kel 1

38
MAKALAH “GLAUKOMA” OlehKelompok3 : 1. Abed Nego Suryo P (130801046) 2. Andreas Febrianto (130801047) 3. Arni Aribawati (130801048) 4. Ayunika Fastabiqul C (130801050) 5. Bayu Angga Agum P (130801051) 6. Desi Tusnia C (130801052) 7. Dewi Agustina (130801053) 8. Diana Arly S (130801054) 9. Dinar (130801055) 10. Dwi Andriani (130801056) 11. Eka Purwanti Ningsih (130801057) PRODI S1 KEPERAWATAN / 2B 1

description

kel 1

Transcript of kel 1

Page 1: kel 1

MAKALAH

“GLAUKOMA”

OlehKelompok3 :

1. Abed Nego Suryo P (130801046)

2. Andreas Febrianto (130801047)

3. Arni Aribawati (130801048)

4. Ayunika Fastabiqul C (130801050)

5. Bayu Angga Agum P (130801051)

6. Desi Tusnia C (130801052)

7. Dewi Agustina (130801053)

8. Diana Arly S (130801054)

9. Dinar (130801055)

10. Dwi Andriani (130801056)

11. Eka Purwanti Ningsih (130801057)

PRODI S1 KEPERAWATAN / 2B

SEKOLAH TINGI ILMU KESEHATAN PEMKAB JOMBANG

TAHUN AJARAN 2015-2016

1

Page 2: kel 1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan, rahmat

taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem

Persepsi Sensoriini dengan membahas “glukoma” dalam bentuk makalah. Dengan selesainya

makalah ini, tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ketua STIKES PEMKAB JOMBANG, drg.BudiNugroho, MPPM

2. Ketua program studi S1 Keperawatan STIKES PEMKAB JOMBANG,

SestuRetnoD.A.S.Kp,M.Kes

3. Dosen pembimbing mata kuliah Sistem Persepsi Sensori, Pepin Nahariani,

S.Kep. M.Kes.

Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih ada kekurangan maupun

kesalahan,untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk

penyempurnaan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Atas perhatiannya penulis

ucapkan terimakasih.

Jombang, 5 April 2015

Penyusun

2

Page 3: kel 1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................. 1

KATA PENGANTAR............................................................................................... 2

DAFTAR ISI.............................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang......................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 5

1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................................ 5

BAB II KONSEP MEDIS.......................................................................................... 6

2.1 Anatomi fisiologi.................................................................................6

2.2 Definisi.................................................................................................6

2.3 Etiologi.................................................................................................7

2.3 Klasifikasi...............................................................................................7

2.4 Manifestasi Klinis...................................................................................9

2.5 Manifestasi klinis ......................................................................................9

2.6 Patofisilogi.................................................................................................9

2.7 Penatalaksanaan.........................................................................................12

2.8 Komplikas...................................................................................................13

2.9 Pemeriksaan TIO………………………………………………………….14

BAB III JURNAL .................................................................................................21

BAB IV TRENT ISSUE........................................................................................24

BAB V PENUTUP...................................................................................................26

5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 26

DAFTAR PUSTAKA

3

Page 4: kel 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala kenaikan tekanan intra

okuker, dimana dapat mengakibatkan pencekungan papil syaraf optik sehingga terjadi atropi

syaraf optik, penyempitan lapang pandang

Glaukoma merupakan penyebab utama kebutaan di masyarakat barat. Diantara

mereka hampir setengahnya mengalami gangguan penglihatan sampai 70 ribu benar-benar

buta dan bertambah sebanyak 5500 orang buta tiap tahun. Jika glaukoma didiagnosis lebih

awal dan ditangani dengan benar kebutaan dapat dicegah namun kebanyakan kasus glaukoma

tidak bergejala sampai sudah terjadi maka pemeriksaan rutin dan skrining mempunyai peran

penting dalam mendeteksi penyakit ini. Dianjurkan bagi semua yang memiliki faktor resiko

menderita glaukoma menjalani pemeriksaan berkala pada optalmologis untuk mengkaji TIO,

lapang pandang dan kaputnervi optisi. Maka dari itu Glaukoma adalah bagian penyakit mata

yang menyebabkan proses hilangnya penglihatan

Glaukoma adalah penyebab kebutaan utama kedua di Indonesia, yang rata-rata terjadi

pada orang-orang berusia 40 tahun ke atas.Berdasarkan analisa WHO tahun 2012, glaukoma

merupakan penyebab kebutaan kedua di dunia.Glaukoma sudut terbuka primer merupakan

bentuk glaukoma yang tersering, yang menyebabkan pengecilan lapangan pandang bilateral

progresif asimtomatik yang timbul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi

pengecilan lapang pandang yang ekstensif.

Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya terapi segera diberikan dan

efektivitasnya dinilai dengan melakukan pengukuran tekanan intraocular (tonometry),

inspeksi diskus optikus dan pengukuran  lapangan pandang secara teratur.

Meskipun tak ada penanganan untuk glaukoma, namun dapat dikontrol dengan obat.

Kadang diperlukan pembedahan laser atau konvensional (insisional). Tujuan penanganannya

adalah untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan agar dapat mempertahankan

pengelihatan yang baik sepanjang hidup. Dapat dilakukan dengan menurunkan TIO.

Penatalaksanaan glaucoma sebaiknya dilakukan oleh ahli oftalmologi, tetapi besar

masalah dan pentingnya deteksi kasus-kasus asimtomatik mengharuskan adanyanya

kerjasama dengan petugas kesehatan yang lain.

4

Page 5: kel 1

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana Anatomi dan Fisiologi dari Humor Akuos ?

1.2.2 Apa Definisi Dari Glaukoma ?

1.2.3 Apa saja etiologi dari glukoma ?

1.2.4 Bagaimana Klasifikasi dari Glaukoma ?

1.2.5 Bagaimana Manifestasi Klinis Glukoma ?

1.2.6 Bagimana Patofisiologi dari Glukoma ?

1.2.7 Bagaimana Penatalaksanaan serta Pemeriksaan Diagnostik Glaukoma ?

1.2.8 Apa saja komplikasi dari glaukoma ?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui konsep dasar dari Glaukoma dan asuhan keperawatan yang

diberikan pada pasien glaukoma.

5

Page 6: kel 1

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI HUMOR AKUOS

                  Humor akuos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk organ di

dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea, disamping itu juga

berguna untuk mengangkut zat buangan hasil metabolisme pada kedua organ tersebut.

Adanya cairan tersebut akan mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan dalam

bola mata/tekanan intra okuler. Tekanan intraokuler inilah yang berperan dalam terjadinya

glaukoma sehingga menimbulkan kerusakan pada saraf optik. Humor akuos diproduksi oleh

badan silier, masuk ke dalam bilik mata belakang kemudian mengalir ke bilik mata depan

melalui pupil. Setelah sampai ke bilik mata depan humor akuos akan meninggalkan bola mata

melalui suatu bangunan yang disebut trabekulum yang terletak di sudut iridokornea.

Keseimbangan antara produksi dan pengeluaran/ pembuangan humor akuos inilah yang

menentukan jumlah humor akuos di dalam bola mata.

2.2 DEFINISI

a. Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik optik

neuropati yang berhubungan dengan hilangnya lapangan pandang. Walaupun kenaikan

tekanan intra okuli adalah salah satu dari faktor risiko primer, ada atau tidaknya faktor

ini tidak merubah definisi penyakit. (Skuta, 2009-2010).

b. Glaukoma adalah penyakit yang terjadi akibat gangguan tekanan intraokuler pada mata.

Oleh karena itu glaukoma dapat mengganggu penglihatan yang perlu diwaspadai. Tidak

hanya itu, glaucoma juga dapat membawa kita kepada kebutaan. Contohnya pada kasus

glaucoma yang terjadi di Amerika Serikat. Disana glaucoma beresiko 12% pada

kebutan(Luckman & Sorensen.1980).

c. Glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan

intra okuler. (Long Barbara, 1996)

d. Glaukoma adalah suatu keadaan pada mata, dimana ditemukan kenaikan tekanan bola

mata yang sudah menyebabkan kerusakan/kelainan pada diskus optikus dan lapang

pandangan.   Chandler & Grant (1977)

6

Page 7: kel 1

e. Suatu keadaan tekanan intra oculer / tekanan dalam bola mata cukup besar untuk

menyebabkan kerusakan pupil, saraf optik dan kelainan lapang pandang. (Arif, 1999)

f. Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peningkatan

tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.

(Sidarta Ilyas,2000)

2.3 ETIOLOGI

1. Primer

a. Akut

Dapat disebabkan karena trauma.

b. Kronik

Dapat disebabkan karena keturunan dalam keluarga seperti :

Diabetes mellitus

Arterisklerosis

Pemakaian kortikosteroid jangka panjang.

Miopia tinggi dan progresif.

Dari etiologi diatas dapat menyebabkan sudut bilik mata yang sempit.

