Kel.4

109
LAPORAN DISKUSI PBL BLOK 14: KELAINAN PADA ABDOMEN MODUL 1: DISPEPSIA Tutor: dr. Riris Choiru, M.Kes. 1 Disusun oleh : Kelompok IV Rahimatul Yasiro Isti Sundari Ery Irawan Candra Ramadhanny Dhiya Husna Izzati Yunita Dewi Puspita Destina Ribkah

description

jjj

Transcript of Kel.4

Page 1: Kel.4

LAPORAN DISKUSI PBL

BLOK 14: KELAINAN PADA ABDOMEN

MODUL 1: DISPEPSIA

Tutor: dr. Riris Choiru, M.Kes.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MULAWARMAN

2009

1

Disusun oleh : Kelompok IV

Rahimatul Yasiro

Isti Sundari

Ery Irawan

Candra Ramadhanny

Dhiya Husna Izzati

Yunita

Dewi Puspita

Destina Ribkah

Page 2: Kel.4

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaykum warohmatullohi wabarokatuh,

Puji dan syukur kami panjatkan hanya kepada Allah Subhanallohu wa Ta’ala

karena atas taufik dan hidayah-Nya lah laporan diskusi PBL Modul 1 Blok 14 kali ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini berisi pembahasan diskusi Seven Jumps

berdasarkan skenario modul 1 dengan topik Dyspepsia.

Dalam proses penyusunan laporan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. Riris Choiru, M. Kes. selaku tutor kelompok IV yang telah membimbing

kami dalam melaksanakan diskusi kelompok kecil di Blok 14 Modul 1

mengenai Dyspepsia.

2. Dosen-dosen yang telah mengajarkan materi perkuliahan kepada kami

sehingga dapat membantu dalam penyelesaian laporan hasil diskusi kelompok

kecil ini.

3. Teman-teman kelompok IV yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya

sehingga diskusi kelompok kecil (dkk) 1 dan 2 dapat berjalan dengan baik dan

dapat menyelesaikan laporan hasil diskusi kelompok kecil (dkk) ini.

4. Teman-teman Fakultas Kedokteran Umum Universitas Mulawarman

angkatan 2007 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu

persatu.

Sebagai penyusun kami mengharapkan agar laporan ini dapat berguna baik bagi

penyusun maupun bagi para pembaca di kemudian hari. Kesempurnaan hanyalah milik

Allah, oleh karena itu penyusun mengharapkan kritik dan saran baik dalam pembuatan

laporan hasil diskusi kelompok kecil (dkk) ini maupun dalam kegiatan perkuliahan PBL

lainnya, sehingga kekurangan-kekurangan yang ada dapat segera diperbaiki demi kemajuan

Fakultas Kedokteran UNMUL pada umumnya dan angkatan PBL 2007 pada khususnya.

Wassalamu’alaykum warohmatullohi wabarokatuh.

Samarinda, 23 Oktober 2009

2

Page 3: Kel.4

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………..………………….…….……..……. 1

KATA PENGANTAR……………………………………….……………...…..2

DAFTAR ISI….……………………………………………….….…………......3

BAB I: PENDAHULUAN

Latar Belakang…………………………………………………….………….....4

Manfaat………………………………………………….………….…………...4

BAB II: ISI

Step 1 ……………………………………………….….……………………….5

Step 2………………………………………………….….……………………..5

Step 3………………………………………………….………………………...5

Step 4………………………………………………….………………………...7

Step 5………………………………………………….………………………...8

Step 6………………………………………………….………………………...8

Step 7………………………………………………….………………………...8

BAB III: PENUTUP

Kesimpulan dan Saran..........……...……………………...........…….................71

DAFTAR PUSTAKA..…………………………………………...…………….72

3

Page 4: Kel.4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom atau kumpulan

gejala / keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual,

muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut terasa penuh / begah (Djojoningrat, 2006).

Empat puluh sampai 70% dari seluruh keluhan gastro-intestinal yang menyebabkan pasien

berobat ke dokter adalah dyspepsia (Talley dan Holtmann, 2003). Pada tahun 1995, lebih

dari 1.3 milyar US Dolar dikeluarkan oleh Amerika Serikat untuk pengobatan dispepsia

dan jumlah tersebut belum termasuk biaya pengobatan apabila terjadi ulkus peptikum (Mc

Quaid, 2002).

Dispepsia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu sindom yang harus

dicari penyebabnya. Berbagai etiologi dispepsia termasuk kelainan struktur (ulkus

peptikum, gastritis, dan lain-lain) maupun kelainan sistemik-metabolik telah diketahui

memiliki peran dalam menyebabkan dispepsia. Namun sekitar 60% dari etiologi dispepsia

tidak dapat diketahui dengan alat diagnostik (tidak ditemukan adanya kelainan patologi)

sehingga digolongkan sebagai dispepsia fungsional (Talley dan Holtmann, 2003).

B. Manfaat

Manfaat dari modul ini yaitu untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan

dispepsia dan penyakit-penyakit yang menyebabkan dispepsia.

Kompetensi yang ingin dicapai mulai dari definisi, etiologi, faktor resiko,

manifestasi klinis, patofisiologi, diagnosa, komplikasi, diagnosa banding serta

penatalaksanaan dari penyakit-penyakit yang menyebabkan dispepsia dan secara khusus

akan dibahas pada diskusi PBL Modul 1 ini.

4

Page 5: Kel.4

BAB II

ISI

A. Step 1: Terminologi Asing

1. Dispepsia

Berasal dari bahasa Yunani, dys- berarti gangguan atau kelainan, sedangkan -peptien

berarti pencernaan. Rasa tidak enak (tidak nyaman) pada abdomen bagian atas

(epigastrium) dapat berupa mual, nyeri, rasa penuh, dan kembung yang dapat

disebabkan oleh kelainan tractus gastro-intestinal (GIT) maupun ekstra-GIT.

2. Epigastrium

Daerah kuadran tengah atas pada abdomen, anguler infrasternal.

3. Heart Burn

Sensasi nyeri pada esophagus seperti perasaan terbakar pada epigastrium, dapat

menjalar ke arah leher, dapat disebabkan karena inkompetensi sfingter bawah

esophagus.

B. Step 2: Identifikasi Masalah

1. Mengapa wanita tersebut mengalami nyeri di epigastrium dan perutnya terasa penuh?

2. Mengapa dia merasakan dadanya seperti terbakar?

3. Apa saja kemungkinan penyebab nyeri yang dialami oleh wanita tersebut?

4. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit yang dialami wanita tersebut?

5. Bagaimana penatalaksanaan penyakit yang dialami wanita tersebut?

C. Step 3: Curah Pendapat

Pada proyeksi epigastrium terdapat lambung yang terus mensekresi asam. Sekresi

asam oleh lambung dipengaruhi oleh berbagai faktor di antaranya faktor lokal, humoral,

dan system saraf. Sekresi asam lambung juga dipengaruhi oleh aktivitas inflammasi yang

terjadi akibat infeksi bakteri dan hipersensitivitas mukosa.

5

Page 6: Kel.4

Makanan yang diproses menjadi bolus di rongga mulut akan mengalami proses

menelan melewati esophagus. Esofagus memiliki sfingter atas dan sfingter bawah yang

ketika istirahat dalam keadaan menutup. Sfingter bawah esophagus (sfingter cardia) akan

terbuka jika bolus yang dihantarkan melalui gerak peristaltic mencapai akhir esophagus.

Hal tersebut normal terjadi sebagai mekanisme fisiologis pencernaan manusia. Pada

keadaan patologis sfingter cardia dapat terbuka meskipun dalam keadaan tonus istirahat.

Hal tersebut di antaranya disebabkan oleh sfingter cardia yang inkompeten, peningkatan

asam di lambung yang abnormal, dan adanya pengaruh vagal.

Perut yang terasa penuh dapat menggambarkan adanya kelainan pada saluran

pencernaan seperti hipomotilitas, gangguan sekresi, maupun tejadinya aerophagi meskipun

hal ini jarang. Makanan yang tidak terakomodasi dengan baik akibat delayed gastric

empying juga dapat menyebabkan perasaan penuh tersebut.

Dispepsia dapat disebabkan karena dismotilitas, gangguan sekresi lambung, infeksi

Helicobacter pylori maupun faktor psikologis. Heart burn dapat terjadi karena makanan

yang sudah bercampur asam dari lambung naik ke esofagus (refluks) sehingga mengiritasi

mukosa esophagus yang tidak memiliki barrier seperti lambung. Iritasi tersebut

merangsang reseptor nyeri sehingga terjadilah sensasi heart burn. Refluks esophageal

normal dapat terjadi pada anak berusia kurang dari 1 tahun.

Dispepsia dapat disebabkan karena kelainan GIT maupun kelainan di luar GIT.

Kemungkinan penyebab dyspepsia diantaranya adalah:

1. Ulkus peptikum

2. Gastro-esophageal reflux

3. Keganasan

4. Dispepsia fungsional

5. Gastritis

6. Obat-obatan

7. Sistem hepatobilier

8. Pankreatitis

9. Gagal ginjal

Dispepsia yang disebabkan oleh ulkus memiliki gambaran klinis yang berbeda

dengan dispepsia yang disebabkan oleh dismotilitas. Nyeri yang terlokalisir, hilang dengan

pemberian antacid dan bersifat episodik adalah dominan pada dispepsia yang disebabkan

6

Page 7: Kel.4

oleh ulkus. Sedangkan dispepsia yang disebabkan dismotilitas memiliki gejala dominan

muntah, sembab, dan cepat kenyang.

Diagnosa penyebab dispepsia dilakukan dengan anamnesis yang cermat mengenai

persepsi keluhan yang dialami oleh pasien, riwayat pengunaan OAINS, merokok, alkohol,

dan factor resiko lainnya. Pemeriksaan fisik biasanya normal. Pemeriksaan penunjang yang

dilakukan sebagai gold standar diagnosis adalah endoskopi.

Penatalaksanaan dapat dibedakan menjadi terapi non farmakologi dan terapi

farmakologi. Edukasi pasien untuk menghilangkan factor resiko yang dapat memperberat

dispepsia seperti kelebihan berat badan, merokok, penggunaan OAINS, konsumsi lemak,

alcohol dan sebagainya. Terapi farmakologis yang dapat diberikan adalah golongan

antacid, PPI, prokinetik, anti muntah, sitoprotektor, antibiotik, dan sebagainya sesuai

indikasi.

D. Step 4: Strukturisasi

7

-Ulkus peptikum-Gastritis

Kelemahan sfingter kardia

-Hormon-Hambatan tonus vagal

Nyeri epigastrium Heart burn Perut terasa penuh

Dispepsia

Kelainan struktur

Dispepsia fungsional

-Infark miokard-Penyakit kolagen

Metabolik sistemik

-Gastritis-Ulkus peptikum-Ulkus duodenal-Tumor gaster-GERD

-Penyakit tiroid-Diabetes mellitus-Gagal ginjal-Kehamilan

Diagnosa

Tata Laksana

Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang

Diagnosa Banding

Page 8: Kel.4

E. Step 5: Sasaran Pembelajaran

Setelah mengikuti proses diskusi Modul 1, mahasiswa diharapkan mampu

menjelaskan tentang:

1. Dispepsia,

2. Gastro-esophageal Reflux Disease (GERD),

3. Ulkus peptikum,

4. Tumor gaster,

5. Gastritis,

6. Dispepsia fungsional,

meliputi definisi, etiologi, faktor resiko, patogenesa, manifestasi klinis, diagnosa, diagnosa

banding, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis, dan pencegahan.

F. Step 6: Belajar Mandiri

G. Step 7: Sintesis

DISPEPSIA

Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran penceranaan, khususnya

lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah keatas.

Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dispepsia umumnya diderita oleh

kaum produktif dan kebanyakan penyebabnya adalah pola atau gaya hiudup tidak sehat.

Gejalanya pun bervariasi mulai dari nyeri ulu hati, mual-muntah, rasa penuh di ulu hati,

sebah, sendawa yang berlebihan bahkan bisa menyebabkan diare dengan segala

komplikasinya.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab timbulnya dispepsia, yaitu pengleuaran

asam lambung berlebih, pertahanan dindins lambung yang lemah, infeksi Helicobacter

pylori (sejenis bakteri yang hidup di dalam lambung dalam jumlah kecil, gangguan gerakan

saluran pencernaan, dan stress psikologis (Ariyanto, 2007).

Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius, contohnya penyakit

ulkus lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung,

8

Page 9: Kel.4

sehingga harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan

bila terdapat salah satu dari tanda ini, yaitu:

1. Usia 50 tahun keatas

2. Kehilangan berat badan tanpa disengaja

3. Kesulitan menelan

4. Terkadang mual-muntah

5. Buang air besar tidak lancar

6. Merasa penuh di daerah perut

(Bazaldua, et al, 1999)

Secara umum dispepsia terbagi menjadi dua jenis, yaitu dispepsia organik dan dispepsia

nonorganik atau dispesia fungsional. Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda,

tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun (Richter cit Hadi, 2002). Dispepsia

dapat disebut dispepsia organik apabila penyebabnya telah diketahui secara jelas. Dispepsia

fungsional atau dispepsia non-organik, merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan

organik tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan (Heading, Nyren,

Malagelada cit Hadi, 2002).

1. Pengertian

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "δυς-" (Dys-), berarti sulit , dan "πέψη"

(Pepse), berarti pencernaan (N.Talley, et al., 2005). Dispepsia merupakan kumpulan

keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang

menetap atau mengalami kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa

panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk

dispepsia. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu :

1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya.

Sindroma dispepsi organik terdapat kelainan yang nyata terhadap organ tubuh misalnya

tukak (luka) lambung, usus dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.

2. Dispepsia nonorganik atau dispepsia fungsional, atau dispesia nonulkus (DNU), bila

tidak jelas penyebabnya. Dispepsi fungsional tanpa disertai kelainan atau gangguan

struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, dan endoskopi

(teropong saluran pencernaan).

9

Page 10: Kel.4

Definisi lain, dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau

dada, yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa

terbakar di perut. Setiap orang dari berbagai usia dapat terkena dispepsia, baik pria

maupun wanita. Sekitar satu dari empat orang dapat terkena dispepsia dalam beberapa

waktu (Bazaldua, et al, 1999)

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari rasa tidak

enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami kekambuhan keluhan

refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam

lambung kini tidak lagi termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488).

Batasan dispepsia terbagi atas dua yaitu:

a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik sebagai penyebabnya

b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non ulkus (DNU), bila

tidak jelas penyebabnya.

2. Anatomi dan Fisiologi

a. Anatomi

Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas tepat

dibawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung berbentuk tabung J, dan bila

penuh berbentuk seperti buah alpukat raksasa. Kapasitas normal lambung 1 sampai 2

liter. Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrum pilorus.

Sebelah atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan bagian kiri bawah

lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter kedua ujung lambung mengatur

pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah,

mengalirkan makanan yang masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi

lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter

kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum berelaksasi

makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan

mencegah terjadinya aliran balik isis usus halus kedalam lambung.

Lambung terdiri dari empat lapisan yaitu :

1. lapisan peritoneal luar yang merupakan lapisan serosa.

2. Lapisan berotot yang terdiri atas 3 lapisan :

10

Page 11: Kel.4

a.) Serabut longitudinal, yang tidak dalam dan bersambung dengan otot

esophagus.

b.) Serabut sirkuler yang palig tebal dan terletak di pylorus serta membentuk otot

sfingter, yang berada dibawah lapisan pertama.

c.) Serabut oblik yang terutama dijumpai pada fundus lambunh dan berjalan dari

orivisium kardiak, kemudian membelok kebawah melalui kurva tura minor

(lengkung kelenjar).

3. Lapisan submukosa yang terdiri atas jaringan areolar berisi pembuluh darah dan

saluran limfe.

4. Lapisan mukosa yang terletak disebelah dalam, tebal, dan terdiri atas banyak

kerutan/ rugae, yang menghilang bila organ itu mengembang karena berisi

makanan. Ada beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan dikategorikan menurut

bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar kardia berada dekat

orifisium kardia. Kelenjar ini mensekresikan mukus. Kelenjar fundus atau gastric

terletak di fundus dan pada hampir selurus korpus lambung. Kelenjar gastrik

memiliki tipe-tipe utama sel. Sel-sel zimognik atau chief cells mensekresikan

pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana asam. Sel-sel

parietal mensekresikan asam hidroklorida dan faktor intrinsik. Faktor intrinsik

diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus halus. Kekurangan faktor

intrinsik akan mengakibatkan anemia pernisiosa. Sel-sel mukus (leher) ditemukan

dileher fundus atau kelenjar-kelenjar gastrik. Sel-sel ini mensekresikan mukus.

Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada pylorus lambung.

Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan

pepsinogen. Substansi lain yang disekresikan oleh lambung adalah enzim dan

berbagai elektrolit, terutama ion-ion natrium, kalium, dan klorida.

