Presentasi Kasus Kardiologi

35
1 Laporan Kasus Intergrasi Sindrom Koroner Akut Oleh: Afiati (1111103000002) Bimo Dwi Pramesta (11111103000059) Nur Rohimah Fuad (1111103000021) Pembimbing: dr. Achyar, SpJP KEPANITERAAN KLINIK KARIDOLOGI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

description

Kardiologi

Transcript of Presentasi Kasus Kardiologi

Page 1: Presentasi Kasus Kardiologi

1

Laporan Kasus Intergrasi

Sindrom Koroner Akut

Oleh:

Afiati (1111103000002)

Bimo Dwi Pramesta (11111103000059)

Nur Rohimah Fuad (1111103000021)

Pembimbing:

dr. Achyar, SpJP

KEPANITERAAN KLINIK KARIDOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

Page 2: Presentasi Kasus Kardiologi

2

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji bagi Allah SWT. Atas segala nikmatnya kami dapat

menyelesaikan makalah presentasi kasus ini yang berjudul “Sindrom Koroner

Akut”.

Makalah presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas

dalam kepaniteraan klinik di stase kardiologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Jakarta

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai

pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian makalah ini,

terutama kepada :

1. dr. Achyar, SpJP selaku pembimbing presentasi kasus ini.

2. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Kardiologi RSUP Fatmawati atas

bantuan dan dukungannya.

Kami menyadari dalam pembuatan makalah presentasi kasus ini masih

banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu segala kritik dan saran yang

membangun guna penyempurnaan makalah presentasi kasus ini sangat kami

harapkan.

Demikian, semoga makalah presentasi kasus ini dapat bermanfaat bagi kita

semua,terutama dalam bidang Kardiologi.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, 12 Februari 2015

Penyusun

Page 3: Presentasi Kasus Kardiologi

3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 3

BAB I STATUS PASIEN .................................................................................................... 4

1.1 Identitas pasien ........................................................................................................ 4

1.2 Anamnesis ................................................................................................................. 4

1.3 Pemeriksaan fisik ...................................................................................................... 5

1.4 Pemeriksaan penunjang ............................................................................................ 7

1.5 Resume. ..................................................................................................................... 14

1.6 Diagnosis.. ................................................................................................................. 15

1.7 Tatalaksana.. .............................................................................................................. 15

1.8 Prognosis ................................................................................................................... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 16

2.1 Sindrom Koroner Akut ............................................................................................ 16

2.2. Diabetes Mellitus ..................................................................................................... 29

BAB III ANALISA KASUS ............................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 35

Page 4: Presentasi Kasus Kardiologi

4

BAB I

STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien

No. RM : 447355

Nama : Tn. RS

Usia : 50 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pegawai swasta

Alamat : Sawangan, Bogor

1.2 Anamnesis

Keluhan Utama:

Nyeri dada kiri sejak 4 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien mengeluhkan nyeri dada kiri sejak 4 jam SMRS. Nyeri dada kiri

dirasakan seperti tertimpa beban berat dan menjalar ke leher hingga ke

punggung kiri. Nyeri dirasakan pasien saat mengendarai sepeda motor setelah

pulang bekerja. Setelah itu pasien beristirahat dirumah, namun nyeri dada

tidak berkurang. Pasien juga merasa jantung berdebar-debar dan keringat

dingin serta napas terasa berat. Kemudian pasien dibawa ke IGD RSUP

Fatmawati, dan diberikan obat dibawah lidah setelah itu pasien merasa nyeri

dada menghilang.

Sejak 3 bulan terakhir pasien mengeluh sering BAK terutama dimalam

hari sehingga pasien sering terbangun dari tidur. Selain itu pasien sering

merasa haus dan nafsu makan bertambah.

Page 5: Presentasi Kasus Kardiologi

5

Riwayat Penyakit Dahulu:

Pasien belum pernah merasakan keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat

hipertensi, diabetes melitus, kolesterol, stroke dan trauma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga:

Riwayat keluhan yang sama di keluarga tidak ada. Riwayat hipertensi (-),

diabetes mellitus (-), stroke (-).

1.3 Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : Tampak sakit

Kesadaran : compos mentis

b. Tanda Vital

TD : 120/90 mmHg

HR : 79x/menit

RR : 20x/menit

Suhu : 36,7oC

c. Pemeriksaan Sistem

Kepala : Normocefali, warna rambut hitam, penyebaran rambut merata,

tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Hidung : Deviasi septum (-), Sekret (-/-)

Telinga : Normotia, liang telinga lapang +/+, sekret -/-

Mulut : Oral hygiene baik, oral trush -, gigi palsu -, faring hiperemis -,

tonsil T1/T1

Leher : Trakea di tengah, tiroid tidak teraba, JVP 5-2 cmH20 pembesaran

KGB(-), nyeri tekan (-)

Page 6: Presentasi Kasus Kardiologi

6

Toraks :

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 midclavicula sinistra.

