KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan....

105
KEUANGAN NEGARA

Transcript of KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan....

Page 1: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

KEUANGAN NEGARA

Page 2: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa
Page 3: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

B A B II

KEUANGAN NEGARA

A. PENDAHULUAN

Sebagaimana digariskan di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) maka tujuan pembangunan nasional pada setiap tahap adalah meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat dan meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya. Salah satu alat pokok yang digunakan untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah kebijaksanaan fiskal. Dalam tahap REPE-LITA II periode 1974/75 — 1978/79, kebijaksanaan fiskal tetap dijalankan dengan berlandaskan trilogi pembangunan. Oleh karena itu maka sasaran umum kebijaksanaan fiskal selama Repelita II ada- lah untuk mempertahankan kestabilan ekonomi yang telah dicapai, mempercepat laju pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan pembangunan serta hasil-hasilnya.

Untuk mencapai dan mengusahakan adanya suatu keserasian di antara sasaran-sasaran tersebut maka prinsip anggaran berimbang yang dinamis tetap merupakan pokok kebijaksanaan fiskal yang ditempuh selama Repelita II.

Melalui prinsip tersebut, tetap dijaga adanya suatu keseimbangan di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara secara menyeluruh. Artinya jumlah pengeluaran selalu disesuaikan dengan jumlah penerimaan sehingga defisit anggaran dapat dihindari dan dengan demikian dapat dicegah pula timbulnya tekanan inflasi.

107

Page 4: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

Pada akhir Repelita I, laju inflasi meningkat kembali dan mencapai 47,4% dalam tahun 1973/74. Namun, dengan tetap dipertahankannya prinsip anggaran berimbang yang dinamis yang disertai oleh kebijaksanaan moneter, kebijaksanaan perdagangan dan kebijaksanaan ekonomi lainnya maka laju inflasi dapat terus dikendali- kan menjadi 20,1% dalam tahun 1974/75, 19,8% tahun 1975/76,

Page 5: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

12,1% tahun 1976/77 dan 10,1% dalam tahun 1977/78. Dalam tahun 1978/79 laju inflasi sedikit meningkat kembali menjadi 11,9% terutama oleh karena kebijaksanaan devaluasi nilai tukar mata uang rupiah pada tanggal 15 Nopember 1978.

Prinsip anggaran berimbang yang dinamis tidak saja mengusaha -kan agar jumlah pengeluaran adalah sama dengan jumlah penerimaan tetapi juga mengusahakan agar keseimbangan tersebut terjadi pada tingkatan jumlah yang selalu meningkat. Dengan demikian dapat diciptakan dana-dana pembangunan dalam jumlah yang semakin me -ningkat pula. Jadi melalui prinsip anggaran berimbang yang dinamis, kebijaksanaan fiskal selama Repelita II juga merupakan alat yang ampuh untuk mendorong kegiatan pembangunan khususnya di da - lam mencapai suatu laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi sebesar rata-rata 6,9% setahun.

Dana-dana pembangunan yang diciptakan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tersebut berbentuk Tabungan Peme-rintah yang diperoleh sebagai selisih antara penerimaan dalam negeri dengan pengeluaran rutin. Peningkatan Tabungan Pemerintah di -mungkinkan oleh peningkatan dalam penerimaan dalam negeri yang selalu melebihi kenaikan di dalam pengeluaran rutin. Penghematan di dalam pengeluaran rutin juga terus diadakan tanpa mengorbankan kelancaran jalannya roda pemerintahan.

Di samping Tabungan Pemerintah yang semakin meningkat maka untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran pembangunan yang sema- kin meningkat, diusahakan pula dana-dana bantuan luar negeri se -bagai pelengkap. Namun dana-dana luar negeri tersebut tetap di -usahakan tanpa ikatan politik, digunakan sesuai dengan rencana pembangunan yang ada dan diusahakan dengan beban pembayaran kembali yang berada dalam batas-batas kemampuan keuangan ne-gara.

Sebagai alat pembangunan maka kebijaksanaan fiskal juga di -gunakan untuk mendorong Tabungan masyarakat serta mendorong dan mengarahkan kegiatan investasi baik melalui penyesuaian tarif atau pembebasan pajak dan lain-lain. Perkembangan Tabungan ma-

108

Page 6: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

syarakat dan kegiatan investasi tersebut akan dilaporkan di dalam BAB III dan BAB V

Akhirnya kebijaksanaan fiskal juga merupakan alat kebijak -sanaan yang penting selama Repelita II di dalam memeratakan pem -bangunan secara langsung maupun tidak langsung baik dalam rangka pemerataan beban pembangunan maupun pemerataan pendapatan menuju terciptanya keadilan sosial. Dari segi penerimaan, hal ini diusahakan melalui pelaksanaan sistem pemungutan pajak yang prog -resif; tetapi terutama diusahakan dari segi pengeluaran di mana dana-dana pembangunan semakin ditujukan untuk membiayai proyek-proyek yang banyak menyerap tenaga kerja, proyek-proyek dalam rangka pengembangan golongan ekonomi lemah dan proyek-proyek yang langsung berkaitan dengan kesejahteraan rakyat seperti pusat-pusat kesehatan masyarakat, sekolah-sekolah, rumah-rumah ibadah, pembangunan jalan dan jembatan dan lain-lain.

Tabel II — 1 dan Grafik II — 1 memberikan suatu gambaran ringkas tentang pokok-pokok hasil pelaksanaan kebijaksanaan anggar -an berimbang yang dinamis tersebut dalam tahun 1968 dan selama periode 1973/74 — 1978/79.

Realisasi penerimaan dalam negeri selama tahun terakhir Repelita II (1978/79) mencapai jumlah Rp. 4.266,1 milyar, hampir 7,5% lebih tinggi dari yang dianggarkan, dan 20,7% lebih tinggi dari tahun 1977/ 78. Dibandingkan dengan keadaan pada akhir Repelita I (1973/74) jumlah realisasi dalam tahun 1978/79 telah meningkat menjadi sekitar 4,4 kali atau suatu kenaikan rata-rata sebesar 34,5% setahun. Diban -dingkan dengan laju inflasi rata-rata sebesar 14,7% setahun maka pe-nerimaan dalam negeri selama Repelita II telah meningkat secara nyata dengan sekitar 17,3% setahun.

Dilain pihak, pengeluaran rutin dalam tahun 1978/79 juga mening -kat dengan 27,7%; bahkan apabila dibanding dengan tahun 1973/74, pengeluaran rutin selama Repelita II telah meningkat menjadi sekitar 3,8 kali atau naik dengan rata-rata 30,9% setahun sesuai dengan me -ningkatnya kebutuhan untuk perbaikan pelayanan kepada masyarakat, perbaikan kesejahteraan pegawai. negeri/ABRI serta peningkatan di dalam kebutuhan pemeliharaan hasil-hasil pembangunan.

109

Page 7: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

T A B E L I I - 1RINGKASAN RE ALI SA SI ANGGARAN PENDAPATAN DAN

BELANJA NEGARA, 19681) 1973/74 - 1978/79 (dalam milyar rupiah)

R E P E L I T A II

1968 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79

APBN Realisasi % Kenaikan(realisasi)

Penerimaan Dalam Negeri 149,7 967,7 1.753,7 2.241,9 2.906,0 3.535,4 3.970,0 4.266,1 + 20,7

Pengeluaran Rutin 149,7 713,3 1.016,1 1.332,6 1.629,8 2.148,9 2.371,6 2.743,7 + 27,7

Tabungan Pemerintah - 254,4 737,6 909,3 1.276,2 1.386,5 1.598,4 1.522,4 + 9,8

Dana Bantuan Luar Negeri 57,9 203,9 232,0 491,6 783,8 773,4 856,3 1.035,5 + 33,9(Bantuan Program) (35,5) ( 89,8) ( 36,1) ( 20,2) ( 10,2) ( 35,8) ( 45,1) ( 48,2) (+ 34,6)

(Bantuan Proyek) (22.4) (114.1) ( 195,9)2) ( 471,4)3) ( 773,6)4) ( 737,6)4) ( 811,2) ( 987,3)4) (+ 33.9)

Dana Pembangunan 57,9 458,3 969,6 1.400,9 2.060,0 2.159,9 2.454,7 2.557,9 + 18,4Pengeluaran Pembangunan 57,9 450,9 961,8 1.397,7 2.054,5 2.156,8 2.454,7 2.555,6 + 18,5

Surplus / Defisit - + 7,4 + 7,8 + 3,2 + 5,5 + 3,1 - + 2,3

1) Realisasi tahun 1968 didasarkan atas tahun anggaran dari Januari sampai dengan Desember.2) Termasuk realisasi pinjaman sebesar US $ 147 juta bagi proyek-proyek di sektor minyak dan

gas -bumi yang dalam tahun-tahun sebelumnya tidak dimasukkan dalam APBN Jumlah tersebut juga tidak dimasukkan dalam APBN 1974/75.

3) Termasuk realisasi pinjaman dalam rangka kredit ekspor yang tidak dimasukkan dalam APBN 1975/76, dan tahun-tahun sebelumnya.

4) Termasuk realisasi pinjaman dalam rangka kredit ekspor yang telah dimasukkan dalam APBN tahun yang bersangkutan.

110

Page 8: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

GRAFIK II – 1RINGKASAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

111

Page 9: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

Namun, kenaikan rata-rata pengeluaran rutin masih berada di bawah kenaikan rata-rata penerimaan dalam negeri oleh karena upaya penghematan yang terus menerus dijalankan sehingga Tabungan Pe -merintah selama Repelita II meningkat menjadi hampir 6 kali atau su -atu kenaikan rata-rata sebesar 43,0% setahun. Setelah diperhitungkan kenaikan harga-harga, Tabungan Pemerintah tersebut masih meningkat secara nyata dengan 24,7% setahun.

Untuk dapat meningkatkan laju pembangunan dibutuhkan dana-dana yang semakin meningkat pula. Oleh karena itu, selama Repelita II juga terus dimanfaatkan dana-dana bantuan luar negeri sebagai pe -lengkap. Dana-dana tersebut di dalam tahun 1978/79 meningkat terutama oleh karena penyesuaian nilai tukar rupiah pada tanggal 15 Nopember 1978 sedangkan nilai dollarnya tidak banyak berbeda dengan realisasi tahun 1977/78. Dana-dana bantuan luar negeri ter-sebut terdiri dari bantuan program yang terutama terdiri dari bantuan pangan, dan bantuan proyek. Sesuai dengan maksud dan tujuan bantuan luar negeri untuk membiayai proyek-proyek pembangunan maka peranan bantuan proyek terus meningkat dari 56,0% dalam tahun 1973/74 menjadi sekitar 95,3% dalam tahun 1978/79.

Tabungan Pemerintah bersama-sama dengan dana bantuan luar negeri membentuk dana pembangunan yang digunakan untuk membi-ayai proyek-proyek pembangunan di pelbagai sektor sesuai dengan prioritas yang telah digariskan di dalam GBHN. Pada akhir Repelita II (tahun 1978/79) pengeluaran pembangunan telah meningkat menjadi sekitar 5,7 kali jumlah tahun 1973/74 atau suatu kenaikan rata-rata sebesar 41,5% setahun. Setelah diperhitungkan kenaikan harga-harga ternyata pengeluaran pembangunan selama Repelita II masih meningkat secara nyata dengan sekitar 23,3% setahun.

Apabila ditinjau proporsi dana bantuan luar negeri terhadap dana pembangunan selama Repelita II maka proporsi tersebut umumnya menunjukkan trend menurun kecuali dalam tahun 1975/76 dan 1976/ 77 oleh karena adanya realisasi pinjaman-pinjaman setengah lunak dan kredit ekspor yang mulai dimasukkan ke dalam APBN dan dalam tahun 1978/79 dan oleh karena penyesuaian nilai tukar rupiah pada tanggal 15 Nopember 1978.

112

Page 10: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

Bilamana kita membandingkan angka-angka realisasi APBN selama tahun 1974/75 — 1978/79 dengan perkiraan Repelita II maka realisasi APBN beserta komponen-komponennya dari tahun ketahun dan untuk seluruh periode 5 tahun tersebut ternyata melampaui perkira-an Repelita II (lihat Tabel II — IA). Jumlah realisasi penerimaan dalam negeri selama 5 tahun Repelita II melampaui perkiraan Repelita II dengan 28,9%, Tabungan Pemerintah dengan 39,1% dan pengelu- aran pembangunan dengan 73,9%.

Pada waktu penyusunan Repelita II telah diperhitungkan pula adanya kenaikan harga-harga. Walaupun di dalam realisasinya, kenaikan harga-harga ternyata melebihi perkiraan Repelita II namun apabila angka-angka tersebut dinilai kembali dalam harga-harga konstan tahun 1973/74 maka angka-angka realisasi APBN ternyata masih lebih besar daripada perkiraan semula di dalam Repelita II. Hal ini mencerminkan upaya Pemerintah yang terus menerus untuk mengerahkan dana-dana pembangunan khususnya dana-dana dalam negeri bagi peningkatan laju pembangunan nasional.B. PENERIMAAN DALAM NEGERI

Selama pelaksanaan Repelita II telah ditempuh berbagai kebijaksanaan di bidang penerimaan dalam negeri yang berlandaskan trilogi pembangunan dan yang terutama bertujuan untuk meningkatkan pe-mupukan dana-dana pembangunan yang berasal dari dalam negeri. Di samping itu kebijaksanaan tersebut juga ditujukan untuk mendorong kegiatan dunia usaha yang produktif, memantapkan stabilitas ekonomi, membantu pemanfaatan sumber-sumber alam secara optimal Serta lebih meratakan pendapatan dan beban pembangunan.

