Keperawatan Anak Resiko Tinggi

25
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Bayi baru lahir beresiko tinggi meliputi 0-28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan, karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik- baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan fungsi. Masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomi dan lingkungan kurang baik dalam kandungan. Pada persalinan atau sesudah lahir masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, menejemen persalinan yang tidak tepat dan tidak steril. 1.2 Rumusan Masalah 1

description

Pengertian Keperawatan Anak RESTI

Transcript of Keperawatan Anak Resiko Tinggi

Page 1: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bayi baru lahir beresiko tinggi meliputi 0-28 hari. Kehidupan pada

masa neonatus ini sangat rawan, karena memerlukan penyesuaian

fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini

dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus.

Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada

masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterin

memerlukan berbagai perubahan biokimia dan fungsi. Masalah pada bayi

baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan

penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas,

kelainan anatomi dan lingkungan kurang baik dalam kandungan. Pada

persalinan atau sesudah lahir masalah ini timbul sebagai akibat buruknya

kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, menejemen

persalinan yang tidak tepat dan tidak steril.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu neonatus dengan resiko tinggi?

2. Apa saja kategori neonatus dengan resiko tinggi?

1.3 Tujuan Masalah

1. Mengetahui apa itu neonates dengan resiko tinggi

2. Mengetahui kategori neonates dengan resiko tinggi?

1

Page 2: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Neonatus Dengan Resiko Tinggi

Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0-28 hari. Kehidupan pada

masa neonatus ini sangat rawan, karena memerlukan penyesuaian fisiologik

agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat

dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan

2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus.

Peralihan dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterin memerlukan berbagai

perubahan biokimia dan fungsi.

2.2 Kategori neonatus pada resiko tinggi

Beberapa keadaan bayi baru lahir dengan resiko tinggi:

1.      Sindroma Gawat Napas

Kegawatan pernapasan adalah keadaan kekurangan oksigen yang

terjadi dalam jangka waktu relatif lama sehingga mengaktifkan

metabolism anaerob yang menghasilkan asam laktat. Apabila keadaan

asidosis memburuk dan terjadi penurunan aliran darah ke otak maka akan

terjadi kerusakan otak dan organ lain. Selanjutnya dapat terjadi depresi

pernapasan yang dimanifestasikan dengan apneu yang memanjang dan

bahkan dapat menyebabkan kematian (Yu dan Monintja, 1997).

Kegawatan pernapasan dapat terjadi pada bayi aterm maupun pada

bayi preterm, yaitu bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan berat

lahir rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR yang preterm mempunyai

potensi kegawatan lebih besar karena belum maturnya fungsi organ-organ

tubuh.

Kegawatan pernapasan ini menimbulkan dampak negatif bagi tubuh

bayi berupa terjadinya kekurangan oksigen pada tubuh (hipoksia). Tubuh

2

Page 3: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

bayi akan beradaptasi dengan cara mengaktifkan metabolism anaerob yang

menghasilkan asam laktat.

Apabila hipoksia berlanjut, gerakan akan berhenti, denyut jantung

mulai menurun dan tonus otot neuromuskuler berkurang secara berangsur-

angsur. Pada fase ini akan terjadi apneu primer. Apabila hipoksia

berlanjut, denyut jantung terus menurun, tekanan darah akan semakin

menurun, bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak menunjukkan

upaya pernapasan secara spontan. Pada fase iniakan terjadi apneu sekunder

dan akan terjadi kematian bila tidak segera dilakukan resusitasi dengan

pernapasan buatan (Syaifuddin, 2002).

Secara klinis keadaan apneu primer atau apneu sekunder sulit

dibedakan. Hal ini berarti bahwa dalam menghadapi bayi dengan kondisi

apneu, harus dianggap bahwa bayi mengalami apneu sekunderdan harus

segera dilakukan resusitasi.

Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian

oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen ke

otak, jantung dan alat vital lainnya. Tindakan resusitasi mengikuti tahapan

yang dikenal sebagai ABC Resusitasi yaitu:

A: Airway, mempertahankan saluran napas terbuka melliputi kegiatan

meletakkan bayi dengan posisi sedikit ekstensi, menghisap mulut dan

hidung bayi.

