Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

28
LAPORAN DISKUSI TUTORIAL BLOK 1 BUDAYA ILMIAH SKENARIO 2 PENEGAKAN DIAGNOSIS BERDASARKAN PRINSIP EVIDENCE BASED MEDICINE Disusun Oleh : Kelompok 8 Aulia Muhammad Fikri (G 0011045) Azzam Sakif D (G 0011049) Hermawan Andhika K (G 0011107) Lina Kristanti (G 0011127) Martha Oktavia Dewi (G 0011133) Mega Aini Rahma (G 0011135) Melinda Didi Y (G 0011137) Mira Rizki Ramadhan (G 0011139) Nadya Kemala Amira (G 0011145) Reyhana M. B (G 0011167) Sausan Hana Maharani (G 0011193)

Transcript of Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

Page 1: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

LAPORAN DISKUSI TUTORIALBLOK 1 BUDAYA ILMIAH

SKENARIO 2

PENEGAKAN DIAGNOSIS BERDASARKANPRINSIP EVIDENCE BASED MEDICINE

Disusun Oleh :

Kelompok 8

Aulia Muhammad Fikri (G 0011045)

Azzam Sakif D (G 0011049)

Hermawan Andhika K (G 0011107)

Lina Kristanti (G 0011127)

Martha Oktavia Dewi (G 0011133)

Mega Aini Rahma (G 0011135)

Melinda Didi Y (G 0011137)

Mira Rizki Ramadhan (G 0011139)

Nadya Kemala Amira (G 0011145)

Reyhana M. B (G 0011167)

Sausan Hana Maharani (G 0011193)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET2011

Page 2: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

I. PENDAHULUAN

Saat ini ilmu kedokteran berkembang sangat pesat. Hal ini menuntut para

pekerja medis untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat,

sehingga kualitas kesehatan masyarakat membaik. Dalam menegakkan diagnosis,

seorang dokter harus menggunakan prosedur yang tepat serta menerapkan prinsip

Evidence Based Medicine (Kedokteran berbasis bukti).

Evidence Based Medicine adalah integrasi hasl-hasil penelitian terbaru dengan

subjek pasien dan kejadian klinik dalam membuat keputusan klinik. EBM

merupakan integrasi dari bukti-bukti riset terbaik (best research evidence),

ketrampilan klinis, dan nilai-nilai yang ada pada diri pasien (patient value).

Kasus dalam skenario 2 ini ada seorang wanita umur 45 tahun datang ke

Pusekesmas Rawat Inap dengan keluhan sesak napas. Riwayat penyakit sekarang

adalah tiga hari sebelum datang ke Puskesmas, penderita merasakan demam, kepala

pusing, batuk-batuk disertai dahak, badan terasa sakit semua dan 2 hari yang lalu

mulai merasakan sesak napas. Penderita tidak pernah merasa sakit seperti ini

sebelumnya. Penderita bekerja di peternakan ayam, dimana banyak ternak mati

mendadak. Pasien lalu dibawa ke Puskesmas dimana dokter A sedang bertugas.

Dokter A melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Karena sarana penunjang di

Puskesmas tidak lengkap, maka dokter A merujuk pasien untuk melakukan

pemeriksaan penunjang di laboratorium rumah sakit.

Pasien merasa keberatan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium ataupun

dirujuk ke Rumah Sakit, maka pasien datang ke praktek swasta dokter B. dokter B

melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan langsung menentukan sendiri

diagnosis dan obatnya.

Dalam kasus ini EBM diterapkan dalam menegakkan diagnosis yang sering

disebut Evidence Based Diagnosis (EBD), dimana setiap penegakan diagnosis

harus selalu didasarkan pada pertimbangan ilmiah yang tidak hanya menyangkut

jenis terapi yang akan digunakan setelah penegakkan diagnosis, tetapi juga faktor-

faktor yang memungkinkan adanya suatu pendekatan diagnosis. Sehingga akhirnya

dapat memberikan hasil yang optimal. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah

keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,riwayat penyakit dahulu, riwayat

Page 3: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

penyakit keluarga, riwayat psikososial, dan informasi umum mengenai situasi

tempat tinggal pasien. Dengan demikian, pengambilan keputusan diagnosis menjadi

bagian penting dari keseluruhan proses yang bertujuan untuk menyembuhkan

penyakit, mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala penyakit, hingga

memperbaiki kualitas hidup pasien.

I. DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA

A. DISKUSI

Skenario kedua ini membahas tentang penegakan diagnosis berdasarkan

prinsip-prinsip Evidence Based Medicine. Dalam kasus ini ada dua orang

dokter yang melakukan langkah yang berbeda dalam menegakkan

diagnosis. Dokter pertama atau dokter A menegakkan diagnosis dengan

tahapan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yaitu

pemeriksaan laboratorium. Sedangkan dokter B menegakkan diagnosis

dengan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Kami menerapkan

prinsip seven jumps untuk dapat mengidentifikasi masalah ini. Hasilnya

adalah sebagai berikut :

Langkah 1: Klarifikasi istilah

Anamnesis : pengambilan data yang dilakukan

oleh seorang dokter dengan cara melakukan wawancara kepada

pasien dan keluarga pasien.

Pemeriksaan fisik : Merupakan pemeriksaan yang

umumnya dimulai dengan pemeriksaan vital sign, diikuti oleh

pemeriksaan anggota gerak dan organ utama(inspeksi, palpasi,

perkusi, auskultasi). Pemeriksaan fisik ini akan menghasilkan

diagnosis fisikal.

Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan yang dilakukan,

apabila setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik belum bisa

mendiagnosis penyakit tersebut secara valid. Tujuan pemeriksaan

penunjang adalah untuk menunjang anamnesis dan pemeriksaan

Page 4: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

fisik. Contoh-contoh pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan

laboratorium dan penyinaran (USG).

Riwayat penyakit sekarang : gejala-gejala tidak normal yang

dialami pasien mulai ketika dirasakannya keluhan sampai dengan

pasien memeriksakan diri ke dokter.

Evidence Based Diagnosis : integras hasil-hasil penelitian

terbaru dengan subjek pasien dan kejadian klinik dalam membuat

keputusan klinik

Diagnosis : kesimpulan dari anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboraturium : salah satu contoh pemeriksaan

penunjang yang dilakukan di laboratorium

Keluhan pasien : hal yang dirasakan sebelum

pasien memeriksakan diri ke dokter

Langkah 2 : Merumuskan permasalahan

1. Apa definisi EBM dan apa saja prinsip-prinsip EBM diagnosis?

2. Apa langkah-langkah EBM?

3. Dari kasus di atas terjadi perbedaan keputusan, tindakan dari dokter

manakah yang benar?

4. Mengapa EBM perlu diterapkan pada masyarakat?

5. Apakah pemeriksaan penunjang itu perlu dilakukan?

6. Apa saja manfaat EBM?

7. Bagaimana hubungan antara keluhan pasien dan riwayat penyakit di

lingkungan?

8. Bagaimana pelaksanaan pemeriksaan penunjang untuk masyarakat

yang tidak mampu?

9. Dari kasus dalam skenario di atas apakah keputusan dari masing-

masing dokter memiliki risiko?

10. Apa manfaat dari sensitifitas dan spesifisitas?

Page 5: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

Langkah 3 : Analisis Masalah

1. EBM (Evidence Based Medicine) adalah proses secara sistematik melakukan

penelaahan, penilaian, dan menggunakan temuan-temuan/hasil penelitian

kesehatan/kedokteran mutakhir untuk membantu pengambilan keputusan dalam

pelayanan kepada pasien. Dalam praktek EBM, memadukan antara kemampuan

dan pengalaman di bidang kesehatan/kedokteran, dengan penemuan bukti-bukti

ilmiah terbaru yang dapat dipercaya. Hal tersebut digunakan dalam

pengambilan keputusan klinik dalam penanganan pasien. Tujuan EBM adalah

membantu para klinisi dan praktisi dalam pengambilan keputusan klinik, dengan

berdasarkan pada bukti-bukti yang terpercaya dan dapat

dipertanggungjawabkan.

Prinsip-prinsip EBM:

- Bukti klinis: bukti riset yang baik, riset yang dipublikasiakan/ jurnal-jurnal,

- Ketrampilan klinis: mendiagnosis dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik

- Nilai-nilai dan ekspetasi pasien: kepedulian dan harapan terhadap pasien

karena EBM berorientasi pada pasien (patient oriented).

