Kehamilan Ektopik

download Kehamilan Ektopik

of 23

description

abcd

Transcript of Kehamilan Ektopik

  • I. PENDAHULUAN

    Kehamilan ektopik didefinisikan sebagai setiap kehamilan yang terjadi di luar

    kavum uteri. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi

    penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Karena janin

    pada kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu,

    maka para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan.

    Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis konsepsi, kehamilan atau

    kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9. Insiden ini

    mewakili satu kecenderungan peningkatan dalam beberapa dekade ini. Diantara

    faktor-faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi

    dalam rahim, penyakit radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada

    tuba, dan pengobatan infertilitas dengan terapi induksi superovulasi. Pada tahun

    1980-an, kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan,

    terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat.

    Sekurangnya 95 % implantasi ekstrauterin terjadi di tuba Fallopii. Di tuba

    sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian berturut-turut

    pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars intersisialis dapat juga

    terkena. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum peritonealis

    jarang ditemukan.

    Sebagai suatu keadaan yang mengancam kehidupan, kehamilan ektopik

    menuntut para ahli kebidanan untuk mengetahui metoda-metoda pengobatan

    yang mutakhir. Meskipun penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik

    adalah dengan pembedahan, tetapi saat ini mulai dikembangkan penatalaksanaan

    dengan obat-obatan yaitu dengan methotrexate. Metoda ini tampaknya efektif

    dan cukup aman sehingga dapat menjadi metoda alternatif pada pengobatan

    kehamilan ektopik. Tetapi tidak semua pasien yang didiagnosis dengan KE harus

    mendapat terapi medisinalis dan terapi ini tidak 100% efektif. Para dokter harus

    memperhatikan dengan hati-hati indikasi, kontraindikasi dan efek samping dari

    terapi medisinalis.

  • II. PATOFISIOLOGI ENDOKRIN Integritas embrio, sebagai suatu pertumbuhan dari satu zygot menjadi struktur

    blastokis yang berlekuk, yang dilindungi oleh zona pelusida. Membran

    glikoprotein yang tebal ini mencegah terjadinya adhesi prematur antara embrio

    dan endosalping. Blastokis harus keluar dari zona pelusida sebelum terjadi

    implantasi. Normalnya, proses pengeraman blastokis terjadi di kavum uteri,

    biasanya terjadi dalam 7 hari setelah ovulasi dan fertilisasi. Jika transportasi

    ovum terhambat, proses pengeraman terjadi di tuba falopii. Penyebab gangguan

    transportasi ovum yang telah dikenal yaitu penyakit pada tuba, seperti salpingitis

    kronis atau adhesi perituba. Salpingitis dapat memperburuk mekanisme

    transportasi ovum melalui proses rusaknya myosalping dari dinding tuba dan

    melalui kerusakan pada endosalping, yang akan mengurangi jumlah silia tuba.

    Perubahan pada siklus endokrin yang mempengaruhi tuba fallopii dapat

    menyebabkan aberasi dalam transportasi ovum, yang akan membawa pada

    proses pengeraman dan implantasi blastokis di tuba. Steroid ovarium yang

    berperan menonjol adalah estradiol (E2) dan progesteron (P4), kedua hormon ini

    berpengaruh kuat pada tuba fallopii, mempengaruhi setiap aspek pertumbuhan,

    diferensiasi dan fungsi. Respon kuantitatif dan kualitatif dari tuba terhadap

    hormon lain seperti katekolamin dan prostaglandin, juga berubah terhadap kadar

    hormon steroid dalam darah yang bisa ditolerir. Perubahan siklik pada struktur

    tuba dan fungsinya dipengaruhi oleh hormon steroid ovarium ini, yang bekerja

    melalui reseptor sitoplasmik spesifik yang secara kimiawi sama dengan reseptor

    yang ditemukan pada bagian lain dari traktus genitalia.

    Pada telaah terhadap data-data penelitian yang ada, Jansen menyimpulkan

    bahwa hormon steroid ovarium mempengaruhi otot-otot polos tuba melalui

    perubahan-perubahan pada aktivitas adrenergik dan kepekaan, melalui

    perubahan-perubahan dalam sintesis prostaglandin, degradasi, dan kepekaan, dan

    melalui pengaruh langsung pada myosalping. Peningkatan aktivitas kontraksi

    dipercayai merupakan proses mediasi E2, dimana P4 diperkirakan mempunyai

    pengaruh tersembunyi pada otot-otot tuba. Karena itu, perubahan siklik dalam

    kadar hormon membawa kepada peningkatan tonus ismika saat terjadi ovulasi

    dan selama 1 2 hari berikutnya. Ini adalah periode dimana ovum tertahan di

  • ampula dan tertunda untuk memasuki isthmus. Pengaruh P4 menjadi

    berkembang pada awal fase luteal, transportasi ovum ditingkatkan melalui

    mekanisme siliar, dan pergerakan blastokis menuju ke dalam kavum uteri,

    dimana implantasi normal yang seharusnya terjadi.

    Perbedaan sel-sel silia dari tuba falopii, termasuk siliogenesis, merupakan

    proses E2-dependent yang berlawanan dengan P4. Penelitian dengan

    menggunakan transmisi mikroskopik elektron (TEM) telah mencatat bahwa

    siliogenesis mengambil tempat selama fase proliferasi, dan sel-sel silia matur

    hanya tampak pada pertengahan siklus. Bersama-sama Desiliasi dan atrofi,

    peningkatan P4 postovulasi, dimana 10% sampai 20% dari sel-sel mengalami

    kehilangan silianya. Selama fase folikuler berikutnya, sel-sel ini

    memperlihatkan regenerasi silial. Verhage dkk. menyimpulkan bahwa

    siliogenesis adalah satu proses yang sensitif terhadap kadar E2 rendah.

    Sesungguhnya, kadar E2 cukup tinggi selama keseluruhan stadium siklus

    menstruasi manusia untuk mempertahankan sel-sel silia. Selama fase luteal,

    meskipun, P4 dapat memblok pengaruh E2, dan fase penyembuhan (recovery)

    memerlukan P4 withdrawal.

    Pada mukosa tuba manusia, frekuensi denyut silia meningkat 18% selama

    fase luteal. Setelah ovulasi, terjadi peningkatan yang kritis dalam ampula dan

    isthmus dan tergantung pada adanya P4 dalam lingkungan E2 yang tinggi.