Pada umumnya, realisasi jumlah penerimaan dalam negeri jauh melampaui jumlah yang diperkirakan

113

Page 11: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

untuk masing-masing tahun dalam Repelita II. Hal ini telah dimungkinkan karena selama tahun 1974/75 sampai dengan 1978/79 telah tercapai suatu laju pertum- buhan ekonomi yang cukup tinggi sebesar rata-rata 6,9% setahun. Dengan demikian, masyarakat telah menjadi semakin mampu untuk menyisihkan jumlah yang makin besar bagi negara, untuk pembiayaan pengeluaran rutin maupun pembangunan, yang selanjutnya digunakan untuk meningkatkan dan meratakan kesejahteraan masyarakat.

Page 12: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

TABEL II - 1ARINGKASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

MENURUT REPELITA II DAN REALISASI, 1974/75 - 1978/79(dalam milyar rupiah)

1874/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 Jumlah

Repelita II Realisasi Repelita II Realisasi Repelita II Realisasi Repelita II Realisasi Repelita II Realisasi Repelita II Realisasi

PenerimaanDalam Negeri 1.363,4 1.753,7 2.073,7 2.241,9 2.277,4 2.906,0 2.607,7 3.535,4 3.088,7 4.266,1 11.410,9 14.703,1Pengeluaran Rutin 961,6 1.016,1 1.293,9 1.332,6 1.427,9 1.629,8 1.629,9 2.148,9 1.905,1 2.743,7 7.218,4 8.871,1

Tabungan Pemerintah 401,8 737,6 779,8 909,3 849,5 1.276,2 977,8 1.386,5 1.183,6 1.522,4 4.192,5 5.832,0

Dana BantuanLuar Negeri 213,9 232,0 191,8 491,6 208,0 783,8 218,4 773,4 224,6 1.035,5 1.056,7 3.316,3(Bantuan Program) (89,1) (36,1) ( 15,0) ( 20,2) ( - ) (10,2) ( - ) (35,8) ( - ) ( 48,2) (104,1) ( 150,5)(Bantuan Proyek) (124,8) (195,9) ( 176,8) ( 471,4) ( 206,0) ( 773,6) ( 218,4) 1 737,6) ( 224,6) ( 987,3) (952,6) (.3.165,8)

Dana Pembangunan 615,7 969,6 971,6 1.400,9 1.057,5 2.060,0 1.196,2 2.159,9 1.408,2 2.557,9 5.249,2 9.148,3

Pengeluaran Pembangunan 615,7 961,8 971,6 1.397,7 1.057,5 2.054,5 1.196,2 2.156,8 1.408,2 2.555,6 5.249,2 9.126,4

Surplus Defisit + 7,8 - + 3,2 - + 5,5 - + 3,1 - + 2,3 - + 21,91)

1) Angka semu, oleh karena surplus dalam satu tahun dimasukkan kembali ke dalam anggaran pendapatan tahun berikutnya sehingga tidak ada akumulasi surplus.

114

Page 13: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

Selain itu, melalui berbagai kebijaksanaan penerimaan dalam negeri, khususnya di bidang perpajakan telah diusahakan pula penca -paian pemerataan pendapatan dan beban pembangunan melalui penge-trapan tarif pajak yang progresif dan pembedaan yang tajam antara tarif pajak untuk barang-barang kebutuhan pokok dengan tarif yang berlaku untuk barang konsumsi mewah.

Untuk meningkatkan penerimaan negara dari sumber-sumber dalam negeri telah dilaksanakan berbagai kebijaksanaan antara lain untuk meningkatkan kesadaran membayar pajak dan menyempurna-kan efisiensi kerja dari para petugas pengelola penerimaan negara.

Khususnya dalam semester kedua tahun 1978/79 telah ditempuh berbagai kebijaksanaan di bidang perpajakan untuk mendorong pro -duksi dalam negeri dan mendorong ekspor sejalan dengan kebijaksa -naan penyesuaian nilai tukar mata uang rupiah pada tanggal 15 No-pember 1978, dan sekaligus meletakkan landasan yang lebih kuat men -jelang pelaksanaan Repelita III.

Realisasi penerimaan dalam negeri tahun 1978/79 mencapai jum-lah Rp 4.266,1 milyar atau suatu peningkatan sebesar 20,7% dibanding dengan realisasi tahun 1977/78. Apabila dibanding dengan realisasi penerimaan dalam negeri dalam tahun terakhir Repelita I yang baru mencapai Rp 967,7 milyar maka selama Repelita II hasil usaha peng-himpunan penerimaan negara dari sumber-sumber dalam negeri telah meningkat dengan rata-rata 34,5% setahun. Dari jumlah realisasi tahun 1978/79 sebesar Rp 4,266,1 milyar tersebut, Rp 2.996,3 milyar terdiri dari pajak langsung dan Rp 1.078,4 milyar merupakan pajak tidak langsung sedang sisanya sebesar Rp 191,4 milyar merupakan peneri -maan bukan pajak.

Pada Tabel Il — 2 dan Grafik II — 2 tercantum perkembangan penerimaan dalam negeri beserta komponen-komponennya dalam. tahun 1968 dan selama tahun 1973/74 sampai dengan 1978/79.

Jenis pajak langsung merupakan suatu alat yang lebih efektif di dalam mengetrapkan prinsip keadilan dan pemerataan hasil-hasil pem-bangunan oleh karena cara pemungutannya yang lebih langsung ber-hubungan dengan subyek pajaknya. Oleh karena itu maka jumlah

115

Page 14: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

TABEL II — 2 PENERIMAAN DALAM NEGERI, 1968, 1973/74 — 1978/79

(dalam milyar rupiah)R E P E L I T A II

Janis Penerimaan 1968 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978179

APBN Realisasi % Kenaikan( realisasi )

Pajak Iangsung 51,0 505,0 1.228,7 1.592,1 2.046,6 2.511,3 2.808,0 2.996,3 + 19,3

Pajak tidak Iangsung 94,0 412,9 458,4 539,4 740,9 880,5 1.042,7 1.078,4 + 22,5

Penerimaan bukan pajak 4,7 49,8 66,6 110,4 118,5 143,6 119,3 191,4 + 33,3

J u m l a h 149,7 987,7 1.753,7 2.241,9 2.906,0 3.535,4 3.970,0 4.266,1 + 20,7

116

Page 15: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

GRAFIK II – 2PENERIMAAN DALAM NEGERI

1968, 1973/74 – 1978/79

117

Page 16: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

penerimaan pajak langsung juga terus secara sadar ditingkatkan selama Repelita II sehingga laju pertumbuhannya secara rata-rata setahun mencapai 42,8% dibandingkan dengan laju pertumbuhan penerimaan pajak tidak langsung dan penerimaan bukan pajak masing-masing sebesar 21,2% dan 30,9%. Dengan demikian maka peranan pajak lang-sung di dalam keseluruhan penerimaan dalam negeri juga terus meningkat dari 34,1% dalam tahun 1968 menjadi 52,2% dalam tahun 1973/74 dan 70,2% dalam tahun 1978/79.

Apabila angka-angka realisasi penerimaan dalam negeri beserta komponen-komponennya kita bandingkan dengan angka-angka perkiraan Repelita II, tampak bahwa pada umumnya angka-angka reali- sasi melampaui perkiraan Repelita II balk ditinjau dari perkembangan setiap tahunnya maupun untuk keseluruhan 5 tahun periode Repelita II (lihat Tabel II — 2 A). Secara keseluruhan realisasi penerimaan pajak langsung melampaui perkiraan Repelita II dengan 26,9%, pajak tidak langsung dengan 26,1% dan penerimaan bukan pajak dengan 110,9%. Walaupun di dalam realisasinya telah terjadi kenaikan harga-harga yang melebihi perkiraan kenaikan harga menurut Repelita II namun apabila seluruh angka-angka tersebut diperhitungkan kembali berdasarkan harga-harga konstan tahun 1973/74 maka tampak bahwa angka-angka realisasi dari penerimaan dalam negeri beserta, komponen-komponennya umumnya masih melampaui perkiraan Repelita II. Di lain pihak, secara proporsional tampak hanya terdapat suatu perbedaan yang kecil antara persentase rata-rata tahunan pajak langsung menurut realisasi sebesar 70,6% dibanding dengan perkiraan Repelita II sebesar 71,0%.

Pajak langsung terdiri dari pajak pendapatan, pajak

118

Page 17: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

perseroan, pajak perseroan minyak, MPO, IPEDA dan lain-lain pajak langsung. Perkembangan realisasi penerimaan pajak langsung beserta komponen-komponennya dapat diikuti dari Tabel II — 3 dan Grafik II -- 3.

Dalam pelaksanaannya selama Repelita II penerimaan pajak pendapatan selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Dalam tahun 1974/75, realisasi pajak pendapatan mencapai Rp 43,3 milyar atau suatu kenaikan sebesar 25,9% di banding dengan tahun sebelumnya. Jumlah tersebut kemudian terus meningkat setiap tahunnya sehingga

Page 18: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

TABEL 11 — 2APENERIMAAN DALAM NEGERI MENURUT REPELITA II DAN

REALISASI, 1974/75 — 1978/79(dalam milyar rupiah}

1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978179 Jumlah Jenis Penerimaan

Repelita II Realisasi Repelita II Realisasi Repelita II Realisasi Repelita II Realisasi Repelita II Realisasi Repelita II Realisasi

1. Pajak langsung 867,4 1.228,7 1.531,6 1.592,1 1.659,9 2.046,6 1.884,7 2.511,3 2.235,3 2996,3 8.178,9 10.375,0

( minyak) (653,7) (973,1) (1.245,3) (1.249,1) (1.272,0) (1.619,4) (1.353.8) (1.948,7) (1.502,2) (2.308.7) (6.027,0) (8.099,0)

2. Pajak Tidak Langsung 466,4 458,4 496,2 539,4 559,2 740,9 649,9 880,5 761,4 1.078,4 2.933,1 3.697,6

3. Penerimaan Bukan Pajak 29,6 66,6 45,9 110,4 58,3 118,5 76,1 143,6 92,0 191,4 298,9 630,5

J u m I a h 1.363,4 1.753,7 2.073,7 2.241,9 2.277,4 2.906,0 2.607.7 3.535,4 3.088,7 4.266,1 11.410,9 14.703,1

119

Page 19: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

T A B E L I l - 3P E N E R I M A A N P A J A K L A N G S U N G , 1 9 6 8 , 1 9 7 3 / 7 4 - 1 9 7 8 / 7 9

(da lam m i l ya r rup iah )

R E P E L I T A II

Jenis Penerimaan 1960 1973/74 1974/75. 1975/76 1976/77 1977/78

1978/79

APBN Realisasi % Kenaikan(realisasi)

1. Pajak Pendapatan 9,4 34,4 43,3 61,7 84,2 104,6 138,3 122,2 + 16,8

2. Pajak Perseroan 9,5 44,2 91,2 128,2 127,2 169,5 195,3 226,5 + 33,6

3. Pajak perseroan minyak 25,5 344,6 973,1 1.249,1 1.619,4 1.948,7 2.067,4 2.308,7 + 18,5

4. M P 0 6,4 56,8 83,3 97,3 148,4 201,7 312,0 232,5 + 15,3

5 . I P E D A 19,5 28,0 34,6 42,2 52,5 57,5 63,1 + 20,2

6. La in - lain 0,2 5,5 9,8 21,2 25,2 34,3 37,5 43,3 + 26,2

J u m l a h 51,0 505,0 1.228,7 1.592,1 2.046,6 2.511,3 2.808,0 2.996,3 + 19,3

120

Page 20: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

GRAFIK II – 3PENERIMAAN PAJAK LANGSUNG

1968, 1973/73 – 1978/79

121

Page 21: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

mencapai Rp 122,2 milyar dalam tahun 1978/79. Apabila dibanding -kan dengan realisasi tahun 1973/74 sebesar Rp 34,4 milyar maka se-lama Repelita II penerimaan pajak pendapatan telah meningkat men -jadi hampir 3,6 kali atau suatu kenaikan rata-rata sebesar 28,9% se -tahun. Kenaikan-kenaikan ini terjadi walaupun selama Repelita II telah dilaksanakan berbagai kebijaksanaan yang meliputi usaha untuk secara bertahap menurunkan beban pajak melalui peningkatan batas pendapatan bebas pajak (BPBP) dan peringanan tarifnya sesuai dengan asas keadilan.

Apabila dalam tahun 1973, BPBP untuk suatu keluarga yang terdiri dari suami, isteri dan tiga orang anak ditetapkan sebesar Rp 144 ribu, maka jumlah tersebut dinaikkan menjadi Rp 300 ribu dalam tahun 1974 kemudian terus dinaikkan dalam tahun-tahun selan -jutnya sehingga mencapai Rp 528 ribu dalam tahun 1978. Selanjutnya untuk tahun 1979 batas tersebut dinaikkan lagi menjadi Rp 582 ribu yang berarti 10,2% di atas batas tahun 1978 bagi diri wajib pajak dengan isteri dan tiga anak atau lebih dari 4 kali batas dalam tahun 1973. Di samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa kena pajak (PSKP) di atas Rp 8.400.000 seta- hun, maka dalam tarif pajak pendapatan tahun 1979 tarif marginal 50% tersebut baru dikenakan pada PSKP di atas Rp 9.600.000 seta - hun. Walaupun telah diadakan pelbagai penyesuaian berupa keringan- an pajak tersebut namun penerimaan pajak pendapatan setiap tahun -nya tetap meningkat. Hal ini mencerminkan adanya peningkatan peng-hasilan masyarakat sebagai akibat hasil-hasil pembangunan yang telah dilaksanakan serta perbaikan-perbaikan di dalam administrasi dan cara pemungutan pajak dan semakin meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak.

