Responsi Dhf

65
RESPONSI KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE Oleh: Rozan Fikri (1002005133) Azri Azwan Bin Azami (1102005228) Pembimbing dr. Kadek Ayu Lestari, Sp.A DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA DI BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RS TABANAN

description

responsi

Transcript of Responsi Dhf

Page 1: Responsi Dhf

RESPONSI KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh:

Rozan Fikri (1002005133)

Azri Azwan Bin Azami (1102005228)

Pembimbing

dr. Kadek Ayu Lestari, Sp.A

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA

DI BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK RS TABANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

MARET 2015

Page 2: Responsi Dhf

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat-

Nya maka responsi kasus yang berjudul “Demam Berdarah Dengue” ini dapat

terselesaikan. Pada Kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada

pihak yang telah membantu dalam penyelesaian laporan ini. Responsi kasus ini

disusun sebagai salah satu syarat mengikuti Kepanitraan klinik Madya di

Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak BRSU Tabanan.

Ucapan terimakasih kami tujukan kepada:

1. dr. Kadek Ayu Lestari, Sp.A sebagai pembimbing dan evaluator tugas ini,

2. Rekan – rekan sejawat yang bertugas di SMF Ilmu Kesehatan Anak BRSU

Tabanan,

3. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat saya sebutkan satu

persatu.

Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan oleh karena itu

penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi

penyusunan selanjutnya dan semoga bermanfaat bagi pembaca.

Tabanan, 23 Maret 2015

Penulis

ii

Page 3: Responsi Dhf

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul..................................................................................................i

Kata Pengantar..................................................................................................ii

Daftar Isi...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi....................................................................................3

2.2 Epidemiologi...........................................................................3

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko......................................................4

2.4 Patofisiologi dan patogenesis..................................................6

2.5 Gejala Klinis............................................................................9

2.6 Derajat Penyakit DD/DBD…………………………………..10

2.7 Diagnosis.................................................................................11

2.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................12

2.9 Diagnosa Banding...................................................................15

2.10 Penatalaksanaan......................................................................16

2.11 Penyulit....................................................................................20

2.12 Pencegahan..............................................................................22

2.13 Prognosis.................................................................................23

BAB III LAPORAN KASUS..........................................................................35

BAB IV PEMBAHASAN................................................................................38

BAB V SIMPULAN.......................................................................................39

Daftar Pustaka

iii

Page 4: Responsi Dhf

iv

Page 5: Responsi Dhf

BAB 1

PENDAHULUAN

Infeksi dari 4 serotype virus dengue (DENV 1–4) dapat berimplikasi pada

infeksi asimtomatik hingga Demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock

syndrome (DSS.) DENV merupakan anggota dari famili flavirirus yang

ditransmisikan oleh nyamuk Aedes dan dapat menyebabkan penyakit yang

bermanifestasi klinis pada manusia. Karena beberapa faktor, seperti urbanisasi,

perjalanan yang semakin mengglobal, dan kurang efisiennya intervensi kontrol

vektor berbasis pestisida, infeksi DENV telah menjadi permasalahan kesehatan

internasional.1,2

Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan dari berbagai negara

bervariasi dan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain status umur penduduk,

kepadatan vector, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotype virus

dengue dan kondisi meteorologist. Faktor – faktor yang mempengaruhi

peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks, yaitu pertumbuhan

penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali, tidak

adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan peningkatan

sarana transportasi. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor dari penyakit

DBD.3

Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh keadaan iklim dan

kelembapan udara. Pada suhu yang panas (28 – 32°C) dengan kelembapan yang

tinggi, nyamuk aedes akan tetap bertahan hidup dalam jangka waktu lama. Di

Indonesia oleh karena suhu udara dan kelembapan tidak selalu sama di setiap

tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda. Di Jawa pada

umumnya infeksi dengue terjadi pada awal Januari, meningkat terus sehingga

kasus terbanyak pada bulan April – Mei setiap tahun.4

Dengue merupakan penyakit yang disebarkan oleh nyamuk dan

persebarannya merupakan yang tercepat dibandingkan penyakit sejenis lainnya.

Pada 50 tahun terakhir, insiden DBD meningkat 30 kali lipat dengan

meningkatnya perjalanan penduduk ke negara baru dan pada dekade terakhir telah

1

Page 6: Responsi Dhf

menyebar dari pedesaan ke perkotaan. Diperkirakan 50 juta infeksi dengue telah

terjadi dan sekitar 2.5 miliar orang tinggal di negara endemik dengue. Sekitar1.8

miliar atau lebih dari 70% populasi yang beresiko terinfeksi dengue di dunia

tinggal di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik, dimana 75% kasus infeksi dengue

terjadi disana. Epidemik dengue merupakan permasalahan kesehatan utama di

Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor-Leste yang berada di daerah

tropis dan zona ekuatorial dimana Aedes aegypti menyebar luas baik di pedesaan

atau perkotaan, dimana berbagai serotype virus dengue hidup, dan dimana infeksi

dengue merupakan penyebab utama rawat inap di rumah sakit dan kematian pada

anak.5

DHF dapat menyerang semua golongan umur. Proporsi kasus DHF

berdasarkan umur di Indonesia menunjukkan bahwa DHF paling banyak terjadi

pada anak usia sekolah yaitu pada usia 5-14 tahun4. DHF masih sulit diberantas

karena belum ada vaksin untuk pencegahan dan penatalaksanaannya hanya

bersifat suportif. Keberhasilan penatalaksanaan DHF terletak pada kemampuan

mendeteksi secara dini fase kritis dan penanganan yang cepat dan tepat.6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu infeksi yang disebabkan

oleh virus Dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari

disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa syok. Penyakit ini ditularkan melalui

nyamuk yang disebabkan oleh virus dengue tipe 1-4. Pasien yang terinfeksi satu

serotype dengue akan membentuk imunitas terhadap serotype tersebut, namun

belum membentuk imunitas terhadap serotype yang lain. Virus dengue ditularkan

dari orang ke orang melalui nyamuk Aedes.4,7

2

Page 7: Responsi Dhf

2.2 Epidemiologi

Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus dengue

secara global. Diperkirakan sudah terdapat 50 juta kejadian DBD yang dilaporkan

di seluruh dunia dan sekitar 2,5 miliar penduduk hidup di wilayah endemik

dengue. Di seluruh dunia tiap tahunnya sekitar 500.000 kasus DBD perlu

perawatan di rumah sakit, mayoritas diantaranya adalah anak – anak. Pasien DBD

yang tidak tertangani dengan baik memiliki angka kematian DBD lebih dari 20%

namun dengan penanganan terkini pada DBD angka tersebut bisa ditekan hingga

1%. Selama 30 tahun terakhir, kejadian DBD meningkat pada daerah-daerah

tropis di benua Amerika.5,8

Di Indonesia, terjadi pergeseran jumlah kejadian demam berdarah dengue

dari populasi anak-anak ke orang dewasa. Perubahan ini dikaitkan dengan

mobilitas masyarakat yang semakin tinggi, meningkatnya jumlah penduduk, dan

meningkatnya jumlah vektor dengue. Persebaran serotype virus dengue diketahui

cukup beragam. Suatu penelitian di Indonesia menyebutkan, di Surabaya dan

Sidoarjo Virus Dengue serotipe yang paling banyak adalah D1, sedangkan di

Bangkalan dan Mataram Virus Dengue serotipe yang paling banyak adalah D4.9,10

Gambar 2.1 Negara/Area yang beresiko tinggi terhadap transmisi dengue.5

3

Page 8: Responsi Dhf

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Demam Berdarah Dengue diketahui disebabkan oleh virus dengue. Virus

dengue merupakan RNA virus dengan nukleokapsid ikosahedral dan dibungkus

oleh lapisan kapsul lipid. Virus ini termasuk kedalam kelompok famili

Flaviviridae, genus Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk sferis,

berdiameter 50 nm, mempunyai RNA positif sense yang terselubung, memiliki

lapisan bilayer. Virus dengue mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN

3, DEN 4. Seseorang yang terinfeksi salah satu serotype DENV, akan memiliki

imunitas terhadap serotype tersebut, namun tidak dengan serotype lainnya. Jadi,

orang tersebut akan terhindar dari infeksi serotype yg sama namun masih

memiliki kemungkinan terinfeksi oleh serotype lainnya. Hingga saat ini serotype

DEN 2 dan DEN 3 sering dikaitkan dengan terjadinya DBD derajat berat pada

pasien.4,5

Penularan infeksi virus dengue selain dipengaruhi oleh virus dengue itu

sendiri, terdapat 2 faktor lain yang berperan yaitu faktor host dan vektor perantara.

Virus dengue sendiri pada tubuh manusia memiliki masa inkubasi 4-10 hari. Pada

anak-anak memiliki resiko tersendiri terhadap terjadinya kejadian syok dengue

dibandingkan dengan orang dewasa karena kemampuan dalam mengompensasi

terjadinya plasma leakage masih belum sebaik orang dewasa.5

Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes aegypti,

maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap olehnya. Didalam

tubuh nyamuk itu virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri

dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk. Masa inkubasi di tubuh nyamuk

sendiri terjadi 8-12 hari. Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air liur

nyamuk. Dalam satu minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan bahkan sampai

ratusan ribu sehingga siap untuk ditularkan kepada orang lain.5

Bersama dengan air liur inilah virus dengue tersebut ditularkan kepada

orang lain. Tidak semua orang yang digigit nyamuk Aedes aegypti tersebut akan

terkena demam berdarah dengue. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup

terhadap virus dengue tidak akan terserang penyakit ini, meskipun dalam

darahnya terdapat virus dengue. Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai

kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, dia akan sakit demam ringan atau

4

Page 9: Responsi Dhf

bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok,

tergantung dari tingkat kekebalan tubuh yang dimilikinya.5

Faktor resiko terjadinya gejala berat dari DBD pada manusia diantaranya

adanya penyakit yang menyertai seperti asma, diabetes mellitus, sickle cell

anemia, lalu usia, etnis, dan infeksi sekunder. Gejala berat DBD juga didapatkan

pada bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi dengue. Pada suatu penelitian di

Amerika disebutkan bahwa seseorang yang menderita diabetes atau alergi

memiliki resiko 2,5 kali lebih besar menderita DBD. Hal ini disebabkan pada

pasien dengan alergi memiliki peningkatan aktivitas sistem imun

yangmenyebabkan reaksi inflamasi dan sitokin pro inflamasi kerjanya pada

jaringan dan endotelium lebih meningkat pada proses patofisiologi DBD sehingga

lebih cenderung menampakkan manifestasi klinis DBD. Pada pasien diabetes

sendiri, menurunnya penggunaan glukosa pada seseorang yang diabetes

mempengaruhi struktur dan integritas dari pembuluh darah. Menurunnya struktur

dan integritas dari pembuluh darah itu menyebabkan seseorang lebih rentan

terhadap terjadinya manifestasi DBD.5,11

2.4 Patofisiologi dan Patogenesis

Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue(DBD)

disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda

yang menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa

renjatan yang khas pada DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma

yang diduga karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.

Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya

virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh

makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum timbul gejala dan

berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag akan segera bereaksi

dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC

(Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan

mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih

banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis

makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan

5

Page 10: Responsi Dhf

melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi

netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.12

Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang

terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala

lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit

yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.12

Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan masalah yang

kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan perubahan

patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi

sekunder (secondary heterologous infection theory).12

Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus dengue seperti

juga virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan

sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh

nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat

menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan

mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Renjatan yang dapat

menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling

virulen.8,13

Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan

bahwa jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka

antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi

terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus,

justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.6 Antibodi heterolog yang telah ada

sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian

membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan dengan Fc reseptor

dari membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga juga mengenai

antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan

infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai respon

terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian

menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.12

6

Page 11: Responsi Dhf

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori

secondary heterologous infection) dapat dilihat pada gambar 2.3 Sebagai akibat

infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien,

respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari

mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer

tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga

di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam

jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-

antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi

sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5

menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan

merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada

pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30%

dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Perembesan plasma yang erat hubungannya

dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan

adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya

cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak

tertanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang

dapat berakibat fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna

mencegah kematian.13

Gambar 2.2 Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD.13

7

Page 12: Responsi Dhf

Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi

selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit

dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.

Kedua faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi

trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada

membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphat ),

sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga

terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran

platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif ( KID;

koagulasi intravaskular deseminata ), ditandai dengan peningkatan FDP (

fibrinogen degradation product ) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga

walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di

sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga

terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas

kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada

DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat

KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya

perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.13

Gambar 2.3 Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD.13

8

Page 13: Responsi Dhf

2.5 Gejala Klinis

Infeksi dengue memiliki manfestasi yang luas, baik itu pada gejala dengan

derajat ringan maupun berat. Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia

sangat tergantung dari interaksi antara kondisi imunologik dan umur seseorang.

Oleh karena itu infeksi virus dengue dapat tidak menunjukan gejala

(Asimtomatik) ataupun bermanifestasi klinis ringan yaitu demam tanpa penyebab

yang jelas, demam dengue (DD) dan bermanifestasi berat demam berdarah dengue

(DBD) tanpa syok atau sindrom syok dengue ( SSD ).4

Perjalanan klinis DBD sendiri dapat dibagi dalam 3 fase :5

a. Fase demam

Fase ini terjadi selama 2-7 hari. Pada fase ini pasien akan mengalami

demam tinggi secara mendadak biasanya juga disertai kulit kemerahan,

nyeri sendi, nyeri otot, dan sakit kepala. Anoreksia, mual dan muntah

dapat juga dialami pasien. Pada fase ini juga dapat terjadi manifestasi

perdarahan, seperti petekiae dan perdarahan mukosa. Selain itu dapat

terjadi pembesaran hati yang terjadi beberapa hari setelah onset demam.

b. Fase Kritis

Pada fase ini akan terjadi penurunan suhu tubuh hingga 37,5o C hingga 38o

C dan terjadinya plasma leakage yang ditandai dengan terjadinya

peningkatan hematokrit. Fase ini akan terjadi selama 24-48 jam. Terjadi

leukopenia yang progresif dan penurunan jumlah platelet yang signifikan.