Perkusi : Batas jantung kanan linea parasternalis dextra ICS IV.

Batas jantung kiri ICS V midclavicula sinistra 1 jari medial

Pinggang jantung pada ICS 2 Parasternalis sinistra.

Auskultasi : BJ S1-S2 reguler normal, gallop (-), murmur (-)

Paru

Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris saat statis dan dinamis,

retraksi otot interkosta (-), massa (-)

Palpasi : Massa (-) , pelebaran sela iga (-), vokal fremitus simetris di kedua

lapang paru

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing -/-

Abdomen

Inspeksi : Datar, tidak tampak buncit, spider nevi (-)

Auskultasi : BU (+) normal

Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastritum (-), hepar dan lien tidak

teraba

Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

Page 7: Presentasi Kasus Kardiologi

7

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3 detik, edeme pitting (-/-),

clubbing finger -/-

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium (03/02/2015)

Parameter Nilai rujukan Hasil

Darah Rutin

Hemoglobin

Hematokrit

Leukosit

Trombosit

Eritrosit

13,2-17,3

33-45

5.000-10.000

1500.000-440.000

3.80-5.20

14,4 g/dL

42 %

11,4 ribu/uL

239 ribu/uL

4,92 juta/uL

Fungsi Hati

SGOT

SGPT

<37

<40

81 U/l

35 U/l

Fungsi Ginjal

Ureum Darah

Creatinin Darah

Asam urat darah

20-40

0,6-1,5

<7

28 mg/dL

0,8 mg/dL

5,8 mg/dL

Diabetes

Gula Darah Sewaktu

70-140

375 g/dL

Analisa gas darah

pH

PCO2

PO2

BP

HCO3

SaO2

BE

Total CO2

7.37-7.44

35-45

83-108

-

21-28

95-99

-2.5 – 2.5

19-24

7.39

29,3 mmHg

70,7 mmHg

753 mmHg

17.6 mmol/L

94,7 %

-5.8 mmol/L

18,5 mmol/L

Elektrolit Darah

Natrium

Kalium

Klorida

135-147

3,1-5,1

95-108

139 mmol/l

3,79mmol/l

103 mmol/l

Lemak

Trigliserida

<150

195 mg/dl

Page 8: Presentasi Kasus Kardiologi

8

Kolesterol total

Kolesterol HDL

Koleterol LDL direk

<200

28-63

<130

182 mg/dl

40 mg/dl

98 mg/dl

Hemostasis

APTT

Kontrol APTT

PT

Kontrol PT

INR

26,3-40,3

-

11,5-14,5

-

21,9 detik

31,5

12,2 detik

13,5

0,87

Pemeriksaan Marker Jantung (03/02/2015)

Normal I (4.00) II (14.00) III (17:48)

CK < 175 817 2.618 3.095

CK-MB 7-25 93 314 355

Troponin T < 50 288 >2.000 >2.000

Pemeriksaan EKG

03/02/2015 04:00

Page 9: Presentasi Kasus Kardiologi

9

Interpretasi EKG

Irama Sinus rhytm

QRS rate 75x/menit

Regularitas Regular

Axis Normoaxis

Interval PR 0.12 s

Gelombang P 0.06 s

Kompleks QRS 0.08 s

ST Elevasi -

ST Depresi -

T inverse -

Q patologis V1-V4

Page 10: Presentasi Kasus Kardiologi

10

05/02/2015

06/02/2015

ST Elevasi -

ST Depresi -

T inverse I, aVL, V1-V5

Q patologis V1-V4

ST Elevasi -

ST Depresi -

T inverse V1-V4

Q patologis V1-V4

Page 11: Presentasi Kasus Kardiologi

11

07/02/2015

08/02/2015

ST Elevasi -

ST Depresi -

T inverse V1-V4

Q patologis V1-V4

ST Elevasi -

ST Depresi -

T inverse V1-V5

Q patologis V1-V4

Page 12: Presentasi Kasus Kardiologi

12

09/02/2015

10/02/2015

ST Elevasi -

ST Depresi -

T inverse I, V1-V5

Q patologis V1-V4

ST Elevasi -

ST Depresi -

T inverse I, V1-V5

Q patologis V1-V4

Page 13: Presentasi Kasus Kardiologi

13

11/02/2015

Pemeriksaan Radiologi Toraks 04/02/2015

ST Elevasi -

ST Depresi -

T inverse I, V1-V5

Q patologis V1-V4

Page 14: Presentasi Kasus Kardiologi

14

Interpretasi Foto Toraks :

-Trakea relatif ditengah

-Mediastinum superior tidak melebar

-Jantung kesan tidak membersar

-Aorta elongasi dan kalsifikasi

-Pulmo: kedua hilus tidak menebal dan infiltrat di parakardial kanan kiri

-Kedua sinus kostofrenikus dan diafragma baik

-Tulang-tulang costae kesan intak

Kesan:

Cor dalam batas normal

Aorta elongasi dan kalsifikasi

Pulmo : infiltrat di parakardial kanan kiri

1.5 Resume

Tn. RS, laki-laki, 50 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri

dada kiri sejak 4 jam SMRS. Nyeri dirasakan pasien saat mengendarai sepeda

motor setelah pulang bekerja. Nyeri tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga

merasa jantung berdebar-debar dan keringat dingin serta napas terasa berat. Sejak

3 bulan terakhir pasien mengeluhkan sering BAK terutama dimalam hari, sering

haus dan nafsu makan bertambah. Pasien memiliki kebiasaan merokok sudah ±

20 tahun dengan 12 batang rokok / hari. Pasien mengaku jarang berolahraga.

Pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/90mmHg, frekuensi nadi 79

x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu 36.70C. Pada pemeriksaan jantung

didapatkan hasil yang normal. Pada gambaran EKG didapatkan irama sinus

rhytm, laju QRS 75 x/menit, reguler, normoaksis, T inversi pada V1-V5 dan Q

patologis pada V1-V4. Pada foto toraks didapatkan CTR < 50%, jantung dalam

batas normal, aorta elongasi, dan infiltrat parakardial kanan dan kiri.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan, leukosit 11.400/uL, SGOT 81 U/I, SGPT

35 U/I, GDS 375 mg/dl, HbA1c 9.5% , peningkatan CK, CK-MB, dan troponin T,

dan APTT 21.9 detik, trigliserida 195 mg/dl.

Page 15: Presentasi Kasus Kardiologi

15

1.6 Diagnosis

1. ACS NSTEMI

2. DM Tipe II

1.7 Tatalaksana

1. ACS NSTEMI

- Pemberian oksigen 3 L/ menit nasal kanul

- ISDN 1 x 5 mg

- Aspilet 1 x 80 mg (loadig dose 160-325 mg)

- Clopidogrel 1 x 75 mg (loading dose 300mg)

- Simvastatin 1 x 20 mg

- Captopril 2 x 12.5 mg

- Carvedilol 2 x 3,125 mg

- Enoxaparin 1mg/kg SC/12 jam (selama 8 hari)

2. DM tipe II

- Novorapid (insulin aspart) 1 x 8 unit

1.8 Prognosis

- Ad vitam : bonam

- Ad fungsionam : bonam

- Ad sanationam : bonam

Page 16: Presentasi Kasus Kardiologi

16

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Sindrom Koroner Akut

2.1.1 Definisi

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan kondisi yang mengancam kehidupan

pasien yang memiliki penyakit arteri koroner kapan saja. Sindrom koroner

akut merupakan suatu masalah kardiovaskuler yang utama karena

menyebabkan angka perawatan rumah sakit dan angka kematian yang tinggi.

SKA sering menimbulkan perubahan secara tiba-tiba secara progresif terkait

dengan perjalanan penyakitnya. Bentuk sindrom tersebut merupakan suatu

rangkaian kejadian mulai dari angina pektoris tidak stabil sampai berkembang

menjadi infark miokardium akut yang merupakan kondisi di mana sudah

terjadi kerusakan/nekrosis otot jantung secara ireversibel. Keadaan yang

terjadi pada SKA dapat melipiuti angina pektoris tak stabil/APTS (unstable

angina/UA). Infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa

elevasi segmen ST ( Non-ST elevationmyocardial infractional NSTEMI), dan

infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (

ST elvation myocardiac infarc)atau STEMI.

2.1.2 Epidemiologi

Lebih dari 1,4 juta orang di USA mengidap SKA. Sekitar 38% dari pasien

SKA berujung kematian. Seiring dengan berkembangnya penelitian mengenai

SKA, mortalitas pasien SKA semakin menurun dari tahun ke tahun dengan

pengobatan yang lebih maju serta pencegahannya.

WHO memperkirakan 17,5 juta populasi meninggal akibat penyakit

kardiovaskular pada tahun 2005, dimana angka tersebut mewakili 30 % dari

seluruh kematian. Dari jumlah kematian tersebut, 7,6 juta kematian

disebabkan penyakit jantung koroner dan 5,7 juta kematian disebabkan

kanker. sekitar 80 % dari kematian tersebut terjadi pada negara – negara

Page 17: Presentasi Kasus Kardiologi

17

berpendapatan rendah dan menengah. Jika hal tersebut berlanjut, maka di

tahun 2015 diperkirakan sekitar 20 juta orang akan meninggal akibat penyakit

kardiovaskular (khususnya Penyakit Jantung Koroner dan stroke). Di

Indonesia, hasil survei kesehatan rumah tangga menunjukkan hal senada.

Salah satu tipe penyakit kardiovaskuler yang paling sering terjadi masyarakat

adalah penyakit jantung iskemik.

2.1.3 Faktor Risiko

Absolut

1. Umur

Risiko terjadinya kejadian SKA meningkat dengan bertambahnya umur.

