Fikih Kedokteran

49
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Pemikiran Allah telah menciptakan alam semesta ini dengan meletakkan di dalamnya berbagai macam rahasia yang berupa makhluk, hukum – hukum, sifat – sifat, kekhususan, dan berbagai macam warna-warni lainnya. Allah juga telah menciptakan manusia, lalu diberi alat untuk menyerap pengetahuan dan menyingkap kebodohan, yaitu berupa akal. Kemudian dilengkapi dengan panca indera dan anggota badan sebagai pasukan untuk menjalankan apa yang dipikirkan oleh akal. Lalu Allah mengirimkan cahaya petunjuk kepada para Rasul Nya yang mulia, agar dengan cahaya itu manusia dapat memilih jalan yang menbahagiakan dan maslahat bagi kehidupannya di dunia dan di alam semesta. Allah tidak menciptakan sesuatu kecuali menjadikan baginya berbagai macam sarana yang multi fungsi, dimana di satu sisi dapat digunakan untuk kebaikan dan di sisi lain di gunakan untuk kejahatan. Untuk itu, Allah menyeru manusia agar dia menggunakan sarana itu untuk kepentingan dan kebahagiaan dirinya serta menjauhkannya dari segala sesuatu yang dapat menghancurkannya dan membinasakannya dengan meminta pertolongan kepada 1

Transcript of Fikih Kedokteran

Page 1: Fikih Kedokteran

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Pemikiran

Allah telah menciptakan alam semesta ini dengan meletakkan di dalamnya

berbagai macam rahasia yang berupa makhluk, hukum – hukum, sifat – sifat,

kekhususan, dan berbagai macam warna-warni lainnya. Allah juga telah

menciptakan manusia, lalu diberi alat untuk menyerap pengetahuan dan

menyingkap kebodohan, yaitu berupa akal. Kemudian dilengkapi dengan panca

indera dan anggota badan sebagai pasukan untuk menjalankan apa yang

dipikirkan oleh akal. Lalu Allah mengirimkan cahaya petunjuk kepada para Rasul

Nya yang mulia, agar dengan cahaya itu manusia dapat memilih jalan yang

menbahagiakan dan maslahat bagi kehidupannya di dunia dan di alam semesta.

Allah tidak menciptakan sesuatu kecuali menjadikan baginya berbagai

macam sarana yang multi fungsi, dimana di satu sisi dapat digunakan untuk

kebaikan dan di sisi lain di gunakan untuk kejahatan. Untuk itu, Allah menyeru

manusia agar dia menggunakan sarana itu untuk kepentingan dan kebahagiaan

dirinya serta menjauhkannya dari segala sesuatu yang dapat menghancurkannya

dan membinasakannya dengan meminta pertolongan kepada petunjuk yang telah

diturunkan Allah kepada para rasul dan nabi Nya.

Pada zaman sekarang, pengetahuan dan penemuan manusia telah

menyebar luas di segala bidang, khususnya dalam bidang ilmu – ilmu kealaman,

dan tidak dapat dipungkiri bahwa penemuan rahasia alam dan hukum – hukumnya

ini sangatlah penting, karena dengan penemuan – penemuan itu, akan semakin

terbentang luas di hadapan manusia berbagai macam alternatif dan pilihan –

pilihan yang sesuai dengan kehendaknya. Akan tetapi kebahagiaan manusia tidak

dapat diukur hanya dengan kualitas pengetahuan dan banyaknya ilmu yang

diperoleh saja, melainkan untuk apa ilmu pengetahuan itu digunakan dan

membuahkan apa ilmu pengetahuan itu bagi kehidupan manusia.

1

Page 2: Fikih Kedokteran

Salah satu bidang ilmu yang sangat berbahaya bagi perkembangan ilmu

pengetahuan dan eksperimentasi manusia adalah bidang ilmu pengetahuan yang

berkaitan dengan jiwa dan raga manusia, karena manusia telah dijadikan allah

sebagai pemeran peradaban di muka bumi. Sehingga apabila baik urusan manusia

di muka bumi, maka peradaban mereka pun akan berdiri kokoh diatasnya. Namun,

jika urusan manusia rusak, maka rusak pulalah peradabannya.

Maka dari itu, salah satu masalah penting yang perlu mendapat perhatian

dalam pembahasan ilmiah secara mendasar, yang hingga saat ini masih tetap

hangat diperbincangkan dan dikembangkan, adalah bidah kedokteran. Semoga

melalui pembahasan di bidang ini, akan dapat mengantarkan kita kepada dasar –

dasar pengetahuan yang benar tentang manusia, sehinnga hasilnya dapat

memberikan sumbangan ilmiah bagi perbaikan kehidupan manusia di masa

mendatang.

