KEHAMILAN EKTOPIK 2

24

Click here to load reader

Transcript of KEHAMILAN EKTOPIK 2

Page 1: KEHAMILAN EKTOPIK 2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan merupakan suatu keadaan fisiologis dimana seorang wanita membawa

embrio atau fetus di dalam tubuhnya. Awal dari terbentuknya embrio dalam kehamilan

dimulai dari proses fertilisasi dimana ovum bertemu dengan sperma. Lalu hasil fertilisasi

tersebut membentuk zigot, morula, blastula yang kemudian melalui tuba menuju uterus untuk

berimplantasi. Setelah berimplantasi maka embrio akan tumbuh menjadi janin. Tetapi

terkadang terdapat suatu kondisi abnormal dimana hasil konsepsi berimplantasi di luar kavum

uterus. Kondisi ini disebut dengan kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik sangat berbahaya

bagi sang Ibu berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan

gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu.

Sebagian besar kehamilan ektopik yaitu 90% terjadi di tuba falopi, sedangkan sisanya

terjadi di ovarium, rongga abdomen, dan serviks (Bobak, 2000). Jarcho (1949) menganalisis

1.225 kasus kehamilan ektopik berbagai jenis dari sembilan penulis dan mendapatkan

lokalisasi sebagai berikut: ampulla 578; ismus 265; fimbria 71; pars interstisialis tuba 45;

infundibulum 31; seluruh tuba (termasuk hematosalping yang mengandung hasil konsepsi)

31; abdomen 17; setengah distal tuba 10; dua pertiga distal tuba 6; ligamentum latum 5;

seluruh tuba dan ovarium 5; kornu uteri dan tubo ovarial 2; dan tanduk rudimenter 1. Pada

158 kasus lokaslisasi tidak disebut atau bila dinyatakan, tidak dibuktikan (Wiknjosastro,

2006).

Kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 50 kehamilan. Sebagian besar wanita yang

mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20 – 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.

Dalam periode 3 tahun yaitu pada tahun 2003 – 2005 terdapat 32 kehamilan ektopik dari 100

kehamilan normal di Inggris (…..). Di Indonesia, khususnya di Pekanbaru, kehamilan ektopik

menduduki peringkat ke-8 dari 10 kasus ginekologi terbanyak pada tahun 2004 di RSUD

Arifin Achmad. Hal ini dapat dibuktikan dari angka kejadian kehamilan ektopik terganggu di

RSUD Arifin Achmad pada tahun 2003 yaitu sebanyak 47 kasus kehamilan ektopik terganggu

(1,95%) dari 2399 persalinan, pada tahun 2004 yaitu sebanyak 44 kasus kehamilan ektopik

terganggu (1,75%) dari 2502 persalinan, dan pada tahun 2005 sebanyak 42 kasus kehamilan

ektopik terganggu (1,61%) dari 2597 persalinan. Jadi terdapat 133 kasus kehamilan ektopik

terganggu (1,77%) dari 7498 persalinan selama 3 tahun (Anonim, 2009).

Page 2: KEHAMILAN EKTOPIK 2

Hal yang menyebabkan besarnya angka kematian ibu akibat kehamilan ektopik adalah

kurangnya deteksi dini dan pengobatan setelah diketahui mengalami kehamilan ektopik.

Kehamilan ektopik merupakan salah satu penyebab terbesar kematian Ibu pada triwulan

pertama dari kehamilan. Resiko kehamilan ektopik sangat besar karena kehamilan ini tidak

bisa menjadi normal. Jika telur tersebut tetap tumbuh dan besar di saluran tuba maka suatu

saat tuba tersebut akan pecah dan dapat menyebabkan perdarahan yang sangat hebat dan

mematikan. Apabila seseorang mengalami kehamilan ektopik maka kehamilan tersebut harus

cepat diakhiri karena besarnya resiko yang dihadapi sang Ibu.

Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang dapat dihadapi oleh setiap

tenaga medis, karena sangat beragamnya gambaran klinik kehamilan ektopik terganggu

tersebut. Tidak jarang tenaga medis yang menghadapi penderita untuk pertama kali adalah

tenaga medis umum atau ahli lainnya, maka dari itu perlu diketahui terlebih dahulu diagnosis

diferensialnya. Perawat juga berperan penting dalam hal ini. Dengan ilmu yang kokoh

terhadap kehamilan ektopik terganggu, maka perawat akan dapat memberikan asuhan

keperawatan yang tepat bagi pasien dengan kehamilan ektopik terganggu sehingga pasien

dapat diselamatkan.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan kehamilan ektopik terganggu?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui asuhan keperawatan

pada pasien dengan kehamilan ektopik terganggu.

Page 3: KEHAMILAN EKTOPIK 2

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Defenisi

Pada kehamilan intrauteri normal, blastokist akan tertanam dalam endometrium yang

melapisi kavum uteri. Tetapi dalam keadaan yang tidak normal dimana implantasi yang

terjadi di tempat lain disebut sebagai kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik adalah kehamilan

dimana janin terimplantasi di luar rongga rahim (Bobak dkk, 2004). Menurut Wiknjosastro

2006, kehamilan ektopik terjadi jika telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar

endometrium kavum uteri. Kehamilan ektopik paling sering terjadi di daerah tuba falopi

(90%), meskipun begitu kehamilan ektopik juga dapat terjadi di ovarium (indung telur),

rongga abdomen (perut), dan leher rahim (serviks). Kehamilan ektopik dapat mengalami

abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik

terganggu. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik, karena

kehamilan di pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk kehamilan

intrauterine, tetapi jelas bersifat ektopik. Karena sebagian besar kehamilan ektopik merupakan

kehamilan tuba, maka pembahasan dalam makalah ini terutama dipusatkan pada kehamilan

tuba.

2.2 Etiologi

Penyebab kehamilan ektopik bervariasi, dan sebagian besar tidak diketahui secara pasti,

Kebanyakan kehamilan ekstrauteri terjadi karena abnormalitas yang menghambat atau

mencegah perjalanan ovum yang dibuahi melalui tuba falopi. Hal ini bisa disebabkan oleh

cacat lahir di saluran tuba misalnya tuba terlalu panjang, komplikasi usus buntu yang pecah,

endometriosis, memiliki kehamilan ektopik sebelumnya, dan jaringan parut akibat infeksi

sebelumnya atau operasi (Mitayani, 2009). Kehamilan ektopik terjadi karena hambatan pada

perjalanan sel telur dari ovarium ke uterus. Dari beberapa studi faktor resiko yang

diperkirakan sebagai penyebabnya adalah:

A. Faktor dalam lumen tuba

1. Endosalpingitis yang dapat menyebabkan penyempitan lumen tuba atau

pembentukan kantong-kantong buntu akibat perlekatan endosalping;

2. Hipoplasia lumen tuba, lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk dan hal ini disertai

gangguan fungsi silia endosalping;

Page 4: KEHAMILAN EKTOPIK 2

3. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi penyebab

lumen tuba menyempit.

B. Faktor dinding lumen tuba

1. Kelainan kongenital tuba atau kelainan pertumbuhan tuba, khususnya divertikel

tuba kongenital atau ostium asesorius dan hipoplasia, namun kelainan semacam ini

sangat jarang terjadi;

2. Endometriosis tuba, yang dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam

tuba.

C. Faktor di luar dinding tuba

1. Perlekatan peritubal, setelah infeksi pasca abortus atau infeksi masa nifas,

apendisitis ataupun endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba dan

penyempitan lumen tuba;

2. Tumor yang mengubah bentuk tuba seperti mioma uteri.

D. Faktor lain

1. Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau

sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus.

Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur;

2. Penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesterone, kehamilan ektopik meningkat

apabila ketika hamil masih menggunakan kontrasepei spiral (3 – 4 %). Pil yang

mengandung hormon juga meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron

dapat mengganggu pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel

telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi ke dalam rahim.

3. Kehamilan ektopik sebelumnya, setelah mengalami sekali kehamilan ektopik

resiko kehamilan ektopik berikutnya akan meningkat 7 hingga 15 persen.

Meningkatnya resiko ini kemungkinan besar disebabkan oleh salphingitis yang

terjadi sebelumnya (Wiknjosastro, 2006).