2. Langkah- langkah EBM :

o Menyusun dan memformulasikan pertanyaan ilmiah yang berhubungan

dengan masalah (ask)

o Penelusuran informasi dan bukti-bukti ilmiah yang berkaitan dengan

masalah (acquire)

o Penelaahan terhadap bukti-bukti yang ada (appraise)

o Menerapkan hasil penelaahan ke dalam praktik pengambilan keputusan

klinis (apply)

o Melakukan evaluasi terhadap efektivitas dan interferensi (audit)

3. Dari kasus pada skenario kali ini dokter A dan dokter B sama-sama benar dalam

menangani pasien. Hanya saja penanganannya berbeda. Dokter A menerapkan

Page 6: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

prinsip EBM, sedangkan dokter B hanya berdasarkan pada informasi yang

diterima dari pasien. Dalam hal ini pengalaman dan skills juga ikut berpengaruh.

4. Tujuan dari EBM sendiri adalah membantu para klinisi dan praktisi dalam

pengambilan keputusan klinik, dengan berdasarkan pada bukti-bukti yang

terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan. Tentunya dengan penerapan

prinsip-prinsip EBM kualitas pelayanan medis pada masyarakat akan semakin

membaik. Sehingga kualitas kesehatan masyarakat juga pasti meningkat.

5. Pemeriksaan penunjang merupakan suatu pemeriksaan yang dilakukan ketika

seorang klinisi masih ragu akan diagnosis penyakit. Pemeriksaan penunjang ini

dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis setelah dilakukan anamnesis

dan pemeriksaan fisik. Jadi pemeriksaan sangat diperlukan ketika diagnosis

belum kuat.

6. Manfaat dari EBM diantaranya untuk menghindari hal yang tidak diinginkan

(bertambah buruknya keadaan pasien), mendapatkan efek yang sudah

diperhitungkan, melaksanaakan penanganan yang tepat, menghindari adanya

spekulasi serta menghindari trial and error.

7. Lingkungan sangat mempengaruhi keadaan pasien. Seperti pada kasus di atas,

dengan lingkungan yang seperti itu ada kemungkinan diagnosis yang berbeda.

Karena lingkungan bisa saja menjadi sumber dari penyakit atau mungkin

menjadi tempat penyebaran/penularan suatu penyakit.

8. Ketika seorang dokter memerlukan suatu pemeriksaan penunjang untuk

memperkuat diagnosis, tentunya dokter juga telah memberikan keputusan yang

terbaik kepada pasien. Misalnya dengan merujuk pasien ke rumah sakit yang

telah difasilitasi oleh pemerintah untuk melayani pelayanan kesehatan bagi

warga kurang mampu.

9. Pada dokter A, apabila dilakukan pemeriksaan penunjang dan ternyata hasilnya

sama dengan diagnosis sebelumnya tentu pemeriksaan penunjang yang

Page 7: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

dilakukan dirasa buang-buang waktu, dan tenaga. Bahkan bisa saja malah

memperparah kondisi pasien karena terlalu lamanya penanganan.

Sedangkan pada dokter B yang langsung memberikan terapi kepada pasien hal

ini tentunya sangat berisiko ketika diagnosisnya salah. Risiko bertambah

parahnya penyakit atau bahkan kematian juga semakin besar.

10. Sensitivitas, spesifitas, likelihood ratio, dan predictive value

Keempat komponen di atas digunakan untuk mengukur akurasi dari sebuah tes

diagnostik. Akurasi ini akan berhubungan dengan penentuan bukti klinis terbaik

yang akan diterapkan pada pasien.

Langkah 4 : inventarisasi masalah

1. Pemeriksaan pada pasien sangat tergantung pada kondisi pasien.

2. Pemeriksaan penunjang diterapkan jika dokter masih kurang yakin akan

diagnosisnya. Dalam hal ini skills, science dan experience sangat berpengaruh

dalam penegakkan diagnosis. Selain itu dokter juga harus mampu

meyakinkan pasien untuk melakukan pemeriksaan penunjang ketika hal itu

sangat diperlukan.

Page 8: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

KERANGKA BERPIKIR

Langkah 5: LO

1. Perumusan masalah ketika seorang dokter berhadapan pada pasien ketika

praktek.