Karena islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah untuk meluruskan

kehidupan manusia, baik dari gerak – gerik maupun kegiatan – kegiatannya, maka

Islam berperan pula dalam mengatur segala sesuatu yang ditemukan oleh manusia,

baik yang berkaitan dengan hukum – hukum, cara – cara mengambil manfaat

darinya, maupun cara – cara berinteraksi dengannya. Maka tidak diragukan lagi,

para ulama hukum ( ahli fikih ) juga bertanggung jawab untuk mengambil hukum

– hukum dan membahas masalah – masalah tersebut dengan tujuan dan dasar –

dasar syariat Allah secara umum, serta dengan metodologi para salafush-shalih

yang mereka gunakan dalam mengambil hukum ketika bertemu dengan suatu

permasalahan yang baru.

1.2 Masalah

Masalah utama yang dibahas didalam buku ini adalah mengenai berbagai

macam masalah kedokteran yang semuanya dikemas dalam tinjauan fikih Islam.

Dimulai dari kapankah hidup seorang manusia dimulai? Dan kapan seseorang

dinyatakan meinggal? Siapakah yang mengendalikan anggota badan kita, otakkah

atau roh? Kenapa mesti ada gerakan refleks, padahal otak tidak memerintahkan?

2

Page 3: Fikih Kedokteran

Pertanyaan – pernyataan ini menurut syariat, sangat besar pengaruhnya dalam

kaitannya dengan dunoa kedokteran.

Problematika kedokteran kian kompleks. Apalagi jika dihadapkan dengan

hukum Islam. Harus dipertimbangkan matang – matang sebelum memutuskan

boleh tidaknya melakukan suatu tindakan medis. Karena dalam diri manusia, yang

berhak bukan hanya manusia yang bersangkutan, namun ada hak Allah disana.

Bagaimanapun juga Allah-lah yang telah menciptakan manusia.

1.3 Tujuan

Buku ini terdiri dari kumpulan artikel yang membahas tentang masalah –

masalah yang dimaksud, guna meletakkan dasar – dasar hukum syariat dan akhlak

bagi pengembangan ilmu kedokteran. Buku ini, dapat dikatakan cukup obyektif

dan tidak ada nuansa fanatisme madzhab ataupun radikalisme pendapat disana.

Semuanya dibahas secara detail, sistematis dan moderat, disertai dengan dalil –

dalil shahih dari Al – quran dan sunnah Rasulullah.

1.4 Manfaat

Manfaat dari makalah ini dibuat oleh penulis dengan tujuan untuk

menambah pengetahuan untuk penulis khususnya dan untuk pembaca umunya.

Buku ini merupakan kumpulan artikel – artikel dari pendapat para ulama dan para

dokter yang membahas tentang berbagai masalah kedokteran dan semuanya

dikemas didalam tinjauan fikih islam sehingga memberikan pengetahuan bagi

pembaca dan penulis dalam menelaah berbagai kesehatan yang dilihat dari segi

kedokteran dan islam.

3

Page 4: Fikih Kedokteran

BAB II

KERANGKA TEORI dan KERANGKA KONSEP

2.1 Kerangka Teori

Kerangka teori terdiri dari unsur – unsur ekstrinsik dan intrinsik. Unsur

ekstrinsik merupakan segala sesuatu yang menginspirasi penulisan karya sastra

dan mempengaruhi karya sastra secara keseluruhan. Sedangkan unsur Inrinsik

adalah segala sesuatu yang terkandung di dalam karya sastra dan mempengaruhi

karya sastra tersebut.

Buku ini berjudul Fikih Kedokteran yang dikarang oleh Prof. Dr. M.

Nu’aim Yasin yang merupakan seorang ahli fikih berasal dari Universitas

Yordania Fakultas Syariah – Jurusan Fikih. Buku ini merupakan buku terjemahan

yang diterbitkan di Darus – Salam, Cairo. Yang kemudian diterjemahkan oleh

Munirul Abidin.M.Ag. Tema dari buku ini adalah masalah kedokteran yang

dikemas dalam tinjauan fikih Islam. Gaya bahasa yang digunakan dalam buku ini

adalah percampuran antara bahasa dengan ditambahkan bahasa arab.

