Kehamilan Ektopik

23
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya kehamilan harus ada spermatozoon, ovum, pembuahan ovum (konsepsi) dan nidasi dari hasil konsepsi spermatozoon dikeluarkan di forniks vagina dan di sekitar porsio pada waktu coitus kemudian masuk kavum uteri dan tuba dan melanjutkan ke bagian ampula tuba dimana spermatozoon yang kapasitas dapat memasuki ovum yang telah siap dibuahi. Setelah terjadinya pertemuan ovum dan spermatozoon (konsepsi) kemudian terjadilah nidasi yaitu bersarangnya ovum yang telah dibuahi ke dalam endometrium. Umumnya nidasi terjadi di dinding depan atau belakang uterus dekat fundus uteri, jika nidasi ini terjadi, barulah disebut kehamilan. (1) Dalam keadaan normal kehamilan akan terjadi intra uterin nidasi akan terjadi pada endometrium korpus uteri. Dalam keadaan abnormal implantasi hasil konsepsi terjadi di luar endometrium rahim disebut kehamilan ekstrauterin. Kehamilan ekstrauterin tidaklah identik dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstisial tuba dan kehamilan pada kanalis servikalis masih terdapat dalam rahim namun jelas sifatnya abnormal dan ektopik. (1, 2) 1

description

jhvj

Transcript of Kehamilan Ektopik

Page 1: Kehamilan Ektopik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terjadinya kehamilan harus ada spermatozoon, ovum, pembuahan ovum

(konsepsi) dan nidasi dari hasil konsepsi spermatozoon dikeluarkan di forniks

vagina dan di sekitar porsio pada waktu coitus kemudian masuk kavum uteri dan

tuba dan melanjutkan ke bagian ampula tuba dimana spermatozoon yang

kapasitas dapat memasuki ovum yang telah siap dibuahi.

Setelah terjadinya pertemuan ovum dan spermatozoon (konsepsi) kemudian

terjadilah nidasi yaitu bersarangnya ovum yang telah dibuahi ke dalam

endometrium. Umumnya nidasi terjadi di dinding depan atau belakang uterus

dekat fundus uteri, jika nidasi ini terjadi, barulah disebut kehamilan. (1)

Dalam keadaan normal kehamilan akan terjadi intra uterin nidasi akan

terjadi pada endometrium korpus uteri. Dalam keadaan abnormal implantasi hasil

konsepsi terjadi di luar endometrium rahim disebut kehamilan ekstrauterin.

Kehamilan ekstrauterin tidaklah identik dengan kehamilan ektopik karena

kehamilan pada pars interstisial tuba dan kehamilan pada kanalis servikalis masih

terdapat dalam rahim namun jelas sifatnya abnormal dan ektopik. (1, 2)

Kehamilan ektopik merupakan malapetaka reproduksi yang tidak

tanggung-tanggung. Gangguan reproduksi yang berkaitan dengan kegagalan

dalam proses nidasi yang besar ini terus meningkat dalam 15 tahun belakangan,

bukan saja di Amerika Serikat tetapi juga di seluruh dunia.

Kehamilan ektopik ini dapat menjadi suatu keadaan kegawatan apabila

merupakan kehamilan ektopik terganggu yang gambaran klinisnya

beragam. (1, 2, 3)

Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153

kehamilan ektopik diantara 4.007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Dalam

kepustakaan frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1 : 28 dan sampai

1 : 329 tiap kehamilan. Di India bagian barat, 1 diantara 28 kehamilan adalah

kehamilan ektopik. Sedangkan dibeberapa bagian Amerika propinsinya adalah 1

diantara 2.500 kehamilan.

