LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

78
1 Laporan Kasus STEMI Inferior onset 4 hari KILLIP I TIMI RISK 2/14 PEMBIMBING : Prof.Dr. Sutomo Kasiman Sp.PD;Sp.JP(K) PENYAJI : Gautham Suppiah 100100424 Selvambigai Mariappen 100100204 Thinagari Tambusamy 100100101

Transcript of LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

Page 1: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

1

Laporan Kasus

STEMI Inferior onset 4 hari KILLIP I TIMI RISK 2/14

PEMBIMBING : Prof.Dr. Sutomo Kasiman Sp.PD;Sp.JP(K)

PENYAJI : Gautham Suppiah 100100424

Selvambigai Mariappen 100100204

Thinagari Tambusamy 100100101

DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

201

Page 2: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan

berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini

dengan judul “STEMI Inferior onset 4 hari KILLIP I TIMI RISK 2/14 ”

Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen

Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen

pembimbing, dr. Sutomo Sp.JP yang telah meluangkan waktunya dan memberikan

banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis dapat

menyelesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari

kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan

saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan laporan kasus

selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis

mengucapkan terima kasih.

Medan, 20 Januari 2015,

Penulis

DAFTAR ISI

Page 3: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

3

Kata Pengantar...............................................................................................1

Daftar Isi..........................................................................................................2

BAB 1 Pendahuluan.......................................................................................3

1.1 Latar Belakang..................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................3

1.3 Tujuan Penulisan...............................................................................4

1.4 Manfaat Penulisan.............................................................................4

BAB 2 Pembahasan........................................................................................5

2.1 Definisi.............................................................................................5

2.2 Etilogi...............................................................................................6

2.3 Faktor Resiko...................................................................................6

2.4 Patogenesis Plak Aterosklerosis.......................................................10

2.5 Patofisiologi.....................................................................................12

2.6 Manifestasi Klinis............................................................................13

2.7 Diagnosa...........................................................................................14

2.8 Penatalaksanaan...............................................................................16

2.9 Prognosis..........................................................................................21

BAB 3 Laporan Kasus....................................................................................22

BAB 4 Penutup................................................................................................43

4.1 Kesimpulan......................................................................................43

Daftar Pustaka................................................................................................44

BAB 1

Page 4: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

4

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian paling umum di

dunia. Penyakit ini menyumbang hampir 40% kematian di negara maju dan 28%

di negara berkembang.1 Persentase mortalitas yang disebabkan penyakit

kardiovaskular di Amerika Serikat menunjukkan penyakit koroner memiliki

persentase mortalitas terbesar yaitu 53%, dibandingkan dengan penyakit stroke

sebesar 17%, dan gagal jantung dah hipertensi sebesar 6%.

Infark Miokard Akut (IMA) adalah salah satu diagnosa yang sering ditemui

pada pasien rawat inap di negara-negara industri. Di Amerika Serikat, sekitar

650.000 pasien muncul dengan kasus IMA baru dan 450.000 pasien mengalami

IMA berulang setiap tahunnya. Tingkat kematian yang disebabkan oleh kasus

IMA adalah sebesar 30%, dimana lebih dari setengah kematian tersebut terjadi

sebelum pasien mendapatkan penanganan di rumah sakit.2

Pembuluh darah koroner merupakan pembuluh darah yang mengantarkan

oksigen dan nutrisi untuk otot jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Infark

miokard, yang umumnya dikenal sebagai serangan jantung, merupakan nekrosis

ireversibel dari otot jantung yang terjadi akibat iskemik yang berkepanjangan.

Selanjutnya terjadi ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan jaringan,

hal ini diakibatkan ruptur plak dan pembentukan trombus yang menyebabkan

berkurangnya suplai darah ke otot jantung.

Di negara berkembang seperti Indonesia, kasus infark miokard akut semakin

banyak. Kematian yang disebabkan infark miokardium sering dialami di Negara

maju, keadaan yang sama juga dialami di Indonesia khususnya diperkotaan

dimana pola penyakit infark miokardium sudah sama dengan negara-negara maju.

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian pertama dengan

angka mortalitas 26,4%, dan menjadi penyebab kematian utama pada pria usia

Page 5: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

5

menengah sampai tua. Pada tahun 2011, sekitar 478.000 pasien di Indonesia

didiagnosa dengan penyakit jantung koroner. Saat ini, terjadi peningkatan

prevalensi kejadian STEMI dari 25% ke 40% dari presentasi infark miokard.3

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana temuan klinis dan penatalaksanaan STEMI pada pasien di Ruang

Rawat Inap RSUP H. Adam Malik Medan?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus

STEMI.

2. Untuk mengetahui gambaran klinis, perjalanan penyakit, penatalaksanaan, dan

tindakan rehabilitasi pada pasien yang menderita penyakit STEMI.

1.4 Manfaat Penulisan

Beberapa manfaat yang didapatdari penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk mengetahui gejala klinis, perjalanan penyakit, penatalaksanaan, dan

rehabilitasi penderita STEMI.

2. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis mengenai STEMI.

3. Untuk menambah informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai

STEMI.

Page 6: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Pembuluh Koroner

Otot jantung diperdarahi oleh 2 pembuluh koroner utama, yaitu arteri koroner

kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini keluar dari aorta. Arteri koroner kiri

kemudian bercabang menjadi arteri desendens anterior kiri dan arteri sirkumfleks kiri.

Arteri desendens anterior kiri berjalan pada sulkus interventrikuler hingga ke apeks

jantung. Arteri sirkumfleks kiri berjalan pada sulkus arterio-ventrikuler dan

mengelilingi permukaan posterior jantung. Arteri koroner kanan berjalan di dalam

sulkus atrio-ventrikuler ke kanan bawah.1 Anatomi pembuluh darah jantung dapat

dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Pembuluh korone

Page 7: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

7

2.2 Sindroma Koroner Akut

2.2.1 Definisi

Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang

digunakan untuk menggambarkan suatu spektrum keadaan atau kumpulan proses

penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), atau

infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/

NSTEMI), atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevationmyocardial

infarction/STEMI).1

Infark miokard akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokard yang

disebabkan berkurangnya pasokan darah ke jaringan otot jantung akibat sumbatan

akut pada arteri koroner.Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak

ateroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya trombosis,

vasokonstriksi, reaksi inflamasi dan mikroembolisasi distal.2

Menurut EHJ, definisi infark miokardium adalah terdeteksinya peningkatan

atau penurunan nilai biomarker jantung (troponin) dengan setidaknya satu nilai

berada diatas persentil 99 dari batas atas referensi dan setidaknya salah terdapat salah

satu dari kriteria seperti tanda-tanda iskemia, perubahan segmen ST-T yang baru atau

dianggap baru atau Left Bundle Branch Block yang baru, terdapatnya gelombang Q

patologis pada gambaran EKG, adanya bukti pencitraan yang membuktikan matinya

jaringan miokardium ataupun abnormalitas gerakan dinding jantung, maupun

identifikasi adanya trombus intrakoroner dari angiografi maupun autopsi.3

Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST pada gambaran EKG (STEMI)

merupakan bagian dari spektrum sindroma koroner akut yang terdiri dari angina

pektoris tak stabil, dengan elevasi segmen ST pada EKG. STEMI umumnya terjadi

jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak

aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.3

Page 8: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

8

2.2.2 Etiologi

STEMI umumnya disebabkan penurunan atau berhentinya aliran darah secara

tiba-tiba karena oklusi trombus pada arteri koroner yang sudah mengalami

arterosklerosis.Pada kebanyakan kasus, proses akut dimulai dengan ruptur atau fisur

dari plak arterosklerosis, dimana trombus mural timbul pada tempat ruptur dan

menyebabkan okulsi arteri koroner. Secara histologis, plak koroner yang lebih mudah

ruptur adalah yang intinya kaya dengan lemak dan yang mempunyai fibrous cap yang

tipis. Pada kasus yang jarang, STEMI dapat disebabkan okulsi arteri koroner yang

disebabkan oleh emboli koroner, kelainan kongenital, spasme koroner, dan penyakit

inflamasi sistemik.2

Kerusakan miokard yang disebabkan oklusi arteri koroner bergantung pada

beberapa faktor. Antaranya adalah bagian yang disuplai oleh pembuluh darah yang

rusak, apakah oklusinya total atau parsial, durasi oklusi koroner, kuantitas darah yang

disuplai oleh pembuluh darah koroner ke jaringan yang terganggu, kebutuhan oksigen

oleh miokard,dan apakah perfusi miokard pada daerah infark adekuat setelah pulih.

