Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

26
Kedokteran Okupasi atau Kedokteran Kerja Cabang kedokteran komunitas yang memberikan perhatian khusus kepada komunitas pekerja adalah kedokteran okupasi (occupational medicine) atau kedokteran kerja. Kedokteran okupasi melakukan intervensi kesehatan yang ditujukan kepada para pekerja dan lingkungan kerjanya, yang bersifat pencegahan primer (health promotion, specific protection), sekunder (early detection and prompt treatment), dan tersier (disability limitation, rehabilitation, prevention of premature death). Kedokteran okupasi atau kedokteran kerja juga dikenal dengan nama hiperkes medis. Kedokteran okupasi melakukan penilaian tentang berbagai risiko dan bahaya (hazard) di tempat kerja bagi kesehatan pekerja, dan menerapkan upaya pencegahan penyakit dan cedera, serta meningkatkan kesehatan populasi pekerja. Dokter okupasi melakukan upaya menurunkan risiko, mencegah terjadinya penyakit dan cedera akibat kerja, dengan menerapkan ventilasi setempat, penggunaan peralatan protektif perorangan, perubahan cara bekerja, dan vaksinasi. Dokter okupasi melakukan surveilans kesehatan melalui skrining/ pemeriksaan kesehatan secara berkala (Agius dan Seaton, 2005). Dokter okupasi juga melakukan pencegahan tersier, yakni melakukan upaya pelayanan medis perorangan pasca penyakit untuk membatasi kecacatan, disfungsi sisa, dan kematian, melakukan rehabilitasi, dan mencegah rekurensi penyakit, untuk memulihkan dan meningkatkan derajat kesehatan masing-masing pekerja. Dokter okupasi juga memberikan pelayanan medis langsung kepada

description

mnnmn nmnn

Transcript of Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

Page 1: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

Kedokteran Okupasi atau Kedokteran Kerja Cabang kedokteran komunitas yang memberikan perhatian khusus kepada komunitas pekerja adalah kedokteran okupasi (occupational medicine) atau kedokteran kerja. Kedokteran okupasi melakukan intervensi kesehatan yang ditujukan kepada para pekerja dan lingkungan kerjanya, yang bersifat pencegahan primer (health promotion, specific protection), sekunder (early detection and prompt treatment), dan tersier (disability limitation, rehabilitation, prevention of premature death). Kedokteran okupasi atau kedokteran kerja juga dikenal dengan nama hiperkes medis.

Kedokteran okupasi melakukan penilaian tentang berbagai risiko dan bahaya (hazard) di tempat kerja bagi kesehatan pekerja, dan menerapkan upaya pencegahan penyakit dan cedera, serta meningkatkan kesehatan populasi pekerja. Dokter okupasi melakukan upaya menurunkan risiko, mencegah terjadinya penyakit dan cedera akibat kerja, dengan menerapkan ventilasi setempat, penggunaan peralatan protektif perorangan, perubahan cara bekerja, dan vaksinasi. Dokter okupasi melakukan surveilans kesehatan melalui skrining/ pemeriksaan kesehatan secara berkala (Agius dan Seaton, 2005).

Dokter okupasi juga melakukan pencegahan tersier, yakni melakukan upaya pelayanan medis perorangan pasca penyakit untuk membatasi kecacatan, disfungsi sisa, dan kematian, melakukan rehabilitasi, dan mencegah rekurensi penyakit, untuk memulihkan dan meningkatkan derajat kesehatan masing-masing pekerja.

Dokter okupasi juga memberikan pelayanan medis langsung kepada pekerja yang sakit. Dokter okupasi menaksir besarnya masalah dan memberikan pelayanan kuratif untuk mengatasi masalah penyakit yang dialami pekerja. Dokter okupasi melakukan penatalaksanaan medis terhadap gangguan-gangguan penyakit penting yang berhubungan dengan pekerjaan, mencakup pernapasan, kulit, luka bakar, kontak dengan agen fisik atau kimia, keracunan, dan sebagainya. Dokter okupasi menganalisis absensi pekerja, dan menghubungkannya dengan faktor-faktor penyebab (Agius dan Seaton, 2005).

Semua kegiatan kedokteran okupasi tersebut ditujukan untuk melindungi, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan pekerja. Derajat kesehatan yang optimal memberikan kontribusi bagi kinerja perusahaan, seperti produktivitas, laba (profitability), dan kelangsungan hidup (survival) (Segal, 1999). Peningkatan derajat

Page 2: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

kesehatan pekerja akan meningkatkan produktivitas laba, dan kelangsungan hidup perusahaan.

