PENDIDIKAN ISLAM DALAM KELUARGA.doc

113
PENDIDIKAN ISLAM DALAM KELUARGA BAB I PENDAHULUAN Kalau anak-anak orang Islam masa kini ditanya mau jadi apa kelak, jawabnya hampir seragam “jadi dokter”, “jadi insinyur” atau “jadi konglomerat”. Orang tua pun akhirnya akur dengan kemauan anaknya. Ini tentu tidak salah. Tapi hanya menunjukkan suatu imej bahwa pendidikan telah menjadi sarana mencari materi. Anak-anak belajar di sekolah atau universitas, lulus, kemudian bekerja, berpenghasilan dan hidup bahagia. Itu saja. Di sini nilai dan orientasi material lebih dominan ketimbang orientasi moral. Fenomena itu terlihat pula di sekolah-sekolah Islam, yang terpengaruh dengan paham materialisme. Jika tujuan pendidikan Barat adalah untuk menjadi warga negara yang baik, maka pendidikan Islam untuk menjadi manusia yang baik (insan kamil). Jika target pendidikan di Barat untuk meningkatkan ekonomi negara, maka pendidikan Islam untuk meningkatkan kesejahteraan manusia lahir batin. Keduanya jelas beda. Pendidikan dalam Islam bukan sarana mencari materi saja. Dimensi pendidikan Islam dapat dilihat dari makna yang terkandung dalam istilah tarbiyah yang berarti pengasuhan, pendidikan, ta’lim pengajaran ‘ilm, atau ta’dib yang berarti penanaman ilmu dan adab. Masalahnya kini umat Islam cenderung mamahami pendidikan sekolah hanya sebatas makna ta’lim pengajaran (pengajaran ilmu). Sedangkan tarbiyah (pendidikan) dilakukan diluar sekolah. Sepertinya ta’lim dipahami sebagai pendidikan formal dan tarbiyah sebagai pendidikan non-formal atau informal dalam pengertian Barat. Akhirnya ta’lim tidak berupa pengajaran ‘ilm yang mengarah pada keimanan dan ketaqwaan dan tidak berdimensi tarbiyah. Sedangkan tarbiyah nya tidak berunsur ta’lim. Nampaknya nilai-nilai dualisme, sekularisme, dan humanisme telah masuk ke dalam konsep pendidikan kita. Dengan nilai dualisme pengajaran dipisahkan dari pendidikan, dengan sekularisme ilmu yang diajarkan dibagi menjadi ilmu dunia dan ilmu akherat. Dengan nilai humanisme pendidikan dan pengajaran

Transcript of PENDIDIKAN ISLAM DALAM KELUARGA.doc

PENDIDIKAN ISLAM DALAM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN

Kalau anak-anak orang Islam masa kini ditanya mau jadi apa kelak, jawabnya hampir seragam jadi dokter, jadi insinyur atau jadi konglomerat. Orang tua pun akhirnya akur dengan kemauan anaknya. Ini tentu tidak salah. Tapi hanya menunjukkan suatu imej bahwa pendidikan telah menjadi sarana mencari materi. Anak-anak belajar di sekolah atau universitas, lulus, kemudian bekerja, berpenghasilan dan hidup bahagia. Itu saja. Di sini nilai dan orientasi material lebih dominan ketimbang orientasi moral. Fenomena itu terlihat pula di sekolah-sekolah Islam, yang terpengaruh dengan paham materialisme. Jika tujuan pendidikan Barat adalah untuk menjadi warga negara yang baik, maka pendidikan Islam untuk menjadi manusia yang baik (insan kamil). Jika target pendidikan di Barat untuk meningkatkan ekonomi negara, maka pendidikan Islam untuk meningkatkan kesejahteraan manusia lahir batin. Keduanya jelas beda. Pendidikan dalam Islam bukan sarana mencari materi saja. Dimensi pendidikan Islam dapat dilihat dari makna yang terkandung dalam istilah tarbiyah yang berarti pengasuhan, pendidikan, talim pengajaran ilm, atau tadib yang berarti penanaman ilmu dan adab.Masalahnya kini umat Islam cenderung mamahami pendidikan sekolah hanya sebatas makna talim pengajaran (pengajaran ilmu). Sedangkan tarbiyah (pendidikan) dilakukan diluar sekolah. Sepertinya talim dipahami sebagai pendidikan formal dan tarbiyah sebagai pendidikan non-formal atau informal dalam pengertian Barat. Akhirnya talim tidak berupa pengajaran ilm yang mengarah pada keimanan dan ketaqwaan dan tidak berdimensi tarbiyah. Sedangkan tarbiyah nya tidak berunsur talim. Nampaknya nilai-nilai dualisme, sekularisme, dan humanisme telah masuk ke dalam konsep pendidikan kita. Dengan nilai dualisme pengajaran dipisahkan dari pendidikan, dengan sekularisme ilmu yang diajarkan dibagi menjadi ilmu dunia dan ilmu akherat. Dengan nilai humanisme pendidikan dan pengajaran diarahkan untuk kepentingan manusia yang tidak ada kaitannya dengan Tuhannya. Ilmu akhirnya tidak lagi untuk ibadah tapi untuk kemakmuran manusia. Belajar menjadi sarana mencari uang atau kekayaan.Karena kerancuan konsep maka nilai-nilai adab menjadi semakin kabur. Ilmu tidak membuat orang beradab, malah bisa biadab. Ilmu justru dapat mengurangi iman dan menjauhkan orang dari hikmah ilahiyah. Menurut Prof. Naquib al-Attas kekaburan makna adab atau kehancuran adab tersebut mengakibatkan kezaliman (zulm), kebodohan (jahl), dan kegilaan (junun). Artinya karena kurang adab maka seseorang akan meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya (zalim), melakukan cara yang salah untuk mencapai hasil tujuan tertentu (jahil) dan berjuang berdasarkan kepada tujuan dan maksud yang salah (junun).

BAB II KONSEP PENDIDIKAN ISLAMJika makna pendidikan Islam telah terdistorsi oleh konsep-konsep dari Barat, maka konsepnya sudah tentu bergeser dari konsep dasar pendidikan Islam. Konsep pendidikan Islam mestinya tidak menghasilkan SDM yang memiliki sifat zulm, jahl dan junun. Artinya produk pendidikan Islam tidak akan mengambil sesuatu yang bukan haknya, atau meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya (zalim), tidak menempuh cara yang salah dalam mencapai tujuan (jahil) dan tidak salah dalam menentukan tujuan hidup.Oleh sebab itu pendidikan Islam harus di-reorientasikan pada konsep dasarnya, yaitu merujuk kepada pandangan hidup Islam, yang dimulai dengan konsep manusia. Karena konsep manusia adalah sentral maka harus dikembalikan kepada konsep dasar manusia yang disebut fitrah. Artinya pendidikan harus diartikan sebagai upaya mengembangkan individu sesuai dengan fitrahnya. Seperti yang tertuang dalam al-Araf, 172 manusia di alam ruh telah bersyahadah bahwa Allah adalah Tuhannya. Inilah sebenarnya yang dimaksud hadith Nabi bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah..Fitrah tidak hanya terdapat pada diri manusia, tapi juga pada alam semesta. Pada keduanya Allah meletakkan ayat-ayat. Namun karena fitrah manusia tidak cukup untuk memahami ayat-ayat kauniyyah, Allah menurunkan al-Quran sebagai bekal memahami ayat-ayat pada keduanya. Pada ketiga realitas tersebut (diri, alam dan kalam Allah yakni al-Quran) terdapat ayat-ayat yang saling berkaitan dan tidak bertentangan. Oleh sebab itu jika manusia dengan fitrahnya melihat ayat-ayat kauniyyah melalui ayat-ayat qauliyyah, maka ia akan memperoleh hikmah.Agar konsep dan praktek pendidikan Islam tidak salah arah, perlu disusun sesuai dengan fitrah manusia, fitrah alam semesta dan fitrah munazzalah, yaitu al-Quran. Jika proses pendidikan itu berjalan sesuai dengan fitrah, maka ia akan menghasilkan rasa berkeadilan dan sikap adil. Adil dalam Islam berarti meletakkan segala sesuatu pada tempat dan maqamnya. Artinya, pendidikan Islam harus mengandug unsur iman, ilmu dan amal agar anak didik dapat memilih yang baik dari yang jahat, jalan yang lurus dari yang sesat, yang benar (haqq) dari yang salah (batil).Pendidikan Islam tidak hanya menekankan pada aspek kognitif (talim) dan meninggalkan aspek afektif (amal dan akhlaq). Pendidikan yang terlalu intelektualistis juga bertentangan dengan fitrah. Al-Quran mensyaratkan agar fikir didahului oleh zikir (Ali Imran 191). Fikir yang tidak berdasarkan pada zikir hanya akan menghasilkan cendekiawan yang luas ilmunya tapi tidak saleh amalnya. Ilmu saja tanpa amal, menurut Imam al-Ghazzali adalah gila dan amal tanpa ilmu itu sombong. Dalam pendidikan Islam keimanan harus ditanamkan dengan ilmu, ilmu harus berdimensi iman, dan amal mesti berdasarkan ilmu. Begitulah, pendidikan Islam yang sesuai dengan fitrahnya, yaitu pendidikan yang beradab.

