Fraktur Kel 1

59
Makalah Study Kasus Sistem Muskuloskeletal “ Fraktur Terbuka Supracondilar ” Disusun oleh : Kelompok 3 Alfiana Suci Annisa magfuroh Egi Abdul Wahid I’anatul Barirah Muhammad Farhan Muhammad Ikhwan Nurul Husna Risma Budiyanti Wensil Okta Promalia Program Study Ilmu Keperawatan

description

asuhan keperawatan fraktur

Transcript of Fraktur Kel 1

Page 1: Fraktur Kel 1

Makalah Study Kasus Sistem Muskuloskeletal “ Fraktur Terbuka Supracondilar ”

Disusun oleh :Kelompok 3

Alfiana Suci Annisa magfuroh Egi Abdul WahidI’anatul Barirah

Muhammad Farhan Muhammad Ikhwan

Nurul Husna Risma Budiyanti

Wensil Okta Promalia

Program Study Ilmu KeperawatanFakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta2011

Page 2: Fraktur Kel 1

Bab I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Fraktur yang terjadi dapat mengenai orang dewasa maupun anak-anak. Fraktur

yang mengenai lengan bawah pada anak sekitar 82% pada daerah metafisis tulang radius

distal,dan ulna distal sedangkan fraktur pada daerah diafisis yang terjadi sering sebagai

faktur type green-stick. Daerah metafisis pada anak relatif masih lemah sehingga fraktur

banyak terjadi pada daerah ini, selebihnya dapat mengenai suprakondiler humeri

(transkondiler humeri) diafisis femur dan klavikula, sedangkan yang lainnya jarang.

Fraktur pada anak mempunyai keistimewaan dibanding dengan dewasa, proses

penyembuhannya dapat berlangsung lebih singkat dengan remodeling yang sangat baik,

hal ini disebabkan karena adanya perbedaan anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang

anak yang berbeda dengan tulang orang dewasa. Selain itu proses penyembuhan ini juga

dipengaruhi oleh faktor mekanis dan faktor biologis.

Ada perbedaan yang mendasar antara fraktur pada anak dengan fraktur pada

orang dewasa, perbedaan tersebut pada anatomi, biomekanik, dan fisiologi tulang. Pada

anak-anak antara epifisis dan metafisis terdapat lempeng epifisis sebagai daerah

pertumbuhan kongenital. Lempeng epifisis ini akan menghilang pada dewasa, sehingga

epifisis dan metafisis ini akan menyatu pada saat itulah pertumbuhan memanjang tulang

akan berhenti.

B. Kasus :

An A, adalah anak laki yang berumur 8 tahun. Ia terjatur dari sepeda.dari hasil

pemeriksaan didapatkan hasil X-ray fraktur terbuka supercondilar. 2 Hari paska masuk

RS dilaksanakan pemasangan pen. Keluarga tampak cemas. Beberapa minggu kemudian

ia dipasang gips untuk imobilisasi. Darah terpasang gips dikeluhkan sedikit gatal

Page 3: Fraktur Kel 1

Bab II

Pembahasan

A. Definisi

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat

diabsorbsinya. (Smelter&Bare,2002).

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik

(Price, 1995). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan fraktur akibat

dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses penyakit seperti osteoporosis,

yang menyebabkan fraktur yang patologis (Barret dan Bryant, 1990).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasa nyeri,

pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Doenges,

2000). Fraktur adalah teputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya

disebabkan oleh rudapaksa.

Jadi, dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah

kerusakan kontinuitas tulang, tulang rawan, epifisis atau tulang rawan sendi yang

biasanya dengan melibatkan kerusakan vascular dan jaringan sekitarnya yang ditandai

dengan nyeri, pembengkakan, dan tenderness.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan

oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, 2000).Sedangkan menurut Linda Juall C (1999) Fraktur

adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang dating lebih

besar dari yang dapat diserap oleh tulang.

Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang

humerus (Mansjoer, Arif, 2000).Sedangkan menurut Sjamsuhidayat (2004) Fraktur

humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma

langsung maupun tidak langsung.

Fraktur humerus adalah Kelainan yang terjadi pada kesalahan teknik dalam

melahirkan lengan pada presentasi puncak kepala atau letak sungsang dengan lengan

membumbung ke atas.Pada keadaan ini biasanya sisi yang terkena tidak dapat digerakkan

dan refleks Moro pada sisi tersebut menghilang.

Page 4: Fraktur Kel 1

Fraktur tulang humerus umumnya terjadi pada kelahiran letak sungsang dengan

tangan menjungkit ke atas. Kesukaran melahirkan tangan yang menjungkit merupakan

penyebab terjadinya tulang humerus yang fraktur.Pada kelahiran presentasi kepala dapat

pula ditemukan fraktur ini, jika ditemukan ada tekanan keras dan langsung pada tulang

humerus oleh tulang pelvis.Jenis frakturnya berupa greenstick atau fraktur total.

B. Klasifikasi Fraktur

Fraktur atau patah tulang humerus terbagi atas :

1. Fraktur Suprakondilar humerus

Klasifikasi Fraktur Suprakondilar Humerus

Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur:

a. Tipe ekstensi. Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan

bawah dalam posisi supinasi. Hal ini akan menyebabkan fraktur pada

suprakondilar, fragmen distal humerus akan mengalami dislokasi ke anterior

dari fragmen proksimalnya.

b. Tipe fleksi. Trauma terjadi ketika posisi siku dalam fleksi, sedang lengan

bawah dalam posisi pronasi. Hal ini menyebabkan fragmen distal humerus

mengalami dislokasi ke posterior dari fragmen proksimalnya.

Apabila terjadi penekanan pada arteri brakialis, dapat terjadi komplikasi

yang disebut dengan iskemia Volkmanns. Timbulnya sakit, denyut arteri

radialis yang berkurang, pucat, rasa kesemutan, dan kelumpuhan merupakan

tanda-tanda klinis adanya iskemia ini (Ingat 5P: Pain, Pallor, Pulselessness,

Puffyness, Paralyses).

