word lapkas DHF Raina.docx

32
STATUS PASIEN IDENTITAS Nama : An. B TTL : Jakarta, 18 Maret 2001 Usia : 10 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Jakarta Pusat Tanggal MRS : 12 September 2011 ANAMNESIS (ALOANAMNESIS) Keluhan utama : Demam sejak 4 hari SMRS Keluhan Tambahan : Batuk, nyeri ulu hati, pusing, dan lemas Riwayat penyakit sekarang 4 hari SMRS : Demam mendadak tinggi dan terus menerus. Demam tidak disertai dengan menggigil dan kejang. Riwayat mimisan dan gusi berdarah disangkal. Keluar bintik-bintik merah dibadan atau di keempat anggota gerak disangkal. Makan makanan sembarangan disangkal oleh OS. BAK dan BAB tidak ada kelainan. 2 hari SMRS : Demam masih dirasakan, OS mengeluh batuk berdahak dan sulit dikeluarkan. Nyeri ulu hati, kepala pusing dan badan terasa lemas dan pegal- pegal dirasakan oleh OS.

Transcript of word lapkas DHF Raina.docx

Page 1: word lapkas DHF Raina.docx

STATUS PASIEN

IDENTITAS

Nama : An. B

TTL : Jakarta, 18 Maret 2001

Usia : 10 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jakarta Pusat

Tanggal MRS : 12 September 2011

ANAMNESIS (ALOANAMNESIS)

Keluhan utama : Demam sejak 4 hari SMRS

Keluhan Tambahan : Batuk, nyeri ulu hati, pusing, dan lemas

Riwayat penyakit sekarang

4 hari SMRS: Demam mendadak tinggi dan terus menerus. Demam tidak disertai dengan

menggigil dan kejang. Riwayat mimisan dan gusi berdarah disangkal.

Keluar bintik-bintik merah dibadan atau di keempat anggota gerak

disangkal. Makan makanan sembarangan disangkal oleh OS. BAK dan

BAB tidak ada kelainan.

2 hari SMRS: Demam masih dirasakan, OS mengeluh batuk berdahak dan sulit

dikeluarkan. Nyeri ulu hati, kepala pusing dan badan terasa lemas dan

pegal-pegal dirasakan oleh OS.

SMRS : Demam masih dirasakan, batuk dan keluhan lainpun masih dirasakan oleh

OS.

RPD :

Riwayat DBD (+) tahun 2009 dan OS sempat dirawat

Page 2: word lapkas DHF Raina.docx

Riwayat TB Paru disangkal

Riwayat Asma disangkal

Riwayat Demam Tifoid disangkal

RPK :

Riwayat TB Paru disangkal

Riwayat asma disangkal

R.Pengobatan :

OS sudah berobat untuk keluhannya ini, tetapi tidak ada perbaikan.

R.Kehamilan :

ANC teratur di bidan

Riwayat penyakit saat hamil (-)

Konsumsi obat-obatan selama hamil (+) à obat-obatan yang diberikan bidan

(vitamin)

R.Kelahiran :

Lahir spontan ditolong oleh bidan, cukup bulan dan langsung menangis.

BBL: 3500 gr

PBL: 49 cm

R.Makanan :

Asi dari 0 sampai 1 tahun

MP-ASI diberikan sejak 6 bulan

Kesan: makanan sesuai dengan usia

R.Imunisasi :

Hepatitis 3x

BCG 1x

Polio 4x

DPT 3x

Campak 1x

Kesan à imunisasi dasar lengkap

Page 3: word lapkas DHF Raina.docx

R. Tumbuh Kembang :

• Tengkurap usia 3 bulan

• Merangkak usia 5 bulan

• Duduk usia 7 bulan

• Berjalan usia 12 bulan

Kesan: tumbuh kembang sesuai dengan usia

R.Alergi :

• Alergi udara (-)

• Alergi susu (-)

• Alergi makanan (-)

• Alergi obat (-)

• Alergi debu dan bulu-buluan (-)