BAB III KONSEP PENDIDIKAN UNTUK GENERASI MUSLIM BERKUALITASIslam dikenal sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Namun Islam bukanlah hasil ijtihad atau pemikiran beliau saw. Akan tetapi langsung berasal dari Allah SWT. Di antara agama (syariat) yang pernah diturunkan Allah, Islam adalah yang agama terakhir yang paling sempurna seperti firman Allah SWT:Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah Kuridloi Islam itu menjadi agama bagimu. (Qs. Al-Maidah [5]: 3).Kesempurnaan Islam ditandai antara lain dengan ketercakupan semua aktivitas manusia di semua aspek kehidupan di dalam aturan-aturannya, juga kemampuan Islam memecahkan semua masalah yang muncul di dalamnya. Tidak ada satu perbuatan manusia pun yang tidak ada aturannya dalam Islam.Di dalam Islam telah ditetapkan bahwa setiap amal perbuatan harus terikat dengan aturan Islam. Firman Allah SWT:Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. (Qs. Al-Hasyr [59]: 7).Sabda Rasulullah saw: Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak didasarkan pada perintah kami, maka tertolak.Dengan demikian ajaran Islam sempurna dan kaum muslimin harus mengikatkan setiap aktivitasnya dengan aturan-aturan Islam yang sempurna, termasuk juga aktivitasnya dalam membentuk generasi mendatang yang berkualitas.A. Tujuan Pendidikan IslamPendidikan Islam yang merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram dan sistematis yang bertujuan untuk membentuk manusia yang: (1) memiliki kepribadian Islam, (2) menguasai tsaqofah Islam, (3) menguasai ilmu pengetahuan (iptek) dan (4) memiliki ketrampilan yang memadai.1. Membentuk Kepribadian Islam (Syakhshiyyah Islamiyyah)Tidaklah beriman salah seorang diantara kalian, sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa-apa (dinul Islam) yang kubawa (Hadist Arbain An-Nawawiyyah)Kepribadian Islam merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim dalam kehidupannya. Kepribadian Islam seseorang akan tampak pada pola pikirnya (aqliyah) dan pola sikap dan tingkah lakunya (nafsiyah) yang distandarkan pada aqidah Islam.Pada prinsipnya terdapat tiga langkah dalam pembentukan dan pengembangan kepribadian Islam sebagaiman yang pernah diterapkan Rasulullah Saw. Pertama, melakukan pengajaran aqidah dengan teknik yang sesuai dengan karakter aqidah Islam yang merupakan aqidah aqliyyah (aqidah yang muncul melalui proses perenungan pemikiran yang mendalam). Kedua, mengajaknya untuk selalu bertekat menstandarkan aqliyyah dan nafsiyyahnya pada aqidah Islam yang dimilikinya. Ketiga, mengembangkan aqliyyah Islamnya dengan tsaqofah Islam dan mengembangkan nafsiyyah Islamnya dengan dorongan untuk menjadi lebih bertaqwa, lebih dekat hubungannya dengan Penciptanya, dari waktu ke waktu.Seseorang yang beraqliyyah Islam tidak akan mau punya pendapat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Semua pemikiran dan pendapatnya selalu sesuai dengan keislamannya. Tidak pernah keluar pernyataan: Dalam Islam memang dilarang, tetapi menurut saya itu tergantung pada pribadi kita masing-masing. Harusnya pendapat yang keluar contohnya adalah Sebagai seorang muslim, tentu saya berpendapaat hal itu buruk, karena Islam mengharamkannya. Ketika ia belum mengetahui bagaimana ketetapan Islam atas sesuatu, maka ia belum berani berpendapat mengenai sesuatu itu. Ia segera menambah tsaqofah Islamnya agar ia segera bisa bersikap terhadap sesuatu hal yang beru baginya itu.Seseorang yang bersikap dan bertingkah laku (bernafsiyyah) Islami adalah seseorang yang mampu mengendalikan semua dorongan pada dirinya agar tidak bertentangan dengan ketentuan Islam. Ketika muncul dorongan untuk makan pada dirinya, ia akan makan makanan yang halal baginya dengan tidak berlebih-lebihan. Ketika muncul rasa tertariknya pada lawan jenis, ia tidak mendekati zina, namun ia menyalurkan rasa senangnya kepada lawan jenis itu lewat pernikahan. Nafsiyyah seseorang harusnya semakin lama semakin berkembang. Kalau awalnya ia hanya melakukan yang wajib dan menghindari yang haram, secara bertahap ia meningkatkan amal-amal sunnah dan meninggalkan yang makruh. Dengan semakin banyak amal sunnah yang ia lakukan, otomatis semakin banyak aktivitas mubah yang ia tinggalkan.Seorang yang berkepribadian Islam tetaplah manusia yang tidak luput dari kesalahan, tidak berubah menjadi malaikat. Hanya saja ketika ia khilaf melakukan kesalahan, ia segera sadar bertobat kepada Allah dan memperbaiki amalnya sesuai dengan Islam kembali.2. Mengusai Tsaqofah IslamKatakanlah (hai Muhammad), apakah sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan. (Qs. az-Zumar [39]: 9).Berbeda dengan ilmu pengetahuan (science), tsaqofah adalah ilmu yang didapatkan tidak lewat eksperimen (percobaan), tetapi lewat pemberitaan, pemberitahuan, atau pengambilan kesimpulan semata. Tsaqofah Islam adalah tsaqofah yang muncul karena dorongan seseorang untuk terikat pada Islam dalam kehidupannya. Seseorang yang beraqidah Islam tentu ingin menyesuaikan setiap amalnya sesuai dengan ketetapan Allah. Ketetapan-ketetapan Allah ini dapat difahami dari ayat-ayat al-Quran dan hadist-hadist Rasulullah. Maka ia terdorong untuk mempelajari tafsir al-Quran dan mempelajari hadist. Karena al-Quran dan hadist dalam bahasa Arab, maka ia harus mempelajari Bahasa Arab. Karena teks-teks al-Quran dan hadist memuat hukum dalam bentuk garis besar, maka perlu memiliki ilmu untuk menggali rincian hukum dari al-Quran dan hadist yaitu ilmu ushul fiqh. Pada saat seseorang belum mampu memahami ketentuan Allah langsung dari teks Al Quran dan hadist karena keterbatasan ilmunya, maka ia bertanya tentang ketetapan Allah kepada orang sudah memahaminya, dengan kata lain ia mempelajari fiqh Islam.Demikianlah Bahasa Arab, Tafsir, Ilmu Hadist, Ushul Fiqh, dan fiqh merupakan bagian dari tsaqofah Islam. Dengan tsaqofah Islam, setiap muslim dapat memiliki pijakan yang sangat kuat untuk maju dalam kehidupan sesuai dengan arahan Islam.3. Menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek)Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinyamalam dan siang terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang berakal. (Qs. Ali-Imran [3]: 190).Mengusai iptek dimaksudkan agar umat Islam dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah SWT dengan baik dan optimal di muka bumi ini. Lebih dari itu, Islam bahkan menjadikannya sebagai fardlu kifayah, yaitu suatu kewajiban yang harus dikerjakan oleh sebagian rakyat apabila ilmu-ilmu tersebut sangat dibutuhkan umat, seperti ilmu kedokteran, rekayasa industri, dan lain-lain.4. Memiliki Ketrampilan MemadaiSiapkanlah bagi mereka kekuatan dan pasukan kuda yang kamu sanggupi. (Qs. al-Anfaal [8]: 60).Penguasaan ketrampilan yang serba material, misalnya ketrampilan dalam industri, penerbangan dan pertukangan, juga merupakan tuntutan yang harus dilakukan oleh umat Islam dalam rangka pelaksanaan tugasnya sebagai khalifah Allah di muka bumi. Sebagaimana halnya iptek, Islam juga menjadikannya sebagai fardlu kifayah. Harus ada yang menguasainya pada saat umat membutuhkannya.B. Pendidikan Dilaksanakan Sesuai Tahap Perkembangan AnakAhmad Zaki Shaleh membagi lima fase perkembangan anak sebelum baligh yaitu:1. Fase prenatal (sebelum lahir)2. Masa bayi (0 2 tahun)3. Masa awal kanak-kanak (3 5 tahun)4. Pertengahan masa kanak-kanak (6 10 tahun)5. Akhir masa kanak-kanak (10 14 tahun)Keberhasilan pendidikan anak sampai masa awal kanak-kanak (balita) terutama ditentukan oleh pihak keluarga, karena banyak dilakukan oleh keluarga dan dalam lingkungan keluarga. Sedangkan mulai pada masa pertengahan kanak-kanak, anak mendapatkan pendidikan di sekolah maka strategi pendidikan yang diterapkan negaralah terutama menentukan pencapaian tujuan pendidikan anak sesuai yang digariskan Islam. Selain keluarga dan negara, pihak lain yang berperan dalam pendidikan anak adalah masyarakat.C. Pendidikan dalam KeluargaPendidikan dalam keluarga adalah pendidikan pertama dan terutama bagi anak. Pendidikan di keluarga bertujuan membentuk fondasi kepribadian Islam pada anak, yang akan dikembangkan setelah anak masuk sekolah.Pada fase prenatal terjadi pertumbuhan yang penting di dalam rahim ibu. Suasana kesehatan dan kejiwaan ibu sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak dalam rahimnya. Rangsangan yang diberikan ibu kepada anaknya dalam rahim sangat penting bagi perkembangan selanjutnya. Ibu sebaiknya mengaktifkan komunikasi dengan anak sejak dalam rahim. Memasuki bulan keenam dan ketujuh masa kehamilan, bayi mulai mendengar suara-suara seperti detak jantung ibu, suara usus dan paru-paru, dan juga suara lain di luar rahim. Semua itu didengarkan melalui getaran ketuban yang ada dalam rahim. Suara ibu adalah suara manusia yang paling jelas didengar anak, sehingga suara ibu selalu menjadi suara manusia yang paling disukai anak. Anak menjadi tenang ketika ibunya menepuk-nepuk perutnya sambil membisikkan kata manis. Hal ini akan menggoreskan memori di otak anak. Semakin sering hal itu diulang semakin kuat guratan itu pada otak anak. Kemampuan mendengar ini sebaiknya digunakan oleh ibu untuk membuat anaknya terbiasa dengan ayat-ayat al-Quran. Karena suara ibulah yang paling jelas, maka yang terbaik bagi anak dalam rahim adalah bacaan ayat al-Quran oleh ibunya sendiri, bukan dari tape atau radio atu dari yang lain. Semakin sering ibu membaca al-Quran selama kehamilan semakin kuatlah guratan memori al-Quran di otak anak.Masa 0 2 tahun didominasi oleh aktivitas merekam sedang masa 3 5 tahun didominasi oleh aktivitas merekam dan meniru. Pada masa sekarang, umumnya perkembangan anak lebih cepat sehingga aktivitas meniru muncul lebih cepat. Pada masa-masa inilah lingkungan keluarga memberikan nilai-nilai pendidikan lewat kehidupan keseharian. Semua orang yang berada di lingkungan keluarga harusnya memberikan perlakuan dan teladan yang baik secara konsisten. Ketika anak sudah mulai bermain ke luar rumah pada masa 3 5 tahun keluarga harus sudah bisa membentengi anak dari nilai-nilai atau contoh-contoh buruk yang ada di luar rumah.Menurut Fatima Hareen (1976), masa 3-10 tahun merupakan fase-fase cerita dan pembiasaan. Pada saat inilah terdapat lapangan yang luas bagi orangtua untuk menggali cerita-cerita AlQuran dan sejarah perjuangan Islam. Anak mengenali sifat-sifat pemberani, jujur, dan mulia dari pejuang-pejuang Islam.Masa 6 10 tahun adalah masa pengajaran adab, sopan santun, dan sifat-sifat ahlaq. Juga merupakan masa pelatihan pelaksanaan kewajiban-kewajiban muslim seperti sholat dan shaum.Rasulullah Saw bersabda:Apabila anak telah mencapai usia 6 tahun, maka hendaklah ia diajarkan adab dan sopan santun. [HR. Ibnu Hibban].Suruhlah nak-anakmu mengerjakan sholat pada usia 7 tahun dan pukullah mereka pada usia 10 tahun bila mereka tidak sholat, dan pisahkan mereka dari tempat tidurnya (laki-laki dan perempuan). [HR. al-Hakim dan Abu Dawud].Masa akhir anak-anak (10-14 tahun) merupakan rentang usia di mana anak-anak umumnya memasuki masa baligh. Jadi masa ini anak-anak sudah dekat sekali atau bahkan sudah baligh. Karenanya pada masa ini pemberian tugas sudah harus dilengkapi dengan sanksi apabila mereka tidak menjalankan tugas yang diberikan. Setelah usia 10 tahun, walaupun mereka belum baligh, kita sudah harus memukul mereka agar mereka menjadi lebih disiplin dalam menjalankan sholat. Tentunya nasehat dalam bentuk verbal juga tidak ditinggalkan.Demikianlah pendidikan dalam keluarga menyiapkan anak menjadi muslim YANG BERKUALITAS yang siap menjalankan semua taklif hukum dari Allah ketika ia memasuki usia baligh. Dari proses pendidikan yang digambarkan di atas dapat difahami bahwa sesungguhnya ibu bukan satu-satunya pihak yang bertanggung jawab akan pendidikan anak di dalam keluarga. Namun memang tidak dapat disangkal bahwa ibu adalah pihak yang paling dominan pengaruhnya dalam keberhasilan pendidikan anak karena ialah orang yang pertama kali memberi warna pada anak. Selain itu ibu adalah pihak yang paling dekat dengan anak sehingga dialah yang paling mudah berpengaruh pada anak. Tidak aneh ketika Islam menempatkan ibu sebagai suatu posisi utama bagi seorang wanita. Tugas-tugas sebagai seorang ibu harus didahulukan pelaksanaannya apabila berbenturan dengan pelaksanaan dengan aktivitas lain.D. Pendidikan Dalam MasyarakatHampir sama dengan pendidikan dalam keluarga, pendidikan di tengah masyarakat juga merupakan pendidikan sepanjang hayat lewat pengalamam hidup sehari-hari. Masyarakat Islam memiliki karakteristik tersendiri dalam membentuk perasaan taqwa di dalam diri individu. Masyarakat sangat berpengaruh dalam mengubah perilaku individu. Masyarakat Islam juga memiliki kepekaan yang tinggi sehingga mampu mencium penyelewengan individu dari jalan Islam dan segera meluruskannya. Dalam pengawasannya individu tidak akan berani melakukan kemaksiyatan secara terang-terangan.E. Pendidikan di SekolahDi dalam Islam menuntut ilmu adalah wajib ain sebagaiman sabda Rasulullah Saw:Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.Dalam hadist lain dikatakan:Jadilah kamu sebagai orang alim atau sebagai orang yang menuntut ilmu, atau sebagai orang yang mendengar ilmu, atau orang yang cinta terhadap ilmu. Akan tetapi janganlah kalian menjadiorang yang kelima (orang yang bodoh), nanti kalian akan binasa.Atas dasar ini maka negara wajib menyediakan pendidikan bagi warga negaranya. Pendidikan ini dilakukan di sekolah-sekolah. Ijma shahabat menunjukkan negara wajib memberikan pendidikan bebas biaya kepada setiap warga negara.Karena menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim, maka sekolah tidak bisa dibatasi untuk anak-anak saja. Semua muslim yang sudah baligh harus mendapat jaminan melaksanakan kewajibannya menuntut ilmu. Sedangkan penyediaan sekolah untuk kepentingan terbetuknya generasi yang berkualitas dilakukan untuk anak-anak yang belum baligh sejak mereka berusia 7 tahun.Untuk tercapainya tujuan pendidikan dalam Islam yaitu membentuk manusia yang berkepribadian Islam, menguasai tsaqofah Islam, iptek dan ketrampilan maka negara menerapkan sistem pendidikan.Kurikulum yang digunakan tentunya bukan kurikulum yang sekuler seperti yang kita temukan saat ini di sekolah-sekolah di Indonesia. Pada kurikulum yang kita temukan saat ini, Islam tidak mewarnai mata pelajaran lain selain mata pelajaran agama Islam. Ketika anak belajar sejarah, ketatanegaraan, ekonomi, ilmu alam, dan yang lain-lain, mereka tidak menemukan kaitan antara pelajaran-pelajaran itu dengan aqidah Islam mereka, bahkan mereka menemukan adanya pertentangan. Mereka tidak mempelajari Siroh dan Tarikh Islam, namun mereka belajar tentang kejayaaan bangsa-bangsa yang menjajah kaum muslimin. Jika mereka belajar sejarah mengenai Islam , mereka mempelajari sejarah yang sudah diputarbalikkan oleh orientalis. Mereka belajar bagaimana negara kapitalis mengelola pemerintahan, bagaimana mereka mengelola ekonomi, sehingga mereka tidak mengenal sistem pemerintahan dan ekonomi Islam. Maka terbentuklah kehidupan mereka yang sekuler. Seharusnya aqidah Islam mewarnai semua mata pelajaran yang mereka dapatkan di sekolah.F. Tiga Komponen KurikulumDalam kurikulum ada tiga komponen yaitu: komponen pembentukan dan pengembangan kepribadian Islam, komponen tsaqofah Islam, dan komponen ilmu kehidupan (iptek dan ketrampilan). Contoh proporsi tiga komponen itu adalah 10: 45: 45.Komponen kepribadian Islam diberikan secara konstan dan simultan dari jenjang pendidikan tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Artinya pembinaan kekokohan aqidah, dorongan agar siswa selalu menstandarkan pemikiran, sikap dan tingkah lakunya dengan aqidah Islam dilakukan terus menerus. Perbedaan yang ada hanya antara tingkat dasar dan lanjutan disebabkan siswa di tingkat dasar umumnya siswa yang belum baligh sehingga lebih banyak materi yang menumbuhkan keimanan. Baru setelah baligh, materinya merupakan kelanjutan untuk memelihara keimanan, juga untuk meningkatkan keimanan dan keterikatan kepada hukum syara.Adapun komponen tsaqofah Islam dan ilmu kehidupan diberikan pada semua tingkat pendidikan (dasar sampai PT) secara bertingkat sesuai tingkat pendidikan.