2. Menganalisa hasil-hasil statistik EBM dalam rangka menentukan pemeriksaan

penunjang.

3. Langkah-langkah dalam menentukan diagnosis

4. Mengkritisi suatu sumber yang ada relevansinya dengan pasien

5. Pengambilan keputusan klinis berdasarkan EBM dan informasi

Anamnesis Pem. Fisik Pem. Penunjang Artikel Ilmiah Jurnal Ilmiah Teks book

MASALAH KLINIS

THERAPY

DIAGNOSIS

CRITICALS APPRAISAL

5. Evaluasi Hasil Penerapan

4. Penerapan Hasil Penelaahan

3. Penelaahan Bukti-bukti Ilmiah

2. Penelusuran Informasi/Bukti-bukti Ilmiah

1. Perumusan Pertanyaan

Page 9: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

Langkah 6: mencari referensi jurnal ilmiah untuk menjawab LO

Langkah 7 : Menjawab LO

1. Rumusan masalah ketika berhadapan dengan pasien meliputi :

a. Mengidentifikasi data (introduction) pasien

Data yang dimaksudkan berupa nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan,

dan status perkawinan

b. Melakukan anamnesis (biasanya berupa keluhan utama yang dirasakan)

dan meminta keterangan mengenai riwayat pasien, yang meliputi:

i. Keterandalan

Keterandalan adalah kemampuan pasien mendeskripsikan apa yang

dirasakan berdasarkan daya ingat, tingkat kepercayaan, dan emosi

pasien. Keterandalan mencerminkan mutu informasi yang didaptakan

dari pasien.

ii. Keluhan utama

Keluhan utama biasanya mencakup satu atau lebih gejala yang

menyebabkan pasien pergi ke dokter

iii. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sekarang meliputi:

a. Penjelasan mengenai keluhan utama

b. Pikiran dan perasaan pasien mengenai penyakitnya

c. Tinjauan sistem tubuh yang dilakukan oleh dokter

d. Penggunaan obat, alergi, kebiasaan merokok dan minum minuman

beralkohol

iv. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit dahulu biasanya mencakup :

a. Daftar penyakit yang dialami pada masa kanak-kanak

b. Daftar penyakit saat dewasa, yang mencakup pembedaan obstetric,

ginekolohi, psikiatri, dan empat kategori medis

c. Praktik pemeliharaan kesehatan seperti imunisasi, tes skrining, dan

masalah gaya hidup

Page 10: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

v. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga dapat mencakup catatan mengenai ada tidaknya

penyakit spesifik dalam keluarga.

vi. Riwayar personal dan sosial

vii. Tinjauan sistem tubuh

2.

Gambar : Perhitungan sensitivitas , specifisitas, dan predictive

value

1. Sensitivitas

Sensitivitas didefinisikan sebagai kemampuan dari suatu tes diagnostik

untuk mengidentifikasi mereka yang benar-benar sakit. Sensitivitas

adalah perbandingan yang dirumuskan sebagai berikut:

Sensistivitas : A/ (A+C)

2. Spesifisitas

Spesifisitas adalah kemampuan dari tes diagnostic untuk

mengidnetifikasi mereka yang benar-benar tidak sakit. Perhitungan

spesifitas dirumuskan sebagai berikut

Spesifisitas : D / (B+D)

Page 11: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

3. Predictive value

Predictive value menentukan seberapa berguna tes diagnostik tersebut

dalam aplikasi klinisnya. Ada dua jenis predictive value yaitu positive

predictive value dan negative predictive value. Keduanya dirumuskan

sebagai berikut:

Postive Predictive Value : A / (A+B)

Negative Predictive Value: D/ (C+D)

4. Likelihood ratio

Jika Likelihood Ratio bernilai lebih besar dari satu menunjukkan bahwa

hasil tes terkait dengan penyakit tersebut, sedangkan jika Likelihood

Ratio bernilai kurang dari satu menunjukkan bahwa hasil etrsebut terkait

dengan tidak adanya penyakit.