Kedokteran okupasi atau kedokteran kerja biasanya bekerja menangani diagnosis penyakit akibat kerja dan terapi penyakit akibat kerja serta cacat yang dikibatkannya. Bidang kedokteran ini sering disebut sebagai hospital based, sebab pada umumnya penyakit akibat kerja akan berbentuk sama dengan penyakit lainnya yang ada di rumah sakit. Ada pula klinik (diluar perusahaan) yang mengkhususkan pada kedokteran okupasi dan ada pula rencana mewujudkan rumah sakit khusus pekerja di Indonesia, selengkapnya klik disini dan disini.

Untuk mengetahui gambaran perbedaan tugas dokter okupasi dengan profesional di bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) lainnya klik disini.

Sampai saat ini saya baru pernah mendengar satu program pendidikan kedokteran okupasi atau kedokteran kerja di Indonesia yakni di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Di FKUI ada dua macam pendidikan yang berhubungan dengan kedokteran okupasi atau kedokteran kerja yakni Magister Kedokteran Kerja (S2) dan Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Kedokteran Okupasi (spesialis).

Magister Kedokteran Kerja

Program Studi Magister Kedokteran Kerja FKUI didirikan pada tahun akademis 1978/1979. Gelar lulusan Program Studi Kedokteran Kerja adalah: Magister Kedokteran Kerja (MKK). Di luar negeri, gelarnya MKK itu ekuivalen dengan Master of Medicine in Occupational Medicine (M.Med.(OM), dulu MSc.(OM)). Lulusan Program Studi Magister Kedokteran Kerja dapat melanjutkan ke Program Pendidikan Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi dan begitu pula sebaliknya (semacam double degree).

Lulusan program Magister Kedokteran Kerja adalah dokter yang mampu:

1. Mengantisipasi dan mengidentifikasipotensi masalah/masalah kesehatan kerja dan komunitas pekerja dan industri.

2. Mengembangkan dan mengimplementasikan program pencegahan untuk masalah kesehatan maupun keselamatan ditempat kerja, baik yang langsung diakibatkan pekerjaan, berhubungan dengan pekerjaan maupun masalah kesehatan umum.

3. Meningkatkan tingkat kesehatan pekerja melalui program promotif.4. Memahami cara mendiagnosis dan mengelola penyakit yang berhubungan

dengan pekerjaan.5. Mengidentifikasi potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kesehatan.6. Mengelola program kesehatan dan keselamatan kerja di institusi pemerintah,

institusi kesehatan maupun di perusahaan/tempat kerja.7. Melakukan penelitian epidemiologis.8. Berkomunikasi secara efektif dalam berkerja sama dengan pihak manajeman,

pekerja dan teman sejawat dalam berupaya untuk mengembangkan tempat kerja yang aman dan sehat.

9. Melaksanakan semua kegiatan dengan tetap berpegang teguh pada etika kedokteran dan etika ilmiah.

Page 3: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

Selengkapnya mengenai Program Studi Magister Kedokteran Kerja FKUI klik disini.

Dokter Spesialis Okupasi

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Kedokteran Okupasi FKUI adalah salah satu PPDS yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), sejak tanggal 31 Mei 2006. Gelar lulusan setelah menyelesaikan program ini adalah Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk). PPDS Kedokteran Okupasi FKUI juga menerima peserta lanjutan dari Magister Kedokteran Kerja. Wadah yang menampung spesialis dokter okupasi di Indonesia adalah PERDOKI (Perhimpunan Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia), klik disini.

Lulusan PPDS Kedokteran Okupasi memiliki kemampuan untuk:

1. Mengantisipasi dan menidentifikasi potensi masalah/masalah kesehatan kerja dikomunitas pekerja dan industri.

2. Mengembangkan dan mengimplementasikan program pencegahan untuk masalah kesehatan dan keselamatan di tempat kerja, baik yang langsung di akibatkan pekerjaan, berhubungan dengan pekerjaan maupun masalah kesehatan umum.

3. Meningkatkan tingkat kesehatan pekerja melalui program promotif.4. Mengdiagnosis dan mengelola penyakit yang berhubungan dengan

pekerjaan.5. Melakukan penatalaksanaan kasus-kasus kecelakaan kerja dan keracunan

bahan-bahan kimia ditempat kerja.6. Melakukan return to work evaluation dan rehabilitasi kembali kerja.7. Mengelola program kesehatan kerja di institusi pemerintah, institusi

kesehatan maupun di perusahaan/tempat kerja.8. Melakukan surveilans dan penelitian epidemiologi untuk memenuhi

kebutuhan perencanaan, pengelolaan dan penentuan kebijakan penanggulangan penyakit akibat kerja.