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Tanda Vital

Suhu : 38,70 C

TD : 100/70 mmHg

Nadi : 98 x/menit

Pernapasan : 24 x/menit

Status Antropometri:

BB = 32 kg

TB = 135 cm

BB/U = 32/32x 100 % = 100%(gizi baik)

Page 4: word lapkas DHF Raina.docx

TB/U = 135/139 x 100 % = 97,1%(tinggi normal)

BB/TB= 32/30 x 100 % = 106% (gizi baik)

Kesan: gizi baik

Status Generalis

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterus -/-, edema palpebra (-), mata cekung

(-/-)

Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), deviasi septum (-), sekret (-/-), darah (-/-)

Telinga : Normotia, sekret (-/-)

Mulut :Bibir kering (-), lidah kotor (-), perdarahan gusi (-), Tonsil T1/T1, faring

hiperemis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Dada

Pulmo

Inspeksi : dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada

Palpasi : vocal fremitus kanan dan kiri simetris, tidak ada bagian dinding dada yang

tertinggal

Perkusi : sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler, Wheezing -/-, Ronkhi -/-

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 linea midclavicula sinistra

Perkusi : batas jantung kanan dan kiri dalam batas normal

Auskultasi : BJ I dan II murni, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : Distensi abdomen (-), asites (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Palpasi : Hepatosplenomegali (-), nyeri tekan epigastrium (+)

Page 5: word lapkas DHF Raina.docx

Perkusi : Timpani diseluruh kuadran abdomen

Ekstremitas

atas bawah

Sianosis : -/- -/-

Akral dingin : -/- -/-

Udem : -/- -/-

RCT : < 2” < 2”

Petekie : -/- -/-

Inguinal : Pembesaran kelenjar inguinal (-)

Genitalia : Tidak ada kelainan

Laboratorium: tanggal 13 September 2011

HEMATOLOGI HASIL SATUAN NORMAL

HEMOGLOBIN

LEUKOSIT

HEMATOKRIT

TROMBOSIT

14,0

9420

38

38.000

gr/dL

/mL

%

/mm3

10,7 – 14,7

5000-

14300

33-43

237.000-

491000

Uji Tourniquet (-)

RESUME:

An.N, laki-laki usia 11 tahun MRS dengan keluhan demam sejak + 4 hari SMRS.

Panas mendadak tinggi dan disertai pegal-pegal diseluruh tubuh. Mual (-), muntah (-),

nafsu makan turun. OS juga mengeluh pusing, lemas dan nyeri ulu hati.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan KU tampak sakit sedang, kesadaran composmentis suhu:

38,70 C. Status gizi baik. Pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan:

Hb : 14,0 g/dl

Ht : 38%

Leukosit : 9420/uL

Page 6: word lapkas DHF Raina.docx

Trombosit : 38000

DAFTAR MASALAH:

• Demam berdarah dengue

ASSESMENT:

1. Demam berdarah dengue

Anamnesa: An. N, laki-laki usia 11 tahun MRS dengan keluhan demam sejak + 4

hari SMRS. Demam mendadak tinggi dan terus-menerus. OS juga mengeluh

badannya pegal-pegal dan nyeri di ulu hati.

PF: suhu à 38,60 C

Pemeriksaan laboratorium didapatkan:

o Hb : 14,0 g/dl

o Ht : 38%

o Leukosit : 9420/uL

o Trombosit : 38000

Rencana terapi:

• Infus RL 32 tpm (macro)

• Cefotaxime® 2x1 gr

• Ranitidine 2x25 mg

• Panadol® tab 3x1 tab

• Puyer batuk pilek 3x1 caps

(CTM, salbutamol, ambroxol, trilac®, vit C)

Planning:

Cek HHTL/12 jam

Urin lengkap

Cek dengue blood

FOLLOW UP

Page 7: word lapkas DHF Raina.docx

tanggal jam Hb Ht Leukosit Trombosit

13-09-2011 12.00

16.00

21.00

16,4

15,9

14,6

50

49

45

Anti dengue

IgG(+), IgM

(+)