2. Fraktur interkondiler humerus

Fraktur yang sering terjadi pada anak adalah fraktur kondiler lateralis dan fraktur

kondiler medialis humerus

3. Fraktur batang humerus

Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang mengakibatkan fraktur spiral

(fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi)

4. Fraktur kolum humerus

Fraktur ini dapat terjadi pada kolum antomikum (terletak di bawah kaput humeri)

dan kolum sirurgikum (terletak di bawah tuberkulum)

Page 5: Fraktur Kel 1

C. Manifestasi Klinik

Menurut Blach (1989) manifestasi klinik fraktur adalah :

1. Nyeri

Nyeri kontinue/terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang

tidak bisa digerakkan.

2. Gangguan fungsi

Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung

menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur karena

fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling

berdekatan.

3. Deformitas/kelainan bentuk

Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui

ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.

4. Pemendekan

Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang

disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur.

5. Krepitasi

Suara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.

6. Bengkak dan perubahan warna

Hal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

D. Proses Penyembuhan Fraktur

Untuk penyembuhan fraktur diperlukan immobilisasi. Imobilisasi dilaksanakan dengan

cara (Syamsu Hidayat : 1997) :

1. Pembidaian Physiologik

Pembidaian semacam ini terjadi secara alami karena menjaga pemakaian dan

spasmus otot karena rasa sakit pada waktu digerakkan.

2. Pembidaian secara orthopedi eksternal

Ini digunakan dengan gips dan traksi.

3. Fiksasi internal

Pada metode ini, kedua ujung tulang yang patah dikembalikan kepada posisi

asalnya dan difiksasi dengan pelat dan skrup atau diikat dengan kawat.

Page 6: Fraktur Kel 1

Setelah immobilisasi dilaksanakan, tulang akan beradaptasi pada kondisi tersebut,

yaitu mengalami proses penyembuhan dan perbaikan tulang. Faktor tersebut dapat

diperbaiki tetapi prosesnya agak lambat, karena melibatkan pembentukan tulang baru.

Proses tersebut terjadi empat tahap yaitu:

1. Pembentukan prokallus/Hematoma

Hematoma akan terbentuk pada 42 jam sampai 72 jam pertama pada

daerah fraktur yang disebabkan karena adanya perdarahan yang terkumpul di

sekitar fraktur yaitu darah dan eksudat, kemudian akan diserbu oleh kapiler dan

sel darah putih terutama netrofil, kemudian diikat oleh makrofag, sehingga akan

terbentuk jaringan granulasi. Pada saat ini masuk juga fibroblast dan osteoblast

yang berasal dari lapisan dalam periosteum dan endosteum.

2. Pembentukkan Kallus

Selama 4 – 5 hari osteoblas menyusun trabekula di sekitar ruang-ruangan

yang kelak menjadi saluran harvest. Jaringan itulah yang dinamakan kallus yang

berfungsi sebagai bidai yang terbentuk pada akhir minggu kedua.

3. Osifikasi

Dimulai pada dua sampai tiga meinggu setelah fraktur jaringan kallus akhirnya

akan diendapi oleh garam-garam mineral dan akan terbentuk tulang yang akan

menghubungkan kedua sisi yang patah.

4. Kallus Formation

a. Osteoblast terus membuat jala untuk membangun tulang

b. Osteoblast merusakkan tulang mati dan membantu mensintesa tulang baru.

c. Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit kalsium.

5. Remodeling

Callus yang berlebihan diabsorbsi dan tulang trabecular terbentuk pada garis

cedera.

Faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan callus:

1. Penyambungan yang lambat

Bila patah tulang tidak sembuh dalam periode penyembuhan.

Penyebab:

1) Callus putus atau remuk karena aktifitas berlebihan.

Page 7: Fraktur Kel 1

2) Edema pada lokasi fraktur, menahan penyaluran nutrisi ke lokasi.

3) Immobilisasi yang tidak efisien.

4) Infeksi terjadi pada lokasi.

5) Kondisi gizi pasien buruk.

2. Non union

Penyembuhan tulang tidak terjadi walaupun telah memakan waktu lama.

Penyebab antara lain :

1) Terlalu banyak tulang yang rusak pada cedera sehingga tidak ada yang

menjembatani fragmen.

2) Terjadi nekrosa tulang karena tidak ada aliran darah.

3) Anemi endoceime imbalance (ketidakseimbangan endokrim atau

penyebab sitemik yang lain).

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang yaitu:

1. Faktor local

a. Sifat luka atau berat utama

b. Derajat pembentukan formasi selama penyembuhan.

c. Jumlah tulang yang hilang

d. Tipe tulang yang cedera

e. Derajat imobilisasi yang terkena

f. Infeksi lokal yang dapat memperlambat penyembuhan.

g. Nekrosis tulang yang menghalangi aliran darah ke daerah fraktur.

2. Faktor klien

a. Usia klien

b. Pengobatan yang sedang dijalani.

c. Sistem sirkulasi.

d. Gizi

e. Riwayat penyakit

Dampak mobilisasi akibat fraktur terhadap sistem tubuh

1. Sistem respiratory

Page 8: Fraktur Kel 1

Kurangnya pergerakan akan mengakibatkan kurangnya rangsang batuk,

kurang dalam ventilasi menyebabkan lendir akan bertumpuk pada bronchi dan

bronchioles.

2. Sistem Integumen

Kehilangan integritas kulit disebabkan karena gesekan, tekanan, pergeseran

jaringan satu dengan yang lain. Penghambatan sirkulasi ke jaringan, adanya

infeksi, trauma, berkeringat.

E. Patofisiologi

Fraktur / patah tulang terjadi karena benturan tubuh, jatuh / trauma (long, 1996 :

356). Baik itu karena trauma langsung, misalnya : tulang kaki terbentur bumper mobil,

karena trauma tidak langsung , misalnya : seseorang yang jatuh dengan telapak tangan

menyangga. Juga bisa oleh karena trauma akibat tarikan otot misalnya tulang patella dan

dekranon, karena otot triseps dan biseps mendadak berkontraksi. (Oswari, 2000 : 147).

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup bila tidak

terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Sedangkan fraktur terbuka

bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di

kulit. (Mansjoer, 2000 : 346).

Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke

dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami

kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih

dan sel anast berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut.

Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin

(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru.

Aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.

Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk

membentuk tulang sejati. (Corwin, 2000 : 299).

Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan

pembekakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan

mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan dapat

mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoksia

Page 9: Fraktur Kel 1

mengakibatkan rusaknya serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan

syndrom kompartemen. (Brunner & Suddarth, 2002 : 2287).

Pengobatan dari fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif. Theraphy

konservatif meliputi proteksi saja dengan mitella atau bidai. Imobilisasi dengan

pemasangan gips dan dengan traksi. Sedangkan operatif terdiri dari reposisi terbuka,

fiksasi internal dan reposisi tertutup dengan kontrol radio logis diikuti fraksasi internal.

(Mansjoer, 2000 : 348).

Pada pemasangan bidai / gips / traksi maka dilakukan imobilisasi pada bagian

yang patah, imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas

tulang agak cepat (Price & Willsen, 1995 : 1192).

Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi dari

imobilisasi antara lain : adanya rasa tidak enak, iritasi kulit dan luka yang disebabkan

oleh penekanan, hilangnya otot (Long, 1996 : 378).

Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh diimobilisasi,

mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri (Carpenito, 1999 : 346). Pada

reduksi terbuka dan fiksasi interna (OKIF) fragme-fragmen tulang dipertahankan dengan

pen, sekrup, pelat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi.

Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang

seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan

selama tindakan operasi (Price & Willson, 1995 : 1192). Pembedahan yang dilakukan

pada tulang, otot dan sendi dapat mengakibatkan nyeri yang hebat (Brunner & Suddarth,

2002 : 2304).

Page 10: Fraktur Kel 1

F. Komplikasi

Menurut Long, B.C. (1996) komplikasi fraktur adalah :

1. Sindrom Kompartemen

Terjadi bila pembengkakan akibat fraktur atau tekanan dalam suatu ruang yang

dibatasi oleh kompartemen atau inflamasi yang mengakibatkan peningkatan dari

dalam. Gejala utama dari sindrom kompartemen adalah rasa sakit yang bertambah

parah terutama pada pergerakan pasif dan nyeri tersebut tidak hilang oleh narkotik.

Tanda lain adalah terjadinya paralysis, dan berkurangnnya denyut nadi.

2. Kerusakan Saraf

Page 11: Fraktur Kel 1

Terjadi karena cidera kerusakan saraf itu sendiri atau karena adanya penekanan

oleh gips. Kerusakan saraf ini akan menyebabkan kerusakan fungsi sensorik.

3. Iskemik

Dengan adanya oedem akibat fraktur akan menekan pada jaringan sekitarnya

termasuk vaskuler. Tekanan ini dapat menyebabkan sirkulasi darah berkurang dengan

demikian akan menimbulkan iskemik pada jaringan otot yang makin lama akan

mengakibatkan kematian jaringan otot yang akan diganti oleh jaringan fibrotik

sehingga terjadi kontraktur.

Gejalanya: dingin, pucat, sianosis, nyeri, bengkak distal dari cedera atau gips.

Serangannya pada saat terjadi cedera atau setelah pakai gips.

4. Emboli

Perubahan tekanan pada fraktur menyebabkan molekul lemak terdorong dari sum-

sum ke dalam peredaran darah sistemik berakibat gangguan pada respiratori dan

sistem saraf pusat.

Gejalanya : Sakit dada, pucat, dyspnea, putus asa, bingung, perdarahan

petechieare pada kulit dan conjungtiva.

Serangan : 2-3 hari setelah cedera.

Pengobatan : Tindakan yang menunjang yakni sikap fowler, pemberian oksigen,

transfusi darah untuk mengatasi shock hipovolemik, berikan diuretik, bronkhodilator,

cortico- steroid dan imobilisasi yang baik serta penanganan yang cermat dapat

mencegah terulangnya masalah.

5. Nekrosis Avaskuler

Nekrosis terjadi ketika daerah tulang rusuk karena kematian tulang sehingga

aliran darah terganggu dan tulang akan mengalami osteoporosis dan nekrosis.

6. Osteomyelitis

Kuman masuk ke dalam luka atau dari daerah lain dari tubuh. Infeksi bagian sum-

sum saluran havar dan subperiosteal yang berakibat merusak tulang oleh enzim

proteolitik.

Gejala : Edema, nyeri terdapat pus.

Pengobatan : Kultur dan tes sensitif antibiotik, drainage, debridemen.

Pencegahan : Terapkan teknik aseptis pada waktu membalut luka terbuka

Page 12: Fraktur Kel 1

G. Pemeriksaan diagnostic

1. Foto Rontgen

Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur. Selain itu, dapat pula dilihat

kondisi fraktur, seperti adanya tulang yang tumpang-tindih, retak, dan sebagainya.

Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.

Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.

Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera

maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang

normal)

Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

2. X – Ray

Prosedur ini penting untuk mengevaluasi pasien dengan kelainan musculoskeletal.

Berikut beberapa jenis X – Ray :

X-Ray tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi, dan perubahan

hubungan tulang.

X-Ray multiple diperlukan untuk pengkajian paripurna struktur yang sedang

diperiksa

X-Ray korteks tulang menunjukkan adanya pelebaran, penyempitan, dan

tanda iregularitas.

X-Ray sendi dapat menunjukkan adanya cairan, iregularitas, spur,

penyempitan, dan perubahan struktur sendi.

Hal yang harus dibaca pada x-ray:

Bayangan jaringan lunak.

Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau

juga rotasi.

Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

3. CT- Scan

Menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat

memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cedera ligament atau tendon. Digunakan

untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang sulit

Page 13: Fraktur Kel 1

dievaluasi dengan cara menggambarkan potongan secara transversal dari tulang

dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

4. Artrografi

Penyuntikan bahan radiopaque atau udara ke dalam rongga sendi untuk melihat

struktur jaringan lunak dan kontur sendi. Sendi diletakkan dalam kisaran

pergerakannya sementara itu diambil gambar sinar-X serial. Artrogram sangat

berguna untuk mengidentifikasi adanya robekan akut atau kronik kapsul sendi atau

ligament penyangga lutut, bahu, tumit, panggul, dan pergelangan tangan.