    Perubahan dari lingkungan hormonal yang didominasi E2 ke lingkungan yang di

    dominasi P4 secara temporer membawa kepada perubahan-perubahan

    ultrastruktural yang menghasilkan peningkatan frekuensi denyut silia dalam

    hubungan dengan transportasi ovum. Paparan yang lebih lama terhadap efek

    antagonis dari P4 diluar periode transport kemungkinan disebabkan regresi silia.

    Tidaklah mengherankan, bahwa perubahan utama dari kadar E2 dan P4

    preovulasi diharapkan akan memisahkan mekanisme transportasi ovum

    kompleks dan berpotensi menunda transit ovum. Sebagai contoh, insiden yang

    tinggi dari kehamilan tuba telah dilaporkan terjadi selama hiperstimulasi

    ovarium oleh gonadotropin eksogen dan selama pemberian progesteron dosis

    rendah. Progesteron eksogen, yang dihantarkan melalui oral atau melalui alat

    kontrasepsi dalam rahim, dapat mengurangi resistensi tuba falopii terhadap

  • implantasi ektopik melalui berbagai mekanisme. Silia akan menghilang dan

    myosalping boleh jadi tidak bergerak. Sebagai tambahan, sekresi tubal anionik,

    yang dapat memiliki fungsi lubrikasi bagi transpor ovum sama baiknya dengan

    kualitas implantation-resisting lainnya., tidak ditemukan dari tuba.

    Gangguan hormonal primer yang terjadi selama hiperstimulasi oleh ovarium

    masih belum jelas. Kadar E2 sirkulasi yang tinggi mungkin berperan.

    Kemungkinan, kadar yang meningkat bercampur dengan peningkatan P4 atau

    pengaruh-pengaruhnya pada tuba, karena itu melemahkan transpor ovum.

    Laufer dkk., meskipun, telah menyimpulkan konsentrasi lokal yang tinggi dari

    P4 merupakan penyebab dari nidasi tuba selama pemberian induksi superovulasi.

    Peneliti ini mempelajari produksi steroid oleh sel-sel korona kumulus, yang

    masih melekat pada oosit yang dibuahi selama 2 sampai 3 hari setelah ovulasi

    selama perjalanannya di tuba. Para peneliti mengatakan bahwa peningkatan

    lokal kadar P4, sebagai hasil dari produksi kompleks oosit-korona-kumulus

    multipel (OCCC), memungkinkan ovum mengalami implantasi ektopik melalui

    pergantian dalam motilitas tuba.

    Implantasi blastokis di tuba mungkin disertai dengan produksi hCG yang

    cukup untuk mempertahankan korpus luteum. Tergantung kepada kadar produksi

    P4, dua akibat mungkin terjadi. Penurunan kadar P4 akan membawa kepada

    menstruasi dan peningkatan kontraksi myosalping, yang dapat mengeluarkan

    embrio ke ujung fimbria. Apakah kehamilan ektopik akan tetap in situ,

    meskipun, produksi P4 trofoblast dapat membawa kepada keadaan localized

    myosalpingeal quiescence. Pertumbuhan lebih lanjut dari kehamilan akan

    menyebabkan ruptur tuba.

    III. DIAGNOSIS

    A. Diagnosis Klinik

    Nyeri abdominal dan perdarahan pervaginam pada trimester pertama

    kehamilan merupakan tanda dan gejala klinis yang mengarah ke diagnosis

    kehamilan ektopik. Meskipun gejala-gejala ini umumnya ditemukan dalam

    komplikasi pada awal kehamilan, seperti ancaman keguguran, dan dapat juga

    merupakan akibat dari keadaan yang tidak berhubungan tetapi terjadi

  • bersamaan, seperti iritasi serviks, infeksi atau trauma. Gejala-gejala nyeri

    abdominal dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga

    sensitif. Kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak dapat didiagnosis

    secara tepat semata-mata atas adanya gejala-gejala klinis dan pemeriksaan

    fisik.

    Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan

    12 minggu. Identifikasi dari tempat implantasi embrio lebih awal dari pada

    kehamilan 5 minggu melampaui kemampuan teknik-teknik diagnostik yang

    ada. Pada usia kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik telah

    memperlihatkan gejala-gejala sekunder terhadap terjadinya ruptur atau uterus

    pada wanita dengan kehamilan intrauteri yang normal telah mengalami

    pembesaran yang berbeda dengan bentuk dari kehamilan ektopik. Frekuensi

    dari kehamilan ektopik konkomitan dan kehamilan intrauteri dalam satu

    konsepsi yang spontan terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Cara

    yang paling efisien untuk mengeluarkan adanya kehamilan ektopik adalah

    mendiagnosis suatu kehamilan intrauteri. Cara yang terbaik untuk

    mengkonfirmasi satu kehamilan intrauteri adalah dengan menggunakan

    ultrasonografi. Sensitivitas dan spesifisitas dari diagnosis kehamilan

    intrauteri dengan menggunakan modalitas ini mencapai 100% pada

    kehamilan diatas 5,5 minggu. Sebaliknya identifikasi kehamilan ektopik

    dengan ultrasonografi lebih sulit (kurang sensitif) dan kurang spesifik.

    Karena perbedaan ini, logikanya untuk mendiagnosis kehamilan ektopik

    adalah untuk diagnosis yang terarah dan prosedur pembedahan pada wanita

    yang tidak memiliki kehamilan intrauteri yang viabel.

    B. Petanda Trofoblastik

    Berdasarkan totipotensial alami dari trofoblas, tidaklah mengherankan bahwa

    jaringan ini mensekresikan sejumlah subtansi yang bervariasi, termasuk

    beberapa protein yang kelihatannya unik bagi kehamilan. Tiga macam

    protein telah diteliti secara luas sebagai petanda yang potensial dari

    kehamilan yang viabel. Ketiga macam protein ini dapat digunakan dalam

    mendiagnosis suatu kehamilan ektopik.

  • 1. Human Chorionik Gonadotropin

    Human Chorionik Gonadotropin (hCG) memiliki berat molekul 36.000

    sampai 46.000, adalah satu glikoprotein yang secara biologi dan

    imunologi mirip dengan luteinizing hormone (LH). Waktu paruh hCG

    kelihatannya lebih besar daripada LH (5 - 40 jam dibandingkan 1- 2

    jam). Keadaan ini menggambarkan suatu kenyataan bahwa penting

    untuk membedakan struktur molekul yang ada antara kedua substansi ini

    dengan aksi biologis yang serupa. Sebagai contoh, Kadar asam sialat

    dari hCG adalah lebih besar daripada LH. Lebih jauh, 28- 30 asam

    amino terminal pada ujung karboksi dari subunit glikoprotein mewakili

    deretan yang unik yang membedakan molekul ini dari LH. Semua

    hormon glikoprotein, hCG, LH, FSH, TSH, membagi dengan dekat

    subunit identik, yang secara esensial dapat dipertukarkan. subunit ini

    dapat direkombinasikan dengan setiap empat subunit yang berbeda

    untuk membentuk satu produk yang memiliki ciri aktivitas biologik

    komponen subunit . hCG diproduksi oleh sinsitiotrofoblas selama

    kehamilan, juga dibuat oleh jaringan trofoblastik jenis lain, termasuk

    yang berasal dari chorioadenoma destruens, choriocarcinoma, dan mola

    hidatidosa.