2920

2850

3150

31000

23000

21000

14-09-2011 07.00

15.00

21.00

4,3

14,6

13,5

45

46

42

3920

4470

4390

14000

10000

14000

15-09-2011 07.00

16.00

22.00

13,6

13,4

12,5

43

41

39

5190

4770

3870

12000

21000

32000

16-09-2011 07.00

18.00

12,6

12,7

39

40

4310

4010

36000

75000

17-09-2011 08.00 13,0 40 9620 88000

No Tgl/Jam S O A P

Keadaan

Umum

Vital Sign Penunjang

1 13-09-11 Demam (-)

Batuk (+)

Sesak (-)

Nyeri ulu

hati (+)

Tampak sakit

sedang, CM

TD:100/60

mmHg

T : 36,30 C

RR:24x/menit

HR:88x/menit

Akral hangat

16,4/50/2920

/31000

15,9/49/2850

/23000

14,6/45/3150

/21000

Anti dengue

IgG(+), IgM

(+)

DHF Derajat I Infus RL 30 tpm

Cek HHTL/8 jam

R/ Imboost® tab 3x1 tab

Page 8: word lapkas DHF Raina.docx

2 14-09-11 Demam (-)

Batuk (+)

Nyeri ulu

hati (+)

Muntah (-)

Belum BAB

2 hari

Mimisan (-)

Gusi

berdarah (-)

Tampak sakit

sedang, CM

TD:100/60

mmHg

T : 35,80 C

RR:28x/menit

HR:80x/menit

Akral hangat

4,3/45/3920/

14000

14,6/46/4470

/10000

13,5/42/4390

/14000

DHF Derajat I Infus RL 32 tpm

R/

Fimahes® 1 kolf/hari

Transamin 2x1/2 amp

Rontgen Thoraks

3 15-09-2011 Demam (-)

Batuk (+)

Nyeri ulu

hati (+)

Belum BAB

3 hari

Tampak sakit

sedang, CM

TD:100/60

mmHg

T : 36,20 C

RR:24x/menit

HR:80x/menit

Akral hangat

13,6/43/5190

/12000

13,4/41/4770

/21000

12,5/39/3870

/32000

DHF dengan

perbaikan

Infus RL 32 tpm

Lanjutkan terapi

Bila BAB hitam à

cek F. Benzidine

Demam (-)

Batuk (+)

Nyeri ulu

hati (+)

Belum BAB

3 hari

Bintik-bintik

merah

(+)

Demam (-)

Tampak sakit

sedang, CM

TD:100/50

mmHg

T : 36,50 C

RR:28x/menit

HR:88x/menit

Akral hangat

Petekie (+)

12,6/39/4310

/36000

12,7/40/4010

/75000

DHF dengan

perbaikan

Lanjutkan terapi

Infus RL 20 tpm

Fimahes® %

transamin® di stop

Rencana pulang bila

hasil lab baik

5 17-09-

20

11

Demam (-)

Batuk (+)

Nyeri ulu

hati (-)

Bintik-bintik

merah

(+)

Tampak sakit

sedang, CM

TD:110/70

mmHg

T : 36,30 C

RR:24x/menit

HR:80x/menit

Akral hangat

Petekie (+)

13,0/40/9620

/88000

DHF dengan

perbaikan

Page 9: word lapkas DHF Raina.docx

TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM BERDARAH DENGUE

1. Definisi

Demam dengue atau dengue fever (DF) dan demam berdarah dengue (DBD) atau

dengue haemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

dengue yang disebarkan oleh nyamuk aedes aegypti dengan manifestasi klinis demam, nyeri

otot atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan

diatesis hemoragik (Suhendro, 2006). Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai

oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.

Sindrom renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang

ditandai oleh renjatan/syok.

2. Epidemiologi

Pada tahun 2005, virus dengue dan nyamuk aedes aegypti telah menyebar di daerah

tropis dimana terdapat 2.5 miliar orang berisiko terkena penyakit ini di daerah endemik

(Gubler, 2002).