B: Breathing, memberikan napas buatan meliputi kegiatan melakukan

rangsang taktil untuk memulai pernapasan, melakukan ventilasi

tekanan positif dengan sungkup dan balon.

C: Circulation, mempertahankan sirkulasi (peredaran) darah meliputi

kegiatan mempertahankan sirkulasi darah dengan cara kompres dada.

Etiologi

Towel dalam Jumiarni, dkk (1995) menggolongkan penyebab kegagalan

pernapasan pada neonatus yang terdiri dari faktor ibu, faktor plasenta,

faktor janin dan faktor persalinan :

3

Page 4: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

Faktor ibu

Meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari

35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun

penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin

seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus dan lain-lain.

Faktor plasenta

Meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil, plasenta

tipis, plasenta tida menempel pada tempatnya.

Faktor janin atau neonatus

Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher, kompresi tali

pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, prematur, kelainan kongenital

pada neonatus dan lain-lain.

Faktor persalinan

Meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain.

2.      Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya kadar bilirubin dalam darah

lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang mengakibatkan jaundice,

warna kuning yang terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urin, serta

organ lain, sedangkan pada bayi normal kadar bilirubin serum totalnya

5mg%.

Etiologi

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam

keadaan. Penyebab yang tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang

timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim

G6PD. Hemolisis ini dapat timbul karena adanya perdarahan tertutup

(sefal hematoma, perdarahan subaponeoratik) atau inkompatilibitas

golongan darah Rh. Infeksi memegang peranan penting dakam terjadinya

hiperbilirubinemia: keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan

gastroenteritis. Beberapa faktor lain yag juga nmerupakan penyebab

4

Page 5: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

hiperbilirubinemia adalah hipoksia atau anoksia, dehidrasi dan asidosis,

hipoglikemia dan polisitemia.

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat

penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan.

Halini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit,

polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin atau bayi, meningkatnya

bilirubin dari sumber lain atau terdapatnya peningkatan sirkulasi

enterohepatik.

Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin

adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim

glukoronil transferase) atau bayi yang menderita gangguan eksresi,

misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra

atau ekstra hepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin iniakan bersifat toksit dan merusak

jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek

yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini

memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak ini disebut

kernikterus atau ensefalopati biliaris.

Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila

pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat badan lahir rendah, hipoksia,

hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi

karena trauma atau infeksi.

Klasifikasi

1.    Ikterus fisiologis

Ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga serta tidak

mempunyai dasar patologis dan tidak ada kemungkinan menjadi

kernikterus. Ikterus akan menghilang dengan sendirinya pada minggu

pertama kelahiran bayi atau pada hari ke 10.

5

Page 6: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

Bayi dapat diklasifikasikan pada ikterus fisiologis jika:

a.    Iktrus timbul pada hari kedua dan ketiga

b.    Kadar bilirubin indirek tidak melebihi dari 10 mg% pada bayi cukup

bulan dan 12,5 mg% pada bayi kurang bulan

c.    Peningkatan kecepatan kadar bilirubin idak melebihi 5 mg% per hari

d.   Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 1 mg%

e.    Tidak berhubungan pada keadaan patologis

2.    Ikterus patologis

Bayi dapat diklasifikasikan pada ikterus patologis jika:

a.    Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama setelah kelahiran

b.    Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada bayi cukup bulan atau 12,5

mg% pada bayi kurang bulan

c.    Peningkatan kadar bilirubin lebih dari 5 mg% per hari. Ikterus

menetap setelah dua minggu pertama

d.   Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%

e.    Berkaitan dengan proses hemolitik

Penatalaksanaan

Hiperbilirubinemia ringan tidak memerlukan pengobatan. Bayi

dianjurkan untuk lebih banyak menyusu sehingga mempercepat

pembuangan isi usus dan dapat mengurangi penyerapan kembali bilirubin

dari usus sehingga menurunkan kadar bilirubin dalam darah. Jika kadar

bilirubin sangat tinggi dianjurkan dengan terapi tukar yaitu darah bayi

ditukar dengan darah segar untuk membuang bilirubin dalam darah bayi

pada darah sebelumnya.