5. Bone Scan

Merupakan cairan radioisotop yang dimasukkan melalui vena. Sering dilakukan pada

tumor ganas, osteomyelitis dan fraktur.

6. Absorpsiometri foton tunggal dan ganda

Merupakan uji noninvasif untuk menentukan kandungan mineral tulang pada

pergelangan tangan atau tulang belakang. Osteoporosis dapat dideteksi menggunakan

alat densitometri ini.

7. Biopsi

Dilakukan untuk menentukan struktur dan komposisi tulang, otot, dan sinovium untuk

membantu menentukan penyakit tertentu. Tempat biopsi harus dipantau mengenai

adanya edema, perdarahan, dan nyeri.

Bisa juga dengan pemeriksaan

1. Tomografi

Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit

divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak

pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

2. Myelografi

Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang

vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.

3. Arthrografi

Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.

4. Computed Tomografi-Scanning

Page 14: Fraktur Kel 1

Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu

struktur tulang yang rusak.

Pemeriksaan Laboratorium

1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan

osteoblastik dalam membentuk tulang.

3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat

Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan

tulang.

Pemeriksaan lain:

1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi.

2. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.

3. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang

berlebihan.

4. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.

5. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

H. Penatalaksanaan

Gips

Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan patah tulang. Gips memiliki sifat

menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan menjadi

keras. Sebelum menjadi keras, gips yang lembek dapat dibalutkan melingkari sepanjang

ekstremitasdan dibentuk sesuai dengan bentuk ekstremitas. Gips yang dipasang

melingkari ekstremitas disebut gipas sirkuler sedangkan jika gips dipasang pada salah

satu sisi ekstremitas disebut gips bidai.

Gips dalam bahasa latin disebut kalkulus, dalam bahasa ingris disebut plaster of

paris , dan dalam belanda disebut gips powder. Gips merupakan mineral yang terdapat di

alam berupa batu putih tang mengandung unsur kalsium sulfat dan air.

Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang di cetak sesuai dengan

kontur tubuh tempat gips di pasang (brunner & sunder, 2000) gips adalah balutan ketat

yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan mengunakan bahan gips tipe

Page 15: Fraktur Kel 1

plester atau fiberglass (Barbara Engram, 1999). Jadi gips adalah alat imobilisasi eksternal

yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus dengan

tipe plester atau fiberglass.

Indikasi

1. Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi sebagai bidal).

2. Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri misalnya gips

korset pada tuberkulosis tulang belakang atau pasca operasi seperti operasi pada

skoliosis tulang belakang.

3. Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur terutama pada anak-anak dan

fraktur tertentu pada orang dewasa.

4. Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya pada talipes ekuinovarus

kongenital atau pada deformitas sendi lutut oleh karena berbagai sebab.

5. Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.

6. Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyatu setelah suatu

operasi misalnya pada artrodesis.

7. Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo tertentu misalnya setelah operasi tendo

Achilles.

8. Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau protesa.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemasangan gips adalah :

1. Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.

2. Gips patah tidak bisa digunakan.

3. Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.

4. Jangan merusak atau menekan gips.

5. Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips/ menggaruk.

6. Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.

Kelebihan  

Kelebihan pemakaian gips adalah :

1. Mudah didapatkan.

2. Murah dan mudah dipergunakan oleh setiap dokter.

3. Dapat diganti setiap saat.

4. Dapat dipasang dan dibuat cetakan sesuai bentuk anggota gerak.

Page 16: Fraktur Kel 1

5. Dapat dibuat jendela/lubang pada gips untuk membuka jahitan atau perawatan luka

selama imobiliasi.

6. Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat dilakukan membuat sudut tertentu.

7. Gips bersifat rediolusen sehingga pemeriksaan foto rontgen tetap dapat dilakukan

walaupun gips terpasang.

8. Merupakan terapi konservatif pilihan untuk menghindari operasi.

Kekurangan  

Di samping kelebihannya, terdapat pula beberapa kekurangan pemakaian gips

yang perlu diperhatikan yaitu : 

1. Pemasangan gips yang ketat akan memberikan gangguan atau tekanan pada pembuluh

darah, saraf atau tulang itu sendiri.

2. Pemasangan yang lama dapat menyebabkan kekakuan pada sendi dan mungkin dapat

terjadi. 

a. Disus osteoporosis dan atrofi.

b. Alergi dan gatal-gatal akibat gips.

c. Berat dan tidak nyaman dipakai oleh penderita.

Perawatan Gips

Hal-hal yang perlu diperhatikan setelah pemasangan gips adalah : 

1. Gips tidak boleh basah oleh air atau bahan lain yang mengakibatkan kerusakan gips.

2. Setelah pemasangan gips harus dilakukan follow u yang teratur, tergantung dari

lokalisasi pemasangan.

3. Gips yang mengalami kerusakan atau lembek pada beberapa tempat, harus diperbaiki.

Jenis-jenis Gips

Kondisi yang ditangani dengan gips menentukan jenis dan ketebalangips yang

dipasang. Jenis-jenis gips sebagai berikut:

1. Gips lengan pendek. Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampai lipatan

telapak tanga, dan melingkar erat didasar ibu jari.

2. Gips lengan panjang. Gips ini dipasang memanjang. Dari setinggi lipat ketiak sampai

disebelah prosimal lipatan telapak tangan. Siku biasanya di imobilisasi dalam posisi tegak

lurus.

Page 17: Fraktur Kel 1

3. Gips tungkai pendek. Gi[s ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai dasar jari kaki,

kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral,

4. Gips tungkai panjang, gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas dan tengah paha

sampai dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi.