    Produksi ektopik dari hCG telah dicatat dengan baik dan telah

    diidentifikasi dalam plasma orang dewasa normal yang tidak hamil.

    HCG tampaknya berfungsi sebagai satu hormon luteotrofik selama

    kehamilan. Hormon ini mempertahankan korpus luteum, karena itu

    menghasilkan produksi P4 yang berkelanjutan yang diperlukan untuk

    pertumbuhan endometrium sampai plasenta mengambil alih perannya.

    Sebagai tambahan, data yang didapat Jaffe mengatakan bahwa hCG

    dapat maengatur produksi steroid dalam fetus, termasuk produksi

    dehidroepiandrosteron sulfat (DHA-S) oleh kelenjar adrenal fetus dan

    produksi testosteron oleh testis. HCG dapat dideteksi dalam kehamilan

    spontan setelah hari ke-9 LH surge. Deteksi awal dalam darah ibu telah

    ditemukan memiliki korelasi dengan implantasi blastokis dan secara

    spesifik dengan saat lakuna menerima aliran darah ibu.

  • Pada kehamilan awal, hCG kelihatannya disekresikan dalam bentuk

    episodik dan pulsatil, yang paralel dengan sekresi progesteron. Fluktuasi

    ini telah diperlihatkan pada penentuan dari kedua kadar serum hCG

    secara imunoaktif dan bioaktif. Dengan demikian pola sekresi

    menyarankan adanya stimulasi yang intermiten terhadap corpus luteum

    oleh hCG dan adalah dalam kesepakatan dengan efek stimuilasi yang

    telah diketahui dari pelepasan gonadotropin secara pulsatil atas sekresi

    steroid ovarium. Meskipun dobling time kadar plasma hCG telah

    diasumsikan konstan dalam awal kehamilan intrauteri normal, jangkauan

    yang telah dilaporkan bervariasi antara 1,3 3,3 hari. Sebagai contoh,

    Lenton dkk. Telah menyimpulkan bahwa dobling time 1,3 hari

    berhubungan dengan dobling time yang diketahui dari massa sel

    trofoblastik.

    Penelitian yang dilakukan Pittaway dkk. Mengantarkan isu mengenai

    variabilitas. Mereka memperlihatkan bahwa laju eksponensial dari

    peningkatan konsentrasi serum hCG adalah tidak konstan selama

    minggu-minggu pertama postmenstruasi dari kehamilan normal. Pada

    kenyataannya, dobling time dari deteksi awal hCG sampai kira-kira hari

    ke-35 setelah onset periode menstruasi terakhir yang diobservasi adalah

    1,4 1,6 hari.

    2. Human placental lactogen (hPL)

    Human placental lactogen (hPL) merupakan polopeptid rantai tunggal

    dari asam amino 190 dengan dua jembatan disulfid. Protein ini 96%

    homolog dengan hormon pertumbuhan. HPL juga dikenal sebagai

    human chorionic somatotropin (hCS). Selain bermakna secara struktural

    homologi , hPL memiliki aktivitas somatotrofik hormon pertumbuhan

    kurang dari 3%. Pada penelitian terhadap binatang, telah ditemukan

    untuk menampilkan 50% dari aktivitas laktogenik dari prolaktin (PRL).

    HPL disintesis oleh lapisan sinsitiotrofoblas dari plasenta. Tidak hanya

    dapat dideteksi dalam urin dan serum pada kehamilan normal atau mola,

    tetapi juga telah dapat ditemukan pada urin pasien dengan tumor

    trofoblastik dan pada laki-laki dengan choriocarcinoma pada testis. HPL

  • memiliki waktu paruh 14 29 menit. Kadar protein ini dalam sirkulasi

    telah dihubungkan dengan berat janin dan berat plasenta, kadar yang

    beredar dalam darah meningkat 10 kali atau lebih besar dari trimester

    pertama ke trimeser ketiga. Tidak ada variasi circadian. Selam 4 minggu

    terakhir kehamilan, kadar hPL mendatar. HPL dengan cepat menjadi

    tidak terdeteksi dalam serum dan urin setelah lahirnya plasenta atau

    evakuasi uterus.

    Kaplan dkk. Telah mempelajari hPL secara luas dan mengajukan

    bahwa efek metabolik yang utama selama kehamilan adalah menambah

    kebutuhan nutrisi janin. Sebagaimana menurunnya suplai glukose

    selama keadaan kelaparan, kadar hPL meningkat, yang akan

    menstimulasi proses lipolisis. Satu alternatif dari sumber energi ini

    disiapkan untuk ibu dengan cara meningkatkan kadar asam lemak bebas

    dalam darah. Konsekuensinya, glukose dan asam amino dapat

    diantarkan bagi janin. Selama keadaan kenyang dan dalam respon

    terhadap peningkatan kadar glukose, sekresi insulin meningkat dan

    sekresi hPL menurun, membawa kepada penggunaan glukose dan proses

    lipogenesis. Karena peningkataan kebutuhan substrat dari janin sebagai

    suatu perkembangan kehamilan, peran fungsional hPL diperkirakan lebih

    bermakna dalam trimester kedua dan ketiga Baik radioimunoassay (RIA)

    dan tes inhibisi hemaglutinasi telah berkembang untuk mengukur jumlah

    hPL.

    3. Glikoprotein 1 kehamilan spesifik

    Hormon ini memiliki waktu paruh 21 60 jam, mewakili protein khusus

    lainnya yang disekresikan oleh sinsitiotrofoblas. Protein ini memiliki

    berat molekul 90.000 dan memiliki kandungan karbohidrat sebesar

    29,3%. Segera setelah implantasi blastokis, hormon PSBG muncul

    dalam sirkulasi maternal dan memperlihatkan hubungan yang bermakna

    dengan kadar hCG dan hPL sepanjang trimester kedua dan ketiga (gbr.

    25-2). Selama trimester kedua dan ketiga pola hPL dan sekresi PSBG

    berlanjut secara paralel sesuai dengan pertumbuhan massa trofoblastik.