3.      Hipotermia dan hipertermia

a)      Hipotermia

Suhu normal pada neonatus berkisar antara 360C-37,500C pada suhu

ketiak. Gejala awal hipotermia apabila suhu <360C atau kedua kaki dan

tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi

6

Page 7: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C - <360C). Disebut

hipotermia berat bila suhu tubuh <320C. Untuk mengukur suhu tubuh

pada hipotermia diperlukan thermometer ukuran rendah (low reading

thermometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia

dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.

Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah

meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik

asidosis sebagai konsekuensi glikolisis dengan akibat hipoglikemia.

Hilangnya kalori tampakdengan turunnya berat badan yang dapat

ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.

  Etiologi dan faktor presipitasi

Prematuritas, asfiksia, sepsis, kondisi neurologil seperti meningitis dan

perdarahan cerebral, pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran,

eksposure suhu lingkungan yang dingin.

  Tanda-tanda klinis hipotermia:

a.       Hipotermia sedang

Kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah,

kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.

b.      Hipotermia berat

Sama dengan hipotermia sedang, ditambah dengan pernapasan lambat

dan tidak teratur, bunyi jantung lambat, kadang timbul asidosis

metabolic

c.       Stadium lanjut hipotermia

Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh

lainnya pucat, kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada

punggung, kaki dan tangan (sklerema)

7

Page 8: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

d.      Penanganan

Penanganan hipotermia ditujukan untuk:

         Mencegah hipotermia

         Mengenal bayi dengan hipotermia

         Mengenal resiko hipotermia

         Tindakan pada hipoermia

b)      Hipertermia

Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan dekat dengan sumber panas, dalam

ruangan yang udaranya panas, terlalu banyak pakai dan selimut.

Gejala hipertermia pada bayi baru lahir:

Suhu tubuh bayi >37,50C frekuensi panas bayi lebih 60 kali permenit

terdapatnya tanda-tanda dehidrasi seperti berat badan menurun, tugor kulit

kurang, jumlah urin berkurang

4.      Asfiksia Neonatorum

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas

secara spontan dan teratur dalam 1 menit setelah lahir.

  Etiologi

a.    Faktor ibu

Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan ibu dengan komplikasi, seperti

diabetes mellitus, preeklamsia berat, eritroblastosis fetalis, kelahiran

kurang bulan.

b.    Faktor janin

Faktor yang terdapat pada janin atau bayi seperti adanya gangguan aliran

ke tali pusat yang menumbung atau tali pusat melilit leher.

Terjadinya depresi pernapasan pada bayi karena obat atau analgetik

yang diberikan pada ibu

Adanya gangguan tumbuh kembang intrauterin dan kelainan bawaan

(aplasia paru, atresia saluran nafas)

8

Page 9: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

Asfiksia neonatus akan terjadi apabila saat lahir mengalami gangguan

pertukaran gas dan transport O2 sehingga bayi kekurangan persediaan O2 dan

kesulitan pengeluaran CO2

Pada bayi dengan asfiksia bisa terjadi sindrom gangguan napas. Aspirasi

mekonium, infeksi dan kejang merupakan komplikasi yang sering terjadi pasca

asfiksia. Pada bayi dengan asfiksia dapat pula ditemukan komplikasi lain yaitu

gangguan fungsi jantung, renjatan neonatus, gangguan fungsi ginjal, lebih

merupakan indikator maturitas tumbuh kembang bayi.

Akibat yang mungkin muncul pada bayi asfiksia secara keseluruhan

mengalami kematian 10-20%, sedangkan 20-45% dari yang hidup mengalami

kelainan neurologi, kira-kira 60%-nya dengan gejala sisa berat. Sisa normal.

Gejala sisa neurologik berupa cerebral palsy, mental retardasi, epilepsi,

microceflus, hidrocefalus dan lain-lain.