5. Gips berjalan. Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat dan dapat disertai

telapak untuk berjalan

6. Gips tubuh. Gips ini melingkar di batang tubuh

7. Gips spika.gipsini melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ekstremitas (gips

spika tunggal atau ganda)

8. Gips spika bahu. Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan sik

9. Gips spika pinggul. Gips ini melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas bawah (gips

spika tunggal atau ganda)

Bahan-bahan gips meliputi:

1. Plester. Gips pembalut dapat mengikuti kontur tubuh secara halus . gulungan krinolin

diimregasi dengan serbuk kalsium sulfat anhidrus ( Kristal gypsum ). Jika basah

terjadi reaksi kristalisasi dan mengeluarkan panas. Kristalisasi menghasilkan

pembalut yang kaku . kekuatan penuh baru tercapai setelah kering , memerlukan

waktu 24-72 jam untuk mongering. Gips yang kering bewarna mengkilap ,

berdenting, tidak berbau,dan kaku, sedangkan gips yang basah berwarna abu-abu dan

kusam, perkusinya pekak, terba lembab, dan berbau lembab.

2. Nonplester. Secara umum berarti gips fiberglass, bahan poliuretan yang di aktifasi air

ini mempunyai sifat yang sama dengan gips dan mempunyai kelebihan karna lebih

ringan dan lebih kuat, tahan air dan tidak mudah pecah.di buat dari bahan rajuutan

terbuka, tidak menyerap, diimpregnasi dengan bahan pengeras yang dapat mencapai

kekuatan kaku penuhnya hanya dalam beberapa menit.

3. Nonplester berpori-pori, sehingga masalah kulit dapat di hindari . gips ini tidak

menjadi lunak jika terkena air,sehingga memungkinkan hidro terapi. Jika basah dapat

dikeringkan dengan pengering rambut.

Pemasangan gips

Persiapan alat –alat untuk pemasangan gips:

1. Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang akan di gips

Page 18: Fraktur Kel 1

2. Baskom berisi air biasa (untuk merendam gips)

3. Baskom berisi air hangat

4. Gunting perban

5. Benkok

6. perlak dan alasnya

7. waslap

8. pemotong gips

9. kasa dalam tempatnya

10. alat cukur

11. sabun dalam tempatnya

12. handuk

13. krim kulit

14. spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)

15. padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis)

Teknik pemasangan gips, yaitu:

1. siapkan pasien dan jelaskan pada prosedur yang akan dikerjakan

2. siapkan alat-alat yang akandigunakan untuk pemasangan gips

3. daerah yang akan di pasang gips dicukur, dibersihkan,dan di cuci dengan sabun,

kemudian dikeringkan dengan handuk dan di beri krim kulit

4. sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan di gips.

5. Posisikan dan pertahankan bagian yang akan di gips dalam posisi yang di tentukan

dokter selama prosedur

6. Pasang spongs rubs(bahan yang menyerap keringat) pada bagian tubuh yang akan di

pasang gips, pasang dengan cara yang halus dan tidak mengikat. Tambahkan bantalan

di daerah tonjolan tulang dan pada jalur saraf.

7. Masukkan gips dalam baskom berisi air, rendam beberapa saat sampai gelembung-

gelembung udara dari gips habis keluar. Selanjutnya, diperas untuk mengurangi air

dalam gips.

8. Pasang gips secara merata pada bagian tubuh. Pembalutan gips secara melingkar

mulai dari distal ke proksimal tidak terlalu kendor atau ketat. Pada waktu membalut,

lakukan dengan gerakan bersinambungan agar terjaga ketumpangtidihan lapisan gips.

Page 19: Fraktur Kel 1

Dianjurkan dalam jarak yang tetap(kira-kira 50% dari lebar gips) Lakukan dengan

gerakan yang bersinambungan agar terjaga kontak yang konstan dengan bagian

tubuh.

9. Setelah pemasangan, haluskan tepinya, potong serta bentuk dengan pemotong gips.

10. Bersihkan Partikel bahan gips dari kulit yang terpasang gips.

11. Sokong gips selama pergeseran dan pengeringan dengan telapak tangan. Jangan

diletakkan pada permukaan keras atau pada tepi yang tajam dan hindari tekanan pada

gips.

Pelepasan gips

Alat yang di gunakan untuk pelepasan gips

1. Gergaji listrik/pemotong gips

2. Gergaji kecil manual

3. Gunting besar

4. Baskom berisi air hangat

5. Gunting perban

6. Bengkok dan plastic untuk tempat gips yang di buka

7. Sabun dalam tempatnya

8. Handuk

9. Perlak dan alasnya

10. Waslap

11. Krim atau minyak

Teknik pelepasan gips, antara lain:

1. Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan

2. Yakinkan pasien bahwa gergaji listrik atau pemotong gips tidak akan mengenai kulit

3. Gips akan di belah dengan menggunakan gergaji listrik

4. Gunakan pelindung mata pada pasien dan petugas pemotong gips

5. Potong bantalan gips dengan gunting

6. Sokong bagian tubuh ketika gips di lepas

7. Cuci dan keringkan bagian yang habis di gips dengan lembut oleskan krim atau

minyak

8. Ajarkan pasien secara bertahap melakukan aktifitas tubuhsesuai program terapi

Page 20: Fraktur Kel 1

9. Ajarkan pasien agar meninggikan ekstremitas atau mengunakan elastic perban jika

perlu untuk mengontrol pembengkakan

Perawatan Anak Dengan Gips Di Rumah

Gips terbuat dari berbagai jenis bahan yang berbeda dan digunakan pada bagian

tubuh yang berbeda pula. Gips dipasang pada anak agar area yang cedera dapat

sembuh dengan baik. Perawatan gips akan sedikit bervariasi, bergantung pada jenis

gips yang dipasang.

Sebelum gips dipasang, bahan yang halus digunakan untuk melindungi kulit.

Kemudian gips dipasang diatas bahan tersebut . pada saat pertama, gips akan terasa

hangat, hal ini akan berakhir selama kira-kira 10 sampai 15 menit. Gips plester akan

tetap basah selama beberapa jam, sedangkan gip fiberfglass akan kering dalam 30

menit. Jangan memasukkan apapun ke dalam gips pada waktu pengeringan atau

sesudahnya. Selama waktu pengeringan, sentuh gips sedikit mungkin. Bila memang

harus menyentuhnya, gunakan telapak tangan, bukan jari. Membalikkan anak yang

memakai gips tubuh plester sedikitnya setiap 2 jam akan membantu pengeringan gips,

jangan menggunakan pemanas atau pengering. Kipas angin reguler dapat digunakan

untuk mensirkulasi udara di cuaca lembab.

