keperawatan anak hisprung.doc
-
Upload
niezar-j-za -
Category
Documents
-
view
15 -
download
1
Transcript of keperawatan anak hisprung.doc
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hisprung merupakan penyakit yang tidak adanya sel-sel ganglion
dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini
menimbulkan keabnormalan dan tidak adanya peristaltik serta tidak
adanya evakuasi usus spontan (Mariunani, 2009).
Beberapa kelainan baru ditemukan pada anak mulai tumbuh, yaitu
sekitar 7,5% terdiagnosis ketika anak berusia 5 tahun, tetapi kebanyakan
bersifat ringan. Kebanyakan bayi yang lahir dengan kelainan bawaan
memiliki orangtua yang jelas-jelas tidak memiliki gangguan kesehatan
maupun faktor resiko. Seorang wanita hamil yang telah mengikuti nasehat
dokternya agar kelak melahirkan bayi yang sehat, mungkin saja nanti
melahirkan bayi yang memiliki kelainan bawaan. Sebanyak 60% kasus
kelainan bawaan penyebabnya tidak diketahui sisanya disebabkan oleh
faktor lingkungan atau genetic atau kombinasi dari keduanya. Kelainan
struktur atau kelainan metabolisme terjadi akibat : hilangnya bagian tubuh
tertentu, kelainan pembentukan bagian tubuh tertentu, serta kelainan
bawaan pada kimia tubuh. Kelainan struktur tubuh yang paling sering
ditemukan adalah kelainan jantung, yang di ikuti oleh spina bifida dan
hipospadia (Muslhatun, 2010).
Penyakit hisprung terjadi pada 1/5000 kelhiran hidup. Insidensi
hisprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1
diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200
juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun
akan lahir 1400 bayi dengan penyakit hisprung.
Insidens keseluruhan dari penyakit hisprung 1:5000 kelhiran hidup,
laki-laki lebih banyak diserang dibandingkan perempuan (4:1). Biasanya,
penyakit hisprung terjadi pada bayi aterm dan jarang pada bayi premature.
1
Penyakit ini mungkin disertai dengan cacat bawaan dan termasuk sindrom
down, sindrom waardenburg serta kelainan kardivaskuler.
Selain pada anak, penyakit ini ditemukan tanda dan gejala yaitu
adanya kegagalan mengeluarkan meconium dalam waktu 24-48 jam
setelah lahir, muntah berwarna hijau dan konstipasi faktor penyebab
penyakit hisprung diduga dapat terjadi karena factor genetik dan faktor
lingkungan.
Oleh karena itu, penyakit hisprung sudah dapat dideteksi melalui
pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaaan radiologi, barium,
enema, rectal, manometri anorektal dan melalui penatalaksaan dan
teraupetik yaitu pembedahan dan colostomy (Munahasrini,2012).
1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa/I dapat memahami tentang penyakit hisprung.
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah mempelajari makalah ini diharapkan mahasiswa/I :
1. Untuk mengidentifikasi defenisi penyakit hisprung
2. Untuk mengidentifikasi penyebab penyakit hisprung
3. Untuk mengidentifikasi tanda dan gejala penyakit hisprung
4. Untuk mengidentifikasi klasifikasi penyakit hisprung
5. Untuk mengidentifikasipenatalaksaan penyakit hisprung
6. Untuk mengidentifikasi asuhan keperawatan penyakit hisprung
1.3. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan tugas ini terdiri dari dari 4 BAB dengan
sistematika sebagai berikut :
BAB 1 : PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
BAB 2 : TINJAUAN TEORITIS
Berisi tentang teoritis tentang penyakit hisprung
BAB 3 : ASUHAN KEPERAWATAN
2
Berisi tentang intervensi dan rasionalisasi penyakit hisprung
BAB 4 : KESIMPULAN DAN SARAN
Penutup terdiri dari kesimpulan dari jawaban dari tujuan dan
saran yang merupakan tanggapan dari masalah.
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Defenisi
Hisprung adalah anomali congenital yang mengakibatkan obstruksi
mekanik karena ketidakadekuatan motilitas sebagian dari usus. (Donna L
Wong, 2004 ; 507).
Hisprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan fase usus
tersering pada neonates, kebanyakan terjadi pada bayi atern dengan berat lahir
> 3 kg.
( Mansjoer Arif, 2000 ; 380 ).
Hisprung adalah suatu gangguan perkembangan dari sistem saraf
enterik dengan karakteristik tidak adanya sel-sel ganglion (tidak adanya
fleksus mienterik) pada bagian distal kolon dan kolon tidak bisa mengembang
dengan memberikan manifestasi perubahan struktur dari kolon (Arif
Muttaqin,2011).
B. Etiologi
o Sering terjadi pada anak dengan down syndrome
o Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal
eksistensi kraniokaudal pada nyenterik dan submukosa dinding
plexus.
o Dilatasi Kolon
C. Anatomi Fisiologi
Saluran gastrointestinal adalah jalur yang berjalan dari mulut melalui
esofagus lambung dan usus sampai anus. Usus terdiri dari usus halus dan usus
besar. Usus halus terdiri dari 3 kolon bagian anatomik ;bagian atas
(duodenum), bagian tengah (yuyenum), bagian bawah (illeum). Usus besar
terdiri dari segmen asenden pada sisi kanan abdomen , segmen transulisum
yang menunjang dari abdomen atas dan kiri dan segmen desenden pada sisi
4
kiri abdomen bagian ujung dan usus besar terdiri dari 2 bagian kolon sigmoid
dan rektum. Rektum berlanjut pada anus. Jalan keluar anal diatur jaringan alat
tolek yang membentuk hinglum intermal dan eksternal.
D. Pathofisiologi
5
E. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang terkena Hisprung dapat dibedakan
menjadi 2 type yaitu :
Hisprung segmen pendek
Segmen aganglionik mulai dari anus sampai sigmoid merupakan 70% dari
kasus hisprung lebih sering ditemukan pada anak laki- laki dari pada
perempuan.
Hisprung segmen panjang
Kelainan ini dapat melebihi sigmoid bahwa dapat mengenai seluruh kolon
/usus halus. Ditemukan sama banyak pada anak lelaki maupun perempuan.
F. Manifestasi Klinis
– Kegagalan lewatnya mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan
– Konstipasi kronik mulai bulan pertama kehidupan dengan terlihat
tinja seperti pita.
– Obstruksi usus dalam periode neonatal.
– Nyeri abdomen dan distensi
(Arif Muttaqin, 2011).
– Serabut saraf menebal
– Serabut otot hipertropi
– Trias gejala :
Mekonium terlambat keluar (lebih dari 24 jam)
Perut kembung
Muntah berwarna hijau
( Ilmu Kesehatan anak. 1985 ; 205 )
G. Komplikasi
– Enterokilitis
– Abses perikolon
– Perforasi
6
– Septikimia
– Pneumatosis usus
( Arif Mansjoer ,2000 ; 381)
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemerikasaan colok dubur
Pada penderita Hisprung, pemeriksaan colok dubur anus sangat
penting untuk dilakukan. Saat pemeriksaan ini, jari akan merasakan jepitan
karena lumen rectum yang sempit, pada saat ditarik akan diikuti dengan
keluarnya udara dan meconium (feses) yang menyemprot.
b. Pemeriksaan lain
• Foto polos abdomen tegak akan memperlihatkan usus-usus melebar
atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah
• Pemeriksaan radiologi akan memperlihatkan kelainan pada kolon
setelah enema barium.Radiografi biasa akan memperlihatkan dilatasi
dari kolon di atas segmen aganglionik
• Biopsi rectal dilakukan dengan anestesi umum,hal ini melibatkan
diperolehnya sampel lapisan otot rectum untuk pemeriksaan adanya sel
ganglion dari pleksus Aurbach (biopsi) yang lebih superficial untuk
memperoleh mukosa dan submukosa bagi pemeriksaan pleksus
meissner.
• Manometri anorektal merupakan uji dengan suatu balon yang
ditempatkan dalam rectum dan dikembangkan. Secara normal,
dikembangkannya balon akan menghambat sfingter ani internal. Efek
inhibisi pada penyakit hirsprung tidak ada dan jika balon berada dalam
usus aganglionik,dapat diidentifikasi gelombang rektal yang abnormal.
