyai efek vasodilatasi lebih kuat dan penghambatan nodus sinus maupun
nodus AV lebih sedikit, dan efek inotropik negatif juga lebih kecil.
Meta analisis studi pada pasien dengan angina tak stabil yang mendapati antagonis
kalsium, menunjukkan tak ada pengurangan angka kematian dan infark. Pada pasien yang
sebelumnya tidak mendapat antagonis pemberian nifedipin menaikkan infark dan angina yang
rekuren sebesar 16%, sedangkan kombinasii nifedipin dan metoprolol dapat mengurangi
kematian dan infark sebesar 20%. Tapi kedua studi secara statistik tak bermakna. Kenaikan
mortalitas mungkin karena pemberian nifedipin menyebabkan takikardi dan kenaikan kebutuhan
oksigen. Verapamil dan diltiazem dapat memperbaiki survival dan mengurangi infark pada
pasien dengan sindrom koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang berkurang,
pengurangan afterload memberikan keuntungan pada golongan nondihidropiridin. Pada pasien
sindrom koroner akut (SKA) dengan faal jantung normal. Pemakaian antagonis kalsium biasanya
pada pasien yang ada kontraindikasi dengan antagonis atau telah diberi penyekat beta tapi
keluhan angina masih refrakter.2
24

ACE Inhibitor
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap mortalitas
bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Manfaat maksimal tampak pada
pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya
dan/atau ventrikel kiri menurun global), namun bukti menunjukkan manfaat jangka pendek
terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan hemodinamik stabil pada STEMI
pasien dengan tekanan darah sistolik >100 mmHg). Mekanisme yang melibatkan penurunan
remodeling ventrikel pasca infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat
inhibitor ACE menahun pasca infark.2
Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pasien STEMI. Pemberian inhibitor
ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien
dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau
terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensi. Penelitian klinis dalam
tatalaksana pasien gagal jantung termasuk dari penelitian klinis pada pasien STEMI
menunjukkan bahwa angiotensin receptor blockers (ARB) mungkin bermanfaat pada pasien
dengan fungsi ventrikel kiri menurun atau gagal jantung klinis yang tak toleran terhadap
inhibitor ACE.2
Non Medika Mentosa
Terapi Bedah
Terapi bedah merupakan terapi definitif dari STEMI. Prosedur invasif yang dapat
dilakukan, yaitu:2
Intra-aortic balloon counterpulsation (IABP) disediakan untuk pasien yang sulit mencapai terapi
obat secara maksimal & mereka yang menggunakan catheterisasi kardiak.
Percutaneous coronary intervention (PCI) atau coronary artery bypass graft (CABG) dapat
dibuat untuk menyembuhkan iskemia berlanjut atau berulang & untuk membantu mencegah
perkembangan manjadi MI atau kematian.
25

Indikasi & metode yang disukai adalah berada di luar posedur ini, biasanya berdasarkan atas
hasil dari suatu angiografi.2
Terapi Reperfusi Farmakologis2
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan disfungsi dan dilatasi
ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI menjadi pump failure atau takiaritmia
ventrikular yang maligna. Sasaran terapi hiperfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle
(atau medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30
menit atau door-to-balloon (atau medical contact-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam
90 menit. Obat fibrinolitik yang dapat diberikan untuk terapi reperfusi adalah streptokinase (SK),
Tissue plasminogen activator (tPA, alteplase), reteplase (retavase), Tenekteplase (TNKase).2
Indikasi untuk Revaskularisasi
Secara umum, pasien yang memiliki indikasi untuk dilakukan arteriography koroner dan
tindakan kateterisasi menunjukkan penyempitan arteri koroner adalah kandidat yang potensial
untuk dilakukan tindakan revaskularisasi miokard. Selain itu, tindakan revaskularisasi dilakukan
pada pasien, jika:2
Pengobatan tidak berhasil mengontrol keluhan pasien.
Hasil uji non-invasif menunjukkan adanya risiko miokard.
Dijumpai risiko tinggi untuk kejadian dan kematian.
Pasien lebih memilih tindakan intervensi dibanding dengan pengobatan biasa dan
sepenuhnya mengerti akan risiko dari pengobatan yang diberikan kepada mereka.2
Percutaneous Coronary Intervention (PCI)2
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan atau stenting tanpa didahului
fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam mengambalikan perfusi pada STEMI jika
dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari
fibrinolisis dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan dengan outcome klinis
jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik. Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih
dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pasien < 75 tahun), risiko perdarahan meningkat,
26

