Presentasi Kasus Kardiologi
-
Upload
azzahracika -
Category
Documents
-
view
16 -
download
1
description
Transcript of Presentasi Kasus Kardiologi
1
Laporan Kasus Intergrasi
Sindrom Koroner Akut
Oleh:
Afiati (1111103000002)
Bimo Dwi Pramesta (11111103000059)
Nur Rohimah Fuad (1111103000021)
Pembimbing:
dr. Achyar, SpJP
KEPANITERAAN KLINIK KARIDOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
2
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT. Atas segala nikmatnya kami dapat
menyelesaikan makalah presentasi kasus ini yang berjudul “Sindrom Koroner
Akut”.
Makalah presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
dalam kepaniteraan klinik di stase kardiologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati
Jakarta
Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,
terutama kepada :
1. dr. Achyar, SpJP selaku pembimbing presentasi kasus ini.
2. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Kardiologi RSUP Fatmawati atas
bantuan dan dukungannya.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah presentasi kasus ini masih
banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang
membangun guna penyempurnaan makalah presentasi kasus ini sangat kami
harapkan.
Demikian, semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita
semua,terutama dalam bidang Kardiologi.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Jakarta, 12 Februari 2015
Penyusun
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 3
BAB I STATUS PASIEN .................................................................................................... 4
1.1 Identitas pasien ........................................................................................................ 4
1.2 Anamnesis ................................................................................................................. 4
1.3 Pemeriksaan fisik ...................................................................................................... 5
1.4 Pemeriksaan penunjang ............................................................................................ 7
1.5 Resume. ..................................................................................................................... 14
1.6 Diagnosis.. ................................................................................................................. 15
1.7 Tatalaksana.. .............................................................................................................. 15
1.8 Prognosis ................................................................................................................... 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 16
2.1 Sindrom Koroner Akut ............................................................................................ 16
2.2. Diabetes Mellitus ..................................................................................................... 29
BAB III ANALISA KASUS ............................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 35
4
BAB I
STATUS PASIEN
1.1 Identitas Pasien
No. RM : 447355
Nama : Tn. RS
Usia : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai swasta
Alamat : Sawangan, Bogor
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama:
Nyeri dada kiri sejak 4 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan nyeri dada kiri sejak 4 jam SMRS. Nyeri dada kiri
dirasakan seperti tertimpa beban berat dan menjalar ke leher hingga ke
punggung kiri. Nyeri dirasakan pasien saat mengendarai sepeda motor setelah
pulang bekerja. Setelah itu pasien beristirahat dirumah, namun nyeri dada
tidak berkurang. Pasien juga merasa jantung berdebar-debar dan keringat
dingin serta napas terasa berat. Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUP
Fatmawati, dan diberikan obat dibawah lidah setelah itu pasien merasa nyeri
dada menghilang.
Sejak 3 bulan terakhir pasien mengeluh sering BAK terutama dimalam
hari sehingga pasien sering terbangun dari tidur. Selain itu pasien sering
merasa haus dan nafsu makan bertambah.
5
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien belum pernah merasakan keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat
hipertensi, diabetes melitus, kolesterol, stroke dan trauma disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat keluhan yang sama di keluarga tidak ada. Riwayat hipertensi (-),
diabetes mellitus (-), stroke (-).
1.3 Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Tampak sakit
Kesadaran : compos mentis
b. Tanda Vital
TD : 120/90 mmHg
HR : 79x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,7oC
c. Pemeriksaan Sistem
Kepala : Normocefali, warna rambut hitam, penyebaran rambut merata,
tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Hidung : Deviasi septum (-), Sekret (-/-)
Telinga : Normotia, liang telinga lapang +/+, sekret -/-
Mulut : Oral hygiene baik, oral trush -, gigi palsu -, faring hiperemis -,
tonsil T1/T1
Leher : Trakea di tengah, tiroid tidak teraba, JVP 5-2 cmH20 pembesaran
KGB(-), nyeri tekan (-)
6
Toraks :
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 midclavicula sinistra.
Perkusi : Batas jantung kanan linea parasternalis dextra ICS IV.
Batas jantung kiri ICS V midclavicula sinistra 1 jari medial
Pinggang jantung pada ICS 2 Parasternalis sinistra.