Lebih dari separuh individu yang terkena serangan jantung berumur 65

tahun atau lebih, dan 4 dari 5 kematian akibat serangan jantung berumur

lebih dari 65 tahun.

Pada beberapa populasi, total serum kolesterol, tekanan darah, dan

penigkatan berat badan meningkat bersamaan dengan bertambahnya umur.

2. Jenis Kelamin

Manifestasi SKA cenderung lebih tinggi pada laki-laki dari pada

perempuan. Hal tersebut diduga karena adanya teori efek proteksi

estrogen, di mana risiko terjadinya penyakit jantung pada wanita

meningkat secara dramatis setelah menopause, saat tubuh mereka berhenti

menghasilkan estrogen

Page 18: Presentasi Kasus Kardiologi

18

3. Faktor Keturunan

Kecenderungan untuk terjadinya serangan jantung pada seseorang, juga

ditentukan oleh faktor hereditas. Contohnya, pada familial

hiperkolesterolemia.

Non-absolut:

1. Hipertensi

Studi yang dilakukan menunjukkan bahwa dengan meningkatnya baik

tekanan darah sistolik maupun diastolik, kemungkinan untuk terjadinya

SKA, stroke, gagal jantung, juga akan bertambah.

Hipertensi sangat sering timbul bersamaan dengan faktor risiko

kardiovaskular lainnya, terutama obesitas, hiperkolesterolemia, serta

diabetes melitus. Penanganan hipertensi secara baik dapat secara bermakna

menurunkan risiko yang berkaitan dengan hal ini.

2. Dislipidemia

Kadar kolesterol serum yang lebih tinggi dari 265 mg/dL (6,85 mmol/L)

pada orang yang berusia 35-40 tahun meningkatkan risiko penyakit

jantung koroner hingga lima kali lipat bila dibandingkan dengan nilai <

220 mg/dL (5,7 mmol/L). Sekitar 70% dari kolesterol ini akan ditranspor

dalam bentuk lipoprotein densitas rendah (LDL) dan pembentukan

aterosklerosis berhubungan erat dengan peningkatan kadar LDL. Kelainan

pada reseptor LDL akan menyebabkan aterosklerosis yang sangat dini.

Faktor risiko khusus tampaknya adalah lipoprotein (a) (=LDL yang

mengandung apolipoprotein Apo(a). Apo(a) serupa dengan plasminogen

dan berikatan dengan fibrin sehingga Apo(a) dapat memiliki efek

antifibrinolitik dan trombogenik. (Perannya terhadap trigliserida dan

lipoprotein berdensitas tinggi (HDL)).

3. Merokok

Merokok merupakan kontributor terbesar SKA, stroke, dan penyakit

pembuluh darah perifer, meskipun pada umunya perokok memiliki berat

Page 19: Presentasi Kasus Kardiologi

19

badan yang lebih rendah dan tekanan darah yang relatif normal.

Diperkirakan dari 500.000 angka kematian akibat SKA/tahun, 30-40%

adalah perokok. Studi Framingham menunjukkan bahwa pada pria yang

merokok angka kejadian kematian mendadak meningkat 10 kali lipat dan 5

kali lipat pada wanita perokok.

4. Obesitas

Semakin tinggi tingkat obesitas seseorang, semakin besar kemungkinan

terjadinya faktor risiko terjadinya faktor risiko lain seperti hipertensi dan

diabetes. Dari suatu studi terkini yang memeriksa 100.000 perempuan

dengan rentang usia 30-55 tahun menunjukkan bahwa risiko untuk

penyakit jantung lebih tinggi 3x lipat pada perempuan yang obesitas.

5. Diabetes melitus

Individu-individu dengan diabetes, terutama diabetes yang timbul saat usia

dewasa, mengalami kenaikan angka kejadian SKA dan stroke. Pasien

dengan DM tipe II memiliki kadar insulin dalam darah yang lebih tinggi

dari normal akan tetapi sel-sel tidak respon lagi terhadap insulin.

Peningkatan insulin ini mengakibatkan terjadinya kenaikan tekanan darah

dan menumpuknya deposit lemak pada pembuluh darah, sehingga terjadi

proses aterosklerosis dan komplikasinya.

6. Kurangnya Aktifitas Fisik

Berolahraga rutin dan teratur memiliki efek kardioprotektif berupa

berkurangnya sel lemak yang dapat menurunkan berat badan, menurunkan

tekanan darah, dan proses peradangan pada pembuluh darah. Selain itu,

juga akan mengurangi kebutuhan oksigen dan meningkatkan kemampuan

beraktifitas yang akan menurunkan risiko SKA.

2.1.4 Patofisiologi

Lapisan endotel pembuluh darah yang normal akan mengalami

kerusakan karena adanya faktor resiko antara lain, faktor hemodinamik

Page 20: Presentasi Kasus Kardiologi

20

seperti hipertensi, zat – zat vasokontriktor, mediator (sitokin) dari sel

darah, asap rokok, peningkatan gula darah dan oksidasi oleh LDL-C.