Realisasi penerimaan pajak perseroan juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Apabila dalam tahun 1973/74 baru berjumlah Rp 44,2 milyar maka dalam tahun 1977/78 telah menjadi Rp 169,5 milyar dan bahkan mencapai Rp 226,5 milyar dalam tahun 1978/79, diban-ding dengan hanya Rp 44,2 milyar dalam tahun 1973/74. Jadi selama Repelita II, realisasi penerimaan pajak perseroan telah meningkat de -

122

Page 22: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

ngan rata-rata sebesar 38,7% setahun sedangkan khususnya dalam tahun 1978/79 tingkat kenaikannya adalah 33,6% dibanding dengan realisasi tahun sebelumnya.

Berbagai kebijaksanaan telah dilaksanakan selama Repelita II baik untuk meningkatkan penerimaan pajak perseroan maupun dalam rangka mendorong kegiatan dunia usaha seperti intensifikasi di bidang pemungutan serta keringanan atau pembebasan pajak. Dalam hubungan ini pajak perseroan alas laba tahun buku yang berakhir setelah Juni 1974 telah diturunkan.

Di samping itu juga masih dilaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah dituangkan dalam bentuk pemberian masa bebas pajak dan perangsang penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN baik bagi penanaman modal baru maupun penanaman kembali laba.

Peningkatan investasi dan produksi yang sangat diperlukan untuk dapat mewujudkan suatu tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam Repelita III memerlukan pula suatu iklim perpajakan yang semakin baik bagi kegiatan produksi dalam masyarakat seperti pemberian fasilitas perpajakan dan pengaturan beban pajak serta peningkatan disiplin, kepatuhan dan kewajaran para wajib pajak. Oleh karena itu, melalui kebijaksanaan perpajakan bulan Maret 1979, di samping usaha penurunan dan pemerataan beban pajak juga telah diusahakan agar badan-badan usaha dapat lebih terbuka dan membe-rikan laporan keuangan yang menggambarkan keadaan keuangan yang sebenarnya. Dengan demikian, peranan Akuntan Publik akan lebih di-tingkatkan. Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut, maka bagi perusahaan yang terbuka dan menyampaikan laporan keuangan berdasarkan pemeriksaan Akuntan Publik telah diberikan fasilitas perpajakan dalam bentuk keringanan pajak perseroan dan pemutihan atas pajak-pajak yang lalu.

Penerimaan dari pajak perseroan minyak hingga saat ini masih tetap merupakan jenis penerimaan

Page 23: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

negara yang terbesar jika dibandingkan dengan jenis penerimaan yang lain. Selama Repelita II reali-sasi penerimaan pajak perseroan minyak selalu mengalami peningkatan karena pengaruh peningkatan produksi, perluasan pemasaran, kenaik-an harga minyak mentah ekspor sesuai dengan perkembangan harga

123

Page 24: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

internasional serta sistem bagi hasil minyak yang semakin menguntung -kan Pemerintah Indonesia dan perbaikan-perbaikan yang dilakukan dalam tubuh PN Pertamina.

Dalam tahun 1974/75 penerimaan pajak perseroan minyak me-nunjukkan suatu peningkatan yang sangat pesat, yaitu dari Rp 344,6 milyar dalam tahun 1973/74 menjadi Rp 973,1 milyar yang berarti meningkat dengan 182,4% terutama oleh karena kenaikan harga mi-nyak. Jumlah tersebut kemudian terus meningkat setiap tahunnya se -hingga dalam tahun 1978/79 penerimaan mencapai jumlah Rp 2.308,7 milyar yang berarti bahwa selama Repelita II penerimaan pajak perse-roan minyak mengalami peningkatan rata-rata sebesar 46,3% setahun.

Sejak tahun 1974 telah terjadi beberapa kali peningkatan harga ekspor minyak mentah, yaitu dari rata-rata US $ 10,80 per barrel pada bulan Januari 1974 menjadi US $ 11,70 pada bulan April 1974 dan kemudian meningkat lagi menjadi US $ 12,60 per barrel dalam bulan Juli 1974. Selanjutnya dalam bulan Oktober 1975 harga ekspor mening-kat lagi menjadi US $ 12,80 per barrel dan kemudian menjadi US $ 13,55 per barrel pada bulan Januari 1977. Dua tahun kemudian yaitu sejak bulan Januari 1979 sampai akhir tahun 1978/79 harga ekspor minyak mentah naik lagi menjadi rata-rata US $ 13,90 per barrel.

Dalam rangka kontrak karya dan perjanjian bagi hasil, sejak Janu -ari 1974 telah berlaku sistem pembagian keuntungan yang dikaitkan dengan pemakaian harga dasar, sehingga diperoleh bagian Pemerintah yang lebih besar dari hasil minyak. Penerimaan dari pajak perseroan minyak juga semakin bertambah oleh karena mulai diterapkannya tarif progresif pada tingkat-tingkat produksi dalam rangka kontrak karya sejak Januari 1975. Dalam tahun 1976 bagian Pemerintah dari hasil kontrak karya meningkat lagi sebagai akibat adanya pembayaran tambahan sebesar US $ 1,— per barrel dari jumlah minyak mentah yang diprodusir.

Untuk lebih mendorong kegiatan eksplorasi dalam usaha pening-katan produksi minyak, maka dalam tahun 1977 juga telah diberikan

124

Page 25: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

rangsangan kepada para kontraktor dalam rangka perjanjian bagi hasil dan kontrak karya yang menghasilkan minyak dari lapangan-lapangan minyak baru untuk produksi tahun 1977 atau sesudahnya.

Di samping itu telah diambil pula langkah-langkah agar Indonesia tidak terlalu tergantung pada pasaran negara tertentu untuk ekspor mi-nyaknya seperti misalnya Jepang dan USA. Sehubungan dengan itu maka secara bertahap telah dilakukan usaha perluasan pasaran minyak antara lain ke negara-negara ASEAN, seperti Philipina dan Muangthai serta ke Eropa (Jerman Barat) dan penjajagan pemasaran minyak ke Australia.

Penerimaan MPO adalah bagian dari penerimaan pajak penda -patan dan pajak perseroan yang dipungut melalui wajib pungut yaitu antara lain eksportir, importir, bank-bank devisa, indentor perusahaan industri besar, pemborong, badan-badan Pemerintah dan lain-lain. Jika dalam tahun 1973/74, penerimaan ini baru mencapai Rp 56,8 milyar maka dalam tahun 1974/75 penerimaan MPO telah meningkat men- jadi Rp 83,3 milyar, bahkan kemudian dalam tahun 1978/79 realisasi -nya mencapai Rp 232,5 milyar. Dengan demikian maka selama Repe -lita II penerimaan MPO meningkat dengan rata-rata 32,6% setahun.

Searah dengan perkembangan ekonomi pada umumnya serta per -kembangan sektor ekspor dan impor pada khususnya, maka secara bertahap telah dilakukan penyesuaian tarif MPO. Tarif umum MPO di bidang perdagangan ekspor pada bulan Juli 1974 telah dinaikkan dari Rp 5,— menjadi Rp 8,— dan meningkat lagi pada bulan Juli 1976 menjadi Rp 10,- per US $ 1,— Sementara itu secara bertahap tarif MPO ekspor kayu log juga telah dinaikkan dari Rp 10,— per US $ 1,— dalam bulan Juli 1973 menjadi Rp. 15,— pada bulan Juli 1974 dan meningkat lagi berturut-turut menjadi Rp 20,— dalam bulan Juli 1976 dan Rp 25,— dalam bulan Januari 1978. Dalam pada itu tarif MPO barang-barang impor dengan menggunakan L/C secara keselu-ruhan telah dinaikkan dalam bulan Desember 1976 dari Rp 24,—menjadi Rp 38,— per US $ 1,— Kenaikan tarif MPO ini sebenarnya tidak merupakan tambahan beban pajak oleh karena pada akhir tahun, MPO diperhitungkan kembali dalam perhitungan pajak pendapatan dan pajak perseroan.

125

Page 26: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

Di samping itu untuk memberikan kesempatan bersaing secara wajar kepada perusahaan-perusahaan dalam negeri yang mengikuti tender internasional untuk proyek-proyek yang dibiayai dari bantuan luar negeri kepada Pemerintah, serta dalam rangka mendorong pro- duksi dalam negeri dan ekspor, maka sejak bulan Nopember 1978 telah diambil kebijaksanaan berupa pembebasan MPO impor terhadap impor bahan baku dan atau bahan penolong serta suku cadang perleng- kapan yang cepat aus atau yang dipergunakan untuk pembuatan hasil industri dalam negeri yang dijual dalam rangka tender internasional dan atau yang diekspor. Di samping itu diberikan pula pembebasan bea masuk dan pajak penjualan impor.

Penerimaan IPEDA dalam tahun 1973/74 baru mencapai Rp 19,5 milyar, tetapi pada akhir tahun 1978/79 telah naik menjadi Rp 63,1 milyar, yang berarti bahwa selama pelaksanaan Repelita II setiap tahunnya telah meningkat dengan rata-rata 26,5%. Kenaikan ini disebabkan antara lain oleh adanya usaha intensifikasi dan ekstensifikasi di pelbagai sektor dan diadakannya penyempurnaan organisasi dan administrasi melalui pembentukan kantor inspeksi IPEDA demi untuk meningkatkan efisiensi pemungutannya. Seperti halnya dengan dana bantuan pembangunan dari Pemerintah Pusat (INPRES), maka penerimaan IPEDA juga langsung digunakan untuk menunjang pembangunan daerah.

Realisasi penerimaan lain-lain pajak langsung yang terdiri dari pajak kekayaan, pajak atas bunga, dividen dan royalty (PBDR) serta pajak langsung lainnya mencapai Rp 48,3 milyar dalam tahun 1978/79 yang berarti meningkat dengan 26,2% dibanding dengan tahun 1977/78. Selama Repelita II rata-rata peningkatan setiap tahun dari penerimaan 126

Page 27: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

pajak tidak langsung adalah sebesar 51,1 % setahun.

Dalam rangka mendorong pemupukan Tabungan masyarakat serta pengembangan pasar uang dan modal, maka terhadap pokok dan bunga TABANAS/TASKA serta pemilikan saham-saham dari badan-badan usaha yang memperoleh masa bebas pajak dalam rangka PMDN, tidak dipungut pajak kekayaan. Hal yang sama juga berlaku terhadap deposito berjangka yang ditempatkan untuk jangka waktu

Page 28: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

satu tahun atau lebih, serta saham atau bukti penyertaan modal melalui pasar modal.

Di samping untuk meningkatkan penerimaan dari. pajak tidak langsung maka selama Repelita 11 telah ditempuh berbagai kebijak-sanaan pajak tidak langsung menuju pada perwujudan keadilan pem-bebanan pajak, peningkatan daya saing produksi dalam negeri serta penggunaan devisa secara terarah dan selektif, peningkatan ekspor dan kestabilan harga-harga. Khususnya dalam rangka memperkuat landasan pelaksanaan Repelita III. maka sejak semester kedua tahun 1978/79, telah dikeluarkan pula serangkaian kebijaksanaan di bidang pajak tidak langsung yang antara lain berupa penserasian harga pita cukai dengan harga eceran hasil tembakau, penurunan tarif pajak penjualan serta perubahan tarif ad valorem menjadi tarif spesifik atas bea masuk beberapa jenis barang impor.

Perkembangan penerimaan pajak tidak langsung dalam tahun 1968 dan selama periode 1973/74 sampai dengan 1978/79 dapat diikuti pada Tabel II — 4 dan Grafik II — 4.

Dalam rangka mendorong perkembangan industri dalam negeri terutama yang banyak menyerap tenaga kerja, telah diadakan penye -suaian tarif pajak penjualan atas barang-barang hasil dalam negeri dimana terhadap barang-barang konsumsi mewah serta minuman yang pembuatannya serba otomatis dikenakan tarif pajak penjualan tertinggi sebesar 20%. Terhadap barang-barang yang essensial dan yang pro-duksinya banyak menyerap tenaga kerja seperti minuman-minuman yang pembuatannya banyak dilakukan dengan tangan dikenakan tarif 5 %. Sedangkan terhadap barang-barang yang sangat essensial seperti beras, minyak tanah, minyak kelapa sawit, dan lain-lain tidak dikenakan pajak penjualan. Di samping itu, dalam rangka mengendalikan laju inflasi, mendorong kelancaran arus barang dan jasa, mendorong pertumbuhan industri tekstil dalam negeri serta usaha pembangunan rumah murah maka selama Repelita II telah diberikan pula pembe -basan pajak penjualan kepada sejumlah besar barang-barang seperti: susu bubuk, alat-alat pertanian tidak mekanis, obat-obatan jadi, ken-daraan komersial, hasil pertenunan, rajutan dan tekstil dalam negeri,

127

Page 29: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

TABEL II – 4PENERIMAAN PAJAK TIDAK LANGSUNG 1968, 1973/74 – 1978/

(dalam milyar rupiah)

128

Page 30: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

GRAFIK II – 4PENERIMAAN PAJAK TIDAK LANGSUNG, 1968, 1973/73 – 1978/79

129

Page 31: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

pekerjaan pemborong atau penjualan rumah-murah dan lain-lain Penyusunan dan penggolongan kembali secara menyeluruh terhadap barang-barang hasil dalam negeri dan jasa serta pemberian keringanan pajak penjualan juga telah dilakukan. Kebijaksanaan tersebut antara lain dimaksudkan untuk mengurangi pengaruh berganda terhadap bahan baku yang dipakai dalam produksi barang-barang hasil dalam negeri. Berdasarkan kebijaksanaan tersebut maka variasi tarif pajak penjualan yang pada mulanya berkisar antara 0 — 5 — 10 dan 20%, dirubah menjadi 0 — 1 — 2,5 — 5 — 7,5 dan 20%.

