Lapkas DHF Grade I

48
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang dilimpahkan-Nya, sehingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Demam Berdarah Dengue”. Pada kesempatan ini juga saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Pantas Martin Saing, Sp.A dan dr. Marisi Ester Sihite yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan selama kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSU HKBP Balige. Dengan segala kerendahan hati kami harap Laporan Kasus ini dapat memeberikan manfaat terutama bagi penulis dan juga pembacanya. Balige, November 2015 Penyusun i

description

Lapkas DHF Grade I

Transcript of Lapkas DHF Grade I

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah yang dilimpahkan-Nya,

sehingga pada akhirnya kami dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul “Demam

Berdarah Dengue”.

Pada kesempatan ini juga saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

dr. Pantas Martin Saing, Sp.A dan dr. Marisi Ester Sihite yang telah banyak memberikan

bimbingan dan masukan selama kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak di RSU HKBP

Balige.

Dengan segala kerendahan hati kami harap Laporan Kasus ini dapat memeberikan

manfaat terutama bagi penulis dan juga pembacanya.

Balige, November 2015

Penyusun

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................3

2.1. Definisi..................................................................................................................................3

2.2. Etiologi..................................................................................................................................4

2.3. Patogenesis dan Vektor DBD...............................................................................................4

2.4. Manifestasi Klinis.................................................................................................................8

2.5. Pemeriksaan Penunjang........................................................................................................9

2.6. Diagnosis...............................................................................................................................9

2.7. Diagnosis Banding..............................................................................................................11

2.8. Penatalaksanaan..................................................................................................................12

BAB III LAPORAN KASUS......................................................................................................18

BAB V KESIMPULAN...............................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................27

ii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1………………………………………………………………………………………………. 3

Gambar 2.2………………………………………………………………………………………………. 6

Gambar 2.3………………………………………………………………………………………………. 7

Gambar 2.4………………………………………………………………………………………………. 11

Gambar 2.5…………………………………………………..…………………………………………... 12

Gambar 2.6……………………………………………………………..………………………………... 13

Gambar 2.7………………………………………………………………………..……………………... 13

Gambar 2.8…………………………………………………………………………………..…………... 14

iii

iv

BAB I

PENDAHULUAN

Dengue adalah virus yang disebarkan melalui gigitan nyamuk yang telah menyebar

dengan cepat di seluruh wilayah WHO dalam beberapa tahun terakhir. Penyakit ini tersebar luas

diseluruh daerah tropis, dengan resiko daerah yang bervariasi yang dipengaruhi oleh curah hujan,

suhu dan urbanisasi yang cepat dan tidak direncanakan.1

Insiden dengue meningkat secara signifikan di seluruh dunia dalam beberapa dekade

terakhir. Angka sebenarnya dari kasus DBD tidak dilaporkan dan banyak kesalahan dalam

mengklasifikasikan. Salah satu perkiraan terbaru menujukkan angka 390 juta infeksi dengue per

tahun. Studi lain, tentang prevalensi DBD, memperkirakan 3,9 miliar orang, dari 128 negara,

berada pada resiko terinfeksi virus dengue.1

Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang telah mengalami wabah dengue yang

parah.penyakit ini sekarang endemic di lebih dari 100 negara di daerah WHO Afrika, Amerika,

Mediterani Timur, Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Amerika, Asia Tenggara dan PAsifik Barat

daerah yang paling terkena dampak serius. Kasus di seluruh Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik

Barat melebihi 1,2 juta pada tahun 2008 dan lebih dari 3 juta pada tahun 2013 (berdasarkan data

resmi yang disampaikan oleh Negara Anggota). Baru-baru ini jumlah kasus yang dilaporkan

terus meningkat. Pada 2013, 2,35 juta kasus dengue dilaporkan di Amerika saja, dari yang

37.687 kasus demam berdarah yang parah.1

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di

Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana

sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian

(AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.2

Sekitar 2,5 miliar orang, atau 40% dari populasi dunia, hidup di daerah di mana ada risiko

penularan demam berdarah. Demam berdarah adalah endemik di sedikitnya 100 negara di Asia,

Pasifik, Amerika, Afrika, dan Karibia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan

1

bahwa 50 sampai 100 juta infeksi terjadi setiap tahun, termasuk 500.000 kasus DBD dan 22.000

kematian, sebagian besar anak-anak. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati

urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak

tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia

sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.2,3

Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat penderita DBD di 34

provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan 641 diantaranya meninggal dunia. Angka

tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah

penderita sebanyak 112.511 orang dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita.4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang

disebabkan oleh virus denv1, denv2, denv3, dan denv4 yang termasuk dalam RNA virus.