Auskultasi : BJ S1-S2 reguler normal, gallop (-), murmur (-)
Paru
Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris saat statis dan dinamis,
retraksi otot interkosta (-), massa (-)
Palpasi : Massa (-) , pelebaran sela iga (-), vokal fremitus simetris di kedua
lapang paru
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak tampak buncit, spider nevi (-)
Auskultasi : BU (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastritum (-), hepar dan lien tidak
teraba
Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
7
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3 detik, edeme pitting (-/-),
clubbing finger -/-
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium (03/02/2015)
Parameter Nilai rujukan Hasil
Darah Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
13,2-17,3
33-45
5.000-10.000
1500.000-440.000
3.80-5.20
14,4 g/dL
42 %
11,4 ribu/uL
239 ribu/uL
4,92 juta/uL
Fungsi Hati
SGOT
SGPT
<37
<40
81 U/l
35 U/l
Fungsi Ginjal
Ureum Darah
Creatinin Darah
Asam urat darah
20-40
0,6-1,5
<7
28 mg/dL
0,8 mg/dL
5,8 mg/dL
Diabetes
Gula Darah Sewaktu
70-140
375 g/dL
Analisa gas darah
pH
PCO2
PO2
BP
HCO3
SaO2
BE
Total CO2
7.37-7.44
35-45
83-108
-
21-28
95-99
-2.5 – 2.5
19-24
7.39
29,3 mmHg
70,7 mmHg
753 mmHg
17.6 mmol/L
94,7 %
-5.8 mmol/L
18,5 mmol/L
Elektrolit Darah
Natrium
Kalium
Klorida
135-147
3,1-5,1
95-108
139 mmol/l
3,79mmol/l
103 mmol/l
Lemak
Trigliserida
<150
195 mg/dl
8
Kolesterol total
Kolesterol HDL
Koleterol LDL direk
<200
28-63
<130
182 mg/dl
40 mg/dl
98 mg/dl
Hemostasis
APTT
Kontrol APTT
PT
Kontrol PT
INR
26,3-40,3
-
11,5-14,5
-
21,9 detik
31,5
12,2 detik
13,5
0,87
Pemeriksaan Marker Jantung (03/02/2015)
Normal I (4.00) II (14.00) III (17:48)
CK < 175 817 2.618 3.095
CK-MB 7-25 93 314 355
Troponin T < 50 288 >2.000 >2.000
Pemeriksaan EKG
03/02/2015 04:00
9
Interpretasi EKG
Irama Sinus rhytm
QRS rate 75x/menit
Regularitas Regular
Axis Normoaxis
Interval PR 0.12 s
Gelombang P 0.06 s
Kompleks QRS 0.08 s
ST Elevasi -
ST Depresi -
T inverse -
Q patologis V1-V4
10
05/02/2015
06/02/2015
ST Elevasi -
ST Depresi -
T inverse I, aVL, V1-V5
Q patologis V1-V4
ST Elevasi -
ST Depresi -
T inverse V1-V4
Q patologis V1-V4
11
07/02/2015
08/02/2015
ST Elevasi -
ST Depresi -
T inverse V1-V4
Q patologis V1-V4
ST Elevasi -
ST Depresi -
T inverse V1-V5
Q patologis V1-V4
12
09/02/2015
10/02/2015
ST Elevasi -
ST Depresi -
T inverse I, V1-V5
Q patologis V1-V4
ST Elevasi -
ST Depresi -
T inverse I, V1-V5
Q patologis V1-V4
13
11/02/2015
Pemeriksaan Radiologi Toraks 04/02/2015
ST Elevasi -
ST Depresi -
T inverse I, V1-V5
Q patologis V1-V4
14
Interpretasi Foto Toraks :
-Trakea relatif ditengah
-Mediastinum superior tidak melebar
-Jantung kesan tidak membersar
-Aorta elongasi dan kalsifikasi
-Pulmo: kedua hilus tidak menebal dan infiltrat di parakardial kanan kiri
-Kedua sinus kostofrenikus dan diafragma baik
-Tulang-tulang costae kesan intak
Kesan:
Cor dalam batas normal
Aorta elongasi dan kalsifikasi
Pulmo : infiltrat di parakardial kanan kiri
1.5 Resume
Tn. RS, laki-laki, 50 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
dada kiri sejak 4 jam SMRS. Nyeri dirasakan pasien saat mengendarai sepeda
motor setelah pulang bekerja. Nyeri tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga
merasa jantung berdebar-debar dan keringat dingin serta napas terasa berat. Sejak
3 bulan terakhir pasien mengeluhkan sering BAK terutama dimalam hari, sering
haus dan nafsu makan bertambah. Pasien memiliki kebiasaan merokok sudah ±
20 tahun dengan 12 batang rokok / hari. Pasien mengaku jarang berolahraga.
Pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/90mmHg, frekuensi nadi 79
x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu 36.70C. Pada pemeriksaan jantung
didapatkan hasil yang normal. Pada gambaran EKG didapatkan irama sinus
rhytm, laju QRS 75 x/menit, reguler, normoaksis, T inversi pada V1-V5 dan Q
patologis pada V1-V4. Pada foto toraks didapatkan CTR < 50%, jantung dalam
batas normal, aorta elongasi, dan infiltrat parakardial kanan dan kiri.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan, leukosit 11.400/uL, SGOT 81 U/I, SGPT
35 U/I, GDS 375 mg/dl, HbA1c 9.5% , peningkatan CK, CK-MB, dan troponin T,
dan APTT 21.9 detik, trigliserida 195 mg/dl.
15
1.6 Diagnosis
1. ACS NSTEMI
2. DM Tipe II
1.7 Tatalaksana
1. ACS NSTEMI
- Pemberian oksigen 3 L/ menit nasal kanul
- ISDN 1 x 5 mg
- Aspilet 1 x 80 mg (loadig dose 160-325 mg)
- Clopidogrel 1 x 75 mg (loading dose 300mg)
- Simvastatin 1 x 20 mg
- Captopril 2 x 12.5 mg
- Carvedilol 2 x 3,125 mg
- Enoxaparin 1mg/kg SC/12 jam (selama 8 hari)
2. DM tipe II
- Novorapid (insulin aspart) 1 x 8 unit
1.8 Prognosis
- Ad vitam : bonam
- Ad fungsionam : bonam
- Ad sanationam : bonam
16
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Sindrom Koroner Akut
2.1.1 Definisi
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan kondisi yang mengancam kehidupan
pasien yang memiliki penyakit arteri koroner kapan saja. Sindrom koroner
akut merupakan suatu masalah kardiovaskuler yang utama karena
menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi.
SKA sering menimbulkan perubahan secara tiba-tiba secara progresif terkait
dengan perjalanan penyakitnya. Bentuk sindrom tersebut merupakan suatu
rangkaian kejadian mulai dari angina pektoris tidak stabil sampai berkembang
menjadi infark miokardium akut yang merupakan kondisi di mana sudah
terjadi kerusakan/nekrosis otot jantung secara ireversibel. Keadaan yang
terjadi pada SKA dapat melipiuti angina pektoris tak stabil/APTS (unstable
angina/UA). Infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa
elevasi segmen ST ( Non-ST elevationmyocardial infractional NSTEMI), dan
infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (
ST elvation myocardiac infarc)atau STEMI.
2.1.2 Epidemiologi
Lebih dari 1,4 juta orang di USA mengidap SKA. Sekitar 38% dari pasien
SKA berujung kematian. Seiring dengan berkembangnya penelitian mengenai
SKA, mortalitas pasien SKA semakin menurun dari tahun ke tahun dengan
pengobatan yang lebih maju serta pencegahannya.
WHO memperkirakan 17,5 juta populasi meninggal akibat penyakit
kardiovaskular pada tahun 2005, dimana angka tersebut mewakili 30 % dari
seluruh kematian. Dari jumlah kematian tersebut, 7,6 juta kematian
disebabkan penyakit jantung koroner dan 5,7 juta kematian disebabkan
kanker. sekitar 80 % dari kematian tersebut terjadi pada negara – negara
17
berpendapatan rendah dan menengah. Jika hal tersebut berlanjut, maka di
tahun 2015 diperkirakan sekitar 20 juta orang akan meninggal akibat penyakit
kardiovaskular (khususnya Penyakit Jantung Koroner dan stroke). Di
Indonesia, hasil survei kesehatan rumah tangga menunjukkan hal senada.
Salah satu tipe penyakit kardiovaskuler yang paling sering terjadi masyarakat
adalah penyakit jantung iskemik.
2.1.3 Faktor Risiko
Absolut
1. Umur
Risiko terjadinya kejadian SKA meningkat dengan bertambahnya umur.
Lebih dari separuh individu yang terkena serangan jantung berumur 65
tahun atau lebih, dan 4 dari 5 kematian akibat serangan jantung berumur
lebih dari 65 tahun.