Ada 2 jenis Likelihood Ratio, yaitu:

Likelihood Ratio + : Sensitivitas / (1-Spesifisitas)

Likelihood Ratio - : (1-Sensistivitas)/ Spesificitas

Postive Likelihood Ratio menunjukkan adanya kemungkinan penyakit

bila tes diagnosisnya positif, sedangkan Negative Likelihood Ratio

menunjukkan kemungkinan penykait bila tes diagnosisnya negatif.

3. Alur diagnosis :

a. Examination

Seorang dokter memeriksa pasien dengan mencari informasi

mengenai riwayat penyakit pasien, melakukan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan apabila diperlukan melakukan

pemeriksaan penunjang.

b. Evaluation

Seorang dokter memberikan keputusan klinis terhadap

pemeriksaan yang telah dilakukan.

c. Diagnosis

Page 12: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

Seorang dokter mendefinisikan kelompok, sindroma atau

katagori yang dapat membantu dalam prognosis dan terapi.

d. Prognosis (Including plan of care)

Dokter menentukan level optimal dari perubahan yang akan

dicapai melalui intervensi dan jumlah waktu yang

dibutuhkan untuk mencapai level tersebut. Rencana

perawatan yang diambil akan menentukan intervensi yang

digunakan beserta frekuensi dan waktunya.

e. Intervention

Pemeriksaan ulang oleh dokter untuk menentukan metode

atau tehnik yang akan digunakan untuk merubah kondisi

pasien.

f. Outcomes

Hasil dari dampak terapi berupa kelebihan, kekurangan,

maupun kecacatan.

4. Mengkritisi suatu sumber yang ada relevansinya dengan pasien :a. Asking an answerable question

Dokter menanyakan riwayat penyakit pasien dan menggali

informasi mengenai pasien. Selain itu dokter kemudian

menyusun suatu pertanyaan yang bisa dijawab sendiri oleh

dirinya mengenai diagnosa sementara mengenai penyakit

pasien.

b. Selecting an evidence resources

Memilih sumber referensi bukti penelitian ilmiah yang sudah

diuji kebenarannya.

c. Executing the search strategy

Dokter memilih strategi yang tepat dalam penelusuran

pustaka ilmiah, sehingga dapat efisien waktu dan

energi.

d. Examining the evidence summary

Page 13: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

Memeriksa validitas suatu pustaka ilmiah dengan

mengetahui “Level of Evidence”

e. Application of the evidence

Mengaplikasikan apa yang didapat dari penelusuran pustaka

ilmiah terhadap pasien.

5. Pengambilan keputusan klinis berdasarkan EBM dan informasi

Pada skenario ini ,masalah yang dihadapi adalah bagaimana menggunakan

prinsip-prinsip EBM dalam menegakkan diagnosis. Ada perbedaan cara yang

dilakukan oleh dua orang dokter untuk menangani masalah pasien. Dokter A

merujuk pasien untuk melakukan pemeriksaan penunjang, sedangkan Dokter B

langsung menentukan obatnya. Dalam konteks ini, pemeriksaan penunjang

diperlukan untuk akurasi diagnosis. Jadi, dokter yang telah menerapkan prinsip-

prinsip EBM adalah Dokter A yang meninjau secara sistematik,

mengapresiasikan, dan memakai hasil penelitian untuk membantu mendapatkan

terapi klinik yang paling optimal untuk pasien sesuai dengan pengertian EBM

itu sendiri. Langkah-langkah : pengumpulan data (anamnesis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan penunjang); pengolahan data; pengembangan daftar masalah.

Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang dalam

mendukung anamnesis dan pemeriksaan fisik.

B. STUDI PUSTAKA

A. Evidence-Based Medicine

Evidence Based Medicine (EBM) adalah suatu proses

sistematis dalam pencarian, penilaian, dan penggunaan temuan

penelitian kotemporer sebagai dasar dalam membuat

keputusan klinis. Sederhananya, EBM adalah penggunaan

secara bijaksana bukti terbaru dan terbaik dalam pembuatan

keputusan perawatan seorang pasien. (Kathmandu University

Medical Journal, 2006)

Page 14: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

EBM merupakan integrasi dari 3 unsur, yaitu bukti klinis

(research evidence), keterampilan klinis (clinical expertise),

serta Patient Values. Bukti klinis (research evidence) adalah

bukti yang berdasarkan hasil riset klinis yang berorientasi

kepada pasien. Keterampilan klinis (clinical expertise) adalah

kemampuan kita untuk mengaplikasikan kemampuan klinis dan

pengalaman kita. Patients values adalah pilihan, kepedulian,

dan harapan dari setiap pasien. (Sackett, et al, 2001)