atau gejala sudah ada sekurang – kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan darah lebih matur dan
mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan
fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah
sakit.2
Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Coronary artery bypass grafting, atau operasi CABG, adalah teknik yang menggunakan
pembuluh darah dari bagian tubuh yang lain untuk memintas (melakukan bypass) arteri yang
menghalangi pemasokan darah ke jantung. Vena kaki atau arteri mamari (payudara) internal bisa
digunakan untuk operasi bypass. Operasi ini membantu memulihkan aliran darah yang normal ke
otot jantung yang tersumbat. Pada operasi bypass, pembuluh cangkok baru, yaitu arteri atau vena
sehat yang diambil dari kaki, lengan, atau dada pasien, kemudian diambil lewat pembedahan dan
dijahitkan ke sekeliling bagian yang tersumbat. Pembuluh cangkok ini memasok darah
beroksigen ke bagian jantung yang membutuhkannya, sehingga "mem-bypass" arteri yang
tersumbat dan memulihkan aliran darah ke otot jantung.2
Komplikasi STEMI
Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran dan
ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling
ventricular dan umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi.
Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark; slippage serat otot, disrupsi sel miokardial
normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan
segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona infark.
Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark,
dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan
hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk
Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan
27

vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal
jantung, inhibitor ACE harus diberikan.2
Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit
pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal
pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang
tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada
pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru.2
Edema Paru Akut
Pada miokard infark, seringkali terjadi bendungan sirkulasi vena. Pada pasien dengan
miokard infark atau gagal jantung kiri, hal ini menyebabkan bendungan pasif sirkulasi paru.
Seiring dengan semakin parahnya gagal ventrikel kiri, tekanan hidrostatik pada pembuluh paru
meningkat sehingga terjadi kebocoran cairan dan kadang-kadang eritrosit ke dalam jaringan
intersitium dan rongga udara paru untuk menyebabkan edema paru. Kongesti sirkulasi paru juga
meningkatkan resistensi vaskular paru dan karenannya peningkatan beban kerja bagi sisi kanan
jantung. Peningkatan beban ini apabila menetap dan parah, akhirnya menyebabkan sisi kanan
jantung akan mengalami kegagalan.2
Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik merupakan ekspresi klinik yang paling berat dari kegagalan ventrikel
kiri dan dihubungkan dengan besarnya kerusakan struktur pada ventrikel kiri yang lebih dari
80% pada pasien STEMI. Biasanya syok kardiogenik dikarenakan oleh ruptru musculus
papilaris. Syok kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang
diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang jelas dari
parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai dengan penurunan
tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih
dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju
28

nadi lebih dari 60 kali per menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang
jelas antara sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.2
Infark Ventrikel Kanan
Sekitar sepertiga pasien dengan ifnark inferoposterior menunjukan sekurang-kurangnya
nekrosis ventrikel kanan derajat ringan. Jarang pasien dengan infark terbatas primer pada
ventrikel kanan. Infark ventrikel kanan secara klnis menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan
yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
Elevasi segmen ST pada sadapan EKG sisi kanan terutama sadapan V4R, sering dijumpai dalam
24 jam pertama pasien dengan infark ventrikel kanan. Terapi terdiri dari ekspansi volume untuk
mempertahankan preload ventrikel kanan yang adekuat dan upaya untuk neningkatkan tampilan
dengan reduksi pulmonary capillary wedge (PCW) dan tekanan arteri pulmonalis.2
Ekstrasistol Ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel spontan yang tidak sering dapat terjadi pada hampir
semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah
aktivitas ektopik ventrikel dan harus diberikan rutin kecuali terdapat kontraindikasi. Hipokalemia
dan hipomagnesimia meruapakan faktor risiko fibrilasi ventrikel pada pasien STEMI,
konsentrasi kalium serum diupayakan mencapai 4,5 mmol/liter dan magnesium 2,0 mm/liter.2
Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan fibrilasi ventrikular dapat terjadi tanpa
tanda bahaya aritmia sebelumnya. 2
Fibrilasi Atrium
Fibrilasi atrium dan debar atrium adalah pola pelepasan elektrik yang sangat cepat yang
membuat atrium berkontraksi sangat cepat sekali, sehingga menyebabkan ventrium berkontraksi
lebih cepat dan kurang efeisien daripada yang normal. Irama abnormal ini dapat terjadi secara
sporadis atau menetap. Selama fibrilasi atau berdebar, kontraksi atrium begitu cepat sehingga
dinding atrium hanya bergetar, sehingga darah tidak dipompa secra efektif ke ventrium. Pada
fibrilasi, irama atrium tidak beraturan sehingga irama ventrium juga tidak beraturan, dalam 29