Pada beberapa populasi, total serum kolesterol, tekanan darah, dan
penigkatan berat badan meningkat bersamaan dengan bertambahnya umur.
2. Jenis Kelamin
Manifestasi SKA cenderung lebih tinggi pada laki-laki dari pada
perempuan. Hal tersebut diduga karena adanya teori efek proteksi
estrogen, di mana risiko terjadinya penyakit jantung pada wanita
meningkat secara dramatis setelah menopause, saat tubuh mereka berhenti
menghasilkan estrogen
18
3. Faktor Keturunan
Kecenderungan untuk terjadinya serangan jantung pada seseorang, juga
ditentukan oleh faktor hereditas. Contohnya, pada familial
hiperkolesterolemia.
Non-absolut:
1. Hipertensi
Studi yang dilakukan menunjukkan bahwa dengan meningkatnya baik
tekanan darah sistolik maupun diastolik, kemungkinan untuk terjadinya
SKA, stroke, gagal jantung, juga akan bertambah.
Hipertensi sangat sering timbul bersamaan dengan faktor risiko
kardiovaskular lainnya, terutama obesitas, hiperkolesterolemia, serta
diabetes melitus. Penanganan hipertensi secara baik dapat secara bermakna
menurunkan risiko yang berkaitan dengan hal ini.
2. Dislipidemia
Kadar kolesterol serum yang lebih tinggi dari 265 mg/dL (6,85 mmol/L)
pada orang yang berusia 35-40 tahun meningkatkan risiko penyakit
jantung koroner hingga lima kali lipat bila dibandingkan dengan nilai <
220 mg/dL (5,7 mmol/L). Sekitar 70% dari kolesterol ini akan ditranspor
dalam bentuk lipoprotein densitas rendah (LDL) dan pembentukan
aterosklerosis berhubungan erat dengan peningkatan kadar LDL. Kelainan
pada reseptor LDL akan menyebabkan aterosklerosis yang sangat dini.
Faktor risiko khusus tampaknya adalah lipoprotein (a) (=LDL yang
mengandung apolipoprotein Apo(a). Apo(a) serupa dengan plasminogen
dan berikatan dengan fibrin sehingga Apo(a) dapat memiliki efek
antifibrinolitik dan trombogenik. (Perannya terhadap trigliserida dan
lipoprotein berdensitas tinggi (HDL)).
3. Merokok
Merokok merupakan kontributor terbesar SKA, stroke, dan penyakit
pembuluh darah perifer, meskipun pada umunya perokok memiliki berat
19
badan yang lebih rendah dan tekanan darah yang relatif normal.
Diperkirakan dari 500.000 angka kematian akibat SKA/tahun, 30-40%
adalah perokok. Studi Framingham menunjukkan bahwa pada pria yang
merokok angka kejadian kematian mendadak meningkat 10 kali lipat dan 5
kali lipat pada wanita perokok.
4. Obesitas
Semakin tinggi tingkat obesitas seseorang, semakin besar kemungkinan
terjadinya faktor risiko terjadinya faktor risiko lain seperti hipertensi dan
diabetes. Dari suatu studi terkini yang memeriksa 100.000 perempuan
dengan rentang usia 30-55 tahun menunjukkan bahwa risiko untuk
penyakit jantung lebih tinggi 3x lipat pada perempuan yang obesitas.
5. Diabetes melitus
Individu-individu dengan diabetes, terutama diabetes yang timbul saat usia
dewasa, mengalami kenaikan angka kejadian SKA dan stroke. Pasien
dengan DM tipe II memiliki kadar insulin dalam darah yang lebih tinggi
dari normal akan tetapi sel-sel tidak respon lagi terhadap insulin.
Peningkatan insulin ini mengakibatkan terjadinya kenaikan tekanan darah
dan menumpuknya deposit lemak pada pembuluh darah, sehingga terjadi
proses aterosklerosis dan komplikasinya.
6. Kurangnya Aktifitas Fisik
Berolahraga rutin dan teratur memiliki efek kardioprotektif berupa
berkurangnya sel lemak yang dapat menurunkan berat badan, menurunkan
tekanan darah, dan proses peradangan pada pembuluh darah. Selain itu,
juga akan mengurangi kebutuhan oksigen dan meningkatkan kemampuan
beraktifitas yang akan menurunkan risiko SKA.