Faktor persipitasi untuk STEMI adalah latihan fisik yang kuat, stress emosional,

penyakit medis atau bedah dan penyalahgunaan kokain atau pun narkoba lain seperti

amfetamin.2

2.2.3 Faktor Resiko

Faktor risiko seseorang untuk menderita SKA ditentukan melalui interaksi

dua atau lebih faktor risiko antara lain: faktor yang tidak dapat dikendalikan

(nonmodifiable factors) dan faktor yang dapat dikendalikan (modifiable factors).3

Faktor risiko biologis yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu:

Page 9: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

9

A. Usia

Risiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat dengan bertambahnya umur,

diatas 45 tahun pada pria dan diatas 55 tahun pada wanita. Dengan riwayat keluarga

yang memiliki penyakit jantung juga merupakan faktor resiko, termasuk penyakit

jantung pada ayah dan saudara pria yang didiagnosa sebelum umur 55 tahun, dan

pada ibu atau saudara perempuan yang didiagnosa sebelum umur 65 tahun.

Pasien usia lanjut lebih sering dari pada usia muda mengalami perubahan

abnormalitas anatomi dan fisiologi kardiovaskular, termasuk respon simpatis beta

yang terbatas, peningkatan afterload jantung karena penurunan compliance arteri dan

hipertensi arterial, hipotensi ortostatik, hipertropi jantung, dan disfungsi ventrikular

terutama disfungsi diastolik.

B. Jenis kelamin

Laki-laki memiliki resiko lebih tinggi dari pada perempuan. Walaupun setelah

menopause, tingkat kematian perempuan akibat penyakit jantung meningkat, tapi

tetap tidak sebanyak tingkat kematian laki-laki akibat penyakit jantung.

C. Riwayat keluarga

Anak-anak dengan orang tua yang memiliki riwayat penyakit jantung, lebih

berisiko untuk terkena penyakit jantung itu sendiri.Afrika Amerika memiliki tekanan

darah yang lebih tinggi daripada Kaukasian, dan memiiki resiko lebih tinggi pada

penyakit jantung. Resiko tinggi juga terdapat pada orang Mexican Amerika,

American India, native Hawaiians dan Asian Amerika. Hal ini juga berhubungan

dengan tingginya angka orang yang obesitas dan diabetes.4

D. Ras/Suku

Page 10: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

10

Insidensi kematian pada penyakit jantung koroner pada orang Asia yang tinggal di

inggris lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk lokal, sedangkan angka yang

rendah terdapat pada RAS apro-karibia.4

E. Geografi

Tingkat kematian akibat penyakit jantung koroner lebih tinggi di Irlandia Utara,

Skotlandia,dan bagian inggris utara dan dapat merefleksikan perbedaan diet,

kemurnian air, merokok, struktur sosio-ekonomi, dan kehidupan urban.

F. Kelas sosial

Tingkat kematian akibat penyakit jantung koroner tiga kali lebih tinggi pada

pekerja kasar laki-laki terlatih dibandingkan dengan kelompok pekerja pofesi (misal

dokter, pengacara dll).Selain itu frekuensi istri pekerja kasar ternyata dua kali lebih

besar untuk mengalami kematian dini akibat penyakit jantung koroner dibandingkan

istri pekerja profesional/non-manual.

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi:

A. Merokok

Peran rokok dalam penyakit jantung koroner antara lain: menimbulkan

aterosklerosis; peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi; peningkatan tekanan

darah; pemicu aritmia jantung, meninkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan

penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih

dalam sehari bisa meningkatkan risiko 2-3 kali dibandingkan yang tidak merokok.

B. Konsumsi alkohol

Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alkohol dosis rendah hingga

moderat, dimana ia bisa meningkatkan tromolisis endogen, mengurangi adhesi

platelet, dan meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya masih

Page 11: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

11

kontroversial tidak semua literatur mendukung konsep ini, bahkan peningkatan dosis

alkohol dikaitkan dengan peningkatan mortalitas kardiovaskular karena aritmia,

hipertensi sistemik dan kardiomiopati dilatasi.4

C. Hipertensi

Hipertensi menyebabkan meningkatnya afterload yang secara tidak langsung

akan meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi

ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya afterload yang padaakhirnya

meningkatkan kebutuhan oksigen jantung.4

D. Dislipidemia

Kolesterol merupakan prasyarat terjadi penyakit koroner pada jantung. Kolesterol

akan berakumulasi di lapisan intima dan media pembuluh arteri koroner. Jika hal

tersebut terus berlangsung, akan membentuk plak sehingga pembuluh arteri koroner

yang mengalami inflamasi atau terjadi penumpukan lemak akan mengalami

aterosklerosis.5

E. Obesitas

Beberapa perubahan metabolisme lemak sering kali dijumpai pada individu obes.

Perubahan-perubahan ini berkaitan erat dengan jumlah lemak viseral dibandingkan

dengan total lemak tubuh. Pada umumnya, obesitas cenderung meningkatkan kadar

kolesterol total dan trigliserida dan menurunkan kadar HDL. Meskipun kolesterol

LDL tetap meningkat sedikit atau normal, partikel small dense LDL yang aterogenik

cenderung meningkat, terutama pada pasien dengan resistensi insulin yang berkaitan

dengan adipositas viseral. Perubahan-perubahan ini meningkatkan risiko terjadinya

aterosklerosis.

F. Kurang olahraga

Page 12: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

12

Aktivitas aerobik yang teratur akan menurunkan risiko terkena penyakit jantung

koroner, yaitu sebesar 20-40 %.

G. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus sudah dikenal sebagai faktor resiko utama penyakit

kardiovaskular.Data dari penelitian klinis menunjukkan sebagian besar pasien DM

meninggal karena penyakit kardiovaskular dan lebih dari tiga perempat pasien DM

yang meninggal penyebabnya dikaitkan dengan aterosklerosis, sebagian besar kasus

(75%) karena PJK.

Diabetes mellitus tipe 2 meningkatkan risiko PJK, 2 sampai 4 kali pada populasi

secara keseluruhan.Pasien DM tanpa riwayat PJK mempunyai risiko infark miokard

yang sama seperti pasien PJK yang bukan DM. National Cholesterol Education

Program memasukkan DM sebagai coronary risk equivalent pada pedoman

tatalaksana lipid. Risiko PJK tersebut bahkan lebih tinggi pada wanita.Pasien DM

wanita mempunyai laju kematian 5-8 kali lebih tinggi daripada wanita non-diabetes.5

2.2.4 Patogenesis plak aterosklerosis

Pada keadaan normal, aliran laminar membolehkan sel endotel

mengekspresikan NO (nitric oxide) yaitu vasodilator endogen yang berperan dalam

menghambat agregasi platelet dan sebagai anti-inflamasi. NO juga berperan dalam

menekan produksi antioxidant enzyme superoxide dismutase, yang memproteksi dari

reactive oxygen species yang diproduksi karena iritan kimia atau iskemia transien.