Latar belakang dari alasan penulis membuat buku ini karena penulis

berpendapat bahwa ada perbedaan antara pengobatan dan kedokteran. Dalam

kitab pengobatan ala Nabi, Imam Ibnul Qayyim banyak sekali menyebutkan

berbagai macam penyakit berikut cara – cara pengobatannya. Selain itu, memang

pada masa Imam Ibnul Qayyim, tidak sekompleks zaman sekarang ini. Pada masa

itu, mungkin orang harus menahan rasa sakit ketika akan di operasi. Adapun kini,

rasa sakit itu sama sekali sudah tidah terasa lagi karena pengaruh obat bius.

2.2 Kerangka Konsep

Buku Fikih Kedokteran ini merupakan kumpulan dari beberapa artikel

yang membahas tentang masalah-masalah dari awal kehidupan manusia hingga

selaput dara wanita. Hal ini berguna untuk meletakkan dasar-dasar hukum syariat

Islam dan akhlak bagi pengembangan ilmu kedokteran.

4

Page 5: Fikih Kedokteran

Artikel pertama berjudul, Batasan Awal dan Akhir Kehidupan Manusia

Dalam Perspektif Nash-Nash Syariat dan Ijtihad Para Ulama Muslim.

Titik tolak pada pembahasan ini terdapat dalam dua macam, yaitu;

1. Nash-Nash syariah dari Kitabullah dan Sunnah Rasul Nya serta Ijtihad

para ulama dalam masalah ini

2. Beberapa pertimbangan ilmiah dalam ilmu kedokteran.

A. Awal Kehidupan Manusia

Dalil-dalil syariat dan ijtihad-ijtihad yang muncul mengenai kehidupan

manusia bermula setelah janin berusia empat bulan di dalam kandungan ibunya,

adapun kehidupan sebelum itu tidak disebut sebagai kehidupan manusia,

walaupun di dalamnya terdapat tanda-tanda kehidupan secara mutlak seperti

perkembangan, pembentukan, gerakan, dan aktivitas-aktivitas kehidupan lainnya

yang ditemukan oleh kedokteran modern melalui alat-alat yang canggih.

Salah satu dalil syariat yang membahas tentang masalah ini adalah sebuah

hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud1, yang artinya;

“Sesungguhnya kejadian seseorang itu dikumpulkan di dalam perut ibunya

selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua terbentuklah

segumpal darah beku. Manakala genap empat puluh hari ketiga berubahlah

menjadi segumpal daging. Kemudian Allah SWT mengutus malaikat untuk

meniupkan roh serta memerintahkan supaya menulis empat perkara, yaitu

deitentukan rezeki, waktu kematian, amalnya dan nasib baiknya atau nasib

buruknya”.

Walaupun dalam hadits tersebut tidak dijelaskan secara rinci tentang

tahap-tahap penciptaan manusia, namun faedah yang kita ambil dari hadits

tersebut adalah penetapan waktu yang disebutkan terdapat dua hal, yaitu;

penetapan takdir manusia yang diciptakan dan peniupan roh di dalamnya.

Penetapan waktu dalam hadits tersebut menunjukkan bahwa sifat-sifat

1 Lihat Fath Al-Bari, yang merupakan syarah dari Shahih Al-Bukhori, Juz XI, 405, Penerbit Al-Bahiyyah Al-Mishriyyah, 1348 H. Shahih Muslim yang disyarah oleh An-Nawawi, Juz XVI, h. 190, Al-Mathba’ah Al-Misriyyah di Al-Azhar, cet,1, tahun 1349 H/1930M.

5

Page 6: Fikih Kedokteran

kemanusiaan tidak diberikan oleh Allah kepada makhluk yang diciptakan di

dalam perut seorang ibu sebelum memasuki usia tersebut. Hadits tersebut juga

menunjukkan bahwa maksud peniupan roh itu adalah masa-masa transisi dimana

Allah meningkatkan kualitas kehidupan janin tersebut dari masa kehidupan

hewani kepada masa kehidupan yang memiliki sifat-sifat kemanusiaan.

Berdasarkan pemahaman terhadap hadits Ibnu Mas’ud diatas, maka kita

dapat mengetahui adanya dua macam kehidupan yang berkaitan dengan badan di

dunia ini, yaitu;

Pertama kehidupan mutlak yang merupakan bagian dari sifat kemanusiaan

dan sebagian ilmuan kedokteran manamakannya dengan kehidupan hampa.