2.3 Gambaran Klinik

Gejala dan tanda kehamilan tuba terganggu sangat berbeda-beda, dari perdarahan banyak

yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas, sehingga sukar

membuat diagnosisnya. Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu.

Pada ruptur tuba, terjadi nyeri perut bagian bawah secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai

dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk ke dalam syok. Darah

Page 5: KEHAMILAN EKTOPIK 2

dalam rongga perut dapat merangsang diafragma sehingga menyebabkan nyeri bahu, dan bila

membentuk hematokel retrouterina, menyebabkan defekasi nyeri.

Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik

terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum uteri karena

pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna

coklat tua. Amenore juga merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya

amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita

tidak mengalami amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Kehamilan

ektopik terganggu sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan mendadak

dalam rongga perut dan ditandai oleh abdomen akut sampai gejala yang samar-samar.

A. Gambaran gangguan mendadak

Penderita, setelah mengalami amenore dengan tiba-tiba, menderita rasa nyeri yang

hebat di daerah perut bagian bawah dan sering muntah-muntah. Tidak jarang nyeri

menyebabkan pingsan. Setelah mengalami nyeri, penderita masuk ke dalam keadaan syok

perdarahan dengan tekanan darah menurun, nadi kecil dan cepat, ujung ekstremitas

basah, pucat, dan dingin. Seluruh perut agak membesar, nyeri tekan, dan tanda-tanda

cairan intraperitoneal mudah ditemukan. Pada pemeriksaan vaginal forniks posterior

menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri.

B. Gambaran gangguan tidak mendadak

Gambaran klinik ini sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus tuba

atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah haid terlambat beberapa minggu, penderita

mengeluh rasa nyeri di perut bagian bawah. Dengan adanya darah dalam rongga perut,

rasa nyeri menetap. Tanda-tanda anemia menjadi nyata karena perdarahan yang berulang.

Mula-mula perut masih lembek, tetapi kemudian dapat mengembung karena terjadi ileus

parsialis.

Page 6: KEHAMILAN EKTOPIK 2

2.4 WOC

Faktor lumen

tuba:

endosalpingitis,

hipoplasia

lumen tuba

Faktor dinding

lumen tuba:

Kelainan

kongenital tuba,

endometriosis

tuba

Faktor di luar

dinding tuba:

Perlekatan

peritubal,

mioma uteri

Faktor lain:

Migrasi luar ovum,

penggunaan

kontrasepsi, kehamilan

ektopik sebelumnya

Menghalangi jalannya hasil fertilisasi untuk implantasi di

endometrium

Implantasi di endosalping

Ovum yang telah

dibuahi mati

Menembus lapisan

muskularis peritoneum

pada dinding tuba

Trofoblas dan vili korialis

menembus lapisan

pseudokapsularis

Direabsorbsi dan

desidua degenerasi

Perdarahan lumen

tuba

Perdarahan Perdarahan rongga

peritoneumPembesaran tuba

Page 7: KEHAMILAN EKTOPIK 2

Cavum douglas Syaraf disekitar tuba

tertekan

Hematokele

retrouterine

Gangguan rasa

nyaman-nyeri

Kurang

informasiHipovelemia

Gangguan

keseimbangan

cairan dan elektrolit

Cemas

Kebutuhan

akan

informasi

Page 8: KEHAMILAN EKTOPIK 2

2.5 Penatalaksanaan Dan Kemungkinan Diagnosa

Diagnosa kehamilan ektopik terganggu ditegakkan dari keluhan dan hasil pemeriksaan

baik fisik maupun penunjang diagnostik dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Dari keluhan didapatkan keluham nyeri, perdarahan pervaginam dan amenore;

b. Pemeriksaan umum didapatkan pasien tampak kesakitan, penurunan tekanan darah,

peningkatan frekuensi denyut nadi, akral dingin, konjungtiva pucat, perut tegang, dan

nyeri tekan;

c. Pemeriksaan ginekologi didapatkan nyeri saat portio digoyang, cavum douglas

menonjol;

d. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan βhCG (+), Hb menurun.