Penatalaksaan

Resusitasi dengan langkah mengikuti ABC yaitu:

A: pertahankan perjalanan napas bebas, jika perlu dengan intubasi endotrakeal.

B: bangkitkan napas spontan dengan stimulasi taksil dan tekanan positif

menggunakan ambu bag and mask atau lewat pipa endotrakeal

C: pertahankan sirkulasi jika perlu dengan konpresi dada dan obat-obatan

Pada asfiksia ringan, berikan bantuan napas dengan oksigen 100% melalui bag

and mask selama 15-30 detik.

Pada asfiksia berat dapat terjadi syok kardiogenik. Pada keadaan ini diberikan

dopamin per infus 5-20 mg/KgBB/mnt.

Bila terdapat riwayat pemberian analgesik narkotik pada ibu hamil berika

narcan 0,1 mg/KgBB dapat diberikan secara subkutan intramuskular, intravena

atau melalui pipa endotrakeal.

9

Page 10: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

Pemeriksaan penunjang

Laboratorium biasanya ditemukan penurunan kadar hematokrit dan

peninggian trombosit akibat hiperaktivitas sumsum tulang

Fungsi lumbal untuk menunjukan adanya cairan spinal yang bercampur

darah disertai dengan peninggian jumlah sel darah merah dan protein, serta

penurunan glukosa. Untuk memantau berbagai perubahan yang terjadi

akibat pendarahan.

5. Kejang

Kejang pada neonatus didefinisikan sebagai suatu gangguan terhadap

fungsi neurilogis seperti tingkah laku, motorik, atau fungsi otonom.

Kebanyakan kejang pada BBL timbul selama beberapa hari. Sebagian kecil

dari bayi tersebut akan mengalami kejang lanjutan dalam kehidupan kelak.

Kejang pada neonatus relatif sering dijumpai dengan manifestasi klinis yang

bervariasi. Timbulnya sering merupakan gejala awal dari gangguan neurologi

dan dapat terjadi gangguan pada kognitif dan perkembangan jangka panjang.

Ada banyak penyebab kejang pada neonatus, yaitu:

1. Bayi tidak menangis pada waktu lahir adalah penyebab yang paling

sering. Timbul dalam 24 jam kehidupan pada kebanyakan kasus.

2. Pendarahan otak, dapat timbul sebagai akibat dari kekurangan oksigen

atau trauma pada kepala. Pendarahan subdural yang biasanya diakibatkan

oleh trauma dapat menimbulkan kejang.

3.      Gangguan metabolik.

a.    Kekurangan kadar gula darah (Hipoglikemia), sering timbul dengan

gangguan pertumbuhan daam kandungan dan pada bayi dengan ibu

penderita diabetes melitus (DM). Jangka waktu antara hipoglikemia dan

waktu sebelum pemberian awal pengobatan merupakan waktu

timbulnya kejang.

10

Page 11: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

b.      Kekurangan kalsium (hipokalsemia), sering ditemukan pada bayi berat

badan lahir rendah, bayi dengan ibu penderita DM, bayi asfiksia, bayi

dengan ibu penderitqa hiperparatiroidisme.

c.       Kekurangan natrium (Hiponatremia)

d.      Kelebihan natrium (Hipernatremia), biasanya timbul bersamaan dengan

dehidrasi atau pemakaian bikarbonat berlebihan.

e.       Kelainan metabolik lain seperti:

         Ketergantungan piridoksin mengakibatkan kejang yang resistan

terhadap antikonvulsan. Bayi dengan kelainan ini mengalami kejang

intrauterin dan lahir dengan meconium staining.

         Gangguan asam amino

Kejang pada bayi dngan gangguan asam amino sering disertai dengan

manivestasi neurologi. Hyperamonemia dan asidosis sering timbul

pada gangguan asam amino.