Pada fase ini dapat terjadi syok jika terjadi kebocoran plasma yang

signifikan. Bila syok terjadi cukuplama dapat terjadi hipoperfusi organ,

asidosis metabolik, dan koagulasi intravaskuler.

c. Fase Recovery

Bila pasien dapat melewati fase kritis, maka pasien DBD akan memasuki

fase recovery atau penyembuhan. Pada fase ini kondisi umum pasien akan

9

Page 14: Responsi Dhf

tampak membaik, nafsu makan membaik, status hemodinamik kembali

stabil, dan diuresis kembali normal. Hematokrit akan menurun dan diikuti

peningkatan leukosit. Meningkatnya trombosit juga akan terjadi pada fase

ini. Pengawasan terhadap terjadinya respiratory distress perlu diperhatikan

pada fase ini.

2.6 Derajat Penyakit DD / DBD

Ada 4 derajat penyakit DD/DBD sesuai kriteria WHO (1997) :7

Derajat I : Deman tinggi disertai gejala tidak khas dan satu-satunya

manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet (uji rumple leed

positif).

Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit atau

perdarahan nyata lain (petekie, perdarahan gusi, perdarahan

hidung, hematemesis, melena).

Derajat III : Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,

sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak

gelisah.

Derajat IV : Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan

darah tidak terukur.

2.7 Diagnosis

Diagnosis DBD ditegakan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO

tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Berdasarkan kriteria WHO

1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi.1,5

1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.

2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung

positif; petekie, ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa;

hematemesis dan melena.

3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).

4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:

• Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai

10

Page 15: Responsi Dhf

umur dan jenis kelamin.

• Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan,

dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.

• Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites,

hipoproteinemia, hiponatremia.

Menurut kriteria diagnosis WHO 2009, diagnosis DBD dapat ditegakkan

dengan kriteria tinggal di wilayah endemik dengue serta demam yang mendadak

2-7 hari disertai dua dari gejala-gejala berikut : mual muntah, rash, nyeri, uji

torniquet positif, leukopenia, salah satu warning sign dan dapat dikonfirmasi

dengan ditemukannya virus dengue (laboratoy confirmed dengue). Untuk gejala

dari warning sign diantaranya : nyeri abdomen, muntah persisten, perdarahan

mukosa, akumulasi cairan secara klinis, letargi dan gelisah, pembesaran hati > 2

cm, dan dari hasil laboratorium didapatkan peningkatan Hct serta penurunan

trombosit secara cepat.5

Kriteria Severe Dengue menurut WHO 2009 ditegakkan bila terdapat

kebocoran plasma berat, perdarahan berat, dan kerusakan organ berat. Kerusakan

organ ditandai dengan adanya : kerusakan pada liver ditandai nilai ALT atau AST

>= 1000, gangguan kesadaran pada keterlibatan SSP, dan keterlibatan jantung

atau organ lainnya.5

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Metode pemeriksaan laboratorium untuk konfirmasi DBD dilakukan

mendeteksi virus, asam nukleat virus, maupun dengan mendeteksi antigen atau

antibodi. Pada fase awal penyakit, dapat dilakukan deteksi virus, asam nukleat

virus maupun antigen virus. Sedangkan pada fase akhir penyakit dapat dilakukan

deteksi antibodi dapatdilakukan pemeriksaan serologi. Pemeriksaan laboratorium

yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis DBD adalah pemeriksaan darah

lengkap, urine, sumsum tulang, serologi dan isolasi virus. Yang signifikan

dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk mendiagnosis DBD

secara definitif dengan isolasi virus,identifikasi virus dan serologis. Berikut

beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita DBD:

a. Darah Lengkap :

11

Page 16: Responsi Dhf

Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,

hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai hematokrit yang selalu

dijumpai pada DBD merupakan indikator terjadinya perembesan plasma,

Selain hemokonsentrasi juga didapatkan trombositopenia, dan leukopenia.6

b. Deteksi Asam Nukleat :

Cara ini merupakan cara diagnosis yang sangat sensitif dan spesifik

terhadap serotipe tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan

mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari spesimen yang berasal

dari darah, jaringan tubuh manusia , dan nyamuk. Sensitivitas PCR lebih

baik daripada isolasi virus dengan hasil yang lebih cepat didapat, yaitu 1-2

hari. Deteksi asam nukleat ini dilakukan dalam 3 tahapan, ekstraksi,

purifikasi, dan amplifikasi. PCR tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan

spesimen yang kurang baik (misalnya dalam penyimpanan dan handling),

bahkan adanya antibodi dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari

PCR. Selain itu metode deteksi asam nukleat yang dapat digunakan adalah

metode NASBA (nucleid acid sequence based amplification). Diperlukan

fasilitas laboratorium BSL-2 dan perlengkapan biologi molekular.

Kekurangan dari pemeriksaan ini adalah biayanya mahal dan tidak dapat

membedakan infeksi primer maupun sekunder.3,5

c. Isolasi Virus :

Isolasi virus sebaiknya dilakukan sebelum hari ke-5 dari onset penyakit

atau saat fase viremia. Virus dapat diperoleh dari serum darah, plasma dan

sel mononuklear dari darah tepi. Transportasi spesimen harus berada

dalam kulkas atau dalam kotak es. Untuk penyimpanan di atas 24 jam,

spesimen disimpan dalam suhu 4 hingga 8 derajat celcius. Metode isolasi

virus yang banyak digunakan adalah kultur sel. Hasil dari kultur sel

biasanya memerlukan waktu 1-2 minggu. Untukmelakukan pemeriksaan

ini diperlukan fasilitas kultur sel, laboratorium BSL-2/BSL-3, mikroskop

fluoresensi, dan perlengkapan biologi molekular. Kekurangan dari

pemeriksaan ini adalah tidak semua fasilitas kesehatan menyediakan

kelengkapan yang diperlukan, biaya mahal, dan tidak dapat membedakan

infeksi primer maupun sekunder.5

12

Page 17: Responsi Dhf

d. Deteksi Antigen

Glikoprotein NS1 diproduksi oleh seluruh varian flavivirus. Pemeriksaan

ini baik dilakukan di awal onset penyakit karena antigen dapat dideteksi

hingga hari ke-9 setelah awitan penyakit. Pemeriksaan ini tidak mampu

membedakan serotypedari virus dengue. Pemeriksaan ini mudah

dikerjakan namun hasilnya kurang sensitif dibandingkan dengan deteksi

RNA atau isolasi virus.5

e. Uji Serologi :

1. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition Test = HI

test)

Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling sering

dipakai dan digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan serologis.

Pemeriksaan iniprinsipnya berdasarkan kemampuan virus dengue dalam

mengaglutinasi sel darah merah. Terdapat beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam uji HI ini : 3,5

a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji serologis

ini tidak dapat menunjukan tipe virus yang menginfeksi

b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48

tahun), maka uji ini baik digunakan pada studi seroepidemiologi.

c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali

lipat dari titer serum akut atau konvalesen dianggap sebagai

presumtive positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang

baru terjadi (Recent dengue infection )

Interpretasi HI test

Infeksi primer: bila titer HI pada masa akut < 1:20 dan titer naik 4 kali

atau lebih pada masa konvalesens, namun tidak melebihi 1:2560

Infeksi sekunder: bila titer HI pada masa akut < 1:20 naik menjadi >=

1:2560 atau >= 1:20 naik menjadi >= 4 kali.14

2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test )

Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara rutin

oleh karena selain cara pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya juga

memerluikan tenaga periksa yang sudah berpengalaman. Berbeda

13

Page 18: Responsi Dhf

dengan antibodi HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan sampai

beberapa tahun saja ( 2 – 3 tahun )

3. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )

Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus

dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque

Reduction Neutralization Test ( PRNT ) yaitu berdasarkan adanya

reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi dideteksi

dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi komplemen tetapi

lebih cepat dari antibodi fiksasi dan bertahan lama (48 tahun). Uji

neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama

sehingga tidak dipakai secara rutin.

4. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa )

Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang banyak

sekali dipakai. Sesuai namanya test ini akan mengetahui kandungan IgM

dalam serum pasien. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam uji mac

elisa adalah : 3,dengue india

a. Pada perjalanan penyakit hari 4 – 5 virus dengue, akan timbul

IgM yang diikuti oleh IgG.

b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat

ditentukan diagnosis yang tepat.

c. Ada kalanya hasil uji masih negatif, dalam hal ini perlu diulang.

d. Kekurangan dari pemeriksaan ini adalah antibodi baru muncul

hari ke 5-10 setelah awitan penyakit pada kasusprimer dan 4-5

hari setelah awitan pada kasus sekunder.

e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 – 3 bulan setselah

adanya infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga

dilakukan uji terhadap IgG. Untuk itu uji IgM tidak boleh dipakai

sebagai satu – satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.

14

Page 19: Responsi Dhf

f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI,

dengan kelebihan uji mac elisa hanya memerlukan satu serum

akut saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI.

5. IgG Elisa

Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding dengan uji

HI , hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang kita uji untuk

infeksi dengue IgM / IgG dengue blot, dengue rapid IgM, IgM elisa, IgG

elisa, yang telah beredar di pasaran.

Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan titer

antibodi fase konvalesen terhadap titer antibodi fase akut ( naik empat kali

kelipatan atau lebih ).6

2.9 Diagnosis Banding

a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri,

virus, atau penyakit protozoa seperti demam tifoid, campak, influenza,

hepatitis chikungunya, malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai

hemokonsentrasi dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.6

b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC biasanya

seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan

influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan

demam mendadak, masa demam lebih pendek, suhu tubuh tinggi, hampir

selalu disertai ruam makulopapular, injeksi kojungtiva dan lebih sering

dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis

hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan

gastrointestinal dan syok. 6

c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit

infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningkokus. Pada sepsis, anak sejak

semula kelihatan sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda

infeksi. Disamping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel

polimorfonuklear (pergeseran ke kiri pada hitung jenis). Pemeriksaan laju

endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri

15

Page 20: Responsi Dhf

dengan virus. Pada meningitis meningkokokus jelas terdapat rangsangan

meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis. 6

d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DBD

derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit.

Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP sulit dibedakan dendgan penyakit DBD,

tetapi pada ITP demam cepat menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi,

dan pada fase penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali

normal daripada ITP. 6

e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia aplastik. Pada

leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat teraba dan anak sangat

anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum tulang akan memperjelas

diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik anak sangat anemik, demam timbul

karena infeksi sekunder. 6

2.10 Penatalaksanaan

Dalam mengurangi angka mortalitas DBD, prinsip penanganan dari DBD

harus dipahami terutama pada pelayanan kesehatan tingkat pertama. Deteksi awal

dari penyakit DBD sangat pentingdilakukan dalam tatalaksana berikutnya.

Prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam penanganan penyakit DBD :5

– mendeteksi seorang pasien yang demam disebabkan infeksi dengue;

– menangani fase demam dari pasien dengue;

– mendeteksi adanya kebocoran plasma dan saat pasien memasuki fase kritis serta

melakukan resusitasi cairan pada pasien;

– mendeteksi adanya warning sign pada pasien;

– mendeteksi dan melakukan penanganan pada kebocoran plasma berat dan syok,

perdarahan berat dan kerusakan organ secara adekuat.

Pasien dengan infeksi dengue tanpa warning sign :

Pasien infeksi dengue tanpa warning sign dan dapat mengonsumsi cairan secara

oral serta mengeluarkan urin minimal sekali dalam 6 jam diberikan penanganan

berikut :

1. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan hematokrit

2. Penanganan :

• tirah baring yang adekuat

16

Page 21: Responsi Dhf

• intake cairan cukup (1,5 – 2 liter/hari)

• Paracetamol, maksimal 4 gram per hari dengan dosis 10-15

mg/kgBB/hari

3. Pasien dengan Hct stabil dapat dilakukan rawat jalan dengan monitoring:

• penurunan sel darah putih

• penurunan suhu badan sampai normal

• warning signs (sampe melewati fase kritis).

Disarankan segera ke rumah sakit jika ada warning sign.

Pasien infeksi dengue dengan warning sign

Pada kelompok pasien ini harus dirawat di rumah sakit. Selain itu pada

pasien hamil, anak dibawah 1 tahun, pasien usia tua, diabetes, dan gagal ginjal

serta terkait kondisi sosial pasien seperti hidup sendiri atau hidup jauh dari rumah

sakit juga termasuk dalam kelompok ini. Penanganan yang dapat diberikan pada

pasien dengan kondisi di atas :

1. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan hematokrit

2. Minum cairan secara oral atau diberikan cairan Saline 0,9% atau Ringer

Lactate secara intravena dengan dosis maintenance.

3. Monitoring

• pola suhu tubuh

• volum cairan masuk dan keluar

• urine output (volume dan frekuensi)

• warning sign

• HCT, sel darah putih dan platelet.

Pada pasien yang terdapat warning sign penanganan yang diberikan :

1. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan Hct

2. Penanganan:

Mencari nilai Hct sebelum pemberian cairan.

Berikan cairan isotonik seperti 0.9 % saline atau Ringer Lactate. Mulai

dengan 5–7 ml/kg/jam selama 1–2 jam, kemudian kurangi menjadi 3–5

ml/kg/jam selama 2–4 jam, dan kemudian kurangi menjadi 2–3

ml/kg/jam atau dibawahnya tergantung kondisi klinis.

17

Page 22: Responsi Dhf

Nilai kembali kondisi klinis dan cek ulang nilai Hct:

a. jika HCT tetap sama atau sedikit meningkat lanjutkan dengan

2–3 ml/kg/jam selama 2–4 jam;

b. jika ada perburukan tanda vital dan Hct meningkat dengan

cepatberikan cairan 5–10 ml/kg/jam selama 1–2 jam.

Nilai ulang kondisi klinis dan cek ulang Hct dan perhatikan pemberian

cairan infus berdasarkan:

Kurangi cairan intravena pelahan ketika tingkat kebocoran plasma

menurun hingga akhir dari fase kritis.