1

Page 2: Kehamilan Ektopik

Sebagian besar kehamilan ektopik merupakan kehamilan tuba khususnya

di ampula dan di istmus. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan

ektopik berumur antara 25 sampai 35 tahun frekuensi kehamilan ektopik

dilaporkan 1 diantara 300 kehamilan. Frekuensi kehamilan ektopik yang

sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilan ektopik terganggu yang dini tidak

selalu jelas, sehingga tidak dibuat diagnosisnya. Mungkin pemberian antibiotika

misalnya tetrasiklin pada injeksi pelvik khususnya gonore, memperbesar

kehamilan ektopik oleh karena dengan pengobatan tersebut kemungkinan hamil

masih terbuka, namun perubahan pada endosalping menghambat perjalanan

ovum yang dibuahi menuju ke uterus. (1, 3, 4)

Tempat kehamilan ektopik yang paling sering yaitu tuba fallopi (98%),

rongga peritonium (1%), ovarium (8,25%) dan serviks (0,75%).(1 , 2, 4, 5)

B. Kepentingan Permasalahan

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita

yang bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan

gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.

Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang dapat dihadapi oleh

setiap dokter, karena sangat beragamnya gambaran klinik kehamilan ektopik

terganggu itu. Tidak jarang yang menghadapi penderita untuk pertama kali

adalah dokter umum atau dokter ahli lainnya, maka dari itu perlu diketahui oleh

setiap dokter klinik kehamilan ektopik terganggu serta diagnosis diferensialnya.

C. Tujuan Penulisan

Agar lebih memahami mengenai faktor-faktor yang turut menjadi

penyebab terjadinya kehamilan ektopik dan mengenai cara-cara yang efektif serta

modern untuk menegakkan diagnosis kelainan tersebut lebih dini. Dengan

diagnosis yang lebih dini, baik kelangsungan hidup maternal maupun

penyelamatan kapasitas reproduksinya akan dapat ditingkatkan.

2

Page 3: Kehamilan Ektopik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Kehamilan ektopik ialah kehamilan dengan ovum yang dibuahi,

berimplantasi dan tumbuh tidak ditempat yang normal yakni dalam endometrium

kavum uteri, istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah ekstrauterin

yang sekarang masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa jenis

kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat

yang normal, misalnya kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kehamilan

pada serviks uteri. (1, 2, 5)

Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) ialah kehamilan ektopik yang

terganggu dapat terjadi abortus atau ruptur dan hal ini dapat berbahaya bagi

wanita. (2, 5)

B. Insidensi

Di negara-negara berkembang khususnya Indonesia, di RS Pirngadi Medan

(1979-1981) frekuensi 1 : 139 dan di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta (1971-

1975) frekuensi 1 : 24. Di negara-negara maju berkisar antara 1 : 250 dan 1 : 329.

Di Amerika kehamilan ektopik lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam

daripada kulit putih karena prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih baik pada

wanita negro. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang adalah 1-14,6%.

C. Pembagian

Menurut lokasinya kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa

golongan yaitu : (2, 5)

1. Tuba Kehamilan (95-98% dari seluruh kehamilan ektopik), yaitu pada :

a. Pars interstialis (2%)

b. Isthmus (25%)

c. Ampulla (55%)

d. Fimbrial (17%)

e. Infundibulum

3

Page 4: Kehamilan Ektopik

2. Kehamilan ektopik pada uterus, yaitu pada :

a. Kanalis servikalis

b. Divertikulum

c. Kornua

d. Tanduk rudimenter

3. Kehamilan ovarium (0,5%)

4. Kehamilan intraligamenter

5. Kehamilan abdominal (0,1%)

a. Primer

b. Sekunder

6. Kehamilan kombinasi

dimana terdapat kehamilan ektopik bersamaan dengan kehamilan dalam

rahim.

D. Etiologi

Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar

penyebabnya tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai dengan pembuahan telur

dibagian ampulla tuba dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan

sehingga pada saat nidasi masih dituba, atau nidasinya dituba dipermudah.(1, 2, 4, 5)

Faktor-faktor yang berperan penting dalam hal ini ialah sebagai berikut : (1, 2, 4, 5)

1. Faktor dalam lumen tuba

a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga

lumen tuba menyempit atau membentuk kantong buntu.

b) Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan hal ini

sering disertai gangguan fungsi silia endosalping.

c) Tuboplasty dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab lumen

tuba menyempit.