Periksa kulit sekitar gips dengan sering. Beritahu profesional kesehatan bila

terjadi hal-hal berikut:

Kebas

Nyeri yang tidak hilang

Bau

Perasaan aneh

Perubahan suhu

Cairan mengalir dari gips

Gips menjadi lunak, patah, atau retak

Jari tidak terlihat pada tepi gips setelah perbaikan talipes.

Bila yang dipakai adalah gips lengan atau kaki, periksa warna jari tangan atau

jari kaki. Jari-jari tersebut harus hangat bila disentuh. Bila kulit diarea ini sedikit

ditekan dan dilepaskan, warnanyaharus kembali dengan cepat. Untuk membantu

mencegah pembengkakan, tinggikan lengan atau kaki yang digips di atas tinggi

Page 21: Fraktur Kel 1

jantung anak dengan mengistirahatkan gis di atas beberapa bantal atau selimut. Bila

lengan di gips, sling dapatt membantu menyokong lengan di siang hari dan bantal

dapat digunakan di malam hari. Untuk gips kaki, pada malam hari longkarkan

penutup di tempat tidur dan tempatkan beberapa bantal diatas kaki untuk mencegah

selimut menekan jari kaki.

Beberapa gips kaki (penyangga berat badan) dibuat sedemikian rupa agar

anak dapat berjalan dengan gips. Bila jenis gips ini tidak dapat digunakan, anak yang

lebih besar dapat diajarkan bagaimana caranya berjalan dengan kruk. Bila kruk

diperlukan, ikuti pedoman professional kesehatan untuk ukuran dan bantalan yang

tepat dari kruk.

1. PERAWATAN KULIT

Selama gips terpasang, perawatan khusus diperlukan untuk menjaga agar kulit

disekitar gips tetap sehat. Bagian belakang kaki dapat teriritasi bila anak memakai

gips kaki yang pendek, dan kulit antara ibu jari dan jari telunjuk sering menjadi

masalah pada pemakaian gips lengan, bila gips bergesekan dengan kulit, plester dapat

digunakan untuk menutupi tepi gips plester yang kasar. Hal ini disebut petalling dan

mencakup langkah-langkah berikut:

a. Gunakan balutan adesif atau potong plester dengan ukuran panjang 7,5 cm dan lebar

2,5 sampai 5 cm untuk menutupi tepi gips yang tajam

b. Plesterkan satu ujungnya di bagian dalam gips.

c. Plesterkan ujung yang lain di bagian luar gips hingga menutupi tepi gips.

d. Ulangi dengan plester yang lain. Lakukan sampai semuatepi garis tertutup untuk

membuat permukaan halus.

2. GATAL

Terkadang kulit dibawah gips akan terasa gatal. Jangan menempatkan apapun di

bagian dalam gips untuk menggaruk kulit. Anak-anak sering berusaha untuk

memasukkan garpu, pisau, remah-remah, sisir, dan objek-objek lain dalam gips. Beri

tahu professional kesehatan bila ada objek yang masuk ke dalam gips. Bila kulit gatal,

beberapa hal dapat dilakukan untuk membuat anak merasa lebih nyaman, antara lain:

a. Meniupkan udara dingin dari pengering rambut kedalam gips

b. Usap lengan atau kaki yang berlawanan.

Page 22: Fraktur Kel 1

c. Usap-usap kulit di sekitar tepi gips.

3. MANDI

Anak-anak dengan gips tubuh dan gips tungkai penuh harus mendapat mandi

kompres. Anak dengan gips tungkai bawah atau lengan dapat dimandikan atau dapat

mandi shower bila gips tertutup dengan baik atau tidak terkena air. Gips harus tetap

kering. Gips dapat ditutupi dengan penutup plastik atau penutup gips tahan air.

Penutup harus dilepaskan dan disimpan dengan aman setelah mandi atau shower. Bila

gips plester menjadi basah, gips akan melunak dan memerlukan penggantian. Bila

gips fiberglass menjadi basah, maka gips tersebut masih dapat dikeringkan secara

seksama dengan kipas angin atau pengering rambut dilingkungan yang dingin. Bila

menggunakan pelapis gips, anak dapat membasahi gips tersebut.

4. PERAWATAN GIPS

Permukaan gips fiberglass dapat dengan mudah dibersihkan dengan lap basah.

Namun, plester gips tidak dapat dibersihkan. Bila gips dipakai dalam waktu lama,

kain penutup seperti kaos kaki yang besar dan ketat atau bagian dari stocking jaring-

jaring yang ketat dapat digunakan untuk melindungi gips. Penutup ini dapat dicuci

dan diganti. Bila menggunakan, penutup tersebut harus kain dan bukan plastik agar

udara dapat bersirkulasi melalui gips.

5. GIPS SPIKA (GIPS TUBUH)

Gips tubuh dirancang untuk menjaga agar panggul dan paha anak tidak bergerak.

Perawatan khusus harus dilakukan, karena gips tersebut menutupi abdomen anak

(area lambung) dan anak biasanya tidak dapat bergerak. “jendela” dapat dibuat pada

gips untuk memungkinkan lambung berekspansi setelah makan. Area genital akan

tetep terbuka untuk memungkinkan anak berkemih dan defekasi tanpa mengotori

gips. Untuk melindungi gips, penutup plastik dapat dilekatkan pada gips mengitari

lubang ini. Hal ini memungkinkan urin dan feses mudah untuk dibersihkan. Pada tepi

lain dari gips dapat dilkukan petalling untuk menjaga agar tepi gips yang kasar tidak

mencederai kulit anak. Bantalan kapas yang tersedia di toko alat kecntikan, juga dapat

digunakan sebagai bantalan sekali pakai dibagian dalam tepi gips.

Page 23: Fraktur Kel 1

Anak harus diangkat dengan ditopang dibawah bahu dan panggul. Mungkin

diperlukan dua orang untuk mengangkat dengan aman bayi yang lebih besar dan

anak. Ketika mengangkat, jangan memutar tubuh anak. Jangan pernah menggunakan

papan yang membuat kaki teregang untuk mengangkat anak. Tekanan pada papan ini

dapat merusak gips. Gips baru harus dipasang bila gips yang terpasng sudah sangat

rusak.