Kerusakan ini akan menyebabkan sel endotel menghasilkan cell molecule

adhesion seperti sitokin (IL-1), TNF alfa, kemokin (monocyte

chemoattractant factor-1), dan PDGF. Sel inflamasi seperti monosit dan

T-limfosit masuk ke permukaan endotel dan bermigrasi dari endotelium ke

sub endotel. Monosit kemudian berproliferasi menjadi makrofag dan

mengambil LDL teroksidasi yang bersifat aterogenik. Makrofag ini terus

membentuk sel busa. LDL yang teroksidasi menyebabkan kematian sel

endotel dan menghasilkan respon inflamasi. Sebagai tambahan terjadi

respon dari angiotensin II yang menyebabkan gangguan vasodilatasi dan

mengaktifkan efek protrombin dengan melibatkan platet dan faktor

koagulasi. Akibat kerusakan endotel terjadi respon protektif yang dipicu

oleh inflamasi dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous. Plak yang stabil

bisa menjadi tidak stabil dan mengalami ruptur.

Selanjutnya pada lokasi ruptur plak,berbagai agonis seperti

kolagen, ADP, epinefrin dan serotonin memicu aktivitas trombosit, yang

selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2

(vasokontriktor lokal yang poten). Selain itu, aktivitas trombosit memicu

reseptor glikoprotein IIb/IIIa yang mempunyai afinitas tinggi terhadap

sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor

von Willebrand (vWF) dan fibrinogen. Dimana keduanya adalah molekul

multivalen yang mengikat platelet yang berbeda secara simultan,

menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi.

Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel

endotel yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi

protrombin menjadi trombin yang kemudian mengkonversi fibrinogen

menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat kemudian akan mengalami

oklusi oleh trombus yang terdiri dari agregat trombus dan fibrin.

Page 21: Presentasi Kasus Kardiologi

21

Gambar 1. Patogenesis pembentukan aterom

Sumber: Lilly, 2011

Pada infark miokard akut dengan ST elevasi umumnya terjadi

penurunan aliran darah koroner secara mendadak setelah oklusi trombus

pada palk aterosklerosis yang telah ada sebelumnya. Stenosis arteri

koroner berat yang berkembang scara lambat biasanya tidak memicu IMA

STE karena tumbulnya banyak kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian

besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerotik mengalami fisur, ruptur,

atau ulserasi dan jika kondisi ruptur lokal akan menyebabkan oklusi arteri

koroner. Penelitian histologi menunjukkan plak koroner cenderung

mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya

lipid. Pada IMA STE gambaran klasik terdiri dari fibrin rich red thrombus

yang dipercaya menjadi dasar sehingga IMA STE memberikan respon

terhadap terapi trombolitik.

Fase Aterosklerosis

Sumber: Robbins, 2007

Page 22: Presentasi Kasus Kardiologi

22

Gangguan plak aterom

Sumber: Lilly, 2011

2.1.5 Klasifikasi SKA

1. Angina Pektoris Tidak Stabil/Unstable Angina Pectoris (UAP)

Yang dimasukkan ke dalam UAP yaitu:

a. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina

cukup berat dan frekuaensi cukup sering, lebih dari 3x/hari.

b. Pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina

stabil, lalu serangan angina timbul lebih sering, dan lebih berat sakit

dadanya, sedangkan faktor presipitasi makin ringan.

c. Pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.

Klasifikasi berdasarkan beratnya serangan angina dan keadaan klinik:

Beratnya angina

Kelas I: Angina yang berat untuk pertama kali atau makin bertambah

beratnya nyeri dada.

Kelas II: Angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1

bulan, tapi tak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.

Page 23: Presentasi Kasus Kardiologi

23

Kelas III: Adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya

secara akut baik sekali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.

Keadaan klinis

Kelas A: angina tidak stabil sekunder, karena adanya anemia, infeksi

lain atau febris.

Kelas B: angina tidak stabil primer, tak ada faktor extra cardiac.

Kelas C: angina yang timbul setelah serangan infark jantung.

Intensitas pengobatan

Tidak ada pengobatan atau hanya mendapat pengobatan minimal.

Timbul keluhan, walaupun telah mendapat terapi yang standar.

Masih timbul serangan angina, walaupun telah diberikan pengobatan

yang maksimum, dengan beta-bloker, nitrat, dan antagonis kalsium.

Diagnosis angina tidak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemia

sedangkan tidak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun

tanpa perubahan ECG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen ST atau

elevasi yang sebentar atau adanya gelombang T inversi. Karena kenaikan

enzim biasanya dalam waktu 12 jam, maka pada tahap awal serangan, angina

tidak stabil sering kali tida bisa dibedakan dengan NSTEMI.