2. Sekunder

Disebabkan penyakit mata lain seperti :

Katarak

Perubahan lensa

Kelainan uvea

Pembedahan

2.4 KLASIFIKASI GLAUKOMA

Klasifikasi dari glaukoma dalah sebagai berikut ( Sidarta Ilyas, 2003)

1.      Glaukoma Primer

Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada galukoma akut yaitu timbul pada

mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan yang sempit pada kedua mata.

Pada glukoma kronik yaitu karena keturunan dalam keluarga, DM Arteri osklerosis,

pemakaian kartikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif dan lain-lain dan

berdasarkan anatomis dibagi menjadi 2 yaitu :7

Page 8: kel 1

a. Glaukoma sudut terbuka / simplek (kronis)

Glaukoma sudut terbuka Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) ,

yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang Disebut

sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai pintu terbuka ke jaringan

trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan trabekular,

saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat

terjadi. Gejalaawal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO

dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan

nyeri mata yang timbul

b. Glaukoma sudut tertutup / sudut semut (akut)

Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup karena ruang

anterior secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel

ke jaringan trabekuler dan menghambat humor aqueos mengalir ke saluran

schlemm. Pargerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus,

penambahan cairan diruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua.

Gejalah yang timbul dari penutupan yang tiba-tiba dan meningkatnya TIO, dapat

nyeri mata yang berat, penglihatan kabur. Penempelan iris memyebabkan dilatasi

pupil, tidak segera ditangni akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.

2.      Glaukoma Sekunder

Adalah glaukoma yang diakibatkan oleh penyakit mata lain atau trauma didalam bola

mata, yang menyebabkan penyempitan sudut /peningkatan volume cairan dari dalam mata .

Misalnya glaukoma sekunder oleh karena hifema, laksasi / sub laksasi lensa, katarak

instrumen, oklusio pupil, pasca bedah intra okuler.

3.      Glaukoma Kongenital

Adalah perkembangan abnormal dari sudut filtrasi dapat terjadi sekunder terhadap

kelainan mata sistemik jarang ( 0,05 %) manifestasi klinik biasanya adanya pembesaran mata

(bulfamos), lakrimasi.

4. Glaukoma Absolut

Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan

total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut

kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata

keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan

penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada

8

Page 9: kel 1

iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.

Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol

retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan

memberikan rasa sakit.

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Pada pasien glaukoma akan ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut :

1. Glaukoma primer

a. Glaukoma sudut terbuka

- Kerusakan visus yang serius

- Lapang pandang mengecil dengan macam – macam skotoma yang khas

- Perjalanan penyakit progresif lambat

b. Glaukoma sudut tertutup

- Nyeri hebat didalam dan sekitar mata

- Timbulnya halo disekitar cahaya

- Pandangan kabur

- Sakit kepala

- Mual, muntah

- Kedinginan

- Demam bahkan perasaan takut mati mirip serangan angina, yang dapat sedemikian

kuatnya sehingga keluhan mata (gangguan penglihatan, fotofobia dan lakrimasi) tidak begitu

dirasakan oleh klien.

2. Glaukoma sekunder

- Pembesaran bola mata

- Gangguan lapang pandang

- Nyeri didalam mata

3. Glaukoma kongenital

- Gangguan penglihatan

2.6 PATOFISIOLOGI

Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor aquelus

oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar humor aquelus melalui

9

Page 10: kel 1

sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan

episklera. Tekanan intraokular dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan

dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23

mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut. Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi

akan menyebabkan terhambatannya aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina.

Iskemia ini akan menimbulkan kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila terjadi peningkatan

tekanan intraokular, akan timbul penggaungan dan degenerasi saraf optikus yang dapat

disebabkan oleh beberapa faktor :

1.          Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi berkas serabut saraf

pada papil saraf optik.

2.          Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang

merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf

otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah sehingga terjadi penggaungan pada papil saraf

optik.

3.          Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum jelas.

4.          Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut saraf

optik.( Anas Tamsuri, 2010 : 72-73 )

10

Page 11: kel 1

Pathway

11

Page 12: kel 1

2.7 Penatalaksanaan Dan Pemeriksaan Diagnostik

1. Penatalaksanaan

Glaucoma bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan , glaucoma dapat dicegah

untuk menghambat kerusakan lanjut dari lapang pandangan dan rusaknya sraf penglihatan.

Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan TIO ketingkat yang konsisten dengan

mempertahankan penglihatan, penatalaksanaan berbeda-beda tergantung klasifikasi glaucoma

dan respon terhadap terapi (Harnawatiaj,2008):

a. Terapi obat

1.Pengahambat adrenerjik beta

2.Apraklonidin

3.Inhibitor karbonat anhidrase

b. Terapi bedah laser

Penembakan laser untuk memperbaiki aliran humo aqueous dan menurunkan TIO.

c. Bedah drainase

Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase noral sehingga

terbentuk akses langsung humor aqueous dari kamera anterior kejaringan sub konjungtifa,

dapat dibuat dengan trabakulotomi atau insersi selang drainase.

d. Irepdektomi perifer atau lateral

Dilakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk memungkkinkan aliran humor

aqueous dari kornea posterior ke anterior

2. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : (Hanarwatiaj,2008)

a. Oftalmoskopi

Untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu retina , diskus optikus macula dan

pembuluh darah retina.

b. Tonometri

Adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai yang mencurigakan apabila

berkisar antara 21-25 mmHG dan dianggap patilogi bila melebihi 25 mmHG.

c. Perimetri

Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan yang has pada

glaucoma secara sederhana , lapang pandang dapat diperiksa dengan tes konfrontasi.

12

Page 13: kel 1

d. Pemeriksaan Ultrasonotrapi

Adalah gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur

okuler.

2.8 KOMPLIKASI

Kebutaan dapat terjadi pada semua jenis glaukoma, glaukoma penutupan sudut akut

adalah suatu kedaruratan medis. Agens topikal yang digunakan untuk mengobati glaukoma

dapat memiliki efek sistemik yang merugikan, terutama pada lansia. Efek ini dapat berupa

perburukan kondisi jantung, pernapsan atau neurologis.

2.9 Cara pemeriksaan TIO

Tonometer applanasi

- Kontak - Non Kontak

Tonometer indentasi Schiotz

Digital

• Tonometer Applanasi à menunjukkan mmHg

• Tonometer Schiotz à menunjukkan skala à konversi ke mmHg

• Digital

- perkiraan

- dibandingkan mata kanan dan kiri

- Cara pemeriksaan à menekan bola mata secara bergantian dengan dua jari telunjuk

Cara pemeriksaan TIO dengan Tonometer Schiotz ;

• Penderita tidur terlentang

• Bola mata ditetesi Pantocain 0.5%

13

Page 14: kel 1

• Tonometer dengan beban 5.5g diuji pada lempengan besi à menunjukkan angka nol

• Tonometer ditempel pada kornea

• Scala dibaca à konversi pada tabel dengan mmHg

• Kalau dengan beban 5.5g scala menunjukkan < 3, beban harus ditambah menjadi 7.5g atau 10g

Mekanisme glaucoma buta

Produksi dan pembuangan humor akuos tidak seimbang

Tekanan bola mata tinggi

Saraf mata terdesak

buta

14

Page 15: kel 1

Asuhan Keperawatan Teori

Glaukoma

1. Pengkajian

1.      Identifikasi Klien

Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, tgl MRS,  diagnosa medis,

suku bangsa, status perkawinan.

2.    Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi, nyeri hebat di

kepala mual muntah, penglihatan menurun, mata merah dan bengkak.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Hal ini meliputi keluhan utama mulai sebelum ada keluhan sampai terjadi nyeri hebat di

kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata merah dan bengkak.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pernah mengalami penyakit glaukoma sebelumnya atau tidak dan apakah terdapat

hubungan dengan penyakit yang diderita sebelumnya.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam keluarga ditemukan beberapa anggota keluarga dalam garis vertikal atau

horisontal memiliki penyakit yang serupa.

4.      Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Didapatkan pada klien saat pengkajian, keadaan, kesadarannya, serta pemeriksaan TTV.

b. Pemeriksaan Per sistem

a. Sistem Integumen

Meliputi warna kulit, turgor kulit.

b. Sistem Respirasi

Meliputi frekwensi pernafasan bentuk dada, pergerakan dada.

c. Sistem Kardiovaskular

Meliputi irama dan suara jantung.

d. Sistem  Gastrointestinal

Pada klien dengan glaukoma ditandai dengan mual muntah.

e. Sistem Muskuluskeletal

15

Page 16: kel 1

Meliputi pergerakan ekstermitas.

f. Sistem Endokrin

Tidak ada yang mempengaruhi terjadinya glaukoma dalam sistem endokrin.

g. Pemeriksaan Genitouria

Tidak ada disuria, retesi urin, inkontinesia urine.

h. Pemeriksaan system sensori (mata)

Mata

Inspeksi : bentuk simetris, warana iris hitam, lensa abnormal, sklera

putih

Palpasi : ada nyeri dan ada pembengkakan kelopak mata

2.       Diagnosa Keperawatan

  Pre operasi

1.        Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan peningkatan TIO

2.        Penurunan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan serabut saraf

oleh karena peningkatan TIO.