Sedangkan pada pemeriksaan penunjang diagnostic didapatkan sebagai berikut:

a. Dengan kuldosintesis didapatkan adanya cairan bebas (darah) dalam cavum douglas;

b. Dengan laparoskopi didapatkan adanya perubahan atau kelainan pada tuba;

c. Dengan USG dapat ditemukan adanya perubahan endometrium yang menunjukkan

tanda kehamilan tetapi tidak ditemukan mudigah, adanya masa dan cairan bebas di

cavum douglas (Sukowati dkk, 2010).

Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi baik

dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi, penatalaksanaan medis, dan

penatalaksanaan bedah. Berikut penjelasan beberapa penatalaksanaan termasuk

penatalaksanaan keperawatan:

A. Penatalaksanaan Medis

Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan

dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki

syarat-syarat berikut ini: keadaan hemodinamik yang stabil, bebas nyeri perut bawah, tidak

ada aktivitas jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum

Douglas, harus teratur menjalani terapi, harus menggunakan kontrasepsi yang efektif

selama 3-4 bulan pascaterapi, tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak

menyusui, tidak ada kehamilan intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar dan

profil darah yang normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian

methotrexate. Berikut ini akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan ektopik secara

medis.

1. Methotrexate

Page 9: KEHAMILAN EKTOPIK 2

Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan,

termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan

merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik,

methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan

terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya dengan penatalaksanaan medis untuk

kehamilan ektopik pada umumnya, kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus

stabil secara hemodinamis dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal.

Harus diketahui pula bahwa terapi methotrexate maupun medis secara umum

mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan angka kegagalan meningkat pada usia

gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi berdiameter lebih dari 4 cm.

Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi medis, pengulangan

terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan menjalani

pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu

diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani

pembedahan. Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang. Tentunya methotrexate

menyebabkan beberapa efek samping yang harus diantisipasi, antara lain gangguan

fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang. Beberapa prediktor

keberhasilan terapi dengan methotrexate yang -hCG, progesteron, disebutkan dalam

literatur antara lain kadar aktivitas jantung janin, ukuran massa hasil konsepsi dan

ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Namun disebutkan dalam sumber -

hCG-lah yang bermakna secara statistik. Untuk lain bahwa hanya kadar -hCG serial

dibutuhkan. Pada memantau keberhasilan terapi, pemeriksaan hari-hari pertama setelah

dimulainya pemberian methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami nyeri abdomen

yang diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya (separation pain),

dan hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgetik

-hCG umumnya tidak terdeteksi lagi dalam 14-21 hari nonsteroidal. setelah pemberian

methotrexate. Pada hari-hari pertama pula massa hasil konsepsi akan tampak membesar

pada pencitraan ultrasonografi akibat edema dan hematoma, sehingga jangan dianggap

sebagai kegagalan terapi. -hCG masih perlu diawasi setiap Setelah terapi berhasil, kadar

minggunya hingga kadarnya di bawah 5 mIU/mL. Methotrexate dapat diberikan dalam

dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2

(intramuskular), sedangkan dosis multipel yang diberikan adalah sebesar 1 mg/kg

(intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7. Pada terapi dengan dosis

multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan dengan dosis 0.1 mg/kg

Page 10: KEHAMILAN EKTOPIK 2

(intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi methotrexate dosis

multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba dibandingkan dengan

terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat pula diberikan melalui injeksi

per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate dosis tunggal

adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang belum

terganggu.

2. Actinomycin

Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5 hari

berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan kegagalan terapi

methotrexate sebelumnya.

3. Larutan Glukosa Hiperosmolar

Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif

terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan kawan-kawan

melaporkan keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi

kehamilan tuba. Namun pada umumnya injeksi methotrexate tetap lebih unggul. Selain

itu, angka kegagalan dengan terapi injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi,

sehingga alternatif ini jarang digunakan.

B. Penatalaksanaan Bedah

Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba

yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik

terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin. Pada dasarnya ada 2 macam

pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan konservatif, di mana

integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal, di mana salpingektomi dilakukan.

Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan

salpingotomi. Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut di atas dapat dilakukan

melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh ke dalam syok atau

tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan per laparoskopi.