Secara umum, demam dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian lebih besar

disbanding dengan infeksi arbovirus yang lainnya pada manusia. Setiap tahun diperkirakan

terdapat 50-100 juta kejadian infeksi dengue yang mana ratusan ribu kasus demam berdarah

dengue terjadi, tergantung dari aktifitas epidemiknya (WHO, 2000).

Depkes RI melaporkan bahwa pada tahun 2010 di Indonesia tercatat 14.875 orang

terkena DBD dengan kematian 167 penderita. Daerah yang perlu diwaspadai adalah DKI

Jakarta, Bali,dan NTB.

3. Faktor Risiko

Infeksi virus dengue pada manusia menyebabkan gejala dengan spektrum luas, berkisar

dari demam biasa sampai penyakit perdarahan yang serius. Pada area endemik, infeksi

Page 10: word lapkas DHF Raina.docx

dengue memiliki gejala klinis yang tidak spesifik, terutama pada anak-anak. Gejala yang

tampak hanya seperti infeksi virus pada umumnya.

Faktor risiko yang penting dan berpengaruh terhadap proporsi pasien yang mengalami

gejala yang berat selama transmisi endemik di antaranya strain dan serotipe virus yang

menginfeksi, status imunitas dari setiap individu, usia penderita, faktor genetik dari pasien

(WHO, 1997; Gubler, 1998).

4. Etiologi

Demam dengue dan DHF disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus

Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri

dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106 (Suhendro, 2006). Virus ini

termasuk genus flavivirus dari family Flaviviridae. Ada 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2,

DEN-3, DEN-4. Serotipe DEN-3 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-

kasus parah. Infeksi oleh salah satu jenis serotipe ini akan memberikan kekebalan seumur

hidup tetapi tidak menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang

yang hidup di daerah endemis DHF dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur

hidupnya.

Dengue adalah penyakit daerah tropis dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.

Nyamuk ini adalah nyamuk rumah yang menggigit pada siang hari. Faktor risiko penting

pada DHF adalah serotipe virus, dan faktor penderita seperti umur, status imunitas, dan

predisposisi genetis. Vektor utama penyakit DBD adalah nyamuk Aedes aegypti (diderah

perkotaan) dan Aedes albopictus (didaerah pedesaan). Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti

adalah :

Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih

Berkembang biak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC,

tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, pot tanaman,

tempat minum burung, dan lain – lain.

Jarak terbang ± 100 meter

Nyamuk betina bersifat ‘ multiple biters’ (mengigit beberapa orang karena sebelum

nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat)

Tahan dalam suhu panas dan kelembapan tinggi

Page 11: word lapkas DHF Raina.docx

5. Patogenesis

Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue sampai saat ini masih diperdebatkan.

Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis

berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue (Suhendro,

2006).

Virus dengue (Aedes aegypti), setelah memasuki tubuh akan melekat pada monosit dan

masuk ke dalam monosit. Kemudian terbentuk mekanisme aferen (penempelan beberapa

segmen dari sehingga terbentuk reseptor Fc). Monosit yang mengandung virus menyebar ke

hati, limpa, usus, sumsum tulang, dan terjadi viremia (mekanisme eferen). Pada saat yang

bersamaan sel monosit yang telah terinfeksi akan mengadakan interaksi dengan berbagai

system humoral, seperti system komplemen, yang akan mengeluarkan substansi inflamasi,

pengeluaran sitokin, dan tromboplastin yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan

mengaktifasi faktor koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.

Selain itu masuknya virus dengue akan membangkitakn respons imun melalui system

pertahanan alamiah (innate immune system), pada system ini komplemen memegang peran

utama. Aktifitas komplemen tersebut dapat memalui monnosa-binding protein, maupun

melaui antibody. Komponen berperan sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis,

dekstruksi dan lisis virus dengue.

Untuk menghambat laju intervensi virus dengue, interferon α dan interferon β berusaha

mencegah replikasi virus dengue di intraselular. Pada sisi lain limfosit B, sel plasma akan

merespons melalui pembentukan antibodi. Limfosit T mengalami ekpresi oleh indikator

berbagai molekul yang berperan sebagai regulator dan efektor.

