kedokteran keluarga.doc
-
Upload
daynisakusuma -
Category
Documents
-
view
231 -
download
2
Transcript of kedokteran keluarga.doc
UPAYA PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA TERHADAP Sdr.
D DALAM MENANGANI PERMASALAHAN TUBERKULOSIS
Persentasi Kasus
Dalam Rangka Penugasan Stase Ilmu Kesehatan Masyarakat
Disusun Oleh:
1
1. Aulia Luthfi Kusuma
2. Ayu Ardila Andromeda
3. Aziz Nugraha
4. Bentarisukma Damaiswari Rahmaika
5. Hasmainda Marindratama
STASE ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
UPAYA PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA TERHADAP Sdr.
D DALAM MENANGANI PERMASALAHAN TUBERKULOSIS
Yang diajukan oleh :
1. Aulia Luthfi Kusuma
2. Ayu Ardila Andromeda
3. Aziz Nugraha
4. Bentarisukma Damaiswari Rahmaika
5. Hasmainda Marindratama
2
Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Profesi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Pada hari : 2015
Penguji
Nama : dr. Yusuf Alam Romadhon (...........................)
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2015
TAHAP I: KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA
Nama Kepala Keluarga : Sdr. D
Umur : 20 tahun
Alamat : Talang, Banaran, Grogol
Bentuk Keluarga : Commune Family
No Nama Status L/P Umur Pendidikan Pekerjaan Pasien
Klinik
Keterangan
1. Tn. S Kepala
Keluarga
L 49thn SMA Swasta Tidak -
2. Ny.M Istri P 48thn S1 Guru TK Tidak -
3 Ny. T Eyang p 65 SD Tidak -
4. Ny.W budhe P 39thn SMA Penjahit Tidak -
5. Sdr.B Anak L 26thn S1 Guru Tidak -
3
6. Sdr.D Anak L 20thn SMA Pegawai
di
pandawa
Ya TB Ekstra
Paru
Kesimpulan:
Keluarga Tn.S berbentuk Commune family, didapatkan Sdr.D 20 tahun dengan
TB, dan anggota keluarga lain tidak memiliki penyakit saat ini.
TAHAP II: STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : Sdr. D
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Alamat : Grogol
Pekerjaan : Pegawai Pandawa
Status perkawinan : Belum Menikah
Agama : Kristen
Suku : Jawa
Tanggal pemeriksaan : 16 September 2015
No. RM : -
II. ANAMNESIS
Dilakukan pada tanggal 16 September 2015 jam 11.00 WIB didapat secara
autoanamnesis.
A. Keluhan Utama
Benjolan di leher sebelah kanan
B. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien adalah pasien rutin kontrol pengobatan TB di puskesmas
Cemani. Awal mula pasien diketahui terkena TB yaitu di dapatkan
benjolan di leher sejak kanan yang baru diketahui pasien pada bulan
mei 2015, tetapi pasien tidak ada keluhan sebelumnya. Kemudian
4
pasien memeriksakan diri di Rumah Sakit dr. Oen solo baru dan
dokter meminta untuk dilakukan pembedahan pada benjolan tersebut.
Setelah itu benjolan di periksa laboratorium dan di dapatkan hasil
limfadenitis TB.
Pada bulan Pebruari 2014 tersebut, keluarga pasien membawa
pasien ke berbagai pengobatan alternatif, namun keluhan tidak
berkurang. Sekitar bulan Mei oleh bidan desanya, pasien disarankan
untuk diperiksa dahak. Hasil dari tes BTA didapatkan hasil positif 3,
dan kemudian pasien dirujuk ke BBKPM. Dari sana pasien dilakukan
pemeriksaan lain berupa rontgen, dan didapatkan hasil flek pada paru-
parunya. Ny. M beberapa pemeriksaan yang sudah dilakukan, pasien
terdiagnosa menderita TB dan diharuskan menjalani pengobatan TB
selama 6 bulan. Pasien juga sempat dirawat inap di BPKPM selama 3
hari. Saat pengobatan masih berjalan selama 4 minggu, keluhan pada
pasien dirasakan sudah berkurang, dan pasien berhenti
pengobatannya. Setelah sebulan pasien berhenti dalam mengkonsumsi
obat, pasien mengeluh batuk dan sesak napas kembali. Pada bulan
Agustus, pasien berobat ke puskesmas dan mengulang pengobatan TB
dari awal. Pengobatan TB dimulai tanggal 21 Agustus 2014. Saat ini
pengobatan masih berlangsung kurang lebih selama satu bulan. Pasien
kadang mengeluh lemas dan pusing, namun tidak lagi mengeluhkan
batuk dan sesak napas .