Patofisiologi UAP/NSTEMI:

Lima proses patofisiologi yang berkontribusi dalam terjadinya UA/NSTEMI:

1. Nonoklusif trombus pada plak yang sudah ada

Akibat dari agregasi platelet pada plak yang robek.

2. Obstruksi dinamik yang disebabkan oleh spasme koroner atau

vasokonstriksi) pada tempat plak aterosklerosis. Terjadi spasme lokal

akibat hiperkontraksi otot polos vaskuler pada disfungsi endotel.

3. Obstruksi mekanik yang progresif

Penyempitan berat tanpa spasme atau trombus. Terjadi aterosklerosis yang

progresif, restenosis setelah PCI.

4. Inflamasi atau infeksi

Page 24: Presentasi Kasus Kardiologi

24

Terjadi suatu infeksi yang menyebabkan penyempitan destabilisasi plak,

rupturnya plak, dan terjadi trombogenesis.

5. UA sekunder.

Dapat terjadi oleh:

- Kondisi yang menaikkan kebutuhan O2 seperti demam, takikardia,

tirotoksikosis.

- Hipotensi sehingga menurunkan aliran a.koronaria

- Berkurangnya suplai O2.

Pemeriksaan Fisik:

Sering normal pada pemeriksaan fisik pada kebanyakan pasien. PF yang

dilakukan saat nyeri dada dapat ditemukan aritmia, gallop bahkan murmur,

split S2 paradoksal, ronkhi basah di bagian basal paru, yang menghilang

lagi pada waktu nyeri sudah berhenti. Tanda-tanda aterosklerosis: sklerosis

a. Carotis, aneurisma abdominal, nadi dorsum pedis/tibialis posterior tidak

teraba, penyakit valvular karena sklerosis, adanya hipertensi, LVH,

xatoma, kelainan fundus mata. Dll.

Pemeriksaan Biomarker Jantung:

Tidak ada peningkatan CKMB maupun Troponin.

2. ACS NSTEMI (Acute Coronary Syndrome Non-ST Elevation)

Keluhan yang terjadi sama dengan UAP, yang membedakan hanyalah

tidak terjadi peningkatan enzim jantung pada UAP dan tidak ada gambaran

spesifik ST depresi pada UAP.

Pemeriksaan EKG:

Page 25: Presentasi Kasus Kardiologi

25

Gambaran ST depresi, horizontal maupun down sloping, yang lebih

dari sama dengan 0,05mV pada dua atau lebih sadapan sesuai regio

dinding ventrikelnya, dan/atau inversi gelombang T lebih dari sama

dengan 0,1 mV dengan gelombang R prominen atau rasio R/S <1.

Pada keadaan teretntu EKG 12 sadapan dapat normal, terutama pada

iskemia posterior (V7-V9) atau ventrikel kanan (sadapan V3R-V4R)

yang terisolasi

Dianjurkan pemeriksaan EKG serial setiap 6 jam untuk mendeteksi

kondisi iskemia yang dinamis

Gambaran khas EKG UAP/NSTEMI

Sumber: Lilly, 2011

Pemeriksaan Biomarker Jantung:

Peningkatan troponin T dan /atau CKMB (4-6 jam setelah onset)

3. ACS STEMI (Acute Coronary Syndrome ST-Elevation)

Presentasi klinis menyerupai SKA pada umumnya. Namun kadang pasien

datang dengan gejala atipikal: nyeri dada pada lengan atau bahu, sesak

nafas akut, sinkop atau aritmia. Pasien dengan STEMI biasanya telah

memiliki riwayat angina atau PJK, usia lanjut, dan kebanyakan laki – laki

Page 26: Presentasi Kasus Kardiologi

26

Pemeriksaan Fisik:

Sebagian besar pasien gelisah dan cemas, ekstremitas pucat disertai

keringat dingin, kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan

banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI

Sekitar ¼ pasien infark anterior mempunyai manifestasi hiperaktivitas

saraf simpatis (takikardidan/atau hipotensi) dan hampir setengah

pasien infark inferior menunjkkan parasimpatis (bradikardi dan/atau

hipotensi)

S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas S1 dan split paradoksikal S2,

murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara

karena disfungsi katup mitral dan pericardial friction rub.

Klasifikasi Killip dapat digunakan untuk mengevaluasi hemodinamik

dan prognosis pasien SKA

Pemeriksaan EKG:

Elevasi segmen ST lebih dari sama dengan 0,1mV yang dihitung mulai

dari titik J, paad dua atau lebih sdapan sesuai regio dinding

ventrikelnya. Namun khusus pada sadpan V2-V3, batasan elevasi

menjadi lebih dari sama dnegan 0,2 mV pada laki – laki usia lebih dari

sama dengan 40 tahun, lebih dari sama dengan 0,25 mV pada laki –

laki berusia < 40 tahun, atau lebih dari sama dengan 0,15 mV pada

perempuan

EKG pada STEMI merupakan EKG yang berevolusi. Sebagian besar

pasien dnegan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi

menjadi gelombang Q pada EKG.