KESIMPULANPendidikan Islam harus di-reorientasikan pada konsep dasarnya, yaitu merujuk kepada pandangan hidup Islam, yang dimulai dengan konsep manusia. Karena konsep manusia adalah sentral maka harus dikembalikan kepada konsep dasar manusia yang disebut fitrah.Pendidikan Islam yang merupakan upaya sadar, terstruktur, terprogram dan sistematis yang bertujuan untuk membentuk manusia yang: (1) memiliki kepribadian Islam, (2) menguasai tsaqofah Islam, (3) menguasai ilmu pengetahuan (iptek) dan (4) memiliki ketrampilan yang memadai.Ahmad Zaki Shaleh membagi lima fase perkembangan anak sebelum baligh yaitu:1. Fase prenatal (sebelum lahir)2. Masa bayi (0 2 tahun)3. Masa awal kanak-kanak (3 5 tahun)4. Pertengahan masa kanak-kanak (6 10 tahun)5. Akhir masa kanak-kanak (10 14 tahun)Seseorang yang bersikap dan bertingkah laku (bernafsiyyah) Islami adalah seseorang yang mampu mengendalikan semua dorongan pada dirinya agar tidak bertentangan dengan ketentuan Islam.Pendidikan Islam tidak hanya menekankan pada aspek kognitif (talim) dan meninggalkan aspek afektif (amal dan akhlaq). Pendidikan yang terlalu intelektualistis juga bertentangan dengan fitrah. Al-Quran mensyaratkan agar fikir didahului oleh zikir.Menurut Imam al-Ghazzali adalah gila dan amal tanpa ilmu itu sombong. Dalam pendidikan Islam keimanan harus ditanamkan dengan ilmu, ilmu harus berdimensi iman, dan amal mesti berdasarkan ilmu.Mengusai iptek dimaksudkan agar umat Islam dapat menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah SWT dengan baik dan optimal di muka bumi ini.

Top of Form

Bottom of Form

Selasa , 5 Mei 2015 Redaksi Kontributor Info Iklan Kirim Tulisan dakwatuna peduliTop of Form

Bottom of Form

Top of Form

Bottom of Form

Home Dasar-Dasar Islam Berita Narasi Islam Keluarga Pemuda Konsultasi Suara Redaksi Video Berita FotoHotnews DPR: Hukum Mati Bagi Pengedar Narkoba Selamatkan Generasi BangsaHome / Keluarga / Pendidikan Keluarga / Karakteristik Baitul Muslim (Keluarga Islami)Karakteristik Baitul Muslim (Keluarga Islami)

Tim Kajian Manhaj Tarbiyah 14 September 2014 Pendidikan Keluarga Belum ada komentar 0 Hits

Ilustrasi. (Yusuf Wibisono / ucuy.blogspot.com)

dakwatuna.com Baitul muslim (Keluarga Islami) adalah komunitas mitsaly (teladan) dari sebuah masyarakat Islami dan daulah Islamiyah, ia dibangun di atas asas aqidah yang bersih (tauhid), ibadah yang shahih, akhlak yang lurus, dan fikrah Islamiyah yang kokoh. Ia adalah sebuah perwujudan dari makna firman Allah SWT:

()

Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. (Ibrahim: 24-25)

1. Memelihara Aspek TauhidSebuah Rumah tangga berstatus Islami manakala asas penegakannya didasari Tauhidullah, sebab seluruh orientasi hidup ini akan sangat ditentukan oleh asasnya.

Dari sinilah maka Rasulullah Saw mensyariatkan penanaman Tauhid kepada umatnya dimulai sejak usia dini yaitu ketika manusia baru terlahir dari rahim sang ibundanya untuk diadzankan.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Turmudzi dari Abu Rofi berkata:

( )

Aku melihat Rasulullah Saw mengumandangkan adzan pada telinga Al Hasan bin Ali RA ketika Fatimah RA melahirkannya.Catatan: Para ulama berbeda pendapat terkait dengan disyariatkannya adzan dan iqamat pada bayi yang baru lahir. Perbedaan tersebut merujuk pada bagaimana menyikapi hadits atau riwayat tentangnya. Sebagian ulama, seperti Syeikh Nasiruddin al-Albani, menyatakan bahwa hadits-hadits tentang adzan dan iqamat pada bayi dhaif atau lemah, bahkan ada yang sangat lemah, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai dalil. Sementara kalangan lain, seperti Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, mengakui disyariatkannya adzan dan iqamah pada bayi di mana pendapat ini juga diikuti oleh banyak ulama hingga saat ini seperti Allamah Abdul Aziz ibn Abdullah ar-Rajihi. Adapula pendapat lain yang diutarakan oleh Syeikh Utsaymin bahwa riwayat iqamat di telinga kiri bayi memang lemah, namun adzan di telinga kanan boleh dilakukan meski memang ada catatan dalam riwayatnya. (syariahonline.com)

2. Memperhatikan Ibadah dan kepatuhannya kepada AllahSuasana Islami yang tercermin dari keluarga muslim adalah ketaatan dan ibadahnya kepada Allah SWT, upaya menumbuhkan suasana tersebut adalah dengan pembiasaan, untuk terwujudnya hal tersebut maka antara sesama anggota keluarga harus saling menopang.

Dalam upaya menumbuhkan kebiasaan gemar beribadah pada anak-anak maka ajaklah mereka ke masjid, bila datang Ramadhan latihlah mereka untuk berpuasa dan seterusnya.

Sabda Rasulullah SAW:

, ( )

Perintahkan anak-anakmu menjalankan shalat jika mereka sudah berusia tujuh tahun, dan jika sudah berusia sepuluh tahun pukullah mereka jika tidak mau melaksanakannya dan pisahlah tempat tidur mereka.3. Menyemai nilai akhlak Islami: Amanah, muraqabah (merasa dalam pengawasan Allah), shidiq, dll.Penyangga utama rumah tangga Islami setelah tauhid dan ibadah adalah akhlak, ia adalah pangkal kedamaian dan sakinah sebuah keluarga. Bila anggota keluarga telah tertanam dalam perilakunya sifat amanah, jujur, merasa diawasi oleh Allah SWT dalam segala tindak tanduknya, maka kalau di dunia ini ada surga maka itulah ia.

Sabda Rasulullah Saw:

,

:

Faktor yang paling banyak menyebabkan seorang manusia masuk surga setelah taqwa adalah akhlak yang baik (HR Turmudzi).Perhatikan dua kisah berikut ini:

Pertama: Suatu pagi buta seorang ibu penjual susu berkata pada putrinya: nak campur saja susu itu dengan air agar menjadi banyak, Khalifah Umar kan tidak tahu, maka sang anak yang telah di didiknya dengan kejujuran dan muraqabatullah dengan santun menjawab; mohon maaf ibu, kalau Amirul mukminin tidak tahu maka Allah SWT Maha Mengetahui.

Kedua: Suatu siang di sebuah lembah di luar Madinah Umar RA berjumpa dengan seorang penggembala kambing yang sedang menggembalakan ratusan gembalanya, lalu Umar RA bertanya: hai Abdallah bolehkah aku beli seekor saja kambingmu? jawab penggembala itu: tidak tuan, kambing-kambing ini bukan milik saya. Umar RA berkata: bukankah gembalaanmu sangat banyak? Andaikata berkurang seekor saja maka tuanmu tidak akan mengetahuinya? Jawab penggembala: benar tuan, pemilik kambing ini tidak tahu, tapi di mana Allah?

4. Penuh perhatianSeorang laki-laki shalih ia begitu perhatian pada istrinya, berkata santun, memenuhi kebutuhannya, dan mencintainya, selalu mengayomi agar istri selalu dalam ketaatan kepada Allah SWT dan Rasul SAW. Dan seorang wanita shalihah ia selalu menyenangkan suami, menaati perintahnya, dan menjaga kesucian dirinya, berpesan kepada suaminya di pagi hari, dan menanyakan keadaannya di sore hari.

