Lapkas DHF rivo.docx

34
BAB I PENDAHULUAN A. DEFINISI Dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit atau demam akut menular yang disebabkan oleh virus dengue, itu tergantung pada lokasi geografis dan umumnya ditemukan di iklim tropis dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular dan merupakan masalah kesehatan masyarakatyang sangat penting dan sering menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah.Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian DHF antara faktor host lain (pasien),lingkungan dan faktor dari virus itu sendiri. Faktor host terungkap melaluikerentanan dan respon imun. faktor-faktor lingkungandiungkapkan melalui kondisi geografis, termasuk ketinggian diatas permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban dan kondisi musiman dan demografi,termasuk kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat dan kondisi sosial dan ekonomidari populasi. 1 Demam dengue / Dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok. 2 Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak. 3 Data 1

Transcript of Lapkas DHF rivo.docx

Page 1: Lapkas DHF rivo.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Dengue hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit atau demam akut menular yang disebabkan oleh virus dengue, itu tergantung pada lokasi geografis dan umumnya ditemukan di iklim tropis dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular dan merupakan masalah kesehatan masyarakatyang sangat penting dan sering menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah.Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian DHF antara faktor host lain (pasien),lingkungan dan faktor dari virus itu sendiri. Faktor host terungkap melaluikerentanan dan respon imun. faktor-faktor lingkungandiungkapkan melalui kondisi geografis, termasuk ketinggian diatas permukaan laut, curah hujan, angin, kelembaban dan kondisi musiman dan demografi,termasuk kepadatan, mobilitas, perilaku, adat istiadat dan kondisi sosial dan ekonomidari populasi.1

Demam dengue / Dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue/DBD (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan/syok.2

Sampai saat ini, infeksi virus Dengue tetap menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Indonesia dimasukkan dalam kategori “A” dalam stratifikasi DBD oleh World Health Organization (WHO) 2001 yang mengindikasikan tingginya angka perawatan rumah sakit dan kematian akibat DBD, khususnya pada anak.3 Data Departemen Kesehatan RI menunjukkan pada tahun 2006 (dibandingkan tahun 2005) terdapat peningkatan jumlah penduduk, provinsi dan kecamatan yang terjangkit penyakit ini, dengan case fatality rate sebesar 1,01% (2007).4,5

B. ETIOLOGI

Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae.Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West Nile virus.2

1

Page 2: Lapkas DHF rivo.docx

Walaupun pada akhir-akhir ini ada kecenderungan dominasi oleh virus DEN-2. Disamping itu infeksi serotype merupakan suatu factor resiko karena lebih dari 20% urutan infeksi virus DEN-1 yang disusul oleh DEN-2 mengakibatkan renjatan, sedangkan factor resiko terjadinya renjatan untuk urutan virus DEN-3 yang diikuti oleh DEN-2 adalah 2%. Viremia berakhir 4-5 hari setelah timbulnya panas.6

C. EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini terdapat di daerah tropis, terutama di negara ASEAN dan Pasifik Barat.Penyakit ini disebarkan oleh nyamuk Aedes.Di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes, yaitu Aedes Agypti dan Aedes Albopictus. Aedes Agypti adalah nyamuk yang paling sering ditemukan, hidup di daerah tropis terutama hidup di tempat penampungan air jernih di sekitar rumah.Nyamuk ini biasa menggigit pada pagi dan sore hari.6

Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DHF tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia.Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.7

Di Indonesia DHF telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 41 tahun terakhir. Sejak tahun 1968 telah terjadi peningkatan persebaran jumlah provinsi dan kabupaten/kota yang endemis DHF, dari 2 provinsi dan 2 kota, menjadi 32 (97%) dan 382 (77%) kabupaten/kota pada tahun 2009. Provinsi Maluku, dari tahun 2002 sampai tahun 2009 tidak ada laporan kasus DHF. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah kasus DHF, pada tahun 1968 hanya 58 kasus menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009.7

D. PATOGENESIS

Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune enhancement. Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, 1977, sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam rongga serosa.8

2

Page 3: Lapkas DHF rivo.docx

Hipotesis immune enhancement menyatakan secara tidak langsung bahwa mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita DHF berat. Antibodi herterolog yang telah ada akan mengenali virus lain kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.8

E. DIAGNOSIS

Infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik atau simptomatik berbentuk undiffereintiated fever, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindroma renjatan dengue.Berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium.