3.        Cemas berhubungan dengan :  

a. Penurunan ketajaman penglihatan

b. Kurang pengetahuan tentang prosedur pembedahan

16

Page 17: kel 1

DIAGNOSA NANDA

DIAGNOSA : NYERI AKUT

DOMAIN 12 : KENYAMANAN

KELAS 1 : KENYAMANAN FISIK

NS.

DIAGNOSIS :

(NANDA-I)

Nyeri akut

PENGERTIAN

:

Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang

muncul akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau

digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa; awitan yang tiba-

tiba atau lambat intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat

diantisipasi atau dapat diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.

BATASAN

KARAKTERI

STIK :

1. Perubahan selera makan

2. Perubahan tekanan darah

3. Perubahan frekuensi jantung

4. Perubahan frekuensi pernapasan

5. Laporan isyarat

6. Diaforesis

7. Perilaku distraksi(mis.berjalan mondar mandir,mencari orang

lain dan atau aktivitas lain)

8. Mengekspresikan perilaku(mis.gelisah, merengek, menangis,

waspada, iritabilitas, mendesah)

9. Masker wajah(mis.mata kurang bercahaya, tampak kacau,

gerakan mata berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis)

10. Perilaku berjaga-jaga/melindungi area nyeri

11. Fokus menyempit(mis.gangguan persepsi nyeri, hambatan proses

berpikir, penurunan intereaksi dengan orang dan lingkungan)

12. Indikasi nyeri yang dapat diamati

13. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri

14. Sikap tubuh melindungi

15. Dilatasi pupil

17

Page 18: kel 1

16. Fokus pada diri sendiri

17. Gangguan tidur

18. Melaporkan nyeri secara verbal

FAKTOR

YANG

BERHUBUNG

AN :

Agens cedera (mis., biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

Data Subjektif

Nyeri hebat di kepala mual muntah,

penglihatan menurun, mata merah

dan bengkak.

Data Objektif

a) Tanda-tanda Vital:

Suhu : Normal (36,5-37,5oC)Tekanan Darah : HipertensiNadi : TakikardiRR : 20 x/mnt

   Tampak gelisah

wajah murung

Sering melamun

Client

Diagnostic

Statement:

Ns. Diagnosis (Spesifik):

Nyeri akut

Berhubungan dengan:

Nyeri akut berhubungan dengan Agens

cedera; Biologis

18

Page 19: kel 1

3. INTERVENSI

NIC NOC

INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR

Manajemen Nyeri

Def :

Mengurangi nyeri

atau menurunkan

tingkat nyeri ke

level kenyamanan

yang diterima

pasien.

1. Lakukan pengkajian

nyeri secara

komprehensif

termasuk lokasi,

karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas,

kekuatan nyeri dan

faktor presipitasi.

2. Observasi reaksi non

verbal dari

ketidaknyamanan,

terutama dalam

ketidakmampuan

komunikasi secara

efektif.

3. Dorong istirahat

yang adekuat, tidur

untuk memfasilitasi

penurunan nyeri.

4. Gunakan teknik

Komunikasi terapeutik

untuk mengetahui

pengalaman nyeri

pasien dan

menyampaikan

penerimaan dari

Level Nyeri

Def :

Kekuatan dari nyeri

yang diamati atau

dilaporkan.

1. Laporan nyeri : 5

2. Lamanya nyeri: 5

3. Kurang Istirahat :

5

4. Mengekspresika

n wajah dari

nyeri : 5

19

Page 20: kel 1

respon pasien

terhadap nyeri.

5. Evaluasi bersama

pasien dan tim

pelayanan kesehatan

tentang keefektifan

pengukuran kontrol

pasca nyeri yang

dapat digunakan.

6. Bantu pasien dan

keluarga untuk

mencari dan

menemukan

dukungan.

7. Evaluasi bersama

pasien dan tim

pelayanan kesehatan

tentang keefektifan

pengukuran kontrol

pasca nyeri yang

dapat digunakan.