2.1.4 Patofisiologi
Lapisan endotel pembuluh darah yang normal akan mengalami
kerusakan karena adanya faktor resiko antara lain, faktor hemodinamik
20
seperti hipertensi, zat – zat vasokontriktor, mediator (sitokin) dari sel
darah, asap rokok, peningkatan gula darah dan oksidasi oleh LDL-C.
Kerusakan ini akan menyebabkan sel endotel menghasilkan cell molecule
adhesion seperti sitokin (IL-1), TNF alfa, kemokin (monocyte
chemoattractant factor-1), dan PDGF. Sel inflamasi seperti monosit dan
T-limfosit masuk ke permukaan endotel dan bermigrasi dari endotelium ke
sub endotel. Monosit kemudian berproliferasi menjadi makrofag dan
mengambil LDL teroksidasi yang bersifat aterogenik. Makrofag ini terus
membentuk sel busa. LDL yang teroksidasi menyebabkan kematian sel
endotel dan menghasilkan respon inflamasi. Sebagai tambahan terjadi
respon dari angiotensin II yang menyebabkan gangguan vasodilatasi dan
mengaktifkan efek protrombin dengan melibatkan platet dan faktor
koagulasi. Akibat kerusakan endotel terjadi respon protektif yang dipicu
oleh inflamasi dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous. Plak yang stabil
bisa menjadi tidak stabil dan mengalami ruptur.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak,berbagai agonis seperti
kolagen, ADP, epinefrin dan serotonin memicu aktivitas trombosit, yang
selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2
(vasokontriktor lokal yang poten). Selain itu, aktivitas trombosit memicu
reseptor glikoprotein IIb/IIIa yang mempunyai afinitas tinggi terhadap
sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor
von Willebrand (vWF) dan fibrinogen. Dimana keduanya adalah molekul
multivalen yang mengikat platelet yang berbeda secara simultan,
menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel
endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi
protrombin menjadi trombin yang kemudian mengkonversi fibrinogen
menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami
oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombus dan fibrin.
21
Gambar 1. Patogenesis pembentukan aterom
Sumber: Lilly, 2011
Pada infark miokard akut dengan ST elevasi umumnya terjadi
penurunan aliran darah koroner secara mendadak setelah oklusi trombus
pada palk aterosklerosis yang telah ada sebelumnya. Stenosis arteri
koroner berat yang berkembang scara lambat biasanya tidak memicu IMA
STE karena tumbulnya banyak kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian
besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur,
atau ulserasi dan jika kondisi ruptur lokal akan menyebabkan oklusi arteri
koroner. Penelitian histologi menunjukkan plak koroner cenderung
mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya
lipid. Pada IMA STE gambaran klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus
yang dipercaya menjadi dasar sehingga IMA STE memberikan respon
terhadap terapi trombolitik.
Fase Aterosklerosis
Sumber: Robbins, 2007
22
Gangguan plak aterom
Sumber: Lilly, 2011
2.1.5 Klasifikasi SKA
1. Angina Pektoris Tidak Stabil/Unstable Angina Pectoris (UAP)
Yang dimasukkan ke dalam UAP yaitu:
a. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina
cukup berat dan frekuaensi cukup sering, lebih dari 3x/hari.
b. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina
stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit
dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan.
c. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.
Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik:
Beratnya angina
Kelas I: Angina yang berat untuk pertama kali atau makin bertambah
beratnya nyeri dada.
Kelas II: Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1
bulan, tapi tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.
23
Kelas III: Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya
secara akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.
Keadaan klinis
Kelas A: angina tidak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi
lain atau febris.
Kelas B: angina tidak stabil primer, tak ada faktor extra cardiac.
Kelas C: angina yang timbul setelah serangan infark jantung.
Intensitas pengobatan
Tidak ada pengobatan atau hanya mendapat pengobatan minimal.
Timbul keluhan, walaupun telah mendapat terapi yang standar.
Masih timbul serangan angina, walaupun telah diberikan pengobatan
yang maksimum, dengan beta-bloker, nitrat, dan antagonis kalsium.
Diagnosis angina tidak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemia
sedangkan tidak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun
tanpa perubahan ECG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen ST atau
elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T inversi. Karena kenaikan
enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan, angina
tidak stabil sering kali tida bisa dibedakan dengan NSTEMI.
Patofisiologi UAP/NSTEMI:
Lima proses patofisiologi yang berkontribusi dalam terjadinya UA/NSTEMI:
1. Nonoklusif trombus pada plak yang sudah ada
Akibat dari agregasi platelet pada plak yang robek.