Walaupun telah diberikan pelbagai keringanan atau pembebasan tersebut namun realisasi penerimaan pajak penjualan selama Repelita II terus menunjukkan peningkatan yaitu dari Rp 54,6 milyar dalam tahun 1973/74 menjadi Rp 221,1 milyar dalam tahun 1978/79 atau suatu kenaikan rata-rata sebesar 32,3 % setahun. Hal ini dimungkinkan oleh karena perkembangan produksi dalam negeri, perkembangan volume perdagangan serta intensifikasi pemungutan pajak tersebut. Dalam rangka efisiensi pemungutannya, Bank-bank Pemerintah dan perusahaan-perusahaan negara ditunjuk sebagai wajib pungut pajak penjualan.

Seperti halnya dengan pajak penjualan, maka penerimaan pajak penjualan impor juga menunjukkan peningkatan yang pesat. Dalam realisasinya, penerimaan pajak penjualan impor telah meningkat dari Rp 50,7 milyar dalam tahun 1973/74 menjadi Rp 72,5 milyar dan Rp 102,2 milyar masing-masing dalam tahun 1975/76 dan 1976/77. Penerimaan tersebut kemudian meningkat lagi dalam tahun 1977/78 dan 1978/79 menjadi masing-masing Rp 114,6 milyar dan Rp 125,5 milyar 130

Page 32: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

atau suatu peningkatan rata-rata sebesar 19,9% setahun selama Repelita II. Perkembangan penerimaan pajak ini sangat dipengaruhi oleh kebijaksanaan impor dan kebijaksanaan untuk mendorong industri dan barang-barang hasil dalam negeri.

Meningkatnya penerimaan tersebut selain disebabkan oleh karena peningkatan impor, juga karena diambilnya serangkaian kebijaksanaan dalam usaha penanggulangan penyelundupan seperti pengketatan

Page 33: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

pengawasan dan pemeriksaan secara jabatan atas barang-barang impor tertentu, penerbitan kemasan barang impor dan sebagainya.

Dalam pada itu penerimaan cukai yang berasal dari cukai tem-bakau, cukai gula, bir dan alkohol sulingan selama periode 1974/75 — 1978/79 telah menunjukan perkembangan yang cukup berarti. Bila dalam tahun 1973/74 penerimaan cukai baru mencapai Rp 61,7 mil - yar maka dalam tahun 1974/75 realisasi penerimaan cukai menjadi Rp 74,4 milyar kemudian meningkat terus sehingga mencapai Rp 252,9 milyar dalam tahun 1978/79 atau lebih dari 4 kali jumlah tahun 1973/74.

Berbagai kebijaksanaan telah ditempuh di bidang cukai selama Repelita II antara lain berupa penyesuaian harga pita cukai tembakau serta penyesuaian dasar pungutan terhadap gula, bir dan alkohol su-lingan. Selama Repelita II secara bertahap harga pita cukai rokok telah dinaikkan sejalan dengan laju perkembangan harga pasar, se -dangkan harga dasar cukai bir telah beberapa kali dinaikkan dari Rp 100,- per liter dalam bulan Mei 1974 menjadi Rp 220,- per liter dalam bulan September 1978. Demikian pula harga dasar cukai alkohol sulingan telah beberapa kali ditingkatkan dari Rp 125,- per liter dalam bulan Juli 1974 menjadi Rp 275,- per liter dalam bulan Maret 1978. Dalam rangka paket kebijaksanaan perpajakan yang di -keluarkan sejak Maret 1979 untuk memperkokoh landasan pelaksana-an Repelita III, maka telah ditetapkan pula pemberian keringanan tarif cukai hasil tembakau dan diusahakan keserasian antara harga pita cukai dengan harga eceran. Berdasarkan kebijaksanaan baru tersebut maka tarif cukai tembakau telah lebih diperingan lagi. Tarif cukai sigaret putih mesin dengan produksi 750 juta batang atau lebih per tahun diturunkan dari 50% menjadi 40%, untuk sigaret putih mesin yang produksinya kurang dari 750 juta batang diturunkan dari 50% menjadi 37,5%; sigaret kretek mesin dan tembakau iris dari 50% menjadi 35%; sigaret kretek menjadi 35%; sigaret kretek dibuat secara. lain daripada dengan mesin yang produksinya berjumlah 150 juta ba-tang atau lebih per tahun tarifnya diturunkan dari 35% menjadi 25% sedangkan yang produksinya kurang dari 150 juta batang tarifnya di-turunkan dari 35% menjadi 20%. Demikian pula tarif cerutu dari 25%

131

Page 34: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

diturunkan menjadi 20% dan kelembak menyan dari 25% menjadi 15%. Di samping itu, rokok daun, klobot dan lain-lain, tarifnya diturunkan dari 20% menjadi 10%. Penyesuaian-penyesuaian ini diadakan untuk mendorong produksi dan pemasaran dalam negeri. Di samping itu agar tercipta suatu persaingan yang wajar di dalam pemasaran hasil tembakau dan pengamanan cukai maka usaha-usaha pemberantasan rokok polos dan penggunaan pita cukai palsu juga ditingkatkan.

Kebijaksanaan bea masuk sangat erat hubungannya dengan kebijaksanaan impor pada khususnya dan kebijaksanaan pembangunan ekonomi pada umumnya. Sehubungan dengan itu maka di samping untuk meningkatkan penerimaan negara, kebijaksanaan bea masuk selama Repelita II juga diarahkan untuk mendorong perluasan kesempatan kerja dan penghematan penggunaan devisa.

Usaha peningkatan penerimaan bea masuk antara lain dilaksanakan melalui peningkatan mutu dan disiplin aparat pabean dalam tugasnya untuk mencegah dan memberantas penyelundupan serta menjamin lancarnya arus dokumen baik ekspor maupun impor. Semen-tara itu dalam rangka memperkuat daya saing dan mendorong ber-kembangnya produksi dalam negeri serta menciptakan kesempatan kerja antara lain juga telah diberikan fasilitas berupa keringanan atau bahkan pembebasan bea masuk terhadap impor bahan baku/ bahan penolong tertentu, dan sebaliknya pengenaan bea masuk yang lebih tinggi terhadap impor barang-barang konsumsi mewah dan bahkan melarang sama sekali impor jenis barang tertentu yang telah da- pat dan cukup diproduksi di dalam negeri.

Khususnya dalam tahun 1978/79 sehubungan 132

Page 35: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

dengan kebijaksanaan devaluasi pada 15 Nopember 1978, antara lain juga telah diperingan beban bea masuk, berupa pembebasan bea masuk sebesar 50% atas impor dari kurang lebih 5.000 jenis bahan baku dan penolong yang digunakan oleh industri dalam negeri. Sementara itu impor bahan baku dan penolong serta suku cadang yang cepat aus telah diberi- kan sepenuhnya pembebasan bea masuk di samping pembebasan pajak penjualan impor dan MPO impor yaitu apabila barang-barang tersebut digunakan dalam proses pembuatan barang untuk di ekspor

Page 36: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

atau digunakan dalam rangka tender internasional atas proyek-proyek yang dibiayai dengan bantuan luar negeri kepada Pemerintah.

Selanjutnya sebagai pelaksanaan daripada Instruksi Presiden No, 6 Tahun 1979 yang menyangkut kebijaksanaan baru di bidang perpajakan maka dalam tahun 1979 juga telah diambil kebijaksanaan untuk merobah sistem pengenaan tarif ad valorem menjadi tarif spesifik atas lebih kurang 235 pos tarif BTN. Kebijaksanaan ini bertujuan untuk memudahkan dan menyederhanakan pemungutan bea masuk serta menghindari kemungkinan pemalsuan nilai barang impor.

Dalam pelaksanaannya penerimaan bea masuk setiap tahunnya selama Repelita II masih terus menunjukkan peningkatan, dengan sekitar rata-rata 18,2% yaitu dari Rp. 128,2 milyar dalam tahun 1973/ 74 meningkat menjadi Rp 160,6 milyar, Rp 174,0 milyar, Rp 257,4 milyar, Rp 286,9 milyar dan Rp 295,3 milyar masing-masing dalam tahun 1974/75, 1975/76, 1976/77, 1977/78 dan 1978/79. De- ngan demikian maka penerimaan bea masuk tetap merupakan komponen pe- nerimaan pajak tidak langsung yang terbesar.

Realisasi penerimaan pajak ekspor yang selama Repelita I menunjukkan suatu peningkatan yang cukup pesat sehingga menca- pai Rp 68.6 milyar pada akhir Repelita I. Penerimaan ini kemu- dian meningkat lagi menjadi Rp 70,3 milyar pada awal Repelita II. Namun demikian dalam tahun kedua Repelita II penerimaan pajak ekspor mengalami penurunan sebesar 12,4% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, disebabkan karena turunnya ekspor di luar minyak sebagai akibat lesunya perekonomian dunia karena krisis energi dan lain-lain.

Dalam rangka usaha lebih merangsang peningkatan ekspor maka serangkaian kebijaksanaan telah dikeluarkan dalam bulan Ap- ril 1976 berupa antara lain penurunan pajak ekspor,

Page 37: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

penertiban beberapa pungutan di daerah, penurunan bunga kredit ekspor, penurun- an tarif angkutan laut termasuk ongkos pelabuhan serta usaha-usaha kelembagaan seperti penyederhanaan tata cara ekspor dan sebagai- nya. Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut, maka peningkatan mutu

133

Page 38: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

barang ekspor juga telah dilakukan melalui usaha pembakuan mutu yang telah ditetapan terhadap berbagai jenis barang ekspor.

Tindak lanjut berikutnya dalam rangka memperkuat daya saing barang-barang ekspor dan mendorong ekspor dilakukan dalam bulan Januari 1978 berupa penyesuaian kembali besarnya tarif pajak ekspor yang berlaku. Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, maka variasi tarif pajak ekspor yang semula berkisar 0 - 5 dan 10%, dirobah menjadi 0 - 5 10 dan 20%. Pajak ekspor sebesar 20% tersebut dikenakan terhadap ekspor kayu bulat, sedangkan ekspor kayu hasil industri dan hasil olahan lainnya dibebaskan dari pajak ekspor. Kebijaksanaan ini dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan industri dan pengolahan hasil kayu untuk di ekspor.

Untuk meningkatkan peremajaan, rehabilitasi dan perluasan tanaman ekspor, maka dalam bulan Oktober 1978 juga telah ditetap-kan tambahan pajak ekspor terhadap ekspor beberapa barang tertentu. Selanjutnya dalam bulan Nopember 1978, di samping tindak-an devaluasi, diberikan pula fasilitas pembebasan bea masuk, pajak penjualan impor serta MPO impor bagi pemasukan bahan baku dan bahan penolong yang akan dipergunakan bagi pembuatan hasil industri untuk di ekspor.

Dengan adanya berbagai kebijaksanaan tersebut di atas, maka ekspor bukan minyak dan penerimaan dari pajak ekspor dapat ditingkatkan kembali. Bila dalam tahun 1976/77 realisasi pajak ekspor adalah sebesar Rp 61,7 milyar, maka dalam tahun 1977/78 dan 1978/ 79 realisasinya telah meningkat menjadi masing-masing Rp 81,2 milyar dan Rp 166,2 milyar. Peningkatan yang terbesar terjadi dalam tahun 1978/79 oleh karena adanya perubahan kurs sebagai 134

Page 39: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

akibat kebijaksanaan devaluasi tanggal 15 Nopember 1978.

Penerimaan minyak lainnya diperoleh dari hasil penjualan bahan bakar minyak dalam negeri yang selama REPELITA II merupakan penerimaan yang negatif atau subsidi oleh karena harga penjualan- nya yang lebih rendah dari biaya produksi rata-rata. Subsidi tersebut sejak tahun anggaran 1977/78 dibukukan sebagai komponen pengeluaran rutin.

Page 40: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

Penerimaan pajak tidak langsung lainnya terdiri dari penerima- an bea meterai, bea lelang dan penerimaan lainnya. Realisasi pene -rimaan tersebut dalam tahun 1973/74 adalah sebesar Rp 11,5 milyar kemudian meningkat menjadi Rp 15,2 milyar dan Rp 15,9 milyar masing-masing dalam tahun 1974/75 dan 1975/76. Dalam tahun 1976/77 realisasi penerimaan ini menurun menjadi Rp 10,7 milyar, oleh karena ditetapkannya ketentuan untuk tidak memungut bea me -terai dagang atas transaksi jual beli timah, kopra, kacang tanah dan hasil bumi lainnya dalam bulan April 1976. Dalam tahun 1917/78 dan 1978/79, penerimaan pajak tidak langsung lainnya kembali me-ningkat menjadi Rp 12,5 milyar dan Rp 17,4 milyar oleh karena se -makin berkembangnya kegiatan dunia usaha dan kegiatan ekonomi pada umumnya.

Penerimaan bukan pajak mencakup beraneka ragam jenis pene-rimaan antara lain penerimaan sumbangan pendidikan, penerimaan hasil penjualan rumah dinas, hasil lelang, denda-denda, iuran, retri -busi, ongkos nikah, talak, rujuk, biaya perijinan, penerimaan dari bagian laba perusahaan negara dan bank-bank Pemerintah, dan lain-lain.

Dalam rangka meningkatkan penerimaan negara dari sektor penerimaan bukan pajak antara lain telah dinaikkan sewa rumah pegawai negeri serta penyesuaian pungutan di bidang kehutanan, perikanan dan pertambangan. Di samping itu telah diadakan pula peningkatan penertiban dan intensifikasi pemungutan oleh departe -men-departemen dan lembaga-negara non departemen serta penga-wasan terhadap penyetorannya.

Dengan adanya usaha-usaha tersebut, maka realisasi penerimaan bukan pajak selama REPELITA II selalu meningkat setiap tahun nya dengan rata-rata 30,9% dari Rp 49,8 milyar dalam tahun 1973/ 74 menjadi Rp 191,4 milyar dalam tahun 1978/79.