  • Secara fungsional PSBG telah dapat diuraikan. Tes inhibisi

    hemaglutinasi dan RIA dapat digunakan untuk mengukur protein ini.

    Dengan jelas ketiga protein yang digambarkan sebelumnya

    memenuhi syarat sebagai petanda trofoblastik dan karena itu dapat

    digunakan sebagai tambahan dalam mendiagnosis kehamilan. Pada

    kenyataannya, pemeriksaan hCG secara kualitatif dan kuantitatif menjadi

    dasar pemeriksaan kehamilan yang diakui saat ini. Penegakan diagnosis

    kehamilan merupakan hal yang penting dalam membedakan antara satu

    kehamilan ektopik dengan penyebab lain dari nyeri akut abdomen bawah.

    Penundaan yang didasarkan atas gejala klinik saja merupakan hal yang

    umumnya terjadi, dan morbiditas dan mortalitas berhubungan dengan

    dengan keterlambatan waktu antara munculnya gejala dan penegakan

    diagnosis. Perkembangan sistem RIA yang sensitif dan cepat secara

    klinis berguna dalam penatalaksanaan terhadap masalah ancaman

    kehidupan yang potensial. Beberapa peneliti memperlihatkan bahwa

    lebih dari 90% wanita dengan kehamilan ektopik akan menghasilkan

    hCG dalam darah mereka ketika diukur dengan RIA -subunit. Dua

    kelompok peneliti mengukur PSBG dengan RIA pada populasi penderita

    yang sama dan menemukan akurasi dalam tingkat yang sama.

    Braunstein dan Asch membandingkan nilai prediksi serum hCG,

    PSBG dan hPL yang diukur dengan menggunakan RIA dalam

    mendiagnosis suatu kehamilan ektopik. Para peneliti memperlihatkan

    bahwa secara kuantitatif konsentrasi serum -hCG maternal yang rendah

    lebih sensitif dalam deteksi keehamilan ektopik dibandingkan dengan

    konsentrasi PSBG yang rendah (gbr 25.3). Sebagai tambahan,

    pengukuran PSBG tidak membuktikan lebih berguna atau lebih benilai

    efektif dariapada pemeriksaan -hCG. Satu penelitian awal telah

    memperlihatkan bahwa sensitivitas pada pemeriksaan hPL tidak cukup

    untuk mendeteksi jumlah hormon ini dalam serum ibu sebelum periode

    missed pertama. Tidaklah mengejutkan, Braunstein dan Asch

    menemukan bahwa pengukuran hPL tidak berguna dalam mendiagnosis

  • banding suatu kehamilan ektopik, sejak konsentrasi yang tidak dapat

    dideteksi memberikan sedikit informasi selama awal kehamilan.

    Secara ringkas, pengukuran -hCG serum atau urin dengan RIA

    memberikan konfirmasi yang sensitif dan spesifik dalam mengeluarkan

    suatu diagnosis kehamilan ektopik.

    III. Pemeriksaan gonadotropin dalam mendiagnosis kehamilan ektopik Penggunaan pemeriksaan hormon dalam kehamilan dimulai lebih dari 50 tahun

    yang lalu dengan melakukan pendeteksian terhadap hCG urin wanita hamil.

    Jadi, pemeriksaan ini menjadi memungkinkan untuk menentukan viabilitas dari

    ancaman terhadap kehamilan melalui kadar gonadotropin yang rendah atau

    adanya penurunan kadar secara serial jauh sebelum fungsi plasenta berhenti dan

    sebelum terjadi perdarahan uterus. Perkembangan berikutnya dalam tes

    kehamilan telah difokuskan pada perbaikan dalam sensitivitas, spesifisitas,

    kecepatan, dan simplisitas pemeriksaan, dan juga dalam hal pengurangan biaya

    pemeriksaan. Sejak kehamilan ektopik bertanggungjawab terhadap 11%

    kematian maternal di Amerika Serikat, tes diagnostik yang akurat dan cepat akan

    memberikan keuntungan yang bermakna bagi para dokter dan pasien.

    Sensitivitas menjadi satu hal yang lebih diperhatikan daripada kehamilan normal

    karena jaringan trofoblastik yang ektopik diketahui mensekresikan sedikit hCG.

    Sebagai tambahan, karena kesamaan struktural antara LH dan hCG, sistem

    pemeriksaan dengan spesifisitas maksimum menjadi sangat penting dalam

    keadaan yang secara potensial mengancam kehidupan ini.

    Teknik Tes kehamilan yang telah berkembang dapat dibagi atas 5 kategori:

    1. bioassay, yang menggunakan hewan intak, 2. metoda imunologi, yang

    menggunakan hemaglutinasi atau latex aglutinasi, 3. RIA, yang memerlukan

    radiolabeled hormone dan antiserum, 4. radioreceptor assay (RRA), yang

    memerlukan petanda hormon dengan aktivitas biologi dan reseptor spesifik, dan

    5. enzyme linked immunoabsorbant assay (ELISA), yang menggunakan petanda

    hormon dan antiserum. Perbaikan dalam deteklsi hCG telah memungkinkan

    dengan melakukan purifikasi hormon ibu dan penguraian dari subunit -

    nonspesifik dan hormon subunit spesifik. Hormon glikoprotein manusia (LH,

  • FSH, TSH, hCG) disusun dari dua subunit yang berbeda dan rantai yang

    nonkovalen. Subunit disusun diantara hormon-hormon ini, tetapi komposisi

    asam amino subunit berbeda secara bermakna. Informasi ini dibawa oleh

    subunit- yang menunjukkan aktivitas hormonal yang spesifik yang

    diekspresikan dalam hubungan dengan Subunit- .

    A. Bioassay pada binatang intak

    Generasi pertama dari tes kehamilan diuraikan pada tahun 1927 oleh

    Ascheim dan Zondek pada tikus, diikuti oleh Friedman pada kelinci dan

    kemudian oleh Frank dan Berman, dan oleh Kupperman dkk pada tikus.

    Bioassay ini dilakukan dengan cara menyuntikkan urin atau serum ke dalam

    tubuh binatang intak. Titik akhir dari pemeriksaaan ini adalah hipertrofi

    ovarium, hiperemis, dan perdarahan. Sistem ini memerlukan binatang dalam

    jumlah yang banyak, purifikasi parsial dari sampel, dan waktu penampilan

    dari beberapa hari sebelum hasil yang didapat memuaskan. Sebagai

    tambahan, penyakit yang tidak diketahui atau infeksi pada binatang tersebut

    dapat mempengaruhi akurasi dari tes-tes tersebut. Galli-Mainini

    mempersingkat dari waktu pemeriksaan dengan mengembangkan suatu

    bioassay yang menggunakan katak jantan. Penyuntikan serum atau urin yang

    mengandung hCG menyebabkan keluarnya sperma pada kloaka binatang

    dalam 1 sampai 5 jam. Biaya yang diperlukan dalam mempertahankan

    suplai bintang yang diperlukan membuat metode ini menjadi tidak praktis.