Limfosit T yang teraktivasi mengakibatkan ekspresi protein permukaan yang disebut

ligan CD40, yang kemudian mengikat CD40 pada limfosit B, makrofag, sel dendritik, sel

endotel serta mengaktivasi berbagai tersebut. CD40L merupakan mediator penting terhadap

berbagai fungsi efektor sel T helper, termasuk menstimulasi sel B memproduksi antibodi dan

aktivasi makrofag untuk menghancurkan virus dengue.

Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks

virus-antibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi

makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga

Page 12: word lapkas DHF Raina.docx

diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akn mengaktivasi monosit

sehingga disekresi berbagai mediator radang seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating

factor), IL-6 dan histamin yang menyebabkan terjadinya disfungsi endotel dan terjadi

kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi kompleks virus-antibodi

yang dapat mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.

6. Gambaran Klinis

Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau dapat berupa

demam yang tidak khas, demam, demam berdarah dengue, atau syndrome syok dengue

(SSD).

Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase

kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai

risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat (Suhendro, 2006).

Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi, kadang disertai bintik-bintik perdarahan di

farings dan konjungtiva. Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu

hati, nyeri di tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut.

DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa penderitanya,

ditandai oleh :

demam tinggi yang terjadi tiba-tiba

manifestasi perdarahan

hepatomegali/pembesaran hati kadang-kadang terjadi syok manifestasi perdarahan pada

DHF dimulai dari tes torniquet positif dan bintik-bintik perdarahan di kulit (ptechiae).

Ptechiae ini bisa terlihat di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga bisa terjadi

perdarahan hidung, perdarahan gusi, perdarahan dari saluran cerna dan perdarahan dalam

urin.

7. Langkah Diagnostik

Diagnosis dari infeksi dengue dapat ditegakkan melalui tes laboratorium dengan cara

mengisolasi virus, mendeteksi sequence RNA-spesifik virus dengue dengan tes amplifikasi

nukleotida, atau dengan mendeteksi antibody pada serum pasien (Guzman, 2004).

Page 13: word lapkas DHF Raina.docx

Langkah diagnostik demam dengue dapat dilakukan melalui:

a. Laboratorium

Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam

dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit, dan

hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit

plasma biru.

Diangnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun

deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase

Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis

yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM

maupun IgG lebih banyak.

Parameter laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :

Leukosit

Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemukan limfositosis relative (>45%

dari leukosit) disertai adanya lifosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit

pada fase syok akan meningkat.

Trombosit

Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

Hematokrit

Kebocoran plasma dibuktikan peningkatan hematokrin ≥ 20% dari hematokrin awal,

umumnya dimulai pada hari ke-3 demam

Hemostasis

Dilakukan pemeriksaan AP, APTT, Fibrinogen, D- Dimer atau FDP pada keadaan yang

dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

Protein/albumin

Dapat terjadi hipoalbuminemia akibat kebocoran plasma

Elektrolit

Sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

Serelogi

Page 14: word lapkas DHF Raina.docx

Dilakukan pemeriksaan serologi IgM dan IgG terhadap dengue, yaitu:

- IgM muncul pada hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke 3, menghilang setelah 60-

90 hari

- IgG terdeteksi mulai hari ke 14 (infeksi primer), hari ke 2 (infeksi sekunder).

NS1

Antigen NS1 dapat terdeteksi pada awal demam hari pertama sampai hari kedelapan.

Sensitivitas sama tingginya dengan spesitifitas gold standart kultur virus. Hasil negatif

antigen NS1 tidak menyingkirkan adanya infeksi virus dengue.

b. Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didpatkan efusi pleura, terutama pada hematoraks kanan tetapi apabila

terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai kedua hemitoraks. Pemeriksaan

foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi

badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG.

Masa inkubasi dalam tubuh mausia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbuk gejala

prodormal yag tidak khas seperti nyeri kepala, nyeri tulang, belakang dan perasaan lelah.