Keduanya sangat perhatian akan keselamatan anak-anaknya, mentarbiyahnya dengan tarbiyah Islamiyah, memberikan makan dengan rizki yang halal.

Demikianlah Rasulullah Saw contohkan kebaikan perhatiannya terhadap keluarga dalam segala hal, sehingga layak Beliau Saw menyatakan:

Sebaik baik kamu semua adalah orang yang paling baik perhatiannya terhadap keluarganya, dan aku (Rasul Saw) adalah orang yang terbaik di antara kalian perhatianku terhadap keluargaku.5. Penuh perhatian dan bersemangat dalam berpartisipasi memenuhi kewajiban-kewajiban dakwah, dan merasa mulia dengan dakwahKarakter dan sifat spesifik dari keluarga Islami adalah keterikatannya dengan dakwah, ia adalah keluarga dakwah itu sendiri, cukup bagi kita melihat rumah tangga Rasulullah Saw dan Khulafaur Rasyidin RA setiap adha dari rumah-rumah pembesar Islam ini saling berkompetisi ingin berbuat yang terbaik untuk Islam. Dengarkan apa yang dikatakan oleh Abu Bakar RA yang begitu bangganya dengan dakwah Islam ini di tengah menurunnya moralitas sahabat sepeninggal Rasul Saw:

Akankah Islam menjadi lemah sedangkan saya masih hidup?Dan inilah Umar RA berkata:

Barang siapa mencari kemuliaan dengan selain apa yang Allah telah muliakan kita, maka kita akan hina.Simaklah apa yang dikatakan oleh ibu Khansa RA kala menerima berita syahidnya keempat putranya:

Segala puji bagi Allah yang telah memuliakan orang seperti aku ini dengan syahidnya putra-putraku, semoga Allah berkenan kumpulkan kami semua di surga.6. Memelihara ajaran Islam dalam setiap urusan rumah tangga (pakaian, makanan, minuman, tidur, bangun, dzikir, dan aktivitas lainnya.Sungguh tak satupun urusan kehidupan manusia ini yang tidak diatur oleh Islam, sebuah keluarga Islami ia menjalankan perannya dalam mengaplikasikan nilai-nilai agung, didasari sebuah pernyataan:

(Rela Allah sebagai Rabb, menjadikan Islam sebagai aturan hidup dan menjadikan tuntunan Rasul Saw sebagai rujukan utamanya)

Ia sadar bahwa keselamatan hanya dengan mengikuti sunnah. Imam Malik rahimahullah berkata:

,

Sunnah Rasul Saw itu ibarat perahu nabi Nuh As (saat terjadi taufan), maka barang siapa naik maka selamatlah ia, dan barang siapa tidak mau menaikinya maka tenggelamlah ia.

7. Menjaga kebersihan dan keindahan rumahSungguh keindahan Islam itu sebahagiannya diperankan oleh keluarga Islami, karena ia senang hidup bersih, dalam perilaku, pakaian, makanan, usaha dan sebagainya, ia sadar bersih adalah pangkal keindahan. Demikianlah Rasul Saw nyatakan:

,

Sesungguhnya Allah itu Maha Indah menyukai keindahan, Allah itu Maha Baik Maha Mencintai kebaikan.8. Membentengi rumah dari pencemaran akhlakDi antara tantangan yang berat dihadapi keluarga muslim saat ini adalah serangan Ghazwul fikri, sehingga hampir setiap rumah kita tak terhindar dari panah-panah beracun yang di lepaskan oleh musuh-musuh Islam.

Maka sebuah kesadaran Islam (al wayu al Islami) harus terus di hidupkan melalui interaksi yang intens terhadap nilai-nilai Islam, dan dakwah amar maruf nahi munkar agar nuansa keislaman rumah, anak-anak, lingkungan, dan seluruh aktivitas kita mampu terbentengi dari pencemaran akhlak.

Sabda Rasulullah Saw:

) (.

Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran maka hendaklah ia mengubah dengan tangannya, apa bila tidak mampu maka dengan lesannya, apa bila tidak mampu maka dengan hatinya dan yang demikian itu adalah selemah-lemah iman.9. Menjaga dan memelihara status dan hak masing-masingDi antara karakteristik keluarga Islami adalah terpeliharanya status dan hak masing-masing anggota keluarga. Ada ayah ia sebagai pemimpin dan bertanggung jawab seisi rumah akan keselamatan mereka, ia punya hak untuk dihormati dan ditaati selagi perintahnya tidak bertentangan dengan syariat Islam, Ada ibu ia mengayomi anak-anak, menumbuhkan kesejukan dan membahagiakan dan ia punya hak untuk dimuliakan, dan ada anak-anak mereka butuh kedamaian, bimbingan dan perawatan, mereka pun punya hak atas statusnya untuk disayangi.

Di sinilah letak cerminan dari arahan Allah SWT dalam doa yang diajarkan kepada keluarga muslim-mukmin, Firman Allah SWT:

Dan orang-orang yang berkata: Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. (Al Furqan: 74)

10. Sederhana dalam maisyah (tidak berlebihan)Al Basathah (kesederhanaan) menjadi karakter Islam, sehingga penerjemah Islam secara aplikatif yaitu Rasulullah Saw demikian sederhana dalam kehidupannya. Tidak pelit dan tidak juga boros, terbaik dalam memberi nafkah, sifat inilah yang diturunkan oleh Al-Quran ke dalam dada setiap mukmin.

Firman Allah SWT:

Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian. (Al Furqan: 67)

Firman Allah SWT:

Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid,(^) makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.(^) Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. . (Al araf: 31)

(^) Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan salat atau tawaf sekeliling Kakbah atau ibadah-ibadah yang lain (^) Maksudnya: jangan melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.11. Menjaga hak tetangga, dan saudara dalam dakwahKeindahan karakter keluarga Islami juga tercermin dari interaksi sosial masyarakatnya. Cukuplah Rasul Saw sebagai teladan kita untuk kita pegangi arahannya; sabda Beliau Saw:

Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia memuliakan tetangganyaTetangga kita ada di antaranya memiliki tiga hak, ada yang dua hak dan ada yang hanya memiliki satu hak saja.

Adapun yang memiliki tiga hak adalah dia seorang muslim, kerabat dan rumahnya dekat dengan rumah kita.

Yang memiliki dua hak adalah ia seorang muslim dan tinggalnya dekat dengan kita, sedang yang satu hak adalah ia rumahnya dekat dengan rumah kita. Dan masing-masing mereka menuntut untuk ditunaikan hak-haknya.

Tentang hak saudara Rasul Saw. Bersabda:

: , ,

, , ,

.

Hak sesama muslim itu enam: bila berjumpa berilah salam, bila diundang hadirilah, bila meminta nasihat berilah nasihat, bila bersin dan ia membaca hamdalah doakanlah, bila sakit jenguklah dan bila meninggal dunia maka antarkan sampai ke makamnya.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/09/14/56900/karakteristik-baitul-muslim-keluarga-islami/#ixzz3ZHYiYFlV Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on FacebookPENDIDIKAN ISLAM DALAM KELUARGA DAN MASYARAKAT

August 19th, 2010 by admin

Add Comment

Trackback

Comments Feed

Oleh : Fitri Lestari Issom, S. Pd., M. Si ([email protected])

Abstrak Pendidikan dalam Islam memiliki kedudukan yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan disebutkannya konsep pendidikan dalam Al-Quran dan Al-Hadits berulang kali.Pendidikan hendaknya jangan hanya dituangkan dalam pengetahuan semata-mata kepada anak didik, tetapi harus juga diperhatikan pembinaan moral, sikap dan tingkah laku. Oleh karena itu, dalam setiap pendidikan, pengetahuan harus ada pendidikan moral dan pembinaan kepribadian yang sehat. Pendidikan seperti itu ada dalam pendidikan Islam. Pendidikan Islam menurut Ashraf (1993) adalah pendidikan yang melatih sensibilitas individu sedemikian rupa, sehingga dalam perilaku mereka terhadap kehidupan, langkah-langkah, keputusan-keputusan, serta pendekatan-pendekatan mereka terhadap semua ilmu pengetahuan mereka diatur oleh nilai-nilai etika Islam yang sangat dalam dirasakan. Mereka dilatih dan secara mental sangat berdisiplin sehingga mereka ingin memiliki pengetahuan bukan saja untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektual atau hanya untuk manfaat kebendaan yang bersifat duniawi, tetapi juga untuk tumbuh sebagai makhluk yang rasional, berbudi, dan menghasilkan kesejahteraan spiritual, moral, dan fisik keluarga mereka, masyarakat, dan umat manusia (Ashraf, 1993).Untuk itu, pendidikan Islam harus mulai diperkenalkan, diajarkan, dan dibiasakan sejak dini. Pelaksanaannya harus dimulai sejak di dalam lingkungan keluarga dan berlanjut ke lingkungan masyarakat.Penerapan pendidikan Islam hanya bisa terlaksana dalam rumah tangga Islami yang bertujuan menciptakan Rumahku Surgaku / Baiti Jannati. Bentuk penerapan pendidikan Islam dalam keluarga dimulai bukan hanya ketika anak telah lahir ke dunia, tetapi jauh sebelum itu, yaitu sejak pemilihan pasangan hidup, saat kehamilan, pemilihan nama, hingga memilih teman yang baik bagi anak.Di samping itu, penerapan pendidikan Islam dalam masyarakat bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang sholeh sehingga terciptalah kebahagiaan dunia dan akhirat. Bentuk penerapan pendidikan Isalm dalam masyarakat diantaranya membiasakan menolong masayarakat Islam, membina hubungan di kalangan muslim memberi sumbangan dalam perkembangan masyarakat, dan mengukuhkan identitas budaya Islam.

Kata Kunci : Pendidikan Islam, Keluarga, Masyarakat.

1. LANDASAN IDEAL PENDIDIKAN ISLAM

Q.S Al Alaq : 1- 5Bacalah dengan meyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. Q.S. Luqman : 12 19- 10 Nasehat Luqman yang intinya : untuk selalu bersyukur terhadap Allah, tidak mempersekutukan Allah, berbakti kepada kedua orangtua terutama ibunya yang telah mengandung dan menyusuinya, senantiasa berbuat kebaikan, mendirikan sholat, menganjurkan orang mengerjakan kebaikan dan mencegah mereka dari berbuat mungkar, wajib bersabar terhadap musibah dan cobaan, tidak sombong dan angkuh, sederhana dalam berjalan, dan bersuara (bicara) secara santun. Q.S. AT-Tahrim : 6 Hai orang-orang yang beriman, Lindungilah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Hadist-Hadits :- H. R. Buchori Muslim : Belajarlah, semenjak dari buaian hingga ke liang lahat- H.R. Buchori Muslim : Setiap anak yang dilahirkan itu suci (fitrah), orangtuanyalah yang akan menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani dan Majusi.- H..R. Buchori Muslim : Apabila meninggal seorang anak Adam, maka putuslah amalnya kecuali dalam 3 hal, yaitu : shodaqoh jariah, ilmu yang bermanfaat, dan doanya anak yang sholeh.- H.R. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah : Barang siapa mempunyai tiga orang anak perempuan, kemudian ia memberikan pendidikan dengan baik kepada mereka dan menikahkan mereka serta memberikan kasih sayang kepada mereka, niscaya Allah memasukkan dia ke surga.