C. Riwayat Pribadi
1. Riwayat operasi : diakui
2. Riwayat sakit jantung : disangkal
3. Riwayat Hipertensi : disangkal
4. Gastritis : disangkal
5. Alergi obat dan makanan : disangkal
6. Diabetes Melitus : disagkal
7. Kontak penderita TB : disangkal
D. Riwayat keluarga dan lingkungan
5
Riwayat Keluarga
1. Riwayat penyakit serupa : disangkal
2. Riwayat asma : disangkal
3. Riwayat bronkitis : disangkal
4. Riwayat hipertensi : disangkal
5. Riwayat diabetes melitus : disangkal
6. Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat Lingkungan
1. Perokok : disangkal
2. Penderita batuk lama : disangkal
3. Penderita batuk darah : disangkal
4. Sehari-harinya pasien bekerja sebagai pegawai di Pandawa Water
World
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6
Kesan status gizi: baik
1. Berat badan : 45 kg
2. Tinggi badan : 160cm
Vital signs
Tekanan Darah : 110/60mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi rate : 28 x/menit
Suhu : 36,9ºC
Pemeriksaan kulit :
Warna : sawo matang, pigmentasi normal
Turgor kulit : dalam batas normal
Kelembaban : dalam batas normal
Tekstur : dalam batas normal
Edema : tidak ditemukan
6
Kelainan kulit lain : tidak ditemukan
Pemeriksaan rambut
Warna : hitam
Kelebatan : dalam batas normal
Distribusi : merata
Karakteristik lain : dalam batas normal
Pemeriksaan kelenjar limfe
Terdapat pembesaran pada kelenjar limfe di sebelah kanan
Pemeriksaan otot, tulang, sendi
Dalam batas normal.
Pemeriksaan fisik
1. Kepala:
Bentuk mesocephal, wajah simetris, konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), nafas cuping hidung (-).
2. Leher : retraksi suprasternal (-), deviasi trachea (-),
peningkatan JVP (-), pembesaran kelenjar limfe (-/-).
3. Thorax :
a. Paru-paru
Inspeksi : Simetris, retraksi intercostae (-)
Palpasi :
- Ketinggalan gerak
Depan: Belakang:
- - - -
- - - -
- - - -
- Fremitus
Depan Belakang
N N N N
7
N N N N
N N N N
Perkusi :
Depan Belakang
S S S S
S S S S
S S S S
S : sonor
Auskultasi :
- Suara dasar vesikuler
Depan Belakang
+ + + +
+ + + +
+ + + +
- Suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
IV. Jantung
Inspeksi : ictus kordis tidak tampak.
Palpasi : ictus kordis tidak kuat angkat.
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, bising jantung
tidak ditemukan.
4. Abdomen :
Inspeksi : sejajar dinding dada, spider nevi (-),
venektasi (-), distended (-).
auskultasi : peristaltik (+)
Perkusi : timpani, ascites (-)
Palpasi : supel, lien tidak teraba, hepar dalam
batas normal,nyeri tekan (-)
8
- - -
- - -
- - -
5. Ekstrimitas : clubbing finger tidak ditemukan, edema tidak
ditemukan, pitting edem tidak ditemukan.
Pemeriksaan Psikiatri
Penampilan : Perawatan diri cukup
Kesadaran : compos mentis GCS E4V5M6
Afek : normoafek
Psikomotor : normoaktif
Proses pikir : Bentuk : realitistik
Isi : waham (-), halusinasi (-), ilusi (-)
Arus : koheren
Insight : baik
Pemeriksaan Neurologi
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Fungsi Sensorik : dalam batas normal
Fungsi Motorik :
- Kekuatan :
5 5
5 5
- Tonus :
5 5
5 5
- Reflek fisiologis :
N N
N N
9
- Reflek patologis :
- -
- -
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
BTA
Dilakukan pada bulan Mei 2014 dengan hasil positif 3.