1. Kriteria Klinis:a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus

selama 2-7 hari, biasanya bifasik.b. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, ekimosis,

epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan / melena.c. Hepatomegali. d. Sindroma Syok Dengue (SSD) Seluruh kriteria di atas untuk DHF disertai

kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi turun (≤ 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah.

Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset pada tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji positif bila ditemukan 10 atau lebih petekie per 2.5 cm2,6

2. Kriteria Laboratorium:a. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml).b. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit >20% menurutstandar

umur dan jenis kelamin.

Diagnosis DHF ditetapkan berdasarkan dua kriteria klinis ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi.6

WHO, pada 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :6

1. Derajat I

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet positif.

3

Page 4: Lapkas DHF rivo.docx

2. Derajat II

Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.

3. Derajat III

Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt) tekanan nadi sempit ( < 20 mmHg ), tekanan darah menurun,

4. Derajat IV

Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

Sedangkan menurut WHO pada tahun 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD ditegakkan dengan melihat fase penyakit(febris, kritis, atau penyembuhan), menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status hemodinamik pasien, serta apakah pasien memerlukan rawat.9

1. Diagnosis Dugaan DHFa. Perjalanan ke daerah endemik DHF. b. Demam dan dua dari kriteria berikut:

i. Anoreksia dan mualii. Ruam

iii. Sakit dan nyeriiv. Peringatan tanda-tandav. Leukopenia

vi. Tes tourniquet positif

2. Tanda Peringatan9

a. Nyeri perut atau nyerib. Muntah persistenc. Akumulasi cairan klinisd. Berdarah mukosae. Kelesuan, gelisahf. Enlargment hati > 2 cmg. Laboratorium: kenaikan bersamaan hematokrith. Dengan penurunan cepat jumlah trombosit

Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DHF adalah pasien tinggal atau baru bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam lebih dari tiga hari, jumlahleukosit rendah atau menurun, danatau trombositopenia uji torniquet positif.9

4

Page 5: Lapkas DHF rivo.docx

F. PENATALAKSANAAN

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DHF.Prinsip terapi utama adalah terapi suportif.Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam penanganan kasus DHF.Asupancairan, terutama melalui oral, harus dipertahankan.Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemencairan melalui jalur intravena.Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: 2,10

1. Kelompok A, Rawat Jalan2. Kelompok B, membutuhkan penanganandi rumah sakit/rawat inap. 3. Kelompok C, membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi.

1. Kelompok-A

Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk minumsecara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan tidak mempunyai warning signs, khususnya saat demam mereda.Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi hinggamelewati periode kritis.Pasien dengan Hematokrit stabil dapat dipulangkan setelah dirawat dan diberikanedukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning signs muncul. Apabila warning  signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah: 10

a. Memotivasi minum, oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain yangmengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam.

b. Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam. Interval pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.

c. Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda perembesan plasma atau perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit.

2. Kelompok B

Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis. Kriteria rawat pasien DBD adalah:

a. Adanya warning signsb. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi postural,

berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dinginc. Perdarahand. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak

syok),neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).e. Adanya peningkatan Hematokrit, efusi pleura, atau asites.f. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia hemolitik,

over weight/ obese, bayi, dan usia tua.

5

Page 6: Lapkas DHF rivo.docx

g. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa transpor memadai.

Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:

a. Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti normosalin 0,9%, RL Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.

b. Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit, lanjutkandengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda vital memburuk dan Ht meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5±10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa kecepatan cairan infus berkala.

c. Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin output 0,5 ml/kg/jam selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus berkala saat kebocoran plasma berkurang, yakni saat akhir fase kritis. Hal ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minumcukup dan Ht menurun.

d. Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat. Parameter yang harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4 jam hingga lewat fase kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Hematokrit (sebelum dan setelah pemberian cairan, selanjutnya tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ sesuai indikasi.11,12

Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:

a. Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau RL dengan atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien obese atau over weight digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk memelihara perfusi dan urine output selama 24-48 jam.

b. Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume dan frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan laboratorium lain dapat dilakukan sesuai indikasi.