Karakteristik dari kehidupan ini adalah; makan, tumbuh, dan bergerak tanpa

kehendak.

Kedua kehidupan manusiawi yang karakteristiknya adalah adanya

keinginan dan pengetahuan.

Pembagian semacam ini dijelaskan secara tegas dalam hadits tersebut

bahwa janin sebelum ditiupkan roh kepadanya juga tumbuh, berkembang dan

membentuk air mani kepada segumpal darah dan kepada segumpal daging dan

inilah tanda-tanda kehidupan pada macam pertama. Selanjutnya, setelah peniupan

roh, maka janin tersebut akan menjadi manusia yang memiliki ciri-ciri

kemanusiaan.

Perkembangan ilmu pada zaman sekarang juga memperkuat adanya

pembagian ini dan menegaskan bahwa jasad manusia merupakan tempat bagi

adanya dua macam kehidupan di dunia. Bukti otentik dalam hal ini adalah adanya

penemuan para dokter dimana mereka dapat memisahkan anggota badan manusia

namun tetap terjaga dalam keadaan hidup di luar jasad manusia dan di luar kontrol

akal manusia serta diluar kekuasaan rohnya.

B. Akhir Kehidupan Manusia

6

Page 7: Fikih Kedokteran

Tidak ada Nash yang bisa dijadikan acuan untuk pembahasan tenang

berakhirnya hidup manusia ini, maka acuan dalam hal ini adalah dasar-dasar yang

diperoleh dari pembahasan sebelumnya, yaitu awal mula hidup manusia.

Dasar Pertama,bahwa akhir hidup manusia adalah kebalikan dari

awalnya. Jika hidup manusia bermula setelah adanya keterkaitan antara makhluk

yang dinamakan oleh Allah dan Rosul Nya dengan roh dan badan, berdasarkan

atas perintah dan takdir Allah, maka akhir hidup manusiapun terjadi dengan

berpisahnya roh dengan jasadnya.

Dasar Kedua, bahwa roh adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah,

yang memungkinkan bagi manusia untuk membahas ciri-ciri, sigat-sifat, aktivitas,

pengaruhnya terhadap jasad, perannya di dalam jasad, waktu bertemunya dengan

jasad dan juga waktu berpisahnya.

Dari dasar pertama menghasilkan sebuah silogisme, awal mulanya adalah

kaidah sebab-akibat yang dijadikan Allah agar berlaku di alam wujud ini, segala

kegiatan bersumber dari keberadaannya, sehingga segala sesuatu dijadikan oleh

Allah terjadi karena adanya sebab dan tidak akan terjadi kecuali adanya sebab

tersebut. Karena Allah telah menjadikan sebab adanya permulaan hidup karena

pertemuan antara roh dan jasad, maka berakhirnya hidup adalah karena adanya

perpisahan antara keduanya.

Berikut adalah tabel kesimpulan tentang gambaran antara roh dan jasad:

No Ulama Syariat Ahli Kedokteran Hasil

1

Rohlah yang mengetahui

berbagai macam

pengetahuan

Aktivitas berfikir dilakukan

oleh otak manusia

Mengetahui berbagai

macam pengetahuan

melalui perantara

2

Rohlah yang mengatur

segala gerakan jasad

yang berkehendak

Otaklah yang menguasai

aktivitas berkehendak dari

seluruh anggota badan

Rohlah yang mengatur

anggota badan melalui

perantara otak

3 Tanda adanya hubungan Tanda-tanda sehatnya otak Tanda adanya

7

Page 8: Fikih Kedokteran

antar roh dan jasad

adalah adanya rasa dan

gerakan berkehendak

adalah adanya rasa dan

aktivitas berkehendak

keterkaitan antar roh

dan jasad adalah

sehatnya otak

4

Tanda adanya perpisahan

antar roh dan jasad

adalah hilangnya rasa

dan gerakan berkehendak

sama sekali

Tanda kematian otak adalah

tidak adanya rasa dan

aktivitas berkehendak sama

sekali

Tanda berpisahnya roh

dengan jasad adalah

matinya otak sama

sekali

5

Gerakan refleksi tidak

menunjukkan adanya

hubungan antara roh dan

jasad

Gerakan refleks tidak

menunjukkan sehatnya otak,

baik sebagian ataupun

seluruhnya

Gerak refleks tidak

menunjukkan hidup

atau matinya manusia

6

Roh dan jasad tidak

bertemu kecualisetelah

janin berusia empat bulan

Memungkinkan untuk

memisahkan sebagian badan

dari jasad dengan tetap

menjaga kehidupan hampa

yang ada pada anggota itu

Kehidupan hampa

jasad tidaklah sama

dengan kehidupan roh,

dan memungkinkan

untuk menyambung

ataupun memisahkan

antara anggota badan

satu dengan yang lain

Artikel kedua berjudul, Hakikat Janin dan Hukum Memanfaatkannya

untuk Pencangkokan dan Eksperimentasi Ilmiah.