Foto Rontgen Thorax PA (26 Mei 2015)
Foto Thoraks PA:
Cor: Bentuk dan besar normal
Pulmo: Tak nampak infiltrat, corakan bronkovaskuler normal, tampak
penebalan hillus kanan sinus phrenicocostalis kanan dan kiri tajam
Hemidiafargma kanan kiri, tulang-tulang dan soft tissue tak tampak
kelainan
Kesan:
Gambaran penebalan hillus kanan
Hasil PA (Patologi Anatomi) (10 Juni 2015)
Makros : Diterima jaringan ukuran diameter 1-2,5cm, putih, kenyal 1
coupe
Mikros : Sediaan dari leher kanan berupa jaringan limfoid dengan
nekrosis luas, struktur tuberkel, dan sel datia langerhans.
10
Tak tampak tanda ganas
Kesimpulan : Limfadenitis Luberkulosa
VI. DIAGNOSIS HOLISTIK
1. Biologis : TB Ekstra Paru
2. Psikologis : kondisi kejiwaan pasien baik
3. Sosial : kondisi lingkungan dan rumah kurang sehat
hubungan dengan tetangga terbatas.
VII. POMR (Problem Oriented Medical Record)
Daftar masalah Problem AssessmentPlanning Diagnosis
Planning TerapiPlanning
Monitoring
- benjolan di leher sebelah kanan sebanyak 4 buah
- BB turun ± 4 kg dalam 1 bulan
- hasil PA : limfadenitis TB
TB Ekstra paru dalam terapi
- Pemeriksaan sputum
- Foto rontgen thorax PA
- Skoring TB
- Istirahat cukup- Makan bergizi- Menjaga
kebersihan diri dan lingkungan
- OAT Fase lnjut
- Monitoring KU (batuk, BB)
- Foto Rontgen thorax
TAHAP III : IDENTIFIKASI FUNGSI KELUARGA
A. FUNGSI HOLISTIK
- Fungsi Biologis
Merupakan commune family yang terdiri dari : Tn.S, Ny.M, Ny.W, Ny. T
Sdr. B ,Sdr. D
- Fungsi Psikologis
Hubungan keluarga terjalin akrab dan harmonis dengan kemampuan
menyelesaikan masalah secara musyawarah.
- Fungsi Sosial
Komunikasi dengan masyarakat cukup baik.
- Fungsi Ekonomi dan pemenuhan kebutuhan
Penghasilan keluarga sekitar Rp 2.500.000,-/bulan, dirasa cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk pula untuk berobat ke sarana
kesehatan. Penderita sehari-harinya makan 3x dengan nasi dan lauk yang
11
beragam namun dalam jumlah kecil. Pasien jarang makan sayur dan
buah.
- Kesimpulan
Keluarga Ny M yang berbentuk compose family, didapatkan dengan TB,
dengan pemasukan keluarga yang memenuhi kebutuhan sehari-hari.
B. FUNGSI FISIOLOGIS
Tn. S Ny. M Ny. W Ny. T Sdr.B Sdr. DA 2 2 2 2 2P 2 2 2 2 2G 2 2 2 2 2A 2 2 2 2 2R 2 2 2 2 2TOTAL 10 10 10 10 10
Rata-rata = (10+10+10)/3
= 10
Kesimpulan : fungsi fisiologis keluarga Ny M baik
C. FUNGSI PATOLOGIS
SUMBER PATOLOGISosial Interaksi sosial kurang Kultur Keluarga pasien masih melakukan tradisi budayaReligius Beragama dan memiliki pemahaman terhadap ajaran agama,
ketaatan ibadah cukup baikEkonomi Ekonomi keluarga ini tergolong Cukup (Rp 2.500.000,-)Edukasi Pendidikan ayah dan ibu telah menamatkan pendidikan 6 tahunMedikal Keluarga biasanya menggunakan obat warung bila anggota
keluarga sakit. Ketika sakit sudah bertambah parah, keluarga biasanya baru mencari pengobatan ke puskesmas.
D. GENOGRAM
12
Keterangan
: Laki-laki hidup
: Perempuan hidup
13
: Laki-laki mati
: Laki-laki mati
: Penderita
: Tinggal dalam satu rumah
E. POLA INTERAKSI KELUARGA
F. FAKTOR PERILAKU DAN NON PERILAKU
14
Ny.M
Tn.A
Sdr.ZNy.A
Tn.S
G. FAKTOR INDOOR DAN OUTDOOR
INDOOR OUTDOOR
- Ruangan di dalam rumah terdiri
dari satu ruang tamu, tiga kamar
tidur, dapur, dan kamar mandi.