8. Diagnosis

Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul gejala

prodormal yang tidak khas, seperti nyeri kepala, nyeri tulang belakang dan perasaan lelah.

Klasifikasi derajat penyakit Infeksi Virus Dengue, dapat dilihat pada table berikut:

DD/DBD Derajat Gejala Lab

DD Demam disertasi

2 atau lebih

tanda : sakit

kepala, nyeri

retroorbital,

mialgia, artralgia

Leukopenia

Trombositopenia

, tdk ada

kebocoran

plasma

Serologi

dengue

(+)

DBD I Gejala diatas,

ditambah dgn uji

Trombositopenia

(<100.000), bukti

Page 15: word lapkas DHF Raina.docx

bendung (+) ada kebocoran

plasma

II Gejala diatas,

ditambah dgn

perdarahan

spontan

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

III Gejala diatas

ditambah dengan

kegagalan

sirkulasi (kulit

dingin dan

lembab, serta

gelisah)

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

IV Syok berat

disertai dengan

tekanan darah dan

nadi tidak terukur

Trombositopenia

(<100.000), bukti

ada kebocoran

plasma

Sementara untuk diagnosis Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah ditemukannya semua

kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat

dan lemah, tekanan darah turun (≤20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur,

kulit dingin dan lembab serta gelisah.

9. Tata Laksana

Protokol dibagi dalam 5 kategori :

1. Protokol 1: Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa tanpa Syok

Protokol ini digunakan sebagai petunjuk dalam pemberian pertolongan pertama pada

penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai

petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.

Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan

hemonglonin (Hb), hematokrin (Ht), dan trombosit, bila :

Page 16: word lapkas DHF Raina.docx

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat

dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24

jam berikutnya (dilakukan pemriksaan Hb, Ht, leukosit dan trombosit tiap 24 jam) atau

bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit , 100.000 dianjurkan untuk dirawat

Hb, Ht meningkat dan tombosit normal atau turun juga dianjurka untuk dirawat

2. Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruanag Rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masih dan tanpa syok maka

di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut

ini :

Volume cairan kristaloid / hari yang diperkukan, sesuai rumus berikut :

1500+ (20 x (BB dalam kg – 20 )

Setelah pemberian cairan dilakukan dilakukan pemberian Hb, Ht tiap 24 jam:

Bila Hb, Ht meningkan 10-20% dan tombosit < 100.000 jumlah pemberian cairan

tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht, trombo dilakukan tiap 12 jam.

Bila Hb, Ht meningkat > 20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan

sesuai dengan protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.

3. Protokol 3. Penatalaksaan DBD dengan Peningkatan Ht > 20%

Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak

5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus

cairan kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam

pemberian cairan. Bila terjadi perbaikkan perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda

hematokrin turun, frekuensi nadi turun tekanan darah stabil, produksi urin meningkat

maka jumlah cairan infuse dikurangimenjadi 5 ml/KgBB/jam. Dua jam kemudian

dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap menunjukkan perbaikkan maka

jumlah cairan infuse dikurangi 3ml/KgBB/jam. Bila dalam pemantauan keadaan tetap

membaik cairan dapat dihentikan24-48 jam kemudian.

Page 17: word lapkas DHF Raina.docx

Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/KgBB/jam dalam tapi keadaan

tetap tidak membaik, yang ditndai dengan Ht dan nadi meningkat, tekanan nadi

menurun < 20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah

cairan infuse menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan

kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikkan maka jumlah cairan dikuarangi

menjadi 5 ml/KgBB/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikkan maka

jumlaah cairan infuse dinaikkan 15ml/KgBB/jam dan bila dalam perkembangannya

kondisi menjadi memburuk dan didapatkn tanda-tanda syok maka pasien

ditananganisesuai protocol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila syok

telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan

4. Protokol 4. Penatalaksaan Perdarahan Spontan pada DBD Dewasa

Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah : perdarahan

hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung,

perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan

saluran kencing ( hematuria, perdarahan otak atau perdarahan sembunyi dengan jumlah

perdarahan sebanyak 4-5 ml/KgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan

pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa syok. Pemeriksaan TD, nadi,

pernapasan, dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht,

dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-

tanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Taranfusi komponen darah diberikan

sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi factor-faktor pembekuan darah

(PT dan aPTT) yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl.

Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD yang perdarahan spontan dan

massif dengan jumlah tromboit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID

5. Protokol 5. Tatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa

Bila berhadapan dengan SSD maka hal pertama yang harus diingat adalah renjatan

harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan dilakukan intravaskuler

Page 18: word lapkas DHF Raina.docx

yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian SSD 10 kali lipat dibandingakan

dengan penderita DBD tanpa renjatan. Dan renjatan dapat terjadi karena kerelambatan

penderita DBD mendapat pertolongan.

Pada kasus SSD cairan kritaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Penderita juga

diberikan O2 2-4 liter/menit. Pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan

darah perifer lengkap (DPL), hemostalisi, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan

klorida, serta ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20ml/kgBB dan evaluasi 15-30

menit. Bila renjatan telah teratasi ( ditandai dengan TD sistolik 100mmHg dan tekanan

nadi > 20mmHg, frekuensi nadi <100 x/menit dengan volume yang cukup, akral teraba

hangat, dan kulit tidak pucat srta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi

7 ml/kgBB/jam. Biala dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil pemberian

cairan menjadi 5ml/kgBB/jam. Bila dam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil

pemberian cairan dikurangi 3 ml/kgBB/jam. Bila 23-48 jam setelag renjatan teratasi

tanda-tanda vital, hematokrin tetap stabil srta dieresis cukup maka pemberian cairan

perinfus dihentikan.

Pengawan dini tetap dilakukan tertama dalam 24 jam pertama sejak terjadi renjatan.

Oleh karena itu untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik,

diperlukan pemantauan tanda vital, pembesaran hati, nyeri tekan didaerah

hipokondrium kana dan epigastrium serta jumlah dieresis (diusahakan 2ml/kgBB/jam).

Pemantauan DPL dipergunakan untuk pemantauan perjalanan penyakit.

Bila fase awal pemberian ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberan cairan

kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah

20-30 menit.

Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai Ht.

Bila Ht meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian

cairan koloid merupakan pilihan.

- Pemberian koloid mula-mula diberikan 10-20ml.kgBB dan dievaluasi setelah

10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka pemantaun cairan

Page 19: word lapkas DHF Raina.docx

dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pmberian dapat ditambah

hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB ( maksimal 1-1,5µ/hari) dengan sasaran

tekanan vena sentral 15-18cmH2O

- Bila keadaan belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap

gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder.

- Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapu renjatan

tetap belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor.

Bila Ht menurun, berarti terjadi perdarahan (internal bleeding) maka pada

penderita diberikan transfuse darah segar 10ml/kgBB dan dapat diulang sesuai

kebutuhan.

Indikasi tranfusi darah dilakukan pada :

Pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena)

Pasien DSS yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb

dan Ht

Indikasi transfusi trombosit :

Perdarahan dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai DIC.

Perdarahan dengan jumlah trombosit <50.000/mm3 tanpa disertai DIC.

Tanpa adanya perdarahan, profilaksis transfusi trombosit diindikasikan jika

jumlah trombosit 10.000 – 20.000/mm3 (10-20ml/kg dari trombosit atau 0,4u/m2).

Indikasi rawat pasien DBD :

Adanya tanda-tanda syok

Sangat lemah sehingga asupan oral tidak dapat mencukupi

Perdarahan

Hitung trombosit ≤ dengan 100.000/mm3 dan atau peningkatan Ht 10-20%

Perburukan ketika penurunan suhu

Nyeri abdominal akut hebat

Tempat tinggal yang jauh dari Rumah Sakit pada fase kritis (berlangsung 24-48

jam) sekitar hari ke-3 sampai dengan hari ke-5 perjalanan penyakit. Umumnya

fase ini pasien tidak dapat makan dan minum oleh karena anoreksia atau muntah

Page 20: word lapkas DHF Raina.docx

Pasien DBD perlu diobservasi terhadap penemuan dini tanda renjatan :

Keadaan umum memburuk

Hati makin membesar

Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia

Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala

Pada pasien dengan renjatan dilakukan :

1. Pemasangan infus dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan diatasi.

2. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernapasan tiap jam,

serta Hb dan Ht tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam.