Karena anak tidak dapat bergerak banyak, mungkin diperlukan perubahan diet.

Tiga masalah yang dapat terjadi dengan gips tubuh adalah konstipasi, penambahan

berat badan yang berlebihan, dan tersedak. Bayi yang lebih besar dan anak harus

diberikan cairan ekstra dan diet tinggi serat, seperti buah segar, sayuran, kacang, dan

gandum seperti oatmeal dan roti. Bila diet tidak membantu, dapat digunakan pelunak

feses ringan.

Untuk mencegah penambahan berat badan berlebihan, hindari minuman bergula

dan permen, karena dapat menambahkan kalori “kosong” dan membuat anak tidak

mau makan makanan yang diperlukan untuk penyembuhan dan pertumbuhan.

Tersedak juga merupakan masalah. Jangan pernah memberi anak anggur,

gandum, kacang atau hot dog utuh karena makanan-makanan tersebut dapat membuat

anak tersedak. Beri tahu anak untuk mengunyah makanan dengan cermat.

6. PELEPASAN GIPS

Bila cedera sudah sembuh, maka gips akan dilepas. Gipss dilepas dengan getaran

yang cepat dari pemotong gips. Meskipun mesin pemotong tersebut membuat suara

bising keras yang dapat menakutkan, namun hanya sedikit kemungkinan bagi anak

untuk terluka karenanya. Tetapi, tetap siapkan anak untuk menghadapi pengangkatan

gip ini. Bila mungkin tunjukkan pada anak bagaimana alat pemotong bergetar dan

beri kesempatan padanya agar terbiasa dengan kebisingan itu. Beri tahu anak bahwa

mungkin akan terdapat rasa geli yang akan ia alami ketika alat pemotong ittu

digunakan.

Kulit akan tampak kering, pucat, dan keras ketika gips dilepas. Untuk melunakkan

dan melepaskan kulit yang mati, cuci kulit dengan air hangat dan gunakan lotion

pelembab kulit. Jangan menggosok kulit untuk menghilangkan kulit kering. Bila kulit

yang lama sudah terkelupas, maka kulit yang baru akan tumbuh.

Page 24: Fraktur Kel 1

Pemasangan Pen

Pen adalah  implant yang dipasang pada tulang dengan maksud untuk

mempertahankan kedudukan tulang dalam posisi  yang benar (anatomis) sampai

proses penulangan terjadi .

Tujuan pemasangan pen agar penderita lebih cepat melakukan aktifitas

sehabis operasi dengan bantuan atau tanpa bantuan alat bantu. Banyak jenis pen

yang dipakai di bidang Orthopedi, tergantung dari jenis tulang dan jenis patahan 

tulangnya, oleh sebab itu pada kasus yang berbeda sudah pasti jenis pen yang

dipasang berbeda.

Di pasaran yang ada saat ini pen terbuat dari stainless steel atau titanium,

sudah terbukti bahwa titanium lebih bagus dari stainless steel , karena reaksi

penolakan tubuh hampir tidak ada dibanding stainless , lebih ringan dan lebih

kuat, daya adhesi terhadap kuman lebih rendah dibanding stainless,sehingga

memang Titanium lebih baik dari pada stainless, cuma saja harganya cukup

mahal, dan stock di pasaran sedikit sehingga harus di pesan dulu, sehingga untuk

kasus emergensi agak sulit kita lakukan. Kalau untuk kasus patah jari   tangan dan

kaki memang  di pasaran sudah banyak digunakan.

Di bawah ini contoh jenis pen yang di pasang pada operasi tulang

Pada pen yang seperti contoh pada gambar umumnya terbuat dari stainless,

dimana sifat reaksi penolakan tubuh lebih banding titanium dan daya adhesi

kuman pada permukaan lebih tinggi,sehingga di anjurkan bila tulang sudah

menyambung pen di lepas saja.

Keuntungan pelepasan pen adalah : membuat daya elastis tulang yang

terpasang pen kembali seperti semula, tulang lebih kuat, mencegah terjadinya

reaksi penolakan tubuh terhadap pen.

Page 25: Fraktur Kel 1

Sebaiknya pen dilepas setelah tulang menyambung (rata-rata pada 2 1 tahun),

apalagi pada anak-anak harus dilepas segera karena dapat mengganggu

pertumbuhan tulang , khusus pada orang lanjut usia bila tidak ada keluhan tidak

perlu, tapi lebih baik di lepas bila ada keluhan.

I. Pengkajian terhadap pasien

1. Anamnesa

a. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,

pendidikan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b. Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri

tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk

memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

1. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor

presipitasi nyeri.

2. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.

Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

3. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

4. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya.

5. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari. (Ignatavicius, Donna D, 1995)

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,

yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini

bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa

ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,

Page 26: Fraktur Kel 1

dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka

kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D, 1995).

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-

penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan

fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit

diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut

maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan

salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis

yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung

diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

f. Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan

peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam

kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

g. Pola-Pola Fungsi Kesehatan

1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan

pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu

penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup

klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme

kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya

dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna

D,1995).

2. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Page 27: Fraktur Kel 1

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-

harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu

proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa

membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan

mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium

atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor

predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga

obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

3. Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi

walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces

pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,

kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada

kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi Anna, 1991)

4. Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini

dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian

dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan

kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 1999).

5. Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan

klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang

lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama

pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk

terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Donna D,

1995).

6. Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan

kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk

melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang

salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).

Page 28: Fraktur Kel 1

7. Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal

fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.begitu juga pada

kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri

akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).

8. Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu

ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme

koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).

9. Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah

dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan

karena nyeri dan keterbatasan gerak klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).

2. Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu

untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi

hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.

a. Gambaran Umum

Perlu menyebutkan:

1. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:

a. Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung

pada keadaan klien.

b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada

kasus fraktur biasanya akut.

c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun

bentuk.

2. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

a. Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,

nyeri tekan.

Page 29: Fraktur Kel 1

b. Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,

tidak ada nyeri kepala.

c. Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.

d. Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun

bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

e. Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi

perdarahan)

f. Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri

tekan.

g. Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

h. Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak

pucat.

i. Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

j. Paru

1. Inspeksi

Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat

penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

2. Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

3. Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.

4. Auskultasi

Page 30: Fraktur Kel 1

Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti

stridor dan ronchi.

k. Jantung

1. Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung.

2. Palpasi

Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

3. Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

h. Abdomen

1. Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

2. Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.

3. Perkusi

Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

4. Auskultasi

Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.

i. Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

b. Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai

status neurovaskuler. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:

1. Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

a. Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas

operasi).

b. Cape au lait spot (birth mark).

c. Fistulae.

d. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.

Page 31: Fraktur Kel 1

e. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa

(abnormal).

f. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

g. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

2. Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai

dari posisi netral (posisi anatomi). Yang perlu dicatat adalah:

a. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.

b. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema

terutama disekitar persendian.

c. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3

proksimal,tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau

konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada

tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada

benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,

konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri

atau tidak, dan ukurannya.

3. Move (pergeraka terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan

menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada

pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi

keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran

derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam

ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak

(mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

J. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op

fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :

Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada

pasien dengan post op frakture Olecranon (Wilkinson, 2006) meliputi :

Page 32: Fraktur Kel 1

1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak

menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan jaringan

aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ;

awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan samapai

berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat diramalkan dan

durasinya kurang dari enam bulan.

Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil : Nyeri berkurang atau hilang

Klien tampak tenang.

Intervensi dan Implementasi :

a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga

R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif

b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri

R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri

c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri

R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien

tentang nyeri.

d. Observasi tanda-tanda vital.

R/ untuk mengetahui perkembangan klien

e. Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesic

R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik

berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.

2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu yang

tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis untuk

bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-hari yang

diinginkan.

Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

Kriteria hasil : perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan diri.

pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan

beberapa aktivitas tanpa dibantu.

Page 33: Fraktur Kel 1

Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.

Intervensi dan Implementasi :

a. Rencanakan periode istirahat yang cukup.

R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan energi terkumpul

dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar optimal.

b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.

R/ tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara

perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat,

mobilisasi dini.

c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.

R/ mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih

kembali.

d. Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.

R/ menjaga kemungkinan adanya respons abnormal dari tubuh sebagai

akibat dari latihan.

3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang

mengalami perubahan secara tidak diinginkan.

Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

Kriteria Hasil :

- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

-luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

-Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi :

a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka. R/

mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah

dalam melakukan tindakan yang tepat.

b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.

R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah

intervensi.

c. Pantau peningkatan suhu tubuh

Page 34: Fraktur Kel 1

R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya

proses peradangan.

d. d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan

kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.

R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan

mencegah terjadinya infeksi.

e. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya

debridement.

R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas

pada area kulit normal lainnya.

f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.

R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi

parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.

g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

R / antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen

pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.

4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam

kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu

ekstremitas atau lebih.

Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

Kriteria hasil :

- penampilan yang seimbang..

- melakukan pergerakkan dan perpindahan.

- mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan

karakteristik :

0 = mandiri penuh

1 = memerlukan alat Bantu.

2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan,

dan pengajaran.

3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.

4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.

Page 35: Fraktur Kel 1

Intervensi dan Implementasi :

a. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan

peralatan.

R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.

b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah

karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.

c. Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.

R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.

d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.

R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.

e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.

R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan

mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

5. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan

perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur

invasif dan kerusakan kulit

Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.

Kriteria hasil :

- tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.

- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.

- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi dan Implementasi :

a. Pantau tanda-tanda vital. R/ mengidentifikasi tanda-tanda

peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.

b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.

R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.

c. Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter,

drainase luka, dll.

R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.

Page 36: Fraktur Kel 1

d. d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah,

seperti Hb dan leukosit.

R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa

terjadi akibat terjadinya proses infeksi.

e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.

R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang

terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.

Tujuan :

a. mengurangi rasa cemas keluarga terhadap kondisi anaknya

b. keluarga pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi,

efek prosedur dan proses pengobatan anaknya.

Kriteria Hasil :

- melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari

suatu tindakan.

- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam

regimen perawatan.

Intervensi dan Implementasi:

a. Kaji tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit anaknya.

R/ mengetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan keluarga

tentang penyakit anaknya.

b. Berikan penjelasan pada keluarga tentang penyakit dan kondisi

anaknya sekarang.

R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisi anaknya sekarang,

keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.

c. Anjurkan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.

R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.

d. Minta keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah

diberikan.

Page 37: Fraktur Kel 1

R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman keluarga serta menilai

keberhasilan dari tindakan yang dilakukan

Page 38: Fraktur Kel 1

Bab IIIPenutup

KesimpulanFraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan

luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat

diabsorbsinya. (Smelter&Bare,2002).

Fraktur humerus adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang

humerus (Mansjoer, Arif, 2000).

Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh

benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung.

Penatalaksanaan dengan Perawatan awal harus melibatkan imobilisasi dari siku

terluka dalam 20-30 ° dari fleksi untuk mencegah perpindahan tambahan atau kerusakan

neurovaskular sampai seorang ahli bedah ortopedi dapat mengevaluasi pasien. Pasien

dengan patah tulang umumnya memerlukan obat-obatan nyeri narkotik. Acetaminophen

atau acetaminophen dengan kodein untuk kontrol nyeri

Asuhan Keperawatan :

Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang

Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan

muskuloskletal

Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan

sirkulasi, prosedur invasif dan kerusakan kulit

Page 39: Fraktur Kel 1

Daftar Pustaka

Wong and whaley’s Clinical manual of Pediatric Nursing, ed 4 1996, mosby, st. Alouis

Hidayat,Aziz Alimul A (2006), Pengantar ilmu keperawatan anak hal 141-142 , Salemba Medika ,Jakarta

Brunner dan Suddarh’s, Keperawatan medilak bedah Ed. 8 Vol. 3 Hal : 2357