- Rumah penderita tidak memiliki
pagar.
- Teras rumah pasien digunakan
15
- Penerangan rumah sangat kurang
- Atap rumah tersusun dari
genteng.
- Tidak terdapat ventilasi,
pencahayaan hanya melalui
lubang pada atap rumah
- Kamar pasien terletak di dalam
rumah bagian tengah,
pencahayaan sangat kurang, dan
tidak terdapat ventilasi di dalam
kamar pasien
untuk menjahit dan terkesan
kator.
- Di depan rumah langsung jalan.
- Jalanan di depan rumah masih
berupa tanah.
- Jarak rumah pasien dengan
tetangga kanan-kiri sangat dekat
(berdempetan)
Kesimpulan : Rumah pasien belum memenuhi kriteria rumah sehat.
SIMPULAN FUNGSI KELUARGA
FUNGSI KETERANGAN
Holistik Baik
Fisiologis Baik
Patologis Baik
Genogram Baik
Pola Interaksi Baik
Faktor perilaku Kurang
Faktor non perilaku Cukup
Faktor indoor Kurang
Faktor outdoor Kurang
PRIORITAS MASALAH
No Daftar masalah
I T R JumlahIxTxRP S SB Mn Mo Ma
1. Faktor perilaku
5 5 5 4 4 4 4 32000
16
(Pola hidup yang kurang baik)
2. Lingkungan yang kurang memenuhi syarat kesehatan
5 5 5 3 4 4 4 24000
3. Genogram (adanya faktor keturunan)
2 2 2 2 2 2 2 128
Keterangan:
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (tehnologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
Ma : Material (pentingnya masalah
Dari indikator di atas, terdapat beberapa kriteria, antara lain :
1 = tidak penting
2 = agak penting
3 = cukup penting
4 = penting
5 = sangat penting
Kesimpulan : Prioritas masalah yang diambil dari keluarga Ny. M
adalah Faktor Perilaku (Pola hidup yang kurang baik) dan Faktor Non
Perilaku (Lingkungan rumah yang kurang sehat).
TAHAP IV. HUBUNGAN PRIORITAS MASALAH DENGAN TB YANG
DIDERITA Sdr. D
17
A. Masalah Medis : Tuberkulosis Ekstra Paru
B. Masalah Non Medis
1. Faktor perilaku:
a. Pengetahuan pasien kurang memahami penyakitnya sendiri dan
memahami pentingnya menjaga kebersihan diri sendiri
2. Faktor non perilaku:
a. Lingkungan rumah Ny. M belum memenuhi syarat kesehatan
C. Hubungan Prioritas Masalah dengan Tuberkulosis yang Diderita Ny M
Faktor Perilaku (Pola hidup yang kurang baik)
Faktor Non Perilaku (Lingkungan rumah yang kurang sehat)
Sdr. D cenderung memiliki pola hidup yang kurang baik, yaitu kurang
memperhatikan kebersihan diri sendiri setelah beraktivitas, pola makan
yang tidak teratur dan memenuhi gizi seimbang, tindakan kurang baik,
juga kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang dideritanya. Selain itu
pasien juga memiliki lingkungan rumah yang kurang sehat, yaitu
kurangnya ventilasi dan jendela sehingga pencahayaan dan udara yang
masuk dari luar ke dalam rumah menjadi kurang, dan terkesan lembab,
terlebih lagi dengan letak kamar pasien yang berada didalam rumah bagian
tengah, dan juga pasien tidak terdapat jendela.
Pada pasien dengan TB seharusnya selain pola hidup yang harus baik,
perlu diperhatikan pula tentang keadaan rumah. Rumah yang sehat adalah
rumah yang mempunyai ventilasi >10% dari luas lantai rumah.
Pengobatan tuberkulosis pada prinsipnya yaitu istirahat cukup, makan
makanan bergizi, menjaga kebersihan diri dan lingkungan serta minum
obat anti tuberkulosis sesuai dengan kategori penyakit TB yang diderita.