debar, irama atrium dan ventrium biasanya teratur. Untuk kedua hal di atas, detak ventrium lebih
lambat daripada atrium karena nodus atrioventrikular dan simpul His tidak dapat mengatur
impuls elektrik seperti kecepatan rata-rata dan hanya beberapa detik hingga empat detik impuls
berlangsung. Sedangkan detak ventrium terlalu cepat untuk terisi secara penuh. Sehingga jumlah
darah yang dipompa keluar ke jantung tidak memadai, tekanan darah jatuh dan gagal jantung
bisa terjadi. 2
Asistol Ventrikel
Resusitasi segera mencakup kompresi dada, atropin, vasopresin, epinefrin, dan pacu
jantung sementara harus diberikan pada asistol ventrikel. 2
Pencegahan
1. Melakukan aktivitas fisik dan olahraga yang teratur. Dilakukan minimal 30 menit dalam
sehari agar mempunyai efek terhadap sistem jantung & pembuluh darah. Olahraga dapat
mengurangi risiko sebanyak 45%, pengurangan berat badan sebanyak 55%.
2. Berhenti merokok.
3. Menghindari stress.
4. Pengontrolan tekanan darah dengan gaya hidup, diet dapat menurunkan risiko secara
bermakna.
5. Diet: mengurangi lemak dan kolesterol. Hindari makanan yang banyak mengandung
kolesterol, pilihlah daging putih (ikan, ayam tanpa kulit) dan hindari daging merah (sapi,
kambing dan lain-lain). Banyak makan makanan yang mengandung serat, sehingga
membantu dalam mengganggu penyerapan lemak. Jangan terlalu banyak kalori sehingga
berlebih, hal ini menjaga dari kelebihan berat badan/obesitas. Jadi pada intinya makan harus
seimbang gizi dan kalori.8
Prognosis
Terdapat beberapa sistem untuk menentukan prognosis pasca IMA :2
Klasifikasi Killip, berdasarkan pemeriksaan fisik bedside sederhana ; S3 gallop, kongesti
paru dan syok kardiogenik
30

Klasifikasi Forrester, berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung dan
pulmonary capillary wedge pressure (PCWP).
TIMI risk score, adalah sistem prognostik paling akhir yang menggabungkan anamnesis
sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang mendapat terapi
trombolitik.2
Gambar 2. Klasifikasi prognosis IMA2
Secara keseluruhan, pasien yang dirawat dengan operasi coronary bypass memiliki
kelangsungan hidup 5-10 tahun dengan presentase 92% dan 81%. Kurang dari 1% pasien
mengulang revaskularisasi dalam waktu 4 tahun atau lebih. Dalam meta analisis, random studi
membandingkan terapi pengobatan dan operasi, operasi memberikan 39% dan 17% penurunan
dari kematian yang kumulatif dalam waktu 5-10 tahun.2
Kesimpulan
Sindrom Koroner Akut (SKA) yang biasa dikenal dengan penyakit jantung
koroner adalah suatu kegawatdaruratan pembuluh darah koroner akibat fase akut dari iskemia
miokardyang disertai dengan berbagai derajat obstruksi pada perfusi miokard Berdasarkan
perbedaan gejala dan tandanya, sindroma koroner akut diangi menjadi STEMI, NSTEMI, dan
UAP. Faktor-faktor resiko infark miokard antara lain penyakit jantung koroner, hipertensi,
31

dislipidemia, diabetes, dan gaya hidup seperti stres, obesitas, merokok, dan kurangnya aktivitas
fisik.
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiogram,
pemeriksaan laboratorium. Terapi definitif adaalha terapi bedah. Adapun obat-obat yang
digunakan untuk terapi farmakologis yaitu golongan antitrombotik, morfin, penyekat beta,
inhibitor ACE. Untuk terapi non farmakologis dapat berupa modifikasi gaya hidup.
Daftar Pustaka
1. Dharma S. Pedoman praktis sistematika interpretasi EKG. Jakarta: Erlangga;2009.h.72.
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata MK, et al. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5. Jilid II. Jakarta: Interna Publishing;2009.h.1725-54.
3. Gleadle, Jonathan.At a Glance Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:Erlangga; 2003.
h.112-3.
4. Sutanti YS. Buku panduan keterampilan medik. Jilid 5. Jakarta: FK Ukrida;2011.h.7-16.
5. Bickley, Lynn. Bates buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC;2009. h.220-1; 238-9; 266-9; 272-3; 279-80; 285-7; 297.
6. Thaler MS. Satu-satu buku EKG yang anda butuhkan. alih bahasa: Samik wahab. Edisi:
ke-5. Jakarta:EGC,2009.h.17-60,210-38
7. Kee, Joyce LeFever. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6.
Jakarta : EGC ; 2008. h. 129-30; 310-1; 148-51
8. PB PAPDI. Panduan pelayanan medik. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI;
2006.h.1729-64.
9. H Gray, Keith D, Morgan. Lecture notes kardiologi. Edisi ke-4. Jakarta:
Erlanga;2005.h.107-50.
10. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi: pemeriksaan dan manajemen. Edisi ke-2.
Jakarta: EGC;2007. h.35-6.
11. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC;2005.h.578-87.
12. Robbins, Cotran. Buku ajar patologi Vvolume 2. Edisi 7. Jakarta : EGC ; 2007. h.369-78
32

13. Silbernagl,Stefan. Teks & atlas berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC; 2007. h. 218-23 ;
236-9
14. Isselbacher, et all. Harrison Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-3. Volume 3.
Jakarta: EGC;2008.h.1201-44.
15. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi corwin. Edisi ke-3. Jakarta: EGC;2009.h.492-8.
33