Menurut Sackett et al dalam Selvaraji et al (2010), pelaksanaan EBM

memiliki langkah-langkah sebagai berikut:

a. Langkah 1 : Menentukan pertanyaan klinis (PICO)

1) Patient

2) Intervention

3) Comparison

4) Outcome

b. Langkah 2 : Mencari bukti klinis yang dapat menjawab pertanyaan

klinis tersebut

c. Langkah 3 : Menelaah dan menilai apakah bukti tersebut valid dan

penting

Kriteria penilaian bukti klinis yang valid dapat ditentukan

berdasarkan:

1) Apakah dilakukan suatu pembanding yang independen dan blind

dengan standar referensi diagnosis ?

2) Apakah tes diagnosis ini dievaluasi pada spektrum pasien yang

tepat (seperti pada pasien yang biasanya kita ukur dengan tes

tersebut ?

3) Apakah standar referensi diaplikasikan terlepas dari hasil tes

diagnosis ?

4) Apakah tes (atau kelompok tes) divalidasi dalam kelompok

pasien yang kedua yang independen ?

d. Langkah 4 : Menerapakan bukti klinis terbaik tadi kepada pasien

Page 15: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

e. Langkah 5: Menilai dan mengevaluasi langkah 1 -4

B. Evidence-Based Diagnostics

Diagnosis adalah penentuan suatu sifat penyakit dan mencakup kemampuan

dalam membedakan penyakit yang satu dengan yang lain. (Kamus Kedokteran

Dorland edisi 31). Sedangkan yang dimakasud dengan clinical diagnosis adalah

suatu proses dalam menemukan dan menentukan karakteristik suatu penyakit

berdasarkan tanda-tanda, gejala, dan pemeriksaan laboratorium. (Kiran Reddy)

Diagnosis suatu penyakit harus didasarkan pada

gejala,tanda, pemeriksaan fisik dan beberapa pemeriksaan

penunjang. Informasi tentang karakteristik dan penggunaan

prosedur dan test diagnostik pada pemeriksaan penunjang

dapat membantu klinisi menentukan diagnosis yang tepat. Test

diagnostik membantu seorang klinisi untuk memperkirakan

suatu penyakit.

Tes diagnostik yang tepat berdasarkan pada:

a. Informasi tentang karakteristik tes diagnostik.

b. Penggunaan prosedur tes diagnostik.

c. Jenis tes diagnostik.

(Sugiarto, dr., Sp. PD, 2011)

Berdasarkan pendapat Kiran Redy, ada beberapa langkah dalam

melakukan diagnosis, yaitu:

a. Mengidentifikasi data (introduction) pasien

Data yang dimaksudkan berupa nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan,

dan status perkawinan

b. Melakukan anamnesis (biasanya berupa keluhan utama yang

dirasakan) dan meminta keterangan mengenai riwayat pasien, yang

meliputi:

1) Riwayat penyakit dahulu

2) Riwayat penyakit sekarang

3) Riwayat pemakaian obat

Page 16: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

4) Riwayat penyakit keluarga

5) Riwayat sosial

c. Melakukan pemeriksaan fisik

Seorang klinisi akan mengawali pemeriksaan fisik dengan

pemeriksaan fisik umum yang dilakukan menggunakan langkah

berikut:

1) Inspeksi : Mengamati pasien dari atas sampai bawah untuk

melihat tanda-tanda klinis

2) Palpasi : Meraba bagian tubuh pasien

3) Perkusi : Menemukan tanda keabnormalan pada pasien dengan

mendengarkan resonansi pada tubuh pasien (menggunakan jari

tengah)

4) Auskultasi : Menemukan suara-suara abnormal dari tubuh pasien

dengan menggunakan stetoskop

Setelah melakukan pemeriksaan fisik umum, klinisi akan melakukan

langkah pemeriksaan sistemaik yang meliputi pemeriksaan rambut,

kulit, THT, CNS,CVS, GI, dan lain-lain.