Uji ini efektif dilakukan pada masa neonatus karena dapat diperoleh
hasil lebih baik positif palsu ataupun negatif palsu.
7
I. Penatalaksanaan
Menurut Yudha (2010), penatalaksaan hisprung ada dua cara,yaitu:
pembedahan dan konservatif.
a) Pembedahan
Pembedahan pada mega kolon atau penyakit hisprung dilakukan dalam dua
tahap.Mula-mula dilakukan kolostomy loop atau double barrel sehingga tonus
dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembali
normal (memerlukan waktu kira-kira 3-4 bulan).
Tiga peosedur dalam pembedahan di antaranya:
1. Prosedur Duhamel
Dengan cara penarikan colon normal ke arah bawah dan
menganastomosiskannya di belakang usus aganglionik, membuat di dinding
ganda yaitu selubung aganglionik dan bagian posterior colon normal yang
telah ditarik.
2. Prosedur Swenson
Membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosisikan end to
end pada colon yang berganglion dengan saluran anal yang dilatasi dan
pemotongan sfingter dilakukan pada bagian posterior.
3. Prosedur Soave
Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen rectum tetap utuh
kemudian colon yang bersyaraf normal ditarik sampai ke anus tempat
dilakukannya anastomis antara colon normal dan jaringan oto rektosigmoid
yang tersisa.
b) Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif melalui
pemasangan sonde lambung serta pipa rectum untuk mengeluarkan
mekonimum dan udara.
8
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian
A. Pengkajian Preoperatif
Pemeriksaan Fisik
1. Abdomen
a) Ukuran lingkaran abdomen
b) Amati adanya distensi abdomen
c) Dengarkan bising usus (4 kuadran)
d) Perkusi abdomen
e) Palpasi abdomen
f) Amati riwayat konstipasi dan diare
Kaji Status Nutrisi
a) Timbang berat badan
b) Amati adanya muntah
c) Kaji kekuatan obat
Tanda-tanda Vital
a) Ukur suhu badan (umumnya terjadi peningkatan)
b) Ukur frekuensi pernafasan (terjadinya takikardi dan dispnea)
c) Ukur tekanan darah
d) Ukur nadi (terjadi takikardi)
B. Pengkajian Pasca Operasi
a. Kaji integritas kulit meliputi tekstur, warna, suhu, kulit
b. Amati tanda-tanda infeksi
c. Amati apakah ada kebocoran anastomisis
d. Amati pola eliminasi
9
B.Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operatif
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
b. Konstipasi berhubungan dengan obstruksi karena aganglion pada usus
c. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
muntah
d.Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena mual.
2.Post Operatif
a. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, diare dan pemasukan terbatas karena mual.
b. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan dan adanya insisi.c. Cemas keluarga berhubungan dengan kurang pengetahuan keluarga
mengenai pengobatan dan perawatan post operasi.
C.Intervensi
Pre Operatif
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil
Intervensi
1 Pola nafas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam pola nafas berangsur efektifNOC : Respiratory Status
Kriteria Hasil :1. - Frekuensi
pernafasan normal
Respiratory Monitoring
1. - Monitor frekuensi, ritme dan kedalaman pernafasan
2. - Catat pergerakan dada, kesimetrisan, penggunaan otot tambahan
3. - Monitor pola nafas seperti, bradipneu, takipneu, hiperventilasi
4. - Auskultasi suara pernafasan
10
2. - Ekspansi dada optimal dan simetris
3. -Bernafas mudah
4.