    Secara umum, pemeriksaan bioassay in vivo ini relatif tidak tidak spesifik,

    tidak sensitif, memerlukan banyak biaya, dan waktu. Konsekuensinya,

    sistem ini tidak digunakan dalam seri penentuan dari viabilitas trofoblastik.

    B. Metode imunologi

    Karena hCG merupakan hormon protein, maka hormon ini memiliki

    kemampuan untuk menimbulkan respon antibodi spesifik ketika disuntikkan

    kedalam tubuh binatang. Proses purifikasi yang cukup terhadap molekul

    hCG telah dicapai pada tahun 1060 sehingga satu serum anti hCG yang poten

    dapat dapat saja meningkat pada kelinci. Pada awal tahun 1970-an generasi

    kedua dari tes kehamilan dipersiapkan oleh penelitian yang dilakukan Wide

    dan Gemzel dan Brody dan Carlstrom. Para penulis ini, bekerja secara

  • independen, mengembangkan tes hemaglutinasi dan aglutinasi lateks

    berdasarkan adanya pengikatan hCG ke sel-sel darah merah dan partikel-

    partikel lateks. Sensitivitas dari sistem-sistem ini berhubungan dengan

    bioassay dan menghasilkan keuntungan dengan performans yang sama, satu

    derajat reprodusibilitas yang tinggi, dan biaya yang rendah dan waktu yang

    singkat. Pemeriksaan imunologi were hindered, meskipun melaui adanya

    kesamaan struktur antara LH dan hCG. Sebagai konsekuensinya, sensitivitas

    tes ini menjadi rendah untuk menghindari positif palsu dalam identifikasi

    LH. Baik tes-tes kehamilan biologi dan imuniologi menghasilkan

    sensitivitas yang mencapai 500 1000 mIU/mL, dan kehamilan dapat

    dideteksi dengan akurasi sampai 95% pada 6 minggu setelah periode

    menstruasi terakhir (gbr 25-4). Sayangnya, sejumlah besar dari kehamilan

    normal awal (kurang dari 6 minggu), ancaman keguguran dan missed

    abortion, tumor-tumor trofoblastik, dan paling sedikit 50% dari kehamilan

    ektopik, kadar hCG-nya kurang dari 500 mIU/mL, tidak akan dapat

    dideteksi.

    C. Radioimmunoassay

    Dengan berkembangnya teknik RIA pada tahun 1968 dan kemampuan

    pemurnian yang tinggi dengan menggunakan radioisotop, pemeriksan yang

    lebih sensitif dapat dilakukan (ambang batas: 10 20 mIU/ml hCG).

    Peningkatan kadar hCG kira-kira dapat diukur sejak 12 hari setelah ovulasi

    dan mencapai puncaknya antara hari ke-45 dan ke-70. Sekali lagi, RIA

    menghasilkan nilai yang menjadi gambaran dari LH dan hCG sebagai akibat

    dari reaksi silang antara kedua glikoprotein ini. Generasi ketiga dari tes

    kehamilan diperkenalkan oleh Vaitukaitis dkk pada tahun 1972. Mereka

    melaporkan satu subunit -hCG RIA yang memungkinkan pengukuran

    terpisah dari hCG dalam keberadaan LH. Hasil positif palsu encountered

    pada awal sistem pemeriksaan karena kesamaan struktur antara LH dan hCG

    dapat dihindarkan melalui pemanfaatan subunit -hCG RIA. Perlu

    diperhatikan bahwa meskipun sebagian besar antibodi yang meningkat untuk

    melawan subunit -hCG tetap dapat dideteksi hormon yang utuh, yang

    biasanya merupakan bentuk imunoreaktif utama yang mengalir dalam darah.

  • Sensitivitas dari sistem ini cukup baik untuk membedakan hCG dari kadar

    LH pada fase folikuler dan fase luteal (ambang batas; < 5 mIU/mL hCG).

    Kehamilan ektopik atau kehamilan intrauteri dapat dideteksi pada sekitar

    usia kehamilan 8 10 minggu. Bagaimanapun juga, untuk waktu

    pemeriksaan yang cepat dan uintuk pemeriksaan serial, teknik ini tidak

    begitu praktis, sejak diperlukannya waktu inkubasi selama 36 jam.

    Untuk mengatasi masalah waktu inkubasi yang lama, sejumlah

    modifikasi diajukan. Pada awalnya, usaha untuk mengurangi waktu sering

    disertai dengan pengurangan sensitivitas, spesifisitas, dan reprodusibilitas.

    Beberapa sistem -hCG RIA yang baru-baru ini dapat digunakan,

    menggabungkan derajat sensitivitas yang tinggi dengan performans yang

    cepat. Tes kualitatif RIA pada urin atau serum dapat membantu para dokter

    dengan hasil pemeriksaan yang didapat dalam 30 menit, dengan insidens

    negatif palsu kurang dari 2% (ambang batas: 20 50 mIU/mL). Sistem

    kuatitatif memerlukan waktu yang lebih banyak karena masa inkubasi

    memanjang tetapi dapat dicapai sensitivitas hingga 100% (ambang batas:

  • inherent dapat dibandingkan dengan subunit -hCG RIA (ambang batas: 1

    5 mIU/mL hCG), yang sangat berguna bagi deteksi awal kehamilan ektopik

    yang dapat terganggu oleh interfering levels LH endogen.

    E. Enzyme-linked Immunoabsorbant Assay

    ELISA baru-baru ini merupakan satu prosedur tes kehamilan yang sangat

    populer. Satu antibodi monoklonal yang spesifik dibuat oleh teknologi sel

    hibrid is employed. Satu enzim (daripada satu campuran radioaktif, seperti

    pada RIA) mengidentifikasi antigen suatu substansi yang diukur. Reaksi

    perubahan warna yang sederhana dipacu oleh enzim, yang dapat

    interpretasikan dengan mata atau spektrometer, merupakan titik akhir dari tes

    ini. Ambang batas dari detreksi hCG dilaporkan berada dalam rentang 25

    50 mIU/mL. Peranan ELISA, sebagai tes skrening awal dalam membedakan

    antara kehamilan ektopik dan keadaan akut ginekologi lainnya yang telah

    diteliti.