C. PENGELUARAN RUTIN

Pengeluaran rutin terutama diperlukan untuk meningkatkan mutu dan jumlah pelayanan aparatur negara kepada masyarakat da -

135

Page 41: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

lam rangka pelaksanaan tugas umum pemerintahan, dan untuk memelihara hasil-hasil pembangunan agar dapat bermanfaat dalam jangka waktu yang panjang. Namun jumlah pengeluaran rutin harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan terciptanya Tabungan Pemerintah dalam jumlah yang semakin meningkat untuk membiayai kegiatan pembangunan. Oleh karena itu maka selama REPELITA II terus diadakan penghematan-penghematan di dalam pengeluaran ru-tin dan diusahakan penggunaannya secara terarah tanpa mengganggu kelancaran roda pemerintahan serta kelangsungan manfaat dari proyek-proyek pembangunan.

Berdasarkan kebijaksanaan tersebut maka pengeluaran rutin beserta komponen-komponennya yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom, bunga dan cicilan hutang serta lain-lain pengeluaran rutin selama REPELITA II umumnya selalu meningkat (lihat Tabel II — 5 dan Grafik II — 5). Selama periode REPELITA II kenaikan pengeluaran rutin setiap tahunnya adalah rata-rata 30,9% setahun atau suatu kenaikan secara nyata sebesar 14,1% setahun setelah diperhitungkan kenaikan harga-harga. Secara proporsional, pengeluaran belanja pegawai merupakan bagian yang terbesar dari pengeluaran rutin disusul oleh subsidi daerah otonom dan belanja barang (lihat Grafik II — 5).

Belanja pegawai selama REPELITA II meningkat sejalan de-ngan kebijaksanaan kenaikan gaji pegawai negeri/ABRI serta kenaikan bantuan pensiun setiap tahunnya. Realisasi belanja pegawai telah meningkat dari Rp 268,9 milyar dalam tahun 1973/74 menjadi Rp 1.001,6 milyar pada akhir REPELITA II atau suatu kenaikan rata-rata sebesar 30,1% setahun. Belanja pegawai dalam tahun 1975/76 sampai dengan tahun 1977/78 berturut-turut mencapai Rp 593,9 milyar, Rp 136

Page 42: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

636,6 milyar dan Rp 893,2 milyar.Tunjangan beras meningkat oleh karena kenaikan

perhitungan harga dalam tunjangan beras sesuai dengan perkembangan harga beras di pasaran. Dalam tahun 1974/75 harga beras untuk tunjang- an beras Pegawai Negeri dan ABRI diperhitungkan sebesar Rp 112,50 per kilogram. Selanjutnya untuk tahun 1975/76 dinaikkan menjadi Rp 128,90 per kilogram. Untuk tahun 1976/77 dan 1977/78, berlaku

Page 43: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

TABEL II – 5PENGELUARAN RUTIN, 1968, 1973/74 – 1978/79

(dalam milyar rupiah)

137

Page 44: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

GRAFIK II – 5PENGELUARAN RUTIN, 1968, 1973/73 – 1978/79

138

Page 45: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

harga beras untuk tunjangan beras sebesar Rp 138,60 per kilogram, sedangkan untuk tahun 1978/79 ditentukan sebesar Rp 148,00 per kilogram.

Selama Repelita II, kenaikan gaji dan pensiun telah dilakukan secara bertahap menurut kemampuan keuangan negara. Bila dalam Repelita I sampai dengan tahun 1977 kenaikan perhitungan gaji pe -gawai negeri/ABRI dan penerimaan pensiun didasarkan atas perhi -tungan menurut ketentuan dalam PGPS tahun 1968, maka terhitung mulai tahun 1977/78 telah diadakan perubahan sistematika pengga-jian pegawai negeri/ABRI dan pensiun yang dituangkan dalam PP No. 7 tahun 1977 dan PP No. 8 tahun 1977. Atas dasar ketentuan PGPS 1968 kenaikan gaji pegawai dilakukan melalui pemberian ke -naikan tunjangan kerja bagi pegawai negeri dan ABRI dan melalui uang bantuan pensiun bagi penerima pensiun, tetapi dalam ketentu- an PP No. 7 dan No. 8 tahun 1977 mulai ditetapkan jumlah mini- mum dan maksimum gaji pokok pegawai negeri/ABRI. Jumlah mi -nimum tersebut ditetapkan 1 berbanding 10. Semula bagi para pene -rima pensiun masih diadakan perbedaan antara mereka yang dipen--siun sejak 1 Januari 1977 dan sebelumnya atau pensiun baru dan pensiun lama di mana sistem yang baru hanya diberlakukan terhadap para pensiun baru. Hal ini mengingat kemampuan keuangan negara dan dibutuhkannya waktu bagi inventarisasi dan pemrosesan para pen- siun yang lama. Namun penerimaan kedua golongan pensiun tersebut mulai disamakan dalam tahun 1979/80. Berhubung dengan itu reali - sasi gaji dan pensiun terus meningkat sesuai dengan program pening- katan kesejahteraan pegawai secara bertahap. Realisasi dalam tahun 1974/75 mencapai sebesar Rp 301,7 milyar kemudian Rp 400,0 mil - yar dan Rp 424,8 milyar masing-masing dalam tahun 1975/76 dan tahun 1976/77. Dalam tahun 1976/77 tidak ada perubahan gaji ke- cuali untuk golongan I sehingga tidak terdapat banyak perubahan dibandingkan dengan realisasi tahun 1975/76. Baru pada tahun 1977/ 78 realisasinya meningkat dengan jumlah yang cukup besar hingga mencapai Rp 672,9 milyar dan kemudian pada akhir Repelita II me-ningkat lagi menjadi Rp 760,3 milyar. Belanja pegawai lainnya ter- diri dari uang makan/lauk pauk dan lain-lain belanja pegawai di

139

Page 46: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

dalam negeri dan belanja pegawai di luar negeri yang juga mening- kat terutama belanja pegawai luar negeri di dalam tahun 1978/79 oleh karena penyesuaian nilai tukar rupiah. Pada Tabel II — 6 ter-cantum perkembangan belanja pegawai beserta komponen-komponennya dalam tahun 1968 dan selama tahun 1973/74 sampai dengan ta- hun 1978/79.

Belanja barang juga menunjukkan peningkatan-peningkatan sejalan dengan penyempurnaan aparatur Pemerintahan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan pengamanan kekayaan negara. Peningkatan pelayanan Pemerintah kepada masyarakat sela- in dilakukan melalui perbaikan kesejahteraan pegawai negeri/ABRI juga melalui peningkatan ketrampilan dan pendidikan aparatur ne- gara serta peningkatan jumlah dan mutu perlengkapan kantor. Di samping itu dengan selesainya berbagai proyek pembangunan dalam jumlah yang semakin bertambah maka diperlukan pula biaya yang semakin besar bagi pemeliharaan, pengamanan dan kelancaran ope-rasinya. Biaya pemeliharaan adalah sangat penting, oleh karena ber-hasilnya pembangunan menciptakan hasil-hasil berupa kekayaan negara seperti jalan raya, jembatan, pelabuhan, waduk, gedung dan sebagainya, yang harus dipelihara agar mampu memberikan jasanya kepada masyarakat secara terus menerus.

Untuk memenuhi peningkatan kebutuhan tersebut di atas seja- lan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan diperlukan belanja barang yang semakin besar pula. Oleh karena itu maka realisasi belanja barang yang baru mencapai Rp 110,1 milyar dalam tahun 1973/ 74 terus meningkat hingga mencapai jumlah Rp 419,5 milyar dalam tahun 1978/79 atau suatu kenaikan secara rata-rata sebesar

140

Page 47: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

30,7% setahun. Peningkatan belanja barang tersebut tetap dilaksanakan dengan secara hemat dan dengan pengawasan yang ketat dalam rangka menunjang kebijaksanaan pemupukan Tabungan Pemerintah. Di samping itu kebijaksanaan belanja barang juga semakin diarahkan untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah dengan pembelian barang-barang hasil produksi dalam negeri, khususnya barang-barang hasil produksi golongan ekonomi lemah dalam rangka menunjang pemerataan ha-

Page 48: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

TABEL II - 6BELANJA PEGAWAI, 1968, 1973/74 - 1978;/79

(dalam milyar rupiah)

Page 49: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

sil-hasil pembangunan, pemerataan kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja.

Di samping itu senantiasa dilakukan usaha standardisasi peralat- an dan peningkatan efisiensi penggunaannya yang disesuaikan de- ngan skala prioritas yang ada. Hal ini dilaksanakan melalui penyempurnaan pedoman pelaksanaan anggaran, penyempurnaan tatacara pembelian yaitu tender/lelang dan penelitian yang mendalam atas DIK yang diajukan sehingga dihindarkan pengeluaran-pengeluaran yang mempunyai prioritas rendah.

Subsidi daerah otonom diberikan kepada Pemerintah Daerah untuk mencukupi anggaran rutinnya dan untuk penyempurnaan administrasi daerah dalam rangka perbaikan mutu dan jumlah pelayanan Pemerintah Daerah kepada masyarakat. Subsidi daerah otonom selama Repelita II meningkat sejalan dengan kebijaksanaan belanja pegawai. Di samping itu peningkatan subsidi daerah otonom ini disebabkan pula oleh pertambahan jumlah guru sekolah dasar, perawat dan tenaga medis Puskesmas serta untuk menampung akibat keuangan sehubungan dengan dihapuskannya SPP — Sekolah Dasar.

Dalam perkembangannya realisasi daerah otonom menunjukkan jumlah yang cukup besar. Apabila dalam tahun 1973/74 jumlahnya baru mencapai Rp 108,6 milyar maka untuk tahun pertama Repelita II tercatat realisasi sebesar Rp 201,9 milyar, kemudian meningkat menjadi Rp 284,5 milyar, Rp 313,0 milyar dan Rp 478,4 milyar masing-masing selama tahun 1975/76, 1976/77 dan 1977/78. Selanjutnya dalam tahun 1978/79 realisasi subsidi daerah otonom meningkat lagi menjadi Rp 522,3 milyar. Dalam subsidi daerah otonom lainnya di luar daerah Irian Jaya termasuk subsidi untuk daerah 142

Page 50: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

Timor Timur yang untuk tahun 1977/78 realisasinya mencapai Rp 2,5 milyar, kemudian ditingkatkan dalam tahun 1978/79 menjadi Rp 3,5 milyar.

Pembayaran bunga dan cicilan hutang pada prinsipnya dilaksanakan sesuai dengan perjanjian yang telah disetujui sebelumnya mengenai syarat-syarat pembayaran yang selalu disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara. Sebagian besar pembayaran bunga dan cicilan hu-tang terdiri dari pembayaran hutang-hutang luar negeri. Sedangkan

Page 51: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

pembayaran hutang-hutang dalam negeri adalah relatif kecil dan stabil jumlahnya kecuali dalam tahun 1976/77 oleh karena pembayaran untuk pelunasan tunggakan tagihan Perum Telekomunikasi, Perusaha- an Listrik Negara dan pembayaran bunga pada Bank Indonesia berhubung dengan pembiayaannya atas beberapa pengeluaran negara da-lam tahun-tahun sebelumnya.

Walaupun realisasi keseluruhan pembayaran hutang terutama hutang luar negeri secara absolut setiap tahun menunjukkan peningkatan, namun tetap diusahakan agar beban pembayaran bunga dan cicil-annya tidak menyebabkan terganggunya program-program stabilisasi dan pembangunan yang sedang berjalan. Pembayaran hutang luar negeri selama Repelita II terdiri dari pembayaran bunga dan hutang-hutang multilateral dan bilateral baik sebelum maupun sesudah tahun 1966, pembayaran bunga dan hutang dalam rangka kredit ekspor, pelunasan pinjaman tunai yang berkaitan dengan masalah hutang-hutang luar negeri Pertamina, pembayaran kepada badan-badan internasional, ganti rugi dan lain-lain. Jumlah pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri pada akhir Repelita II berjumlah Rp. 525,7 milyar.

Pos lain-lain pada pengeluaran rutin mencakup jenis dan jumlah pengeluaran yang tidak tetap. Sebelum tahun 1973/74 jumlah pengeluaran ini hanya merupakan suatu bagian yang kecil sekali dari selu- ruh pengeluaran rutin, tetapi kemudian meningkat dengan cepat sejak akhir Repelita I bahkan mencapai 21,7% dari seluruh pengeluaran rutin dalam tahun 1973/74. Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya pelbagai krisis ekonomi dunia seperti krisis moneter internasional, krisis pangan dan krisis energi sehingga

143

Page 52: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

untuk menjaga stabilisasi ekonomi di dalam negeri dibutuhkan subsidi atas impor komersiil bahan pangan terutama dalam tahun 1973/74 dan subsidi bahan bakar minyak dalam negeri yang mulai dimasukkan ke dalam pos ini sejak tahun 1977/78. Di samping itu pos ini jugs menampung biaya pemilihan umum dan pengeluaran-pengeluaran yang bersifat non-Departemental serta bantuan keuangan kepada PN PERTAMINA dan kepada PT Krakatau Steel.