Hal ini dapat dilihat dari :

- urin output dan intake cairan cukup

- Hct menurun dibawah baseline Hct pasien

3. Monitoring

• vital sign dan perfusi perifer (1–4 jam sampai pasien keluar dari fase

kritis

• urine output (4-6 jam)

• HCT (sebelum dan setelah pemberian cairan, lalu tiap 6-12 jam))

• glukosa darah

• tes fungsi organ lainnya (renal profile, liver profile, coagulation profile,

sesuai indikasi)

Pasien dengan severe dengue

Pasien pada kelompok ini memerlukan perawatan gawat darurat. Manajemen pada

pasien dengan severe dengue :

1. Pemeriksaan laboratorium darah lengkap,Hct, dan fungsi organ lain sesuai

indikasi

2. Penanganan pada syok yang terkompensasi :

- Mulai pemberian cairan intravena cairan kristaloid isotonik 5–10

ml/kg/jam selama 1 jam. Lalu nilai ulang kondisi pasien

Jika pasien membaik :

18

Page 23: Responsi Dhf

• Cairan intravena sebaiknya dikurangi perlahan menjadi 5–7 ml/kg/hr

selama 1–2 jam, lalu 3–5 ml/kg/jam selama 2–4 jam, lalu 2-3 ml/kg/jam

selama 2–4 jam dan kemudian diturunkan sesuai status hemodinamik;

• Cairan intravena dapat dipertahankan selama 24–48 jam.

Jika pasien tetap tidak stabil:

Cek Hct setelah bolus pertama;

• Jika HCT meningkat atau tetap tinggi (>50%), ulangi bolus kedua

cairan kristaloid 10–20 ml/kg/jam selama 1 jam;

• jika ada perbaikan setelah bolus kedua, turunkan menjadi 7–10

ml/kg/jam selama 1–2 jam dan lanjutkan turunkan sesuai di atas;

• jika HCT menurun, mengindikasikan terjadinya perdarahan dan perlu

dilakukan cross-match dan transfusi darah sesegera mungkin.

3. Penanganan hypotensive shock

Mulai resusitasi cairan intravena dengan cairan kristaloid atau koloid 20

ml/kg bolus selama 15 menit.

Jika pasien membaik:

• berikan cairan kristaloid/koloid 10 ml/kg/jam selama 1 jam, lalu

turunkan perlahan seperti di atas.

Jika pasien tetap tidak stabil:

• Nilai ulang Hct saat sebelum bolus;

• Jika Hct rendah (<40% in children and adult females, <45% in adult

males) merupakan indikasi terjadinya perdarahan, perlu dilakukan

cross-match dan dilakukan transfusi

• Jika Hct tinggi dibandingkan nilai baseline, ubah ke cairan koloid 10–20

ml/kg sebagai bolus kedua selama 30 menit sampai 1 jam;

Nilai kembali setelah bolus kedua.

• Jika pasien membaik kurangi menjadi 7–10ml/kg/jam selama 1–2 jam,

kemudian kembali ke cairan kristaloid dan turunkan sesuai penanganan

di atas;

• Jika pasien tetap tidak stabil, ulangi Hct setelah bolus kedua.

• Jika Hct menurun merupakan indikasi perdarahan dan lakukan

penanganan sesuai di atas :

19

Page 24: Responsi Dhf

• Jika HCT meningkat/tetap tinggi (>50%), lanjutkan pemberian koloid 10–

20 ml/kg sebagai bolus ketiga selama 1 jam, lalu turunkan 7–10

ml/kg/jam selama 1–2 jam, dan kembali ke cairan kristaloid dan turunkan

sesuai penanganan di atas.

Penanganan komplikasi perdarahan :

Berikan 5–10 ml/kg PRC atau 10–20 ml/kg fresh whole blood.

Kriteria memulangkan pasien

Pasien dapat dipulangkan apabila secara klinis tidak demam selama 48 jam dan

terdapat peningkatan pada status klinis. Pada pemeriksaan laboratorium terdapat

tren peningkatan jumlah platelet dan hematokrit stabil tanpa pemberian cairan

intravena. Semua kriteria di atas harus terpenuhi.

2.11 Penyulit

Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang

berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak

disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau

perdarahan, dapat menjadi penyebab ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD

bersifat sementara, kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh

darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskuler yang

menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah otak.

Dikatakan juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati

akut.6

Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau

somnolen, dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD.

Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk memastikan

adanya ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi

maka perlu dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan bila

20

Page 25: Responsi Dhf

kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (Hati – hati bila jumlah

trombosit < 50.000 / μl). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan kadar

transaminase (SGOT / SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah

menurun, alkalosis pada analisa gas darah, dan hiponatremia (Bila mungkin

periksa kadar amoniak darah). 6

Kelainan Ginjal

Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari

syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik

walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati dengan

menggantikan volume intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar syok telah

teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah

dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1

ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik sedangkan

volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok

berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan jumlah urine

dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin. 6

Edema Paru

Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari

pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai

kelima sakit sesuai dengan panduan yang diberikan, biasanya tidak akan

menyebabkan oedema paru karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada

saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan yang

diberikan berlebih (Kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin

dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distres

pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran

oedema paru pada foto rontgen. 6

2.12 Pencegahan

Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk

Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan

21

Page 26: Responsi Dhf

Sarang Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah

dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut:15

1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum,

dan lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas

kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-

kurangnya seminggu sekali

2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan

lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu

3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng

bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air

hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan

bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah

lainnya

4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan

semen

5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak

hinggap disitu

6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan

bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik

nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali

Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air

cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan sendok

makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE.

Setelah dibubuhkan ABATE maka:15

1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh

jentik Aedes aegypti

2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan

dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam

dinding tempat penampungan air tersebut

3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak

membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum

2.13 Prognosis

22

Page 27: Responsi Dhf

Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan

diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II umumnya

baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat

ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi

dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada

orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa

prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada orang dewasa umumnya lebih

ringan daripada anak-anak. Pada kasus- kasus DHF yang disertai komplikasi

sepeti DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk.6

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : KWDJ

Usia : 11 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Hindu

Alamat : Br. Tengah Kerambitan

Suku/Bangsa : Bali/Indonesia

Tanggal MRS : 16 Maret 2015

Tanggal Pemeriksaan : 19 Maret 2015

3.2 Anamnesis ( Saat pemeriksaan/ tanggal 19 Maret 2015)

Anamnesis dilakukan pada Ayah pasien (heteroanamnesis)

Keluhan Utama : Panas badan

Riwayat Penyakit sekarang

23

Page 28: Responsi Dhf

Pasien datang sadar diantar oleh orang tuanya ke UGD BRSU Tabanan

dengan keluhan panas badan. Panas dikatakan muncul 4 hari sebelum masuk

rumah sakit (12 Maret 2015). Panas dikatakan muncul tiba-tiba setelah pasien

pulang sekolah. Panas dikatakan dialami terus menerus, sempat turun setelah

minum obat penurun panas kemudian naik lagi. Saat masuk rumah sakit,

panas terukur 380C. Diceritakan awalnya pasien mengalami panas secara

mendadak pada hari Kamis, 12 Maret 2015 sepulang dari sekolah. Kemudian

pasien sempat diantar berobat ke bidan selama 3 hari namun panas tak

kunjung membaik sehingga pada hari Senin pasien diantar ke UGD BRSU

Tabanan.

Selain panas badan, pasien juga dikatakan mengalami nyeri kepala. Nyeri

kepala diceritakan dialami oleh pasien sejak 4 hari sebelum masuk rumah

sakit, sore harinya setelah pasien mengalami panas badan. Nyeri kepala

dirasakan terus menerus dan sedikit membaik dengan istirahat.

Pasien juga mengalami BAB cair pada hari ke 7 panas badan. BAB

diceritakan seperti bubur dan mengeluarkan sesuatu seperti lendir. BAB pada

hari itu diceritakan terjadi 5 kali pada hari itu.