3. Kelompok C

Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila mengalami DBD berat untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah.Resusitasi cairan dengan kristaloid isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran plasma atau larutan koloid pada keadaan syok hipotensi.Pantau nilai Hematokrit sebelum dan sesudah resusitasi. Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer (takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat dan hangat, dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran membaik, urin output > 0,5ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).

6

Page 7: Lapkas DHF rivo.docx

BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

1. Nama : CS

2. Jenis Kelamin : Perempuan

3. Lahir pada tanggal/umur : 11 Febuari 2002 / 11 tahun 2 bulan

4. BBL : 3250 gram

5. Kebangsaan : Indonesia

6. Suku bangsa : Buton

7. Agama : Islam

8. Alamat : Papusungan Lingkungan I Kec. Lembeh

B. IDENTITAS ORANG TUA

1. Nama Ayah : S

2. Umur Ayah : 38 tahun

3. Pekerjaan Ayah : Wiraswasta

4. Pendidikan Terakhir Ayah : SLTA

5. Perkawinan : I

6. Nama Ibu : SM

7. Umur Ibu : 33 tahun

8. Pekerjaan Ibu : IRT

9. Pendidikan Terakhir : SLTA

10. Perkawinan : I

7

Page 8: Lapkas DHF rivo.docx

C. SILSILAH KELUARGA

Penderita merupakan anak ke 2 dari 3 bersaudara.

No. Jenis Kelamin Umur Kondisi1 Laki- laki 15 tahun Sehat

2 Perempuan 11 2/12 tahun Penderita

3 Laki-laki 2 5/12 tahun Sehat

D. ANAMNESIS

Anamnesis diberikan oleh Ibu penderita (Alloanamnesis)

1. Keluhan utama :

Kaki dan tangan dingin sejak 4 jam SMRS, dan riwayat demam sejak 5 hari SMRS

Penderita dibawa oleh keluarga ke rumah sakit oleh karna mengalami kaki tangan dingin sejak ± 4 jam SMRS. Sebelumnya penderita mengalami demam 5 hari sebelum masuk RS. Demam langsung tinggi pada perabaan, pnderita hanya diberi minum air, nanti sore hari kedokter praktek, diberi obat penurun panas, tapi demam tetap tinggi. Pada 3 hari SMRS, penderita melakukan pemeriksaan darah dan langsung MRS di RS Budimulia Bitung. Saat MRS penderita mengalami muntah berisi cairan dan sisa makanan, muntah ± 3x /hari, volume ± ¼ gelas.

Pada 1 hari SMRS, penderita mengalami mimisan (pada malam hari) dan besok paginya. Banyaknya mimisan ±1cc penderita juga mengalami gusi berdarah pada 1 hari SMRS. Lalu penderita juga mengalamnai BAB agak cair sebanyak 2x pada 1 hari SMRS, warna kehitaman. Penderita juga mengeluh nyeri perut sejak ±3 hari SMRS.

Penderita dirujuk oleh RS Budimulia ke RSUP Prof. R.D Kandou Manado

8

Page 9: Lapkas DHF rivo.docx

2. Anamnesis Antenatal Care

Riwayat pemeriksaan ante natal teratur di klinik bersalin sebanyak 9 kali dan divaksin TT sebanyak 2kali. Selama hamil ibu sehat dan tidak menderita penyakit apapun

3. Penyakit yang Sudah Pernah Dialami

a. Morbili : (-)

b. Varicella : (+)

c. Pertusis : (-)

d. Diare : (+)

e. Cacing : (-)

f. Batuk/ pilek : (+)

g. Lain-lain : (-)