Selengkapnya mengenai spesialis kedokteran okupasi klik disini, sendangkan mengenai PPDS Kedokteran Okupasi FKUI klik disini.

Kedokteran Kesehatan Kerja

Di beberapa referensi terdapat istilah selain dokter okupasi untuk dokter yang berhubungan dengan K3 yakni dokter kesehatan kerja (kesehatan kerja). Lalu apa bedanya dokter okupasi (kedokteran kerja) dan dokter kesehatan kerja? Secara kasar mungkin bisa disebutkan bahwa dokter kesehatan kerja bersama profesi K3 lainnya ikut dalam fokus promotif dan protektif yang artinya aktif bekerja dengan pekerja dan berorientasi pada risiko dan manajemen risiko. Sedangkan dokter okupasi fokus pada terapi dan rehabilitasi, serta surveilans medis dan biasanya dalam bentuk out-sourcing. surveilans medis juga biasa dilakukan oleh dokter kesehatan kerja, sehingga cakupan kodokteran kesehatan kerja terlihat lebih luas walaupun surveilans medis tetap menjadi ‘spesialisasi’ dokter okupasi.

Page 4: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

K3 : Kesehatan dan Keselamatan Kerja

A.    Pengertian K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)

            Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/ kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/ masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/ gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum.

            Keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera. Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka menimbulkan konsekwensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.

            Hal tersebut juga mengakibatkan meningkatnya tuntutan yang lebih tinggi dalam mencegah terjadinya kecelakaan yang beraneka ragam bentuk maupun jenis kecelakaannya. Sejalan dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok mengenai tenaga kerja yang selanjutnya mengalami perubahan menjadi UU No.12 tahun 2003 tentang ketenaga kerjaan.

            Dalam pasal 86 UU No.13 tahun 2003, dinyatakan bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat serta nilai-nilai agama. Untuk mengantisipasi permasalahan tersebut, maka dikeluarkanlah peraturan perundangan-undangan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sebagai pengganti peraturan sebelumnya yaitu Veiligheids Reglement, STBl No.406 tahun 1910 yang dinilai sudah tidak memadai menghadapi kemajuan dan perkembangan yang ada.

            Peraturan tersebut adalah Undang-undang No.1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja yang ruang lingkupnya meliputi segala lingkungan kerja, baik di darat, didalam tanah, permukaan air, di dalam air maupun udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia. Undang-undang tersebut juga mengatur syarat-syarat keselamatan kerja dimulai dari perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang produk tekhnis dan aparat produksi

Page 5: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan. Kesehatan kerja memiliki sifat

sebagai berikut :

a.       Sasarannya adalah manusiab.      Bersifat medis.Sedangkan keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut :1.      Sasarannya adalah lingkungan kerja2.      Bersifat teknik.

Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam; ada yang menyebutnya Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.

B.     Tujuan K3

Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut (Rachman, 1990) :

a.      Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.

b.     Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.

C.     Ruang Lingkup K3

Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut (Rachman, 1990) :

a.       Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.

b.      Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi :1.      Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlian2.      Peralatan dan bahan yang dipergunakan3.      Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosial.4.       Proses produksi5.       Karakteristik dan sifat pekerjaan6.      Teknologi dan metodologi kerja

c.       Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.

d.      Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/ perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.

D.    Konsep Perawat sebagai Tenaga Kesehatan

            Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau ketermpilan melalui pendidikan di

Page 6: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan, baik berupa pendidikan gelar-D3, S1, S2 dan S3-; pendidikan non gelar; sampai dengan pelatihan khusus kejuruan khusus seperti Juru Imunisasi, Malaria, dsb., dan keahlian. Hal inilah yang membedakan jenis tenaga ini dengan tenaga lainnya. Hanya mereka yang mempunyai pendidikan atau keahlian khusus-lah yang boleh melakukan pekerjaan tertentu yang berhubungan dengan jiwa dan fisik manusia, serta lingkungannya.

            Dalam hal ini,perawat memegang peranan yang cukup besar dalam upaya pelaksanaan dan peningkatan K3. Sedangkan dalam pelaksanaannya, perawat tidak dapat bekerja secara individual. Perawat perlu untuk berkolaborasi dengan pihak-pihak lintas profesi maupun lintas sektor.