2. Faktor pada dinding tuba

a) Endometriosis di tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi

dalam tuba.

b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan

telur yang dibuahi di tempat itu.

4

Page 5: Kehamilan Ektopik

3. Faktor diluar dinding tuba

a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat

perjalanan telur.

b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.

4. Faktor lain

a) Migrasi eksterna ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri

atau sebaliknya dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke

uterus pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan

implantasi prematur.

b) Fertilisasi in vitro.

E. Gambaran Klinik

Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan

penderita maupun dokternya biasanya tidak mengetahui adanya kelainan dalam

kehamilan sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba. (1, 5)

Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda

dan kehamilan normal yakni amenorea, enek sampai muntah dan sebagainya.

Mungkin merasa nyeri kiri atau kanan pada perut bagian bawah lebih sering

ditemukan berhubungan dengan tarikan pada peritoneum dinding tuba berhubung

dengan pembesaran tuba karena kehamilan ektopik. (2, 5)

Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek walaupun

mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan, seperti pada kehamilan intrauterin.

Tuba yang mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada

pemeriksaan bimanual. (1, 2, 5)

Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda, dari

perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala-

gejala yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda

tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu abortus atau ruptur tuba,

tuanya kehamilan derajat perdarahan yang terjadi dan keadaan umum penderita

sebelum hamil.

5

Page 6: Kehamilan Ektopik

Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Pada

ruptur tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya

disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk

kedalam syok. Biasanya pada abortus tuba nyeri tidak seberapa hebat dan tidak

terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi menjalar ke bagian

tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang

diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel

retrouterina, menyebabkan defekasi nyeri. (1, 2, 3, 5)

Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan

ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum

uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya

tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan dikemukakan dari

51 hingga 93% perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic

gonadotropin. Jika plasenta mati desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.

Trofoblast dan villus korialisnya menembus lapisan pseudokapsularis, dan

menyebabkan timbulnya perdarahan dalam lumen tuba. Darah itu menyebabkan

pembesaran tuba (hematosalping) dan dapat pula mengalir terus ke rongga

peritoneum, berkumpul di kavum Douglasi dan menyebabkan hematokele

retrouterina. (1, 2, 5)

Amenorea merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik.

Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin sehingga dapat bervariasi.

Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan pada pemeriksaan vaginal bahwa

usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri demikian pada kavum

Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan pada abortus tuba biasanya teraba

dengan jelas suatu tumor disamping uterus dalam berbagai ukuran dengan

konsistensi agak lunak.

Pada ruptur tuba dengan perdarahan banyak tekanan darah dapat

menurun dan nadi meningkat, perdarahan lebih banyak lagi menimbulkan syok.

Kehamilan ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala

perdarahan mendadak dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut

sampai gejala-gejala yang samar-samar sehingga sukar membuat diagnosis. (1, 2, 5)

6

Page 7: Kehamilan Ektopik

F. Diagnosis

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu mendadak tidak banyak

mengalami kesukaran, tetapi pada jenis menahun bisa sulit sekali. Untuk

mempertajam diagnosis, maka pada tiap wanita dalam masa reproduksi dengan

keluhan nyeri perut bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan

ektopik harus dipikirkan. Pada umumnya dengan anamnesis yang teliti dan

pemeriksaan yang cermat diagnosis dapat ditegakkan, walaupun biasanya alat

bantu diagnostik seperti kuldosentesis (suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui

apakah dalam kavum Douglas ada darah), ultrasonografi dan laparoskopi masih

diperlukan. (1,2,3,5)

Anamnesis

Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang

terapat gejala subyektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu,

tenesmus, dapat dinyatakan. Perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut

bagian bawah dapat berlangsung terus menerus dan biasanya berwarna

hitam. (1,2,3,5)

Pemeriksaan umum

Penderita tampak kesakitan dan pucat; pada perdarahan dalam rongga

perut tanda-tanda syok dapat ditemukan.