4. Kepandaian/ Kemajuan Bayi

a. Pertama kali membalik : 3 bulan

b. Pertama kali tengkurap : 3 bulan

c. Pertama kali duduk : 6 bulan

d. Pertama kali merangkak : 8 bulan

e. Pertama kali berdiri : 13 bulan

f. Pertama kali berjalan : 15 bulan

g. Pertama kali tertawa : 4 bulan

h. Pertama kali berceloteh : 5 bulan

i. Pertama kali memanggil mama : 7 bulan

j. Pertama kali memanggil papa : 7 bulan

9

Page 10: Lapkas DHF rivo.docx

5. Anamnesis Makanan Terperinci Sejak Bayi Sampai Sekarang

a. ASI : lahir - 2 tahun

b. PASI : 3 bulan - 2 tahun

c. Bubur susu : 6 – 10 bulan

d. Bubur saring : -

e. Bubur halus : 10 – 12 bulan

f. Nasi Lembek : 12 bulan – 2 tahun

6. Riwayat Imunisasi

IMMUNISASI D A S A R ULANGAN

I II III I II III

BCG

POLIO

DPT

CAMPAK

HEPATITIS

7. Riwayat Keluarga

Hanya penderita yang sakit seperti ini dalam keluarga

8. Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan

Rumah atap seng, dinding beton lantai semen. Jumlah kamar 3 kamar, rumah dihuni oleh 5 orang, 2 dewasa, 3 anak- anak WC/ Kamar mandi di dalam rumah Sumber penerangan listrik PLN Sumber air memakai PAM Cara penanganan sampah dibuang di tempat sampah

10

Page 11: Lapkas DHF rivo.docx

E. PEMERIKSAAN FISIK ( 6 Mei 2013)

Keadaan Umum : Tampak sakit

Keadaan Mental : Kompos mentis (GCS E M V)

Berat Badan : 37 Kg Tinggi badan : 161 cm

Status Gizi (Z-score) : BMI = BB(kg) : TB (m)2

= 37 : 1,612

= 37 : 2,5921

= 14,2741

Terletak pada diantara persentil 2 dan - 2 SD (Standar Deviasi), membuktikan penderita ini dalam kondisi gizi baik.

1. Tanda Vital

Tekanan darah : 90/70 mmHg

Nadi : 92 x/menit, regular, isi cukup, kuat angkat

Respirasi : 32 x/menit

Suhu : 36,7ºC (aksila)

Kulit :

Warna : sawo matang, petekie (+)

Turgor : kulit kembali cepat

Efloresensi : -

Jaringan parut : -

Lapisan lemak : cukup

Tonus : eutoni

Pigmentasi : -

Oedema : -

Lain- lain : -

11

Page 12: Lapkas DHF rivo.docx

Kepala :

Bentuk : Mesocephal

Ubun- ubun besar : menutup

Rambut : Hitam, tidak mudah cabut

Mata : exophthalmus -/- enophthalmus -/-

Tekanan bola mata : normal pada perabaan

Konjunctiva : anemis -/-

Lensa : jernih

Sklera : ikterik -/-

Fundus : tidak dievaluasi

Refleks Kornea : +/+

Visus : tidak dievaluasi

Pupil : bulat isokor Ø 3mm – 3mm

Gerakan : normal

Telinga : sekret (-)

Hidung : sekret (-), epitaksis (+)

Mulut : bibir : sianosis (-)

Selaput Mulut : Mukosa Mulut Basah

Lidah : Beslag (-)

Gusi : Perdarahan (+)

Gigi : caries (-)

Bau pernapasan : foeter

12

Page 13: Lapkas DHF rivo.docx

Tenggorokan :

Tonsil : T1-T1, hiperemis (-)

Faring : hiperemis (-)

Leher :

Trakea : letak tengah

Kelenjar : pembesaran KGB (-)

Kaku kuduk : (-)

Lain- lain : (-)

Thorax :

Bentuk : simetris

Xiphosternum : (-)

Rachitic rosary : (-)

Harrison’s groove : (-)

Ruang Intercostal : melebar (-)

Pernapasan paradoxal : (-)

Precordial Bulging : (-)

Retraksi : (-)

Lain- lain : (-)

Paru- Paru

Inspeksi : Simetris, Retraksi (-)

Palpasi : Stem Fremitus Kiri = Kanan

Perkusi : Sonor Kiri = Kanan

Auskultasi : Sp. Bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

13

Page 14: Lapkas DHF rivo.docx

Jantung

Detak jantung : 92x/m

Iktus cordis : tidak tampak

Batas kiri : linea midklavikularis sinistra

Batas kanan : linea parasternalis dextra

Batas atas : ICS II – III

Jantung apex : M1 > M2

Bunyi jantung aorta : A1 > A2

Bunyi jantung pulmonal : P1 < P2

Bising : (-)

Abdomen

Bentuk : Datar, lemas, bising usus (+) normal,

Hepar : 3-3 cm bac

Lien : tidak teraba

Genitalia : Perempuan normal

Kelenjar : pembesaran KGB (-)