Penyakit indeksi ini ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti betina serta memenuhi kriteria WHO

untuk DBD. DBD adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi virus dengue.5

2

Gambar 2.1. Spektrum klinis infeksi virus dengue

Dikutip dari: Khie Chen; Herdiman T. Pohan; Robert Sinto. Diagnosis dan Terapi Cairan pada

Demam Berdarah Dengue. Medicinus. 2009;22(1):3–7.

Manifestasi simptomatik infeksi virus dengue adalah sebagai berikut (Gambar 2.1.)5:

1. Demam tidak terdiferensiasi

2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam akut selama 2-7 hari, ditandai

dengan 2 atau lebih manifestasi klinis (nyeri kepala, nyeri retroorbital, mialgia/ atralgia, ruam

kulit, manifestasi perdarahan [petekie atau uji bendung positif], leukopenia) dan pemeriksaan

serologi dengue positif atau ditemukan pasien yang sudah dikonfirmasi menderita demam

dengue/ DBD pada lokasi dan waktu yang sama

3. DBD (dengan atau tanpa renjatan).

2.2. Etiologi

Dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue yang termasuk

kelompok Arthropod Borne Virus (Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus flavivirus,

familio flavivisidae dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu DEN–1, DEN–2, DEN–3, DEN–4.

Seluruh serotipe DENV muncul dari rantai sylvatic di hutan Asia Tenggara.6,7

3

2.3. Patogenesis dan Vektor DBD

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu

manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan

nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies

yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun merupakan vektor yang kurang berperan.

Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang

sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam

waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia

pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh

nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat menularkan virus selama hidupnya (infektif). Di tubuh

manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum

menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk

menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari

setelah demam timbul.8,9,10

Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom syok dengue) masih merupakan masalah yang

kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan SSD adalah hipotesis infeksi

sekunder (teori secondary heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement. Hipotesis

ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya

dengan serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk

menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain

yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian

berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi

heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi

dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement (ADE),

suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel

mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif

yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.5

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection

dapat dilihat pada gambar 2.2. yang dirumuskan oleh Suvatte, tahun 1977. Sebagai akibat infeksi

4

sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respons antibodi

anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan

transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Disamping itu,

replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat

terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus

kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan

aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan

peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang

intravaskular ke ruang ekstravaskular. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat

berkurang sampai lebih dari 30 % dan berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini

terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan

terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Syok yang tidak ditanggulangi

secara adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal. Oleh karena

itu, pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.5,8

Hipotesis kedua, menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain dapat

mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada

tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam

genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi

dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Selain itu beberapa strain virus mempunyai

kemampuan untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data

epidemiologis dan laboratoris.5,8

5

Gambar 2.2. Patofisiologi terjadinya syok pada DBD

Dikutip dari: Khie Chen; Herdiman T. Pohan; Robert Sinto. Diagnosis dan Terapi Cairan pada

Demam Berdarah Dengue. Medicinus. 2009;22(1):3–7.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen-antibodi selain

mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi

sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah (gambar 2.3.). Kedua faktor

tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat

dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran

ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama lain. Hal ini akan

menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi

trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III

mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular deseminata),

6

ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan

faktor pembekuan.5,8

Gambar 2.3. Patofisiologi perdarahan pada DBD

Dikutip dari: Khie Chen; Herdiman T. Pohan; Robert Sinto. Diagnosis dan Terapi Cairan pada

Demam Berdarah Dengue. Medicinus. 2009;22(1):3–7.

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi

koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin

sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.

Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositpenia, penurunan faktor pembekuan

(akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,

perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.8

7

2.4. Manifestasi Klinis

1. Demam

Demam tinggi yang mendadak, terus – menerus berlangsung selama 2 – 7 hari,

naik turun (demam bifasik). Kadang – kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40 oC dan

dapat terjadi kejang demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada demam

berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai menurun hati–hati karena fase

tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga dari demam.6,7,11

2. Tanda-tanda perdarahan

Penyebab perdarahan pada pasien demam berdarah adalah vaskulopati,

trombositopenia, gangguan fungsi trombosit serta koagulasi intravaskuler yang

menyeluruh. Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti ptekia,

purpura, ekimosis dan perdarahan konjungtiva. Ptekia merupakan tanda perdarahan yang

sering ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetepai dapat pula dijumpai pada

hari ke 3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaksis, perdarahan gusi, melena dan

hematemesis.6,7,11

3. Hepatomegali

Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi dari hanya

sekedar diraba sampai 2–4 cm di bawah arcus costa kanan. Derajat hepatomegali tidak

sejajar dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hepar berhubungan

dengan adanya perdarahan.6,7,11

4. Syok

Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah

demam turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah,

akral teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala

gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembesan plasma yang dapat bersifat ringan

atau sementara. Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk setelah

beberapa hari demam pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara 3–7,

terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung

jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah kecil

sampai tidak teraba.6,7,11

8

2.5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah

trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran

limfosit plasma biru (sejak hari ke 3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8

sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam.10,11

Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan

koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau

FDP). Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/

kreatinin.8,12

Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan

isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang

dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan

tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 1–2 minggu), serta biaya yang relatif

mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler

dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain

reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat

bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah

mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu. Pemeriksaan

yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan mendeteksi IgM dan

IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai

minggu ke 3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada

hari ke 14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke 2.5,11,12,13

Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat

dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada

keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan

efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.5,11,12,13

2.6. Diagnosis

Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi:

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik

9

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bending positif, petekie,

ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa, hematemesis dan melena

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ mm3)

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:

a. Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin.

b. Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan

nilai hematokrit sebelumnya.

c. Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia,

hiponatremia.5,6,7,8,11

Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:

Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah

uji torniquet.

Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.

Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun

(20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan

lembab, tampak gelisah.

Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.5,6,7,11

10

Keempat derajat tersebut dapat digambarkan pada gambar 2.4. berikut.

Gambar 2.4. Derajat DBD

Dikutip dari: Khie Chen; Herdiman T. Pohan; Robert Sinto. Diagnosis dan Terapi Cairan pada

Demam Berdarah Dengue. Medicinus. 2009;22(1):3–7.

2.7. Diagnosis Banding

1. DemamBeedarah Dengue

2. Demam Chikungunya

3. Malaria11

Temuan DBD CIKUNGUNYA MALARIA

Demam ++++ ++++ ++++

Tes torniquet ++++ +++ -

Petekie/ ekimosis ++ +/- -

Pertemuan ruam

petekie

++ - -

Hepatomegali ++++ +++ ++++

Ruam

Makulopapular

+ ++ -

11

Mialga/ artralgia + ++ +

limfadenopati ++ ++ -

Leukopenia ++ ++++ -

Trombositopenia ++++ + -

Syok ++ - -

Perdarahan

Gastriintestinal

++ - -

Tabel 2.1. Diagnosa Banding

2.8. Penatalaksanaan

Pada dasarnya terapi DBD adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan

ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi

substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting

yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses

kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga

6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan

akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara

bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau

kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi

pleura ataupun asites yang masif perlu selalu diwaspadai.9,14

Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang

berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung

zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan

antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia.

Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena berisiko

terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum).14

Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa

mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,

sebagai berikut:

12

1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok (gambar 2.5).

2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat (gambar 2.6).

3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20% (gambar 2.7).

4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.

5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa (gambar 2.8).

Gambar 2.5. Penanganan tersangka DBD tanpa syok

Gambar 2.6. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

13

Gambar 2.7. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%

14

Gambar 2.8. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa

Dikutip dari: Khie Chen; Herdiman T. Pohan; Robert Sinto. Diagnosis dan Terapi Cairan pada

Demam Berdarah Dengue. Medicinus. 2009;22(1):3–7.