Makan dan minum pasien dikatakan sedikit berkurang sejak sakit, riwayat

perdarahan saat masuk rumah sakit (mimisan, gusi berdarah, bintik-bintik

merah pada kulit, BAB hitam) disangkal. Riwayat batuk, pilek, dan sesak

nafas disangkal. Sebelumnya pasien tidak pernah muntah dan minum seperti

biasa. BAK diceritakan normal seperti biasa.

Riwayat Pengobatan

Pasien sempat diantar berobat ke bidan pada tanggal 12 Maret 2015 kemudian

diberikan obat paracetamol 3x500 mg dan antibiotik namun ayah pasien lupa

nama obat antibiotik tersebut..

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Pasien

memiliki riwayat epilepsi dan telah menjalani pengobatan dengan minum

depakene selama 2 tahun sejak November 2012 sampai November 2014 dan

24

Page 29: Responsi Dhf

hingga saat ini kejang tidak pernah kambuh lagi. Riwayat penyakit sistemik

lainnya (asma, hipertensi, diabetes) sebelumnya disangkal.

Riwayat Keluarga

Ayah pasien pernah menderita DHF seminggu sebelum pasien mengeluhkan

panas badan. Riwayat penyakit sistemik (asma, hipertensi, diabetes) di

keluarga pasien disangkal.

Riwayat Pribadi/Personal/Sosial

Pasien merupakan anak ke tiga dari empat bersaudara. Pasien merupakan

siswa Sekolah Dasar kelas 6. Dalam kesehariannya pasien dapat bersosialisasi

dengan normal seperti teman-teman sebayanya. Di lingkungan tempat tinggal

pasien diceritakan selokan tidak terawat dengan baik oleh warga desanya dan

menyebabkan terjadinya genangan di banyak tempat. Tetangga pasien

diceritakan juga mengalami DHF 1 bulan yang lalu.

Riwayat Persalinan

Pasien lahir spontan dan segera menangis, ditolong oleh dokter di BRSU

Tabanan, berat lahir 3600 gram, panjang badan dan lingkar kepala dikatakan

lupa. Komplikasi selama proses persalinan dikatakan tidak ada.

Riwayat Imunisasi

BCG : 1 kali

DPT : 3 kali

HB : 4 kali

Hib : 3 kali

Campak : 2 kali

Riwayat Nutrisi

ASI : 0 bulan-2 tahun

Susu Formula : 1 tahun -2,5 tahun

Bubur Susu : 6 bulan -9 bulan

25

Page 30: Responsi Dhf

Nasi Tim : 8 bulan

Makanan Dewasa : 1,5 tahun

3.3 Pemeriksaan Fisik saat MRS

Status Present

Kesadaran : E4V5M6

Nadi : 92 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Suhu aksila : 38 °C.

Status General

Kepala : Normocephali

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cowong -/-,

refleks pupil +/+ isokor

THT : Telinga : sekret -/-

Hidung : Napas Cuping Hidung (-)

Faring : Hiperemis (-)

Tonsil : T1/T1

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar

Thoraks : Simetris, retraksi (-)

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, rhales -/-, wheezing -/-

Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal

Hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas : Hangat pada keempat ektremitas, Edema (-), CRT<2 detik

Rumple Leed Test (+)

Status Antropometri

Berat badan (BB) : 29 kg

Tinggi badan (TB) : 145 cm

Berat badan Ideal (BBI) : 38 kg

Waterlow : 76,3 % (Gizi kurang)

26

Page 31: Responsi Dhf

3.4 Pemeriksaan Penunjang saat MRS

Dilakukan pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 16/3/2015, ditemukan hasil

sebagai berikut:

a. Darah Lengkap

WBC : 1.9 x 103/uL

Neutrofil : 0.782 x103/uL (41.4%)

Limfosit : 0.896 x 103/uL (47,5%)

Monosit : 0.187 x 103/uL (9.92 %)

Eosinofil : 0.00 x 103/uL (0.00 %)

Basofil : 0.022 x 103/uL (1.18%)

RBC : 5.31 x 106/uL

HGB : 14.8 gr/dL

HCT : 44.7 %

MCV : 84.2 fL

MCHC : 33.0 %

RDW : 10.2%

PLT : 105x 103/uL

MPV : 6.9

3.5 Diagnosis Klinis saat MRS

Observasi Febris Hari V ec Susp DHF Grade I

3.6 Penatalaksanaan saat MRS

IVFD RL 24 tpm

Paracetamol syr 3 x 2 cth

Aviter 3 x 1 sachet

3.7 Pemeriksaan Fisik saat Pemeriksaan ( 19 Maret 2015 pukul 10.00)

Status Present

Kesadaran : E4V5M6

Nadi : 82 x/menit

27

Page 32: Responsi Dhf

Respirasi : 20 x/menit

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Suhu aksila : 36,5 °C.

Status General

Kepala : Normocephali

Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata cowong -/-,

refleks pupil +/+ isokor

THT : Telinga : sekret -/-

Hidung : Napas Cuping Hidung (-)

Faring : Hiperemis (-)

Tonsil : T1/T1

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar

Thoraks : Simetris, retraksi (-)

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmo : Vesikuler +/+, rhales -/-, wheezing -/-

Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal

Hepar teraba membesar 3 cm di bawah arcus costa, 3 cm

dibawah processus xyphoid dengan konsistensi padat,permukaan

halus

Ekstremitas : Hangat pada keempat ektremitas, Edema (-), CRT<2 detik

Rumple Leed Test (-), Rash (+)

3.8 Perkembangan Pasien Selama di Rumah Sakit

Tanggal Perkembangan Pasien

16/03

2015

S : Panas badan (+), mual/muntah (-), pilek (-),Makan/minum(+)

normal

O : Kesadaran : E4V5M6

Nadi : 92 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Tekanan Darah : 100/60 mmHg

Suhu aksila : 38 °C.

28

Page 33: Responsi Dhf

Status General

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- mata cowong

-/-, refleks pupil +/+ isokor

THT : Telinga : sekret -/-

Hidung : Napas Cuping Hidung (-)

Faring : Hiperemis (-)

Tonsil : T1/T1

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar

Thoraks : Simetris, retraksi (-)

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmo : Bronkial +/+, rhales -/-, wheezing -/-

Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal

Hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas : Hangat pada keempat ektremitas, Edema (-), CRT<2

detik. Rumple Leed (+)

A : Observasi febris hari ke V ec susp DHF Grade I

P : IVFD RL 24 tpm

Paracetamol 3 x 2 cth

Aviter 3 x 1 sachet

17/03

2015

S : Panas (-), Makan/Minum (+), BAB (+) cair, Mual/Muntah (-)

O : Kesadaran : E4V5M6

Nadi : 80 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Tekanan Darah : 100/70 mmHg

Suhu aksila : 37,8 °C.