Persarafan lambung sepenuhnya otonom. Suplai saraf parasimpatis untuk

lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari abdomen melalui saraf vagus.

Trunkus vagus mempercabangkan ramus gastrik, pilorik, hepatik dan seliaka.

Pengetahuan tentang anatomi ini sangat penting, karena vagotomi selektif

merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam mengobati tukak

duodenum.

Persarafan simpatis adalah melalui saraf splenikus major dan ganlia

seliakum. Serabut-serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang

oleh peregangan, dan dirasakan di daerah epigastrium. Serabut-serabut aferen

11

Page 12: Kel.4

simpatis menghambat gerakan dan sekresi lambung. Pleksus saraf mesentrikus

(auerbach) dan submukosa (meissner) membentuk persarafan intrinsik dinding

lambung dan mengkordinasi aktivitas motoring dan sekresi mukosa lambung.

Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serat hati, empedu, dan

limpa) terutama berasal dari daerah arteri seliaka atau trunkus seliaka, yang

mempecabangkan cabang-cabang yang mensuplai kurvatura minor dan mayor.

Dua cabang arteri yang penting dalam klinis adalah arteri gastroduodenalis dan

arteri pankreas tikoduodenalis (retroduodenalis) yang berjalan sepanjang bulbus

posterior duodenum. Tukak dinding postrior duodenum dapat mengerosi arteria

ini dan menyebabkan perdarahan. Darah vena dari lambung dan duodenum, serta

berasal dari pankreas, limpa, dan bagian lain saluran cerna, berjalan kehati

melalui vena porta.

b. Fisiologi

Fisiologi Lambung :

1. Mencerna makanan secara mekanikal.

2. Sekresi, yaitu kelenjar dalam mukosa lambung mensekresi 1500 – 3000 mL gastric

juice (cairan lambung) per hari. Komponene utamanya yaitu mukus, HCL

(hydrochloric acid), pensinogen, dan air. Hormon gastrik yang disekresi langsung

masuk kedalam aliran darah.

3. Mencerna makanan secara kimiawi yaitu dimana pertama kali protein dirobah

menjadi polipeptida

4. Absorpsi, secara minimal terjadi dalam lambung yaitu absorpsi air, alkohol,

glukosa, dan beberapa obat.

5. Pencegahan, banyak mikroorganisme dapat dihancurkan dalam lambung oleh HCL.

6. Mengontrol aliran chyme (makanan yang sudah dicerna dalam lambung) kedalam

duodenum. Pada saat chyme siap masuk kedalam duodenum, akan terjadi

peristaltik yang lambat yang berjalan dari fundus ke pylorus.

3. Etiologi

a. Perubahan pola makan

b. Pengaruh obat-obatan yang dimakan secara berlebihan dan dalam waktu yang

lama

12

Page 13: Kel.4

c. Alkohol dan nikotin rokok

d. Stres

e. Tumor atau kanker saluran pencernaan

Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau penyakit acid reflux.

Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam lambung terdorong ke atas

menuju esofagus (saluran muskulo membranosa yang membentang dari faring

ke dalam lambung). Hal ini menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan,

seperti obat anti-inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang

penyebab dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci

adalah:

1. Menelan udara (aerofagi)

2. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung

3. Iritasi lambung (gastritis)

4. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis

5. Kanker lambung

6. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)

7. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)

8. Kelainan gerakan usus

9. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi

10. Infeksi Helicobacter pylory

4. Insiden

Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan bahwa 15 – 30 %

orang dewasa pernah mengalami hal ini dalam beberapa hari. Di inggris dan

skandinavia dilaporkan angka prevalensinya berkisar 7 – 41 % tetapi hanya 10 – 20

% yang mencari pertolongan medis. Insiden dispepsia pertahun diperkirakan antara

1 – 8 % (Suryono S, et all, 2001 hal 154). Dan dispepsia cukup banyak dijumpai.

Menurut Sigi, di negara barat prevalensi yang dilaporkan antara 23 dan 41 %.

Sekitar 4 % penderita berkunjung ke dokter umumnya mempunyai keluhan

dispepsia. Didaerah asia pasifik, dispepsia juga merupakan keluhan yang banyak

dijumpai, prevalensinya sekitar 10 – 20 % (Kusmobroto H, 2003)

5. Manifestasi Klinik

a. nyeri perut (abdominal discomfort)

13

Page 14: Kel.4

b. Rasa perih di ulu hati

c. Mual, kadang-kadang sampai muntah

d. Nafsu makan berkurang

e. Rasa lekas kenyang

f. Perut kembung

g. Rasa panas di dada dan perut

h. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi

dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia), dengan gejala:

a. Nyeri epigastrium terlokalisasi

b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid

c. Nyeri saat lapar

d. Nyeri episodik

2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspesia),

dengan gejala:

a. Mudah kenyang

b. Perut cepat terasa penuh saat makan

c. Mual

d. Muntah

e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)

f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan

3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) (Mansjoer,

et al, 2007).

Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau

kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik

berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.

Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan

sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa penderita, makan

dapat memperburuk nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi

nyerinya.

14

Page 15: Kel.4

Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan

flatulensi (perut kembung).

Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak memberi

respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan atau gejala lain

yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani pemeriksaan.

6. Patofisiologi

Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-

zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan

makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung

dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding

lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang

akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di

medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik

makanan maupun cairan.

Oleh karena dispepsia ini merupakan kumpulan gejala-gejala di mana pada

suatu keadaan satu gejala lebih dominan dari yang lain, sehingga para ahli membagi

gejala-gejala ini dalam beberapa sub-group: (7,9)

1. Dispepsia tipe refluks yaitu adanya rasa terbakar pada epigastrium, dada

atau regurgitasi dengan gejala perasaan asam di mulut.

2. Dispepsia tipe dismotilitas yaitu nyeri epigastrium yang bertambah sakit

setelah makan, disertai kembung, cepat kenyang , rasa penuh setelah makan,

mual atau muntah, bersendawa dan banyak flatus.

3. Dispepsia tipe ulkus yaitu nyeri epigastrium yang mereda bila makan atau

minum antasid dan nyeri biasanya terjadi sebelum makan dan tengah

malam.

4. Dispepsia non-spesifik yaitu dispepsia yang tidak bisa digolongkan dalam

satu kategori di atas.

Sayangnya, dengan pengecualian dispepsia tipe refluks, sub-group di atas tidak

membedakan antara DNU dan dispepsia organik.

Dispepsia tipe refluks biasanya terbukti secara endoskopi atau monitor PH

ambulatoar sehingga sebaiknya tipe ini langsung kita obati sebagai penyakit

refluks gastroesophageal.

15

Page 16: Kel.4

Beberapa pasien dengan dispepsia tipe dismotilitas ternyata menderita ulkus

peptikum sebaliknya penderita dengan dispepsia tipe ulkus menderita DNU.

(9)

7. Pencegahan

Pola makan yang normal dan teratur, pilih makanan yang seimbang dengan

kebutuhan dan jadwal makan yang teratur, sebaiknya tidak mengkomsumsi

makanan yang berkadar asam tinggi, cabai, alkohol, dan pantang rokok, bila harus

makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala, gunakan obat secara

wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.

8. Penatalaksanaan Medik

a. Penatalaksanaan non farmakologis

1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung

2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan

yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres

3) Atur pola makan

b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:

Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama

dalam mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross

patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus

DF reponsif terhadap placebo.

Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung)

golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan

prokinetik (mencegah terjadinya muntah)

Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,

ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra

kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai

fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:

1. Antasid 20-150 ml/hari

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi

asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3,

16

Page 17: Kel.4

Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus-menerus, sifatnya

hanya simtomatis, unutk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai

dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat

nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk

senyawa MgCl2.

2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif

yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan

seksresi asama lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek

sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau

esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor

H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari

proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah

omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2). Selain

bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.

Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang

selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan

meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif

(site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran

cerna bagian atas (SCBA).

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan

metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia

17

Page 18: Kel.4

fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki

bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer et al, 2007).

7. Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti-

depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak

jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti

cemas dan depresi (Sawaludin, 2005)

Pengobatan farmakologis untuk pasien dispepsia fungsional belum begitu

memuaskan. Hasil penelitian controlled trials secara umum masih

mengecewakan dan hanya menemukan manfaat yang relatif kecil mengenai

placebo dengan histamin antagonis reseptor H2, penghambat pompa asam

(proton-pump inhibitors), dan pemberantasan Helicobacter pylori. Walaupun

sejumlah penelitian acak (randomized), controlled trials, dan meta-analisis telah

menunjukkan keunggulan sisaprid dibandingkan placebo, sekarang kegunaan

sisaprid terlarang di kebanyakan negara karena mengakibatkan efek samping

pada jantung. (Holtmann et al, 2006)

Di Jepang, itoprid, yang merupakan dopamin antagonis D2 dengan kerja

menghambat acetylcholinesterase, sering diresepkan untuk pasien dispepsia

fungsional. Walaupun obat ini telah menunjukkan merangsang kemampuan

gerak spontan (motality) lambung, penelitian yang dirancang secara tepat, acak,

dan controlled trials terhadap pasien dispepsia fungsional masih lemah. Di

Jepang, itoprid diresepkan 50 mg untuk tiga kali sehari. Bagaimanapun, respon

kecil terhadap pemberian dosis harus dipandang dari populasi lainnya.

(Holtmann et al, 2006)

Penelitian yang dilakukan oleh Holtmann dkk membandingkan antara pasien

dispepsia fungsional yang diberi resep placebo dan itoprid. Pasien dispepsia

fungsional secara acak menerima pengobatan itoprid (50,100, atau 200 mg

untuk tiga kali sehari) atau placebo. Setelah delapan minggu pengobatan, tiga

poin efikasi utama dianalisa: perubahan dasar berbagai gejala dispepsia

fungsional (seperti yang diujikan melalui Leeds Dyspepsia Questionnaire),

pengujian global dari efikasi pasien (proporsi pasien tanpa gejala atau tanda

peningkatan gejala), dan berbagai keluhan nyeri dan sakit yang dihitung dalam

skala tingkat lima. Setelah delapan minggu, 41 persen dari pasien yang

18

Page 19: Kel.4

menerima placebo ternyata bebas gejala, sebagai perbandingan dengan 57

persen, 59 persen, dan 64 persen yang menerima itoprid dosis 50, 100, 200 mg

untuk tiga kali sehari (P<0.05 untuk semua oerbandingan antara placebo dan

itoprid). (Holtmann et al, 2006)

Walaupun penilaian bebas gejala secara siginifikan terjadi di keempat

kelompok, analisis keseluruhan menyingkap bahwa itoprid lebih unggul secara

signifikan daripada placebo, dengan nilai perkembangan bebas gejala untuk

kelompok 100 dan 200 mg (-6.24 dan -6.27) versus (-4.50) untuk kelompok

placebo; P=0.05. Analisis akhir dan lengkap menunjukkan bahwa itoprid

menghasilkan nilai respon yang lebih baik daripada placebo (73 persen versus

63 persen, P=0.04) (Holtmann et al, 2006).

9. Test Diagnostik

Berbagai macam penyakit dapat menimbulkan keluhan yang sama, seperti

halnya pada sindrom dispepsia, oleh karena dispepsia hanya merupakan kumpulan

gejala dan penyakit disaluran pencernaan, maka perlu dipastikan penyakitnya.

Untuk memastikan penyakitnya, maka perlu dilakukan beberapa pemeriksaan,

selain pengamatan jasmani, juga perlu diperiksa : laboratorium, radiologis,

endoskopi, USG, dan lain-lain.

a. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan lebih banyak ditekankan untuk

menyingkirkan penyebab organik lainnya seperti: pankreatitis kronik, diabets

mellitus, dan lainnya. Pada dispepsia fungsional biasanya hasil laboratorium

dalam batas normal.

b. Radiologis

Pemeriksaan radiologis banyak menunjang dignosis suatu penyakit di saluran

makan. Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap

saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.

c. Endoskopi (Esofago-Gastro-Duodenoskopi)

Sesuai dengan definisi bahwa pada dispepsia fungsional, gambaran

endoskopinya normal atau sangat tidak spesifik.

d. USG (ultrasonografi)

Merupakan diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak

dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit,

19

Page 20: Kel.4

apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat

dan pada kondisi klien yang beratpun dapat dimanfaatkan

e. Waktu Pengosongan Lambung

Dapat dilakukan dengan scintigafi atau dengan pellet radioopak. Pada dispepsia

fungsional terdapat pengosongan lambung pada 30 – 40 % kasus.

Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:

1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang

lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan

darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada

pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak

berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita

dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung (Hadi, 2002). Pada

karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan

karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu

diperiksa CA 19-9 (Vilano et al, cit Hadi, 2002).

2. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus

dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah,

penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk

bila penderita makan (Mansjoer, 2007).

3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau

usus kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan

lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk

mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi

merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus

terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:

a. CLO (rapid urea test)

b. Patologi anatomi (PA)

c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan

d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian

4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan

20

Page 21: Kel.4

kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath test (belum tersedia

di Indonesia) (Mansjoer, 2007). Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap

saluran makan bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks

gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagusnyang menurun terutama di

bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang meninggi serta sering

menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestin (Hadi,

2002). Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar

yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media.

Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan

dasar licin (Vilano et al, cit Hadi, 2002). Kanker di lambung secara radiologis,

akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kanker,

bentuk dari lambung berubah (Shirakabe cit Hadi, 2002). Pankreatitis akuta

perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya

usus besar (colon cut off sign), atau tampak dilatasi dari intestin terutama di

jejunum yang disebut sentinal loops (Hadi, 2002).

5. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi

kerongkongan atau respon kerongkongan terhadap asam.

10.Pencegahan

Modifikasi gaya hidup sangat berperan dalam mencegah terjadinya dispepsia bahkan

memperbaiki kondisi lambung secara tidak langsung (Ariyanto, 2007)

Berikut ini adalah modifikasi gaya hidup yang dianjurkan untuk mengelola dan

mencegah timbulnya gangguan akibat dispepsia :

1. Atur pola makan seteratur mungkin.

2. Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung

(coklat, keju, dan lain-lain).

3. Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon,

semangka, dan lain-lain).

4. Hindari makanan yang terlalu pedas.

5. Hindari minuman dengan kadar caffeine dan alkohol.

6. Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obat anti-inflammatory,

misalnya yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen, dan ketoprofen

21

Page 22: Kel.4

Acetaminophen adalah pilihan yang tepat untuk mengobati nyeri karena tidak

mengakibatkan iritasi pada dinding lambung.

7. Kelola stress psikologi se-efisien mungkin.

8. Jika anda perokok, berhentilah merokok.

9. Jika anda memiliki gangguan acid reflux, hindari makan sebelum waktu tidur.

10. Hindari faktor-faktor yang membuat pencernaan terganggu, seperti makan terlal

banyak, terutama makanan berat dan berminyak, makan terlalu cepat, atau maka

sesaat sebelum olahraga.

11. Pertahankan berat badan sehat

12. Olahraga teratur (kurang lebih 30 menit dalam beberapa hari seminggu)

untuk mengurangi stress dan mengontrol berat badan, yang akan mengurangi

dispepsia.

13. Ikuti rekomendasi dokter Anda mengenai pengobatan dispepsia. Baik itu antasida

PPI, penghambat histamin-2 reseptor, dan obat motilitas.

REFLUKS GASTROESOFAGEAL

Etiologi dan Patogenesis

Penyakit refluks gastroesofageal bersifat multifaktoral. Esofagitis dapat terjadi

sebagai akibat dari refluks gastroesofageal apabila 1). Terjadi kontak dalam waktu yang

cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa esophagus,2) terjadi penurunan

resistensi jaringan mukosa esophagus, walaupun waktu kontak antara bahan refluksat

dengan esophagus tidak cukup lama.

Esophagus dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang di hasilkan oleh

kotraksi. Pada individu normal, pemisah ini akan di pertahankan kecuali pada saat

menelan, atau aliran retrograde yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik

dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat

rendah.

Refluks esofaggeal pada pasien GERD melalui 3 mekanisme yaitu 1). Refluks

spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat.2). aliran retrograde yang mendahului

kembalinya tonus LES setelah menelan.3). meningkatnya tekanan intra abdomen.

22

Page 23: Kel.4

Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya GERD menyangkut

keseimbangan antara factor defensive dan factor ofensif dari bahan refluksat. Yang

dimaksud factor defensive esophagus ialah :

Pemisah antirefluks. Pemeran terbesar pemisah antirefluks ialah tonus LES. Menurunnya

tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrogad pada saat terjadinya peningkatan

intra abdomen.

Ketahanan epithelial esophagus. Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus

tidak memiliki lapisan mucus yang melindungi mukosa esophagus.