Anggota Gerak : akral dingin, CRT ≤ 2”

Tulang Belulang : deformitas (-)

Otot- Otot : eutrofi

Refleks : RF +/+, RP -/-, TRM (-)

14

Page 15: Lapkas DHF rivo.docx

F. Resume Masuk :

Pasien, perempuan, 11 2/12 tahun, BB: 37 kg, PB: 161 cm, MRS tanggal 6 Mei 2013 jam 22.15 WITA di IRDA, dengan keluhan kaki tangan dingin sejak 4 jam SMRS serta demam sejak 5 hari SMRS.

KU : Tampak sakit

Kesadaran : compos mentis

Tensi : 90/70 mmHg

Nadi : 92 x/m

Respirasi : 32 x/m

Suhu badan : 36,7o C

Kepala : conjunctiva anemis (-), sklera ikterik (-), PCH (-)

THT : Tonsil T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)

Thorax : Simetris, retraksi (-), c/p dbn

Abdomen : datar, lemas, BU (+) normal, H: 3-3 cm bac, L: ttb

Ekstremitas : akral dingin, CRT ≤ 2”

2. Diagnosa : DHF garade III

3. Tatalaksana/ Terapi :

a. O2 1-2 /menitb. IVFD RL 20cc/kgBB secepatnya=740 cc/jam, 2x pemberian selanjutnya sesuai

protocol.c. IVFD gelofusin 10cc/kgBB/jam, 370 cc/ jamd. Inj. Ceftriaxone 2x1 g IVe. PCV/ 4 jamf. Diuresis/ jamn, oralit ad libg. Pasang kateterh. Observasi vital signi. Cross match PRC & FPPj. Injeksi Ranitidin 2x40 mg IV

15

Page 16: Lapkas DHF rivo.docx

4. Pemeriksaan :

Hasil Urinalisis 6 Mei 2013

Warna : Kuning muda Kejernihan : Agak keruh Sedimen

o Sel epitel : Positif (+)

o Leukosit : 0-2/LPB

o Eritrosit : 11-20/LPB

o Silinder : Negatif (-)

o Kristal : Negatif (-)

o Komponen lain : Negatif (-)

Oval Fat Bodies : -/+ Hemosiderin : -/+ Urobilin : -/+/++ Protein Bence Jones : -/+ Esbach : g/L

Uji Carik Celup

Berat Jenis (SG) : 1,020 pH : 5,0 Leukosit : Negatif (-) Nitrit : Negatif (-) Protein : Negatif (-) Glukosa : Normal Keton : Negatif (-) Urobilinogen : Normal Bilirubin : Negatif (-) Darah : Positif (++)

Hasil Pemeriksaan Feses (Tinja)

Makroskopiso Warna : Kuning kecoklatan

o Bau : Khas

o Konsistensi : Cair

o Parasit : Tidak ditemukan

Mikroskopiso Sel organik : Leukosit 0-2/LPB, Eritrosit 11-15/LPB

o Kristal : Negatif (-)

o Sisa makanan : Positif (+)

o Telur cacing : Negatif (-)

o Larva cacing : Negatif (-)

16

Page 17: Lapkas DHF rivo.docx

o Amoeba : Negatif (-)

o Bakteri : Negatif (-)

Kimiawio pH : Tidak dilakukan

o Darah samar

(occult blood screen) : Positif (+)

Hasil Uji Serologi

Anti-Dengue (IgM, IgG, rapid-qualitative) IgM : positif (+)IgG : positif (+)

G. FOLLOW UP

7 Mei 2013 Jam 04.00 wita di RPI Anak

S : Kaki tangan dingin (-), BAK merah (+), demam (-), muntah (-)

O : KU: tampak sakit, Kes : CM, PCV 38%

T: 100/70 mmHg

N: 84 x/m

R: 24 x/m

S: 37oC

A: DHF gradeIII dalam terapi 8 jam

P : - O2 1-2 L/menit

- IVFD RL 7cc/kg/jam = 301cc/jam = 100-101gtt/m makro

- Tx lain lanjut

7 Mei 2013 Jam 9.30 wita

S: demam (+), BAB (+), BAK (+) warna merah, Mual-muntah (-), Nyeri perut (+)