Status General

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- mata cowong

-/-, refleks pupil +/+ isokor

THT : Telinga : sekret -/-

29

Page 34: Responsi Dhf

Hidung : Napas Cuping Hidung (-)

Faring : Hiperemis (-)

Tonsil : T1/T1

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar

Thoraks : Simetris, retraksi (-)

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmo : Bronkial +/+, rhales -/-, wheezing -/-

Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal

Hepar dan lien tidak teraba

Ekstremitas : Hangat pada keempat ektremitas, Edema (-), CRT<2

detik

A : DHF Grade I hari ke VI + diare akut, dehidrasi ringan-sedang

P : IVFD RL 24 tpm

Paracetamol 3 x 2 cth

Aviter 3 x 1 sachet

Lacto B 2 x 1 sachet

Zinc 1 x 1 ml

Cek DL @ 12 jam

18/03/

2015

S : Panas (+), mual/muntah (-), makan/minum baik, BAB(+) cair

O : Kesadaran : E4V5M6

Nadi : 96 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Suhu aksila : 37.8 °C.

Status General

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- mata cowong

-/-, refleks pupil +/+ isokor

THT : Telinga : sekret -/-

Hidung : Napas Cuping Hidung (-)

30

Page 35: Responsi Dhf

Faring : Hiperemis (-)

Tonsil : T1/T1

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar

Thoraks : Simetris, retraksi (-)

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmo : Bronkial +/+, rhales -/-, wheezing -/-

Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal

Hepar teraba membesar 4 cm di bawah arcus costa, 4

cm dibawah processus xyphoid dengan konsistensi

padat,permukaan halus, lien tidak teraba

Ekstremitas : Hangat pada keempat ektremitas, Edema (-), CRT<2

detik. Rash (+)

A : DHF grade I hari ke VII + diare akut, dehidrasi ringan-sedang

P : IVFD RL 24 tpm

Paracetamol 3 x 2 cth

Aviter 3 x 1 sachet

Lacto B 2 x 1 sachet

Zinc 1 x 1 ml

Cek DL @ 12 jam

19/03

2015

S : Panas (-), mual/muntah (-), makan-minum baik, BAB (+) normal

O : Kesadaran : E4V5M6

Nadi : 80 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Tekanan Darah : 125/80 mmHg

Suhu aksila : 36.5 °C.

Status General

Kepala : Normocephali

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/- mata cowong

-/-, refleks pupil +/+ isokor

THT : Telinga : sekret -/-

31

Page 36: Responsi Dhf

Hidung : Napas Cuping Hidung (-)

Faring : Hiperemis (-)

Tonsil : T1/T1

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar

Thoraks : Simetris, retraksi (-)

Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-)

Pulmo : Bronkial +/+, rhales -/-, wheezing -/-

Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal

Hepar teraba membesar 4 cm di bawah arcus costa, 4

cm dibawah processus xyphoid dengan konsistensi

padat,permukaan halus, lien tidak teraba

Ekstremitas : Hangat pada keempat ektremitas, Edema (-), CRT<2

detik, Rash (+)

A : DHF Grade I hari ke VIII

P : IVFD RL 24 tpm

Paracetamol 3 x 2 cth

Aviter 3 x 1 sachet

Lacto B 2 x 1 sachet

Zinc 1 x 1 ml

Cetirizine 2 x ½ cth

Cek DL @ 12 jam

Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap selama MRS

Tanggal/Jam Hasil

WBC

(x103µL)

Hb

(gr/dL)

HCT

(%)

PLT

(x103µL)

Limfosit

(%)

16/03/15 Jam

05.48

1,9 14,8 44,7 105 47,6

16/03/15

Jam 17. 48

1,4 14 43 92,4 61,6

17/03/15 Jam

05.48

1,9 14,6 43.6 56,3 37,9

32

Page 37: Responsi Dhf

17/03/15 Jam

17.48

2.3 15,4 46,9 34 45,3

18/03/15 Jam

05.48

3,3 15,5 45,7 22.9 55

18/03/15 Jam

17.48

3,4 15,1 45,5 31,5 59

19/03/15 Jam

05.48

4,8 14,6 43,3 39,9 46,2

Pemeriksaan Feses Lengkap Tanggal 17 Maret 2015

Jenis Pemeriksaan Hasil

Makroskopis

Warna Kuning

Konsistensi Lembek

Bau Khas

Lendir Positif

Darah Negatif

Lain-Lain Negatif

Mikroskopis

Telur Cacing Negatif

Larva Negatif

Amoeba Negatif

Eritrosit Negatif

Leukosit 1- 2

Sisa Makanan Positif

Bakteri Positif

Jamur Positif

Kista Negatif

33

Page 38: Responsi Dhf

Lain-lain Negatif

Lemak Positif

Lain-lain Negatif

Pemeriksaan Imunologi Tanggal 18 Maret 2015

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

DHF IgG Negatif Negatif

DHF IgM Negatif Negatif

34

Page 39: Responsi Dhf

BAB IV

PEMBAHASAN

Definisi demam berdarah dengue adalah suatu infeksi yang disebabkan

oleh virus Dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis demam mendadak 2-7 hari

disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa syok.1 Dari hasil anamnesis ayah

pasien mengatakan bahwa Panas dikatakan muncul 4 hari sebelum masuk rumah

sakit. Panas dikatakan muncul tiba-tiba setelah pasien pulang sekolah. Panas

dikatakan dialami terus menerus, sempat turun setelah minum obat penurun panas

kemudian naik lagi. Saat masuk rumah sakit, panas terukur 380C. Melihat pola

demam tersebut, maka kecurigaan lebih mengarah disebabkan oleh infeksi virus,

karena ciri-ciri penyakit yang disebabkan virus yaitu demam tinggi tanpa disertai

gejala lain, demam akut yang mendadak tinggi sampai di atas 38.80C, tanpa

disertai batuk pilek, dan seringkali panas tinggi ini tidak akan teratasi dengan obat

turun panas. Sedangkan demam yang disebabkan bakteri yaitu demam gradual,

suhu tubuh penderita akan naik turun pada minggu pertama, mendekati minggu

ke-2 suhu tubuh tinggi tapi stabil, disertai gejala lain seperti diare, batuk, pilek.

Manifestasi klinis DBD terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan

fase pemulihan. Pada fase febris, biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari,

disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan

sakit kepala. Fase kritis terjadi pada hari ke 4-5 dan ditandai dengan penurunan

suhu tubuh dan penurunan kadar trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok. Fase

pemulihan terjadi bila fase kritis terlewati yaitu hari ke 6-7. Pada pasien

ditemukan gejala seperti teori diatas, yaitu dimana panas mendadak tinggi sejak 4

hari sebelum masuk rumah sakit dimana pasien masih dalam fase demam. Saat

panas terjadi pasien juga mengeluh sakit kepala. Hal tersebut sesuai dengan teori

dimana pada fase febris dapat terjadi demam mendadak tinggi disertai sakit kepala

dan pusing, sakit dibelakang bola mata, badan ngilu dan lemas, nyeri, dan mual.

Menurut kriteria WHO 2009, diagnosis DBD dapat ditegakkan dengan

kriteria tinggal di wilayah endemik dengue serta demam yang mendadak 2-7 hari

disertai dua dari gejala-gejala berikut : mual muntah, rash, nyeri, uji torniquet

35

Page 40: Responsi Dhf

positif, leukopenia, salah satu warning sign dan dapat dikonfirmasi dengan

ditemukannya virus dengue (laboratoy confirmed dengue). Untuk gejala dari

warning sign diantaranya : nyeri abdomen, muntah persisten, perdarahan mukosa,

akumulasi cairan secara klinis, letargi dan gelisah, pembesaran hati > 2 cm, dan

dari hasil laboratorium didapatkan peningkatan Hct serta penurunan trombosit

secara cepat. Kasus ini sesuai dengan kriteria probable dengue dengan warning

sign yaitu tinggal di wilayah endemik dengue serta demam yang mendadak sejak

4 hari sebelum masuk rumah sakit. Selain itu pada pasien juga mengeluhkan

adanya nyeri kepala, terdapat rash, leukopenia, pembesaran hati 4 cm divbawah

arcus costa dan peningkatan Hct disertai penurunan trombosit secara cepat.