Mekanisme ketahanan epithelial esophagus terdiri dari : membrane sel, batas intraselular

yang membatasi difus H ke jaringan esophagus, aliran darah esophagus yang mensuplai

nutrient, oksigen, dan bikarbonat serta mengeluatkan ion H dan CO2, sel-sel esophagus

mempunyai kemampuan untuk mentranspot ion H dan CL intraselular dengan Na dan

bikarbonat ekstraselular.

Nikotin dapat menghambat transport ion Na melalui epitel sofagus, sedangkan alcohol dan

aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap ion H. yang dimaksud dengan factor

ofensif adalah potensi daya rusak refluksat. Kandungan lambung yang menambah potensi

daya rusak refluksat terdiri dari HCL, pepsin, garam empedu, enzim pancreas.

Factor ofensif dari bahan refluksat bergantung pada bahan yang dikandungnya. Derajat

kerusakan mukosa esophagus makin meningkat pada Ph<2, atau adanya pepsin atau garam

empedu.

Factor-faktor lain yang turut berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan

lambung yang meningkatkan refluks fisiologis, anatra lain : dilatasi lambung.

MENIFESTASI KLINIK

Gejala yang khas dari GERD adalah timbulnya rasa nyeri atau rasa tidak enak di

epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan seperti rasa

terbakar, kadang-kadang bercampur dengan rasa dispagia, mual dan rasa pahit di lidah.

Walau demikian derajat berat ringannya keluhan heartburn ternyata tidak berkolerasi

dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip

23

Page 24: Kel.4

dengan keluhan pada serangan angina pectoris. Disfagia yang timbul pada saat makan

makanan padat mungkin terjadi karena struktur atau keganasan yang berkembang dari

barretts esophagus. Odinofagia bisa terjadi setelah jika sudah terjadi ulserasi esophagus

yang berat.

GERD dapat juga menimbulkan menifestasi gejala ekstra esopagal yang atipik dan

sangat bervariasi mulai dari nyari dada non-kardiak, suara serak, laryngitis, batuk karena

aspirasi sampai timbulnya bronkietasis atau asma.

Dilain pihak, beberapa penyakit paru dapat menjadi factor predisposisi untuk

timbulnya GERD karena timbulnya perubahan anatomis di daerah gastroesiphageal. Akibat

obat-obatan yang menurunkan tonus LES.

DIAGNOSIS

Di samping anamnesis dan pemeriksaan fisisk yang seksama beberapa pemeriksaan

penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis GERD yaitu :

Endoskopi saluran cerna bagian atas. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas

merupakan standar baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di

esophagus. Dengan melakukan pemeriksaan endoskopi dapat dinilai dari perubahan

makroskopik dari mukosa esophagus. Serta dapaat menyingkirkan gejala patologis lain

yang dapat menimbulkan gejala GERD. Jika tidak ditemukan mucosal break pada

pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pasien dengan gejala khas pasien GERD

Esofsgografi dengan barium. Di bandingkan dengan endoskopi pemeriksaan ini kurang

peka dan sering kali tidak menunjukkan kelainan. Terutama pada esofagitis ringan. Pada

kelainan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa penebalan dinding dan lipatan

mukosa., ulkus, atau penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak efektif

untuk diagnostic GERD.

Pemantauan Ph 24 jam. Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian

distal esophagus. Episode ini akan di rekam dan di monitor dengan menempatkan

mikroelektroda Ph bagian distal esophagus. Pengukuran Ph pada eshopagus bagian distal

dapat memastikan ada tidaknya refluks gastroesopageal. Ph dibawah 4 pada jarak 5 cm

diatas LES dianggap diagnostic untuk refluks gastroesopageal.

24

Page 25: Kel.4

Manometri esophagus. Tes manometri akan memberikan manfaat yang berarti jika pada

pasien-pasien dengan gejala epigastrium dan regurgitasi yang nyata di dapatkan

esofagografi barium dan endoskopi yang normal.

Sintigrafi gastroesofageal. Pemeriksaan menggunakan cairan atau campuran makanan cair

yang padat yang dilabel dengan radioisotop yang tidak diabsorbsi, biasanya technetium.

Selanjutnya sebuah penghitung gamma eksternal akan memonitor transit dari cairan atau

makanan yang di label tersebut.

PENATALAKSANAAN

Pada prinsipnya penatalaksaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi

medikamentosa, terapi bedah serta akhir2 ini sering dilakukan terapi endoskopik.

Target penatalaksanaan GERD adalah 1). Menyembuhkan lesi esophagus. 2).

Menghilangkan gejala atau kekambuhan.3). mencegah kekambuhan.4). memperbaiki

kualitas hidup.5). mencegah timbulnya komplikasi.

Modifikasi gaya hidup.

Hal-hal yang diperlukan diperhatikan dalm modifikasi gaya hidup adalah.:

1).meninngikan posisi kepalaa pada saat tidur serta menghindaari makan sebelum tidur

dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta mencegah refluks

asam dari lambung.

2). Berhenti merokok dan mengkonsumsi alcohol karena dapat menurunkan tonus LES

sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel.

3). Mengurangi mengkonsumsi lemak serta porsi makan karena keduanya dapat

menyebabkan distensi lambung.

4.). menrunkan berat badan pada pasien yang mengalami kegemukan.

5.). menghindari makanan atau minuman seperti coklat, the, papermint, kopi.

6.). jika memungkinkan untuk menghindari obat-obatan yang menyebabkan trunnya tonus

LES.

Terapi medikamentosa

25

Page 26: Kel.4

Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa. Yaitu step up dan step down. Pada

step up pengobatan dimulai dengan yang kurang kuat dalam menskresi asam.atau golongan

prokinetik. Sedangkan pada step down dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat

dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih

rendah.

Pada umumnya studi memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan diatas 80%dalam waktu 6-

8 minggu. Untuk selanjutnya dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan.

Berikut ini adalah terapi yang digunakan pada GERD :

Antacid. Golongan obat ini sangat efektif menghilangkan gejala GERD tetapi tidak

menghilangkan lasi esofagitis.

Kelemahan pada obat ini :a). rasanya kurang menyenankan, 2). Dapat mnimbulkan diare

terutama yang mengandung magnesium, 3). Penggunaanya saat terbatas dengan pasien

gangguan fungsi ginjal. Dosis sehari 4X1 sendok makan .

Antagonis reseptor H2. yang termasuk golongan obat ini adalah simetidin, raniditin,

famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam

pengobatan penyakit refluks esophageal jika di berikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis

untuk terapi ulkus.

Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai

sedang serta tanpa komplikasi. Dosis pemberian :

Simetidin : 2X800 mg atau 4X400 mg

Ranitidine : 4X150 mg

Famotidin : 2X20 mg

Nizatidin 2X150 mg.

Obata-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD

karena penyakit ini labih condong kea rah gangguan motilitas.

Metoklopiramid :

Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine.

26

Page 27: Kel.4

Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala tidak berperan dalam penyembuhan

lesi di esophagus kecuali dala kombinasi dengan antagonis reseptor h2 atau

penghambat pompa proton.

Karena melalui sawar darah otak, maka dapat tumbuh efek terhadap susunan saraf

pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor dan diskinea.

Dosis 3X10 mg.

Cisapride

Sebagai suatu antagonis reseptor 5HT4, obat ini dapat mempercepat pengososngan

serta dapat meningkatkan tekanan tonus LES.

Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus

Dosis 3X 10mg.

sukralfat. Berbeda dengan antacid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak mempunya

efek langsung terhadap lambung.

Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai

buffer terhadap HCL di esophagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu.

Golongan ini cukup aman di berikan karena bersifat topical.

Terapi pada komplikasi. Komplikasi yang sering terjadi adalah striktur dan perdarahan.

Sebagai dampak adnya rangsangan kronik asam lambung terhadap mukosa esophagus.

Deapat terjadi perubahan mukosa esophagus dari nskuamosa menjadi epitel kolumnar.

Striktur esophagus. Jika pasien mengeluh disfagia dengan diameter striktur kurang dari

13mm, dapat dilakukan dilatasi busi. Jika dilatasi busi gagal, dapat dilakukan operasi.

Esophagus barret. Dapat diobati secara medikamentosa. Berikut ini adalah algoritme

penatalaksanaan barrets esophagus pada pasien GERD.

Terapi bedah. Beberapa keadaan dapat menyebabkan gagalnya terapi medikamentosa,

yaitu :1) diagnosa tidak benar. 2). Pasien GERD sering di di sertai gejala-gejala lain

misalnya kembung, mual, cepat kenyang. 4). Kadang-kadang pasien barrets tidak

memberikan respon terhadp terapi PPI. 5). Terjadi striktur. 6). Terdapat stasis lambung dan

disfungsi LES.

27

Page 28: Kel.4

Terapi endoskopi.

Walaupun laprannya masih terbatas serta terbatas serta masih dalam konteks penelitian,

akhir-akhir ini mulai di kembangkan pilihan terapi endoskopi pada pasien GERD, yaitu :

Penggunaan energi radiofrekuensi.

Plikasi gastric endoluminal.

Implantasi endoskopis, yaitu dengan menyuntikkan zat implant di bawah mukosa

esophagus bagian distal, sehingga lumen esophagus bagian distal menjadi lebih

kecil.

GASTRITIS

Definisi

Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan submukosa lambung. Gastritis

merupakan salah satu penyakit yang banyak di klinik.

Gastritis Akut

Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit yang

ringan dan sembuh sempurna. Salah satu bentuk gastritis akut yang bermanifestasi

klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis

hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai perdarahan

mukosa lambung dan berbagai derajat dan terjadi erosi yang berat hilangnya kontinuitas

mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung.

Etiologi

Gastritis akut dapat terjadi tanpa diketajui penyebabnya. Keadaan klinis yang sering

menimbulkan gastritis erosif misalnya trauma yang luas, operasi besar, gagal ginjal,

gagal napas , penyakit hati yang berat, renjatan, luka bakar yang luas, trauma

kepala, dan septikemia. Kira-kira 80-90% pasien yang dirawat di ruang intensif

menderita gastritis akut erosif ini. Gastritis akut jenis ini sering disebut gastritis akut

stres. Penyebab lain adalah obat-obatan. Obat-obatan yang sering dihubungkan

dengan gastritis erosif adlah aspirin dan sebagian besar obat antiinflamasi

nonsteroid.

Patogenesis

28

Page 29: Kel.4

Aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid merusak mukosa lambung melalui

beberapa mekanisme. Obat-obatan ini dapat menghambat aktivitas siklooksigenase

mukosa. Siklooksigenase merupakan ensim yang penting untuk pembentukan

prostaglandin dari asam arakidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu

faktor defensif mukosa lambung yang amat penting. Selain menghambat produksi

prostaglandin mukosa secara topikal . Kerusakan topikal terjadi kandungan asam

dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa.

Pemberian dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung sehingga

kemampuan faktor defensif terganggu.

Gambaran klinis

Gambaran klinis gastritis akut erosif sangat bervariasi , mulai dari yang sangat

asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian. Pada kasus yang

yang sangat berat adalah hematemesis dan melena yang dapat berlangsung sangat

hebat sampai terjadi renjatan karena kehilangan darah. Pada sebagian besar kasus ,

gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis. Keluhan-keluhan itu misalnya nyeri

timbul pada ulu hati , biasanya ringan dan tidak dapat ditunjuk dengan tepat

lokasinya. Kadang-kadang disertai dengan mual-mual dan muntah. Perdarahan

saluran cerna sering merupakan satu-satunya gejala. Pada kasus yang amat ringan

perdarahan bermanifestasi sebagai darah samar pada tinja dan secara fisis akan

dijumpai tanda-tanda anemia defisiensi dengan etiologi yang tidak jelas. Pada

pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan, kecuali mereka yang

mengalami perdarahan yang hebat sehingga menimbulkan tanda dan gejala

gangguan hemodinamik yang nyata seperti hipotensi, pucat , keringat dingin,

takikardia sampai gangguan kesadaran.

Diagnosis

Gastritis erosif harus delalu diwaspadai pada setiap pasien dengan keadaan klinis

yang berat atau pengguna aspirin dan antiinflamasi nonsteroid. Diagnosis

ditegakkan dengan pemriksaan gastrodrnoskopi. Pada pemeriksaan gastroskopi

akan tampak mukosa yang sembab , merah, mudah berdarah atau terdapat perdarah

spontan, erosi mukosa yang bervariasi dari yang menyembuh sampai tertutup oleh

bekuaan darah dan kadang-kadang ukserasi. Lesi-lesi tersebut biasanya terdapat

pada fundus dan korpus lambung. Secara endoskopik gastriitis akut dapat berupa

gastritis eksudatif atau eritematus, gastritis erosif flat, gastritis erosif raised, gastritis

29

Page 30: Kel.4

hemoragik dan gastritis refluks enterogastrik. Pemeriksaan radiologi dengan kontras

tidak memberikan manfaat yang berarti untuk menegakkan diagnosis gastritis akut.

Pengobatan

Pengobatan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan risiko

tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari kausa dan pengobatan

suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida atau antagonis H2

sehingga dicapai pH lambung 4 atau lebih. Walaupun hasilnya masih menjadi

persebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan .Pencegahn ini terutama bagi

pasien yang mendrita penyakit dengan keadaan klinis yang berat. Untuk pengguna

aspirin atau antiinflamasi nonsteroid, pencegahan yang terbaik ialah dengan

misoprostol , suatu derivat prostaglandin mukosa.

Dahulu sering dilakukan kuras lambung dengan air es untuk menghentikan

perdarahan saluran cerna bagian atas. Tidak ada bukti klinis yang dapat

menunjukkan manfaat tindakan tersebut menghentikan perdarahan saluran cerna

bagian atas. Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukrafalt tetap dianjurkan

walaupun efek efek teraupetiknya masih diragukan . Biasanya perdarahan akan

segera berhenti bila keadaan pasien membaik dan lesi mukosa akan segera normal

kembali.

Pada sebagian kecil pasien perku dilakukan tindakan yang bersifat invasif untuk

menghentikan perdarahan yang mengancam jiwa. Tindakan-tindakan itu misalnya

dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri Gastrika kiri atau Gastrektomi.

Gastrektomi sebaiknya dilakkan hanya atas dasar indikasi absolut.

30

Page 31: Kel.4

Stress

31

Korteks

Hiptalamus medula

Gangguan motilitasgastrointestinal

SekresiAsam lambung ↑Bikarbonat ↓Refluks

Gaster-duodenum

Hipotensi/vasokonstriksi

Radikal bebas

Lambung:Flow↓Mikrosirkulasi ↓Permeabilitas ↑

Mukus/bikarbonat epitelImpermeabilitasProliferasi

Prostaglandin ↓

H+

Aliran darah

pH intramukosal

Keasaman jaringankritis

EROSI/ULSERASI

Page 32: Kel.4

Gastritis Kronik

Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propria

dan adaerah intraepitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan

sel plasma. Kehadiran granulosit neutrofil pada daerah tersebut menandakan adanya

aktivitas.

Klasifikasi

Gastritis kronik dapat dibagi dalam berbagai bentuk tergantung kelainan histologi,

topografi, dan etiologi yang menjadi dasar pikiran pembagian tersebut.

Klasifikasi histologi sering digunakan membagi gatritis kronik menjadi :

a. Gastritis kronik supersifialis apabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik

terbatas pada lamina propria mukosa superfisialis dan edema yang memisahkan

kelenjar tetap utuh. Sering dikatakn gastritis kronik superfisialis merupakan

permulaan gastritis kronik.

b. Gastritis kronik atrofik, sebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam

disertai dengan distorsi dan destruksi sel kelenjar mukosa lebih nyata. Gastriris

atrofikdianggap sebagai kelanjutan gastritis kronik superfisialis.

c. Atrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik . Pada saat iru

struktur kelenjar menghilang dan terpisah satu sama alin secara nyata dengan

jaringan ikat , sedangkan sebukan sel-sel radang juga menurun . Mukosa menjadi

sangat tipis sehingga dapat menerangkan mengapa pembuluh darah menjadi

terlihat pada saat pemeriksaan endoskopi.

d. Metaplasi intestinal, suatu perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa usus

lambung menjadi kelenjar-kelenjar mukosa usus halus yang mengandung sel

goblet. Perubahan –perubahan tersebut dapat terjadi secara menyeluruh pada

hampir seluruh segmen lambung, tetapi dapat pula hanya merupakan bercak-bercak

pada berbagai bagian lambung.