Apabila terdapat stress fisikal dan lingkungan kimia “toksik” seperti merokok,

dislipidemia dan diabetes, hal ini akan mengganggu aliran arterial yang menyebabkan

disfungsi endotel. Dimana sel endotel akan meningkatkan produksi reactive oxygen

species yang mempengaruhi fungsi metabolik dan sintesis dari sel endotel, sehingga

sel tersebut berperan dalam proses proinflamasi. Ini menyebabkan (1) rusaknya

person endotel sebagai permeability barrier, (2) melepaskan sitokin inflamasi, (3)

Page 13: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

13

meningkatkan produksi molekul adhesi yang merekrut leukosit, (4) mengganggu

pelepasan substansi vasoaktif (prostasiklin, NO), dan (5) mengganggu antitrombus.1

Disfungsi endothelium menyebabkan endotel lebih permeabel sehingga low

density lipoprotein (LDL) dapat masuk ke intima. Di dalam tunika intima, LDL ini

berakumulasi di ruang subendotelial dengan berikatan dengan matiks ekstraselular

yaitu proteoglikan. LDL tersebut akan dioksidasi oleh reactive oxygen species (ROS)

danpro enzyme yang dihasilkan oleh makrofag dan sel otot pembuluh darah sehingga

membentuk mLDL (modified LDL). mLDL ini akan merangsang rekrutmen dari

leukositt ke ruang sub intima (terutama monosit dan limfosit T) melalui dua cara

yaitu (1) ekspresi LAM (leukocyte adhesion molecule) pada permukaan endotel non

adhesi (2) sinyal kemoatraktan (MCP-1, IL-8).6

Masuknya monosit ke dalam ruang sub intima, monosit berdiferensiasi

menjadi makrofag dan memfagosit mLDL melalui reseptor scavenger (pada

makrofag) dan membentuk sel busa (foam cell). Sel busa menghasilkan beberapa

faktor yang dapat merekrut sel otot. Sebagai contoh sel busa menghasilkan platelet

derived growth factor (PDGF) yang menyebabkan terjadinya migrasi sel otot dari

internal elastis lamina ke ruang sub intima, tempat dimana sel otot bereplikasi. Sel

busa juga melepaskan sitokin (IL-1, TNF-α), dan faktor pertumbuhan (fibroblast

growth factor, TGF-β) yang akan menstimulasi sel otot berproliferasi dan

menghasilkan protein matriks ekstraseluler (kolagen dan elastin) dan lebih lanjut

mencetuskan pelepasan sitokin yang mendorong dan mempertahankan inflamasi pada

lesi. Adanya sel otot yang menghasilkan kolagen akan membentuk fibrous cap.

Pembentukan fibrous capdan deposisi matriks ekstraseluer ini sebenarnya merupakan

proses sintesis dan degradasi yang saling bergantian yaitu dimana (1) sintesis yaitu

sel otot merangsang kolagen melalui TGF-β dan PDGF, dan (2) degradasi yaitu

lymphocyte-T derived cytokine IFN-γ menghambat sintesis kolagen dan lebih lanjut

sitokin akan merangsang sel busa untuk menghasilkan MMP (matrix

metalloproteinase) yang akan melemahkan fibrous cap sehingga mudah ruptur.

Page 14: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

14

Proses sintesis dan degradasi ini terus berlanjut tanpa menyebabkan gejala. Kematian

dari sel otot dan sel busa baik karena stimulasi inflamasi yang berlebihan maupun

karena apoptosis menyebabkan lemak dan debris seluler membentuk lipid core.

Ukuran dari lipid core memiliki peranan biomekanikal untuk stabilnya plak. Selain

itu, deposisi dan distribusi fibrous cap merupakan hal yang penting dalam intergritas

plak, jika fibrous cap tebal maka plak tersebut akan jarang ruptur yang sering kita

sebut plak stabil, tetapi apabila fibrous cap tipis ia akan cenderung ruptur dari plak.6

2.2.5 Patofisiologi

Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang

kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai

dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak

ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan

lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.Faktor-

faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi,

reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial.

Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat

disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif

seperti nitric oxide. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi

vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan

pertumbuhan sel.7

Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian

leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag

berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag

yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor

pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke

dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak

menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari

Page 15: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

15

lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar

menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa

atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.7

Menurut American Heart Association, tipe plak diklasifikasikan dengan tampilan

klinis dan histologi.

a. Tipe I (lesi awal)

Terdiri dari makrofag dan sel busa, berlaku pada dekade pertama dan

asimptomatik

b. Tipe II (fatty streak)

Terdiri dari akumulasi lipid, berlaku pada dekade pertama, dan asimptomatik

c. Tipe III (lesi intermediate)

Sedikit berbeda dari tipe II. Terdiri dari kumpulan lipid ekstraseluler, berlaku

pada dekade tiga dan asimptomatik

d. Tipe IV (atheroma)

Intinya terdiri dari lipid ekstraseluler dan berlaku pada dekade ketiga. Pada

awalnya asimptomatik dan menjadi simptomatik.

e. Tipe V (fibroatheroma)

Berinti lipid dan terdapat lapisan fibrosis, atau beinti lipid multiple dan

lapisan fibrosis atau terdiri dari kalsifikasi terutama atau fibrosis.Terdapat

pertumbuhan otot polos dan kolagen. Biasanya berlaku pada dekade keempat

dan bisa simptomatik atau asimptomatik

Page 16: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

16

f. Tipe VI (complicate lesion)

Adanya defek permukaan,hematoma-hemorrhage, dan trombus. Biasanya

berlaku pada dekade keempat dan bisa simptomatik atau asimptomatik.6

2.2.6 DIAGNOSA

a. Anamnesa

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu ditelaah secara cermat

apakah nyeri dada yang timbul tipikal berasal dari arteri koroner atau bukan. Riwayat

nyeri dada sebelumnya juga perlu ditanyakan, selain faktor-faktor risiko PJK

(Penyakit Jantung Koroner) yang dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes

melitus, dislipidemia, merokok, obesitas, stres serta aktivitas fisik. Selain itu riwayat

keluarga sakit jantung koroner perlu ditanyakan.

Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI,

seperti aktivitas fisik berat, stres emosional atau penyakit medis atau tindakan

pembedahan. Walaupun STEMI bisa terjadi hampir sepanjang hari atau malam,

variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur.

Sifat nyeri dada/angina tipikal antara lain:

Lokasi nyeri: substernal, retrosternal, dan prekordial.

Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,

seperti ditusuk, rasa diperas,dan dipelintir.

Penjalaran: biasanya lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi,

punggung/interscapular, perut, dan dapat juga ke lengan kanan.

Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat, atau dengan obat golongan nitrat.

Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas

dan lemas.

Page 17: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

17

b. Pemeriksaan Fisik

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali

dijumpai ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada subternal

>30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat

pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia

dan/atau hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan

hiperaktifitas parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).

Tanda fisik lainnya pada disfungsi ventrikel adalah S4 dan S3 gallop,

penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung

kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat

sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub.