O: KU: tampak sakit, Kes: CM

T: 90/60 mmHg

N: 92 x/ m

R: 36 x/m

S: 38,1oC

SSP : pupil bulat isokor, RC +/+, Klonus (-), Spastis (-), RF +/+, RP -/-

17

Page 18: Lapkas DHF rivo.docx

CV : BJ I-II Reguler, bising (-), akral hangat, CRT ≤ 2 detik

RT : Simetrik, retraksi (-), Sp bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

GIT : datar, lemas, BU (+) N, lien tdk teraba, hati 4-4 cm bac

Hemato : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

A: DHF gr. III dalam terapi 14 jam

P: - O2 1-2 L/menit

- IVFD RL 7cc/kg/jam = 301cc/jam = 100-101gtt/m makro

- Inj. Ceftriaxone 2x1 g IV

- Injeksi Ranitidin 2x40 mg IV

- PCV/ 4 jam

- Diuresis/ jamn, oralit ad lib

- Observasi vital sign

Pro: DL, Diff count, SGOT, SGPT

7 Mei 2013 Jam 10.00 wita

S : demam (-), nyeri perut (-)

O : KU: tampak sakit, Kes : CM, PCV 41%

T: 90/60 mmHg

N: 90 x/m

R: 24 x/m

S: 37,1oC

A: DHF gradeIII dalam terapi 14 jam

P : - IVFD RL 5cc/kg/jam = 185 cc/jam = 61-62 gtt/m makro

- Tx lain lanjut

- PCV / 4 jam

- Diuresis/jam

18

Page 19: Lapkas DHF rivo.docx

7 Mei 2013 Jam 18.00 wita

S: demam (-), BAB (+), BAK (+), Nyeri perut (-)

O : KU: tampak sakit, Kes : CM, PCV 41%

T: 100/70 mmHg

N: 92 x/m

R: 28 x/m

S: 36,6oC

A: DHF gradeIII dalam terapi 22 jam

P : - IVFD RL 3cc/kg/jam = 111 cc/jam = 37 gtt/m makro

- Tx lain lanjut

8 Mei 2013 Jam 04.00 wita

S: demam (-), kaki tangan dingin (-), muntah (-)

O: KU: tampak sakit. Kes: CM

T: 110/70 mmHg

N: 108 x/ m

R: 24 x/m

S: 36,8oC

A: DHF gradeIII dalam terapi 32 jam

P : - IVFD RL 3cc/kg/jam = 111 cc/jam = 37 gtt/m makro

- Tx lain lanjut

8 Mei 2013 Jam 06.00 wita

S: demam (-), makan (+) 3x, BAB (+) 3x, BAK (+)

O: KU: tampak sakit. Kes: CM

T: 100/70 mmHg

N: 80 x/ m

19

Page 20: Lapkas DHF rivo.docx

R: 26 x/m

S: 36,5 oC

SSP : pupil bulat isokor, RC +/+, Klonus (-), Spastis (-), RF +/+, RP -/-

CV : BJ I-II Reguler, bising (-), akral hangat, CRT ≤ 2 detik

RT : Simetrik, retraksi (-), Sp bronkovesikuler, Rh -/-, Wh -/-

GIT : datar, lemas, BU (+) N, lien tdk teraba, hati 4-4 cm bac

Hemato : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

20

Page 21: Lapkas DHF rivo.docx

BAB III

PEMBAHASAN

Diagnosis pada penderita ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, serta tatalaksana.

Pada demam berdarah dengue (DHF), gejala awalnya adalah demam akut yang berlangsung selama 2 – 7 hari. Lama demam menentukan perjalanan penyakit demam berdarah dengue. Terdapat tiga fase DBD yaitu:

1. Fase demam (hari sakit 1-3), 2. Fase renjatan (hari sakit 4-7) 3. Fase penyembuhan (hari sakit lebih dari 7 hari).

Demam biasanya mendadak tinggi tanpa sebab yang jelas dan berlangsung terus- menerus, cenderung tidak turun pada pemberian antipiretik. Gejala- gejala yang meyertainya adalah cairan dalam rongga serosa (adanya oedem), malaise atau nyeri pada otot- otot. Gejala pernapasan seperti batuk, nyeri tenggorokan dan faringitis kadang-kadang terlihat pada penderita. Pada penderita ditemukan bahwa penderita mengalami demam selama 5 hari yang tidak turun dengan pemberian antipiretik. Penderita juga mengeluh bengkak pada kedua kelopak mata, nyeri pada otot- otot dan nyeri sewaktu menelan.6