    Pada pertengahan tahun 1970-an bioassay in vitro dikembanghkan

    berdasarkan produksi testosteron oleh sel-sel interstisial tikus dalam respon

    terhadap perangsangan LH atau hCG. Sistem ini sedikit tidak praktis,

    sesitivitas yang tinggi dan determinasi yang akurat dari aktivitas

    gonadotropin dibandingkan terhadap bioassay in vivo yang lebih awal.

    Modifikasi terbaru dari sistem ini menghasilkan satu pemeriksaan hCG

    dengan ambang batas 0,065 mIU/mL.

    Meskipun pola sekresi dari bioassay hCG selama kehamilan telah

    ditemukan sama dengan pola hormon imunoasssay, konsentrasi dari

    pembentuk biasanya lebih besar dibandingkan yang diukur kemudian.

    Penjelasan mengenai pengamatan ini masih kabur. Telah diusulkan,

    meskipun, bahwa perbedaan antara bioaktivitas dan imunoaktivitas hCG

    dalam serum mungkin disebabkan oleh perbedaan alami dari sisi

    conformation hormon yang dikenali oleh sel target dan antisera, masing-

    masing. Perbedaan ini secara klinik tidak bermakna dalam setting dari satu

    kemungkinan kehamilan ektopik. Lebih kurang 24 jam diperlukan untuk

    melengkapi bioassay sensitif exquisitely ini. Sebagai gambaran dari waktu

    performans yang panjang dan availabilitas yang terhambat, teknik ini akan

  • menyisakan satu alat penelitian yang bernilai tetapi tidak disukai sebagai

    suatu metode yang praktis dalam tes kehamilan.

    Sebagaimana yang telah ditunjukkan lebih awal, kejadian dari laju

    sekresi subunit hCG yang tidak seimbang selama kehamilan meyediakan satu

    rasionalisasi bagi pengamatan terhadap kedua subunit dan kadar hCG

    dalam gangguan obstetrik dan ginekologi. Barnea dkk. Mengusulkan bahwa

    kadar -hCG merupakan tanda yang sensitif bagi kesejahteraan plasenta pada

    awal kehamilan. Dalam pertunjukan retrospektif, mereka mengukur -hCG

    dengan RIA dalam sampel serial dari 38 wanita dengan kehamilan ektopik

    yang terbukti secara histologi dan 27 wanita dengan kehamilan intrauteri.

    Penulis ini memperlihatkan bahwa peningkatan dalam -hCG antara 5 10

    minggu secara bermakna lebih tinggi pada kelompok former 7 kali vs 0,6

    kali). Telah dianggap bahwa terjadi kerusakan dalam kemampuan dari

    trofoblas yang berimplantasi ektopik untuk mensintesis -hCG tetapi bukan

    -hCG. Konsekuensinya, -hCG meningkat dalam hCG yang low intact,

    fungsi trofoblas yang aberans mungkin pertama-tama ditandai oleh

    peningkatan kadar -hCg. Pengukuran -hCG dalam hubungan dengan

    determinasi hCG dapat dibuktikan dengan baik menjadi alat diagnostik yang

    bernilai dalam evaluasi awal kehamilan.

    IV. Kombinasi penggunaan ultrasonografi dan pemeriksaan kuantitatif gonadotropin korionik manusia subunit

    Pemeriksaan ultrassonografi pada pelvis digunakan secara luas untuk menilai

    secara klinis pasien-pasien yang dalam keadaan stabil diduga menderita

    kehamilan ektopik. Sulit sekali untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik

    yang positif dengan ultrasonografi, meskipun begitu ultrasonografi sering lebih

    efektif dalam mengeluarkan diagnosis ini melalui memperlihatkan suatu

    kehamilan ynag intrauteri. Kadar dkk. Bekerja dengan ultrasonografi gray-scale

    dengan satu pemeriksaan kuantitatif RIA terhadap -hCG dan menemukan

    bahwa kantong kehamilan dari suatu kehamilan normal menjadi dapat dideteksi

    apabila kadar hCG diatas 6000 6500 mIU/mL (Tabel 25-1). Penemuan mereka

    menunjukkan bahwa dengan tidak ditemukannya kantung kehamilan intrauteri,

  • nilainya menjadi rendah untuk dapat dipertimbangkan dalam penegakan

    diagnosis. Satu kantung kehamilan intrauteri, meskipun diperlihatkan dalam

    hubungan dengan nilai hCG yang dibawah zona diskrimatory menunjukkan

    kecenderungan yang tinggi terjadi kehamilan yang abnormal. , yaitu missed

    abortion atau kehamilan ektopik (tabel 25-2). Lebih jauh lagi, dengan tidak

    adanya kantung kehamilan intrauteri, nilai hCG yang melebihi zona

    diskriminatory memberi kesan suatu kehamilan ektopik.

    Kerja tambahan yang dilakukan kelompok-kelompok peneliti ini adalah

    mengantarkan penggunaan determinasi hCG kuantitatif serial dalam penilaian

    terhadap pasien-pasien yang stabil. Telah diperlihatkan oleeh peneliti lain

    bahwa angka positif palsu paling sedikit 20% dapat diharapkan apabila satu

    kehamilan ditetapkan sebagai kehamilan yang abnormal atas dasar satu nilai

    hCG, bahkan apabila tanggal ovulasi diketahui. Kadar dkk. Menemukan bahwa

    85% atau lebih dari kehamilan normal, kadar hCG serum meningkat sedikitnya

    66% dalam masa 48 jam. Dengan menentukan persentase peningkatan hCG

    diatas 48 jam, laparoskopi selektif dapat dikerjakan pada wanita-wanita yang

    mengalami penurunan atau peningkatan yang subnormal dari kadar hCG.

    Kerugian dari pendekatan ini adalah bahwa pembedahan akan tertunda sampai

    batas 48 jam pada 13% pasien dengan kehamilan ektopik. Penundaan ini tidak

    indefinite, meskipun. Sekali serum hCG melampaui 6500 mIU/mL,

    pemeriksaan ultrasonografi ulangan akan memperbaiki diagnosis.

    Penanganan pada pasien yang diduga menderita kehamilan ektopik dengan

    kondisi yang stabil memerlukan tes kehamilan yang sensitif dan kuantitatif.