15

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada

penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah jumlah

serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti

kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer

asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid

sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih

mudah didapat dan lebih murah. Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam

penatalaksanaan antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan relatif

mudah diekskresi, tidak mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang

minimal.15

Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif. Beberapa

efek samping yang dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema, asidosis

laktat, instabilitas hemodinamik dan hemokonsentrasi. Kristaloid memiliki waktu bertahan yang

singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan

menyebabkan efek penambahan volume vascular hanya dalam waktu yang singkat sebelum

didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial (ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3,

sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam

ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang interstisial. Namun demikian, dalam

aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan kristaloid antara lain mudah tersedia

dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai komposisi plasma, mudah disimpan dalam

temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.5

Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu pada

jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular) yang lebih

besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini,

diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih

stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko

anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti

memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch). Penelitian cairan

koloid dibandingkan kristaloid pada sindrom renjatan dengue (DSS) pada pasien anak dengan

parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama renjatan, memberikan hasil sebanding

16

pada kedua jenis cairan. Sebuah penelitian lain yang menilai efektivitas dan keamanan

penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia telah selesai

dilakukan, dan dalam proses publikasi.5

Jumlah cairan yang diberikan sangat bergantung dari banyaknya kebocoran plasma yang

terjadi serta seberapa jauh proses tersebut masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD derajat 1

dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan rumatan (maintenance) dan untuk mengganti cairan

akibat kebocoran plasma. Secara praktis, kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat

badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih 2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma

yang terjadi sebanyak 2,5-5% dari berat badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam. Jadi secara rata-

rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil adalah antara 3000-5000

ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan untuk menilai

apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang diberikan

sudah cukup atau masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah kondisi

klinis pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi hemodinamik

tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara 6-10 mg/kg

berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan dikurangi hingga

kondisi benar-benar stabil (lihat protokol pada gambar 2.8 dan 2.9). Pada kondisi di mana terapi

cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi hemodinamik belum stabil, pemeriksaan

kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan terjadinya

perdarahan internal.6,14,15

17

BAB III

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : An. Maria Tampubolon

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 7 Tahun 6 Bulan

Tanggal Lahir : 04 April 2008

Alamat : Jl. Sisimangaraja, Balige

Pendidikan : Sekolah Dasar

Suku Bangsa : Batak

Agama : Kristen Protestan

II. Identitas Orangtua

Nama : Gentina Napitupulu

Umur : 37 Tahun

Alamat : Jl. Sisimangaraja, Balige

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

III. Telaah Kasus

a. Anamnesis : Alloanamnesis dengan Ibu pasien

b. Keluhan Utama : Demam

c. Telaah :

Anak perempuan, 7 tahun 6 bulan dibawa orang tuanya ke IGD Rumah Sakit

Umum HKBP Balige tanggal 8 November 2015 pukul 19.00 wib dengan keluhan

demam. Demam sudah dialami sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam

tinggi bersifat terus-menerus. Demam tidak turun dengan obat penurun panas.

18

Riwayat mual (-), muntah (-). Riwayat mimisan(-), gusi berdarah (-). Riwayat

mengigil (-). BAK (+) Normal, BAB (+) Normal.

d. RPT : Disangkal

e. RPO : Paracetamol syr

f. Riwayat Keluarga : Anak ke 2 dari 3 bersaudara

g. RPK : Diabetes (-), Hipertensi (-)

h. Riwayat Kelahiran : Partus Spontan Pervaginam, aterm, BB 3200 gr

i. Riwayat Imunisasi : Tidak Jelas

j. Riwayat Nutrisi : 0-6 bulan ASI

6-18 bulan Bubur + Susu Formula

18 bulan – sekarang Makanan Biasa

k. Status Gizi : BB 25 kg

TB 125 cm

IMT

19

IV. Status Present

Sensorium : E4 V5 M6

Tekanan Darah : 120/80

HR : 118 x/i

RR : 20 x/i

Temperatur : 38 °C

SpO2 : 93 %

Rumpleed test : +

Anemis : -

Dyspnoe : -

Oedema : -

Ikterik : -

Sianosis : -

V. Pemeriksaan Fisik

a. Kepala/Wajah : Ubun-Ubun Besar Tertutup, rambut tidak mudah dicabut.

b. Mata : Conjungtiva palpebral inferior anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

pupil (isokor; ø 2 mm), reflex cahaya (+/+).

c. Hidung/Mulut/Telinga :

- Hidung

Pernapasan cuping hidung (-), mukosa hidung (normal).