Menurut distribusi anatomisnya gastritis kronik dapat dibagi menjadi :

a. Gastritis kronik korpud sering disebut juga dengan gastritis tipe A menurut

pembagian dahulu .Perubahan-perubahan histologis terjadi terutama pada korpus

dan fundus lambung. Bentuk ini jarang dijumpai. Gastritis tipe A sering

dihubungkan dengan proses auto imun dan berlanjutmenjadi anemia pernisiosa . Sel

parietal yang mengandung kelenjar mengalami kerusakan sehungga sekresi asam

32

Page 33: Kel.4

lambung menurun. Pada manusia sel parietal jugs berfungsi menghasilkan fakktor

intrinsik oleh karena itu pada pasien gastritis kronik tipe A terjadi gangguan

absorbsi vitamin B12 yang menyebabkan timbulnya anemia pernisiosa.

b. Gastritis kronik antrum sering jjuga disebut sebagai gastritis kronik tipe B. Gastritis

tipe ini merupakan gastritis yang paling sering dijumpai dan mempunyai hubungan

yang sangat erat dengan kuman Helicobacter pylori.

c. Gastritis tipe AB merupakan gastritis kronik yang ditribusi anatominya menyebar

ke seluruh gaster. Penyebaran ke aarah korpus tersbut cenderug meningkat dengan

bertambahnya usia.

Etiologi

a. Aspek imunologis

Adanya autoantibosi terhadap faktor intrinsik lambung dan sel parietal(parietal cell

body) pada pasien dengan anemia pernisiosa. Anibodi terhadap sel parietal lebih

dekat hubungannya dengan gastritis kronik korpus dalam berbagai gradasi. Pasien

gastritis kronik yang antibodi sel parietalnya positif dan berlanjut menjadi anemia

pernisiosa mempunyai ciri-ciri khusus sebagai atrofikpredominasi korpus, dapat

menyebar ke antrum dan hipergastrinemia Gastritis autoimun adalah dagnosis

histologis karena secara endoskopik amat sukar menentukannya, kecuali apabila

sudah mat lanjut. Hipergastrinemia yang terjadi terus-menerus dan hebat dapat

memicu timbulnya karsinoid. Gastritis tipe ini jarang dijumpai.

b. Aspek bakteriologis

Untuk menentukan keberadaan bakteri pada gastritis, biopsi harus dlakukan pada

saat pasen tidak mendaopat antimikroba selama 4 minggu terakhir. Bakteri yang

paling penting sebagai penyebba gastritis adalah helicobacter pylori. Gastritis yang

ada hubungannya dengan Helicobacter pylori lebih sering dijumpai dan biasanya

berbetuk gastritis kronik aktif antrum. Sebagian bear gastritis kronik merupakan

gastritis tipe ini. Atrofi mukosa lambung akan terjadi pada banyak kasus, setelah

bertahun-tahun mendapat infeksi Helicobacter pylori. Atrofi dapat terbatas pada

antrum, pada corpus atau mengenai keduanya. Dalam stadium ini pemeriksaan

serologi terhadap Helicobacter pylori lebih sering memberi hasil negatif. Kejadian

gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat sesauai dengan

peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir

80% menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia dekade ke-7.

33

Page 34: Kel.4

Selain mikroba dan proses imunologis , faktor lain yang juga berpengaruh

terhadapa patogenesis gastritis kronik adalah refluks kronik cairan pankreatobilier,

asam empedu dan lisotein

Diagnosis

a. Kebanyakan gastritis kronik tanpa gejala

b. Adanya nteri tumpul di epigastrium, disertai mual kadang-kadang muntah, cepat

kenyang.(Pemeriksaan fisik tidak membrikan informasi apapun juga).

c. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan histopatologi. Untuk

pemeriksaan histopatologi sebaiknya dilakukan biopsi pada semua segmen

lambung.

d. Gambaran andoskopi dapat berupa : eritematous/eksudatif, erosi flat,erosi raised,

atrofi, hemoragik, refluks atau hiperplasi rugae , sedangkan topografi sama dengan

histiopatologi.

Perjalanan Alamiah Gastriitis Kronik

Beberapa penyakit lambung dan duodenum dibuktikan mempunyai hubungan yang

erat dengan gastritis kronik. Gastritis kronik antrum atau pegastritis kronik predominas

antrum merupakan faktor risiko yang amat kuat untuk tukak duodeni. Sedangkan

gastritis kronik atrofik predominasi antrum merupakan faktor risiko untuk tukaka

lambung . Sebaliknya gastritis kronik atrofik korpus menurunkan risiko untuk tukak

lambung. Gastritis kronik juga merupakan faktor resiko untuk karsinoma lambung tipe

intestinal , polip lambyng dan tumor karsinoid

Pengobatan

Pengobatan terhadapa gastritis kronik autoimun , diajukan pada anemia pernisiosa

yang ditimbulkannya. Vitamin B12 yang diberikan parenteral dapat memperbaiki

keadaan anemianya.

Eradikasi Helicobacter pylori merupakan cara pengobatan yang dianjurkan untuk

gastritis kronik yang ada hubungannya dengan infeksi oleh kuman tersebut . Eradikasi

dapat mengembalikkan gambaran Histopatologi menjadi normal kembali. Eradikasi

dapat dicapai dengan pemberian kombinasi penghambat pompa proton dan antibiotik.

Antibiotik dapat berupa tetrasiklin metrodinasol, klaritromisin dan amoksisikin.

Kadang-kadang diperlukan lebih dari satu macam antibiotik untuk mendapatkan hasil

pengobatan yang baik

34

Page 35: Kel.4

TUKAK GASTER

Pendahuluan

Lambung sbagai reservoir/lumbung makanan berfungsi menerima

makanan/minuman, menggiling, mencampur dan mengosongkan makanan kedalam

duodenum. Lambung yang selalu berhubungan dengan semua jenis makanan, minuman dan

obat-obatan akan mengalami iritasi kronik.

Lambung dilindungi terhadap faktor iritan oleh lapisan mukus/mukus barierr, epitel,

tetapi beberapa faktor iritan seperti makanan minuman dan obat anti inflamasi non-steroid

(OAINS), alkohol dan empedu yang dapat mnimbulkan defek lapiasn mukus dan terjadi

difusi balik ion H+, sehingga timbul gastritis akut/kronik dan tukak gaster.

Dengan ditemukannya H.Pylori sebagai penyebab gastritis dan tukak peptik, saat ini

diangap H.Pylori merupakan penyebab utama tukak gaster, disamping OAINS, dan

penyebab yang jarang adalah Sindroma Zollinger Ellison dan penyakit Crohn Duodenal.

Definisi

Tukak gaster jinak adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval. Ukuran >

5mm kedalaman sub mukosal pada lambung akibat terputusnya kontinuitas/integritas

mukosa lambung. Tukaka gaster merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai

indurasi dengan dasar tukak ditutupi febris.

Epidemiologi

Tukak gaster tersebar diseluruh duni dengan prevalansi berbeda tergantung pada

sosial ekonomi, demografi, dijumpai lebih banyak pada pria meningkat pada usia lanjut dan

kelompok sosial ekonomi rendah degan puncak pda dekade keenam. Insidensi dan

kekambuhan/rekurensi saai ini menurun sejak ditemukan kuman H.Pylori sebagai

penyebab dan dilakukan terapi eradikasi. Di Britania Raya sekitar 6-20% penduduk

menderita tukak pada usia 55 tahun, sedang prevalnsinya 12% pada pria dan 10%

perempuan dengan angka kematian pasien 15.000 pertahun dan menghabiskan dana $10

milyar/tahun.

Secara klinis tukak duodeni lebih sering dijumpai pada tukak gaster. Pada beberapa

negara seperti jepang dijumpai lebih banyak tukak gaster daripada tukak duodeni. Pada

35

Page 36: Kel.4

autopsi tukak gaster dan duodeni dijumpai hampir sama banyak, hal ini disebabkan oleh

beberapa faktor.

Autopsi biasanya dilakukan pada usia lanjut, dimana pemakaian obat OAINS

menngkat, sehingga kejadian tukak gaster juga meningkat.

Tukak gaster ukuran lebih besar dan lebih menonjol, sehingga pada pemeriksaan

autopsi lebih sering/mudah dijumpai dibandingkan tukak duodeni.

Fisiologis Gaster

Anatomi gaster Epitel gaster dari rugae yang mengandung gastric pits/lekukan

berukuran mikroskopis. Setiap rugae bercabang menjadi empat atau lima kelenjar gaster

dari sel-sel epitel khusus. Susunan kelenjar tergantung letak anatomisnya. Kelenjar di

daerah cardia terdiri <5 % kelenjar gaster mengandung mucus dengan sel-sel endokrin .

Sebagian terletak di dalam mukosa oksintik mengandung sel-sel leher mukosa, parietal,

chief, endokrin dan selenterokromafin. Kelenjar pilorik mengandung mucus dan sel-sel

endokrin (termasuk sel-sel gastrin) dan didapati di daerah antmengandung antrum .

Sel parietal juga dikenal sebagai oksintik biasanya didapati di daerah leher atau

isthmus atau kelenjar oksintik. Sel parietal yang tidak terangsang , punya sitoplasma

tubulovesikel dan kanakuli interseluler yang berisi mikrovili ukuran pendek sepanjang

permukaan atas/apical. Enzim H+, K+-ATPase didapati didaerah membrane tubulovesikel.

Bila sel dirangsang, membrane ini dan membrane apical lainnya diubah menjadi jaringan

padat dari kanakuli intra seluler apical yang mengandung mikroskopik ukuran panjang.

Sekresi HCL dari kanakuli ke lumen lambung memerlukan energy besar berasal dari

pemecahan H+,K+-ATP oleh enzim H+, K+-ATPase α, terjadi pada permukaan atas

kanakuli yang dihasilkan 30-40% jumlah total mitokondria.

36

Page 37: Kel.4

Fase pertahanan Mukosa Gastro Duodenal

Epitel gaster mengalami iritasi terus-menerus oleh 2 faktor perusak :

Perusak endogen (HCL, pepsinogen/pepsin garam empedu)

Perusak Eksogen (obat-obatan, alcohol dan bakteri)

Untuk penangkal iritasi tersedia system biologi canggih dalam mempertahankan

keutuhan dan perbaikan mukosa lamnung bila ada kerusakan . Sistem pertahanan mukosa

gastroduodenal terdiri dari 3 rintangan , yakni : Pre epitel, post epitel,/ sub epitel.

Lapisan Pre epitel berisi mucus – bikarbonat bekerja sebagai rintangan

fisikokemika terhadap molekul seperti ion hydrogen , mucus yang di sekresi sel epitel

permukaan yang mengndung 95 % air dan campur lipid dengan fosfolipid , membentuk

lapisan penahan air / hidrofobik dengan asam lemak yang muncul keluar dari membrane sel

. Lapisan mukosa yang tidak tembus air merintangi difus ion dan molekul seperti pepsin.

Bikarbonat memiliki kemampuan mempertahankann peerbedaan pH 1-2 di dalam lumen

lambung dengan pH 6-7 di dalam sel epitel. Sekresi bikarbonat dirangsang oleh Ca2+. PG,

cholinergic, dan keasaman lumen.

Sel epitel permukaan adalah pertahanan kedua dengan kemampuan:

Menghasilkan mucus

Transportasi ionic serta produksi bikarbonat yang dapat mempertahankan pH intraseluler

(6-7)

Intraseluler tight junction

37

Page 38: Kel.4

Bila pertahanan pre epitel dapat ditembus oleh factor agresif maka sel epitel yang

berbatasan sdengan daerah yang rusak berpindah atau migrasi memperbaiki

kerusakan/restitusi. Proses ini merupakan pembelahan sel memerlukan sirkulasi darah yang

baik dan mileu aklkali. Beberapa factor pertumbuhan memegang peranan sepertin : EGF,

FGF, TGF a dalam membantu proses restitusi.

Kerusakan berat yang tidak dapat diperbaiki melalui proses restitusi dilaksanakan

prolifereasi sel. Regenerasi sel epitel diatur oleh PG, FGF, dan TGF a. berurutan dengan

pembaruan sel epitel, terjadi pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis) Dalam area

kerusakan. FGF dan VEGF memegang peranan penting dalam proses angogenesis ini.

System mikrovaskulker yang rapi di dalam sel lapisan lambung adalah komponen

kunci dari pertahanan/perbaikan subepitel. Sirkulasi yang baik yang dapat menghasilkan

bikarbonat untuk menetralkan HCl yang disekresi sel parietal memberikan asupan

mikronutrien dan oksigen serta membuang hasil metabolkisme toksisk.

PG yang banyak ditemukan pada mukosa lambung, duhasilkan dari metabolisme

asam arakidonat memegang peran sentral pada pertahanan dan perbaikan sel epitel

lambung, menghasilkan mucus bikarbonat, menghambat sekresi sel parietal,

mempertahankan sirkulasi mukosa dan restitusi sel epitel.

Fisiologi Sekresi Gaster

HCL dan pepsin yang paling utama yang dapat menimbulkan kerusakan mukosa

lambung. Sekresi asam basal dalam pola sikardia, tertinggi terjadi pada malam hari dan

terendah pada pagi hari. Faktor kolinergik melalui nervus vagus dan faktor histaminergik

38

Page 39: Kel.4

melalui sumber lokal digaster memmpengaruhi produksi asam basal tersebut. Sekresi asam

akibat pengosongan dihasilkan dalam 3 fase yang berbeda tergantung sumber rangsang

(sefalik, gastrik, dan intestinal).

Penglihatan, penciuman, dan rasa dari makanan merupakan komponen fase sefalik

melalui perangsangan nervus vagus. Fase gastrik terjadi pada saat makanan masuk ke

dalam lambung, komponen sekresi adalah kandungan makanan yang terdapat di dalamnya (

asam amino dan amino bentuk lain) yang secara langsung merangsang sel G untuk

melepaskan gastrin yang selanjutnya mengaktivsai sel-sel parietal melalui mekanisme

langsung maupun mekanisme tidak langsung. Peregangan dinding lambung memicu

pelepasan gastrin dan produksi asam.

Fase terakhir ( intestinal ) sekresi asam lambung dimulai pada saat makanan masuk

keadaan usus dan diperantarai oleh adanya peregangan usus dan pencampuran kandungan

makanan yang ada.

Beberapa cara untuk menghambat sekresi asam juga berlangsung bersamaan.

Sematostatin, suatu hormon gastrointestinal yang dilepaskan sel-sel endokrin didapati pada

mukosa gaster (selD) dalam rangka merespon HCL. Sematostatin dapat menghambat

produksi asam melalui mekanisme langsung (sel-sel parietal) maupun tidak langsung

(menurunkan pelepasan histamin dari sel-sel enterokromafin (ECL) dan menimbulkan

pelepasan melalui sel G). Faktor rangsang tambahan yang dapat mengimbangi sekresi

asam, antara lain neural (sentral dan perifer) dan hormonal (sekretin dan kolesistokinin).

Dalam keadaan fisiologis fase-fase tersebut berlangsung seara bersamaan.

39

Page 40: Kel.4

PATOFISIOLOGI TUKAK PEPTIK

Faktor Asam Lambung “ No Acid No Ulcer “ Schwarts 1910; Pengaturan Sekresi

Asam Lambung Pada Sel Parietal

Sel parietal / oxynitic mengeluarkan asam lambung HCL, sel peptik/zimogen

mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCL dirubah menjadi pepsin dimana HCL dan pepsin

adalah faktor agresif terutama pepsi mileu pH < 4 (sangat agresif terhadap mukosa

lambung). Bahan iritan akan menimbulkan defejk barier mukosa dan terjadi difusi balik

ion H+. Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul

dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung,

gastritis akut/kronik, dan tukak gaster.

Membran plasma sel epitel lambung terdiri lapisan-lapisan lipid bersifat pendukung

barier mukosa. Sel parietal dipengaruhi faktor genetik, yaitu seorang yang mempunyai

massa sel parietal yang besar/ sekresi sel lebih banyak. Tukak gaster yang letaknya dekat

pilorus atau dijumpai bersamaan dengan tukak duodeni/antral gastritis biasanya disertai

hipersekresi asam, sedangkan bila lokasinya pada tempat lain di lambung/ pangastritis

biasanya disertai hiposekresi asam.

Shay and Sun : Balance Theory 1974 :

Tukak peptik bila terjadi gangguan keseimbangan antara faktor agresif/ asam dan

pepsin dengan defensif (mukus, bikarbonat, aliran darah, PG), bisa faktor agresif

meningkat atau faktor defensif menurun.

Helycobacrter Pylori (HP), “NO HP No Ulcer” Warren and Marshall 1983

40

Page 41: Kel.4

HP adalah kuman patogen gram negatif berbentuk batang/spiral, microaerofilik

berflagela hidup pada permukaan epitel, mengandung urease (Vac A, cag A, PAI dapat

mentrans lokasi cag A ke dalam sel host), hidup diantrum, migrasi ke proksimal lambung

dpat berubah menjadi kokoid suatu bentuk dorman bakteri. Infeksi kuman HP akut dapat

menimbulkan pan gastritis kronik diikuti atrofi sel mukosa korpus dan kelenjar, metaplasia

intestinal dan hipoasidositas. Proses ini dipengaruhi oleh faktor host, lamanya infeksi

(lokasi, respon inflamasi, genetik), bakteri (virulensi, struktur, adhesin, porins, enzim

(urease vac A, cag A,dll) dan lingkungan (asam lambung, OAINS, empedu faktor iritan

lainnya) dan terbentukalah gastritis kronik tukak gaster, mucosal Asociated Lymphoid

Tissue (MALT) limfoma dan kanker lambung.