Pemeriksaan ginekologi

Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks

menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka akan teraba sedikit

membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang

sukar ditentukan. Kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba menunjukkan

adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang-kadang naik, sehingga

menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik. (1,2,3,5)

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel darah merah berguna untuk

menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila tanda-tanda

7

Page 8: Kehamilan Ektopik

perdarahan dalam rongga perut. Pada jenis tidak mendadak biasanya ditemukan

anemia, tetapi harus diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah

24 jam. (1)

Dari diagnosis dapat dilihat bahwa gejala-gejala yang harus diperhatikan adalah :

a. Perdarahan : gangguan kehamilan sedikit saja sudah dapat menimbulkan

perdarahan yang berasal dari uterus.

b. Rasa nyeri : nyeri perut merupakan gejala penting. Pada kehamilan ektopik

yang terganggu rasa nyeri perut bawah bertambah sering dan khas.

c. Perut : terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah di sisi uterus. Hematokel

retrouterina dapat ditemukan. Pada ruptura tuba perut menegang dan nyeri

tekan, dan dapat ditemukan cairan bebas dalam rongga peritoneum. Kavum

Douglas menonjol karena darah yang berkumpul di tempat tersebut. Baik

pada abortus tuba maupun pada ruptura gerakan pada serviks nyeri sekali.

d. Adanya amenorea : amenorea sering ditemukan walaupun hanya pendek saja

sebelum diikuti oleh perdarahan. Bahkan kadang-kadang tidak ada amenorea.

e. Keadaan umum penderita : tergantung dari perdarahan yang terjadi sehingga

Hb dan Hematokrit perlu diperiksa pada KET. (3,6,7)

G. Pemeriksaan Penunjang (1,2,3,5,6)

a. Tes kehamilan

Apabila tesnya positif, itu dapat membantu diagnosis khususnya terhadap

tumor-tumor yang tidak ada sangkut-pautnya dengan kehamilan.

b. Ultrasonografi

Untuk menilai keadaan kavum uteri kosong atau berisi, tebal endometrium,

adanya massa di kanan dan kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi

cairan.

c. Kuldosentesis

Adanya darah berwarna hitam, biarpun sedikit membuktikan adanya darah di

kavum Douglas.

d. Laparoskopi

Untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada tuba.

e. Dilatasi dan kerokan

8

Page 9: Kehamilan Ektopik

Biasanya kerokan dilakukan apabila sesudah amenorea terjadi perdarahan

yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di uterus, sehingga

dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan disfungsional dan lain-lain. (3)

H. Diagnosis Differensial (1,2,3)

a. Infeksi pelvik

b. Abortus imminens atau inkompletus

c. Ruptur korpus luteum

d. Torsi kista ovarium dan apendisitis

I. Penanganan (2,3,4,5,6)

Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparatomi.

Namun harus dipertimbangkan yaitu :

Kondisi pasien pada saat itu

Kondisi anatomik organ pelvis

Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya

Lokasi kehamilan ektopik

Kemampuan teknik pembedahan mikro dokter operator

Kemampuan teknologi fertilisasi in vitro setempat

Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah

pernah dicoba ditangani dengan kemoterapi untuk menghindari tindakan

pembedahan. Kriteria kasusnya yaitu,

1. Kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah

2. Diameter kantong gestasi 4 cm

3. Perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 ml

4. Tanda vital baik dan stabil

Obat yang digunakan adalah methotrexate 1 mg/kg IV dan citrovorum factor

0,1 mg/kg im berselang-seling setiap hari selama 8 hari.

J. Prognosis

9

Page 10: Kehamilan Ektopik

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan

diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Prognosis juga tergantung dari

cepatnya pertolongan, jika pertolongan terlambat, angka kematian dapat tinggi.