20

Page 21: kel 1

BAB III Jurnal Glaukoma

Kebutaan pada Pasien Glaukoma Primer di Rumah SakitUmum Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

A. AbstrakGlaukoma adalah penyebab kebutaan permanen nomor dua di Indonesia yang sering

tidak disadari oleh penderita. Proporsi pasien baru glaukoma yang datang ke RSUPN Dr

Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam kondisi buta cukup tinggi. Tujuan penelitian ini

mengetahui berbagai faktor yang berhubungan dengan kebutaan tersebut. Penelitian ini

dilakukan terhadap 420 pasien glaukoma primer yang berkunjung di poliklinik penyakit mata

RSCM pada Januari 2007-Oktober 2009 dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Metode

analisis yang digunakan adalah analisis Cox’s Proportional Hazard Model untuk

mendapatkan nilai prevalence ratio (PR). Penelitian ini didapatkan hubungan bermakna

antara antara kebutaan akibat glaukoma primer tekanan intraokular (PR = 1,01; 95% CI =

1,01-1,02), jenis glaukoma, pengobatan sebelumnya dan interaksi antara jenis glaukoma dan

pengobatan sebelumnya (PR 2,09 95% CI 1,36-3,22 ). Untuk sudut terbuka yang pernah

mendapat pengobatan sebelumnya (PR = 1,72; 95% CI = 1,20-2,46) untuk sudut tertutup

yang belum mendapat pengobatan; PR = 1,79 untuk sudut tertutup yang pernah mendapat

pengobatan; dibandingkan sudut terbuka yang belum mendapat pengobatan) serta pendidikan

21

Page 22: kel 1

(PR = 1,49; 95% CI = 1,06-2,08 untuk pendidikan rendah dan PR = 1,37; 95% CI = 0,97-1,92

dibandingkan dengan pendidikan tinggi).

Kata kunci: Glaukoma, buta, mata

B. Kebutaan Pasien Baru Glaukoma Primer

Penelitian Oktariana,terhadap 720 mata pasien glaukoma (termasuk glaucoma suspect) didapatkan 45% mata dengan visus <3/60.Penelitian Oktariana,Hal ini menunjukkan keterlambatan kedatangan pasien glaukoma dalam mencari pelayanan kesehatan. Mengingat kebutaan akibat glaukoma tidak dapat diperbaiki, deteksi dini perlu mendapat perhatian dan keterlambatan pengobatan perlu dicegah.

C. Faktor yang Berhubungan1. Umur

Umur dapat dihubungkan dengan faktor penuaan jaringan, lamanya terpapar faktor risiko lain dan durasi sakit. Rata-rata usia penderita glaukoma primer adalah 60,74 tahun dan proporsi terbesar adalah pada kelompok usia 55-64 tahun. meskipun dalam analisis bivariat maupun multivariat menunjukkan ketidak bermaknaan secara statistik, terlihat bahwa untuk usia >74 tahun, prevalensi kebutaan sangat tinggi. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pada pasien baru dengan glaukoma primer, kejadian kebutaan perlu diwaspadai pada setiap umur terutama usia >74 tahun.

2. Jenis KelaminBeberapa studi khususnya pada glaukoma sudut tertutup menunjukkan prevalensi yang lebih banyak pada perempuan. Hal ini kemungkinan akibat sudut bilik mata depan perempuan (volume 10%) lebih dangkal dari pada laki-laki. Pada glaukoma sudut terbuka, informasi tentang pengaruh jenis kelamin bervariasi, pada beberapa studi laki-laki menunjukkan prevalens yang lebih tinggi. Hasil penelitian ini didapatkan proporsi pasien perempuan sedikit lebih besar (51,87%) daripada pasien laki-laki. Namun, perempuan mempunyai PR = 0,785 atau perempuan berisiko lebih kecil untuk datang dalam kondisi buta, meskipun secara statistik perbedaan ini tidak bermakna.

D. Tekanan Intraokular

Ada dua teori mekanisme kerusakan saraf optik yang diakibatkan tekanan intraokular meliputi kerusakan mekanik pada akson saraf optik dan penurunan aliran darah pada papil saraf optik sehingga terjadi iskemia akson saraf Hasil multivariat pada penelitian ini menunjukkan hasil tekanan intraokular berhubungan dengan kebutaan, semakin tinggi tekanan intraokular, semakin besar risiko terjadi kebutaan. Hal ini juga terlihat dari prevalensi kebutaan pada kelompok dengan tekanan intraokuler rendah hingga tinggi yang menunjukkan peningkatan secara berurutan. Tekanan intraokular memang merupakan faktor risiko terpenting pada penyakit glaukoma dan berbagai penelitian secara luas mendukung hal tersebut. Tekanan intraokular yang tinggi sebagai faktor risiko dari glaukoma banyak didukung oleh berbagai penelitian. Tingginya tekanan intraokular pada awal deteksi, pada masa follow up,