    Sensitivitas dari pemeriksaan membantu dokter dalam mengeluarkan diagnosis

    apabila hasil yang didapat negatif. Ultrasonografi merupakan alat yang bernilai

    diagnosis tinggi apalagi dikombinasikan dengan pemeriksaan kasar hCG

    kuantitatif. Pemeriksaan serial memberikan para dokter satu alternatif untuk

    pembedahan ketika diagnosis tidak dapat ditegakkan secara ultrasonografi dan

    ketika parameter lainnya seperti pemeriksaan fisik, kuldosintesis, dan kadar

    hematokrit, tidak mengizinkan intervensi segera.

  • V. PENATALAKSANAAN

    A. Pembedahan

    Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan ektopik

    terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.

    Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu

    pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama

    ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya.

    Ada dua kemungkinan prosedur yang dapat dilakukan yaitu: 1. salpingotomi

    linier, atau 2. reseksi segmental. Pendekatan dengan pembedahan

    konservatif ini mungkin dilakukan apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat

    ditegakkan sehingga belum terjadi ruptur pada tuba.

    1. Salpingotomi linier

    Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal

    dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena

    lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba.

    Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan

    menstabilisasi tuba. Satu insisi linier kemudian dibuat diatas segmen

    tuba yang meregang. Insisi kemudian diperlebar melalui dinding

    antimesenterika hingga memasuki ke dalam lumen dari tuba yang

    meregang. Tekanan yang hati-hati diusahakan dilakukan pada sisi yang

    berlawanan dari tuba, produk kehamilan dikeluarkan dengan hati-hati

    dari dalam lumen. Biasanya terjadi pemisahan trofoblas dalam jumlah

    yang cukup besar maka secara umum mudah untuk melakukan

    pengeluaran produk kehamilan ini dari lumen tuba. Tarikan yang hati-

    hati dengan menggunakan sedotan atau dengan menggunakan gigi forsep

    dapat digunakan bila perlu, hindari jangan sampai terjadi trauma pada

    mukosa. Setiap sisa trofoblas yang ada harus dibersihkan dengan

    melakukan irigasi pada lumen dengan menggunakan cairan ringer laktat

    yang hangat untuk mencegah kerusakan lebih jauh pada mukosa.

    Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan, karena

    kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan postoperasi

    yang akan membawa pada terjadinya adhesi intralumen.

  • Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus, jahitan

    harus diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan serosa

    dan lapisan otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan. Perlu juga

    diperhatikan bahwa jangan ada sisa material benang yang tertinggal pada

    permukaan mukosa, karena sedikit saja dapat menimbulkan reaksi

    peradangan sekunder yang diikuti dengan terjadinya perlengketan.

    2. Reseksi segmental

    Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai

    satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan

    mengangkat bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat melibatkan

    kehamilan tuba yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya adalah dengan

    merestorasi arsitektur normal tuba. Prosedur ini baik dilakukan dengan

    mengunaka loupe magnification atau mikroskop. Penting sekali jangan

    sampai terjadi trauma pada pembuluh darah tuba. Hanya pasien dengan

    perdarahan yang sedikit dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini.

    Mesosalping yang berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-

    hati untuk menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum.

    Jahitan seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe.

    Dengan benang absorbable 6-0 atau 7-0, dan lapisan serosa ditunjang

    dengan jahitan terputus tambahan.

    3. Salpingektomi

    Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba

    mengalami ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan

    harus segera diatasi. Hemoperitoniumj yang luas akan menempatkan

    pasien pada keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius.

    Insisi suprapubik Pfannenstiel dapat digunakan , dan tuba yang

    meregang diangkat. Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly

    sedekat mungkin dengan tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan

    memotong irisan kecil pada myometrium di daerah cornu uteri, hindari

    insisi yang terlalu dalam ke myometrium. Jahitan matras angka delapan

    dengan benang absorable 0 digunakan untuk menutup myometrium pada

    sisi reseksi baji. Mesosalping ditutup dengan jahitan terputus dengan

  • menggunakan benang absorbable. Hemostasis yang komplit sangat

    penting untuk mencegah terjadinya hematom pada ligamentum latum.

    B. Medisinalis

    Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi

    transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan

    ektopik secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan

    ektopik secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat

    dilakukan. Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan yaitu kurang

    invasif, menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan

    fungsi fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu

    penyembuhan.

    Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah

    methotrexate (MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang akan

    mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara menginhibisi

    kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan menghentikan

    proliferasi trofoblas.

    Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik iv,im) atau injeksi lokal

    dengan panduan USG atau laparoskopi. Efek sampingyang timbul

    tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang tinggi akan menyebabkan

    enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi sumsum tulang, nefrotoksik,

    disfungsi hepar permanen, alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan

    hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan menimbulkan dermatitis, gastritis,

    pleuritis, disfungsi hepar reversibel, supresi sumsum tulang sementara.

    Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin

    calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun tidak

    tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic acid ini

    akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX pada sel-sel

    tersebut.

    Regimen yang dipakai saat ini adalah dengan pemberian dosis tungal

    MTX 50 mg/m2 luas permukaan tubuh. Sebelumnya penderita diperikasa

    dulu kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah. Pada hari ke-4 dan

    ke-7 setelah pemberian MTX kadar hCG diperiksa kembali. Bila kadar hCG

  • berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang diperiksa pada hari ke-4 maka

    mTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG diperiksa setiap minggu sampai

    hasilnya negatif atau evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG

    transvaginal setiap minggu. Bila kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya

    meningkat dibandingkan kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap

    minggunya, maka diberikan MTX 50 mg/m2 kedua. Stoval dan Ling pada

    tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini sebesar 94,3%. Selain

    dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan multidosis sampai empat dosis

    atau kombinasi dengan leucovorin 0,1 mg/kgBB.

    Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya

    penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif

    adalah nyeri abdomen, FHB (+).

    VI. RINGKASAN

    Kehamilan ektopik adalah setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri.

    Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab

    kematian maternal selama kehamilan trimester pertama.

    Tempat tersering mengalami implantasi ekstrauteri adalah pada tuba

    Falopii (95%). Secara endokrinologis tuba dipengaruhi hormon steroid

    ovarium, yaitu yang paling menonjol adalah estradiol (E2) dan progesteron

    (P4). Hormon steroid ovarium ini mempengaruhi otot-otot polos tuba melalui

    perubahan-perubahan pada aktivitas adrenergik, perubahan dalam sintesis

    prostaglandin, dan pengaruh langsung pada myosalping.