- Mulut

Trismus (-), halitosis (-), mukosa bibir (basah), fisura (-), keilosis (-).

- Telinga

Daun telinga (lebar), serumen (-).

d. Leher : Tekanan Vena Junggularis R+2, Kelenjar Getah Bening

normal, pembesaran kelenjar tiroid (-).

e. Thoraks : Inspeksi : Simetris, fusiform, retraksi (-)

Palpasi : Stem Fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Suara pernafasan = vesikuler

Suara tambahan = tidak dijumpai

f. Jantung : HR 118 x/I, regular, desah (-), murmur (-).

20

g. Abdomen : Simetris, soepel, asites (-), koloid (+), timpani (-), peristaltik

usus (+) Normal, Hepar/Lien/Renal tidak teraba, turgor kulit

kembali cepat.

h. Punggung : Fusiform

i. Genitalia : ♀

j. Ekstremitas : Superior = Oedem (-), akral hangat, ptechie (+).

Inferiror = Oedem (-), akral hangat.

VI. Pemeriksaan Laboratorium

HB 12,5 g/dl Normal

Eritrosit 4,63 juta/uL ↓↓

Leukosit 1,6 ribu/mm3 ↑↑

Trombosit 91 ribu/uL ↓↓

Hct 36,4 % Normal

MCH 27,0 pg Normal

MCV 78,6 fl Normal

MCHC 34,3 % Normal

KGDs

VII. Diagnosis Banding

1. Demam Berdarah Dengue Grade I

2. Chikungunya

3. Demam Tifoid

4. Malaria

VIII. Diagnosis Kerja

Demam Berdarah Dengue Grade I

IX. Terapi

21

- Bed Rest

- IVFD RL 23 gtt/i makro

- Infus Farmadol 250 mg (jika T > 39 oC)

- Paracetamol Syr 3x2 cth

- Multivitamin Syr 2x1 cth

- Diet MII : Kalori (2000-2250 kal/hari), Protein (70 gr/hari)

22

X. Follow Up

No

.Tanggal Subjektif Objektif

Assesment Therapy

1 09-11-2015 Demam (+) Sens : CM

TD : 120/80 mmHg

HR : 118 x/i

SpO2 : 93 %

RR : 20 x/i

T : 38 oC

HB : 12,4 g/dl

Hct : 36,2 %

Leukosit : 1,5 ribu/mm3

Trombosit : 78 ribu/uL

Demam Berdarah

Dengue Grade I

IVFD RL 50 gtt/i (mikro)

Infus Farmadol 250 mg (jika

T > 39oC)

PCT Syr 3x1 cth

Anaria Syr 2x1 cth

Diet MII

2 10-11-2015 Demam (-)

Trombosit ↓↓

Sens : CM

TD : 110/70 mmHg

HR : 103 x/i

SpO2 : 96 %

RR : 24 x/i

T : 36,5 oC

HB : 12,5 g/dl

Hct : 38,1 %

Leukosit : 2,1 ribu/mm3

Demam Berdarah

Dengue Grade I

IVFD RL 50 gtt/i (mikro)

Infus Farmadol 250 mg (jika

T > 39oC)

PCT Syr 3x1 cth

Anaria Syr 2x1 cth

Diet MII

23

Trombosit : 68 ribu/uL

3 11-11-2015 Demam (-)

Trombosit ↓↓

Sens : CM

TD : 100/70 mmHg

HR : 90 x/i

SpO2 : 95 %

RR : 20 x/i

T : 36,7 oC

Hb : 12,1 g/dl

Hct : 35,1 %

Leukosit : 2,9 ribu/mm3

Trombosit : 67 ribu/uL

Ig G : (-)

Ig M : (+)

Demam Berdarah

Dengue Grade I

IVFD RL 50 gtt/i (mikro)

Infus Farmadol 250 mg (jika T

> 39oC)

PCT Syr 3x1 cth

Anaria Syr 2x1 cth

Diet MB

4 12-11-2015 Demam (-) Sens : CM

TD : 100/70 mmHg

HR : 81 x/i

SpO2 : 95 %

RR : 22 x/i

T : 36,5 oC

Hb : 12,9 g/dl

Hct : 37,4 %

Leukosit : 3,8 ribu/mm3

Demam Berdarah

Dengue Grade I

IVFD RL 50 gtt/i (mikro)