22

Page 23: kel 1

Jenis GlaukomaHubungan tekanan intraokular dan penurunan lapang pandang pada glaukoma

primer sudut terbuka dan ter-tutup mendapatkan glaukoma primer sudut tertutup rata-rata memperlihatkan tekanan intraokular yang lebih tinggi. Pada glaukoma sudut tertutup juga didapatkan korelasi yang lebih kuat antara tinggi tekanan intraokular dengan penurunan lapang pandang dibandingkan pada glaukoma sudut terbuka.17 Hasil penelitian ini menunjukkan glaukoma primer sudut tertutup berisiko kebutaan lebih besar daripada sudut terbuka. Pada analisis multivariat, didapatkan interaksi antara jenis glaukoma dengan pengobatan sebelumnya dan diperoleh hasil PR glaukoma sudut tertutup (PR = 1,72; 95% CI PR =1,20-2,46) dibandingkan dengan sudut terbuka dan belum mendapat pengobatan sebelumnya.Glaukoma sudut terbuka primer merupakan penyakit yang seringkali tidak disadari dan memburuk secara perlahan, sedangkan glaukoma sudut tertutup lebih sering menunjukkan gejala akut berupa nyeri di sekitar mata, pandangan kabur, halo di sekitar cahaya, kadang disertai mual/muntah.8 Glaukoma sudut tertutup lebih sering menunjukkan gejala akut, sehingga diharapkan datang dalam kondisi lebih awal, tetapi pada penelitian ini jus-tru berisiko kebutaan yang lebih tinggi. Perlu dievaluasi apakah hal ini disebabkan oleh gejala serangan glaukoma yang mirip dengan gejala penyakit sistemik umum, se-hingga penderita dan petugas kesehatan tidak mewas-padai kemungkinan serangan glaukoma. Akibatnya, pasien diobati dengan gejala umumnya dan tidak dirujuk ke spesialis mata. Oleh sebab itu, dibutuhkan penyebaran informasi tentang gejala glaukoma akut kepada petugas pelayanan kesehatan dasar dan masyarakat umum, se-hingga glaukoma menjadi salah satu pertimbangan diagnosis.

KesimpulanSebagian besar (55,14%) pasien baru glaukoma primer di RSCM datang dalam kondisi

salah satu atau kedua mata telah buta. Didapatkan hubungan yang ber-makna antara kebutaan pada pasien baru glaukoma primer di RSCM dengan tekanan intraokular, jenis glaukoma, pengobatan sebelumnya dan interaksi antara jenis glaukoma dan pengobatan sebelumnya serta pendidikan. Umur dengan data kontinyu tidak didapatkan hubungan yang bermakna secara statistik, namun didapatkan pada usia >74 tahun, prevalensi kebutaan sangat tinggi

23

Page 24: kel 1

BAB IV

TREN ISSUE

PEMBAHASAN TERAPI TERKAIT KASUS

Tujuan penatalaksanaan glaukoma sekunder adalah untuk menurunkan TIO dan mengobati kausa penyakit. Terapi berupa ekstraksi lensa apabila TIO telah terkontrol secara medis (Vaughan, et al. 2009).

Farmakoterapi

Terapi farmaka dilakukan untuk menurunkan TIO secara cepat untuk mencegah kerusakan yang lebih jauh pada nervus optikus, untuk menormalkan kornea, dan mencegah terjadinya pembentukan sinekia. Reduksi TIO dibutuhkan untuk mempersiapkan pasien untuk iridotomi laser untuk mengatasi blok pupil yang menyebabkan glaukoma. Manajemen inisial yang digunakan termasuk beta-bloker, agonis alfa-2 adrenergik, dan inhibitor karbonik anhidrase. Miotikum dapat memperburuk serangan glaukoma sudut tertutup sekunder dengan meningkatkan kontak iridolentikular. Tujuan farmakoterapi adalah untuk menurunkan morbiditas dan untuk mencegah komplikasi (Gill, 2010).

a. Inhibitor Karbonik Anhidrase

24

Page 25: kel 1

Karbonik Anhidrase adalah suatu enzim yang ditemukan di banyak jaringan tubuh, termasuk mata. Katalisasi suatu reaksi reversibel dimana karbon dioksida menjadi hidrasi dan asam karbonat menjadi dehidrasi. Dengan memperlambat terbentuknya pembentukan ion bikarbonat dengan reduksi dalam sodium dan transport cairan, dapat menghambat karbonik anhidrse dalam proses siliaris mata. Efeknya menurunkan sekresi aqueous humor, sehingga menurunkan TIO. Asetazolamid digunakan dengan dosis 250-500 mg IV/IM, dapat diulang dalam 2-4 jam maksimum 1 g/hari. Efek sampingnya hilangnya kalium tubuh, parastesi, anoreksia, diare, hipokalemia, batu ginjal, dan miopia sementara.