Page 53: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

Apabila dalam tahun 1968 jumlah lain-lain pengeluaran rutin baru sebesar Rp 6,8 milyar maka pada akhir Repelita I melonjak menjadi Rp 155,0 milyar. Namun selama dua tahun pertama Repelita II turun menjadi masing-masing Rp 145,2 milyar dan Rp 70,8 milyar. Dalam tahun-tahun berikutnya meningkat kembali menjadi Rp 150,9 milyar dalam tahun 1976/77 serta Rp 172,2 milyar dalam tahun 1977/ 78 dan pada akhir Repelita II meningkat lagi menjadi Rp 265,8 mil- yar. Perkembangan realisasi subsidi pangan selama Repelita II adalah sebagai berikut : tahun pertama adalah sebesar Rp 141,0 milyar; dua tahun selanjutnya Rp 50,0 milyar dan Rp 39,1 milyar; tahun 1977/78 tidak ada realisasi subsidi pangan sedangkan jumlahnya mencapai Rp 43,5 milyar dalam tahun 1978/79. Realisasi bantuan kepada PN PERTAMINA berkembang dari Rp 30,9 milyar dalam tahun 1976/77 menjadi Rp 86,4 milyar dalam tahun 1977/78 dan kemudian menurun menjadi Rp 16,1 milyar dalam tahun 1978/79. Selanjutnya realisasi subsidi bahan bakar minyak muncul di pos ini sejak tahun 1977/78 dengan jumlah sebesar Rp 65,1 milyar kemudian meningkat menjadi Rp 197,0 milyar dalam tahun 1978/79 oleh karena devaluasi rupiah dan kenaikan harga minyak di pasaran dunia. Untuk biaya Pemilu terdapat jumlah realisasi sebesar Rp 16.0 milyar untuk tahun 1975/76 kemudian Rp 37,0 milyar untuk tahun 1976/77 dan Rp 14,5 milyar untuk tahun 1977/78. Dalam realisasi lain-lain pengeluaran rutin tahun 1976/77 termasuk pula realisasi bantuan kepada PT Krakatau Steel sebesar Rp 37,4 milyar dalam rangka membantu pembayaran hutang-hutang luar negeri perusahaan tersebut.

D. DANA PEMBANGUNANDana pembangunan terdiri dari Tabungan

144

Page 54: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

Pemerintah yang diper-oleh sebagai selisih antara penerimaan dalam negeri dengan pengeluaran rutin, dan dana bantuan luar negeri yang dinyatakan sebagai nilai lawan rupiah dari bantuan program maupun bantuan proyek yang kita peroleh dari luar negeri.

Dana pembangunan yang pada akhir Repelita I berjumlah Rp 458,3 milyar, meningkat dengan pesat menjadi Rp 2.557,9 milyar pada tahun terakhir Repelita II yang berarti meningkat dengan 458,1%

Page 55: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

selama periode 5 tahun Repelita II atau suatu kenaikan rata-rata sebesar 41,0% setahun. Selama periode itu, Tabungan Pemerintah juga menunjukkan peningkatan yang pesat. Apabila dalam tahun 1973/74, realisasi Tabungan Pemerintah baru mencapai jumlah Rp 254,4 milyar maka jumlah tersebut telah meningkat dengan pesat setiap tahunnya sehingga mencapai Rp 1.522,4 milyar dalam tahun 1978/79 atau suatu kenaikan rata-rata sebesar 43,0% setahun selama periode Repelita II.

Di lain pihak, dana bantuan liar negeri yang diterima selama Repelita II senantiasa didasarkan atas pertimbangan bahwa bantuan dan pinjaman yang diperoleh dari luar negeri tersebut hanya bersifat sebagai pelengkap, diperoleh tanpa ikatan politik, digunakan sesuai dengan rencana pembangunan yang ada dan diperoleh dengan syarat-syarat pembayaran kembali yang disesuaikan dengan kemampuan ke-uangan negara. Sesuai dengan maksud dan tujuan dari bantuan luar negeri untuk membiayai proyek-proyek pembangunan maka sebagian besar dari bantuan tersebut terdiri dari bantuan proyek, sedangkan bantuan program umumnya terdiri dari bantuan pangan.

Selama Repelita II sebagian besar dari dana pembangunan telah dikerahkan dari Tabungan Pemerintah sebesar sekitar 63,7% dari keseluruhan dana pembangunan di banding dengan 44,6% selama Repelita I. Hal ini dimungkinkan oleh karena peningkatan yang pesat dari penerimaan dalam negeri yang disertai oleh usaha-usaha penghematan di bidang pengeluaran rutin.

Apabila dilihat perkembangannya dari tahun ke tahun maka peranan dari Tabungan Pemerintah juga pada umumnya meningkat sedangkan peranan bantuan luar negeri semakin menurun kecuali di

145

Page 56: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

dalam tahun 1975/76, 1976/77 dan tahun 1978/79 di mana peranan bantuan luar negeri menunjukkan peningkatan. Penurunan peranan ta-bungan Pemerintah di dalam tahun 1975/76, 1976/77 bukan disebabkan oleh karena Tabungan Pemerintah yang menurun melainkan oleh karena mulai diterimanya kredit-kredit setengah lunak da- lam rangka kredit ekspor dan mulai dimasukkannya penerimaan kredit-kredit tersebut ke dalam APBN. Kredit-kredit tersebut sebenarnya telah dijajagi sejak tahun. 1974/75 tetapi realisasinya baru terjadi di dalam tahun 1975/76 dan 1976/77 dan digunakan untuk meningkat-

Page 57: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

kan laju pembangunan. Jumlah kredit-kredit setengah lunak tersebut kemudian menurun di dalam tahun-tahun berikutnya sehingga peranan Tabungan Pemerintah meningkat kembali dalam tahun 1977/78. Namun di dalam tahun 1978/79 peranan Tabungan Pemerintah menurun kembali, juga bukan disebabkan oleh karena penurunan Tabungan Pemerintah melainkan oleh karena peningkatan dari nilai lawan rupiah bantuan luar negeri khususnya nilai lawan rupiah realisasi bantuan yang diterima setelah 15 Nopember 1978 berhubung dengan tindakan devaluasi mata uang rupiah pada tanggal tersebut. Di dalam nilai valuta asing realisasi bantuan luar negeri selama tahun 1978/79 sebenar- nya tidak banyak berada dengan realisasi tahun 1977/78 (lihat Tabel II — 7).

Apabila dibandingkan dengan perkiraan Repelita II maka perkembangan peranan Tabungan Pemerintah dari tahun ke tahun tidak berjalan secara teratur maupun selancar seperti yang diperkirakan oleh Repelita II (lihat Tabel II — 7A). Pertama, oleh karena mulai diper-olehnya dan dimasukkannya realisasi kredit-kredit setengah lunak ke dalam APBN mulai tahun 1975/76. Sebelumnya kredit-kredit sema-cam itu dapat diusahakan langsung oleh perusahaan-perusahaan ne-gara dengan cukup mendapat izin dari Menteri Keuangan. Oleh karena itu maka di dalam. perkiraan Repelita II kredit-kredit tersebut juga diperhitungkan namun angka-angkanya hanya dimasukkan ke dalam neraca pembayaran pada pos pinjaman lain-lain dari pema- sukan modal (netto) dan tidak dimasukkan ke dalam perkiraan angka-angka anggaran. Di dalam pelaksanaannya setelah peristiwa Pertamina, perusahaan-perusahaan negara hanya dapat meminjam melalui Men-teri Keuangan dan penerimaan kredit-kredit tersebut mulai dimasukkan juga ke dalam APBN. Kedua, oleh karena penyesuaian 146

Page 58: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

nilai tukar rupiah pada tanggal 15 Nopember 1978. Ketiga, oleh karena daya absorbsi yang ternyata lebih besar dari yang diperkirakan Repelita II. Keempat, pola absorbsi tahunan yang berbeda antara lain oleh ka- rena adanya kredit ekspor dengan pola absorbsi yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan pinjaman-pinjaman yang bersifat lunak. Kelima, oleh karena realisasi jumlah kredit ekspor yang melebihi perkiraan Repelita II dalam rangka meningkatkan laju pembangunan. Namun apabila diadakan penyesuaian di dalam cara pembukuan

Page 59: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

TABEL II — 7PERKEMBANGAN DANA PEMBANGUNAN,

TABUNGAN PEMERINTAH DAN DANA BANTUAN LUAR NEGERI, 1968, 1973/74 — 1978/79(dalam milyar rupiah)

TahunAnggaran

Jumlah TabunganDana Pembangunan Pemerintah

Dana Bantuanluar Negeri

1968 57,9 (100%) — ( — ) 57,9 (100%)

1973/74 458,3 (100%) 254,4 (55,5%) 203,9 (44,50

1974/75 969,6 (100,%) 737,6 (76,1%) 232,0 (23,9%)

1975/76 1.400,9 (100%) 909,3 (64,9%) 491,6 (35,1%)

1976/77 2.060,0 (100%) 1.276,2 (62,0%) 783,8 (38,0%)

1977/78 2.159,9 (100%) 1.386,5 (64,2%) 773,4 (35,8%)

1978/79 2.557,9 (100%) 1.522,4 (59,5%) 1.035,51) (40,50

1). Realisasi sesudah 15 Nopember 1978 dinilai berdasarkan kurs US $ 1 Rp.625,— sedangkan untuk realisasi sebelum 15 Nopember 1978 se- bagaimana juga realisasi dalam periods 1973/74— 1977/78 digunakan kurs US $ 1 = 4.415,-

147

Page 60: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

Tabel II - 7A

PERKEMBANGAN DANA PEMBANGUNAN, TABUNGAN PEMERINTAHDAN DANA BANTUAN LUAR NEGERI MENURUT REPELITA II DAN

REALISASI,1974/75 --1973/'T9(dalam milyar rupiah)

Jumlah dana pembangunanl) Tabungan Pemerintah

Repelita II2) Realisasi 3) Repelita II Realisasi Repelita II2) Realisasi3)

1974/75 615,7 (100%)

969,6 (100%)

401,8 (65,3%) 737,6 (76,1%)

213,9 (34,7%)

232,0 (23,9%)

1975/76 971,6 (100%)

1.400,9 (100%)

779,8 (80,3%) 909,3 (64,90 191,8 (19,296)

491,6 (35,1%)

1976/77 1.057,5(100%)

2.060,0 (100%)

849,5 (80,3%) 1.276,2 (62,0%)

208,0 (19,7%)

783,8 (38,0%)

1977/78 1.196,2(100%)

2.159,9 (100%)

977,8 (81,7%) 1.386,5 (64,2%)

218,4 (18,3%)

773,4 (35,8%)

1978/79 1.408,2(100%)

2.557,9 (100%)

1.183,6 (84,1,%) 1.522,4 (59,50 224,6 (15,90

1.035,54) (40,5%)

1 Tidak termasuk pinjaman tunai dalam rangka penyelesaian hutang-hutang luar negeri Pertamina2 Tidak termasuk pinjaman-pinjaman setengah lunak seperti kredit ekspor3 Termasuk pinjaman-pinjaman setengah lunak seperti kredit ekspor4 Realisasi setelah 15 Nopember 1978 menggunakan kurs baru US $ 1 = Rp.625,-

148

Page 61: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

kredit-kredit setengah lunak dan apabila digunakan pola absorbsi tahunan yang lama maka peranan Tabungan Pemerintah secara rata-rata dalam pelaksanaannya masih terus meningkat dan lebih tinggi dari perkiraan Repelita II. Hal ini berarti bahwa bantuan luar negeri selama Repelita II tetap berperan sebagai pelengkap sesuai dengan apa yang direncanakan.

E. PENGELUARAN PEMBANGUNAN

Sesuai dengan prinsip anggaran berimbang yang dinamis, maka pengeluaran pembangunan selama Repelita II terus ditingkatkan namun tetap disesuaikan dengan tersedianya dana pembangunan. Se-lain itu, pengeluaran pembangunan juga diarahkan sesuai dengan prioritas dan arah yang telah ditetapkan dalam GBHN. Dengan demikian maka selama Repelita II, pelaksanaan pengeluaran pembangunan sebagai bagian dari kebijaksanaan fiskal yang mantap, tetap dilandaskan pada Trilogi Pembangunan.

Dengan tetap disesuaikannya pengeluaran pembangunan dengan jumlah dana pembangunan maka keseimbangan anggaran secara menyeluruh dapat dipelihara dan stabilitas ekonomi tetap dapat dipertahankan. Sesuai dengan GBHN maka prioritas diberikan kepada pembangunan ekonomi sehingga tercapailah suatu laju pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan pengerahan dana-dana dapat semakin ditingkatkan untuk digunakan bagi pembangunan di bidang-bidang lain termasuk memecahkan masalah-masalah sosial yang ada dan meningkatkan fasilitas-fasilitas sosial dalam rangka memperbaiki kesejahteraan rakyat. Melalui pengeluaran pembangunan juga telah diusahakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya baik menurut sektor, golongan maupun daerah melalui antara lain program-program INPRES, Butsi, Padat Karya, transmigrasi, koperasi dan lain-lain.

Page 62: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

Dalam tahun 1978/79 realisasi pengeluaran pembangunan telah mencapai Rp 2.555,6 milyar, sedangkan dalam tahun 1973/74 baru berjumlah Rp 450,9 milyar. Hal ini berarti bahwa selama Repelita II telah terjadi peningkatan rata-rata pengeluaran pembangunan sebesar 41,5% setahun.

149

Page 63: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

Seluruh pengeluaran pembangunan terdiri dari jumlah pengeluaran di luar bantuan proyek dan pengeluaran bantuan proyek. Pengeluaran pembangunan di luar bantuan proyek ataupun pengeluaran yang memerlukan pembiayaan rupiah, digolongkan menurut jenis pembiayaannya dan menurut pembagian sektoral.

Perkembangan realisasi pengeluaran pembangunan di luar bantuan proyek menurut jenis pembiayaan terlihat dalam Tabel II — 8 dan Grafik II — 6. Pengeluaran ini terdiri dari pembiayaan proyek-proyek yang penyaluran dananya maupun pelaksanaan proyeknya dilakukan melalui Departemen/Lembaga, pembiayaan pembangunan yang disalurkan kepada Daerah dan jenis pembiayaan pembangunan lainnya.

Dalam tahun 1978/79 pembiayaan melalui Departemen/Lembaga telah mencapai jumlah Rp 851,0 milyar atau naik menjadi lebih dari 5 kali dibanding dengan jumlah tahun 1973/74 sebesar Rp 167,3 milyar. Peningkatan ini mencerminkan kemampuan yang semakin besar dari Departemen/Lembaga untuk menyerap dana pembangunan melalui pelaksanaan proyek-proyek yang telah disusun sesuai dengan pro-gram pembangunan yang berada di bawah wewenang masing-masing.