Peningkatan suhu sampai 380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.

c. Elektrokardiogram (EKG)

Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan EKG yaitu adanya elevasi ST ≥

2mm, minimal pada 2 sadapan prekondrial yang berdampingan atau ≥ 1mm pada 2

sadapan ekstremitas. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua

pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus

dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Pemeriksaan EKG di IGD menjadi landasan dalam menentukan keputusan terapi

karena bukti kuat dalam menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat

mengidentifikasikan pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi. Jika

pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik

Page 18: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

18

dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau

pemantauan EKG 12 sadapan secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi

potensi perkembangan elevasi ST. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal

elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang

akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. Apabila obstruksi yang terjadi

tidak total, bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak akan

ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina pektoris

tak stabil atau non STEMI.

Lokasi Lokasi Elevasi

Segmen ST

Perubahan

Resiprokal

Arteri Koroner

Anterior V3,V4 V7,V8,V9 Arteri koroner

kiri,cabang

LAD/Diagona

l

Anteroseptal V1,V2,V3 V7,V8,V9 Arteri koroner

kiri,cabang LAD

diagonal cabang

LAD septal

Anteroekstensif I,aVL,V2-V6 I,III,aVF Arteri koroner

kiri,proksimal

Page 19: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

19

LAD

Anterolateral I,aVL,V3,V4,V5,V6 II,III,aVF,V7,V8,V9 Arteri koroner kiri

Cabang LAD-diagonal

dan cabang sirkumfleks

Inferior II,III,aVF I,aVL,V2,V3 Arteri koroner kanan

cabang decendens

posterior dan cabang

arteri koroner kiri

sirkumfleks

Lateral I,aVL,V5,V6 II,III,aVF Arteri koroner kiri

Cabang LAD- diagonal

dan cabang sirkumfleks

Septum V1,V2 V7,V8,V9 Arteri koroner kiri

cabang LAD-septal

Posterior V7,V8,V9 V1,V2,V3 Arteri koroner kanan/

sirkumfleks

Ventrikel kanan V3R-V4R I,Avl Arteri koroner kanan

proksimal

d.Labotarium

Petanda (biomarker) kerusakan jantung. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah

creatinine kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau cTn I dan

dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien

STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan

diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi

reperfusi diberikan sesegera mungkin dan tidak tergantung pemeriksaan biomarker.

Page 20: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

20

Peningkatan enzim dua kali di atas nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis

jantung (infark miokard).

CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai

puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,

miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB

cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. enzim ini meningkat setelah 2 jam bila

infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat

dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari

Pemeriksaan lainnya: mioglobin, creatinine kinase (CK) dan lactic

dehidrogenase (LDH)

Reaksi nonspesifik terhadap lesi miokard adalah leukositosis PMN yang dapat

terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari.

Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/uL.10

d. Angiografi Koroner (Coronary angiography)

Angiografi koroner merupakan pemeriksaan khusus dengan sinar x pada

jantung dan pembuluh darah yang sering dilakukan selama serangan untuk

menentukan letak sumbatan pada arteri koroner. Jika ditemukan sumbatan, tindakan

lain yang dinamakan angioplasty, dapat dilakukan untuk memulihkan aliran darah

Page 21: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

21

pada arteri tersebut. Terkadang akan ditempatkan stent (pipa kecil yang berpori)

dalam arteri.

2.2.1. Penatalaksanaan

Tatalaksana Pra Rumah Sakit

Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi

umum yaitu : komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure).

Sebagian besar kematian di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya

fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian besar terjadi pada jam pertama.

Elemen utama tatalaksana pra rumah sakit pada pasien yang dicurigai STEMI

antara lain:

Penanganan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis

Segera memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan

resusitasi

Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ ICU

serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih.

Melakukan terapi reperfusi

Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien biasanya bukan

selama transportasi ke rumah sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri dada

sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa ditanggulangi

dengan cara edukasi kepada masyarakat.

a. Tatalaksana Umum

Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri

<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen

selama 6 jam pertama.10

Nitrogliserin

Page 22: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

22

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan

dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri

dada, nitrogliserin juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan

menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara

dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika

nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan nitrogliserin intravena. Nitrogliserin

intravena juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.

Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan

dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4

mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit dengan dosis total 20 mg.

Mengurangi dan menghilangkan nyeri dada sangat penting karena nyeri dikaitkan

dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokontriksi dan meningkatkan

beban jantung.8

Aspirin

Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan

efektif pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase

trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan

absorpsi aspirin bukal dengan dosis 160-325 mg diruang emergensi. Selanjutnya

aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.

Penyekat Beta

Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,

selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5

mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60

menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg. Lima belas menit setelah dosis IV

Page 23: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

23

terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam

selama 48 jam, dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam. 10

ACE Inhibitor

ACE Inhibitor harus segera diberikan jika tekanan darah stabil dan tetap di atas

100 mmHg. Keuntungan ACE Inhibitor terutama terlihat pada pasien dengan

gagal jantung, infark miokard, disfungsi ventrikel kiri. ACE Inhibitor seperti

captopril 6,25 mg diberikan 3 dosis, target 25-50 mg.

Antagonis Kalsium

Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan antagonis kalsium secara

rutin. Namun golongan obat ini dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada

penderita dengan nyeri dada iskemik yang berlanjut walaupun telah mendapatkan

nitrat dan penyekat beta.

Antitrombotik

Heparin dapat diberikan dalam bentuk unfractionated heparin atau low molecular

weight heparin. Unfractionated heparin diberika 5000 unit bolus dilanjutkan

dengan 1000 unit/jam. Dosis heparin kemudian diteruskan sesuai pemeriksaan

aPTT (target aPTT 1,5-2 x nilai normal).

Antagonis Reseptor Glykoprotein IIb/IIIa

Golongan obat ini sedang diuji pada uji klinik sebagai terapi adjuvant

trombolitik. Penggunaannya pada primary PTCA terbukti memperbaiki angka

harapan hidup

Kontraindikasi fibrinolitik:

Kontraindikasi absolut: Kontraindikasi relatif:

Riwayat perdarahan intrakranial Riwayat hipertensi kronik dan berat yang

Page 24: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

24

apapun. tidak terkontrol.

Lesi struktural cerebrovaskular. Riwayat stroke iskemik > 3 bulan, demensia,

atau kelainan intrakranial selain yang

disebutkan pada kontraindikasi absolut.

Tumor intrakranial (primer ataupun

metastasis).

Resusitasi jantung paru traumatic atau lama

> 10 menit atau operasi besar < 3 minggu.

Stroke iskemik dalam 3 bulan atau

dalam 3 jam terakhir.

Perdarahan internal dalam2-4 minggu

terakhir.

Dicurigai adanya suatu diseksi

aorta.

Terapi antikoagulan oral.

Adanya trauma/ pembedahan/

trauma kepala dalam 3 bulan

terakhir.

Kehamilan.

Adanya perdarahan aktif (termasuk

menstruasi).

Khusus untuk streptokinase/ anistreplase :

riwayat pemaparan sebelumnya (>5hari) atau

riwayat alergi terhadap zat-zat tersebut.

;

Page 25: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

25

Pemberian terapi trombolitik tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim

jantung, karena penundaan yang tidak perlu ini dapat mengurangi miokardium yang

seharusnya dapat terselamatkan. Jika keluhan pasien sesuai dengan IMA dan kadar

enzim jantung yang meningkat, namun tidak terdapat ST elevasi pada EKG, maka

diagnosisnya adalah infark non ST elevasi (NSTEMI). Pasien harus mendapat terapi

heparin, aspirin, dan obat-obat anti-angina. Terapi trombolitik tidak boleh diberikan

pada infark non ST-elevasi.