HP dapat menyebabkan gastritis kronis aktif tipe B dan tukak peptikum. HP

merupakan penyebab terbanyak dari tukak pada antrum gaster dan tukak duodeni, dan

selanjutnya kuman ini berperan dalam pembentukan MALT.

Tukak gaster kebanyakan disebabkan infeksi HP (30-60%) dan OAINS sedangkan

tukak duodeni hampir 90 % disebabkan oleh HP, penyebab lain adalah sindroma Zollinger

Elison.

Kebanyakan kuman patogen memasuki barier dari mukosa gaster, tetapi HP sendiri

jarang memasuki epitel mukosa tersebut. Biasanya infeksi HP yang terjadi bersifat

asimptomatik. Terjadinya penyakit ataupun asimptomatik tergantung dua hal, yaitu faktor

host dan adanya perbedaan genetik dari strain yang ada.

Bila HP bersifat patogen maka yang pertama kali terjadi adalah HP dapat bertahan

di dalam suasana lambung; kemudian terjadi penetrasi terhadap mukosa lambung, dan pada

akhirnya HP berkolonisasi di lambung tersebut. Sebagai akibatnya HP berproliferasi dan

dapat mengabaikan sistem mekanisme pertahanan tubuh yang ada. Pada keadaan tersebut

beberapa faktor dari HP memainkan peranan penting diantaranya urease memecah urea

menjadi amoniak yang bersifat basa lemah yang melindungi kuman tersebut mileu asam

HCL.

Garis besar pengobatan tukak peptik adalah eradikasi kuman HP serta pengobatan /

pencegahan gastropati OAINS.

GAMBARAN KLINIS

Secara umum pasien tukak gaster biasanya mengeluh dispepsia. Dispepsia adalah

suatu sindroma klinik / kumpulan keluhan beberapa penyakit saluran cerna seperti mual,

41

Page 42: Kel.4

muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa/ terapan, rasa terbakar, rasa penuh ulu hati dan

cepat merasa kenyang. Dispepsia secara klinis dibagi atas : 1. Dispepsia akibat gangguan

motilitas. 2. Dispepsia akibat tukak. 3. Dispepsia akibat refluks. 4. Dispepsia tidak spesifik.

Pada dispepsia akibat gangguan motilitas keluhan yang paling menonjol adalah

perasaan kembung, rasa penuh ulu hati setelah makan, cepat merasa kenyang disertai

sendawa. Pada dispepsia akibat refluks keluhan yang menonjol berupa perasaan nyeri ulu

hati dan rasa seperti terbakar, harus disingkirkan adanya pasien kardiologis.

Pasien tukak peptik ,emberikan ciri-ciri keluhan seperti nyeri ulu hati, rasa tidak

nyaman/discomfort disertai muntah. Pada tukak duodeni rasa sakit timbul waktu pasien

merasa lapar, rasa sakit bisa membangunkan pasien tengah malam, rasa sakit hilang setelah

makan dan minum obat antasida (Hunger Pain Food Relief = HPFR). Rasa sakit tukak

gaster timbul setelah makan, berbeda dengan tukak duodeni yang merasa enak setelah

makan, rasa sakit tukak gaster sebelah kiri dan rasa sakit tukak duodeni sebelah kanan garis

tengah perut. Rasa sakit bermula pada satu titik (pointing sign) akhirnya difus bisa menjalar

kepunggung. Ini kemungkinan disebabkan penyakit bertambah berat atau mengalami

komplikasi berupa penetrasi tukak keorgan pankreas.

Walaupun demikian rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis tukak gaster

karena dispepsia non tukaka juga bisa menimbulkan rasa sakit yang sama, juga tidak dapat

digunakan lokasi sakit sebelah kiri atau kanan tengah perut. Adapun tukak akibat obat

OAINS dan tukak pada usia lanjut/manula biasanya tidak menimbulkan keluhan, hanya

diketahui melalui komlikasinya berupa perdarahan dan perforasi. Muntah kadang timbul

pada tukak peptik disebabkan edema dan spasme seperti tukak kanal pilorik (obstruksi

gastric outlet). Tukak papilorik dan duodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction

melalui terbentuknya fibrosis/oedem dan spasme.

Pemeriksaan Fisis

Tukak tanpa komplikasi jarang menunjukkan kelainan fisik. Rasa sakit nyeri ulu

hati, di kiri garis tengah perut, terjadi penurunan berat badan merupakan tanda fisik yang

dapat dijumpai pada tukak gaster tanpa komplikasi. Perasaan sangat nyeri, nyeri tekan

perut, perut diam tanpa terdengar peristaltik usus merupakan tanda peritonitis. Goncangan

perut atau succusion splashing dijumpai 4-5 jam setelah makan disertai muntah-muntah

yang dimuntahkan biasanya makanan yang dimakan beberapa jam sebelumnya merupakan

tanda adanya retensi cairan lambung, dari komlikasi tukak/gastric outlet obstruction atau

stenosis pilorus. Takikardi, syok hipovolemik, tanda dari suatu perdarahan. Laboratorium

tidak ada yang spesifik untuk penyakit tukak gaster.

42

Page 43: Kel.4

Pemeriksaan Penunjang

Radiologi

Dengan barium meal kontras ganda

Gambaran:

creater/kawah dengan batas jelas disertai lipatan mukosa yang teratur keluar dari

pinggiran tukak dan niche

Ca gaster: filling defect

Endoskopi

Jinak: luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan normal disertai lipatan yang

teratur keluar dari pinggiran tukak

Ganas: Boorman I/polipoid

Boorman II/ulceratif

Boorman III/infiltratif

Boorman IV/linitis plastika (scirrhus)

Untuk memastikan dilakukan pemeriksaan histopatologi, sitologi brushing

dengan biopsi melalui endoskopi. Jika ditemukan kuman Helicobacter pylori

lakukan pemeriksaan CLO, serologi, danUBT dengan biopsi melalui endoskopi

DIAGNOSIS

Pengamatan klinis, dispepsia, kelainan fisik yang dijumpai, sugesti pasien tukak

Hasil pemeriksaan radiologi dan endoskopi

Hasil biopsi untuk pemeriksaan tes CLO, histopatologi kuman Helicobacter pylori

DIAGNOSIS BANDING

Dispepsdia non tungkak

Dispepsia fungsional

Tumor lambung/saluran cerna atas proksimal

GERD

Penyakit vascular

Penyakit pankreato bilier

Penyakit gastroduodenal Crohn’s

43

Page 44: Kel.4

KOMPLIKASI

Perdarahan

20% tanpa simtom dan tanda penyakit sebelumnya

Meningkat pada usia >60 tahun karena adanya penyakit degeneratif dan meningkatnya

pemakain OAINS

Perforasi, rasa sakit tiba-tiba, sakit berat, sakit difus pada perut

2-3% mengalami perforasi terbuka ke peritoneum

10% tanpa keluhan/tanda perforasi

10% disertai perdarahan tukak dengan mortalitas yang meningkat

Meningkat pada usia lanjut karena ateroskerosis dan meningkatnya penggunaan OAINS

Perforasi biasanya ke lobus kiri hati dan dapat menimbulkan fistula gastro kolik

Stenosis pilorik/Gastric Outlet Obstruction

Cepat kenyang, muntah berisi makanan tak tercerna, mual, sakit perut setelah makan, berat

badan menurun

Temporer: akibat peradangan daerah peripilorik, edema, spasme

Permanen: akibat fibrosis dari tukak serhingga pergerakan antroduodenal terganggu

TERAPI

Tujuan:

Menghilangkan simtom

Menyembuhkan tukak

Mencegah rekurensi tukak

Mencegah komplikasi

Non Medikamentosa

Istirahat

Diet

Hindari makanan lunak, mengandung susu, cabai, mengandung asam karena

merangsang pengeluaran asam lambung.

Hindari merokok karena memperlambat kesembuhan tukak, menghambat sekresi

bikarbonat pankreas, menambah keasaman bulbus duodeni, menambah refluks

duodenogastrik akibat relaksasi sfingter pilorus, meningkatkan kekambuhan tukak,

44

Page 45: Kel.4

meningkatkan angka kematian karena peningkatan kekambuhan penyakit saluran

pernapasan, PPOM, dan PJK

Hindari alkohol, air jeruk, cocacola, bir, kopi karena dapat menambah sekresi asam

lambung

Obat-obatan

Hindari OAINS. Ganti deengan COX2 inhibitor untuk penyakit OA/RA

Medikamentosa

Antasida

Dosis: 3x1 tablet, 4x30 cc (3x sehari dan sebelum tidur 3 jam setelah makan)

Efek samping: berinteraksi dengan obat digitalis, INH, barbiturat, salisilat, dan kinidin

Obat penangkal kerusakan mukus

Koloid Bismuth

Dosis: 2x2 tablet sehari

Efek samping: neurotoksik, tuinja berwarna kehitaman

Sukralfat

Dosis: 4x1 gr sehari

Efek samping: konstipasi

Kontra indikasi: gagal ginjal kronik

Prostaglandin (PGE1/misoprostol)

Dosis: 4x200 mg/2x400 mg pagi dan malam hari

Digunakan pada pasien yang menggunakan OAINS

Efek samping: diare, mual, muntah, kontraksi otot uterus/perdarahan

Kontraindikasi: perempuan yang bakal hamil dan menginginkan kehamilan

Antagonis Reseptor H2/ARH2

Nama Obat Dosis Terapeutik Dosis Pemeliharaan

Simetidin 2x400mg/800mg

malam hati

400mg

Ranitidine 300 mg malam hari 150mg

Famotidiine 1x40mg malam hari

45

Page 46: Kel.4

Nizatidine 1x300mg malam hari 150mg

Roksatidine 2x75mg/150mg

malam hari

75mg

Efek samping: agranulositosis, pansitopenia, neutropenia, anemia dan trombositopenia,

ginekomastia, konfusi mental khusus pada usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal

Proton Pump Inhibitor/PPI

Omeprazol: 2x20mg/standard dosis atau 1x40mg/double dosis

Lansoprazole: 2x40mg/standard dosis atau 1x60mg/double dosis

Pantoprazole: 2x40mg/standard dosis atau 1x60mg/double dosis

Rabeprazole

Esomeprazole

Rabeprazol, esomesoprazol, pantoprazol jangan dikombinasi dengan walfarin, penitoin,

dan diazepam

Efek samping:

mengganggu absorbsi dari obat ampisilin, ketonazole, besi dan oksigen

kenaikan gastrin darah dan menimbulkan tumor karsinoid pada tikus percobaan

PENATALKSANAAN INFEKSI HP

Seleksi Khusus

Pasien dengan HP positif yang mendapat terapi eradikasi, dibagi menjadi tiga kelompok :

Sangat Dianjurkan: tukak duodeni, tukak gaster, pasca reseksi kanker lambung dini,

limfoma MALT

Dianjurkan: dyspepsia tukak, gastritis kronik aktif berat (gambaran PA), gastropati

OAINS, gastritiva erosive berat, gastritis hipertrofik.

Tidak Dianjurkan: Pasien asimtomatik

Regimen Terapi

Terapi Tripel

46

Page 47: Kel.4

Terbaik:

PPI 2x1 + amoksisilin 2x1000 + klaritomisin 2x500

Bila alergi penisilin:

PPI 2x1 + metronidazole 3x500 + klaritomisin 2x500

Termurah:

PPI 2x1 + metronidazole 3x500 + amoksisilin 2x1000

Bila alergi klaritomisin dan penisilin:

PPI 2x1 + metronidazole 3x500 + tetrasiklin 4x500

Terapi Kuadrapel

Jika gagal dengan terapi tripel

PPI 2xsehari, bismuth subsalisilat 4x2 tablet, MNZ 4x250 (jika alergi diganti amoksisilin),

tetrasiklin 4x500

Pasien yang telah resisten: PPI, amoksisilin, rifabutin selama 10 hari

Tukak gaster refrakter (belum sembuh walaupun telah diberi terapi eradikasi penuh selama

14 hari diikuti pemberian PPI selama 10 minggu lagi). Kemudian dosis PPI

ditingkatkan/dosis ganda omeprazole 40gr/lansoprazole 60mg. Jika gagal, akan dilakukan

operasi.

TUKAK DUODENUM

Defenisi

Tukak peptik / TP secara anatomis didefenisikan sebagai suatu defek mukosa /

submukosa yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa sampai lapisan serosa

sehingga dapat terjadi perforasi. Secara klinis suatu tukak adalah hilangnya epitel

superficial atau lapisan lebih dalam dengan diameter ≥ 5 mm yang dapat diamati secara

endoskopi atau radiologis.

Etiologi dan Patogenesis

Etiologi tukak duodenum (TD) yang telah diketahui sebagai faktor agresif yang

merusak pertahanan mukosa adalah Helicobacter pylori, obat anti inflamasi non steroid,

asam lambung / pepsin dan faktor-faktor lingkungan serta kelainan satu atau beberapa

faktor pertahanan yang berpengaruh pada kejadian TD.

Faktor-faktor agresif

47

Page 48: Kel.4

Helicobacter pylori, asam lambung / pepsin pada kerusakan mukosa. Helicobacter pylori

adalah bakteri gram negatif yang dapat hidup dalam suasana asam dalam lambung /

duodenum (antrum, korpus dan bulbus), berbentuk kurva / S-shape dengan ukuran panjang

sekitar 3 um dan diameter 0,5 um, mempunyai satu atau lebih flagel pada salah satu

ujungnya. Bakteri ini ditularkan secara feko-oral atau oral-oral. Didalam lambung terutama

terkonsentrasi dalam antrum, bakteri ini berada pada lapisan mukus pada permukaan epitel

yang sewaktu-waktu dapat menembus sel-sel epitel / antar epitel. Bila terjadi infeksi

H.pylori, maka bakteri ini akan melekat pada permukaan epitel dengan bantuan adhesin

sehingga dapat lebih efektifmerusak mukosa dengan melepaskan sejumlah zat sehingga

terjadi gastritis akut yang dapat berlanjut menjadi gastritis kronik aktif atau duodenitis

kronik aktif. Untuk menjadi kelainan yang selanjutnya yang lebih berat seperti tukak atau

kanker lambung ditentukan oleh virulensi H.pylori dan faktor-faktor lain, baik dari host

sendiri, maupun adanya gangguan fisiologis lambung/ duodenum.

Apabila yerjadi infeksi H. Pylori, host akan memberi respon untuk

mengeliminasi/memusnahkan bakteri ini melalui mobilisasi sel-sel PMN/limfosit yang

menginfiltrasi mukosa secara intensif dengan mengeluarkan bermacam-macam mediator

inflamasi atau sitokin, seperti interleukin 8, gamma interferon alfa, tumor necrosis factor

dan lain-lain, yang bersama-sama dengan reaksi imun yang timbul justru akan

menyebabkan kerusakan sel-sel epitel gastroduodenal yang lebih parah namun tidak

berhasil mengeliminasi bakteri dan infeksi menjadi kronik.

Seperti diketahui bahwa setelah H.pylori berkoloni secara stabil trutama dalam

antrum, maka bakteri ini akan mengeluarkan bermacam-macam sitoksin yang secara

langsung dapat merusak epitel mukosa gastroduodenal, seperti vacuolating cytotoxin (Vac

a gen) yang menyebabkan vakuolisasi sel-sel epitel, cytotoxin associated gen A (cag A

gen). Disamping itu, H.pylori juga melepaskan bermacam-macam enzim yang dapat

merusak sel-lsel epitel , seperti urease, protease, lipase dan fosfolipase.

Urease memecahkan urea dalam lambung menjadi amonia yang toksik terhadap sel-

sel epitel, sedangkan protease dan fosfolipase A2 menekan sekresi mukus menyebabkan

daya tahan mukosa menurun, merusak lapisan yang kaya lipid pada apikal sel epitel dan

melalui kerusakan sel-sel ini, asam lambung berdifusi balik menyebabkan nekrosis yang

lebih luas sehingga terbentuk tukak peptik.

48

Page 49: Kel.4

H. pylori yang terkonsentrasi terutama dalam antrum menyebabkan antrum

predominant gastritis sehingga terjadi kerusakan pada D sel yang mengeluarkan

somatostatin yang fungsinya mengerem produksi gastrin. Akibat kerusakan sel-sel D,

produksi somatostatin menurun sehingga produksi gastrin akan meningkat yang

merangsang sel-sel parietal mengeluarkan asam lambung yang berlebihan. Asam lambung

masuk dalam duodenum sehingga keasaman meningkat menyebabkan duodenitis (kronik

aktif) yang dapat berlanjut menjadi tukak duodenum. Asam lambung yang tinggi dalam

duodenum menimbulkan gastrik metaplasia yang dapat merupakan tempat hidup H.pylori

dan sekaligus dapat memproduksi asam sehingga lebih menambah keasaman dalam

duodenum. Keasaman yang tinggi akan menekan produksi mukus dan bikarbonat,

menyebabkan daya tahan mukosa lebih menurun dan mempermudah timbulnya tukak

duodenum.

Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS)

Pemakaian Obat antiinflamasi non steroid (OAINS) dan asam asetil salisilat

(acethyl salcylic acid = ASA) bukan hanya dapat menyebabkan kerusakan struktural pada

gastroduodenal, tetapi juga pada usus halus dan usus besar berupa inflamasi, ulserasi atau

perforasi. Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal penggunaan

OAINS/ASA adalah akibat efek toksik/iritasi langsung pada mukosa yang memerangkap

OAINS/ASA yang bersifat asam sehingga terjadi kerusakan epitel dalam berbagai tingkat,

namun yang paling utama adalah efek OAINS/ASA yang menghambat kerja dari enzim

siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi

prostagalndin/prostasiklin. Seperti diketahui, prostaglandin endogen sangat sangat

berperan/berfungsi dalam memelihara keutuhan mukosa dengan mengatur aliran darah

mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mukus dan bikarbonat, mengatur fungsi

immunosit mukosa serta sekresi basal asam lambung.

Sampai saat ini dikenal 2 jenis isoenzim siklooksigenase (COX) yaitu COX-1 dan COX-2.

COX-1 ditemukan terutama dalam gastrointestinal, juga dalam ginjal, endotelin,

otak dan trombosit; dan berperan penting dalam pembentukan prostaglandin dari

asam arakidonat. COX-1 merupakan house-keeping dalam saluran cerna

gastrointestinal

COX-2 ditemukan dalam otak dan ginjal, yang juga bertanggungjawab dalam

respon inflamasi/injuri.

49

Page 50: Kel.4

Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan

OAINS/ASA melalui 4 tahap, yaitu : menurunnya sekresi mukus dan bikarbonat,

terganggunya sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa, berkurangnya aliran darah

mukosa dan kerusakan mikrovaskuler yang diperberat oleh kerja sama platelet dan

mekanisme koagulasi. Endotel vaskuler secara terus-menerus menghasilkan vasodilator

prostaglandin E dan I, yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-1) akan timbul

vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun yang menyebabkan nekrosis epitel.

Hambatan COX-2 menyebabkan peningkatan perlekatan leukosit PMN pada

endotel vaskuler gastroduodenal dan mesentrik, dimulai dengan pelepasan protease, radikal

bebas oksigen sehingga memperberat kerusakan epitel dan endotel. Perlekatan leukosit

PMN menimbulkan statis aliran mikrovaskuler, iskemia dan berakhir dengan kerusakan

mukosa / tukak peptik.

Beberapa faktor resiko yang memudahkan terjadinya TD/tukak peptik pada penggunaan

OAINS adalah :

Umur tua (>60 tahun)

Riwayat tentang adanya tukak peptik sebelumnya

Dispepsia kronik

Intoleransi terhadap penggunaan OAINS sebelumnya

Jenis, dosis, dan lamanya penggunaan OAINS

Penggunaan secara bersamaan dengan kostikosteroid, antikoagulan dan penggunaan

2 jenis OAINS bersamaan

Penyakit penyerta lainnya yang diderita oleh pemakai OAINS. Penting untuk

diketahui bahwa tukak peptik yang terjadi pada penggunaan OAINS, sering tidak

bergejala dan baru dapat diketahui setelah terjadi komplikasi seperti perdarahan

atau perforasi saluran cerna.

Beberapa faktor lingkungan atau penyakit lain yang dapat merupakan faktor resiko

terjadinya tukak duodenum, yaitu : a) merokok (tembakau, sigaret) meningkatkan

kerentanan terhadap infeksi H.pylori dengan menurunkan faktor pertahanan dan

menciptakan suasana yang sesuai untuk H.pylori. b) faktor stres, malnutrisi, makanan

tinggi garam, defisiensi vitamin. c) beberapa penyakit tertentu dimana prevalensi tukak

meningkat seperti sindrom zollinger elison, mastositosis sistemik, penyakit chron dan

hiperparatiroidisme. d) faktor genetik.

Faktor-faktor defensif

50

Page 51: Kel.4

Ada 3 faktor pertahanan yang berfungsi memelihara daya tahan mukosa gastroduodenal,

yaitu :

a. Faktor preepitel terdiri dari :

Mukus dan bikarbonat yang berguna untuk menahan pengaruh asam

lambung/pepsin

Mucoid cup, yaitu suatu struktur yang terdiri dari mukus dan fibrin, yang

terbentuk sebagi respon terhadap rangsangan inflamasi

Active surface phospholipid yang berperan untuk meningkatkan

hidrofobisitas membran sel dan meningkatkan viskositas mukus

b. Faktor epitel

Kecepatan perbaikan mukosa yang rusak, dimana terjadi migrasi sel-sel

yang sehat ke daerah yang rusak untuk perbaikan

Pertahanan seluler, yaitu kemampuan untuk memelihara electrical gradient

dan mencegah pengasaman sel

Kemampuan trasnporter asam-basa untuk mengangkut bikarbonat ke dalam

lapisan mukus dan jaringan subepitel dan untuk mendorong asam keluar

jaringan

Faktor pertumbuhan, prostaglandin dan nitrit okside

c. Faktor subepitel

Aliran darah (mikrosirkulasi) yang berperan mengangkut nutrisi, oksigen

dan bkarbonat ke epitel sel

Prostaglandin endogen menekan perlekatan dan ekstravasasi leukosit yang

merangsang reaksi inflamasi inflamasi jaringan

Gambaran klinik

Gambaran klinik TD sebagai salh satu bentuk dispepsia organik adalah sindrom

dispepsia, berupa nyeri dan atau rasa tidak nyaman (discomfort ) pada epigastrium.

Anamnesis

51

Page 52: Kel.4

Gejala-gejala TD memiliki periode remisi dan eksaserbasi, menjadi tenang

berminggu-minggu, berbulan-bulan dan kemudian terjadi eksaserbasi beberapa minggu

merupakan gejala khas. Nyeri epigastrium merupakan gejala yang paling dominan,

walaupun sensifitas dan spefisitasnya sebai marker adanya ulserasi mukoa rendah. Nyeri

seperti rasa terbakar, nyeri rasa lapar, rasa sakit/tidak nyaman yang mengganggu dan tidak

terlokalisasi; biasanya terjadi setelah 90 menit-3 jam post pandrial dan nyeri dapat

berkurang sementara sesudah makan,minum susu atau minum antasida.pada TD, nyeri

yang muncul tiba-tiba dan menjalar kepunggung perlu diwaspadai adanya penetrasi tukak

ke penkreas, sedangkan nyeri yang muncul dan menetap mengenai seluruh perut perlu

dicurigai suatu perforasi. Pada TP umumnya, apabila gejala mual dan muntah timbul secara

perlahan tetapi menetap, maka kemungkinan terjadi komplikasi obstruksi pada outlet.

Tinja berwarna seperti teer (melena) harus diwaspadai sebagai suatu perdarahan

tukak. Pada dispepsia kronik, sebagai pedoman untuk membedakan antara dispepsia

fungsional dan dispepsia organik seperti TD, yaitu pada TD dapat ditemukan gejala

peringatan (alarm symptom) antara lain berupa :

Umur > 45-50 tahun keluhan muncul pertama kali

Adanya perdarahan hematemesis/melena

BB menurun > 10%

Anoreksia/rasa cepat kenyang

Riwayat tukak peptik sebelumnya

Muntah yang persisten

Anemia yang tidak diketahui sebabnya

Pemeriksaan fisis. Tidak banyak tanda fisik yang dapat ditemukan selain kemungkinan

adanya nyeri palpasi epigastrium, kecuali bila sudah terjadi komplikasi.

Diagnosis

Diagnosis pasti tukak peptikum dilakukan dengan pemriksan endoskopi saluran

cerna bagian atas dan sekaligus dilakukan biopsi lambung untuk deteksi H.pylori atau

dengan pemeriksaan foto barium kontras ganda.

52

Page 53: Kel.4

Diagnosis banding

Dispepsia non ulcer

Tukak lambung

Penyakit pankreatobilier

Penyakit Chron’s gastroduodenal

Tumor saluran cerna bagian atas

Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul pada umumnya adalah :

Perdarahan : hematemesis/melena dengan tanda syok apabila perdarahan masif dan

perdarahan tersembunyi yang kronik menyebabkan anemia defisiensi Fe.

Perforasi : nyeri perut menyeluruh sebagai tanda peritonitis

Penetrasi tukak yang mengenai pankreas : timbul nyeri tiba-tiba tembus kebelakang.

Obstruksi outlet bila ditemukan gejala mual + muntah, perut kembung dan adanya

suara deburan (succusion spalsh) sebagai tanda retensi cairan dan udara, dan berat

badan menurun

Keganasan dalam duodenum (walaupun jarang).

Manajemen

Pada umumnya manajeman atau pengobatan tukak peptik /TD dilakukan secara

medikamentosa, sedangkan cara pembedahan dilakukan apabila terjadi komplikasi seperti

perforasi, obstruksi dan perdarahan yang tidak dapat diatasi. Tujuan dari pengobatan adalah

: 1) menghilangkan gejala-gejala terutama nyeri epigastrium, 2)mempercepat penyembuhan

tukak secara sempurna, 3) mencegah terjadinya komplikasi, 4) mencegah terjadinya

kekambuhan.

Penggunaan obat-obatan

TD kausa H.pylori. untuk mencapai tujuan terapi, maka eradikasi H.pylori merupakan

tujuan utama. Walaupun antibiotik mungkin cukup untuk terapi TD dengan H.pylori namun

kombinasi dengan penghambat pompa proton (PPI) dengan 2 jenis antibiotik (triple

therapy) merupakan cara terapi terbaik. Kombinasi tersebut adalah :

53

Page 54: Kel.4

a. PPI 2X1 (tergantung preparat yang dipakai)

Amoksisilin 2X1 g/hari

Klaritromisin 2X500 mg

b. PPI 2X1

Amoksisilin 2X1 g/hari

Metronidazol 2X500 mg

c. PPI 2X1

Klaritromisin 2X500 mg

Metronidazol 2X500 mg

Jenis-jenis preparat dan kemasan PPI yang ada : omprazol 20 mg, rabeprazol 10 mg,

pantoprazol 40 mg, lanzoprazol 30 mg dan esomeprazol magnesium 20/40 mg.

H.pylori disertai penggunaan OAINS. Eradikasi H.pylori sebagai tindakan utama tetap

dilakukan dan bila mungkin OAINS dihentikan, atau diganti dengan OAINS spesifik COX-

2 inhibitor yang mempunyai efek merugikan lebih kecil pada gastroduodenal.

TD kausa OAINS. Penggunaan OAINS terutama yang memblokir kerja COX-1 akan

meningkatkan kelainan struktural gastroduodenal.oleh karena itu penggunaan OAINS pada

pasien-pasien dengan kelainan muskuloskeletal yang lama harus disertai dengan obat-obat

yang dapat menekan produksi asam lambung seperti reseptor antagonis H2 (H2RA) atau

PPI dan diupayakan ph lambung diatas 4 atau dengan menggunakan obat sintetik

prostaglandin (misoprostol 200mg/hari)sebagai sitoprotektif apabila penggunaan OAINS

tidak dapat dihentikan. Pencegahan / meminimalkan efek samping OAIN, yaitu :

Jika mungkin mengehentikan pemakaian OAINS, walaupun biasanya tidak

memungkinkan pada penyakit artritis seperti osteoastritis (OA), rematoid artritis

(RA)

Penggunaan preparat OAINS (prodrug, OAINS terikat pada bahan lain seperti NO)

Pemberian obat spesifik COX-2 inhibitor walaupun hal ini tidak 100% mencegah

efek samping pada gastroduodenal

54

Page 55: Kel.4

Pemberian obat secara bersamaan dengan pemberian OAINS seperti H2RA, PPI

atau prostaglandin.

TD non-H.pylori non OAINS. Pada TD yang hanya disebabkan oleh peningkatan asam

lambung, maka terapi dilakukan dengan memberikan obat yang dapat menetralisir asam

dalam lumen atau obat yang menekan produksi asam lambung dan yang terbaik adalah PPI.

Antasida. Obat ini dapat menyembuhkan tukak namun dosis biasanya lebih tinggi

dan digunakan dalam jangka waktu lebih lama dan lebih sering (tujuh kali sehari

dengan dosis total 1008 mEq/hari)dengan komplikasi diare yang mungkin terjadi.

Dari penelitian lain dimana antasida sebagai obat untuk menetralisir asam, cukup

diberikan 120-240 mEq/hari dalam dosis terbagi.

H2 receptor antagonist (H2RA). Obat ini berperan menghambat pengaruh histamin

sebagai mediator untuk sekresi asam melalui reseptor histamin-2 pada sel parietal,

tetapi kurang berpengaruh terhadap sekresi asam melalui pengaruh kolinergik atau

gastrin postpandrial. Beberapa jenis preparat yang dapat digunakan seperti :

- Cimetidin 2 X 400 mg/hari atau 1 X 800 mg pada malam hari

- Ranitidin diberikan 300 mg sebelum tidur malam atau 2 X 150 mg/hari

- Famotidin diberikan 40mg sebelum tidur malam dengan penyembuhan sekitar

90%.

Proton pump inhibitor (PPI). Merupakan obat pilihan untuk PTP, diberikan sekali

sehari sebelum sarapan pagi atau jika perlu 2 kali sehari sebelum makan pagi dan

makan malam, selama 4 minggu dengan tingkat penyembuhan di atas 90%. Obat

lain seperti sukralfat 2 X 2 gram sehari, atau 4X1 gr sehari berfungsi menutup

permukaan tukak sehingga menghindari iritasi/pengaruh asam-pepsin dan garam

empedu, dan disamping itu mempunyai efek tropik.

Diet

Makan dalam jumlah sedikit dan lebih sering, lebih baik daripada makan yang

sekaligus kenyang. Mengurangi makanan yang merangsang pengeluaran asam

lambung/pepsin, makanan yang merangsang timbulnya nyeri dan zat-zat lain yang

dapat mengganggu pertahanan mukosa gastroduodenal.

55

Page 56: Kel.4

TUMOR GASTER

I. EPIDEMIOLOGI

Tumor Gaster terdiri dari tumor jinak dan tumor ganas. Tumor jinak lebih jarang

daripada tumor ganas. Tumor jinak didapatkan pada autopsi berkisar antara 0,2 - 0,4 % dan

jarang ditemukan di bawah umur 55 tahun. Tumor ganas didapatkan 10 kali lebih banyak

daripada tumor jinak. Tumor ganas yang terbanyak adalah adenokarsinoma dan tumor ini

menempati urutan ketiga tumor saluran cerna di Amerika Serikat setelah tumor kolon dan

Pankreas.

Selama beberapa dasawarsa terakhir angka kematian turun tajam sampai 30%, ini

disebabkan kejadian penyakit ini menurun di Amerika Serikat dan Eropa Barat, tetapi tetap

menjadi masalah di Jepang. Eropa Timur, dan Amerika Latin. Di negara lain selain Jepang,

kelangsungan hidup lebih dari 5 tahun setelah pembedahan tumor gaster kurang dari 10%,

sedangkan di Jepang dapat mencapai 90% karena adanya peningkatan cara diagnostic

(endoskopi dan endoskopi ultrasound).

II. FAKTOR RESIKO

Factor resiko kanker gaster antara lain infeksi Helicobakter pilori, diet tinggi nitrat

(nitrosamine) sebagai pengawet, makanan yang diasap dan diasinkan, perokok, atrofi

lambung. Di samping itu ada juga factor-faktor resiko yang mempermudah :

Seks, kanker gaster pada pria 2 kali lebih sering daripada perempuan.

Umur, kebanyakan kanker lambung pada umur 50-70 tahun dan jarang dibawah

umur 40 tahun.

Alcohol.

Operasi lambung sebelumnya.

Polip lambung

Sindrom Kanker familial

III.KLASIFIKASI

Tumor Gaster dapat dibagi menjadi 2 Kelompok :

A. Tumor Jinak. Dapat dibagi atas :

1. Tumor jinak epitel

56

Page 57: Kel.4

2. Tumor jinak non epitel

Tumor jinak epitel

Tumor jinak epitel biasanya berbentuk polip dan dapat dibagi atas :

a. Adenoma: terisolisasi, bagian dari adenoma generalisata gastrointestinal.

b. Adenoma Hiperplastik: polip sirkumskripta, difus.

c. Adenoma Heterotropik: tumor Pankreas aberan, bruninoma (Sudoyo, 2007).