E.     Peran perawat dalam meningkatkan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)

            Fungsi seorang perawat hiperkes sangat tergantung kepada kebijaksanaan perusahaan dalam hal luasnya ruang lingkup usaha kesehatan, susunan dan jumlah tenaga kesehatan yang dipekerjakan dalam perusahaan.Perawat merupakan satu-satunya tenaga kesehatan yang full time di perusahaan, maka fungsinya adalah :

1.      Membantu dokter perusahaan dalam menyusun rencana kerja hiperkes di perusahaan

2.       Melaksanakan program kerja yang telah digariskan, termasuk administrasi kesehatan kerja.

3.      Memelihara dan mempertinggi mutu pelayanan perawatan dan pengobatan4.       Memelihara alat-alat perawatan, obat-obatan dan fasilitas kesehatan perusahaan.5.      Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan sesuai cara-cara yang telah

disetujui.6.      Ikut membantu menentukan kasus-kasus penderita, serta berusaha

menindaklanjuti sesuai wewenang yang diberikan kepadanya.7.      Ikut menilai keadaan kesehatan tenaga kerja dihubungkan dengan faktor

pekerjaan dan melaporkan kepada dokter perusahaan.8.      Membantu usaha perbaikan kesehatan lingkungan dan perusahaan sesuai

kemampuan yang ada.9.      Ikut mengambil peranan dalam usaha-usaha kemasyarakatan : UKS.10.  Membantu, merencanakan dan atau melaksanakan sendiri kunjungan rumah

sebagai salah satu dari segi kegiatannya.11.   Menyelenggarakan pendidikan hiperkes kepada tenaga kerja yang dilayani.12.  Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja.13.  Mengumpulkan data-data dan membuat laporan untuk statistic dan evaluasi.14.  Turut membantu dalam usaha penyelidikan kesehatan tenaga kerja15.  Memelihara hubungan yang harmonis dalam perusahaan16.  Memberikan penyuluhan dalam bidang kesehatan

Page 7: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

17.  Bila lebih dari satu paramedis hiperkes dalam satu perusahaan, maka pimpinan paramedis hiperkes harus mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan semua usaha perawatan hiperkes.

Menurut Jane A. Le R.N dalam bukunya The New Nurse in Industry, beberapa fungsi specific dari perawat hiperkes adalah :

1.      Persetujuan dan kerjasama dari pimpinan perusahaan/ industry dalam membuat program dan pengolahan pelayanan hiperkes yang mana bertujuan memberikan pemeliharaan / perawatan kesehatan yang sebaik mungkin kepada tenaga kerja

2.      Memberikan/ menyediakan primary nursing care untuk penyakit -penyakit atau korban kecelakaan baik akibat kerja maupun yang bukan akibat kerja bedasarkan petunjuk- petunjuk kesehatan yang ada.

3.      Mengawasi pengangkutan si sakit korban kecelakaan ke rumah sakit , klinik atau ke kantor dokter untuk mendapatkan perawatan / pengobatan lebih lanjut

4.      Melakukan referral kesehatan dan pencanaan kelanjutan perawatan dan follow up dengan rumah sakit atau klinik spesialis yang ada

5.      Mengembangkan dan memelihara system record dan report kesehatan dan keselamatan yang sesuai dengan prosedur yang ada di perusahaan

6.      Mengembangkan dan memperbarui policy dan prosedur servis perawatan7.      Membantu program physical examination (pemeriksaan fisik) dapatkan data-data

keterangan-keterangan mengenai kesehatan dan pekerjaan. Lakukan referral yang tepat dan berikan suatu rekomendasi mengenai hasil yang positif.

8.      Memberi nasehat pada tenaga kerja yang mendapat kesukaran dan jadilaj perantara untuk membantu menyelesaikan persoalan baik emosional maupun personal.

9.      Mengajar karyawan praktek kesehatan keselamatan kerja yang baik,dan memberikan motivasi untuk memperbaiki praktek-praktek kesehatan.

10.   Mengenai kebutuhan kesehatan yang diperlukan karyawan dengan obyektif dan menetapkan program Health Promotion, Maintenance and Restoration

11.  Kerjasama dengan tim hiperkes atau kesehatan kerja dalam mencari jalan bagaimana untuk peningkatan pengawasan terhadap lingkungan kerja dan pengawasan kesehatan yang terus menerus terhadap karyawan yang terpapar dengan bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatannya.

12.  Tetap waspada dan mengikuti standar-standar kesehatan dan keselamatan kerja yang ada dalam menjalankan praktek-praktek perawatan dan pengobatan dalam bidang hiperkes ini.