Pemberian trombolitik harus dilakukan sesegera mungkin, karena semakin

cepat diberikan semakin banyak miokardium yang terselamatkan. Sebaiknya dicapai

dalam waktu kurang dari 30 menit.10

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan

derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI

berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.

Page 26: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

26

Indikasi terapi trombolitik adalah sebagai berikut:10

Gejala yang sesuai dengan IMA

Perubahan EKG berupa ST elevasi > 0,1 mm pada minimal 2 sandapan yang

berdekatan, gambaran bundle branch block baru

Onset nyeri dada:

< 6 jam : sangat bermanfaat

6-12 jam : bermanfaat

>12 jam : tidak bermanfaat, kecuali dengan penderita dengan iskemia lanjut,

yang terbukti berlanjutnya nyeri dada dan ST elevasi pada EKG

Jenis Obat Trombolitik

1. Streptokinase

Regimen 1,5 juta unit dalam 100 NaCl 0,9% atau dekstrose 5% diberikan

dalam 1 jam.10

2. Tissue Plasminogen Activator (tPA)

Penggunaan tPA harus dipertimbangkan pada pasien-pasien yang telah

mendapatkan streptokinase dalam 2 tahun terakhir, alergi terhadap

streptokinase, hipotrensi (TDS < 90 mmHg).

3. Kegagalan trombolisis

Ditandai dengan berlanjutnya nyeri dada dan menetapnya ST elevasi.

Komplikasi berupa gagal jantung, aritmia lebih banyak terjadi, untuk itu

rescue PTCA harus dipertimbangkan. Jika tidak memungkinkan, sebaiknya

trombolisis diulangi dengan dosis yang sama.10

4. Primary PTCA

Primary PTCA terbukti memiliki keberhasilan membuka dan

mempertahankan patensi arteri koroner yang tersumbat lebih baik

Page 27: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

27

dibandingkan trombolitik. Namun tindakan ini masih terbatas pada beberapa

rumah sakit. Primary PTCA dipertimbangkan sebagai alternatif tindakan

reperfusi, tindakan ini tidak dianjurkan jika pemberian trombolitik melebihi

60-90 menit.

pasien yang memiliki kontraindikasi absolut untuk tindakan trombolitik,

pasien dengan syok kardiogenik.

a. Terapi Jangka Panjang

Mengingat sifat PJK sebagai penyakit kronis dan risiko tinggi bagi pasien yang

telah pulih dari STEMI untuk mengalami kejadian kardiovaskularselanjutnya dan

kematian premature, perlu dilakukan berbagai intervensi untuk meningkatkan

prognosis pasien. Terapi jangka panjang yang disarankan setelah pasien pulih dari

STEMI adalah4

1. Kendalikan faktor risiko seperti hipertensi, diabetes, dan terutama merokok.

2. Terapi antiplatelet dengan aspirin dosis rendah (75-100 mg) diindikasikan

tanpa henti.

3. DAPT (aspirin dengan penghambat reseptor ADP) seperti clopidogrel (75

mg setiap hari) diindikasikan hingga 12 bulan setelah STEMI.

4. Pengobatan oral dengan penyekat beta (β-blocker) diindikasikan untuk

pasien-pasien dengan gagal ginjal atau disfungsi ventrikel kiri.

5. Profil lipid puasa harus didapatkan pada setiap pasien STEMI sesegera

mungkin sejak datang.

6. Statin dosis tinggi perlu diberikan atau dilanjutkan segera setelah pasien

masuk rumah sakit bila tidak ada indikasi kontra atau riwayat intoleransi,

tanpa memandang nilai kolesterol inisial.

7. ACE-I diindikasikan sejak 24 jam untuk pasien-pasien STEMI dengan gagal

ginjal, disfungsi sistolik ventrikel kiri, diabetes, atau infark anterior. Sebagai

alternative dari ACE-I, ARB dapat digunakan.

Page 28: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

28

8. Antagonis aldosterone diindikasikan bila fraksi-fraksi ejeksi≤40% dengan

syarat tidak terdapat gagal ginjal (kreatinin >2,5 mg/dl) atau hiperkalemia

2.9 Prognosis

Kelas Definisi Proporsi pasien Mortalitas(%)

ITidak ada tanda gagal jantung

kongestif40-50% 6

II+ S3 dan/atau ronki basah di basal

paru30-40% 17

III Edema paru akut 10-15% 30-40

IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80

Terdapat beberapa sistem dalam menentukan prognosis pasca miokardium

akut (IMA). Prognosis IMA dengan melihat derajat disfungsi ventrikel kiri secara

klinis dinilai menggunakan klasifikasi Kill

Tabel 2 Klasifikasi Killip

TIMI Risk Score untuk Infark Miokard dengan elevasi ST

Faktor risiko (bobot) Mortalitas 30 hari (%)

Usia 65-74 tahun (2 poin) 0,8

Usia > 75 tahun (3 poin) 1,6

Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2,2

TDS <100mmHg (3 poin) 4,4

Frekuensi jantung > 100mmHg (2 poin) 7,3

Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 12,4

Berat < 67 kg (1 poin) 16,1

Elevasi ST anterior atau LBBB (1poin) 23.4

Page 29: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

29

Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 26,8

Skor risiko = total poin (0-14) 35,9

BAB 3

LAPORAN KASUS

Nama pasien : Aripin Ginting

No. RM : 00.62.92.41

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 46 tahun

Page 30: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

30

Pekerjaan : Wiraswasta

Masuk tanggal : 8 Februari 2015

Keluhan Utama : Nyeri dada

Anamnesa :

- Nyeri dirasakan os ±4 hari yang lalu saat os beristirahat. Hal ini baru pertama

kali dialami os. Nyeri dada dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan nyeri

dirasakan menjalar sampai ke punggung kiri. Nyeri dirasakan selama lebih

dari 30 menit. Keluhan mual muntah pada saat nyeri tidak jumpai. Keluhan

keringat dingin pada saat nyeri dijumpai.

- Sesak napas tidak dialami os saat timbulnya nyeri dada. Riwayat sesak napas

sebelumnya disangkal os. Riwayat terbangun tengah malam karena sesak

nafas disangkal, sesak nafas yang timbul akibat aktifitas di sangkal. Riwayat

menggunakan 2-3 bantal di sangkal Riwayat kaki bengkak disangkal os.

Riwayat perut membesar di sangkal.

- Riwayat mudah lelah (-). Riwayat jantung berdebar-debar tidak dijumpai.

- Riwayat menderita darah tinggi disangkal os.

- Riwayat sakit gula disangkal os.

- Riwayat merokok (+) sejak 25 tahun yang lalu sebanyak 1 bungkus per hari.

- Riwayat keluarga menderita penyakit jantung koroner/meninggal mendadak di

sangkal os.