1. Salpingostomi

Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang

berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada

prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil

konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos

dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit

dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak

Page 11: KEHAMILAN EKTOPIK 2

dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan

laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold

standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu. Sebuah penelitian di Israel

membandingkan salpingostomi per laparoskopi dengan injeksi methotrexate per

laparoskopi. Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih lama daripada durasi

pembedahan pada grup methotrexate, namun grup salpingostomi menjalani masa

rawat inap yang lebih singkat dan insidens aktivitas trofoblastik persisten pada grup

ini lebih rendah. Meskipun demikian angka keberhasilan terminasi kehamilan tuba dan

angka kehamilan intrauterine setelah kehamilan tuba pada kedua grup tidak berbeda

secara bermakna.

2. Salpingotomi

Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada

salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada

perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif

antara salpingostomi dan salpingotomi.

3. Salpingektomi

Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang

sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.

Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:

a. Kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu);

b. Pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif;

c. Terjadi kegagalan sterilisasi;

d. Telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya;

e. Pasien meminta dilakukan sterilisasi;

f. Perdarahan berlanjut pasca salpingotomi;

g. Kehamilan tuba berulang;

h. Kehamilan heterotopik, dan massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.

Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada

kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada

salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan

penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars

interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan

masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil

konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan

Page 12: KEHAMILAN EKTOPIK 2

ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan.

Tuba yang direseksi dipisahkan dari mesosalping.

4. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi

Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari

fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah

tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan

lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi

berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan.

5. Laparatomi

Dengan tindakan laparotomi, meliputi :

a. Memperhatikan kondisi penderita saat itu, lokasi kehamilan ektopik, kondisi

anatomik organ pelvis, kemampuan teknik bedah mikro dokter operator, dan

kemampuan teknologi fertilisasi invitro setempat. Untuk menentukan apakah

perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba;

b. Apabila kondisi penderita buruk dalam keadaan syok, lebih baik dilakukan

salpingektomi.

Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampullaris tuba yang belum pecah ditangani

dengan tindakan kemoterapi untuk menghindari pembedahan, dengan kriteria:

a. Kehamilan di pars ampullaris tuba yang belum pecah;

b. Diameter kantong gestasi ≤ 4 cm;

c. Perdarahan dalam rongga perut kurang dari 100 ml;

d. Tanda vital baik dan stabil;

e. Obat yang digunakan ialah methotrexate 1 mg/kg IV dan citrovorum factor 0,1

mg/kg 1 M berselang seling setiap hari selama 8 hari.

C. Penatalaksanaan Ekspektasi

Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% -hCG pasien

dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar. Pada penatalaksanaan

ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar -hCG yang stabil atau cenderung turun

diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak semua pasien dengan kehamilan ektopik dapat

menjalani penatalaksanaan seperti ini. Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada -hCG

yang keadaan-keadaan berikut:

1) Kehamilan ektopik dengan kadar menurun;

2) Kehamilan tuba;

Page 13: KEHAMILAN EKTOPIK 2

3) Tidak ada perdarahan intraabdominal atau ruptur;

4) Diameter massa ektopik tidak melebihi 3.5 cm. Sumber -hCG awal harus kurang

dari 1000 mIU/mL,lain menyebutkan bahwa kadar dan diameter massa ektopik

tidak melebihi 3.0 cm. Dikatakan bahwa penatalaksanaan ekspektasi ini efektif

pada 47-82% kehamilan tuba.

D. Penatalaksanaan Keperawatan

1. Pengkajian

Adapun hal-hal yang harus dikaji dari pasien dengan kehamilan ektopik terganggu

yaitu: menstruasi terakhir, adanya bercak darah yang berasal dari vagina, nyeri

abdomen (kejang dan tumpul), jenis kontrasepsi, riwayat gangguan tuba sebelumnya,

tanda-tanda vital, tes laboratorium: Ht dan Hb menurun

2. Diagnosis keperawatan

Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut:

a. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur pada lokasi implantasi

sebagai tindakan pembedahan;

b. Nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba falopi, perdarahan intraperitoneal;

c. Kebutuhan akan informasi yang berhubungan dengan kurang pemahaman atau

tidak mengenal sumber-sumber informasi.