Infus Farmadol 250 mg (jika T

> 39oC)

PCT Syr 3x1 cth

Anaria Syr 2x1 cth

Diet MB

24

Trombosit : 91 ribu/uL

5 13-11-2015 S : demam (-) Sens : CM

TD : 100/70 mmHg

HR : 81 x/i

SpO2 : 95 %

RR : 22 x/i

T : 36,5 oC

Hb : 13,4 g/dl

Hct : 39,6 %

Leukosit : 5,2 ribu/mm3

Trombosit : 107 ribu/uL

Demam Berdarah

Dengue Grade I

PBJ

PCT Syr 3x2 cth

Anaria Syr 2x1 cth

25

26

BAB IV

ANALISA KASUS

Permasalahan Yang didapat Teori

1. Demam tinggi selama 4 hari dan tidak turun

dengan obat penurun demam serta diikuti

penurunan demam pada hari kelima hingga hari

ketujuh.

Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada

anamnesis dan pemeriksaan fisik akan

dijumpai demam tinggi yang mendadak, terus

– menerus berlangsung selama 2 – 7 hari,

naik turun (demam bifasik). Kadang – kadang

suhu tubuh sangat tinggi sampai 40 oC dan

dapat terjadi kejang demam. Akhir fase

demam merupakan fase kritis pada demam

berdarah dengue. Pada saat fase demam

sudah mulai menurun hati–hati karena fase

tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya

pada hari ketiga dari demam. Namun pada

kasus ini tidak dijumpai tanda-tanda lain

seperti mual, muntah, nyeri sendi, dan

munculnya tanda perdarahan seperti

epistaksis, perdarahan konjungtiva,

perdarahan gusi, melena, dsb.

2. Pemeriksaan Fisik

TD : 120/80 mmHg

HR : 118 x/i

RR : 20 x/i

Temp : 38 ºC

Sp02 : 93%

Rumpleed Test : (+)

Ptechie : (+)

Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan

bahwa tanda DBD derajat I adalah suhu

tinggi mendadak disertai gejala tidak khas

dan satu-satunya manifestasi perdarahan

adalah Rumpleed Test (+) serta tidak

dijumpainya tanda-tanda syok hemodinamik.

3. Pemeriksaan lab :

HB : 12,5 gr/dl

Sesuai dengan teori bahwa pada DBD

dijumpai hasil lab Trombositopenia (100 000

sel/mm3 atau kurang), Plasma leakage, yang

27

Leukosit : 1,6 x 103 /uL

Eritrosit : 4,63 x 106 /uL

Trombosit : 91 x 103 /uL

Hct : 36,4 %

MCH : 27,0 pg

MCV : 78,6 fL

MCHC : 34,3 gr/dl

ditandai dengan: peningkatan kadar

hematokrit sebanyak 20% atau lebih. Pada

pemeriksaan fisik dapat dijumpai nyeri tekan

pada epigastrium, hepatomegali.

4. Terapi :

Bed rest

IVFD RL 23 gtt/I makro

Inf. Farmadol 250 mg / IV (jika T >

39°C)

Paracetamol Syr 3x2 cth

Multivitamin syr 2 x 1 cth

Diet MII: Kalori (2000-2250 kal/hari),

protein (70 gr/hari)

Hal ini sesuai dengan tatalaksana pemberian

cairan untuk mengatasi kekurangan cairan

akibat kebocoran plasma dan mengatasi

simptom seperti mual, muntah, dan demam.

Pada kasus ini Parasetamol diberikan untuk

mengatasi demam dan Farmadol diberikan

untuk mengatasi demam diatas 39ºC.

28

BAB V

KESIMPULAN

1. Demam berdarah dengue (DBD) ialah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan

gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk pada hari kedua.

2. Virus Dengue tergolong dalam grup Flaviviridae dengan 4 serotipe, DEN 3 merupakan

serotip yang paling banyak.

3. Vektor utama dengue di Indonesia adalah Aedes Aegypti.

4. Gejala utama demam berdarah dengue (DBD) adalah demam, pendarahan, hepatomegali dan

syok.

5. Kriteria diagnosis terdiri dari kriteria klinis dan kriteria laboratoris. Dua kriteria klinis

ditambah trombositopenia dan peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis

demam berdarah dengue.