2. Obstruksi dinamik yang disebabkan oleh spasme koroner atau
vasokonstriksi) pada tempat plak aterosklerosis. Terjadi spasme lokal
akibat hiperkontraksi otot polos vaskuler pada disfungsi endotel.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyempitan berat tanpa spasme atau trombus. Terjadi aterosklerosis yang
progresif, restenosis setelah PCI.
4. Inflamasi atau infeksi
24
Terjadi suatu infeksi yang menyebabkan penyempitan destabilisasi plak,
rupturnya plak, dan terjadi trombogenesis.
5. UA sekunder.
Dapat terjadi oleh:
- Kondisi yang menaikkan kebutuhan O2 seperti demam, takikardia,
tirotoksikosis.
- Hipotensi sehingga menurunkan aliran a.koronaria
- Berkurangnya suplai O2.
Pemeriksaan Fisik:
Sering normal pada pemeriksaan fisik pada kebanyakan pasien. PF yang
dilakukan saat nyeri dada dapat ditemukan aritmia, gallop bahkan murmur,
split S2 paradoksal, ronkhi basah di bagian basal paru, yang menghilang
lagi pada waktu nyeri sudah berhenti. Tanda-tanda aterosklerosis: sklerosis
a. Carotis, aneurisma abdominal, nadi dorsum pedis/tibialis posterior tidak
teraba, penyakit valvular karena sklerosis, adanya hipertensi, LVH,
xatoma, kelainan fundus mata. Dll.
Pemeriksaan Biomarker Jantung:
Tidak ada peningkatan CKMB maupun Troponin.
2. ACS NSTEMI (Acute Coronary Syndrome Non-ST Elevation)
Keluhan yang terjadi sama dengan UAP, yang membedakan hanyalah
tidak terjadi peningkatan enzim jantung pada UAP dan tidak ada gambaran
spesifik ST depresi pada UAP.
Pemeriksaan EKG:
25
Gambaran ST depresi, horizontal maupun down sloping, yang lebih
dari sama dengan 0,05mV pada dua atau lebih sadapan sesuai regio
dinding ventrikelnya, dan/atau inversi gelombang T lebih dari sama
dengan 0,1 mV dengan gelombang R prominen atau rasio R/S <1.
Pada keadaan teretntu EKG 12 sadapan dapat normal, terutama pada
iskemia posterior (V7-V9) atau ventrikel kanan (sadapan V3R-V4R)
yang terisolasi
Dianjurkan pemeriksaan EKG serial setiap 6 jam untuk mendeteksi
kondisi iskemia yang dinamis
Gambaran khas EKG UAP/NSTEMI
Sumber: Lilly, 2011
Pemeriksaan Biomarker Jantung:
Peningkatan troponin T dan /atau CKMB (4-6 jam setelah onset)
3. ACS STEMI (Acute Coronary Syndrome ST-Elevation)
Presentasi klinis menyerupai SKA pada umumnya. Namun kadang pasien
datang dengan gejala atipikal: nyeri dada pada lengan atau bahu, sesak
nafas akut, sinkop atau aritmia. Pasien dengan STEMI biasanya telah
memiliki riwayat angina atau PJK, usia lanjut, dan kebanyakan laki – laki
26
Pemeriksaan Fisik:
Sebagian besar pasien gelisah dan cemas, ekstremitas pucat disertai
keringat dingin, kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan
banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI
Sekitar ¼ pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas
saraf simpatis (takikardidan/atau hipotensi) dan hampir setengah
pasien infark inferior menunjkkan parasimpatis (bradikardi dan/atau
hipotensi)
S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas S1 dan split paradoksikal S2,
murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara
karena disfungsi katup mitral dan pericardial friction rub.
Klasifikasi Killip dapat digunakan untuk mengevaluasi hemodinamik
dan prognosis pasien SKA
Pemeriksaan EKG:
Elevasi segmen ST lebih dari sama dengan 0,1mV yang dihitung mulai
dari titik J, paad dua atau lebih sdapan sesuai regio dinding
ventrikelnya. Namun khusus pada sadpan V2-V3, batasan elevasi
menjadi lebih dari sama dnegan 0,2 mV pada laki – laki usia lebih dari
sama dengan 40 tahun, lebih dari sama dengan 0,25 mV pada laki –
laki berusia < 40 tahun, atau lebih dari sama dengan 0,15 mV pada
perempuan
EKG pada STEMI merupakan EKG yang berevolusi. Sebagian besar
pasien dnegan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q pada EKG.