A. Hakikat Janin

Janin manusia adalah makhluk yang tercipta di dalam rahim seorang

wanita dari hasil pertemuan antara sel telur dengan sel sperma yang berasal dari

air mani seorang laki – laki.1 Para ahli fikih menggunakan istilah janin, hanya saja

sebagian dari mereka membatasinya pada kehamilan yang dikandung oleh

manusia, sedangkan makhluk – makhluk lainnya tidak disebut demikian.2

1 Al – Kindi, Al – Mishbah Al – Munir, Juz II, hal 171, dan Tafsir Al – Qurthubi, juz XVII, hal, 110.

8

Page 9: Fikih Kedokteran

Sedangkan para dokter, menggunakannya untuk menyebut anak yang ada

didalam perut ibunya ketika telah muncul tanda – tanda bahwa anak itu telah

terbentuk manusia dengan anggota badannya yang lengkap, yang terjadi setelah

anak itu berumur tiga bulan didalam perut hingga datang massa kelahiran.1

Janin telah diciptakan oleh Allah pada masa kehamilan mengalami dua

masa perkembangan : Pertama, perkembangan materi yang bisa dilihat dan

disaksikan oleh para ahli. Obyeknya adalah unsur – unsur materi yang telah

membentuk janin tersebut, serta perubahan yang telah terjadi setelah itu, seperti

pertumbuhan, perkembangan, pembentukan, dan sebagainya. Kedua,

perkembangan yang tidak bersifat materi, tidak dapat diindera, disaksikan ataupun

dieksperimentasikan. Obyeknya adalah makhluk rohani.

Jika manusia adalah salah satu dari seluruh alam wujud yang senantiasa

mencari akhlak terpuji dan perbuatan yang mendapat ridha, maka kita tidak boleh

melihatnya dari karateristik dan perilaku yang juga dimiliki oleh makhluk –

makhluk lainnya, karena itu adalah wewenang dari ilmu alam. Adapun karateristik

yang khusus dimiliki oleh manusia adalah masalah kehendak yang kepadaNya lah

kekuatan berfikir dan membedakan itu bergantung.2

Jika hakikat manusia terjadi karena menempelnya roh pada badannya,

maka perkembangan yang menjadikan janin berpindah – pindah, dari suatu

hakikat ke hakikat lain, lalu menjadikannya manusia yang sebelumnya belum

terjadi. Dengan demikian, bahwa yang menyebabkan perubahan hakikat itu adalah

karena adanya peniupan roh.

Adapun bagi orang – orang yang tidak percaya adanya roh, karena bagi

mereka janin yang sudah dianggap manusia ketika terjadi pertemuan antara sel

sperma dan sel telur. Jasad janin mampu berkembang sedikit demi sedikit, hingga

2 Al – Kasani, Badai’u Ash – shanai, juz VII, hal 325, Al – Maushu’ah Al – Fiqhiyyah, juz XVI hal 117 1 Muhyiddin Thabu, Tathawwur Al – janin wa Shihhah Al Haml, hal 12.2 Tahdzib Al – akhlak, hal 10

9

Page 10: Fikih Kedokteran

akhirnya sempurnalah penciptaanya hingga lahir. Beberapa pendapat ulama

mengenai peniupan roh pada janin :

1. Dalam menafsirkan sabda Rasulullah, “ Ditiupkan roh kepadanya,” Al –

Qurthubi mengatakan bahwa peniupan roh itu merupakan sebab

penciptaan kehidupan manusia pada janin. Dan ini terjadi karena

diciptakan oleh Allah swt.1

2. Ibnu Qudamah Al – Hambali dalam pembahasannya tentang hukum

kandungan yang keguguran mengatakan, “ Adapun sebelum peniupan roh,

maka janin itu tidak memiliki jiwa, sehingga dia tidak perlu dishalati

seperti benda mati dan darah.2

Artikel ketiga berjudul, Hukum Donor Anggota Badan dalam Perspektif

Kaidah Syariat dan Ilmu Kedokteran.