Pada pasien DSS diberikan cairan intravena yang diberikan dengan diguyur,

seperti NaCl, ringer laktat yang dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan

teratasi. Bila tak tampak perbaikan dapat diberikan plasma atau plasma ekspander

atau dekstran atau preparat hemasel sejumlah 15-29 ml/kgBB dan dipertahankan

selama 12-48 jam setelah renjatan teratasi. Bila pada pemeriksaan didapatkan

penurunan Hb dan Ht maka diberikan tranfusi darah. Terapi oksigen 2 liter per menit

harus selalu diberikan pada semua pasien syok. 1,2,6

Kriteria untuk memulangkan pasien :

Tidak ada demam selama sedikitnya 24 jam tanpa penggunaan terapi antipiretik

Nafsu makan membaik

Tampak perbaikan secara klinis

Hematokrit stabil

Melewati sedikitnya 2 hari setelah pemulihan dari syok

Tidak ada distress pernapasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asites)

Jumlah trombosit ≥ 50.000/mm³

10. Prognosis

Pada DBD/DSS mortalitasnya cukup tinggi. Penelitian pada orang dewasa di

Surabaya, Semarang dan Jakarta menunjukkan bahwa prognosis dan perjalanan

penyakit umumnya lebih ringan daripada anak-anak.

Page 21: word lapkas DHF Raina.docx

11. Pencegahan

Sampai saat ini belum ditemukan vaksin yang dapat menangkal virus dengue

dengan berbagai serotipe. Satu-satunya usaha pencegahan atau pengendalian dengue

adalah dengan memerangi nyamuk Aedes aegypti yang berperan sebagai vektor

penularan virus dengue. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan

menggunakan beberapa metode yang tepat yaitu :

1. Lingkungan

Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi

tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan

desain rumah. Pencegahan dapat dilakukan dengan langkah 3 M yaitu:

Menguras bak air sekurang-kurangnya sekali seminggu

Menutup tempat-tempat yang mungkin menjadi tempat berkembang biak

nyamuk

Mengubur barang-barang bekas yang bisa menampung air

2. Biologis

Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik

(ikan adu/ ikan cupang), dan bakteri ( Bt.H-14)

3. Kimiawi

Cara pengendalian ini antara lain dengan :

Pengasapan/ fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion), berguna

untuk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.

Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air

seperti: gentong air, vas bunga kolam dan lain-lain.

Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan

mengkombinasikan cara-cara diatas, yang disebut “3 M Plus”, yaitu menutup,

menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus seperti memelihara ikan

pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur,

memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, menggunakan repellent, memasang

obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dan lain-lain sesuai kondisi setempat.

Page 22: word lapkas DHF Raina.docx
Page 23: word lapkas DHF Raina.docx

DAFTAR PUSTAKA

Arvin, Behrman Klirgman. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 1 Edisi 15. Buku Kedokteran

EGC. 2000. Jakarta

Gubler, DJ: Epidemic dengue/dengue hemorrhagic fever as a public health, social and

economic problem in the 21st century. Trends Micriobiol 10:100, 2002.

Suhendro, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Berdarah Dengue. Jakarta:

Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

Sumarmo, Herry, dkk. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ikatan Dokter Anak Indonesia.

2008. Jakarta

WHO. Demam Berdarah Dengue. EGC. 1999. Jakarta

WHO. Dengue Hemorrhagic Fever : diagnosis, treatment, prevention and control. Geneva,

1997.

WHO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in small hospitals.

New Delhi, 1999.

Widodo, Djoko. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Demam Tifoid. Jakarta: Pusat

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.

www.saripediatri.com

http://www.litbang.depkes.go.id/aktual/dbd/dbd200307.htm

www.cdc.gov