Pembiayaan pembangunan bagi daerah dilaksanakan dalam rang- ka usaha untuk lebih memeratakan pembangunan dan hasil-hasilnya keseluruh daerah dengan mendorong partisipasi masyarakat daerah dalam pembangunan khususnya di dalam pelaksanaan proyek-proyek yang bersifat padat karya. Jenis pengeluaran ini juga telah meningkat dengan rata-rata 38,1% setahun dari Rp 85,7 milyar dalam tahun 1973/74 menjadi Rp 431,1 milyar dalam tahun 1978/79 atau menjadi lebih dari 5 kali jumlah 150

Page 64: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

tahun 1973/74. Pembiayaan pembangunan bagi daerah ini terdiri dari bantuan-bantuan Inpres seperti bantuan pembangunan desa, Kabupaten/Kotamadya, Dati I, Sekolah Dasar, Puskesmas, Penghijauan dan Pasar serta pembiayaan pembangunan Daerah melalui IPEDA dan pembiayaan untuk Irian Jaya serta untuk Timor Timur.

Bantuan pembangunan desa selama Repelita II meningkat dari Rp 5,7 milyar dalam tahun 1973/74 menjadi Rp 24,0 milyar atau su- atu kenaikan rata-rata sebesar 33,3% setahun. Jumlah bantuan ini

Page 65: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

TABEL II - 8

PENGELUARAN PEMBANGUNAN DI LUAR BANTUAN PROYEK,

1968, 1973/74 - 1978/79

(dalam milyar rupiah)

R E P E L I T A II

1978/79No. Janis Pengeluaran 1968 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78

APBN Realisasi ~~ Kenaikan(realisasi)

1. Pembiayaan Departemen/Lembaga 13,1 167,3 221,6 384,9 590,9 744,5 1.029,8 851,0 + 14,3

2. Pembiayaan Pembangunan bagi Daerah 85,7 158,3 234,2 285,0 366,2 424,8 431,1 + 17,2

a. Bantuan Pembangunan Desab. Bantuan Pembangunan Kabupaten/

( 5,7) ( 11,4) ( 15,9) ( 19,8) ( 23,2) ( 24,0) ( 24,0) + 3,4

Kotamadya ( 19,2) ( 42,5) ( 59,1} ( 62,4) ( 69,1) ( 70,9) ( 70,9) + 2,6

c. Bantuan Pembangunan Dati I ( 20,8) ( 47,4) ( 54,0) ( 61,5) ( 75,4) ( 85,7) ( 86,8) + 15,1

d. Irian Jaya ( 3,3) ( 4,0) ( 5,5) ( 5,0) ( 5,5) ( 5,5) ( 5,9) + 7,3e. Timor Timur ( 3,5) ( 3,5) ( 4,5

)+ 28,6

f. Ipedag. Bantuan Pembangunan Sekolah

( 19,5) ( 28,0) ( 34,6) ( 42,2) ( 52,5) ( 57,5) ( 63,1) + 20,2

Dasarh. Bantuan Pembangunan Kesehatan/

( 17,2) ( 19,7) ( 49,9) ( 5 7 3 ) ( 85,0) ( 112,3) ( 111,8) + 31,5

PUSKESMAS ( 5,3) ( 15,2) ( 20,8) ( 26,3) ( 26,9) ( 26,9) + 2,3i. Bantuan Penghijauanj. Bantuan Pembangunan dan

( 16,0) ( 24,5) ( 36,0) ( 36,0) + 46;9

Pemugaran Pasar ( 0,01) ( 1,2) ( 2,5) ( 1,2) -

3. Pembiayaan lainnya 83,8 386,0 307,2 405,0 308,5 188,9 286,2 - 7,2a. Subsidi Pupuk ( 33,0) (227,2) (134,5) (107,3) ( 31,8) ( 38,0) ( 82,6) + 159,7b. Penyertaan Modal Pemerintah ( 40,8) ( 91,1) (108,7) (217,9) (166,9) ( 68,6) ( 128,5) - 23,0c. Lain-lain (10,0) ( 67,7) ( 64,0) ( 79,8) (109,8) ( 82,3) ( 75,1) - 31,6

J U M L A H . 13,1 336,8 765,9 926,3 1.280,9 1.419,2 1.643,5 1.568,3 + 10,5

Page 66: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa
Page 67: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

GRAFIK II – 6PENGELUARAN PEMBANGUNAN DI LUAR BANTUAN PROYEK

1968, 1973/74 – 1978/79

Page 68: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

setiap tahunnya ditentukan oleh jumlah desa dan besarnya bantuan per desa. Kenaikan bantuan pembangunan desa selama Repelita II umumnya disebabkan oleh peningkatan bantuan per desa dari Rp 100 ribu per desa dalam tahun 1973/74 menjadi Rp 200 ribu dalam tahun 1974/75, Rp 300 ribu dalam tahun 1975/76 dan 1976/1977 serta Rp 350 ribu dalam tahun 1977/78 dan 1978/79. Bantuan ini dimaksudkan untuk mengembangkan potensi desa serta mendorong dan menggerakkan swadaya masyarakat desa melalui pelaksanaan proyek-proyek pembangunan yang direncanakan sendiri.

Bantuan pembangunan Kabupaten/Kotamadya merupakan ben-tuk bantuan Inpres untuk daerah yang dimanfaatkan untuk berbagai proyek yang bersifat padat karya seperti proyek irigasi, rehabilitasi jalan dan lain-lain proyek yang langsung menyangkut kepentingan rakyat. Bantuan ini diberikan atas dasar per jiwa penduduk yang da-lam tahun 1973/74 berjumlah Rp 150 per jiwa tetapi kemudian diting-katkan menjadi Rp 300 dalam tahun 1974/75, Rp 400 dalam tahun 1975/76 dan 1976/77 serta Rp 450 per jiwa dalam tahun 1977/78 dan 1978/79. Untuk lebih menjamin pemerataan antar daerah, maka pelak-sanaan bantuan ini juga didasarkan atas ketentuan bantuan minimum, yang dalam tahun 1973/74 masih berjumlah Rp 12 juta tetapi kemudian ditingkatkan menjadi masing-masing Rp 16 juta, Rp 20 juta, Rp 30 juta, Rp 40 juta dan Rp 50 juta dalam tahun-tahun 1974/75, 1975/76. 1976/77, 1977/78 dan 1978/79. Berdasarkan perkembangan ketentuan alokasi, maka jumlah bantuan untuk daerah tingkat dua ini dalam tahun 1978/79 telah mencapai Rp 70,9 milyar atau suatu kenaikan rata-rata sebesar 29,9% dibandingkan dengan jumlah Rp 19,2 milyar dalam tahun 1973/74. Makin besarnya jumlah anggaran yang disedi- akan setiap tahun tersebut telah memungkinkan diperluasnya pembangunan proyek prasarana sehingga meliputi antara lain rehabilitasi parit, jembatan, pelabuhan sungai, usaha pengawetan tanah, pencegah- an bencana alam dan berbagai pengeluaran untuk kepentingan masya-rakat di perkotaan.

Page 69: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

Bantuan pembangunan Dati I dimaksudkan untuk menyerasikan pembangunan sektoral dengan pembangunan regional dalam rangka usaha mengimbangkan laju pertumbuhan antar daerah. Penggunaan

153

Page 70: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

dana bantuan Inpres ini sebagian diarahkan oleh Pemerintah Pusat sedang sebagian lagi ditentukan sendiri penggunaannya oleh Pemerintah Daerah dengan selalu berpedoman pada prioritas program pembangunan yang berlaku. Realisasi bantuan ini dalam tahun 1973/74 baru berjumlah Rp 20,8 milyar tetapi kemudian meningkat setiap tahunnya dengan rata-rata 33,1% sehingga mencapai Rp 86,8 milyar dalam tahun 1978/79. Peningkatan ini disebabkan juga oleh karena digunakannya bantuan minimum sejak tahun 1974/75 dan ditingkatkannya bantuan minimum tersebut setiap tahunnya dari Rp 500 juta dalam tahun 1974/75 menjadi Rp 750 juta, Rp 1 milyar, Rp 1,5 milyar dan Rp 2,0 milyar masing-masing dalam tahun 1975/76, 1976/77, 1977/78 dan 1978/79.

Bentuk pembiayaan pembangunan daerah yang lain adalah bantuan bagi Irian Jaya dan Timor Timur. Bantuan ini dimaksudkan agar daerah-daerah ini dapat mengejar ketinggalannya sehingga ting-kat hidupnya dapat setaraf dengan daerah-daerah yang lain di Indonesia. Selama Repelita II jumlah bantuan untuk Irian Jaya terus ditingkatkan sehingga seluruhnya mencapai Rp 25,9 milyar. Bantuan pembangunan untuk Timor Timur baru diberikan sejak tahun 1977/ 78 dengan jumlah seluruhnya sebesar Rp 8,0 milyar untuk tahun 1977/78 dan 1978/79.

Program pembangunan daerah melalui IPEDA sebenarnya dibiayai dari pendapatan daerah sendiri dan digunakan oleh daerah untuk membiayai proyek-proyek pembangunan yang diprioritaskan oleh daerah yang bersangkutan. Dana tersebut dipungut berdasarkan kerjasama antara Pusat dan Daerah tetapi seluruhnya diserahkan kepada Daerah, oleh karena itu maka dana IPEDA dibukukan baik sebagai

154

Page 71: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

pos penerimaan maupun pos pengeluaran di dalam APBN dengan jumlah yang sama. Dalam tahun 1973/74 jumlah bantuan IPEDA mencapai Rp 19,5 milyar tetapi kemudian meningkat setiap tahunnya menjadi Rp 63,1 milyar dalam tahun 1978/79 atau suatu kenaikan rata-rata sebesar 26,5 % setahun selama Repelita II.

Bantuan Inpres Sekolah Dasar merupakan bentuk pengeluaran pembangunan yang ditujukan pada perluasan kesempatan pendidikan sekolah dasar, khususnya bagi anak-anak yang telah mencapai usia

Page 72: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

sekolah, yaitu 7 - 12 tahun melalui penyediaan fasilitas pendidikan. Bantuan ini diberikan dalam satu paket yang terdiri dari biaya pembangunan gedung sekolah unit I (tiga kelas pertama) dan unit II (tiga kelas selanjutnya), biaya pengangkatan serta pemindahan guru dan biaya penyediaan buku pelajaran. Sejak tahun 1975/76, bantuan ini juga meliputi perbaikan gedung SD Negeri, SD Swasta dan Mad- rasah Ibtidaiyah. Sejak tahun 1973/74 sampai dengan tahun 1978/79 telah selesai dibangun 31.000 gedung sekolah dasar. Alokasi bantuan ini juga terus meningkat dari tahun ke tahun yaitu dari Rp 17,2 milyar dalam tahun 1973/74 menjadi Rp 111,8 milyar dalam tahun terakhir Repelita II atau suatu kenaikan rata-rata sebesar 45,4% setahun.

Pelayanan kesehatan merupakan sarana yang wajar terjangkau oleh masyarakat luas. Oleh karena itu maka sejak awal Repelita II telah diberikan bantuan pembangunan kesehatan yang dikenal dengan Inpres Kesehatan/Puskesmas. Bantuan ini merupakan program pa- ket yang meliputi pembiayaan untuk pembangunan gedung Puskes-mas, penyediaan obat-obatan, tenaga dokter, juru rawat dan tenaga medis serta untuk penciptaan keadaan sanitasi hygiene yang baik berupa pembangunan sarana air minum yang bersih serta jamban-jamban keluarga. Agar pelayanan kesehatan di daerah dapat lebih merata dan lebih dekat lagi pada masyarakat luas, maka telah di- bentuk pula Puskesmas keliling dengan menggunakan unit-unit mo- bil. Selain itu untuk menjamin agar penyediaan dana obat-obatan juga dapat lebih merata dan lebih sesuai dengan keadaan setempat, maka sejak tahun 1975/76 alokasi obat-obatan tersebut ditetapkan berdasarkan jumlah per jiwa penduduk. Dalam realisasi tahun 1978/ 79 jumlah bantuan pembangunan kesehatan ini telah mencapai Rp 26,9 milyar dibanding dengan Rp 5,3 milyar dalam tahun 1974/75. Walaupun jumlah dananya meningkat namun jumlah Puskesmas ba- ru yang dibangun semakin menurun oleh karena semakin cukupnya jumlah Puskesmas yang tersedia sehingga biaya

Page 73: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

tersebut semakin digunakan untuk sarana-sarana penunjang lainnya.

Kelestarian sumber-sumber alam tanah, hutan dan tata air seba- gai lingkungan yang mempengaruhi hidup masyarakat luas telah men-

155

Page 74: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

jadi masalah yang khusus diperhatikan sejak tahun ketiga Repelita II. Oleh karena itu maka sejak tahun 1976/77 telah dimulai program bantuan penghijauan dan reboisasi terutama untuk daerah-daerah kritis, yang pelaksanaannya telah membuka pula kesempatan kerja bagi masyarakat desa melalui sistem proyek padat kerja. Dalam tahun 1976/77 realisasi bantuan ini berjumlah Rp 16,0 milyar dan dalam tahun 1977/78 menjadi Rp 24,5 milyar sedangkan dalam tahun 1978/ 79 realisasinya mencapai jumlah Rp 36.0 milyar.

Untuk melancarkan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh golongan ekonomi lemah terutama dalam menyalurkan hasil produksi dan barang dagangnya, telah disediakan pula bantuan kepada Pemerintah Daerah untuk membangun pasar Inpres sejak tahun 1976/77. Pelaksanaan bantuan pembangunan dan pemugaran pasar Inpres ini dalam tahun pertama 1976/77 masih kecil sekali tetapi kemudian meningkat menjadi Rp 1,2 milyar masing-masing dalam tahun 1977/ 78 dan tahun 1978/79.