2. KONSEP PENDIDIKAN ISLAMPendidikan menurut Ashraf (1993) adalah aktivitas yang senagaja dilakukan untuk mengembangkan indivdidu secara penuh. Langeveld mendefinisikan pendidikan sebagai setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju pada pendewasaan anak atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa dan ditujukan pada orang yang belum dewasa. Ki Hadjar Dewantara menyatakan pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup dan tumbuhnya anak-anak, maksudnya pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya (Tirtoraharjo, 1994). Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapat diberikan beberapa ciri atau unsur umum dalam pendidikan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :a. Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu kemampuan-kemampuan dalam diri individu berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya sebagai seorang individu, sebagai warga negara atau warga masyarakat.b. Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan perlu melakukan usaha yang disengaja dan terencana dalam memilih isi (materi), strategi kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai.c. Kegiatan tersebut dapat diberikan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal.Di dalam Islam, pendidikan memiliki kedudukan yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan disebutkannya konsep pendidikan dalam Al-Quran dan Al-Hadits berulang kali. Misalnya dalam wahyu pertama Q. S. Al-Alaq 1-5 yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, yang menyuruhnya membaca dalam keadaan yang tidak bisa membaca. Kondisi ini menyiratkan adanya konsep proses belajar mengajar antara yang lebih tahu (Malaikat Jibril sebagai penyampai wahyu) kepada Nabi Muhammad SAW yang belum tahu bagaimana membacanya. Di samping itu, wahyu pertama ini juga mengandung ajakan atau suruhan belajar mengenai Allah SWT, memahami fenomena alam, dan mengenali diri yang terangkum dalam prinsip-prinsip aqidah, ilmu, dan amal (www.wikipedia.org). Di samping itu, Hadits Riwayat. Buchori Muslim yang menyuruh manusia untuk: Belajarlah, semenjak dari buaian hingga ke liang lahat. Disini manusia disuruh untuk tidak henti-hentinya menimba ilmu dan mengenyam pendidikan sedini mungkin hingga ajal menjelang. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan suatu proses yang harus dilalui manusia untuk dapat mengembangkan dirinya sepenuhnya (Ashraf, 1993).Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan jangan hanya dituangkan dalam pengetahuan semata-mata kepada anak didik, tetapi harus juga diperhatikan pembinaan moral, sikap dan tingkah laku. Ditambahkan Tafsir (1994) bahwa pendidikan harus mencakup pengembangan rohani anak. Oleh karena itu, dalam setiap pendidikan pengetahuan harus ada pendidikan moral dan pembinaan kepribadian yang sehat.Pendidikan Islam menurut Ashraf (1993) adalah pendidikan yang melatih sensibilitas individu sedemikian rupa, sehingga dalam perilaku mereka terhadap kehidupan, langkah-langkah, keputusan-keputusan, serta pendekatan-pendekatan mereka terhadap semua ilmu pengetahuan mereka diatur oleh nilai-nilai etika Islam yang sangat dalam dirasakan. Mereka dilatih dan secara mental sangat berdisiplin sehingga mereka ingin memiliki pengetahuan bukan saja untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektual atau hanya untuk manfaat kebendaan yang bersifat duniawi, tetapi juga untuk tumbuh sebagai makhluk yang rasional, berbudi, dan menghasilkan kesejahteraan spiritual, moral, dan fisik keluarga mereka, masyarakat, dan umat manusia (Ashraf, 1993). Marimba (1962) mendefinisikan pendidikan Islam sebagai bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dengan pengertian yang lain sering kali beliau mengatakan kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam. Ditambahkan Qardhawi (1980) Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya. Berdasarkan pengertian di atas dijelaskan bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai fundamental Islam kepada setiap muslim terlepas dari disiplin ilmu apapun yang akan dikaji sehingga akan bermuculan generasi muda enerjik yang berotak Jerman dan berhati Makkah.Untuk itu, pendidikan Islam harus sudah mulai diperkenalkan, diajarkan, dan dibiasakan sedini mungkin. Bila pendidikan agama (Islam) tidak diberikan kepada anak sejak dini, maka akan mengakibatkan : (a). Tidak terdapat unsur agama dalam kepribadian anak sehingga sukar baginya untuk menerima ajaran itu kalau ia telah dewasa; dan (b). Mudah melakukan segala sesuatu menurut dorongan dan keinginan jiwanya tanpa memperhatikan hukum-hukum atau norma-norma yang berlaku. Sebaliknya jika dalam kepribadian seseorang terdapat nilai-nilai dan unsur-unsur agama, maka segala keinginan dan kebutuhan dapat dipenuhi dengan cara yang wajar dan tidak melanggar hukum-hukum agama (Waluyo dalam www. depdiknas. go.id).Mengingat pentingnya pendidikan agama bagi manusia, maka pendidikan agama harus sudah diperkenalkan dalam lingkungan keluarga dan berlanjut ke lingkungan masyarakat yang terdiri dari sekolah dan masyarakat umum. Pendidikan agama dalam makalah ini adalah pendidikan agama yang berdasarkan pada Al-Quran dan Al- Hadits, yaitu Pendidikan Islam.3. PENDIDIKAN ISLAM DALAM KELUARGADi dalam Al-Quran, surat At-Tahrim: 6 yang memiliki arti :Hai orang-orang yang beriman, Lindungilah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Disini Allah memperingatkan manusia untuk melindungi diri dan keluargnya dari siksa api neraka. Disini juga tersirat bahwa anak adalah amanat yang dititipkan Allah kepada orang tuanya. Amanat wajib dipertanggungjawabkan. Secara umum, inti tanggung jawab itu ialah penyelenggaraan pendidikan Islam bagi anak-anak dalam keluarga (Tafsir, 1994).Keluarga adalah kelompok orang yang dipersatukan oleh ikatan perkawinan, darah, atau adopsi. Di samping itu, keluarga juga bisa dikatakan orang-orang yang hidup bersama dalam satu rumah dan membentuk suatu rumah tangga (house hold) yang merupakan satu kesatuan dan saling berinteraksi dan berkomunikasi mempertahankan kebudayaan bersama yang berasal dari lingkungan sekitar atau menciptakan kebudayaan sendiri. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama, bukan semata-mata karena alasan urutan atau alasan kronologis, melainkan ditinjau dari sudut intensitas dan kualitas pengaruh yang diterima anak, serta dari sudut tanggungjawab yang diemban orang tua sekaitan dengan pendidikan anaknya (Kusnaeli, dalam www.bkkbn.go.id). Oleh karena itu, keluarga memiliki beberapa fungsi penting, yaitu : fungsi pembinaan dasar moral dan spiritual, fungsi pendidikan, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi, fungsi perlindungan / protektif, fungsi rekreatif, fungsi sosial, fungsi afektif.Penerapan pendidikan Islam hanya bisa terlaksana dalam rumah tangga Islami. Rumah tangga Islami memiliki karakter sebagai berikut: (a). di dalamnya ditegakkan adab-adab Islam, baik menyangkut individu maupun seluruh anggota keluarga; (b). didirikan atas landasan ibadah, bertemu dan berkumpul karena Allah, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, saling meyuruh kepada yang maruf dan mencegah yang munkar karena kecintaannya kepada Allah; (c) dapat menjadi teladan dan dambaan masyarakat dan ummat, tinggal dalam kesejukan iman dan kekayaan ruhani; (d) seluruh anggota keluarga merasakan suasana surga di dalamnya atau disebut juga Baiti Jannati (Maryam, tidak diterbitkan).Biasanya bila kita bertahan pada perlunya subjek (anak didik) dalam mendidik, maka pendidikan anak harusnya dimulai tatkala anak sudah ada. Anak itulah yang menjadi subjek pendidikan tersebut. Namun, dalam Islam ternyata pendidikan anak harus dimulai jauh sebelum kelahirannya. Berikut ini akan dijabarkan secara singkat bentuk-bentuk pendidikan Islam dalam keluarga tersebut (Tafsir, 1994) :

a. Memilih calon pasangan hidupCalon bapak harus memilih calon istri yang baik; calon ibu juga harus memilih calon suami yang ibu. Suami dan istri yang baik akan berpengaruh pada pendidikan anak-anaknya. Suami yang jahat tidak akan mampu mendidik anaknya. Demikian juga dengan istri yang jahat juga tidak mampu mendidik anak-anaknya. Apalagi bila kedua-duanya jahat atau tidak baik, pasti lebih tidak mampu lagi mereka mendidik anaknya. Orang tua adalah pendidik pertama dan utama, artinya pengaruh mereka terhadap perkembangan anak mereka sangat besar dan menentukan.Kriteria dalam pemilihan calon pasangan hidup telah diberikan oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu : Wanita dinikahi karena empat kriteria : (1) karena hartanya banyak, (2) karena turunan baik, (3) karena rupanya cantik, (4) karena agamanya baik. Beruntunglah kamu yang memilih wanita karena agamanya; dengan demikian kamu akan berbahagia (H.R. Bukhari dan Muslim). Ciri terpenting dalam hadits ini adalah memilih pasangan yang agamanya baik, karena harta bisa hilang, turunan belum bisa menjamin, kecantikan bisa pudar karena faktor usia, dan sebagainya. Demikian juga berlaku wanita dalam memilih calon suami, utamakan yang agamanya baik dan benar.b. Saat KehamilanBanyak sekali keterangan dari Rasulullah SAW yang menunjukkan bahwa ibu yang sedang hamil diharapkan hidup tenang. Kedua belah pihak, yaitu suami dan istri hendaknya banyak berdoa kepada Allah agar diberi anak yang bagus rupanya, cerdas akalnya, dan luhur pekertinya. Suami istri harus banyak beribadah dan jangan melakukan dosa. Ketenangan hati dan emosi istri harus dijaga; rasa cemburu, takut, khawatir, benci, permusuhan, dan sebagainya hendaklah dijauhi. Guncangan batin yang hebat yang dialami oleh ibu yang sedang hamil menyebabkan aktivitas yang berlebihan pada kulit ginjal sehingga mempengaruhi penghasilan hormone yang disebut hydrocortisone. Hormon ini akan melewati plasenta dan akan samapi pada bayi yang dikandungnya. Hal ini salah satunya dapat menyebabkan cacat berupa celah pada mulut dan bibir sumbing (Hasyim dalam Tafsir, 1994).Uraian di atas menjelaskan beberapa teori pendidikan anak yang Islami sebelum lahir. Pendidikan ini diberikan kepada ayah dan ibu dari bayi yang dikandungnya. Setelah anak lahir, barulah pendidikan anak secara langsung terhadap bayi tersebut.c. Memberi Nama yang BaikPemberian nama bagi bayi yang baru lahir merupakan doa dan harapan orang tua terhadap anaknya. Selain itu, nama juga bersangkutan dengan harga diri seseorang. Orang yang memiliki nama yang jelek akan merasa rendah diri dalam pergaulan. Pada aspek inilah nama itu berhubungan dengan masalah pendidikan. Berikanlah nama yang disegani, bukan nama yang dibenci. Nama yang baik dapat juga menjadi penyebab orang yang memiliki nama itu berusaha mencapai kualitas seperti makna yang dikandung dalam nama tersebut. Dalam keshahihannya, Al- Bukhari meriwayatkan dari Saad bin Musayyab, dari ayahnya, dari kakeknya : Aku datang kepada Nabi SAW. Ia bertanya siapa namaku. Aku jawab, Hazan (tanah keras). maka dia berkata, Namamu Sahl (mudah). Aku tidak mengubah nama yang diberikan ayahku. Kata Ibn Musayyab, Setelah itu kesusahan tidak pernah hilang dari kami.Berdasarkan penjelasan di atas, kita tidak boleh memberi gelar atau panggilan yang buruk kepada anak kita, seperti si gendut, si dungu, si nakal, dan semacamnya. Panggilan seperti itu dapat menimbulkan rasa hina dan rendah diri pada anak. Panggilan yang buruk, dalam konsep Psikologi Pendidikan juga tidak diperbolehkan karena ini merupakan labeling yang dapat membuat anak berperilaku sesuai julukannya tersebut. Al-Quran dalam surat Al- Hujarat ayat 11 mengingatkan : Dan jangan kalian panggil memanggil dengan sebutan yang buruk.d. Memilih Teman Bermain AnakAnak-anak memerlukan teman bermain. Itu adalah kebutuhan psikologis. Dalam bermain dengan teman, anak-anak mengembangkan kemampuan sosialisasinya, berlatih menjadi pemimipin, terbentuk rasa solidaritas, bertambah pengetahuan tentang lingkungan, mengembangkan penalaran moralnya, dan sebagainya. Inilah sisi positif dari bermain dengan teman.Namun, berteman juga memiliki sisi negatif, yaitu pengaruh buruk yang diperoleh dengan berteman. Orang tua agar hati-hati dalam memilih teman yang baik bagi anak. Hal itu seperti yang dituliskan dalam Al-Quran surat Al-Zukhruf ayat 67, yang artinya : Teman-teman akrab pada hari itu sebagian menjadi musuh terhadap yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa. Adapun kriteria dalam memilih teman adalah teman yang bermoral baik, teman yang cerdas, dan teman yang kuat akidah Islamnya (Tafsir, 1994).Untuk mencegah anak memilih teman yang tidak baik, biasakan untuk berdiskusi moral dengan anak. Artinya apapun yang boleh atau tidak boleh dilakukan oleh anak, harusnya anak diajak berdiskusi mengenai sebab akibat dari tingkah lakunya tersebut. Hal ini dapat menumbuhkan dan mengembangkan pertimbangan moral anak. Diskusi moral yang dibiasakan orang tua pada anaknya masih tertanam kuat pada diri anak, sehingga ketika anak menghadapi berbagai dilema kehidupan, anak akan berusaha mengingat ajaran dan pengalaman yang pernah anak alami bersama orang tuanya untuk menjadi penyaring (filter) dalam menghadapi permasalahannya.Hal di atas sesuai dengan hasil penelitian disertasi Prianto (2006) yang meneliti tentang perkembangan moral anak usia sekolah. Prianto menyatakan bahwa empati, nurani, dan perkembangan moral orang tua yaitu ibu sangat berpengaruh pada perkembangan moral anak melalui gaya pengasuhan induksi (induction), gaya pengasuhan tanggap (responsiveness), gaya pengasuhan menuntut (demandingness), dan gaya pengasuhan teladan (modeling). Pada gaya pengasuhan induksi (induction), ibu memberikan stimulasi moral menggunakan penjelasan (komunikasi dua arah) tentang mengapa sesuatu diperbolehkan dengan penekanan pada akibatnya pada orang lain. Faktor empati ibu juga diperlukan dalam gaya pengasuhan ini untuk memahami apa yang dirasakan anak. Apabila anak tidak mengerti dan menolak larangan ibu maka diperlukan diskusi dan komunikasi dua arah sehingga anak akhirnya dapat benar-benar memahami penjelasan ibunya. Internalisasi moral dengan pemahaman seperti di atas akan lebih membantu anak melakukan pertimbangan moral yang sesuai dengan situasi yang dihadapinya.Di samping itu, terdapat 10 konsekuensi yang harus dimiliki oleh keluarga Islami dalam menciptakan pendidikan Islam ( Maryam, tidak diterbitkan) :a. Didirikan dalam rangka ibadah (sejak proses awal, menempuh kehidupan dalam suasana taabudiyah) (Q.S. Adz-Dzariyat:56).b. Terjadi internalisasi nilai-nilai Islam secara kaffah oleh seluruh anggota keluarga (benteng terkuat dan filter terbaik di era global) (Q.S. Al-Baqarah:208).c. Diperlukan qudwah (keteladanan) nyata. Orang tua adalah Model bagi anak dan anggota keluarga.(Q.S. Ash-Shaf:3-4).d. Penempatan posisi masing-masing anggota sesuai dengan Syariat (Q.S. An-Nisa: 32).e. Terbiasa tolong-menolong dalam menegakkan Adab Islam (Q.S. Al-Maidah:2)f. Kondusif bagi terlaksananya ajaran-ajaran Islam (Jamaah, tadarus, penataan dan menghias rumah, kebersihan dsb)g. Memiliki usaha sebagai sumber penghidupan keluarga yang wajar (tanamkan jiwa qanaah, sederhana, tidak boros).h. Menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan semangat Islam ( Q.S. At- Tahrim : 6).i. Berperan dalam membina masyarakat dan lingkungan (sebagai makhluk sosial tidak dapat lepas diri dari masyarakat).j. Terbentengi dari lingkungan yang buruk (pada kasus lingkungan yang sudah parah bahkan dianjurkan hijrah).