Oxygen terapy1. - Pertahankan jalan
nafas yang paten
2. -Pertahankan posisi pasien dengan kepala lebih tinggi
3. - Siapkan peralatan oksigenasi
4. - Monitor dan atur aliran oksigen
2 Konstipasi b.d defek persyarafan terhadap aganglion usus
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam konstipasi berangsur teratasiNOC :Bowel Elimination
Kriteria Hasil :1. - Pola eliminasi
dalam batas normal
2. - Warna feses dalam batas normal
3. - Bau feses tidak menyengat
4. - Konstipasi tidak terjadi
Bowel Irigation1. - Tetapkan alasan
tindakan membersihkan saluran pencernaan
2. - Pilih pemberian enema yang tepat
3. - Jelaskan prosedur pada pasien
4. - Monitor efek samping dari tindakan pengobatan
5. - Catat perkembangan baik
6. - Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali
7. - Observasi pengeluaran feces per rektal – bentuk, konsistensi, jumlah
8. - Konsultasikan dengan dokter rencana pembedahan
11
5. - Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik
3 Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam mual muntah dapat teratasi sehingga resiko tidak terjadiNOC :Status Nutrisi
Kriteria Hasil :1. - Berat badan
pasien sesuai umur
2. - Stamina3. Tenaga 4. Kekuatan
menggenggam
5. - Penyembuhan jaringan
6. Daya tahan tubuh
7. - Konjungtiva tidak anemis
8. Pertumbuhan
Management Nutrisi1. - Kaji riwayat makanan
yang biasa dimakan dan kebiasaan makan
2. - Timbang berat badan3. Anjurkan ibu untuk
tetap memberikan asi rutin
4. - Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
Monitoring Nutrisi1. - Monitor turgor kulit
2. - Monitor mual dan muntah
3. - Monitor intake nutrisi4. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan anak
4 Resiko kekurangan
Tujuan : Setelah
NIC :Fluid Management
12
volume cairan b.d muntah dan pemasukan terbatas karena mual
dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam resiko kekurangan cairan dapat diatasiNOC :Fluid bala
Kriteria Hasil :1. - Keseimbangan
intake dan output 24 jam
2. - Berat badan stabil
3. - Mata tidak cekung
4. - Membran mukosa lembab
5. - Kelembaban kulit normal
1. - Timbang popok jika diperlukan
2. - Pertahankan intake dan output yang akurat
3. - Monitor status hidrasi
4. - Monitor vital sign
5. - Kolaborasikan pemberian cairan IV
6. - Dorong masukan oral seperti ASI
Post Operasi
5 Nyeri b.d insisi pembedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 4 x 24 jam nyeri berangsur teratasiNOC :Pain Level
Kriteria Hasil :1. - Mengenali faktor
dan penyebab nyeri
NIC :Pain Management
1. - Kaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi : lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor – faktor presipitasi
2. - Observasi isyarat –
13
2. - Menggunakan metode pencegahan nyeri
3. - Mengenali gejala nyeri
isyarat non verbal dari ketidaknyamanan, khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi secara efektif
3. - Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
4. - Kontrol faktor – faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ex : temperatur ruangan , penyinaran).
5. - Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (misalnya : relaksasi, guided imagery, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas).
Analgetik Administration
1. - Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat.
14
2. - Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
3. - Pilih analgetik yang diperlukan / kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih dari satu.
4. - Tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri.
6 Resiko infeksi b.d insisi luka post operasi dan imunitas menurun
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan resiko infeksi dapat teratasi dan luka sembuh sempurnaNOC :Imune Status
Kriteria Hasil :1. - Pasien bebas dari
gejala infeksi
2. - Mengetahui proses penularan penyakit
3. - Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. - Menunjukan perilaku hidup sehat
NIC :Infection Protection
1. - Monitor tanda gejala infeksi sistemik dan lokal
2. - Monitor kerentanan terhadap infeksi
3. - Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase
4. - Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
5. - Dorong masukan nutrisi yang cukup
6. - Anjurkan banyak istirahat
15
7 Cemas keluarga b.d kurang pengetahuan keluarga mengenai pengobatan dan perawatan luka
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam, kecemasan keluarga berkurang dan termotivasi untuk membentuk perawatan agar cepat sembuh serta dapat merawat di rumah.
Kriteria Hasil :- Keluarga klien mampu mengungkapkan kecemasan
2. - Keluarga klien mengungkapkan keinginan belajar ikut merawat klien
3. - Keluarga klien memahami tujuan pengobatan dan perawatan klien
4. - Keluarga klien mampu melakukan perawatan dirumah.
1. - Bina hubungan saling percaya
2. -Berikan kesempatan keluarga klien untuk mengungkapkan keinginan dan harapan
3. - Pertahankan kondisi senyaman mungkin
4. - Berikan penjelasan mengenai prosedur pengobatan, perawatan
5. - Berikan penjelasan, pelatihan bagaimana perawatan klien dirumah dari perawatan kolostomi, menjaga kebersihan.
16
17