Adenoma

Adenoma sering terdapat terbatas pada lambung, tetapi dapat merupakan bagian

polip adenoma generalisata pada saluran cerna. Didapatkan pada 1% dari pasien yang

dilakukan pemeriksaan radiologi dan endoskopi. Terutama didapatkan pada pria, biasanya

usia dewasa. Biasanya berbentuk polip yang bertangkai, dengan permukaan licin, besarnya

hanya beberapa centimeter. umumnya tanpa keluhan, kadang-kadang timbul perdarahan

yang dapat menyebabkan anemia. Lokasi tumor yang tersering daerah pylorus dan antrum

(50%), fundus (20%), kurvatura minor (20%) dan kardia (10%) (Sudoyo, 2007).

Pada pemeriksaan radiologi didapatkan filling defect dengan tepi teratur dan

bertangkai. Pemeriksaan Gastroskopi merupakan pemeriksaan yang memastikan lokasinya

terutama di daerah antrum dan angulus. Setiap polip walaupun kelihatan jinak perlu

dilakukan biopsy untuk melihat patologi anatominya. Bila pasien tanpa keluhan, sebaiknya

dilakukan pemantauan secara teratur. Jika terlihat adanya komplikasi sebaiknya dilakukan

polipektomi (Sudoyo, 2007).

Adenoma Hiperplastik

Pada Gastritis atrofi kronis permukaan mukosa dan alveolar, berubah menjadi

hyperplasia. Bentuknya dapat berupa sessile atau discrete (Sudoyo, 2007).

Adenoma Heterotropik

1. Anomali pancreas paling sering didapatkan. Kira-kira 0,5% dari autopsy. Lebih

sering ditemukan pada pria antara umur 22-55 tahun. Lokasi terbanyak di daerah

antrum dan pylorus. Biasanya pancreas aberan ini kecil (diameter 1 cm).

Pemeriksaan radiologis dengan kontras ganda sangat membantu diagnosis.

2. Bruninoma. Biasanya ditemukan di daerah bulbus duodeni dan pada pemeriksaan

radiologis didapatkan polip multiple dan kadang-kadang didapatkan di daerah

pylorus dan antrum (Sudoyo, 2007).

Tumor Jinak Non Epitel

57

Page 58: Kel.4

Tumor jinak non epitel ini penting karena sering menimbulkan komplikasi berupa ulserasi

dan perdarahan.

o Tumor Neurogenik. Sering didapatkan Schwannoma yang tumbuh dalam

submukosa dan menonjol ke dalam lumen. Biasanya ukuran tumor menjadi

beberapa cm, dapat terjadi ulcerasi dan perdarahan.

o Leiomioma. Sering didapatkan pada pasien dewasa pada otopsi. Biasanya tunggal

dengan diameter 2 cm di daerah antrum dan pylorus. Dapat menyebabkan hipertrofi

pylorus stenosis.

o Fibroma. Biasanya kombinasi dengan tumor lain seperti neurofibroma, miofibroma,

lipofibroma dan lain-lain. Fibroma ini lebih jarang ditemukan daripada

schwannoma. Gejala yang sering timbul adalah perdarahan dan rasa nyeri.

o Lipoma. Lipoma ini didapatkan pada autopsy lebih kurang 0,03%. Lipoma tumbuh

di dalam sub mukosa dengan keluhan rasa nyeri dan kadang-kadang ada

perdarahan.

B. Tumor Ganas

Early Gastric Cancer

Berdasarkan hasil pemeriksaan radiologi, gastroskopi dan pemeriksaan histopatologis dapat

dibagi atas:

1. Tipe I (protruded type) : tumor ganas yang menginvasi hanya terbatas pada mukosa

dan submukosa yang berbentuk polipoid. Bentuknya ireguler, permukaan tidak rata,

perdarahan dengan atau tanpa ulserasi.

2. Tipe II (superficial type) : dapat dibagi atas 3 subtipe:

1. Elevated type : tampak sedikit elevasi mukosa lambung, hampir seperti tipe I,

terdapat sedikit elevasi serta dan lebih meluas dan melebar,

2. Flat type: tidak terlihat elevasi atau depresi pada mukosa dan hanya terlihat

perubahan pada warna mukosa,

3. Depressed type: didapatkan permukaan yang ireguler dan pinggir yang tidak

rata (ireguler) hiperemis/ pendarahan

3. Tipe III (excavated type) : menyerupai Bormann II (tumor ganas lanjut) dan sering

disertai kombinasi seperti IIc + III atau III + IIc dan IIa + IIc.

58

Page 59: Kel.4

Advanced Gastric Cancer

Menurut klasifikasi Bormann dapat dibagi atas: (Sudoyo, 2007).

1. Bormann I: bentuknya berupa polipoid karsinoma yang sering juga disebut sebagai

fungating dan mukosa di sekitar tumor atrofi dan ireguler

2. Bormann II: merupakan non infiltrating carcinomatous ulcer dengan tepi ulkus serta

mukosa sekitarnya menonjol dan disertai nodular. Dasar ulkus terlihat nekrosis

dengan warna kecoklatan, keabuan dan merah kehitaman. Mukosa sekitar ulkus

tampak sangat hiperemis

3. Bormann III: berupa infiltrating carcinomatous ulcer, ulkusnya mempunyai dinding

dan terlihat adanya infiltrasi progresif dan difus

4. Bormann IV: berupa bentuk diffuse infiltrating type, tidak terlihat batas tegas pada

dinding dan infiltrasi difus pada seluruh mukosa.

IV. PATOGENESIS

Seperti pada umunya tumor ganas di tempat lain, penyebab tumor ganas gaster juga belum

diketahui secara pasti. Factor yang mempermudah timbulnya tumor ganas gaster adalah

perubahan mukosa yang abnormal, antara lain seperti gastritis atrofi, polip digaster dan

anemia pernisiosa. Disamping itu, pengaruh keadaan lingkungan mungkin memegang

peranan penting terutama pada penyakit gaster seperti di Negara Jepang, Chili, Irlandia,

Australia, Rusia dan Skandinavia. Ternyata pada orang Jepang yang telah lama

meninggalkan Jepang, frekuensi tumor ganas gaster lebih rendah (Sudoyo, 2007).

Dapat disimpulkan bahwa kebiasaan hidup mempunyai peran penting, makanan panas

dapat merupakan factor timbulnya tumor ganas seperti juga makanan yang diasap dan ikan

asin yang mungkin mempermudah timbulnya tumor ganas gaster. Selain itu, factor lain

yang mempengaruhi adalah factor herediter, golongan darah terutama golongan darah A

dan factor infeksi Helicobacter pylori (Sudoyo, 2007).

V. PATOLOGI

Kebanyakan kanker gaster adalah adenokarsinoma (90 – 99%), yang lain limfoma,

leiomiosarkoma, adenoxanthoma dan lain-lain. Kebanyakan lokasi tumor pada daerah

atropilorik, kurvatura minor lebih sering daripada kurvatura mayor. Karsinoma gaster

berasal berasal dari perubahan epitel pada membrane mukosa gaster, yang berkembang

pada bagian bawah gaster, sedangkan pada atrofi gaster didapatkan bagian atas gaster dan

secara multisenter.

59

Page 60: Kel.4

1. Karsinoma gaster terlihat beberapa bentuk:

2. Seperempatnya berasal dari propia yang berbentuk fungating dan tumbuh ke lumen

sebagai massa.

3. Seperempatnya berbentuk tumor yang berulserasi

4. Massa yang tumbuh melalui dinding menginvasi lapisan otot.

5. Penyebarannya melalui dinding yang dicemari penyebaran pada permukaan (8%)

6. Berbentuk linitisplastika (10 – 15%)

7. Sepertiganya karsinoma berbagai bentuk di atas

VI. GEJALA KLINIS

Keluhan utama tumor ganas gaster adalah berat badan menurun (82%), nyeri

epigastrium (63%), muntah (41%), keluhan pencernaan (40%), anoreksia (28%), keluhan

umum (25%), disfagia (18%), nausea (18%), kelemahan (17%), sendawa (10%),

hematemesis (7%), regurgitasi (7%) dan lekas kenyang (5%) (Sudoyo, 2007).

VII. KLASIFIKASI TNM KARSINOMA GASTER

Tumor Primer

Tis Carcinoma insitu

T1 Invasi ke lamina propria atau submukosa

T2 Invasi ke muskularis propria

T3 Penetrasi ke serosa

T4 Invasi ke organ sekitar

Metastasis Kelenjar Limfe Regional

N0 none

N1 Metastasis ke kelenjar perigastrik 3 cm dari tumor primer

N2 Metastasis ke kelenjar limfe perigastrik lebih dari 3 cm dari pinggir tumor

primer (sepanjang lambung kiri, common hepatic, limpa atau arteri celiac)

Metastasis Jauh

M0 none

M1 Metastasis jauh

60

Page 61: Kel.4

Staging

0 Tis N0 M0

I T1 N0-1 M0

T2 N0 M0

II T1 N2 M0

T2 N1 M0

T3 N0 M0

III T2 N2 M0

T3 N1-2 M0

T4 N0-1 M0

IV T4 N2 M0

T1-4 N1-2 M1

Kanker gaster dini jarang mempunyai keluhan dan sulit untuk dideteksi. Gejala

yang ditimbulkan oleh metastasis dapat berupa perut membesar (asites), ikterus obstruktif,

nyeri tulang, gejala neurologis dan sesak napas, dan dapat pula berupa ileus obstruktif

VIII.DIAGNOSIS

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat membantu diagnosis berupa berat badan menurun dan

anemia. Di daerah epigastrium mungkin ditemukan suatu massa dan jika telah terjadi

metastasis ke hati, teraba hati yang ireguler dan kadang-kadang kelenjar limfe klavikula

teraba.

IX. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

PEMERIKSAAN OMD (OESOPHAGUS, MAAG, DUODENUM/BARIUM MEAL/

BNO)

Pemeriksaan radiologi gaster dengan OMD kontras tunggal, pasien harus datang

dalam keadaan puasa, agar pemeriksaan tidak terganggu oleh sisa makanan. Setelah minum

barium sulfat, maka dengan fluoroskopi diikuti kontrasnya sampai masuk ke dalam

lambung, kemudian dibuat foto-foto dalam posisi-posisi tegak (erect), terlentang (supine),

agak miring, telungkup (prone). Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai adanya ulkus di

gaster (Rasad, 2009).

Pemeriksaan kontras ganda OMD pasien juga harus dalam keadaan puasa, sebelum

61

Page 62: Kel.4

dimulai, diberikan suntikan antispasmodik, dengan maksud agar lambung dan usus tenang

dan lemas (supple atau pliable). Hal ini akan membantu membuat gambaran lambung

menjadi bagus dan halus. Pasien diminta minum suspensi barium sulfat. Kemudian

dilanjutkan dengan kontras ganda, kontras negative yang paling bagus dan murah ialah

udara/ hawa. Sebuah tabung karet nasogastrik dimasukkan lewat hidung dan esophagus ke

dalam lambung, kemudian dipompakan udara/ hawa. Sebaiknya sebanyak jumlah suspense

yang diminum tadi (kira-kira 300 ml). Dengan demikian lambung dan bulbus duodenum

menjadi kembung dan selaput lendir menjadi rata dan gambaran lambung menjadi jernih

dan transparan. Selaput lendirnya tak kentara lagi, yang tampak sekarang adalah area

gastricnya (yaitu bagian-bagian terkecil yang membentuk selaput lendir tersebut). Ulkus

kecil (kurang dari 2 mm) dapat terdeteksi dengan cara ini; demikian pula sikatriknya. Juga

kanker yang masih kecil dan masih berada di mukosa (early cancer) dapat terlihat. Hal ini

sangat penting khususnya di negara-negara yang banyak dihantui oleh kanker, seperti

Jepang dan beberapa negara lain. Terutama di Jepang, cara kontras ganda ini

dikembangkan secara besar-besaran agar sebanyak mungkin mendeteksi keganasan dini

dalam usaha nasionalnya menekan insidensi kanker lambung.

Tumor secara radiologic adalah merupakan sebuah lesi yang menyita ruangan (pace

occupying lesion = SOL). Bila ada tumor lambung, maka dengan sendirinya kontras tidak

dapat mengisinya, sehingga pada pengisian lambung, tempat tersebut merupakan tempat

yang luput dari pengisian kontras (luput isi atau filling defect). Ulkus dan karsinoma

lambung dapat ditemukan dimana saja dalam lambung. Antrum prepilorik dikenal sebagai

tempat predileksi baik untuk ulkus maupun karsinoma.

Suatu pemeriksaan radiografik kontra ganda adalah prosedur diagnostic paling

sederhana untuk pemeriksaan pasien dengan keluhan epigastrik. Penggunaan teknik kontras

ganda membantu untuk mendeteki lesi kecil dengan memperjelas detail mukosa. Lambung

sebaiknya didistensi pada beberapa waktu selama tiap pemeriksaan radiografik karena

densibilitas yang menurun bisa merupakan satu-satunya penunjuk adanya karsinoma

infiltrative difus.

Pemeriksaan radiologi yang penting adalah pemeriksaan kontras ganda dengan

berbagai posisi seperti terlentang, tengkurap, oblik yang disertai dengan kompresi. Foto

kontras ganda lambung memberikan kepekaan diagnosis sampai 90%. Dicurigai adanya

keganasan bila ditemukan deformitas, tukak atau tonjolan di lumen .

Stadium Awal Kanker Lambung

Tehnik pemeriksaan kontras ganda pada pemeriksan saluran cerna atas adalah

62

Page 63: Kel.4

pilihan pertama pada pemeriksaan radiologi. Lesi-lesi yang Nampak di mukosa dan

submukosa diklasifikasikan menjadi 3 tipe: (e-medicine, 2009)

a. Lesi tipe I yaitu adanya elevasi dan penonjolan keluar lumen lebih dari 5 mm

b. Lesi tipe II yaitu adanya lesi superficial yang adanya elevasi (IIa), datar (IIb), atau

tertekan (IIc).

c. Lesi tipe III stadium kanker awal adalah gambaran dangkal, ulkus ireguler dikelilingi

nodul-nodul, kumpulan lipatan-lipatan mukosa.

Di Negara-negara Barat, kanker lambung stadium awal berjumlah 5 – 20% dari

semua jenis kanker. Di Jepang, mencapai 25 – 46% didapat dari hasil screening pasien

umum (termasuk dalam kategori high incidence).

Kanker Lambung Stadium Lanjut

Kanker lambung kadang-kadang Nampak dalam foto polos abdomen sebagai

gambaran abnormalitas pada kontur gaster atau adanya gambaran massa soft tissue yang

masuk ke dalam kontur gaster. Jarang ditemukan musin yang diproduksi kanker yang akan

memberikan gambaran area kalsifikasi. Pada studi barium, karsinoma gaster tampak

gambaran polypoid, ulcerative atau lesi infiltrate.

Karsinoma polypoid tampak sebagai massa berlobul yang masuk ke lumen, dapat

ditemukan satu atau lebih area ulserasi.

Gambar karsinoma polypoid pada gaster

Karsinoma ulserative, gambaran ireguler tampak pada jaringan malignansi. Nodul

tumor mungkin berbatasan dengan lipatan mukosa; lipatan mukosa yang berkumpul di tepi

ulcus mungkin terlihat tumpul, tampak noduler atau kumpulan infiltrasi tumor. Lesi ini

63

Page 64: Kel.4

intraluminal, dimana ulkus jinak ditemukan diluar kontur abdomen. Gambaran lipatan

mukosa dihubungkan dengan ulkus benigna jika didapat gambaran yang regular dan meluas

di sekitar margin ulkus. Endoskopi dan biopsy dibutuhkan untuk mengkonfirmasi adanya

malignansi pada hamper semua kasus ulkus gaster.

Karsinoma infiltrasi menyebabkan penyempitan ireguler abdomen dengan nodul

atau spikulasi mukosa. Karsinoma scirrhous secara khas menyebabkan penyempitan dan

rigiditas abdomen, adanya gambaran linitis plastic atau gambaran “leather bottle”. Meski

lesi berlobul ditemukan di fundus atau corpus, kadang ditemukan sebagai penebalan,

lipatan mukosa ireguler dan nodularitas tanpa penyempitan yang signifikan.

Gambar Linitis plastica

Karsinoma di cardia sering tidak ditemukan pada pemeriksaan kontras tunggal.

Pada pemeriksaan kontras ganda, hal yang menonjol pada anatomi normal dilenyapkan dan

diganti dengan lesi plaquelike bernodul atau disertai ulkus. Esophagus bagian distal sering

terkena.

Tumor submukosa kadang nampak adanya pseudo achalasia atau secondary

achalasia dengan peruncingan, penyempitan seperti paruh pada esophagus distal dan

64

Page 65: Kel.4

infiltrasi pada gaster bagian kardi.