3. Intervensi keperawatan

a. Diagnosis 1: Defisit volume cairan yang berhubungan dengan ruptur lokasi sebagai

efek dari tindakan pembedahan.

Kriteria hasil: ibu menunjukkan kestabilan/perbaikan keseimbangan cairan yang

dibuktikan oleh tanda-tanda vital yang stabil, pengisian kapiler cepat, semsorium

tepat serta frekuensi serta berat jenis urine adekuat.

Intervensi keperawatan: merujuk pada intervensi diagnosis yang sama dengan

abortus.

b. Diagnosis 2: nyeri yang berhubungan dengan ruptur tuba falopi, perdarahan intraperitorial.Kriteria hasil: ibu dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi, tanda-tanda vital

dalam batas normal, dan ibu tidak meringis.

Rencana intervensi RasionalMandiri1. Tentukan sifat, lokasi, dan durasi nyeri.

Kaji kontraksi uterus hemoragi atau nyeri

1. Membantu dalam mendiagnosis dan

menentukan tindakan yang akan

Page 14: KEHAMILAN EKTOPIK 2

tekan abdomen. dilakukan.

Ketidaknyamanan dihubungkan

dengan absorbsi spontan dan

molahidatidosa karena kontraksi

uterus yang mungkin diperberat oleh

infus oksitosin. Ruptus kehamilan

ektopik mengakibatkan nyeri hebat

karena hemoragi tersembunyi saat

tuba falopi ruptur kedalam abdomen.

2. Kaji stres psikologis ibu/pasangan dan

respons emosiaonal terhadap kejadian.

2. Ansietas sebagai respon terhadap

situasi darurat dapat memperberat

ketidaknyamanan karena sindrom

ketegangan, ketakutan, dan nyeri.

3 Berikan lingkungan yang tenang dan

aktivitas untuk menurunkan rasa nyeri.

Instruksikan klien untuk menggunakan

metode relaksasi, misalnya napas dalam,

visualisasi distraksi, dan jelaskan

prosedur.

3. Dapat membantu dalam menurunkan

ansietas dan karenannya mereduksi

ketidaknyamanan.

Kolaborasi

4. Berikan nakrotik atau sedatif berikut

obat-obatan praoaperatif bila prosedur

pembedahan diindikasikan.

4. Meningkatkan kenyamanan,

menurunkan risiko komplikasi

pembedahan.

5. Siapkan untuk prosedur bedah bila

terdapat indikasi.

5. Tindakan terhadap penyimpanandasar

akan menghilangkan nyeri

c. Diagnosis 3: Kebutuhan akan informasi yang berhubungan dengan kurang pemahaman

dan tidak mengenal sumber-sumber informasi.

Tujuan: Ibu berpartisipasi dalam proses belajar, mengungkapkan istilah sederhana,

mengenai patofisiologis dan implikai klinis.

Rencana Intervensi Rasional1. Menjelaskan tindakan dan rasional yang

ditentukan untuk kondisi hemarogia.

1. Memberikan informasi, menjelaskan

kesalahan pmikiran ibu mengenai

prosedur yang akan dilakukan, dan

Page 15: KEHAMILAN EKTOPIK 2

menurunkan stres yang berhubungan

dengan prosedur yang diberikan.

2. Berikan kesempatan bagi ibu untuk

mengajukan pertanyaan dan

mengungkapkan kesalahan konsep.

2. Memberikan klarifikasi dari konsep

yang salah, idenfikasi masalah-

masalah dan kesempatan untuk

memulai mengembangkan

keterampilan penyesuaian (koping)

3. Diskusikan kemungkianan implikasi

jangka pendek pada ibu/janin dari

keadaan perdarahan

3. Memberikan informasi tentang

kemungkinan komplikasi dan

meningkatkan harapan realitas dan

kerja samadengan aturan tindakan.

4. Tinjau ulang implikasi jangka panjang

terhadap situasi yang memerlukan

evaluasi dan tindakan tambahan.

4. Ibu dengan kehamilan ektopik dapat

memahami kesulitan mempetahankan

setelah pengangkatan tuba/ovarium

yang sakit.

Page 16: KEHAMILAN EKTOPIK 2

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Kasus