13.  Secara periodic untuk meninjau kembali program-program perawatan dan aktifitas perawatan lainnya demi untuk kelayakan dan memenuhi kebutuhan serta efisiensi.

14.  Ikut serta dalam organisasi perawat (professional perawat) seperti ikatan paramedic hiperkes, dan sebagainya.

15.  Merupakan tanggung jawab pribadi yang tidak boleh dilupakan dan penting adalah mengikuti kemajuan dan perkembangan professional (continues education)

Page 8: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

F.      Fungsi dan Tugas Perawat dalam Usaha K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)Fungsi dan tugas perawat dalam usaha K3 di Industri adalah sebagai berikut (Effendy, Nasrul, 1998) :

 Fungsi

1.      Mengkaji masalah kesehatan2.      Menyusun rencana asuhan keperawatan pekerja3.      Melaksanakan pelayanan kesehatan dan keperawatan terhadap pekerja4.      PenilaianG.    Tugas Pengawasan terhadap lingkungan pekerja

1.      Memelihara fasilitas kesehatan perusahaan2.      Membantu dokter dalam pemeriksaan kesehatan pekerja3.      Membantu dalam penilaian keadaan kesehatan pekerja4.      Merencanakan dan melaksanakan kunjungan rumah dan perawatan di rumah

kepada pekerja dan keluarga pekerja yang mempunyai masalah5.      Ikut menyelenggarakan pendidikan K3 terhadap pekerja6.      Turut ambil bagian dalam usaha keselamatan kerja7.      Pendidikan kesehatan mengenai keluarga berencana terhadap pekerja dan

keluarga pekerja.8.      Membantu usaha penyelidikan kesehatan pekerja9.      Mengkordinasi dan mengawasi pelaksanaan K31.      Kebijakan Penerapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Era Global

1. Dalam bidang pengorganisasian

Di Indonesia K3 ditangani oleh 2 departemen; departemen Kesehatan dan departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pada Depnakertrans ditangani oleh Dirjen (direktorat jendral) Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan, dimana ada 4 Direktur :

a.       Direktur Pengawasan Ketenagakerjaanb.      Direktur Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anakc.       Direktur Pengawasan Keselamatan Kerja, yang terdiri dari Kasubdit:1.      mekanik, pesawat uap dan bejana tekan.2.      Kasubdit konstruksi bangunan, instalasi listrik dan penangkal petir3.      Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian keselamatan ketenagakerjaan

d.    Direktur Pengawasan Kesehatan Kerja, yang terdiri dari kasubdit:1.    Kasubdit Kesehatan tenaga kerja2.     Kasubdit Pengendalian Lingkungan Kerja3.    Kasubdit Bina kelembagaan dan keahlian kesehatan kerja.

Pada Departemen Kesehatan sendiri ditangani oleh Pusat Kesehatan Kerja Depkes. Dalam upaya pokok Puskesmas terdapat Upaya Kesehatan Kerja (UKK) yang kiprahnya lebih pada sasaran sektor Informal (Petani, Nelayan, Pengrajin, dll)

Page 9: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

MAKALAH PENYAKIT AKIBAT KERJA (PAK)January 31, 2013 //0

BAB 1

PENDAHULUAN

 

1.1         Latar Belakang

Setiap pekerjaan di dunia ini hampir pasti tak ada yang tak berisiko. Ibarat pepatah bermain air basah, bermain api hangus. Kecelakaan dan sakit akibat kerja sudah menjadi risiko setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik itu petani, nelayan, buruh pabrik, pekerja tambang, maupun pegawai kantoran sekalipun.

Sepanjang tahun 2009, pemerintah mencatat telah terjadi sebanyak 54.398 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Meski menunjukkan tren menurun, namun angka tersebut masih tergolong tinggi. Kecelakaan kerja di sebuah pabrik gula di Jawa Tengah menyebabkan empat pekerjanya tewas dan di Tuban Jawa Timur seorang meninggal dan dua orang lainnya terluka akibat tersiram serbuk panas saat bekerja di salah satu pabrik semen adalah beberapa contoh kasus kecelakaan kerja yang mengakibatkan kerugian bahkan sampai menghilangkan nyawa.

Kerugian akibat kecelakaan kerja tidak hanya dirasakan oleh tenaga kerja itu sendiri, namun juga bisa berdampak pada masyarakat sekitar. Oleh karena itu perlu adanya penerapan sebuah sistem manajemen keselamatan dan kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja berbasis paradigma sehat.