TAHAP VA : SIMPULAN (DIAGNOSIS HOLISTIK)
• Diagnosis Biologis : Tuberkulosis Ekstra Paru
• Diagnosis Psikologis : Kondisi kejiwaan pasien baik
• Diagnosis Sosial : Pola hidup pasien kurang baik
18
Kondisi lingkungan rumah kurang sehat
TAHAP VB : SARAN ( KOMPREHENSIF)
1. Promotif :
Edukasi pasien dan keluarga tentang penyakit tuberkulosis yang juga bisa
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan baik didalam maupun diluar.
Mengenalkan pola makan dan perilaku kesehatan yang benar untuk
penderita dan keluarga.
2. Preventif :
Memakai masker, minum obat secara teratur, kontrol secara teratur ke
puskesmas, pola makan yang teratur.
3. Kuratif :
OAT
4. Rehabilitatif :
Istirahat yang cukup.
19
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis (dan kadang-kadang oleh M. Bovis dan
africanum). Organisme ini disebut juga sebagai basil tahan asam. Sebagian
besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh
lainnya.
B. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.
Mycobacterium tuberculosis memiliki dinding yang sebagian besar terdiri
atas lipid, peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid membuat kuman lebih
tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis, kuman
dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es) dimana kuman dalam keadaan dorman. Dari
sifat ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberkulosis
menjadi aktif lagi.
C. Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB, karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam droplet nuclei yang terhirup
setelah melewati barier mukosa basil TB akan mencapai alveolus. Pada
sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme
imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respon imunologis spesifik.
Akan tetapi, pada sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat
dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman,
makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian besar
dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya
20
menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di
tempat tersebut yang dinamakan fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya
inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis)
yang terkena. Jika fokus primer terlketak di lobus bawah atau tengah, kelenjar
limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus
primer terletak di apeks paru yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.
Gabungan antara fokus primer, limfangitis dan limfadenitis dinamakan
kompleks primer.
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu
waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala
penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2-12 minggu, biasanya
berlangsung selama 4-8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman
berkembang biak hingga mencapai 1000-10.000 yaitu jumlah yang cukup
untuk merangsang respons imunitas selular.
Pada saat terbentuknya kompleks primer, infeksi TB primer dinyatakan
telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap
TB terbentuk yang dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa inkubasi, uji
tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun
yang berfungsi baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi
kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup
dalam granuloma. Bila imunitas selular telh terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular
spesifik.
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
akan mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau
21
kalsifikasi setelah terjadi nekrosis perkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe
regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru.
Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam
kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional.
Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau
pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkejuan yang berat, bagian tengah lesi
akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di
jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada
awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga
bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan
eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme
ventil. Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang
mengalami inflamasi dan nekrosis perkejuan dapat merusak dan
menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Masa keju dapat menimbulkan
obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan atelektasis yang sering disebut sebagai lesi segmental
kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat
terjadi limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi penyebaran hematogen
langsung, yaitu kuman ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
tubuh.
D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan bergantung pada beberapa
faktor. Faktor yang berperan adalah kuman TB, penjamu serta interaksi antar
keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah dan virulensi kuman,
22
sedangkan fktor pejamu bergantung pada usia dan kompetensi imun serta
kerentanan pejamu pada awal terjadinya infeksi. Anak kecil seringkali tidak
menunjukkan gejala walaupun sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada
foto toraks. Manifestasi klinis TB terbagi dua, yaitu manifestasi sistemik dan
manifestasi spesifik organ/lokal.
1. Manifestasi sistemik (umum/nonspesifik)
Gejala umum pada TB anak adalah sebagai berikut :
a. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas
(bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria dan lain-lain)
yang dapat disertai dengan keringat malam. Demam umumnya tidak
tinggi.
b. Batuk lama >3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan.
c. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik dalam 1
bulan dengan penanganan gizi yang adekuat.
d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan BB
tidak naik dengan adekuat (failure to thrive).
e. Lesu atau malaise
f. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare
2. Manifestasi spesifik organ/lokal
Manifestasi klinis spesifik bergantung pada organ yang terkena, misalnya
kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), tulang dan kulit.
a. Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di regio colli, multipel, tidak nyeri
dan saling melekat)
b. Tuberkulosis otak dan saraf
1.) Meningitis TB
2.) Tuberkuloma otak
c. Tuberkulosis sistem skeletal
1.) Tulang punggung (spondilitis): gibbus
2.) Tulang panggul (koksitis): pincang
3.) Tulang lutut (gonitis): pincang dan/atau bengkak
4.) Tulang kaki dan tangan
23
5.) Spina ventosa (daktilis)
d. Tuberkulosis kulit : skrofuloderma
e. Tuberkulosis mata
1.) Konjungtivitis fliktenularis
2.) Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)
f. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal,
dll.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Uji tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai
sifat antigenik yang kuat. Jika disuntikkan secara intrakutan kepada
seseorang yang telah terinfeksi TB, maka akan terjadi reaksi berupa
indurasi di lokasi suntikan.
Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi ≥ 10mm
dinyatakan positif tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini
sebagian disebabkan oleh infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin
disebabkan oleh imunisasi BCG atau infeksi M. Atipik. Pengaruh BCG
terhadap reaksi positif tuberkulin secara bertahap akan semakin berkurang
dan paling lama berlangsung hingga 5 tahun setelah penyuntikan.
Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15
mm dinyatakn uji tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi
TB alamiah. Akan tetapi, bila ukuran indurasi ≥ 15 mm, hasil positif ini
sangat mungkin karena infeksi TB alamiah.
Apabila diameter indurasi 0-4 mm, dinyatakan uji tuberkulin negatif.
Diameter 5-9 mm dinyatakan positif meragukan. Hal ini dapat disebabkan
oleh kesalahan teknis (trauma dan lain-lain), keadaan anergi atau reaksi
silang dengan M. Atipik.
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada tiga keadaan sebagai berikut:
a. Infeksi TB alamiah
- Infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB lain)
- Infeksi TB dan sakit TB
24
- TB yang telah sembuh
b. Imunisasi BCG (infeksi TB buatan)
c. Infeksi mikobakterium atipik
Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada tiga keadaan berikut:
a. Tidak ada infeksi TB
b. Dalam masa inkubasi infeksi TB
c. Anergi (keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan,
sehingga tubuh tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin
walaupun sebenarnya sudah terinfeksi TB).
2. Uji interferon
Uji interferon didasarkan adanya pelepasan sitokin inflamasi yang
dihasilkan oleh sel limfosit T yang sebelumnya telah tersensitisasi antigen
M. Tuberkulosis. Limfosit darah tepi distimulasi secara in-vitro dan kadar
interferon yang dihasilkan oleh sel limfosit T tersensitisasi diukur dengan
cara ELISA.
3. Radiologis
Gambaran foto toraks pada TB tidak khas. Pemeriksaan foto toraks saja
tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran milier.
Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah sebagai
berikut:
a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa
infiltrat.
b. Konsolidasi segmental/lobar
c. Milier
d. Kalsifikasi dengan infiltrat
e. Atelektasis
f. Kavitas
g. Efusi pleura
h. Tuberkuloma
4. Serologis
25
Pemeriksaan serologis diharapkan dapat membedakan antara infeksi TB
dan sakit TB.
5. Mikrobiologis
Pemeriksaan mikrobiologis yang dilakukan terdiri dari dua macam yaitu
pemeriksaan mikroskopis apusan langsung untuk menemukan BTA dan
pemeriksaan biakan kuman m. Tuberkulosis.
6. Patologi anatomi
Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang
ukurannya kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh
limfosit. Granuloma tersebut mempunyai karakteristik perkejuan atau area
nekrosis kaseosa di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya ditemukan
multinucleated giant cell (sel datia Langhans). Diagnosis histoplatologik
dapat ditegakkan dengan menemukan perkejuan (kaseosa), sel epiteloid,
limnfosit dan sel datia Langhans. Kadang-kadang dapat ditemukan juga
BTA.
F. Diagnosis
Diagnosis kerja TB anak dibuat berdasarkan adanya kontak terutama dengan
pasien TB dewasa aktif/baru, kumpulan gejala dan tanda klinis, uji tuberkulin
dan gambaran sugestif pada foto toraks.