Perubahan Gambaran EKG pada ACS STEMI
27
Sumber: Lilly, 2011
Pemeriksaan Biomarker Jantung:
Peningkatan troponin T (untuk diagnosis akut) dan/atau CKMB (untuk
diagnosis dan melihat luas infark).
2.1.6 Tatalaksana
- Tatalaksana Prehospital
1. Monitoring, dan amankan ABC, persiapkan RJP dan defibrilasi
2. Berikan aspirin, dan pertimbangkan okisgen, nitrogliserin, dan
morfin jika diperlukan
3. Pemasangan EKG 12 sadapan dan interpretasi
4. Lakukan pemberitahuan ke RS untuk melakukan persiapan
penerimaan pasien dengan STEMI
5. Bila akan diberikan fibrinolitik prehospital, lakukan check-list
terapi fibrinolitik.
- Tatalaksana Hospital
Ruang Gawat Darurat (Penilaian awal di IGD < 10 menit)
1. Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen
2. Pasang intravena
3. Lakukan anamnesis singkat, terarah, dan pemeriksaan fisik
4. Lengkai check list fibrinolitik, cek kontraindikasi
5. Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan pembekuan
darah
6. Pemeriksaan sinar X (<30 menit setelah pasien sampai di IGD)
Sumber:
Lilly, 2011
28
Terapi Awal di IGD
1. Segera berikan oksigen 4l/menit kanul nasal, pertahankan saturasi
oksigen > 90%
2. Berikan aspirin 160-325 mg
3. Nitrogliserin sublingual atau semprot
4. Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin
29
2.2 Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang merupakan
kumpulan masalah anatomi dan kimiawi dengan ciri hiperglikemia yang
terjadi akibat dari defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin. Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.
Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association :
Diagnosis diabetes melitus ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar
glukosa darah dan tidak bisa ditegakkan berdasarkan adanya glukosuria. Hal ini
disebabkan karena munculnya glukosa di urin (saat sudah melewati ambang
glukosa) terjadi sebelum transport maksimum tercapai. Ada perbedaan antara
ambang glukosa dan transpor maksimum yang disebabkan karena tidak semua
nefron mempunyai transport maksimum yang sama untuk glukosa, dan beberapa
nefron mulai mengekskresi glukosa sebelum nefron lain mencapai transport
30
maksimumnya. Secara umum, transport maksimum untuk ginjal adalah 375
mg/menit, dan ini akan tercapai saat semua nefron telah mencapai kapasitas
maksimalnya untuk reabsorpsi glukosa. Hal inilah yang membuat glukosuria
bukan kriteria penegakkan diagnosis diabetes melitus.
Pemeriksaan glukosa darah yang disarankan untuk penentuan diagnosis
diabetes melitus adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan sampel
darah plasma vena. Pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer dapat
digunakan untuk tujuan pemantauan hasil terapi. Kecurigaan adanya diabetes
melitus perlu dipikirkan jika terdapat keluhan klasik diabetes melitus seperti di
bawah ini :
A. Keluhan klasik diabetes melitus : poliuria, polifagia, polidipsi, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
B. Keluhan lain berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulva pada wanita.
Cara menegakkan diagnosis diabetes melitus :
A. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
> 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus.
B. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl ditambah adanya keluhan
klasik.
C. Tes toleransi oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa
lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa
plasma puasa, tetapi pemeriksaan ini memiliki keterbatasan, yaitu sulit
untuk dilakukan berulang-ulang dan membutuhkan persiapan khusus
Tabel 2. 1Kriteria Diagnosis diabetes melitus
Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0
mmol/L) puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8
31
jam
Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
Gambar 2. 1Langkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus dan Toleransi
Glukosa Terganggu
32
BAB III
ANALISA KASUS
Tn. RS, laki-laki, 50 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
dada kiri sejak 4 jam SMRS. Nyeri dirasakan pasien saat mengendarai sepeda
motor setelah pulang bekerja. Nyeri tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga
merasa jantung berdebar-debar dan keringat dingin serta napas terasa berat. Sejak
3 bulan terakhir pasien mengeluhkan sering BAK terutama dimalam hari, sering
haus dan nafsu makan bertambah. Pasien memiliki kebiasaan merokok sudah ±
20 tahun dengan 12 batang rokok / hari. Pasien mengaku jarang berolahraga.
Pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/90mmHg, frekuensi nadi 79
x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu 36.70C. Pada pemeriksaan jantung
didapatkan hasil yang normal. Pada gambaran EKG didapatkan irama sinus
rhytm, laju QRS 75 x/menit, reguler, normoaksis, T inversi pada V1-V5 dan Q
patologis pada V1-V4. Pada foto toraks didapatkan CTR < 50%, jantung dalam
batas normal, aorta elongasi, dan infiltrat parakardial kanan dan kiri.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan, leukosit 11.400/uL, SGOT 81 U/I,
SGPT 35 U/I, GDS 375 mg/dl, HbA1c 9.5% , peningkatan CK, CK-MB, dan
troponin T, dan APTT 21.9 detik, trigliserida 195 mg/dl.
Diagnosis
- ACS NSTEMI
- DM tipe II
Diagnosis ACS NSTEMI ditegakkan karena pada pasien memiliki faktor risiko
berupa jenis kelamin laki-laki dan kebiasaan merokok. Pada anamnesis
didapatkan angina tipikal, gambaran EKG T inversi, dan adanya peningkatan
marker jantung.
33
Diagnosis DM tipe II ditegakkan karena pada pasien terdapat 3 gejala klasik yaitu
sering BAK pada malam hari, sering haus, dan nafsu makan bertambah disertai
dengan hasil GDS 375 mg/dl dan HbA1c 9.5%.
Lapisan endotel pembuluh darah mengalami kerusakan karena adanya
faktor risiko pada pasien antara lain, rokok, peningkatan gula darah dan oksidasi
oleh LDL-C. Kerusakan ini akan menyebabkan sel endotel menghasilkan cell
molecule adhesion seperti sitokin (IL-1), TNF alfa, kemokin (monocyte
chemoattractant factor-1), dan PDGF. Akibat kerusakan endotel terjadi respon
protektif yang dipicu oleh inflamasi dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous. Plak
yang stabil bisa menjadi tidak stabil dan mengalami ruptur. Saat plak ruptur,
terjadi agregasi trombosit dan proses koagulasi yang membuat oklusi pada arteri
koronaria sehingga terjadi infark miokardium. Pada anamnesis akan didapatkan
angina tipikal, hasil EKG berupa ST elevasi dan ada peningkatan enzim jantung
yang menyatakan adanya nekrosis miosit jantung.
Pengobatan yang diberikan untuk pasien ini adalah
ACS NSTEMI
- Pemberian oksigen 3 L/ menit nasal kanul (pemberian oksigen
meningkatkan kadar PO2 sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen
untuk jantung)
- ISDN 1 x 5 mg (ISDN diberikan sebagai vasodilator agar aliran darah
koroner dapat kembali)
- Aspilet 1 x 80 mg ( dengan loading dose 160-325mg, pemberian dosis 80
mg karena keadaan pasien saat ini stabil)
- Clopidogrel 1 x 75 mg (dengan loading dose 300 mg. antiplatelet yang
bersifat agonis terhadap reseptor yang mengaktivasi platelet)
- Simvastatin 1 x 20 mg ( untuk stabilisasi plak)
- Captopril 2 x 12.5 mg (untuk mencegah remodelling dan gagal jantung)
- Carvedilol 2 x 3.125 mg (antiangina, menurunkan kontraktilitas dan suplai
O2 miokardium)
34
- Enoxaparin 1 mg/kg SC /12 jam (antikoagulan selama 8 hari dari onset)
DM tipe II
- Novorapid (insulin aspart) 8 ui
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease: A Collaboartive Project of
Medical Students and Faculty. edition 5. Philadelphia : Lippincott William
Wilkins.2011.
2. Loscalzo, Joseph et al. Harrison’s Cardiovascular Medicine. USA: The
McGraw-Hill; 2010.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI).
Bantuan Hidup Jantung Lanjut. Panduan untuk Tenaga Kesehatan. edisi
2011.
4. Price Sylvia A Wilson Lorraine M. Gangguan sistem pernafasan. Dalam:
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. vol. 2. Edisi 6. Jakarta:
Penerbit buku kedokteran EGC; 2005
5. PERKENI.Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.PERKENI.2011
6. Robbins SL, Kumar V, et al Editors. Paru dan saluran nafas atas. Dalam:
Buku Ajar Patologi. Vol 2. Edisi 7. Penerbot Buku Kedokteran EGC : Jakarta;
2007