Faktor risiko PJK : Laki-laki usia > 45 tahun, merokok

Riwayat penyakit terdahulu: -

Riwayat pemakaian obat: -

Page 31: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

31

Status Presens :

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

HR : 82 x/menit

RR : 20 x/menit

Suhu : 36.5 oC

Sianosis (-), ortopnu (-), dispnu (-), ikterus (-), edema (-), pucat (-)

Pemeriksaan Fisik :

Kepala : Mata : Anemis (-/-), Ikterik (-/-)

Leher : TVJ : R+2 cm H2O

Dinding toraks : Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : SF kanan=kiri, kesan: normal

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi

Jantung : S1 (N) S2 (N) S3 (-) S4 (-) reguler

Murmur (-)

Paru : Suara pernafasan : vesikuler

Suara tambahan : tidak dijumpai

Page 32: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

32

Abdomen : Palpasi : Soepel, hepar/lien tidak teraba. Asites (-)

Ekstremitas : Superior : sianosis (-) clubbing (-)

Inferior : edema (-) pulsasi arteri (+)

Akral : hangat

TB : 167cm BB : 60kg IMT : 21.51 (Kesan: Normal)

Elektrokardiografi ( tanggal 8 Januari 2015)

Page 33: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

33

Sinus Ritme, QRS rate: 66x/i, axis normal. P wave(+) normal, PR interval 0,2”, QRS durasi: 0,08”, ST elevasi Lead I, II, V2, V3, T inversi Lead III, aVR, aVF, Q patologis Lead III, aVR, aVF, LVH(-), VES(-)

Foto Thoraks:

Page 34: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

34

Interpretasi foto toraks ( AP ) : (Inspirasi maksimal)

CTR 50%, Segmen Aorta: N , Segmen pulmonal: N, Pinggang Jantung : + , Apeks: downward, Kongesti:(-), Infiltrat:(-)

Kesan :dalam batas normal

Hasil Laboratorium:

Hemoglobin : 13,8 ( 13,2 – 17,3)

Eritrosit : 4,75 X 106 (4,20 – 4,87)

Leukosit : 9,98 x 103 (4,5 – 11,0)

Hematokrit : 40,30% (43 – 49)

Trombosit : 274 x 103(150 – 450)

Page 35: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

35

Ginjal

Ureum : 15,00 mg/dL (<50)

Kreatinin : 0,82 mg/dl ( 0,70 – 1,20)

Elektrolit

Natrium (Na) : 140 mEq/dL (131- 135)

Kalium (K) : 4,1 mEq/dl (3,6 -5,5)

Klorida (Cl) :103 mEq/dl (96 – 100)

Enzim Jantung

CK – MB : 19 U/L (7 – 25)

Troponin T : 1,3 (0 – 0,1)

Diagnosa kerja : STEMI Inferior onset 4 hari KILLIP I TIMI RISK 2/14

1. Fungsional : STEMI

2. Anatomi : Arteri Koroner

3. Etiologi : Aterosklerosis

Differensial Diagnosa :

1. Unstable angina pectoris

2. Non ST-Elevation Myocard Infarct (NSTEMI)

3. Pericarditis akut

Pengobatan :

Bed Rest

O2 2-4 liter/i nasal canule

IVFD NaCl 0,9% 10 gtt/i (mikro)

Inj. Fondaparinux 2,5mg/24jam

Page 36: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

36

Loading Aspilet 160mg → Aspilet 1 x 80mg

Loading Clopidogrel 300mg →1 x 75mg

Inj Arixtra 2,5mg/24jam

Simvastatin 1 x 40mg

Laxadin Syrup 1 x CI

Rencana pemeriksaan lanjutan :

1. EKG serial

2. Lipid profile

3. Angiografi koroner

Prognosis :

Klasifikasi Killip

Kelas DefinisiProporsi pasien

Mortalitas

(%)

I Tidak ada tanda gagal jantung kongestif 40-50% 6

II + S3 dan/atau ronki basah di basal paru 30-40% 17

III Edema paru akut 10-15% 30-40

IV Syok kardiogenik 5-10% 60-80

Page 37: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

37

TIMI Risk Score untuk Infark Miokard dengan elevasi ST

Faktor risiko (bobot) Mortalitas 30 hari (%)

Usia 65-74 tahun (2 poin) 0,8

Usia > 75 tahun (3 poin) 1,6

Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2,2

TDS <100mmHg (3 poin) 4,4

Frekuensi jantung > 100mmHg (2 poin) 7,3

Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 12,4

Berat < 67 kg (1 poin) 16,1

Elevasi ST anterior atau LBBB (1poin) 23.4

Waktu ke reperfusi > 4 jam (1 poin) 26,8

Skor risiko = total poin (0-14) 2/14

Page 38: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

38

FOLLOW UP

Hari/tanggal S O A P

09/01/2015

sd

12/01/2015

Nyeri

Dada (-)

Sens: CM

TD: 120/70mmHg

HR: 68x/i

RR: 20x/i

Kepala:Mata: anemis (-/-)

Leher:TVJ (R+2 cmH20)

Thorax: S1S2 N, murmur

(-), gallop (-)

Pulmo: SP vesikuler,

ronki basah basal (-/-)

Abdomen: simetris,

supel, H/L ttb

Extremitas : edema (-/-), ,

akral hangat

STEMI inferior

onset 4 hari Kilip I

TIMI Risk 2/14

Bed rest

02 2-4L/I

IVFD Nacl

0,9% 10 gtt/I

mikro

Plavix 1 x 75

mg

Aspilet 1 x 80

mg

Inj.Arixtra

2.5mg/24jam

Simvastatin 1 x

40 mg

Alprazolam 1x

0,5 mg

Laxadyn syr 1 x

ci

Bisoprolol

1x1,25mg

13/01/2015 Nyeri

dada (-)

Sens: CM

TD: 120/80mmHg

STEMI inferior

onset 4 hari Kilip I

Bed rest

02 2-4L/I

Page 39: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

39

HR: 68x/i

RR: 20x/i

Kepala:Mata: anemis (-/-)

Leher:TVJ (R+2 cmH20)

Thorax: S1S2 N, murmur

(-), gallop (-)

Pulmo: SP vesikuler,

ronki basah basal (-/-)

Abdomen: simetris,

supel, H/L ttb

Extremitas : edema (-/-), ,

akral hangat

TIMI Risk 2/14 IVFD Nacl

0,9% 10 gtt/I

mikro

Plavix 1 x 75

mg

Aspilet 1 x 80

mg

Simvastatin 1 x

40 mg

Alprazolam 1x

0,5 mg

Laxadyn syr 1 x

ci

Bisoprolol

1x1,25mg

R/ cek lab hari

ini

R/ besok CATH

14/01/2015 Nyeri

dada (-)

Sens:CM

TD:120/70 mmHg

HR:80x/i

RR:18x/i

Kepala:Mata: anemis (-/-)

STEMI inferior

onset 4 hari Kilip I

TIMI Risk 2/14

Bed rest

02 2-4L/I

IVFD Nacl

0,9% 10 gtt/I

mikro

Plavix 1 x 75

Page 40: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

40

Leher:TVJ (R+2 cmH20)

Thorax: S1S2 N, murmur

(-), gallop (-)

Pulmo: SP vesikuler,

ronki basah basal (-/-)

Abdomen: simetris,

supel, H/L ttb

Extremitas : edema (-/-), ,

akral hangat

mg

Aspilet 1 x 80

mg

Simvastatin 1 x

40 mg

Alprazolam 1x

0,5 mg

Laxadyn syr 1 x

ci

Bisoprolol

1x1,25 g

ISDN 3x1

15/01/2015

sd

18/01/2015

Nyeri

dada (-)

Sens:CM

TD:130/90mmHg

HR: 84x/i

RR: 16x/i

Kepala:Mata: anemis (-/-)

Leher:TVJ (R+2 cmH20)

Thorax: S1S2 N, murmur

(-), gallop (-)

Pulmo: SP vesikuler,

ronki basah basal (-/-)

Abdomen: simetris,

STEMI inferior

onset 4 hari Kilip I

TIMI Risk 2/14

Bed rest

02 2-4L/I

IVFD Nacl

0,9% 10 gtt/I

mikro

Plavix 1 x 75

mg

Aspilet 1 x 80

mg

Simvastatin 1 x

40 mg

Page 41: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

41

supel, H/L ttb

Extremitas : edema (-/-), ,

akral hangat

Alprazolam 1x

0,5 mg

Laxadyn syr 1 x

CI

Bisoprolol

1x1,25 g

ISDN 3x10mg

Inj Levenox 0.6

cc/ 12 jam

19/01/2015 Nyeri

dada (-)