4.      Infeksi sekunder akibat bakteri atau nonbakteri dapat timbul pada bayi

dalam kandungan, selama persalinan, atau pada periode perinatal.

a.       Infeksi bakteri

Meningitis akibat infksi group B streptococus, escherechcoli, atau

listeria monocytogenes sering menyertai kejang selama minggu

pertama kehidupan

b.      Infeksi non bakterial

Penyebab non bakterial seperti toxoplasmosis dan infeksi oleh herpes

simpleks, cytomegalovirus dan rubella dapat menyebabkan infeksi

intrakranial dan kejang.

Penatalaksanaan:

Bayi yang mengalami kejang dapat dilakukan tindakan diantaranya:

1.      Memasukkan tong spatel atau sudip lidah yang telah dibungkus

dengan kassa steril pada saat bayi kejang agar jalan napas tidak

tertutup oleh lidah

2.      Mengurangi rangsangan pada bayi seperti cahaya

11

Page 12: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

3.      Memberikan pengobatan anti kunvulsan

4.      Untuk menghindari infeksi dapat diberikan antibiotik serta perawatan

tali pusat dengan menggunakan teknik septik

6. Kelainan atau cacat bawaan

a.     Labioskizis

Labioskizis adalah suatu kelainan bawaan terdapatnya celah pada bibir atau

ketidaksempurnaan penyambungan bibir selama masa perkembangan janin

dimasa kehamilan.

Faktor penyebab:

1)     Faktor herediter

Faktor ini menyangkut dengan mutasi gen, kelainan kromosom pada

saat pembentukan bibir dalam masa kehamilan pada saat embrio,

biasanya terjadi pada trimester I kehamilan. Resiko lebih tinggi pada

bayi yang memiliki saudara kandung atau orang tua yang mengalami

kelainan ini, dapat diturunkan baik melewati ayah maupun ibu.

2)      Faktor lingkungan

Faktor ini berkaitan dengan usia ibu, ibu mengkonsumsi obat-obatan

pada saat kehamilan seperti fenstitin, flufenamat, nutrisi ibu yang jelek

pada saat kehamilan, infeksi oleh virus rubella pada saat kehamilan,

terpapar radiasi, strees emosional yang tinggi, trauma pada trimester I

kehamilan serta pada ibu yang mengalami hyperemesis gravidarum

berat.

Penanganan:

Pada bayi dengan kelainan bawaan bibir sumbing harus menjalani

operasi. Operasi dapat dilakukan jika telah memenuhi syarat, yaitu berat

badan bayi lebih dari 5 kg, haemoglobin lebih dari 10 gr% serta umur

harus lebih dari 10 minggu atau 3 bulan. Penanganan bayi dengan bibir

sumbing melibatkan banyak multi disiplin ilmu dan tenaga ahli

diantaranya ahli bedah plasik, ahli THT, dokter gigi untuk memantau

kelainan pertumbuhan gigi, terapi untuk memanau perkembangan

12

Page 13: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

berbicara anak, psikolog untuk mengatasi masalah psikologi anak terutama

menyangkut rasa rendah diri pada anak.

Bayi yang mengalami bibir sumbing akan mengalami gangguan

fungsi berupa kesulitan menghisap ASI, terutama jika kelainan mencapai

langi-langi mulut. Jika keadaan demikian penanganan dalam memenuhi

kebutuhan ASI ibu dapat dilakukan dengan memompa ASI terlebih

dahulu, kemudian diberikan dengan sendok atau dengan botol berlubang

pada bayi dengan posisi tubuhnya ditegakkan serta menempel pada dada

ibu.

b.    Labiopalatoskizis

Labiopalatoskizis adalah suatu kelainan bawaan terdapatnya celah bibir

serta pada garis tengah palato atau ketidaksempurnaan penyambungan bibir

sampai ke langit-langit selama masa perkembangan janin dimasa kehamilan.

Faktor penyebab:

Faktor penyebab hampir sama dengan labiokizis yaiu terjadinya kegagalan

pada fase embrio dimasa kehamilan. Faktor hereditas (mutasi gen dan

kromosom) serta faktor lingkungan.

Penanganan:

Bayi akan menjalani operasi setelah memenuhi persyaratan yang sama

dengan labioskizis, serta melibatkan banyak atau multi disiplin ilmu.

Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan atau 5 tahun, atau

dapat juga dilakukan pada usia 6 bulan dan 2 tahun tergantung pada

derajat kecacatan awal.

13

Page 14: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

7. Hydrocephalus

Hydrocephalus adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan

bertambahnya cairan serebro spinal (CSS) dengan atau penuh tekanan

intrakranial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan tempat

mengalirnya cairan serebro spinal tersebut. (IKA FKUI, 1985)

Klasifikasi:

a.       Hydrocephalus yang didapat secara kongenital

Merupakan hydrocephalus yang diderita bayi sejak bayi dilahirkan.

Keadaan ini mengakibatkan otak bayi terbentuk kecil pada saat lahir

karena desakan oleh banyaknya cairan didalam kepala bayi yang

mengakibatkan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel

otak bayi menjadi terganggu.

b.      Hydrocephalus yang didapat setelah bayi lahir

Merupakan hydrocephalus yang didapat oleh bayi setelah lahir yang

disebabkan oleh penyaki-penyakit tertentu seperti TBC yang menyerang

otak. Pada hydrocephalus yang didapat setelah lahir, pembentukan otak

telah sempurna, tetapi kemudian terjadi tekanan intrakranial sehingga

pertumbuhan dan perkembangan otak terganggu.

Penanganan:

1)      Non pembedahan

Pemberian asetazolamida dan isosorbide atau furasemid untuk mengurangi

cairan serebro spinal.

2)      Pembedahan

Pengangkatan yang menyebabkan obstruksi seperti neoplasma,

kistahematoma. Sebagian besar bayi dengan hydrocephalus memerlukan

pemasangan shunt. Pemasangan shunt yang bertujuan untuk mengalirkan

cairan serebro spinal yang berlebihan dari ventikel ke ruang ekstra kranial,

misal ke rongga peritonium, atrium kanan dan rongga pleura.

14

Page 15: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

8. Berat badan lahir rendah (BBLR)

a. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500

gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang

ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir .

Penyebab:

Bayi berat badan lahir rendah terjadi karena adanya gangguan

pertumbuhan bayi sewaktu dalam kandungan yang disebabkan oleh

penyakit ibu, seperti adanya kelainan plasenta, infeksi hypertensi dan

keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan suplai makan ke bayi jadi

berkurang. Gizi kurang saat hamil dapat menyebabkan keguguran, lahir

cacat bawaan, anemia pada bayi, gaya hidup seperti mengonsumsi obat-

obatan, alcohol yang dapat mengakibatkan keguguran dan bayi lahir

premature.

Bayi berat baadan lahir rendah penatalaksanaannya terbagi atas:

Prematuritas murni

Adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu,

berat badan kurang dari 2500gr, panjang badan kurang dari 45cm,

lingkar kepala kurang dari 33cm, lingkar dada kurang dari 33cm,

masa gestasi kurang dari 37 minggu, kulit tipis dan transparan,

kepala lebih besar dari badan, lanugo terutama pada dahi, pelipis,

telinga dan lengan, pernapasan belum teratur dan sering mengalami

apnea dan tangisan lemah

Dismaturnitas

Adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari berat badan

seharusnya, kulit kering, keriput, tipis, tali pusat berwarna kuning

kehijauan

15

Page 16: Keperawatan Anak Resiko Tinggi

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0-28 hari. Kehidupan pada

masa neonatus ini sangat rawan, karena memerlukan penyesuaian fisiologik

agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat

dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus.

Beberapa keadaan neonatus dengan resiko tinggi:

1.      sindroma gawat napas

2.      Hyperbilirubinemia

3.      Hypotermia dan hypertermia

4.      Asfiksia

5.      Kejang

6.      Kelainan atau cacat bawaan

7.      Labioskizis dan labiopalatoskizis

8.      Hydrocephalus

9.      Berat badan lahir rendah (BBLR)

3.2 Saran

Diharapkan pembaca dapat memperoleh manfaat dari makalah yang kami

sajikan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca unuk

perbaikan makalah kami berikutnya.

16