4. PENDIDIKAN ISLAM DALAM MASYARAKATPelaksaan pendidikan Islam dalam masyarakat bertujuan untuk membentuk masyarakat yang sholeh (Langgulung, 1988). Masyarakat sholeh adalah masyarakat yang percaya bahwa ia mempunyai risalah (message) untuk umat manusia, yaitu risalah keadilan, kebenaran, dan kebaikan yang akan kekal selama-lamanya, tidak terpengaruh oleh faktor-faktor waktu dan tempat. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT : Kamu adalah ummah terbaik yang pernah diutus bagi umat manusia, sebab kamu mengajar kepada kebaikan, dan melarang dari kejahatan (Q.S. Ali-Imran:110). Tugas pendidikan Islam berusaha menolong masyarakat untuk mencapai tujuan tersebut.Menurut Langgulung (1988), tugas pendidikan Islan dalam masyarakat adalah sebagai berikut :a. Menolong masyarakat membina hubungan-hubungan sosial yang serasi, setia kawan, kerjasama, interdependen, seimbang, sesuai dengan firman Allah: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara (Q. S. Al-Hujarat: 10)b. Mengukuhkan hubungan di kalangan kaum muslimin dan menguatkan kesetiakawannya melalui penyatuan pemikiran, sikap, dan nilai-nilai. Ini semua bertujuan menciptakan kesatuan Islam.c. Memberi sumbangan dalam perkembangan masyarakat Islam. Yang dimaksud perkembangan adalah penyesuaian dengan tuntutan kehidupan modern dengan memelihara identitas Islam, sebab Islam tidak bertentangan dengan perkemabngan dan pembaharuan. Peranan pendidikan Islam disini dapat disimpulkan dalam kata memberi kemudahan bagi perkembangan dalam masyarakat Islam. Hal ini dapat dicapai dengan : (1) menyiapakan individu dan kelompok untuk menerima perkembangan dan turut serta di dalamnya.; (2) menyiapkan mereka untuk membimbing perkembangan itu sesuai dengan tuntutan-tuntutan syariat, akhlak, dan aqidah Islam.d. Mengukuhkan identitas budaya IslamHal ini dapat dicapai dengan pembentukan kelompok-kelompok terpelajar, pemikir-pemikir dan ilmuwan-ilmuwan yang :i. bersemangat Islam, sadar, dan melaksanakan ajaran agamanya, sangat prihatin dengan peninggalan peradaban Islam, di samping bangga dan bersedia membelanya mati-matian, sehingga karyanya bercorak Islam sejati.ii. Menguasai sains dan teknologi modern dan bersifat terbuka terhadap peradaban dan budaya lain.iii. Bersifat produktif: mengarang membuat karya inovaitf, menyelaraskan potensi-potensi yang ada, dan membimbing orang-orang lain.iv. Bebas dari ketergantungan kepada orang atau budaya lain.

Demikianlah makalah saya kali ini, semoga bermanfaat untuk menciptakan Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Masyarkat sehingga tercipta keluarga yang sakinah, masyarakat yang sholeh, demimendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Daftar Pustaka

Ashraf, Ali. (1993). Horison Baru Pendidikan Islam. Jakarta : Pustaka Firdaus.

Langgulung, Hasan. (1988). Pendidikan Islam dalam Menghadapai Abad ke 21. Jakarta : Pustaka Al Husna.

Marimba, Ahmad D. (1962). Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Al-Ma`arif,).

Maryam, Siti. Tidak diterbitkan. Pendidikan Agama dalam Keluarga dan Masyarakat. Materi orientasi Keluaraga Sakinah Balai Diklat Keagamaan Jakarta.

Prianto, R., M., A. (2006). Pengaruh Empati, Nurani, dan Perkembangan Moral Ibu terhadap Perkembangan Moral Anak melalui Gaya Pengasuhan Ibu. Depok: Pascasarjana Universitas Indonesia. Disertasi.Qardhawi, M. Yusuf. (1980). Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna, terj. Bustami A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad. Jakarta : Bulan Bintang.Tafsir, Ahmad (1994). Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Tirtorahardjo, Umar, dan La Sulo. (1994). Pengantar Pendidikan. Jakarta : Dirjen Dikti Depdikbud.

http://ms.wikipedia.org. Institusi dalam Pendidikan Islam. Diunduh tanggal 27 Februari 2010 jam 13.11.

www.depdiknas.go.id Waluyo, Bambang. Pendidikan Agama Dasar Pembentukan Pribadi Anak. Diunduh tanggal 27 Februari 2010. jam 15.24.

www.bkkbn.go.id. Kusnaeli. 2008. Memaknai Hari Keluarga. Diunduh tanggal 28 Februari 2010 jam 20.11.

Popularity: 58% [?]

PENDIDIKAN KELUARGA DALAMISLAM

Apr23

Keluarga didefinisikan sebagai unit masyarakat terkecil yang terdiri atas ayah, ibu dan anak. Setiap komponen dalam keluarga memiliki peranan penting. Dalam ajaran agama Islam, anak adalah amanat Allah. Amanat wajib dipertanggungjawabkan. Jelas, tanggung jawab orang tua terhadap anak tidaklah kecil. Secara umum inti tanggung jawab itu adalah menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak dalam rumah tangga. Allah memerintahkan :Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksaan neraka. [Q.S. At-Tahriim: 6]

Kewajiban itu dapat dilaksanakan dengan mudah dan wajar karena orang tua memang mencintai anaknya. Ini merupakan sifat manusia yang dibawanya sejak lahir. Manusia diciptakan manusia mempunyai sifat mencintai anaknya.

Harta dan anak-anak merupakan perhiasan kehidupan dunia. [Al-Kahfi ayat 46]

Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa telah datang kepada Aisyah seorang ibu bersama dua anaknya yang masih kecil. Aisyah memberikan tiga potong kurma kepada wanita itu. Diberilah oleh anak-anaknya masing-masing satu, dan yang satu lagi untuknya. Kedua kurma itu dimakan anaknya sampai habis, lalu mereka menoreh kearah ibunya. Sang ibu membelah kurma (bagiannya) menjadi dua, dan diberikannya masing-masing sebelah kepada kedua anaknya. Tiba-tiba Nabi Muhammad SAW datang, lalu diberitahu oleh Aisyah tentang hal itu. Nabi Muhammad SAW bersabda :

Apakah yang mengherankanmu dari kejadian itu, sesungguhnya Allah telah mengasihinya berkat kasih sayangnya kepada kedua anaknya.

Uraian diatas menegaskan bahwa (1) wajib bagi orang tua menyelenggarakan pendidikan dalam rumah tangganya, dan (2) kewajiban itu wajar (natural) karena Allah menciptakan orang tua yang bersifat mencintai anaknya.

Agama Islam secara jelas mengingatkan para orang tua untuk berhati hati dalam memberikan pola asuh dan memberikan pembinaan keluarga sakinah, seperti yang termaktub dalam QS Lukman ayat 12 sampai 19. Dan apabila kita kemudian kaji isi ayat diatas, maka kita akan menemukan beberapa point-point penting diantaranya adalah :

1. Pembinaan jiwa orang tua.Pembinan jiwa orang tua di jelaskan dalam Surah Luqman ayat 12 :

Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.

2. Pembinaan tauhid kepada anak.Makna tentang pembinaan tauhid,

Luqman Ayat 13 :

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezhaliman yang besar.

Luqman Ayat 16 :

(Lukman berkata) : Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

Yang dimaksud dengan Allah Maha Halus ialah ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu begamana kecilnya.

3. Pembinaan akidah anakMengenai pembinaan akidah ini, Surah Luqman memberikan gambaran yang begitu jelas. Dalam surat tersebut pembinaan akidah pada anak terdapat dalam empat buah ayat yaitu ayat 14, 15, 18 dan ayat ke 19.