    Saat ini telah dikembangkan pemeriksaan kehamilan yang sensitif dalam

    mendiagnosis kehamilan ektopik. Ada tiga hormon protein yang dapat dipakai

    untuk mendeteksi suatu kehamilan dan dapat dipakai dalam mendiagnosis

    suatu kehamilan ektopik. Dalam hal ini sensitivitas menjadi satu hal yang

    lebih diperhatikan karena jaringan trofobalstik yang ektopik diketahui

    mensekresikan sedikit hCG. Pengembangan selanjutnya lebih ditujukan pada

    pendeteksian kadar hCG baik dalam urin atau serum. Beberapa teknik

    pemeriksaan kehamilan yang telah berkembang adalah bioassay, metoda

    imunologi, RIA, RRA, dan ELISA. Kombinasi pemeriksaan kehamilan

  • dengan ultrasonografi memberikan nilai diagnostik yang tinggi sehingga

    diagnosis suatu kehamilan ektopik dapat cepaat ditegakkan.

    Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan USG transvaginal

    memudahkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara dini.

    Dengan diagnosis dini tersebut maka penatalaksanaan kehamilan ektopik telah

    bergeser dari mengurangi mortalitas menjadi mengurangi morbiditas dan

    mempertahankan fertilitas. Diagnosis dini ini memungkinkan kita melakukan

    penatalaksanaan ekspektatif atau pembedahan konservatif pada pasien dengan

    kehamilan ektopik yang belum terganggu. Dalam hal ini kemoterapi dengan

    methotrexate menjadi pilihan terapi untuk kehamilan ektopik yang belum

    terganggu.

    VII. RUJUKAN

    1. Damario MA, Rock JA. Ectopic pregnancy. In: Rock JA, Thompson JD. Te Lindes operative gynecology. 8th ed. Philadelphia: Lippincot-Raven, 1997: 501-527

    2. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Ectopic pregnancy: Clinical gynecologic endokrinology and infertility. 6th ed. Baltimore: Williams & Wilkins,1999: 1149-1167

    3. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Endocrinology of pregnancy: Clinical gynecologic endokrinology and infertility. 6th ed. Baltimore: Williams & Wilkins,1999:275-335

    4. Doyle MB, DeCherney. Diagnosis and management of tubal disease. In: Carr BR, Blackwell RE. Textbook of reproductive medicine. 1st ed. Connecticut: Appleton & Lange, 1993:507-516

    5. Symonds EM. Complication of early pregnancy: abortion, extrauterine pregnancy and hydatidiform mole. In: Essential obstetric and gynaecology. 2nd ed. Churchill Livingstone,1992: 88-92

    6. Hutchinson-Williams KA, DeCherney AH. The endocrinology of ectopic pregnancy. In: Endocrine disorders in pregnancy. 3rd ed. Connecticut: Appleton & Lange, 1986:437-450

    7. Chung pun T. Ectopic pregnancy. JPOG 2001;27:17-20 8. Basuki B, Saifuddin AB. Ectopic pregnancy and estimated subsquent

    fertility problems in Indonesia. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia 1999;23:212-218

    9. Basuki B. Duration of current IUD use and risk of ectopic pregnancy. Majalah Obstetri dan Ginekologi Indonesia 1999;23:82-87

    10. Jaffe RB. Protein hormones of the placenta, decidua, and fetal membranes. In: Yen SSC, Jaffe RB. Reproductive endocrinology. 3rd ed. Philadelphia: WB Saunders,1986: 758-769

  • 11. Stovall TG, McCord ML. Early pregnancy loss and ectopic pregnancy. In Berek JS, Adhasi EY, Hillard PA. Novaks gynecology. 12th ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1996: 487-524

    12. Taber BZ. Manual of gynecologic and obstetric emergencies. Philadelphia: WB Saunders Company,1979:311-333

    13. Levine D. Ectopic pregnancy. In: Callen PW. Ultrasonography in obstetric and gynecology. 4th ed. Philadelphia: WB Saunders Co.,2000: 912-934

    14. Barnhart K, Esposito M, Coutifaris C. An update on the medical treatment of ectopic pregnancy. In: Current reproductive endocrinology. Obstet and Gyn Clin of North America 2000;27: 653-667

    15. Kadar N, Caldwell BV, Romero R. A method of screening for ectopic pregnancy and its indication. Obstet Gynecol 1981;58: 162

    16. Aspillagra MO, Whittaker PG, Grey CE, et al. Endocrinologic events in early pregnancy failure. Am J Obstet Gynecol 1983;147:903

  • I. PENDAHULUAN II. PATOFISIOLOGI ENDOKRIN III. DIAGNOSIS III. Pemeriksaan gonadotropin dalam mendiagnosis kehamilan ektopik IV. Kombinasi penggunaan ultrasonografi dan pemeriksaan kuantitatif gonadotropin korionik manusia subunit V. PENATALAKSANAAN VI. RINGKASAN Kehamilan ektopik adalah setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Tempat tersering mengalami implantasi ekstrauteri adalah pada tuba Falopii (95%). Secara endokrinologis tuba dipengaruhi hormon steroid ovarium, yaitu yang paling menonjol adalah estradiol (E2) dan progesteron (P4). Hormon steroid ovarium ini mempengaruhi otot-otot polos tuba melalui perubahan-perubahan pada aktivitas adrenergik, perubahan dalam sintesis prostaglandin, dan pengaruh langsung pada myosalping. Saat ini telah dikembangkan pemeriksaan kehamilan yang sensitif dalam mendiagnosis kehamilan ektopik. Ada tiga hormon protein yang dapat dipakai untuk mendeteksi suatu kehamilan dan dapat dipakai dalam mendiagnosis suatu kehamilan ektopik. Dalam hal ini sensitivitas menjadi satu hal yang lebih diperhatikan karena jaringan trofobalstik yang ektopik diketahui mensekresikan sedikit hCG. Pengembangan selanjutnya lebih ditujukan pada pendeteksian kadar hCG baik dalam urin atau serum. Beberapa teknik pemeriksaan kehamilan yang telah berkembang adalah bioassay, metoda imunologi, RIA, RRA, dan ELISA. Kombinasi pemeriksaan kehamilan dengan ultrasonografi memberikan nilai diagnostik yang tinggi sehingga diagnosis suatu kehamilan ektopik dapat cepaat ditegakkan. Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan USG transvaginal memudahkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan ektopik secara dini. Dengan diagnosis dini tersebut maka penatalaksanaan kehamilan ektopik telah bergeser dari mengurangi mortalitas menjadi mengurangi morbiditas dan mempertahankan fertilitas. Diagnosis dini ini memungkinkan kita melakukan penatalaksanaan ekspektatif atau pembedahan konservatif pada pasien dengan kehamilan ektopik yang belum terganggu. Dalam hal ini kemoterapi dengan methotrexate menjadi pilihan terapi untuk kehamilan ektopik yang belum terganggu. VII. RUJUKAN