Hal itu menjadi kebutuhan yang mendesak mengingat jumlah tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 104,49 juta, bekerja di sektor formal sebesar 30,51 % sedangkan 69,49 % bekerja di sektor informal, dengan distribusi sebesar 41,18% bekerja di bidang pertanian, industri 12,07%; perdagangan sebesar 20,90%; transportasi, pergudangan dan komunikasi sebesar 5,69%; konstruksi sebesar 4,42%, jasa dan keuangan 14,44%; serta pertambangan, listrik dan gas 1,3% (Berita Resmi Statistik 2009). Dari data tahun 2007 diketahui kecelakaan kerja terbanyak terjadi pada tenaga kerja konstruksi dan industri masing-masing 31,9 % dan 31,6 %.

 

1.2         Rumusan Masalah

Bagaimanakah terjadinya Penyakit Akibat Kerja ?

 

Page 10: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

 

1.3         Tujuan

1.3..1      Tujuan Umum

Untuk mengetahui terjadinya Penyakit Akibat Kerja.

1.3..2      Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengertian Penyakit Akibat Kerja.2. Untuk mengetahui klasifikasi Penyakit Akibat Kerja3. Untuk mengetahui beberapa Penyakit Akibat Kerja.4. Untuk mengetahui pencegahan dari Penyakit Akibat Kerja.5. Untuk mengetahui pengobatan dan perawatan Penyakit Akibat Kerja.

 

1.4         Manfaat

1.4..1      Bagi mahasiswa

Agar mampu memahami tentang penyakit akibat serta perawatannya.

1.4..2      Bagi institusi

Agar dapat memberikan penjelasan yang lebih luas tentang penyakit akibat kerja, penyebab penyakit akibat kerja serta pencegahannya.

1.4..3      Bagi Masyarakat

Agar lebih mengerti dan memahami tentang penyakit akibat kerja serta pencegahanya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 11: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

 

 

 

 

 

 

 

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1         Definisi

Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease. Dalam melakukan pekerjaan apapun, sebenarnya kita berisiko untuk mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut.Oleh karena itu , penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan , proses maupun lingkungan kerja

Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (International Labour Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai berikut:

1. a.        Penyakit Akibat Kerja – Occupational Disease adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui.

2. b.        Penyakit yang Berhubungan dengan Pekerjaan – Work Related Disease adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.

3. c.         Penyakit yang Mengenai Populasi Kerja – Disease of Fecting Working Populations adalah penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan

Menurut Cherry, 1999 “ An occupational disease may be defined simply as one that is caused , or made worse , by exposure at work.. Di sini menggambarkan bahwa secara sederhana sesuatu yang disebabkan , atau diperburuk , oleh pajanan di tempat kerja . Atau , “ An occupational disease is health problem caused by exposure to a workplace hazard ” ( Workplace Safety and Insurance Board, 2005 ), Sedangkan dari definisi kedua tersebut,

Page 12: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

penyakit akibat kerja adalah suatu masalah Kesehatan yang disebabkan oleh pajanan berbahaya di tempat kerja.

Dalam hal ini , pajanan berbahaya yang dimaksud oleh Work place Safety and Insurance Board ( 2005 ) antara lain :

Debu , gas , atau asap Suara / kebisingan ( noise ) Bahan toksik ( racun ) Getaran ( vibration ) Radiasi Infeksi kuman atau dingin yang ekstrem Tekanan udara tinggi atau rendah yang ekstrem

Menurut Keputusan Presiden Nomor  22 tahun 1993 tertanggal 27 Februari 1993, Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1). Keputusan Presiden tersebut melampirkan Daftar Penyakit yang diantaranya yang berkaitan dengan pulmonologi termasuk pneumokoniosis dan silikotuberkulosis, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu logam keras, penyakit paru dan saluran nafas akibat debu kapas, vals, henep dan sisal (bissinosis), asma akibat kerja, dan alveolitis alergika.

Pasal 2 Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa mereka yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak memperoleh jaminan kecelakaan kerja.

Keputusan Presiden tersebut merujuk kepada Undang-Undang RI No 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang pasal 1 nya menyatakan bahwa  kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yg timbul karena hub kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang kerumah melalui jalan yg biasa atau wajar dilalui.

 

2.2         Klasifikasi penyakit akibat kerja

Dalam melakukan tugasnya di perusahaan seseorang atau sekelompok pekerja berisiko mendapatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja.

WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja, yaitu:

1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma

Bronkhogenik.3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor

penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya,

misalnya asma.

Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu:

Page 13: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

1. a.        Penyakit Silikosis

Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2 yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap.  Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juka banyak terdapat di tempat di tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara.

Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama – sama dengan partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu.

Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala penyakit silicosis akan segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah banyak. Penyakit  silicosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk. Batuk ini seringkali tidak disertai dengan dahak. Pada silicosis tingkah sedang, gejala sesak nafas yang disertai terlihat dan pada pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali diamati.

Bila penyakit silicosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung.

Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yang ketat sebab penyakit silicosis ini belum ada obatnya yang tepat. Tindakan preventif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silicosis akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan lainnya.

Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantulan riwayat penyakit pekerja kalau sewaktu – waktu diperlukan.

1. b.        Penyakit Asbestosis

Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh  debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama  adalah Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya.

Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar / melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak  maka akan tampak adanya debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan sampai mengakibatkan asbestosis ini.

Page 14: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

1. c.         Penyakit Bisinosis

Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.

Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.

 

1. d.        Penyakit Antrakosis

Penyakit Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara.

Masa inkubasi penyakit ini antara 2 – 4 tahun. Seperti halnya penyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit pneumokonisosi lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa sesak napas. Karena pada debu batubara terkadang juga terdapat debu silikat maka penyakit antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila hal ini terjadi maka penyakitnya disebut silikoantrakosis. Penyakit antrakosis ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan penyakit tuberkolosilikoantrakosis.

Penyakit antrakosis murni disebabkan debu batubara. Penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat bila disertai dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan terjadinya kematian. Kalau terjadi emphysema maka antrakosis murni lebih berat daripada silikoantraksosis yang relatif jarang diikuti oleh emphysema. Sebenarnya antara antrakosis murni dan silikoantraksosi sulit dibedakan, kecuali dari sumber penyebabnya. Sedangkan paenyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari fototorak yang  menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya debu batubara dan debu silikat, serta juga adanya baksil tuberculosis yang menyerang paru-paru.

1. e.         Penyakit Beriliosis

Udara yang tercemar oleh debu logam berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk halogenida, dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis dan pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering dan sesak napas.

Page 15: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.

Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan seng (dalam bentuk silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan penyakit beriliosis yang tertunda atau delayed berryliosis  yang disebut juga dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa berselang 5 tahun setelah berhenti menghirup udara yang tercemar oleh debu logam tersebut. Jadi lima tahun setelah pekerja tersebut tidak lagi berada di lingkungan yang mengandung debu logam tersebut, penyakit beriliosis  mungkin saja timbul. Penyakit ini ditandai dengan gejala mudah lelah, berat badan yang menurun dan sesak napas. Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja-pekerja yang terlibat dengan pekerja  yang menggunakan logam tersebut perlu dilaksanakan terus – menerus.

 

2.3         Penyakit Akibat Kerja

Adapun beberapa penyakit akibat kerja, antara lain:

1. a.        Penyakit Saluran Pernafasan

PAK pada saluran pernafasan dapat bersifat akut maupun kronis. Akut misalnya asma akibat kerja. Sering didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus. Kronis, missal: asbestosis. Seperti gejala Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Edema paru akut. Dapat disebabkan oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.

1. b.        Penyakit Kulit

Pada umumnya tidak spesifik, menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang berhubungan dengan pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang merupakan penyebab, membuat peka atau karena faktor lain.

1. c.         Kerusakan Pendengaran

Banyak kasus gangguan pendengaran menunjukan akibat pajanan kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena pekerjaan. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap orang dengan gangguan pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan terjadinya hilangnya pendengaran.

1. d.        Gejala pada Punggung dan Sendi

Tidak ada tes atau prosedur yang dapat membedakan penyakit pada punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Penentuan kemungkinan bergantung pada riwayat pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang yang tidak wajar.

1. e.         Kanker

Page 16: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

Adanya presentase yang signifikan menunjukan kasus Kanker yang disebabkan oleh pajanan di tempat kerja. Bukti bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali didapat dari laporan klinis individu dari pada studi epidemiologi. Pada Kanker pajanan untuk terjadinya karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis.

1. f.         Coronary Artery Disease

Oleh karena stres atau Carbon Monoksida dan bahan kimia lain di tempat kerja.

1. g.        Penyakit Liver

Sering di diagnosis sebagai penyakit liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis karena alkohol. Penting riwayat tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.

1. h.        Masalah Neuropsikiatrik

Masalah neuropsikiatrik yang berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan. Neuro pati perifer, sering dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol atau tidak diketahui penyebabnya, depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri. Kelakuan yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I solven) dapat menyebabkan depresi SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl, butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer. Carbon disulfide dapat menyebabkan gejala seperti psikosis.