6. Penatalaksanaan demam berdarah dengue bersifat simtomatik yaitu mengobati gejala

penyerta dan suportif yaitu mengganti cairan yang hilang.

7. Terapi cairan pada DBD diberikan dengan tujuan substitusi kehilangan cairan akibat

kebocoran plasma. Dalam terapi cairan, hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah jenis

cairan, jumlah serta kecepatan, dan pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris untuk

menilai respon kecukupan cairan.

29

DAFTAR PUSTAKA

1. For SP, Media WHO, American L, Global MB, Programme S, Diseases T, et al. Media

centre Dengue and severe dengue. 2013.h:2–5.

2. Achmadi umar F. Buletin Jendela Epidemiologi , Volume 2 , Agustus 2010. Bul Jendela

Epidemiologi. 2010.h:1–12.

3. (CDC) C for DC and P. Transmission of the Dengue Virus Dengue is an Emerging

Disease Global Dengue Dengue in the United States. Epidemiol Dengue Hemorragic

Fever. 2015.h:1–4.

4. Kesehatan K, Indonesia R. Demam berdarah biasanya mulai meningkat di januari. Demam

Berdarah Biasanya Mulai Meningkat Di Januari. 2015.h:5–6.

5. Khie C, Pohan; HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam Berdarah Dengue.

Medicinus. 2009.h:3–7.

6. Bäck AT, Lundkvist A. Dengue viruses - an overview. Infect Ecol Epidemiol [Internet].

2013;3:1–21. Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender. fcgi?ar

tid= 3759171&tool=pmcentrez&rendertype=abstract. Diunduh tanggal 19 November

2015.

7. Sambasivarao S V. NIH Public Access.USA: University of Hawaii. 2013.h:1199–216.

8. Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti BPK. Diagnosis Cepat Demam Berdarah

Dengue. 1999. Jakarta: Universitas Trisakti BPK.h:77–90.

9. Guzman MG, Halstead SB, Artsob H, Buchy P, Farrar J, Nathan MB, et al. Europe PMC

Funders Group Dengue : a continuing global threat Europe PMC Funders Author

Manuscripts. 2015.h:1–26.

10. Hui D. Clinical diagnosis. Sev Acute Respir Syndr From Benchtop … [Internet]. 2004;(2):

12–23. Available from: http://books.google.com/books?hl=ja&lr=&id= lfJ49RbLP 5sC oi

30

=fnd&pg=PA55&dq=“case+series”+influenza+positive+“from+the+onset”+ OR+ “from+

onset” +admission+OR+hospitalization+OR+hospitalized+days++-influenza+associated”

+-avian+- “H5N1”&ots=rqupvf9qya&sig=WqpVT. Diunduh tanggal 19 November 2015.

11. Hui D. Laboratory Diagnosis. Sev Acute Respir Syndr From Benchtop … [Internet].

2004;(2): 12–23. Available from: http://books.google.com/books?hl=ja&lr=&id=

lfJ49RbLP 5sC oi .h:359–68. Diunduh tanggal 19 November 2015.

12. Paranavitane SA, Gomes L, Kamaladasa A, Adikari TN, Wickramasinghe N, Jeewandara

C, et al. Dengue NS1 antigen as a marker of severe clinical disease. BMC Infect Dis [Inte

rnet]. 2014;14:570. Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/ articleren der.fcgi

?artid= 4222370&tool=pmcentrez&rendertype=abstract.Srilanka: University of Sri

Jayawardanapura.h:2-7. Diunduh tanggal 19 November 2015.

13. Kalayanarooj S. Clinical Manifestations and Management of Dengue/DHF/DSS. TropMed

Health [Internet]. 2011;39(4 Suppl):83–7. Available from:ttp://www.pubmedcentral. nih.

gov/articlerender.fcgi?artid=3317599&tool=pmcentrez&rendertype=abstract.

Thailand :Queen Sirikit National Institute of Child Health. Diunduh tanggal 19 November

2015.

14. Loss of plasma volume. Most Sev Acute Respir Syndr From Benchtop … [Internet]. 2004;

(2): 12–23. Available from: http://books.google.com/books?hl=ja&lr=&id= lfJ49RbLP

5sC oi.h:24–33. Diunduh tanggal 19 November 2015.

31