Perubahan Gambaran EKG pada ACS STEMI

Page 27: Presentasi Kasus Kardiologi

27

Sumber: Lilly, 2011

Pemeriksaan Biomarker Jantung:

Peningkatan troponin T (untuk diagnosis akut) dan/atau CKMB (untuk

diagnosis dan melihat luas infark).

2.1.6 Tatalaksana

- Tatalaksana Prehospital

1. Monitoring, dan amankan ABC, persiapkan RJP dan defibrilasi

2. Berikan aspirin, dan pertimbangkan okisgen, nitrogliserin, dan

morfin jika diperlukan

3. Pemasangan EKG 12 sadapan dan interpretasi

4. Lakukan pemberitahuan ke RS untuk melakukan persiapan

penerimaan pasien dengan STEMI

5. Bila akan diberikan fibrinolitik prehospital, lakukan check-list

terapi fibrinolitik.

- Tatalaksana Hospital

Ruang Gawat Darurat (Penilaian awal di IGD < 10 menit)

1. Cek tanda vital, evaluasi saturasi oksigen

2. Pasang intravena

3. Lakukan anamnesis singkat, terarah, dan pemeriksaan fisik

4. Lengkai check list fibrinolitik, cek kontraindikasi

5. Lakukan pemeriksaan enzim jantung, elektrolit, dan pembekuan

darah

6. Pemeriksaan sinar X (<30 menit setelah pasien sampai di IGD)

Sumber:

Lilly, 2011

Page 28: Presentasi Kasus Kardiologi

28

Terapi Awal di IGD

1. Segera berikan oksigen 4l/menit kanul nasal, pertahankan saturasi

oksigen > 90%

2. Berikan aspirin 160-325 mg

3. Nitrogliserin sublingual atau semprot

4. Morfin IV jika nyeri dada tidak berkurang dengan nitrogliserin

Page 29: Presentasi Kasus Kardiologi

29

2.2 Diabetes Melitus

Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang merupakan

kumpulan masalah anatomi dan kimiawi dengan ciri hiperglikemia yang

terjadi akibat dari defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi

insulin. Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, diabetes

melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau

kedua-duanya.

Klasifikasi diabetes melitus menurut American Diabetes Association :

Diagnosis diabetes melitus ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar

glukosa darah dan tidak bisa ditegakkan berdasarkan adanya glukosuria. Hal ini

disebabkan karena munculnya glukosa di urin (saat sudah melewati ambang

glukosa) terjadi sebelum transport maksimum tercapai. Ada perbedaan antara

ambang glukosa dan transpor maksimum yang disebabkan karena tidak semua

nefron mempunyai transport maksimum yang sama untuk glukosa, dan beberapa

nefron mulai mengekskresi glukosa sebelum nefron lain mencapai transport

Page 30: Presentasi Kasus Kardiologi

30

maksimumnya. Secara umum, transport maksimum untuk ginjal adalah 375

mg/menit, dan ini akan tercapai saat semua nefron telah mencapai kapasitas

maksimalnya untuk reabsorpsi glukosa. Hal inilah yang membuat glukosuria

bukan kriteria penegakkan diagnosis diabetes melitus.

Pemeriksaan glukosa darah yang disarankan untuk penentuan diagnosis

diabetes melitus adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan sampel

darah plasma vena. Pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer dapat

digunakan untuk tujuan pemantauan hasil terapi. Kecurigaan adanya diabetes

melitus perlu dipikirkan jika terdapat keluhan klasik diabetes melitus seperti di

bawah ini :

A. Keluhan klasik diabetes melitus : poliuria, polifagia, polidipsi, dan

penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

B. Keluhan lain berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulva pada wanita.

Cara menegakkan diagnosis diabetes melitus :

A. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu

> 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus.

B. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl ditambah adanya keluhan

klasik.

C. Tes toleransi oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa

lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa

plasma puasa, tetapi pemeriksaan ini memiliki keterbatasan, yaitu sulit

untuk dilakukan berulang-ulang dan membutuhkan persiapan khusus

Tabel 2. 1Kriteria Diagnosis diabetes melitus

Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu

hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir

Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0

mmol/L) puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8

Page 31: Presentasi Kasus Kardiologi

31

jam

Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)

TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa

yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

Gambar 2. 1Langkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus dan Toleransi

Glukosa Terganggu

Page 32: Presentasi Kasus Kardiologi

32

BAB III

ANALISA KASUS

Tn. RS, laki-laki, 50 tahun, datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri

dada kiri sejak 4 jam SMRS. Nyeri dirasakan pasien saat mengendarai sepeda

motor setelah pulang bekerja. Nyeri tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga

merasa jantung berdebar-debar dan keringat dingin serta napas terasa berat. Sejak

3 bulan terakhir pasien mengeluhkan sering BAK terutama dimalam hari, sering

haus dan nafsu makan bertambah. Pasien memiliki kebiasaan merokok sudah ±

20 tahun dengan 12 batang rokok / hari. Pasien mengaku jarang berolahraga.

Pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/90mmHg, frekuensi nadi 79

x/menit, frekuensi napas 20x/menit, suhu 36.70C. Pada pemeriksaan jantung

didapatkan hasil yang normal. Pada gambaran EKG didapatkan irama sinus

rhytm, laju QRS 75 x/menit, reguler, normoaksis, T inversi pada V1-V5 dan Q

patologis pada V1-V4. Pada foto toraks didapatkan CTR < 50%, jantung dalam

batas normal, aorta elongasi, dan infiltrat parakardial kanan dan kiri.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan, leukosit 11.400/uL, SGOT 81 U/I,

SGPT 35 U/I, GDS 375 mg/dl, HbA1c 9.5% , peningkatan CK, CK-MB, dan

troponin T, dan APTT 21.9 detik, trigliserida 195 mg/dl.

Diagnosis

- ACS NSTEMI

- DM tipe II

Diagnosis ACS NSTEMI ditegakkan karena pada pasien memiliki faktor risiko

berupa jenis kelamin laki-laki dan kebiasaan merokok. Pada anamnesis

didapatkan angina tipikal, gambaran EKG T inversi, dan adanya peningkatan

marker jantung.

Page 33: Presentasi Kasus Kardiologi

33

Diagnosis DM tipe II ditegakkan karena pada pasien terdapat 3 gejala klasik yaitu

sering BAK pada malam hari, sering haus, dan nafsu makan bertambah disertai

dengan hasil GDS 375 mg/dl dan HbA1c 9.5%.

Lapisan endotel pembuluh darah mengalami kerusakan karena adanya

faktor risiko pada pasien antara lain, rokok, peningkatan gula darah dan oksidasi

oleh LDL-C. Kerusakan ini akan menyebabkan sel endotel menghasilkan cell

molecule adhesion seperti sitokin (IL-1), TNF alfa, kemokin (monocyte

chemoattractant factor-1), dan PDGF. Akibat kerusakan endotel terjadi respon

protektif yang dipicu oleh inflamasi dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous. Plak

yang stabil bisa menjadi tidak stabil dan mengalami ruptur. Saat plak ruptur,

terjadi agregasi trombosit dan proses koagulasi yang membuat oklusi pada arteri

koronaria sehingga terjadi infark miokardium. Pada anamnesis akan didapatkan

angina tipikal, hasil EKG berupa ST elevasi dan ada peningkatan enzim jantung

yang menyatakan adanya nekrosis miosit jantung.

Pengobatan yang diberikan untuk pasien ini adalah

ACS NSTEMI

- Pemberian oksigen 3 L/ menit nasal kanul (pemberian oksigen

meningkatkan kadar PO2 sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen

untuk jantung)

- ISDN 1 x 5 mg (ISDN diberikan sebagai vasodilator agar aliran darah

koroner dapat kembali)

- Aspilet 1 x 80 mg ( dengan loading dose 160-325mg, pemberian dosis 80

mg karena keadaan pasien saat ini stabil)

- Clopidogrel 1 x 75 mg (dengan loading dose 300 mg. antiplatelet yang

bersifat agonis terhadap reseptor yang mengaktivasi platelet)

- Simvastatin 1 x 20 mg ( untuk stabilisasi plak)

- Captopril 2 x 12.5 mg (untuk mencegah remodelling dan gagal jantung)

- Carvedilol 2 x 3.125 mg (antiangina, menurunkan kontraktilitas dan suplai

O2 miokardium)

Page 34: Presentasi Kasus Kardiologi

34

- Enoxaparin 1 mg/kg SC /12 jam (antikoagulan selama 8 hari dari onset)

DM tipe II

- Novorapid (insulin aspart) 8 ui

Page 35: Presentasi Kasus Kardiologi

35

DAFTAR PUSTAKA

1. Lilly LS. Pathophysiology of Heart Disease: A Collaboartive Project of

Medical Students and Faculty. edition 5. Philadelphia : Lippincott William

Wilkins.2011.

2. Loscalzo, Joseph et al. Harrison’s Cardiovascular Medicine. USA: The

McGraw-Hill; 2010.

3. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI).

Bantuan Hidup Jantung Lanjut. Panduan untuk Tenaga Kesehatan. edisi

2011.

4. Price Sylvia A Wilson Lorraine M. Gangguan sistem pernafasan. Dalam:

Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. vol. 2. Edisi 6. Jakarta:

Penerbit buku kedokteran EGC; 2005

5. PERKENI.Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus

Tipe 2 di Indonesia. Jakarta.PERKENI.2011

6. Robbins SL, Kumar V, et al Editors. Paru dan saluran nafas atas. Dalam:

Buku Ajar Patologi. Vol 2. Edisi 7. Penerbot Buku Kedokteran EGC : Jakarta;

2007