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan darah

lengkap dan uji serologi. Pemeriksaan darah lengkap dilakukan untuk memeriksa

kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Pada DBD terjadi peningkatan

nilai hematokrit, trombositopenia yang terjadi secara cepat, dan leukopenia. Hal

tersebut sesuai dengan kasus, dimana trombosit mengalami penurunan pada hari

ke 5 pagi sebesar 105 x 103/uL pada sore harinya menjadi 92,4 x 103/uL. Lalu

pada hari ke 6 menjadi 56,3 x 103/uL dan 34 x 103/uL. Lalu pada hari ke 7

mencapai titik terendah yaitu 22,9 x 103/uL. Selain itu pasien juga mengalami

leukopenia sebesar 1,9 x 103/uL dan terjadi peningkatan limfosit sebesar Lymph

47,5 %. Hal ini sesuai dengan teori, dimana DBD disebabkan oleh virus sehingga

terjadi peningkatan limfosit dan leukopenia.

Berdasarkan derajat gejala klinis menurut World Health Organization

(WHO) membagi DBD menjadi 4 derajat. Pada kasus, pasien didagnosis

menderita DHF grade I. Ini sesuai dengan keadaan pasien dimana adanya demam

disertai gejala tidak khas dan tidak ada tanda perdarahan spontan dikulit atau

perdarahan lain pada awal terjadinya demam.

Penatalaksaan DBD pada dasarnya bersifat suportif, yaitu mengatasi

kehilangan cairan plasma. Pasien dirawat dengan tujuan memantau keadaan

pasien sehingga penyakit pasien tidak memberat. Pada kasus, pasien datang

dengan panas sudah hari ke 5, maka diperlukan rawat inap karena pada hari ke 4-5

merupakan fase kritis dimana pasien rawan jatuh dalam keaadan syok. Indikasi

rawat inap pada pasien ini adalah Ht normal dan trombosit ≤100.000/µl.8 Terapi

36

Page 41: Responsi Dhf

yang diberikan yaitu cairan ringer laktat untuk mengantisipasi pasien mengalami

syok akibat kehilangan cairan plasma. Selain terapi suportif, pasien juga diberikan

terapi simptomatis berupa pemberian paracetamol dan pemberian multivitamin

berupa aviter.

Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal terjadinya perembesan

plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar hematokrit. Dengan

diagnosis dini dan penggantian cairan adekuat, syok biasanya teratasi dengan

segera, namun bila terlambat diketahui atau pengobatan tidak adekuat dapat

memperburuk prognosis. Pada kasus, pasien mempunyai prognosis yang baik

karena tidak ditemukan adanya tanda-tanda syok dan dikatakan nafsu makan dan

minum mulai meningkat. Trombosit dan leukosit pasien juga sudah mengalami

peningkatan, selain itu pasien juga sudah memasuki fase penyembuhan yang

ditandai dengan adanya konvalesens rash pada kulit pasien.

37

Page 42: Responsi Dhf

BAB V

SIMPULAN

Demam Dengue atau Demam berdarah Dengue (DBD) merupakan salah

satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di berbagai daerah di

dunia terutama menjadi endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis. Jumlah

kasus DBD hampir selalu meningkat di setiap tahunnya di Indonesia. Manifestasi

klinis infeksi virus dengue sangat bervariasi mulai dari asimtomatik sampai dapat

mengancam nyawa seperti pada Dengue Shock Syndrome (DSS).

Pada kasus, pasien merupakan anak perempuan berusia 11 tahun dengan

keluhan utama panas badan dan nyeri kepala sejak 4 hari sebelum masuk rumah

sakit. Pasien dicurigai menderita DBD dan dilakukan pemeriksaan darah lengkap

dan serologi untuk memastikan. Pada hasil pemeriksaan darah lengkap terdapat

trombositopenia, peningkatan hematokrit, dan leukopenia yang mendukung

diagnosis DBD. Pada hasil pemeriksaan serologi didapatkan hasil negatif pada

titer IgM dan IgG. Penatalaksanaan pada pasien diberikan terapi cairan dan

simptomatis untuk mengatasi keluhannya.

38

Page 43: Responsi Dhf

DAFTAR PUSTAKA

1. Brazier A R et al. A Three-Component Biomarker Panel for Prediction of

Dengue Hemorrhagic Fever. American Journal of Tropical Medicine and

Hygiene. 2012; 86(2): 341–8

2. Loke P et al. Gene Expression Patterns of Dengue Virus-Infected Children

from Nicaragua Reveal a Distinct Signature of Increased Metabolism.

2010 Juni; 4(6)

3. Subaiki B. Demam Berdarah Dengue Derajat II Pada Bayi Usia 9 Bulan.

Medula. 2013 Oktober; 1(4): 35-44

4. Anonim. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. CDC; 2014

5. Anonim. Dengue Guideline For Diagnosis Treatment, Prevention and

Control. WHO;2009.

6. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Suryadi S. Tatalaksana Demam

Dengue/Demam Berdarah Dengue. Departemen Kesehatan RI Direktorat

Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan

Pemukiman; 2004.

7. Anonim. Dengue Hemorrhagic Fever. In:Diagnosis Treatment, Prevention

and Control. 2nd ed. Geneva , WHO;1997.

8. Simon S, Saputra EJ, Nirmalasari O. Dengue Hemorragic Fever : An

Indonesia Perspective. Majalah Kedokteran Atma jaya 2004 Jan : 3 (1) :

37-49.

9. Soegijanto S et al. Sero-epidemiological Study on Dengue Virus Infection

in Four Indonesian Cities. Folia Medica Indonesiana. 2013 September;

49(3): 146-9.

10. Karyanti M R et al. The Changing Incidence of Dengue Haemorrhagic

Fever in Indonesia: a 45-year Registry-based Analysis. 2014; 4: 1-7.

11. Figueiredo M A A et al. Allergies and Diabetes as Risk Factors for

Dengue Hemorrhagic Fever: Results of a Case Control Study. 2010 Juni;

4(6).

39

Page 44: Responsi Dhf

12. Dublish V, Shah I. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever/Dengue

Shock Syndrome. Last updated on 01-08-2005, Available on

http://www.pediatriconcall.com. Accessed: April 5,2008.

13. Sutaryo, Pudjo H, Mulatsih S. Tatalaksana Syok dan Perdarahan Pada

DBD. medika fakultas kedokteran UGM. Yogyakarta;2004.

14. Bagian/SMF Anak FK UNUD. Demam Berdarah Dengue. Dalam:

Pedoman Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Denpasar: Bagian/SMF Anak

FK UNUD/RSUP Sanglah. 2011. hal. 208-14

15. Anonim. Demam Berdarah Dinas Kesehatan DKI Jakarta.Last update 10-

06-2003.Available on www.dinkes-dki.go.id/db.html .Accessed:April

5,2008.

40