Sens:CM

TD:130/80 mmHg

HR: 72x/i

RR: 20x/i

Kepala: Mata: anemis

(-/-)

Leher: TVJ (R+2 cmH20)

Thorax: S1S2 N, murmur

(-), gallop (-)

Pulmo: SP vesikuler,

ronki basah basal (-/-)

Abdomen: simetris,

supel, H/L ttb

STEMI inferior

onset 4 hari Kilip I

TIMI Risk 2/14

Bed rest

02 2-4L/I

IVFD Nacl

0,9% 10 gtt/I

mikro

Plavix 1 x 75

mg

Aspilet 1 x 80

mg

Simvastatin 1 x

40 mg

Alprazolam 1x

0,5 mg

Laxadyn syr 1 x

Page 42: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

42

Extremitas : edema

pretibial (+/+), , akral

hangat

CI

Bisoprolol

1x1,25 g

ISDN 3x10mg

Inj Levenox 0.6

cc/ 12 jam

(STOP)

PCT 3x500mg

R/ cek lab hari

ini

Hasil Laboratorium: Tanggal 13 Januari 2015

Hemoglobin : 15,10 ( 13,2 – 17,3)

Page 43: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

43

Eritrosit : 5,27 X 106 (4,20 – 4,87)

Leukosit : 5,99 x 103 (4,5 – 11,0)

Hematokrit : 44,10% (43 – 49)

Trombosit : 291 x 103(150 – 450)

Ginjal

Ureum : 20,60 mg/dL (<50)

Kreatinin : 0,77 mg/dl ( 0,70 – 1,20)

Elektrolit

Natrium (Na) : 142 mEq/dL (131- 135)

Kalium (K) : 4,4 mEq/dl (3,6 -5,5)

Klorida (Cl) :105 mEq/dl (96 – 100)

FAAL Hemolisis

INR+PT

Waktu Prothrombin

Pasien : 13,5

Kontrol : 13,70

INR : 0,98

APTT

Pasien : 29,2

Kontrol : 36,0

Waktu Thrombin

Pasien : 11,9

Kontrol : 13,3

2D Echo- Doppler Report (09-01-2015)

Page 44: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

44

Hasil:

Fungsi sistolik LV baik EF 59%

Fungsi diastolic LV baik E/A >1 (normal)

Wallmotion : hipokinetik inferior

: normokinetik segmen lainnya

Ruang jantung : baik

Katup-katup : baik

Kontraktilitas RV baik TAPSE 21mm

Laporan Angiograf Koroner (14-01-2015)

Page 45: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

45

Keterangan :

LM : baik

LAD : baik

LCx : stenosis 90% setelah OM

RCA : Total stenosis proximal, thrombus (+)

distal RCA mendapat aliran dari LAD

Kesan : CAD 2 VD

Anjuran : heparinisasi

: PCI

DISKUSI KASUS

Page 46: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

46

a. Anamnesis

Teori:

Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan kumpulan sindroma klinis nyeri

dada yang disebabkan oleh kerusakan miokard yang diistilahkan dengan infark

miokard. SKA adalah suatu istilah atau terminologi yang digunakan untuk

menggambarkan suatu spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang

meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infark miokard

gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation

myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark

miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI).

Ketiga keadaan tersebut merupakan keadaan kegawatdaruratan kardiovaskular dan

memerlukan tatalaksana yang adekuat untuk menghindari terjadinya sudden death.12

STEMI umumnya disebabkan penurunan atau berhentinya aliran darah secara

tiba-tiba karena oklusi trombus pada arteri koroner yang sudah mengalami

arterosklerosis. Pada kebanyakan kasus, proses akut dimulai dengan ruptur atau fisur

dari plak arterosklerosis, dimana trombus mural timbul pada tempat ruptur dan

menyebabkan oklusi arteri koroner. Secara histologis, plak koroner yang lebih mudah

ruptur adalah yang intinya kaya dengan lemak dan yang mempunyai fibrous cap yang

tipis. Pada kasus yang jarang, STEMI dapat disebabkan okulsi arteri koroner yang

disebabkan oleh emboli koroner, kelainan kongenital, spasme koroner, dan penyakit

inflamasi sistemik.

Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesis secara

cermat apakah nyeri dada berasal jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri

dada dari jantung perlu dibedakan apakah nyeri berasal dari koroner atau bukan,

apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor resiko antara lain

hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, merokok, stres serta riwayat sakit jantung

koroner pada keluarga.12

Page 47: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

47

Manifestasi klinis : nyeri dada, sesak napas, mual dan muntah, palpitasi, sinkop

dari aritmia ventrikel, dan iskemia ekstremitas.

Pasien :

Anamnesa dijumpai:

Nyeri dada tipikal infark miokard (seperti tertusuk-tusuk, menjalar sampai ke

punggung kiri, durasi > 30 menit, keringat dingin).

Faktor Risiko

Faktor risiko biologis yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu:

A. Usia

Risiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat dengan bertambahnya umur,

diatas 40 tahun pada pria dan diatas 50 tahun pada wanita. Pasien usia lanjut lebih

sering dari pada usia muda mengalami perubahan abnormalitas anatomi dan fisiologi

kardiovaskular, termasuk respon simpatis beta yang terbatas, peningkatan afterload

jantung karena penurunan compliance arteri dan hipertensi arterial, hipotensi

ortostatik, hipertropi jantung, dan disfungsi ventrikular terutama disfungsi diastolik.20

B. Jenis kelamin

Laki-laki memiliki resiko lebih tinggi dari pada perempuan. Walaupun setelah

menopause, tingkat kematian perempuan akibat penyakit jantung meningkat, tapi

tetap tidak sebanyak tingkat kematian laki-laki akibat penyakit jantung.20

C. Riwayat keluarga

Dengan riwayat keluarga yang memiliki penyakit jantung juga merupakan faktor

resiko, termasuk penyakit jantung pada ayah dan saudara pria yang didiagnosa

sebelum umur 55 tahun, dan pada ibu atau saudara perempuan yang didiagnosa

sebelum umur 65 tahun.20

Page 48: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

48

Pasien:

Laki-laki, umur 46 tahun, riwayat keluarga (-)

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

A. Merokok

Peran rokok dalam penyakit jantung koroner antara lain: menimbulkan

aterosklerosis; peningkatan trombogenesis dan vasokonstriksi; peningkatan tekanan

darah; pemicu aritmia jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan

penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih

dalam sehari bisa meningkatkan risiko 2-3 kali dibandingkan yang tidak merokok.

Pasien:

Riwayat Merokok diakui oleh pasien

b. Pemeriksaan Fisik

Teori :

Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali

ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada subternal >30 menit

dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark

anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau

hipotensi) dan hampir setengah pasien infark inferior menunjukkan hiperaktifitas

parasimpatis (bradikardia dan/atau hipotensi).21

Tanda fisik lainnya pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop,

penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung

kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat

sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial friction rub.

Peningkatan suhu sampai 380C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.