Sistem skoring diagnosis TB anak
Parameter 0 1 2 3 SkorKontak dengan penderita
Tidak jelas
Laporankeluarga, BTAnegatif atautidak tahu
Kavitas (+),BTAtidak jelas
Kontak dengan penderita BTA positif
Uji tuberkulin Negatif - - Positif ≥ 10mm atau ≥ 5 mm pada keadaan imunosupresan
Berat badan berdasarkan KMS
- Bawah garis merah/riwayat BB turun/ tidak baik dalam 2 bulan berturut-
Klinis gizi buruk (BB/U < 60%)
-
26
turutDemam tanpa sebab jelas
- ≥ 2 minggu - -
Batuk <3 minggu
≥ 3 minggu - -
Pembesaran kelenjar limfe koli, aksila, inguinal
- ≥ 1 cm jumlah >1, tidak nyeri
- -
Pembengkakan tulang/ sendi panggul
- Ada pembengkakan
- -
Foto rontgen Thorak normal/ tidak jelas
Normal/ tidak jelas
Infiltrat pembesaran kelenjar konsolidasi segmental/ lobar atelektasis
- -
Total skorCatatan :
- Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
- Bila dijumpai gambaran milier atau skrofuloderma, langsung didiagnosis
TB
- Berat badan dinilai saat pasien datang
- Demam dan batuk tidak memiliki respon terhadap terapi baku
- Foto toraks bukan merupakan alat diagnostik utama pada TB anak
- Gambaran sugestif TB berupa pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
dengan/atau tanpa infiltrat; konsolidasi segmental/lobar; kalsifikasi
dengan infiltrat; atelektasis; tuberkuloma. Gambaran milier tidak
dihitung dalam skor karena diperlakukan secara khusus.
- Mengingat pentingnya peran uji tuberkulin dalam mendiagnosis TB
anak, maka sebaiknya disediakan tuberkulin di tempat pelayanan
kesehatan.
- Pada anak yang diberi imunisasi BCG, bila terjadi reaksi cepat BCG (≤7
hari) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak, BCG bukan
merupakan alat diagnostik.
27
- Diagnosis kerja TB anak ditegakkan bila jumlah skor ≥ 6 (skor maksimal
13).
G. Penatalaksanaan
Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu fase intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB
adalah minimal tiga macam obat pada fase intensif (2 bulan pertama) dan
dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase lanjutan (4 bulan atau lebih).
Pada fase intensif diberikan rifampisin, isoniazid dan pirazinamid, sedangkan
pada fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan isoniazid. OAT pada anak
diberikan setiap hari, bukan dua atau tiga kali dalam seminggu.
Pada keadaan TB berat, baik TB pulmonal maupun ekstrapulmonal pada
fase intensif diberikan minimal empat macam obat (rifampisin, isoniazid,
pirazinamid, dan etambutol atau streptomisin). Pada fase lanjutan diberikan
rifampisin dan isoniazid selama 10 bulan. Untuk kasus TB tertentu yaitu
meningitis TB, TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkial
dan peritonitis TB diberikan kortikosteroid dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari
diberikan dalam 3 dosis maksimal 60 mg dalam 1 hari. Lama pemberian
adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh, dilanjutkan tappering off selama 1-2
minggu.
2 bulan 6 bulan 9 bulan 12 bulan
INH ____________________.......................................
RIFAMPISIN ____________________.......................................
PIRAZINAMID _________
ETAMBUTOL _________
STREPTOMISIN ____..........
PREDNISON _ _ .. _ .. _ .. _ .._
28
Dosis kombinasi pada tuberkulosis anak
BB (kg) 2 bulan
RHZ (75/50/150 mg)
4 bulan
RH (75/50 mg)
5-9
10-14
15-19
20-32
1 tablet
2 tablet
3 tablet
4 tablet
1 tablet
2 tablet
3 tablet
4 tablet
Evaluasi hasil pengobatan
Sebaiknya pasien kontrol tiap bulan untuk menilai perkembangan hasil
terapi dan efek samping obat. Evaluasi hasil pengobatan dilakukan setelah 2
bulan terapi yang meliputi evaluasi klinis, evaluasi radiologis dan
pemeriksaan LED. Evaluasi radiologis dalam 2-3 bulan pengobatan tidak
perlu dilakukan secara rutin kecuali TB dengan kelainan radiologis yang
nyata/luas.
Apabila respon setelah 2 bulan kurang baik, yaitu gejala masih ada dan
tidak terjadi penambahan BB maka OAT tetap diberikan sambil dilakukan
evaluasi lebih lanjut. Setelah pengobatan 6-12 bulan dan terdapat perbaikan
klinis dan terdapat perbaikan klinis, pengobatan dapat dihentikan.
29