Diagnosis DHF ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium, kriteria klinis yaitu terdapat manifestasi perdarahan seperti dilakukannya uji torniket positif dan terdapatnya petekhiae, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis/ melena. Kriteria laboratorium yaitu adanya trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml), gangguan hemokonsentrasi yang dilihat dari peningkatan hematokrit >20% menurut standar umur dan jenis kelamin. Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi, serta dikonfirmasi secara uji serologik hemaglutinasi.6

Dengue hemorrhagic fever grade III adalah seluruh kriteria di atas untuk DHF disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi turun (≤ 20mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah (DHF III). Pada pemeriksaan fisik kasus ini didapatkan adanya pembesaran hepar (hepar= 4 – 4 cm bac), juga hasil positif saat dilakukannya uji torniket. Pada saat penderita memasuki hari perawatan ke- 5, ditemukan tekanan darah 90/70 mmHg dengan nadi 92 x/m bersifat kuat angkat disertai dengan akral dingin dan ditemukannya perdarahan spontan seperti adanya perdarahan pada gusi, hematuria, dan petekhiae di kulit. Penderita dikategorikan memasuki DHF III atau kelompok C yang membutuhkan tindakan emergensi. .

Tatalaksana untuk DHF grade III adalah pemberian cairan kristaloid 20 mL/kgBB seceptanya. Apabila dalam 30 menit syok belum teratasi maka diberikan cairan koloid 10 – 20 mL/kgBB. Bila syok teratasi, tetesan dikurangi menjadi 10ml/kgBB/jam dan dapat dipertahankan maksimal sampai 24 jam atau sampai klinis stabil dan hematokrit kurang

21

Page 22: Lapkas DHF rivo.docx

40%, kemudian dikurangi menjadi 7ml/kgBB/jam sampai klinis dan Ht stabil, kemudian bertahap turunkan 5ml/kgBB/jam dan selanjutnya 3ml/kgBB/jam. Total pemberian cairan jangan lebih 48 jam setelah syok teratasi. Pada kasus ini penderita memasuki DSS III dan diberikan cairan ringer laktat 20 mL/ kgBB secepatnya, dan syok belum teratasi. Memasuki terapi jam ke-8, keadaan klinis pasien sudah stabil dan hematokrit 38%, maka cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam, kemudian diturunkan lagi menjadi 5 ml/kgBB/jam pada terapi jam ke- 14, dan akhirnya diturunkan lagi menjadi 3 ml/kgBB/ jam pada terapi jam ke- 22.

Antibiotik merupakan obat untuk menghentikan atau menekan pertumbuhan kuman atau bakteri. Penggunaan antibiotik yang berlebihan pada beberapa kasus yang tidak tepat guna, dapat menyebabkan masalah kekebalan antimikrobial. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat juga dapat menyebabkan peningkatan biaya pengobatan dan efek samping dari pemberian. Hasil penelitian menunjukkan 93,3 % penderita DBD yang diberikan antibiotic tidak mengalami infeksi sekunder. Pada kasus ini diberikan antibiotic golongan Cefalosporin. Ceftriaxone adalah golongan cefalosporin dengan spektrum luas, yang membunuh bakteri dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Ceftriaxone secara relatif mempunyai waktu paruh yang panjang dan diberikan dengan injeksi dalam bentuk garam sodium. Pemberian obat cefixime pada pasien ini atas indikasi adanya infeksi sekunder. Cefixime bersifat bakterisid dan berspektrum luas terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negatif seperti sefalosporin oral yang lain.16,17,

Prognosis pada kasus ini adalah Dubia ad bonam, karena pasien ini mendapatkan penanganan darurat yang cepat. Syok pada pasien ini dapat teratasi dengan baik. Tergantung dari beberapa faktor seperti:

1. Lama dan beratnya renjatan, 2. Waktu, 3. Metode, 4. Adekuat tidaknya penanganan; 5. Ada tidaknya rekuren syok yang terjadi terutama dalam 6 jam pertama pemberian

infus dimulai, 6. Panas selama renjatan, tanda-tanda serebral.6

22

Page 23: Lapkas DHF rivo.docx

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Demam berdarah adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus genus Flavivirus famili Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 melalui perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. Keempat serotipe dengue terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan serotipe dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak-anak.6,12,13

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium. Kriteria Klinis: Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung 2 – 7 hari, adanya manifetasi perdarahan seperti mimisan, perdarahan gusi atau dengan uji bendung, dan adanya hepatomegali. Kriteria Laboratorium ditandai dengan trombositopeni, dan peningkatan hemokonsentrasi. Dua kriteria klinis pertama + trombositopenia dan hemokonsentrasi, serta dikonfirmasi secara uji serologik hemaglutinasi.612,13

Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD, prinsip utama adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi.13,17

B. Saran

1. Setelah pasien dinyatakan rawat jalan, disarankan untuk memeriksakan diri kembali ke poliklinik anak atau dokter spesialis anak untuk memantau perkembangan kesehatan

2. Pencegahan /pemberantasan DBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya dengan melakukan tindakan 3M, yaitu:15,17

a. Menguras tempat-tempat penampungan air secara teratur seminggu sekali atau menaburkan bubuk larvasida (abate).

b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air.

c. Mengubur/menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air.

23

Page 24: Lapkas DHF rivo.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman, Kliegman, Arvin. Demam Berdarah Dengue dan Syndrom Syok Dengue. Ilmu

Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15 Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta 2000

2. Suhendro, Leonard Nainggolan, Khie Chen, Herdiman T. Pohan, Demam Berdarah

Dengue In: Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K.,

Siti Setiati. Editors: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III edisi IV. Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta,

2006.

3. World Health Organization.Dengue, dengue haemorrhagic fever and dengue shock

syndrome in the context of the integrated management of childhood illness. Department

of Child and Adolescent Health and Development. WHO/FCH/CAH/05.13. Geneva,

2005

4. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen

Kesehatan RI. Profil pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan. Jakarta, 2007

5. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana

pelayanan kesehatan, Jakarta, 2005.

6. Rampengan, T. H., Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Jakarta, 2008.

7. Kementrian Kesehatan RI, Demam Berdarah Dengue,Buletin Jendela Epidemiologi.

Jakarta, 2010

8. Hadinegoro SRH, et al,.Tata Laksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia.

Departemen Kesehatan RI dan Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan

Penyehatan Lingkungan. 2004

24

Page 25: Lapkas DHF rivo.docx

9. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention, and Control. World

HealthOrganization, 2009

10. Chen K, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam

BerdarahDengue. Medicines 2009

11. Bongsebandu C, Hemungkorn M, Thisyakorn U. Risk Factors Influencing Severity In

Pediatric Dengue Infection. Asian Biomedicine. 2008

12. Liolios A. Volume Resuscitation: The Crystalloid Vs Colloid Debate Revisited.

Medscape 2004.

13. World Health Organization. Dengue, Dengue Haemorrhagic Fever And Dengue Shock

Syndrome In The Context Of The Integrated Management Of Childhood Illness.

Department of Child and Adolescent Health and Development.Geneva, 2005

14. Wills BA, Nguyen MD, Ha TL, Dong TH, Tran TN, Le T, et al. Comparison Of Three

Fluid Solutions For Resuscitation In Dengue Shock Syndrome. N Engl J Med. 2005

15. Departemen Kesehatan RI.2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah

Dengue Di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

16. Anonim. Cefiximine. Hexaparm Jaya Laboratories. Jakarta, 2010. Diakses dari

http://www.hexpharmjaya.com pada tanggal 10 Mei 2013

17. Rohmani A., Angraini M.T., Pemakaian Antibiotik Pada Kasus Demam Berdarah

Dengue AnakDi Rumah Sakit Roemani Semarang Tahun 2010, Semarang 2012.

25

Page 26: Lapkas DHF rivo.docx

DAFTAR HADIR PEMBACAAN LAPORAN KASUS

“Dengue Hemorrhagic Fever Grade III”

Oleh :Rivo Yulianto Sujono

080111090

No. Nama NRI Gelombang Tanda Tangan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

Mengetahui,

Residen Pembimbing

26