Kontraindikasi pada orang dengan hipersensitivitas, penyakit hati, penyakit ginjal kronis, insufisiensi adrenokortikal, obstruksi pulmonar parah (Gill, 2010).

b. Agonis Alfa-adrenergik

Menurunkan TIO dengan menurunkan produksi humor aqueous (Gill, 2010). Apraklonidin merupakan obat baru yg bekerja menurunkan produksi humor aqueous tanpa efek pada aliran keluar, dapat digunakan dengan dosis 1-2 tetes pada mata yang terkena 3 kali/ hari.

c. Agen Hiperosmotik

Menurunkan TIO dengan membuat gradien osmosis antara cairan okular dan plasma, tetapi tidak untuk penggunaan jangka panjang. Obat yang digunakan Manitol yang bekerja dengan mengakibatkan cairan ekstraselular hiperosmotik sehingga terjadi dehidrasi sel dan diuresis. Dosis mannitol pada pasien dengan mual dan muntah diberikan secara intravena dalam 20 % cairan dengan dosis 2 g/kgBB selama 30 menit. Maksimal penurunan TIO dijumpai dalam satu jam setelah pemberian mannitol.

d. Beta Bloker

Merupakan terapi tambahan yang efektif untuk menangani serangan sudut tertutup. Beta bloker dapat menurunkan TIO dengan cara mengurangi produksi humor aqueous. Timolol sebagai beta bloker nonselektif dalam sediaan tetes mata dapat digunakan sebanyak 2 kali dengan interval setiap 20 menit dan dapat di ulang dalam 4, 8, dan 12 jam kemudian (Qamar, 2008).

e. Miotik Kuat

Pilokarpin 2% atau 4 % setiap 15 menit sampai 4 kali pemberian sebagai inisial terapi, diindikasikan untuk menghambat serangan awal glaukoma akut.

Bekerja degan meningkatkan fasilitas pengeluaran cairan mata dengan membuka sudut bilik mata dengan miosis. Efek samping yang ditimbulkan adalah sakit pada alis akibat spasme otot siliaris dan penglihatan malam berkurang (Ilyas, 2009).

Nonfarmakoterapi (Pembedahan)

25

Page 26: kel 1

Ilyas menjelaskan pengobatan glaukoma sekunder akut hanya dengan pembedahan. Tindakan pembedahan harus dilakukan pada mata dengan sudut sempit karena serangan akan berulang lagi pada satu saat. Tindakan pembedahan dilakukan bila TIO sudah terkontrol, mata tenang dan persiapan pembedahan sudah cukup. Tindakan pembedahannya adalah iridektomi laser. Gill (2010) menambahkan seringkali serangan sudut tertutup terjadi lagi setelah pembedahan, karena sudut kamera anterior masih dangkal. Dalam kondisi ini sebaiknya dilakukan ekstraksi katarak bila sudut kamera anterior tidak dalam setelah iridektomi laser.

BAB V

PENUTUP

5.1 Simpulan

Glaukoma merupakan suatu kumpulan gejala yang mempunyai suatu karakteristik

optik neuropati yang berhubungan dengan hilangnya lapangan pandang. Walaupun kenaikan

tekanan intra okuli adalah salah satu dari faktor risiko primer, ada atau tidaknya faktor ini

tidak merubah definisi penyakit. (Skuta, 2009-2010). Klasifikasi glaukoma yaitu glaukoma

primer, sekunder, kongenital dan absolut. Penatalaksanaan dari glaukoma adalah Terapi obat,

laser, bedah, terapi, drainase, bedah, Irepdektomi perifer lateral.

Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien glaukoma harus tepat dan benar

sesuai diagnosa yang muncul seperti Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan

peningkatan TIO, Penurunan persepsi sensori visual / penglihatan berhubungan dengan

serabut saraf oleh karena peningkatan TIO, Cemas berhubungan dengan Penurunan

ketajaman penglihatan dan Kurang pengetahuan tentang prosedur pembedahan.

26

Page 27: kel 1

Daftar Pustaka

a. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hasil survei kesehatan indera englihatan

dan pendengaran 1993-1996. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia;

1998.

b. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Laporan hasil riset kesehatan dasar

tahun 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008.

c. www.google.com/ Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Glaukoma

d. Istiqomah, Indriana N. 2004. Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Mata. Jakarta: EGC.

e. Brunner & Suddart. Keperawatan Medical Bedah EGC. Jakarta 2002

27