10

Page 11: Kehamilan Ektopik

BAB III

PEMBAHASAN

Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya

sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau

interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot

endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi

dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorbsi. Pada nidasi secara

interkolumner atau telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi

tertutup maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang

menyerupai desidua dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di

tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi

korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan

merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung

pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan

banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas. (1,2,3)

Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum

graviditatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek; endometrium dapat

berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada

endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella yaitu Sel epitel membesar dengan

intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel

dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis.

Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik. (3,5,6)

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian

dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh.

Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan

disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif. (2,3,5)

Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan.

Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin

bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba

terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu, diantaranya adalah : (2,5)

11

Page 12: Kehamilan Ektopik

1. Hasil konsepsi mati dini dan resorbsi

Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena

vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan

ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa

hari. (2,3)

2. Abortus ke dalam lumen tuba

Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi

koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari

dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan

ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung pada derajat perdarahan

yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya

dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium

tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur

yang dibuahi. Abortus ke lumen tuba terjadi pada kehamilan pars ampullaris,

sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi korialis ke arah peritoneum

biasanya terjadi pada kehamilan pars ismiaka. Perbedaan ini disebabkan karena

lumen pars ampullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah

pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian ismus dengan lumen

sempit. (2,3)

Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus,

perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga

berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus

menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan

selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan

berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.

3. Ruptur dinding tuba

Ruptura tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan

biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi

pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah

penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.

Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus dan

12

Page 13: Kehamilan Ektopik

pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut,

kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan

kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pada perdarahan dalam

lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba

abdominal. (2,3)

Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder

dapat terjadi. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi

trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi

di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter antara

2 lapisan ligamentum itu. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan

intraligamenter. (1,2,4)

Pada ruptur ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi

bila terjadi robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi

dikeluarkan dari tuba. Bila penderita tidak dioperasi dan tidak meninggal karena

perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya

kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi seluruhnya; bila

besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. (3,5,6,7)

Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong

amnion dan dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam

rongga perut, sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk

mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan

implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamentum

latum, dasar panggul, dan usus. (3,5,7)

13

Page 14: Kehamilan Ektopik

BAB IV

KESIMPULAN

1. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi

dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri.

2. Menurut lokasinya, kehamilan ektopik terbanyak pada tuba fallopii.

3. Penyebab sebagian besar tidak diketahui, mungkin disebabkan adanya hambatan

perjalanan ovum ke uterus atau nidasi di tuba dipermudah.

4. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, ginekologis, dan

pemeriksaan penunjang.

5. Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.

6. Prognosa tergantung dengan diagnosa dini, persediaan darah yang cukup dan

cepatnya pertolongan.

14

Page 15: Kehamilan Ektopik

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirodihardjo, S, 1997, Kehamilan Ektopik Dalam Ilmu Kebidanan, Edisi ke-3, Yayasan Bina Pustaka Jakarta; 232-37.

2. Prawirodihardjo, S, 1997, Ganguan Bersangkutan dengan Konsepsi dalam Ilmu Kandungan, Edisi ke-2, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta; 250-60.

3. Anonim, 1997, Kelainan Tempat Kehamilan, dalam Obstetri Patologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung; 21-37.

4. Cunningham Mac Donald, Gant, 1995, Kehamilan Ektopik, dalam Obstetri William, Edisi 18 (eds) Ronardy, D.H.E, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta; 599-623.

5. Mochtar, Rustam, 1998, Kelainan Letak Kehamilan (Kehamilan Ektopik), dalam Sinopsis Obstetri, Edisi ke-2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta; 226-37.

6. Anwar, M, et al, 1996, Kehamilan Ektopik, dalam Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito, Buku III, Komite Medis RSUP Dr. Sardjito, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta; 185-9.

7. Taber, B.Z., 1994, Alih Bahasa Tedi Supriadi dan Johanes Gunawan, Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi, EGC, Jakarta; 182-199.

15