d. Menganalisa data pasien

e. Melakukan differential diagnosis dan provisional diagnosis

f. Melakukan pemeriksaan lebih lanjut (pemeriksaan penunjang),

meliputi pemeriksaan laboratorium

Langkah ini dilaksanakan apabila benar-benar diperlukan. Tes

penunjang ini dapat memperkuat diagnosis klinisi dan menentukan

terapi apa yang bisa diterapkan untuk pasien.

g. Menegakkan diagnosis kepada pasien

Page 17: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

C. SIMPULAN

a. Untuk memilih sumber informasi yang akan dipilih dalam mengobati

pasien, kita harus melihat validitas dari sumber tersebut

b. Langkah-langkah dalam mendiagnosis pasien yaitu pemeriksaan fisik,

evaluasi, diagnosis, prognosis, intervensi dan hasil.

c. Dalam memberikan terapi kepada pasien, digunakan metode Evidence

Based Medicine yang berbeda-beda kepada setiap pasien dan tergantung

pada kondisi pasien

d. Dokter A dan dokter B sama-sama benar dalam menangani pasien, tetapi

masing-masing menggunakan metode yang berbeda. Dokter A

berdasarkan Evidence Based Medicine sedangkan dokter hanya berdasar

pada informasi dari pasien.

D. SARAN

a. Dokter A sudah benar dalam menangani pasien, karena sudah

berdasarkan metode Evidence Based Medicine. Akan tetapi, dokter A

kurang terampil dalam berkomunikasi dengan pasiennya. Sehingga

pasien tidak menuruti anjuran dokter A. Seharusnya dokter A bisa

meyakinkan pasien untuk periksa ke laboratorium Rumah Sakit.

b. Dokter B juga sudah benardalam menangani pasien. Akan tetapi dia

memberikan terapi berdasarkan informasi pasien, anamnesis,

pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan penunjang. Hal ini dapat berbahaya

jika ternyata pasien memiliki gejala penyakit lain/alergi obat. Sebaiknya

sebelum memberikan terapi, dokter B melakukan pemeriksaan lebih

lanjut untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

c. Hendaknya seorang dokter menerapkan prinsip Evidence Based Medicine

(EBM) dalam menegakkan diagnosis sehingga dapat menentukan terapi

klinik yang paling optimal untuk pasien. Selain itu perlu adanya fasilitas

dan sarana klinik yang memadai dalam menerapkan Evidence Based

Medicine (EBM).

Page 18: Laporan Diskusi Tutorial Skenario 2

DAFTAR PUSTAKA

Belsey, Jonathan. 2009. What is evidence-based medicine?http://www.medicine.ox.ac.uk/bandolier/painres/download/whatis/ebm.pdf [diakses pada 20 September 2011]

Bickley, Lynn S. 2009. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Edisi 8. Jakarta: Jakarta EGC

Campbell, Earl W. 1990. The Physical Examination. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK361/pdf/ch4.pdf [diakses pada 20 September 2011]

Dorlan, W.A Newman. 2010. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 31. Jakarta: EGC

Israni, Ruben K. 2007. Guide to Biostatistic. http://www.medpagetoday.com/Medpage-Guide-to-Biostatistics.pdf [diakses pada 20 September 2011]

Mangunnegoro, Hadiarto. 2009. Pedoman Diagnosis dan PenatalaksanaanInfluenza A Baru (H1N1). www.depkes.go.id/ h1n1 [diakses pada 20 September 2011]

McQuay, Henry. 2001. Evidence-based medicine: What is the evidence that it has made a difference? http://pmj.sagepub.com/content/25/5/394.abstract [diakses pada 20 September 2011]

Selvaraj, Sanchaya. 2010. Evidence-based medicine - a new approach to teach medicine: a basic review for beginners. http://biolmedonline.com/Articles/vol2_1_1-5.pdf [diakses pada 20 September 2011]

Wijaya Rahmadi. 2007. Penggunaan Sistem Pakar dalam Pengembangan portal Informasi untuk Spesifikasi Jenis Penyakit Infeksi. http://majour.maranatha.edu/index.php/jurnal-informatika/article/.../pdf [diakses pada 20 September 2011]

Zakowski, Laura. 2004. Evidence-based medicine: Answering Questions of Diagnosis. http://www .ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1069073/ [diakses pada 20 September 2011]