4. Pembinaan jiwa sosial anakPembinaan sosial pada anak dalam keluarga, dijelaskan dalam surat Luqman ini melalui ayat ke 16 dan ayat ke 17. Untuk ayat ke 16 telah disebutkan pada point ke dua. Sedangkan ayat ke 17 dari surat Luqman berbunyi :

Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang patut diutamakan.

Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga dikatakan sebagai lingkungan pendidikan pertama karena setiap anak dilahirkan ditengah-tengah keluarga dan mendapat pendidikan yang pertama di dalam keluarga. Dikatakan utama karean pendidikan yang terjadi dan berlangsung dalam keluarga ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pendidikan anak selanjutnya. (Maman Rohman, 1991:24).

Para ahli sependapat bahwa betapa pentingnya pendidikan keluarga ini. Mereka mengatakan bahwa apa-apa yang terjadi dalam pendidikan keluarga, membawa pengaruh terhadap lingkungan pendidikan selanjutnya, baik dalam lingkungan sekolah maupun masyarakat. Tujuan dalam pendidikan keluarga atau rumah tangga ialah agar anak mampu berkembang secara maksimal yang meliputi seluruh aspek perkembangan yaitu jasmani, akal dan ruhani. Yang bertindak sebagai pendidik dalam rumah tangga ialah ayah dan ibu si anak. Ingatlah selalu kepada apa yang dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadistnya:

Setiap anak dilahirkan atas dasar fitrah. Maka ibu-bapanyalah yang menasranikanatau menyahudikan atau memajusikannya. (H.R. Bukhari Muslim)

Dari hadist nabi tersebut tergambarkan bagaimana pentingnya pendidikan dalam lingkungan keluarga. Dimana dalam hal ini keluarga berperan untuk membentuk pribadi anaknya ke arah yang lebih baik.Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena dalam keluarga inilah anak pertama-tama mendapat didikan dan bimbingan. Juga dikatakan lingkungan yang utama, karena sebagian besar dari kehidupan anak adalah didalam keluarga.Tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan.

Didalam pasal I UU perkawinan nomor 1 Tahun 1974, dinyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan sejahtera berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa.

Dengan terlihat betapa besar tanggung jawab orang tua terhadap anak, bagi seorang anakm keluarga merupakan persekututan hidupa pada lingkungan keluarga tempat dimana ia menjadi diri pribadi atau diri sendiri.

1. 1.Fungsi Dan Peran Pendidikan Keluarga2. Pengalaman pertama masa anak-anak.

Dalam keluarga anak didik mulai mengenal hidupnya. Hal ini harus disadari dan dimengerti oleh tiap keluarga, bahwa anak dilahirkan didalam lingkungan yang tumbuh dan berkembang sampai anak melepaskan diri dari ikatan keluarga.

Tabularasi adalah sebuah teori dikemukakan oleh John Lock seorang tokoh aliran Empirisme, yang menyatakan bahwa anak lahir dalam keadaan suci bagai meja lilin warna putih. Maka lingkunganlah yang akan menentukan kemana anak itu dibawa.

1. Menjamin kehidupan emosional anak

Kehidupan emosional ini merupakan salah satu faktor yang terpenting didalam membentuk pribadi seseorang.

1. Menanamkan dasar pendidikan moral

Didalam keluarga juga merupakan penanaman utama dasar-dasar moral bagi anak, yang biasanya tercermin dalam sikap dan perilaku orang tua sebagai teladan yang dapat dicontoh anak.

1. Memberikan dasar pendidikan sosial

Perkembangan benih-benih kesadaran social pada anak-anak dapat dipupuk sendiri mungkin, terutama lewat kehidupan keluarga yang penuh rasa tolong menolong, gotong royong secara kekeluargaan, menolong saudara atau tetangga yang sakit, bersama-sama menjaga ketertiban, kebersihan dan keserasian dalam segala hal.

1. Peletakan dasar-dasar keagamaan

Masa kanak-kanak adalah masa yang paling baik untuk meresapkan dasar-dasar hidup beragama. Dalam hal ini tentu saja terjadi dalam keluarga.

Kehidupan dalam keluarga hendakny memberikan kondisi kepada anak untuk mengalami suasana hidup keagamaan.

Tanggung Jawab KeluargaDasar-dasar tanggung jawab orang tua terhadap pendidikan anaknya meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan orang tua dan anak.

2. Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi kedudukan orang terhadap keturunanya.

3. Tanggung jawab social adalah bagian dari keluarga yang pada giliranya akan menjadi pertanggung jawab masyarakat, bangsa dan Negara.

4. Memelihara dan membesarkan anaknya.

5. Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak, sehingga ia telah dewasa akan mampu hidup mandiri.

About these ads

Makalah Keluarga Merupakan Pendidik Pertama & Utama

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSetiap anak dilahirkan kedunia ini dalam keadaan fitrah, artinya manusia lahir membawa fitrah beragama dan potensi berbuat baik. Fitrah inilah yang membedakan antara manusia dan makhluk Allah lainnya. Fitrah dan potensi yang sudah ada semenjak dilahirkan itu tidak akan berkembang secara optimal tanpa adanya pemeliharaan dan bimbingan. Bimbingan untuk pengembangan fitrah dan potensi yang masih berupa bibit atau benih itu dapat melalui proses pendidikan. Seorang anak harus dipandu dan diarahkan agar mereka tidak menyimpang dari fitrah dan potensinya yang sudah mereka bawa semenjak lahir dengan memberikan pendidikan.

Kegiatan dan proses pendidikan dapat terjadi dalam tiga lingkungan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat. Ketiga lingkungan ini harus bekerja sama dan saling mendukung untuk hasil yang maksimal dalam membentuk kepribadian seorang anak yang baik dan sholeh. Lingkungan pertama yang punya peran adalah lingkungan keluarga, disinilah anak dilahirkan,di rawat dan dibesarkan. Disinilah proses pendidikan berawal, orang tua adalah guru pertama dan utama bagi anak. Orang tua adalah guru agama, bahasa dan sosial pertama bagi anak, kenapa demikian? Karena orang tua (ayah) adalah orang yang pertama kali melafazdkan adzan dan iqomah ditelinga anak di awal kelahirannya. Orang tua adalah orang yang pertama kali mengajarkan anak berbahasa dengan mengajari anak mengucapkan kata ayah, ibu, nenek, kakek dan anggota keluarga lainnya. Orang tua adalah orang yang pertama mengajarkan anak bersosial dengan lingkungan sekitarnya.

Orang tua, ibu khususnya karena seorang ibu yang biasanya punya banyak waktu bersama anak dirumah, bisa menjadi guru yang baik bagi anak-anaknya, jika seorang ibu mampu mengarahkan, membimbing dan mengembangkan fitrah dan potensi anak secara maksimal pada tahun-tahun pertama kelahiran anak dimana anak belum disentuh oleh lingkungan lain, dalam artian anak masih suci.

Masa-masa anak hanya berinteraksi dengan anggota keluarga, ini adalah saat yang tepat bagi orang tua untuk membentuk karakter seorang anak. Orang tualah yang mengarahkan kehidupan anak dengan kebiasaan yang dilakukan sehari-hari dirumah yang merupakan teladan bagi anak. Disadari atau tidak oleh orang tua, gerak-gerik dan tingkah laku mereka sehari-hari yang setiap waktu bahkan setiap saat dilihat, dirasakan dan di dengar oleh anak adalah proses belajar bagi mereka.

Kalau materi yang sering diterima anak baik, sebuah keluarga yang harmonis, hubungan yang hangat dan penuh kasih sayang, secara otomatis unsur-unsur kebaikan itu akan tertransfer kedalam diri anak, disaat itu bisa dikatakan orang tua telah berhasil menjadi seorang guru yang baik bagi anaknya. Namun jika materi yang sering diterima anak tidak baik, seperti kekerasan dalam rumah tangga, perhatian dan kasih sayang yang kurang karena orang tua sibuk dengan urusan masing-masing, ucapan-ucapan yang tidak baik, disaat itu orang tua telah gagal menjadi guru pertama dan utama bagi anak.

Proses kehidupan dalam sebuah keluarga adalah proses belajar pertama bagi anak sebelum mereka hidup dalam lingkungan yang lebih luas yaitu sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu, seharusnya setiap orang tua harus mampu memanfaatkan masa-masa ini untuk mengembangkan potensi anak untuk membentuk pribadi yang sempurna. Setiap oarng tua selalu mengatakan dan berharap punya anak yang baik dan sholeh. Jadi untuk mewujudkan keinginan dan harapan itu, jadilah orang tua sekaligus guru bagi anak dirumah, dengan menyajikan materi-materi yang mereka butuhkan yaitu suasana yang tenang tanpa pertengkaran dan kekerasan, kasih sayang dan perhatian yang cukup dari sosok seorang ibu dan ayah (jadilah ayah dan ibu ideal bagi anak-anak anda).

Selanjutnya pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan anak hanyalah tanggung jawab sekolah.Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak adalah di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga. Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam perkembangan kepribadian anak dan mendidik anak di rumah serta fungsi keluarga atau orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah.

Bagi seorang anak , keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga yang sejahtera.

Menurut pakar pendidikan, William Bennett, keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.

1.2 Rumusan Masalah1. Mengapa keluarga merupakan pendidik yang pertama dan utama ?

2. Bagaimana Keluarga menjadi pendidik yang pertama dan utama ?

1.3 Tujuan1. Menjelaskan keluarga sebagai pendidik yang pertama dan utama.

2. Menjelaskan peranan keluarga dalam mendidik anak.

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Pengertian KeluargaKeluarga(bahasa Sansekerta: "kulawarga"; "ras" dan "warga" yang berarti "anggota") adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut.

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

2.2 Peranan Keluarga Dalam PendidikanPendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga masyarakat dan pemerintah. Sehingga orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan anak hanyalah tanggung jawab sekolah.Orang tua sebagai lingkungan pertama dan utama dimana anak berinteraksi sebagai lembaga pendidikan yang tertua, artinya disinilah dimulai suatu proses pendidikan. Sehingga orang tua berperan sebagai pendidik bagi anak-anaknya. Lingkungan keluarga juga dikatakan lingkungan yang paling utama, karena sebagian besar kehidupan anak di dalam keluarga, sehingga pendidikan yang paling banyak diterima anak adalah dalam keluarga.

Menurut Hasbullah (1997), dalam tulisannya tentang dasar-dasar ilmu pendidikan, bahwa keluarga sebagai lembaga pendidikan memiliki beberapa fungsi yaitu fungsi dalam perkembangan kepribadian anak danmendidikanak di rumah serta fungsi keluarga/orang tua dalam mendukung pendidikan di sekolah.Para sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peran penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa, sehingga mereka berteori bahwa keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat, sehingga jika keluarga-keluargayang merupakan fondasi masyarakat lemah, maka masyarakat pun akan lemah. Oleh karena itu, para sosiolog meyakini bahwa berbagai masalah masyarakat seperti kejahatan seksual, kekerasan yang merajalela, serta segala macam kebobrokan di masyarakat merupakan akibat dari lemahnya institusi keluarga.Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga yang sejahtera.Menurut pakar pendidikan, William Bennett, keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan. Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan kemampuan-kemampuandasar, maka akan sulit sekali bagi institusi-institusilain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.Dari paparandi atasdapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidik karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah)untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah.Untuk membentuk karakter anak diperlukan syarat-syaratmendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik. Menurut megawangi ada 3 kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan mental. Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepad orang lain (anak). Kelekatan ini membuat anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman sehingga menumbuhkan rasa percaya.Menurut Erikson, dasar kepercayaan yang ditumbuhkan melalui hubungan ibu-anak pada tahun-tahunpertama kehidupan anak akan memberi bekal bagi kesuksesan anak dalam kehidupan sosialnya ketika ia dewasa. Dengan kata lain, ikatan emosional yang erat antara ibu-anak di usia awal dapat membentuk kepribadian yang baik pada anak. Kebutuhan akan rasa aman yaitu kebutuhan anak akan lingkungan yang stabil dan aman. Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter anak karena lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan emosi bayi. Pengasuh yang berganti-ganti juga akan berpengaruh negatif pada perkembangan emosi anak.Menurut Bowlby, normal bagi seorang bayi untuk mencari kontak dengan hanya 1 orang (biasanya ibu) pada tahap-tahapawal masa bayi.Kekacauan emosi anak yang terjadi karena tidak adanya rasa aman ini diduga oleh para ahli gizi berkaitan dengan masalah kesulitan makan pada anak. Tentu saja hal ini tidak kondusif bagi pertumbuhan anak yang optimal. Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental juga merupakan aspek penting dalam pembentukan karakter anak. Tentu saja ini membutuhkan perhatian yang besar dari orang tua dan reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya.Menurut pakar pendidikan anak, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepadaanaknya) terhadapanaknya yang berusia dibawah 6 bulan akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira, antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya anak yang kreatif.