Bantuan ini dimaksudkan untuk membantu Pemerintah Daerah mendapatkan kredit perbankan bagi pembangun- an dan pemugaran pasar dengan syarat-syarat yang ringan sehingga sewa pasar juga nantinya dapat ditetapkan seringan mungkin untuk membantu para pedagang golongan ekonomi lemah.

Pembiayaan pembangunan lainnya meliputi subsidi impor pupuk/ pestisida dalam rangka mendorong produksi pangan, penyertaan modal Pemerintah pada badan-badan usaha negara dan bantuan kepada usaha swasta (kredit mini dan kredit Candak Kulak) serta pembangunan rumah murah, keluarga berencana dan lain-lain. Perkembangan jenis pembiayaan ini juga umumnya meningkat namun perkembangannya tidak selalu tetap dari tahun ke tahun terutama oleh karena

156

Page 75: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

jumlah subsidi pupuk sangat bergantung pada perkembangan harga pasaran dunia yang tidak menentu serta keadaan pemasaran pupuk di dalam dan di luar negeri. Dalam tahun 1978/79 realisasinya mencapai jum- lah Rp 286,2 milyar yang terdiri dari subsidi pupuk Rp 82,6 milyar, penyertaan modal Pemerintah Rp 128,5 milyar dan lain-lain Rp 75,1 milyar.

Perkembangan pengeluaran pembangunan secara sektoral dapat diikuti pada Tabel-tabel II — 9, II — 10, II — 11 serta Grafik-grafik

Page 76: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

TA B EL I I - 9PENGELUARAN PEMBANGUNAN DI LUAR BANTUAN PROYEK MENURUT SEKTOR .

1968, 1973/74 - 1978/79( dalam milyar rupiah )

R E P E L I T A II

No. S E K T O R 19681) 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79

1. Pertanian dan Pengairan 79,5 275,5 214,0 249,4 234,6 315,12. Industri dan Pertambangan 4,6 6,6 47,7 57,6 43,6 6,03. Tenaga Listrik 17,6 40,5 38,0 52,9 59,4 64,04. Perhubungan dan Pariwisata 51,1 81,3 85,1 125,0 141,8 163,55. Perdagangan dan Koperasi - 3,6 2,9 9,4 7,2 11,16. Tenaga kerja dan Transmigrasi2) 0,3 4,3 11,3 26,1 50,9 83,17. Pembangunan Regional dan Daerah 69,8 135,5 172,5 188,5 242,7 267,28. Agama & Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa 0,6 3,0 2,5 5,5 7,5 7,59. Pendidikan, Kebudayaan Nasional dan Pembinaan

Generasi Muda 3) 35,4 39,4 106,4 130,2 181,1 215,810. Kesehatan, Keluarga Berencana dan Kesejahteraan

Sosial 7,55) 17,9 30,8 42,3 56,6 57,711. Perumahan Rakyat dan Penyediaan air minum4) 5,86) 5,4 10,5 27,5 61,4 37,312. Tertib Hukum dan Pembinaan Hukum. - 1,9 4,6 7,4 10,9 11,113. Pertahanan dan Keamanan 7,2 22,7 35,8 59,5 56,3 108,814. Penerangan dan Komunikasi - 2,3 7,0 10,2 7,4 7,015. Pengembangan Ilmu dan Teknologi, Penelitian

dan Statistik 16,67) 11,0 16,7 24,5 35,0 33,916. Aparatur Negara - 23,9 31,8 47,0 55,9 50,717. Penyertaan Modal Pemerintah 40,8 91,1 108,7 217,9 166,9 128,5

J u m l a h : 35,5 336,8 765,9 926,3 1.280,9 1.419,2 1.568,3

Catatan : Jumlah sektor dalam Repelita I adalah 13, sedang dalam Repelita I I ada 17 sektor. Nama sektor dalam Repelita I tidak seluruhnya sama dengan Repelita II .1) Realisasi 1968 berjalan dari Januari sampai dengan Desember2) Dalam Repelita I nama sektor adalah Tenaga Kerja dan Penduduk3) Dalam Repelita I nama sektor adalah Pendidikan dan Kebudayaan4) Dalam Repelita I nama sektor adalah Kesejahteraan Sosial5) Tidak termasuk Kesejahteraan Sosial6) Termasuk Kesejahteraan Sosial7) Rp. 16,6 milyar merupakan jumlah realisasi sektor-sektor 5, 12, 14, 15 dan 16

157

Page 77: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

T A B E L I I - 10REALISASI BANTUAN PROYEK, 1968, 1973/74 - 1978/79

( dalam milyar rupiah )

R E P E L I T A IINo. S E K T O R 19681) 1973/74 1974/75 1975/767) 1976/777) 1977/787) 1978/797)

1. Pertanian dan Pengairan 7,5 18,6 26,3 43,0 108,7 145,5 135,22. Industri dan Pertambangan 1,3 28,7 64,1 76,4 137,3 95,4 199,03. Tenaga Listrik 5,5 27,5 38,5 89,7 165,2 163,9 207,84. Perhubungan dan Pariwisata 7,4 28,3 42,2 226,5 303,8 212,9 249,75. Perdagangan dan Koperasi 0,6 0,6 0,1 0,7 1,36. Tenaga kerja dan Transmigrasi2) 0,2 0,6 1,0 9,8 11,67. Pembangunan Regional dan Daerah 0,4 0,4 1,5 7,9 7,98. Agama & Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa9. Pendidikan, Kebudayaan dan Pembinaan Generasi

Muda3) 1,5 7,8 7,3 5,3 29,5 35,310. Kesehatan, Keluarga Berencana dan Kesejahteraan

Sosial 1,0 5) 7,4 6,9 5,9 14,8 21,711. Perumahan Rakyat dan Air Minum4) 0,76) 2 76) 1,1 2,8 2,9 28,1 18,312. Tertib Hukum dan Pembinaan Hukum13. Pertahanan dan Keamanan National _ _ - 50,614. Penerangan dan Komunikasi 0,4 10,1 36,3 3,4 3,815. Pengembangan Ilmu dan Teknologi,

Penelitian dan Statistik 5,86) 0,2 0,4 0,3 2,6 8,5H . Aparatur Negara _ _ - - 3,5

17. Penyertaan Modal Pemerintah 6,7 6,7 7,3 23,1 33,1

J u m l a h 22,4 114,1 195,9 471,4 773,6 737,6 987,3

Catatan Jumlah sektor dalam Repelita I ada 13, sedang dalam Repelita II ada 17 sektor Nama sektor dalam Repelita I tidak seluruhnya soma dengan Repelita II1) Realisasi 1968 berjalan dari Januari sampai dengan Desember2) Dalam Repelita I nama sektor adalah Tenaga Kerja dan Penduduk3) Dalam Repelita I nama sektor adalah Pendidikan dan Kebudayaan

. 4) Dalam Repelita I nama sektor adalah Kesejahteraan Sosial5) Tidak termasuk Kesejahteraan Sosial6) Termasuk Kesejahteraan Sosial7) Termasuk realisasi pinjaman dalam rangka kredit ekspor yang tidak terdapat dalam realisasi

tahun-tahun sebelumnya. Seluruh realisasi ini merupakan perkiraan menurut jadwal kontrak8) Merupakan jumlah realisasi sektor-sektor 5, 6, 7, 14, 15 dan 17

158

Page 78: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

159

Page 79: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

T A B E L I I - 11PENGELUARAN BANTUAN, 1968, 1973/74 - 1978/79

( dalam milyar rupiah )

160

Page 80: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

161

Page 81: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

II — 7 dan II — 8. Pembagian sektor menurut Repelita II tidak sama dengan pembagian menurut Repelita I sehingga untuk tahun 1973/74 beberapa sektor terpaksa digabung. Dalam tahun 1968 belum ada pem-bagian sektor-sektor. Dari tabel-tabel tersebut tampak bahwa semua sektor mendapatkan pembiayaan rupiah tetapi tidak semuanya mendapatkan bantuan proyek oleh karena bantuan proyek lebih banyak diarahkan kepada sektor-sektor yang produktif.

Tabungan Pemerintah bersama-sama dengan nilai lawan bantuan program merupakan dana-dana rupiah yang tersedia bagi pengeluaran pembangunan yang selama Repelita II telah meningkat dengan rata-rata 36,0% setahun yaitu dari Rp 336,8 milyar dalam tahun 1973/74 menjadi Rp 1.568,3 milyar dalam tahun 1978/79 (lihat Tabel II — 9). Secara sektoral pengeluaran pembangunan rupiah di luar bantuan proyek selama Repelita II terutama diarahkan ke sektor-sektor pertanian dan pengairan, sektor pembangunan regional dan daerah, sektor pen-didikan, kebudayaan nasional dan pembinaan generasi muda, perhubungan dan pariwisata dan sektor penyertaan modal Pemerintah. Sek-tor-sektor lainnya walaupun masih merupakan bagian yang kecil dari keseluruhan anggaran rupiah namun jumlah-jumlahnya telah dapat ditingkatkan dengan pesat selama Repelita 11 sesuai dengan kemam- puan yang semakin meningkat.

Bantuan proyek umumnya diterima dari Pemerintah negara- negara asing, badan-badan internasional dan badan-badan asing lainnya dan bersifat pinjaman lunak. Sejak tahun 1975/76 di dalam bantuan ini juga termasuk pinjaman-pinjaman setengah lunak dalam rangka kredit ekspor. Bantuan proyek diberikan dalam bentuk barang, peralatan atau jasa. Oleh karena itu maka di dalam APBN

162

Page 82: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

bantuan proyek dicatat sebagai penerimaan maupun pengeluaran dalam jumlah yang sama yang dinyatakan dalam nilai lawan rupiah. Selama REPELITA II, bantuan proyek umumnya digunakan untuk sektor prasarana yang menunjang produksi dan sektor-sektor lain yang produktif, seperti per-hubungan, listrik, pertanian dan pengairan serta industri dan pertambangan, dengan maksud agar bantuan proyek tersebut dapat langsung meningkatkan kemampuan kita untuk membayar kembali pinjaman tersebut di kemudian hari. (lihat Tabel II – 10 dan Grafik II — 7).

Page 83: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

Secara keseluruhan, alokasi dari pengeluaran pembangunan ter- masuk bantuan proyek dapat diikuti pada Tabel II — 11, Tabel II — 11 A dan Grafik 11 — 8. Dari Tabel II — 11 dan Tabel II — 11 A tampak bahwa sesuai dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara maka sektor-sektor yang mendapatkan prioritas pembiayaan di dalam APBN selama 5 tahun REPELITA II adalah : sektor pertanian dan pengair- an sebesar Rp 1.745,3 milyar, sektor perhubungan dan pariwisata Rp 1.631,8 milyar sektor pembangunan regional dan daerah Rp 1.024,5 milyar, sektor tenaga listrik Rp 919,9 milyar, sektor pe-nyertaan modal Pemerintah Rp 790,0 milyar, dan sektor pendidikan, kebudayaan nasional dan generasi muda Rp 758,1 milyar. Sektor- sektor lainnya walaupun mendapatkan alokasi yang kurang dari Rp 750,0 milyar atau kurang dari 8,2% dari seluruh anggaran pem-bangunan REPELITA II namun perkembangannya dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan yang pesat selama REPELITA II misalnya sektor tenaga kerja dan transmigrasi meningkat dengan rata- rata 216,1% setahun, sektor pertahanan dan keamanan dengan 85,8%, sektor agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan 65,7%, sektor kesehatan, keluarga berencana dan kesejahteraan sosial dengan 56,3%, sektor tertib hukum dan pembinaan hukum dengan 55,5% (rata-rata 4 tahun), sektor perumahan rakyat dan penye -diaan air minum dengan 45,6% setahun dan lain-lain.

Apabila kita bandingkan angka-angka realisasi pengeluaran pem-bangunan selama periode REPELITA II dengan perkiraan REPE- LITA II maka jumlah realisasi pengeluaran pembangunan selama 5 tahun tersebut ternyata melampaui perkiraan REPELITA II dengan sekitar 73,9%. Alokasi untuk masing-masing sektor juga semuanya melampaui perkiraan semula di dalam REPELITA II kecuali sektor perdagangan dan koperasi (lihat Tabel II — 11A). Hal ini disebabkan oleh karena didalam pelaksanaan Repelita II, pembiayaan sektor perdagangan dan koperasi lebih banyak diandalkan pada sektor per -bankan dimana posisi kredit yang disalurkan ke sektor perdagangan dan koperasi pada akhir Maret 1979 mencapai jumlah sekitar Rp 1.146,8 milyar,

Memang selama REPELITA II telah terjadi kenaikan harga - ha r ga yang l e b ih be sa r da r ipada kena ika n ha rga menuru t pe r -

163

Page 84: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

T A B E L I I - 1 1 A

P E N G E L U A R A N P E M B A N G U N A N ¹ ) M E N U R U T R E P E L I T A I I

D A N R E A L I S A S I 1 9 7 4 / 7 5 -` 1978179

( d a l a m m i l y a r r u p i a h )

164

Page 85: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa

kiraan REPELITA II. Namun apabila keseluruhan angka-angka tersebut di hitung kembali berdasarkan harga yang sama misalnya dalam harga-harga konstan tahun 1973/74 maka tampak bahwa jumlah realisasi pengeluaran pembangunan baik secara total maupun sektoral, umumnya masih melampaui perkiraan REPELITA II. Hal ini terjadi sesuai dengan kemampuan yang semakin meningkat melalui hasil-hasil pembangunan serta tuntutan yang semakin tinggi pula untuk meningkatkan laju pembangunan.

165

Page 86: KEUANGAN NEGARA · Web viewDi samping itu pengetrapan tarif marginal juga terus disesuaikan. Apabila dalam tahun 1978 tarif marginal 50% sudah harus dikenakan pada pendapatan sisa