Pasien:

Page 49: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

49

nyeri dada seperti ditusuk-tusuk, >30 menit dan menjalar ke punggung

kiri.

keringat dingin

c. Pemeriksaan Penunjang

Teori :

Diagnosis STEMI ditegakkan berdasarkan EKG yaitu adanya elevasi ST ≥

2mm, minimal pada 2 sadapan prekondrial yang berdampingan atau ≥ 1mm

pada 2 sadapan ekstremitas.3

Lokasi Lokasi Elevasi

Segmen ST

Perubahan

Resiprokal

Arteri Koroner

Anterior V3,V4 V7,V8,V9 Arteri koroner

kiri,cabang

LAD/Diagonal

Anteroseptal V1,V2,V3 V7,V8,V9 Arteri koroner

kiri,cabang LAD

diagonal cabang

LAD septal

Anteroekstensif I,aVL,V2-V6 I,III,aVF Arteri koroner

kiri,proksimal

LAD

Anterolateral I,aVL,V3,V4,V5,V6 II,III,aVF,V7,V8,V9 Arteri koroner kiri

Cabang LAD-diagonal

dan cabang sirkumfleks

Page 50: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

50

Inferior II,III,aVF I,aVL,V2,V3 Arteri koroner kanan

cabang decendens

posterior dan cabang

arteri koroner kiri

sirkumfleks

Lateral I,aVL,V5,V6 II,III,aVF Arteri koroner kiri

Cabang LAD- diagonal

dan cabang sirkumfleks

Septum V1,V2 V7,V8,V9 Arteri koroner kiri

cabang LAD-septal

Posterior V7,V8,V9 V1,V2,V3 Arteri koroner kanan/

sirkumfleks

Ventrikel kanan V3R-V4R I,Avl Arteri koroner kanan

proksimal

Pasien: QRS dengan ST elevasi V7, V8, dan V9

Kesan: STEMI posterior

Laboratorium

Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat,

memperkuat diagnosis, namun keputusan untuk terapi revaskularisasi tak perlu

menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana infak miokard

akut, prinsip utama penatalaksanaan adalah time is muscle.12

Page 51: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

51

Enzim troponin T memiliki keunggulan seperti modalitas yang kuat untuk

stratifikasi resiko, memiliki sensitivitas dan spesivisitas yang lebih tinggi daripada

pemeriksaan CKMB, dapat bertahan sampai dengan 14 hari, dalam darah.

Kekurangannya antara lain kurang sensitif pada awal kejadian IMA karena onsetnya

diatas 5 jam dan perlu penilaian ulang setiap 6-12 jam apabila hasilnya negatif, dan

lambat dalam menentukan kejadian infark berulang.8

Enzim CKMB memiliki keunggulan dapat mendeteksi awal terjadinya infark.

Kekurangannya, spesivitasnya berkurang pada penyakit otot jantung dan kerusakan

miokard akibat pembedahan, sensitivitas berkurang pada infark miokard akut minor

<6jam dan onset >36 jam. 12

Pasien:

Dijumpai hasil pemeriksaan enzim jantung yang meningkat yaitu:

Troponin T : 19 (0 – 0,1)

CK – MB : 1.23 U/L (7 – 25)

Tatalaksana Umum

A. Oksigen

Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%.

Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam

pertama.1

Nitrogliserin

Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,5 mg dan dapat

diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada,

nitrogliserin juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan

preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh

Page 52: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

52

darah koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus

berlangsung dapat diberikan nitrogliserin intravena. Nitrogliserin intravena juga

diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema paru.1

Morfin

Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam

tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat

diulang dengan interval 5-15 menit dengan dosis total 20 mg. Mengurangi dan

menghilangkan nyeri dada sangat penting karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi

simpatis yang menyebabkan vasokontriksi dan meningkatkan beban jantung.7

Aspirin

Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif

pada spektrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang

dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal

dengan dosis 160-325 mg diruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral

dengan dosis 75-162 mg.7

Penyekat Beta

Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain

nitrat mungkin efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg setiap

2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan

darah sistolik >100 mmHg. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan

dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan

dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.7

ACE Inhibitor

ACE Inhibitor harus segera diberikan jika tekanan darah stabil dan tetap di atas 100

mmHg. Keuntungan ACE Inhibitor terutama terlihat pada pasien dengan gagal

Page 53: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

53

jantung, infark miokard, disfungsi ventrikel kiri. ACE Inhibitor seperti captopril 6,25

mg diberikan 3 dosis, target 25-50 mg.7

Antagonis Kalsium

Tidak terdapat bukti yang mendukung penggunaan antagonis kalsium secara rutin.

Namun golongan obat ini dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada penderita

dengan nyeri dada iskemik yang berlanjut walaupun telah mendapatkan nitrat dan

penyekat beta.7

Antitrombotik

Menurut John (2008) heparin dapat diberikan dalam bentuk unfractionated heparin

atau low molecular weight heparin. Unfractionated heparin diberikan 5000 unit bolus

dilanjutkan dengan 1000 unit/jam. Dosis heparin kemudian diteruskan sesuai

pemeriksaan aPTT (target aPTT 1,5-2 x nilai normal).7

Antagonis Reseptor Glykoprotein IIb/IIIa

Golongan obat ini sedang diuji pada uji klinik sebagai terapi adjuvant fibrinolitik.

Penggunaannya pada primary PTCA terbukti memperbaiki angka harapan hidup.7

Pada Pasien : dilakukan penatalaksanaan berupa : pemberian antiplatelet berupa

aspilet ditambah dengan clopidogrel, beta, statin berupa simvastatin, anti koagulan

Arixtra

BAB 4

Page 54: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

54

Kesimpulan

AG, laki–laki berusia 46 tahun, datang dengan keluhan nyeri dada seperti ditusuk-

tusuk yang mempunyai faktor resiko, merokok dan sehingga mengalami STEMI

Inferior onset 4 hari KILLIP I TIMI RISK 2/14

dan diberi pengobatan:

• Bed rest

• 02 2-4L/i

• IVFD Nacl 0,9% 10 gtt/I mikro

• Plavix 1 x 75 mg

• Aspilet 1 x 80 mg

• Inj.Arixtra 2.5mg/24jam

• Simvastatin 1 x 40 mg

• Alprazolam 1x 0,5 mg

• Laxadyn syr 1 x ci

Page 55: LAPKAS KARDIOLOGI. 2007.doc

55

DAFTAR PUSTAKA

1. Rhee W.J, Sabattne S.M., Lily S.L., 2011. Acute Coronary Syndromes,161-

188, Pathophysiology of Heart Diseases, 5th edition, Philadelphia, Lippincott

Williams & Wilkins, a Wolters Kluwer business.

2. Antman E.M., Braunwald E., 2008. Disorders of cardiovascular system.ST-

segment Elevation Myocardial Infarction 1532-1544. Harrison’s Internal

Medicine, 17th edition, United States of America, The McGraw-Hill

Companies.

3. Tyroler H.A., Diseases and Health Probelms, 2000, Coronary Heart Disease

Epidemiology in the 21st Century, The Johns Hopkins University School of

Hygiene and Public Health

4. American Heart Association.Older Americans and Cardiovascular Diseases-

Statistics. 2013.Available from : http://www.american

heart.org/presenter.jhtml identifier_3000936

5. Fuster,at al. Hurst, The Heart Disease. 13th, 2011, Mc Graw Hill Publisher

6. Diego S., William W., Thygesen C., Management of acute myocardial

infarction in patients presenting with ST-segment elevation.2002. European

Society of Cardiology. Elsevier.

7. Kawai C., Pathognesis of Acute Myocardial Infarction, Novel Regulatory

System of Bioactive Substance in the Vessel Wall. 2012. American Heart

Association

8. Nawawi, RA., Fitriani., Rusli, B., Hardjoeno, Nilai Troponin T Penderita

Sindrom Koroner Akut. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical

Laboratory 2006; 12: 123-126