SedangkanMenurutPopov dankawan-kawan(1997),orang tua dapat berperan sebagai :

a.Educatoryaitu bisa menciptakan dan menyadari adanyateach able momentdalam keluarga.

b.Autorityyaitu bisa mengembangkan batas-batas normatif.

c.Guideyaitu bisashare your skillskepada anak-anak.

d.Conseloryaitu mampu memberi dukungan pada anak ketika mengalami dilema moral.

Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilaikebajikan pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagaipola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti: makan, minum, dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti: rasa aman, kasih sayang), serta sosialisasi norma-normayang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak.

2.3 Tujuan Pendidikan Keluarga

Tujuan pendidikan keluarga adalah memelihara, melindungi anak sehingga dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Keluarga merupakan kesatuan hidup bersama yang utama dikenal oleh anak sehingga disebut lingkungan pendidikan utama.

Proses pendidikan awal di mulai sejak dalam kandungan. Latar belakang sosial ekonomi dan budaya keluarga, keharmonisan hubungan antar anggota keluarga, intensitas hubungan anak dengan orang tua akan sangat mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Keberhasilan anak di sekolah secara empirik sangat dipengaruhi oleh besarnya dukungan orang tua dan keluarga dalam membimbing anak.

2.4 Fungsi Pendidikan Keluarga

Menurut MI Soelaeman (1978) keluarga memiliki beberapa fungsi antara lain sebagai berikut :

a.Fungsi edukatif adalah yang mengarahkan keluarga sebagai wahana pendidikan pertama dan utama bagi anak-anaknya agar dapat menjadi manusia yang sehat, tangguh, maju dan mandiri sesuai dengan tuntutan kebutuhan pembangunan yang semakin tinggi.

b.Fungsi sosialisasi anak adalah keluarga memiliki tugas untuk mengantarkan dan membimbing anak agar dapat beradaptasi dengan kehidupan sosial (masyarakat), sehingga kehadirannya akan diterima oleh masyarakat luas.

c.Fungsi proteksi (perlindungan) adalah keluarga berfungsi sebagai wahana atau tempat memperoleh rasa nyaman, damai dan tentram seluruh anggota keluarganya.

d.Fungsi afeksi (perasaan) keluarga sebagai wahana untuk menumbuhkan dan membina rasa cinta dan kasih sayang antara sesama anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya.

e.Fungsi religius keluarga sebagai wahana pembangunan insan-insan beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral, berahlak dan berbudi pekerti luhur sesuai dengan ajaran agamanya.

f.Fungsi ekonomi adalah keluarga sebagai wahana pemenuhan kebutuhan ekonomi fisik dan materil yang sekaligus mendidik keluarga untuk hidup efisien, ekonomis dan rasional.

g.Fungsi rekreasi, keluarga harus menjadi lingkungan yang nyaman, menyenangkan, cerah, ceria, hangat dan penuh semangat.

h.Fungsi biologis, keluarga sebagai wahana menyalurkan kebutuhan reproduksi sehat bagi semua anggota keluarganya.

2.5 Ruang Lingkup Pendidikan Keluarga

Untuk mengetahui ruang lingkup pendidikan keluarga dapat diketahui daripertanyaan Sampai berapa jumlah tanggung jawab keluarga dalam mendidik anak? tampaknya ruang lingkup tidak terbatas. Sejak anak dalam kandungan, orang tua sudah bertanggung jawab penuh atas keselamatan dan perkembangan anak. Tanggung jawab orang tua terhadap perkembangan dan pendidikan anaknya tampaknya lebih berpangkal pada tanggung jawab instingtif dan moral. Dan akan bertambah ringan, apabila anak sudah mampu berdiri sendiri karena pada akhirnya orang tua harus melepaskan anaknya,supaya mampu berdiri dan tidak lagi tergantung kepada orang tuanya.

2.6 Pentingnya Pendidikan Dalam Keluarga

Urgensi dan strateginya penguatan institusi keluarga sebagai wahana pengembangansumber daya manusia. Brean Frenbrenner dalam Syakrani (2001)mengemukakan bahwa sejak dulu keluarga menjadi wahana pembentukankarakterdan keterampilandasar manusia.BahkanBrennerdanCoutsmenjabarkan lebih luas bahwa keluarga yang tangguh bersama lembaga keagamaan dan politik akan menjadi pilar penyangga terbentuknyacivil society.

Betapa pentingnya pendidikan keluarga bagi anak-anak yang sedang berkembang. Pentingnya pembentukan sumber daya manusia berbasis keluarga juga bisa dilihat dari konsepinvestment in childrenmemahami perlunya penguatan keluarga sebagai wahana pengembangan sumber daya manusia dari sudut pandang orientasi nilai dan perkembangan daya nalar anak.

2.7 Strategi Pendidikan Keluarga

Pendekatan pendidikan keluarga adalah secara terpadu, seimbang antara pendekatanendogenous(menimbulkandiri dalam) dan conditing (pembiasaan, mempengaruhi dari luar) serta enforcement (pemaksaan).Anak-anak dalam keluarga sangat kuat proses identifikasinya kepada orang tua dalam berbagai tingkah laku, cara berfikir dan cara menyikapi tentang suatu keadaan. Di samping faktor keteladanan, faktor pembiasaan yang didasarkan atas cinta kasih merupakan saranaataualat pendidikan yang besar pengaruhnya bagi pembentukan budi pekerti dan moral.

Di dalam keluarga yang religius terjadi interaksi interpersonal yang bernilai sosial edukatif dan religius. Dan pendidikan agama itu perlu disesuaikan dengan taraf kematangan anak, tingkat penalaran, emosi, bakat, pengetahuan dan pengalamannya. Orang tua yang efektif dalam proses pendidikan ditentukan oleh kemampuannya dalam membimbing dan mengarahkan serta memecahkan persoalan-persoalan secara demokratis.

Strategi lain dalam mengembangkan pendidikan dalam keluarga adalah dengan konsep tumbuh kembang anak yang pertumbuhan fisik dan otak serta perkembangan motorik, mental, sosio-emosional dan perkembangan moral spiritual. Ada 3 konsep penting yang mencakup aktivitas yakni polaasuh, pola asah dan pola asih.Strategi yang dapat digunakan olehorang untuk mengembangkan moral dan keterampilannya, yaitu :

a. Bantulah anak untuk menemukan sendiri tujuan hidupnya.

b. Bantulah anak mengembangkan perilaku yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan hidupnya.

c. Jadilah figur ideal bagi anak dalam berperilaku.

d. Beri semangat dan gugah hati anak untuk berperilaku terpuji.

BAB IIIPEMBAHASAN3.1 Keluarga Merupakan Pendidik Pertama dan UtamaPendidikan keluarga dipandang sebagai pendidikan pertama dan utama. Dikatakan pendidikan pertama karena bayi atau anak itu pertama kali berkenalan dengan lingkungan serta mendapat pembinaan pada keluarga. Pendidikan pertama ini dapat dipandang sebagai peletak fondasi pengembangan-pengembangan berikutnya. Pendidik perlu bertindak secara hati-hati pada pendidikan pertama ini. Kalau tidak, bias memberikan dampak yang kurang baik pada perkembangan-perkembangan berikutnya.

Karena sifat pekanya perkembangan-perkembangan pada awal ini membuat pendidikan ini dikatakan sebagai pendidikan yang utama. Kepekaan perkembangan-perkembangan awal ini tidak hanya menyangkut psikologi, tetapi juga fisiologi. Dengan kata lain pertumbuhan jasmani pada fase-fase awal ini juga sangat peka. Memang pertumbuhan jasmani dan perkembangan jiwa anak-anak berkaitan satu dengan yang lain. Kalau dalam kedokteran ada dalil yang mengatakan kualitas makanan yang diberikan kepada anak balita akan menentukan kualitas kecerdasan atau kemampuan mereka kelak, maka dalam pendidikan ada konsep yang mengatakan bagaimana perlakuan terhadap anak 4 tahun ke bawah seperti itulah jadinya anak itu setelah dewasa. Dari dalil itu muncul himbauan agar keluarga member makanan bergizi kepada anak balita agar otaknya tumbuh dengan sempurna. Begitu pula konsep di atas membuat para orang tua memperlakukan anak-anak kecil itu dengan baik, penuh kasih saying agar anak itu menjadi orang yang berguna kelak.

Namun informasi yang diterima oleh orang tua berat sebelah. Informasi tentang pentingnya memberikan makanan bergizi kepada balita lebih banyak diterima dibandingkan dengan informasi tentang pentingnya memperlakukan anak-anak dengan baik. Buktinya kini semakin banyak anak sehat dan cerdas, tetapi masih banyak sekali anak-anak nakal yang membuat berbagai kerusuhan. Kenakalan ini sebagian besar disebabkan oleh perlakuan lingkungan yang tidak benar, antara lain terlalu keras atau disiplin kaku, kurang diperhatikan, kurang kasih sayang, terlalu diberi kebebasan, dan sebagainya.

Kenyataan di atas tampaknya bertalian dengan kurang intensifnya pengembangan pendidikan keluarga itu sendiri. Pendidikan keluarga, memang belum ditangani seperti pada pendidikan jalur sekolah. Sehingga masuk akal kalau sebagian besar keluarga tidak paham tentang cara mendidik anak-anak dengan benar. Walaupun isi pendidikan itu sebagian besar ditekankan pada pengembangan afeksi, seperti kerajinan, kejujuran, kesetiaan, toleransi, disiplin, gotong royong, keimanan, ketakwaan, menghormati orang tua, bisa berterima kasih, suka menolong, dan sebagainya. Di sini tampak masih ada yang belum terselesaikan sampai sekarang, di satu pihak dipandangkan pendidikan ke keluarga adalah yang pertama dan utama namun di pihak lain macam pendidikan ini tidak ditangani secara utama atau diterlantarkan.

Oleh karena itu, keluarga adalah institusi yang sangat berperan dalam rangka melakukan sosialisasi, bahkan internalisasi, nilai-nilai pendidikan. Meskipun jumlah institusi pendidikan formal dari tingkat dasar sampai ke jenjang yang paling tinggi semakin hari semakin banyak, namun peran keluarga dalam transformasi nilai edukatif ini tetap tidak tergantikan.

Karena itulah, peran keluarga dalam hal ini tidak ringan sama sekali. Bahkan bisa dikatakan, bahwa tanpa keluarga nilai-nilai pengetahuan yang didapatkan di bangku meja formal tidak akan ada artinya sama sekali. Sekilas memang tampak bahwa peran keluarga tidak begitu ada artinya, namun jika direnungkan lebih dalam, siapa saja akan bisa merasakan betapa