Pada studi tingkat kepercayaan, sensitifitas pemeriksaan kontras tunggal adalah

70%, tetapi pemeriksaan kontras ganda mempunyai sensitifitas lebih tinggi, yaitu 90%.

Setiap lesi yang didapat sebaiknya dikonfirmasi dengan pemeriksaan lain yaitu endoscopy

dan biopsy.

Gambaran karsinoma gaster pada pemeriksaan barium harus dibedakan dari

gambaran ulkus gaster jinak dan polip, limfoma gaster dan focal gastritis. Gambaran tumor

ganas kadang membingungkan, meskipun setiap ditemukan linitis plastica biasanya adalah

karsinoma gaster, hal ini juga disebabkan oleh metastasi dari kanker payudara. Pada kasus

yang jarang, Crohn disease, tubekulosis, sarcoidosis dan sifilis bisa memberikan gambaran

karsinoma gaster, adenokarsinoma esophagus primer juga dapat menginvasi gaster. Varises

gaster dan distensi yang tidak adekuat juga dapat memberikan gambaran tumor di fundus

gaster.

Identifikasi ulkus lambung ganas sebelum penetrasi ke dalam jaringan sekitarnya

sangat menentukan karena dapat disembuhkannya lesi dini seperti itu jika terbatas pada

mukosa atau submukosa, bahkan di Amerika Serikat, lebih besar dari 80 persen. Karena

karsinoma lambung sulit untuk dibedakan secara klinis atau radiografi dengan limfoma

lambung, biopsy endoskopik sebaiknya dilakukan sedalam mungkin karena lokasi tumor

limfoid adalah pada submukosa.

PEMERIKSAAN TOMOGRAFI KOMPUTER (CT SCAN)

Pemeriksaan tomografi computer pertama kali digunakan untuk membedakan

stadium dan penyebaran di luar gaster dari karsinoma gaster. Hasil dari pemeriksaan ini

sangatlah penting untuk akhirnya nanti menentukan terapi paliatif bedah dan radikal kuratif

bedah. Tambahan lagi, saat ini pemeriksaan ini juga digunakan untuk monitor respon

terhadap terapi.

Deteksi karsinoma gaster ditingkatkan dengan menggunakan potongan-potongan

tipis dan multidetektor CT. Jika potongan tipis digunakan, gambaran isotropic abdomen

dimungkinkan akan didapat kualitas tinggi dan gambaran rekonstruksi 3 dimensi dari

gaster. Kontras intravena diberikan, dengan air atau gas sebagai agen intraluminal negative.

Gambaran akan didapatkan adanya tumor di cardia dan bagian distal gaster.

Pemeriksaan CT Scan dapat memeriksa:

Massa polipoid dengan atau tanpa ulserasi

Penebalan dinding fokal dengan iregularitas mukoa atau ulserasi

65

Page 66: Kel.4

Penebalan dinding dengan hilangnya struktur normal lipatan mukosa (lei

infiltrative)

Infiltrasi fokal ke dinding gaster

Carcinoma of the lesser curve. Note the focal mural thickening due to a tumor plaque.

Berbagai macam penebalan dinding lambung dan perbedaan gambaran kontras

(khas untuk lesi scirrhous)

Karsinoma musinous dengan penipisan rendah karena adanya musin dalam jumlah

yang banyak dan mengandung kalsifikasi.

T staging

Invasi tumor gaster ke dalam tidak dapat dinilai secara akurat dengan pemeriksaan

tomografi computer. Invasi tumor di perigastric akan tampak adanya penyebaran. Nodul

sebesar 4 – 8 mm mungkin terlihat sebagai kumpulan tumor pada kasus yang lebih lanjut

Penyebaran secara langsung tumor sering ditemukan. Pancreas diinvasi melalui lesser sac;

kolon transversum, melalui ligament gastrocolic dan liver melalui ligament gastrohepatic.

Penyebaran longitudinal ke esophagus distal ditemukan pada 60% pasien dengan

karsinoma di kardia. Duodenum juga terlibat pada 5 – 20% karsinoma.

Akurasi pemeriksaan dengan tomografi computer untuk menilai penyebaran kanker

T adalah 66%.

Metastase limfonodi ditemukan pada 80% pasien kanker gaster. Jumlahnya

tergantung pada ukuran dan kedalaman tumor; nodus perigastric local adalah lokasi

pertama yang terlibat, diikuti dengan kelenjar limfe regional lain (celiac, hepatic, gaster

kiri, spleen) dan kelenjar limfe jauh (nodus supraklavukula kiri dan axiller).

Celiac-axis nodes measure 8-12 mm and are from carcinoma of the cardia. Note the

irregular liver metastasis and adjacent rounded cyst.

Carcinoma of the body of the stomach associated with regional lymphadenopathy

and ascites.

Pemeriksaan tomografi computer menggambarkan 75% nodus dengan diameter

lebih besar dari 5 mm, pemeriksaan tomografi tidak berguna untuk membedakan nodus

yang membesar oleh karena tumor atau perubahan reaktif lainnya (e-medicine, 2009)

Nodus local (N1) ditemukan di area prepilorik, ligament gastrocolic dan ligament

gastrohepatik. Nodus ini dihilangkan dengan prosedur gastrectomy standar. Nodus regional

(N2) ditemukan di porta hepatic, ligament hepatoduodenal dan area peripancreatik. Nodus

ini tidak dapat dihilangkan dengan prosedur gastrectomy (e-medicine, 2009).

66

Page 67: Kel.4

Pada klasifikasi baru TNM, stadium penyebaran dengan penilaian nodul adalah

dengan penilaian jumlah nodul yang terlibat di area perigastric dan sekitar axi celiac.

Nodus yang meluas di tempat lain (retroperitonium dan mesenterika) diklasifikasikan ke

metastase jauh. N1 mengindikasikan 1 – 4 nodus; N2 mengindikasikan 7 – 15 nodus; dan

N3 lebih dari 15 nodus.

M staging

Hepar adalah tempat yang paling sering ditemukan adanya metastase hematogen.

Ada juga ditemukan pada kasus yang lebih sedikit yaitu di paru-paru, glandula adrenal dan

ginjal. Metastase ke tulang dan otak jaranag ditemukan. Metastase intraperitoneal dan

omental sering ditemukan pada kasus lanjut Kanker Gaster. Metastase ini terdiri dari nodul-

nodul, kumpulan cairan yang terlokalisasi dan penebalan ireguler serta penyebaran ke

omentum dan mesenterika.

Carcinoma of the body of the stomach associated with regional lymphadenopathy

and ascites.

Extensive mesenteric, omental, and peritoneal metastases (same patient as in Image

above).

Asites dan obstruksi usus halus dapat ditemukan. Karsinoma gaster juga dapat

bermetastase ke ovarium. Metastase ovarii ini biasanya bilateral dan dikenal sebagai tumor

Krukenberg.

Kekurangan CT Scan:

Pseudo mass tampak pada hubungan gastroesophageal normal.

Underdistension bisa dikelirukan dengan penebalan dinding

Lesi T2 dan T3 mungkin sulit untuk dibedakan

Hilangnya garis lemak antara dinding lambung dan lobus kiri hepar kadang

dijumpai

Hilangnya garis lemak anatar tumor dan pancreas bisa disebabkan adanya reaksi

inflamasi.

Pada pasien kakeksia, hilangnya garis lemak bisa dikelirukan dengan invasi organ.

Nodus kecil bisa dikelirukan tumor

Nodus yang besar bisa mengarah karena penyebab inflamasi

Nodus perigastrik mungkin tidak dapat ditemukan jika abdomen kurang distensi

Pemeriksaan tomografi mungkin gagal menemukan massa omental dan peritoneal

PEMERIKSAAN MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING)

67

Page 68: Kel.4

Pemeriksaan MRI lebih akurat dalam mendeteksi invasi serosal. Pada stadium T,

akurasinya adalah 73%, dibandingkan dengan 67% untuk CT. pada stadium N akurasi MRI

adalah 55% dibandingkan dengan CT scan 59% (e-medicine, 2009).

PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAPHY

Tujuan utama pemerikssaan ultraonography transabdominal adalah untuk

mendeteksi metastase ke hepar. Metastase ini biasanya tampak sebagai gambaran

hiperekoik, tetapi kadang ditemukan juga hipoekoik. Penggunaan CT scan dan endoskopik

USG saling melengkapi. CT scan digunakan untuk melihat stadium karsinoma; jika tidak

ada metastase ke organ lain, EUS digunakan untuk melihat adanya penyebaran local. Invasi

tumor ke dalam tidak akurat bila diperiksa dengan CT scan, tetapi akan berhasil jika

menggunakan EUS. Karsinoma gaster ditemukan pada pemeriksaan ultrasound di abdomen

atas (e-medicine, 2009).

EUS meningkatkan keakuratan pemeriksaan penyebaran kanker gaster.

Kegunaannya adalah untuk mengukur kedalaman invasi dan ada tidaknya nodus

perigastrik. Tidak seperti CT scan dan MRI, EUS dapat menggambarkan lapisan-lapisan

dinding gaster melalui endoskopi. EUS terbatas pada area 5 cm dari probe. Alat ini tidak

dapat untuk mendeteksi metastase jauh atau nodus yang letaknya lebih dari 5 cm dari probe

(e-medicine, 2009).

Dinding lambung dibagi menjadi 5 konsentrasi:

Mukosa – echogenic

Mukosa muskularis – hypoechoic

Submukosa – echogenic

Propria muskularis – hypoechoic

Serosa – echogenic

Massa tumor gaster akan tampak sebagai gambaran massa hypoechoic dengan

invasi mural yang bermacam-macam. Tumor stadium T1 kan ditemukan penebalan dinding

terbatas di mukosa dan submukosa. Stadium N melibatkan nodus yang tampak lebih

hypoechoic daripada nodus normal. Untuk mendeteksi metastase ke liver, sensitifitasnya

mencapai 85% .

Akurasi pada pemeriksaan stadium T dengan EUS adalah 89 – 92%, sedangkan CT

scan mencapai 43 – 65%; pada stadium N, akurasi EUS adalah 60 – 85% dan CT 48 –

70%. Penggunaan EUS mempunyai spesifitas mencapai 90% tetapi sensitifitasnya lemah

53 – 80%. Ultrasound intraoperative dan laparoskopi mempunyai akurasi 81% pada

68

Page 69: Kel.4

stadium T dan 93% pada stadium N.

Gastroskopi dan Biopsi

Pemeriksaan gastroskopi banyak sekali membantu diagnosis untuk melihat adanya

tumor gaster. Pada pemeriksaan Okuda (1996) dengan biopsy ditemukan 94% pasien

dengan utmor ganas gaster sedangkan dengan sitologi lavase hanya didapatkan 50%.

Endoskopi Ultrasound

Dengan alat ini dapat dilihat adanya penjalaran tumor per lapis, seperti sub mukosa,

muskularis mukosa dan sub serosa.

Pemeriksaan Darah Tinja

Pada tumor ganas gaster sering didapatkan perdarahan dalam tinja (occult blood),

untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan tes Benzidin.

Sitologi

Pemeriksaan Papaniculaou dari cairan lambung dapat memastikan tumor ganas

lambung dengan hasil 80 – 90%. Tentu pemeriksaan ini perlu dilengkapi dengan

pemeriksaan gastroskopi dan biopsy (Sudoyo, 2007).

X. KOMPLIKASI

Ø Perforasi: dapat terjadi perforasi akut dan perforasi kronis

Ø Hematemesis: hematemesis yang massif dan melena dapat terjadi pada tumor ganas

gaster sehingga dapat menumbulkan anemia

Ø Obstruksi: dapat terjadi pada bagian bawah lambung dekat daerah pylorus yang disertai

keluhan muntah-muntah

Ø Adhesi: jika tumor mengenai dinding lambung dapat terjadi perlengketan dan infiltrasi

dengan organ sekitarnya serta menimbulkan keluhan nyeri perut

Ø Penyebaran: pada berbagai organ seperti hati, pancreas dan kolon.

XI. PENGOBATAN

Tindakan yang paling tepat adalah pembedahan setelah sebelumnya ditetapkan

apakah masih operable atau tidak. Semakin dini dibuat diagnosis semakain baik. Beberapa

tindakan yang dapat dilakukan adalah:

69

Page 70: Kel.4

Ø Pembedahan: jika penyakit belum menunjukkan tanda penyebaran, pilihan terbaik

adalah pembedahan. Walaupun telah terdapat daerah sebar, pembedahan masih

dilakukan sebagai tindakan paliatif. Reseksi kuratif akan berhasil bila tidak ada

tanda metastasis ke tempat lain, tidak ada sisa kanker pada irisan lambung, reseksi

jaringan sekitar yang terkena, dari pengambilan kelenjar limpa secukupnya.

Ø Kemoterapi: pada tumor ganas gaster dapat dilakukan pemeberian obat tunggal atau

kombinasi kemoterapi. Diantara obat yang digunakan adalah 5FU, trimetrexote,

mitomisin C, hidrourea, epirubisin, dan karmisetin dengan hasil 18% - 30%.

Ø Kombinasi terapi telah memberikan hasil lebih baik sekitar 53%. Regimen FAM

(5FU, doksorubisin, mitomisin C) adalah kombinasi yang sering digunakan.

Kombinasi lain yang digunakan adalah EAP (etoposid, doksorubisin, sisplatin).

Ø Radiasi: pengobatan dengan radiasi kurang berhasil. 1. Resectable dapt diberikan 40

– 50 gy. 2. Kasus lanjut radiasi sebagai paliatif, perbaikan obstruksi, nyeri local dan

perdarahan dengan dosis kuran dari 40gy.

XII. PROGNOSIS

Dengan dikenalnya kanker gaster dini dengan pemeriksaan gastroskopi ,

prognosisnya lebih baik dari keadaan lanjut. Factor yang menentukan prognosis adalah

derajat invasi dinding gaster, adanya penyebaran ke kelenjar limfe, metastasis di

peritoneum dan tempat lain. Prognosis yang baik berhubungan dengan bentuk polipoid

kemudian yang berbentuk ulserasi dan yang paling jelek bentuk schirrhous. Penyebaran

karsinoma gaster sering ke hati dan kemudian melalui kelenjar di sekitar gaster, arteri

hepatica dan celiac, pancreas dan hilus sekitar limpa. Dapat juga mengenai tulang, paru,

otak dan bagian lain saluran cerna. Hanya 10% kanker gaster yang terbatas pada lambung

pada saat dibuat diagnosis:

Ø 80% disertai pembesaran kelenjar limfe

Ø 40% telah terjadi penyebaran pada peritoneum

Ø 33% telah terjadi metastasis pada hati pada waktu dibuat diagnosis

Prognosis di Amerika Serikat sangat jelek, angka harapan hidup 5 tahun antara 5 –

15% dan kebanyakan waktu dibuat diagnosis sudah dalam keadaan yang lanjut, sedangkan

di Jepang prognosis lebih baik karena tindakan diagnostic yang lebih dini (90%) (Sudoyo,

2007).

70

Page 71: Kel.4

BAB III

PENUTUP

A. Kesinmpulan

Dispepsia merupakan salah satu gangguan pada saluran penceranaan, khususnya

lambung. Dispepsia dapat berupa rasa nyeri atau tidak enak di perut bagian tengah keatas.

Rasa nyeri tidak menentu, kadang menetap atau kambuh. Dan gastritis adalah proses

inflamasi pada lapisan submukosa lambung. Segala penyakit yang berhubungan dengan

saluran pencernaan ini memiliki gejala yang kurang lebih sama namun masing-masing

memiliki ciri khas tersendiri yang bisa di dapat baik dari manifestasi klinis maupun

pemeriksaan penunjang.

B. Saran

Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi diskusi

kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan

saran dari dosen-dosen yang mengajar baik sebagai tutor maupun dosen yang memberikan

materi kuliah, dari rekan-rekan angkatan 2007, dan dari berbagai pihak termasuk kakak

tingkat di FK UNMUL ini.

71

Page 72: Kel.4

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.

Isselbacher. 2000. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4 Edisi 13.

Penerbit Buku Kedokteran. EGC: Jakarta.

Mark Feldman, Lawrence S. Friedman, Marvin H. Sleisenger. 2002. Feldman: Sleisenger

& Fordtran's Gastrointestinal and Liver Disease, 7th ed. Elsevier: USA.

Rasad, Sjahriar. 2009. Radiologi Diagnostik. Departemen Radiologi FK UI: Jakarta.

Sudoyo, Aru W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Pusat Penerbitan

Ilmu Penyakit Dalam. FK UI: Jakarta.

Tadataka Yamada, David H. Alpers, Loren Laine, Neil Kaplowitz, Chung Owyang, Don W

Powell. 2003. Yamada's Textbook of Gastroenterology 4th Ed. Lippincott Williams

& Wilkins Publishers: USA.

Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. EGC: Jakarta

www.emedicine.com

www.medcyclopaedia.com

www.medicalecho.net

72