1. i.          Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya

Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan bahan kimia atau lingkungan. Sick building syndrome. Multiple Chemical Sensitivities (MCS), mis: parfum, derivate petroleum, rokok.

 

2.4         Pencegahan

Pengurus perusahaan harus selalu mewaspadai adanya ancaman akibat kerja terhadap pekerjaannya.

Kewaspadaan tersebut bisa berupa :

1. Melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit2. Melakukan deteksi dini terhadap ganguan kesehatan3. Melindungi tenaga kerja dengan mengikuti program jaminan sosial tenaga kerja

seperti yang di atur oleh UU RI No.3 Tahun 1992.

 

Mengetahui keadaan pekerjaan dan kondisinya dapat menjadi salah satu pencegahan terhadap PAK. Beberapa tips dalam mencegah PAK, diantaranya:

1. Pakailah APD secara benar dan teratur

Page 17: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

2. Kenali risiko pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih lanjut.3. Segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan.

 

Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat ditempuh agar bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit. Hal tersebut berdasarkan Buku Pengantar Penyakit Akibat Kerja, diantaranya:

1. 1.        Pencegahan Primer – Health Promotion 1. Perilaku Kesehatan2. Faktor bahaya di tempat kerja3. Perilaku kerja yang baik4. Olahraga5. Gizi seimbang6. 2.        Pencegahan Sekunder – Specifict Protection

1. Pengendalian melalui perundang-undangan2. Pengendalian administrative/organisasi: rotasi/pembatasan jam kerja3. Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, ventilasi, alat pelindung diri

(APD)4. Pengendalian jalur kesehatan: imunisasi

7. 3.        Pencegahan Tersier

Early Diagnosis and Prompt Treatment

1. Pemeriksaan kesehatan pra-kerja2. Pemeriksaan kesehatan berkala3. Surveilans4. Pemeriksaan lingkungan secara berkala5. Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja6. Pengendalian segera di tempat kerja

 

Kondisi fisik sehat dan kuat sangat dibutuhkan dalam bekerja, namun dengan bekerja benar teratur bukan berarti dapat mencegah kesehatan kita terganggu. Kepedulian dan kesadaran akan jenis pekerjaan juga kondisi pekerjaan dapat menghalau sumber penyakit menyerang. Dengan didukung perusahaan yang sadar kesehatan, maka kantor pun akan benar-benar menjadi lahan menuai hasil bukanlah penyakit.

 

2.5         Perawatan dan pengobatan

Dalam melakukan penanganan terhadap penyakit akibat kerja, dapat dilakukan duamacam terapi, yaitu:

1. Terapi medikamentosa Yaitu terapi dengan obat obatan : 1. Terhadap kausal (bila mungkin)

Page 18: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

2. Pada umumnya penyakit kerja ini bersifat irreversibel, sehingga terapi sering kali hanya secara simptomatis saja. Misalnya pada penyakit silikosis (irreversibel), terapi hanya mengatasi sesak nafas, nyeri dada2.

3. Terapi okupasia 1. Pindah ke bagian yang tidak terpapar2. Lakukan cara kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 3

PENUTUP

 

3.1         Kesimpulan

Setiap pekerjaan di dunia ini hampir pasti tak ada yang tak berisiko. Ibarat pepatah bermain air basah, bermain api hangus. Kecelakaan dan sakit akibat kerja sudah menjadi risiko setiap orang yang melakukan pekerjaan, baik itu petani, nelayan, buruh pabrik, pekerja tambang, maupun pegawai kantoran sekalipun.

Page 19: Kedokteran Okupasi Atau Kedokteran Kerja

Sepanjang tahun 2009, pemerintah mencatat telah terjadi sebanyak 54.398 kasus kecelakaan kerja di Indonesia. Meski menunjukkan tren menurun, namun angka tersebut masih tergolong tinggi. Kecelakaan kerja di sebuah pabrik gula di Jawa Tengah menyebabkan empat pekerjanya tewas dan di Tuban Jawa Timur seorang meninggal dan dua orang lainnya terluka akibat tersiram serbuk panas saat bekerja di salah satu pabrik semen adalah beberapa contoh kasus kecelakaan kerja yang mengakibatkan kerugian bahkan sampai menghilangkan nyawa.

Oleh karena itu perlu adanya penerapan sebuah sistem manajemen keselamatan dan kesehatan Kerja (SMK3) di tempat kerja berbasis paradigma sehat.