A. Pendonoran Anggota Badan Menurut Teks Fikih Klasik

Secara umum didalam pembahasan teks – teks fikih klasik, memberikan

ruang yang sangat sempit untuk memperbolehkan perlakuan itu pada jasad

manusia, baik pada saat masih hidup maupun sudah mati. Hukum dasar dari yang

mereka pegang dalam memanfaatkan anggota badan ini adalah haram, baik

dengan cara jual beli maupun cara – cara lainnya.teks – teks ini serupa dengan

yang tertulis didalam buku – buku fikih menunjukkan bahwa pada dasarnya

memanfaatkan anggota badan manusia hukumnya haram, baik karena

kehormatannya ,aupun karena tidak mungkin memanfaatkannya pada jalan yang

disyariatkannya.

Namun demikian, para fuqaha memberikan pengecualian dari dasar hukum

ini. Adapun pengeculiannya adalah diperbolehkannya menjual susu wanita yang

telah diperah. Mereka beralasan bahwa susu wanita itu suci dan sangat

bermanfaat, sehingga Allah memperbolehkan untuk meminumnya, walaupun

1 Tafsir Al – Qurthubi, juz XII, hal. 62 Al – Mughni, juz II, hal. 398

10

Page 11: Fikih Kedokteran

tidak dalam keadaan terpaksa, sehingga menjadi harta yang bisa diperjual –

belikan.1

Hanafiyah dan sekelompok orang dari mazhab Hambali mengharamkan

penjualan susu wanita yang telah diperah, alasan penting yang mereka gunakan

bahwa susu manusia adalah bagian dari anggota tubuh manusia dan manusia

adalah makhluk terhormat, maka tidak boleh sesuatu dari anggota tubuhnya untuk

dihina dan direndahkan.2

Tidak ditemukan ulama lain yang membahas masalah tentang

memanfaatkan tulang manusia mati kecuali ulama Syafiiyah, selain yang

disebutkan oleh sebagian ulama Hanafiyah tentang makruhnya mengambil gigi

mayit untuk mengganti gigi manusia yang masih hidup.3

B. Macam – Macam Hak yang Berkaitan dengan Jasad Manusia

Jasad hidup berkaitan dengan dua macam hak yaitu hak Allah dan hak

manusia. Pendapat ini ditegaskan secara langsung oleh para ulama. Diantaranya

Al – Izz bin Abdissalam berkata, “ Begitu juga penganiayaan manusia terhadap

anggota badannya sendiri, dosanya bertingkat – tingkat sesuai dengan manfaat

anggota badan yang dianiayanya dan sesuai dengan pengaruh keadilan dan

kepekaannya terhadap manusia. Tidak seorangpun boleh merusak dirinya sendiri,

karena hak dalam masalah ini, berhubungan antara dirinya dengan Allah.4

Keterkaitan hak manusia dengan jasad dan anggota tubuhnya ini tampak

juga didalam beberapa hukum syariat berikut :

1. Hak untuk menuntut qishah bagi orang yang dianiaya salah satu anggota

tubuhnya dan bagi ahli warisnya jika dia terbunuh karena disengaja.

1 Al – Furuq wa Tahdzib Al – Furuq, juz III, hal. 240 – 2412 Ibid, dan Al – Bada’i, juz V, hal. 1453 Hasyiyah asy – syirwani, juz II, hal. 125-126.4 Qawa’id Al – Ahkam, juz I, hal. 130

11

Page 12: Fikih Kedokteran

2. Jika seseorang berkata kepada orang lain “ Bunuhlah aku,” lalu dia

membunuhnya, maka dia tidak bisa diqishas menurut Abu Hanifah dan

dua sahabatnya.

Begitu juga jumhur fuqaha berpendapat bahwa jika seseorang berkata

kepada orang lain, ” Potonglah tanganku, lalu dia memotongnya, maka pemotong

tidak bisa dituntut apaun.”1 Dengan demikian, jelaslah bahwa jumhur fuqaha

berpendapat bahwa izin seseorang untuk memotong salah satu anggota badannya,

menggugurkan qishas baginya di dunia.

C. Kemungkinan Memindahkan dan Menggugurkan Hak Allah dan Hak

Manusia

Setiap dasar hukum memiliki pengecualian, kadang ada hak manusia

yang tidak bisa dipindahkan dan digugurkan, dan kadang pula ada hak Allah

yang dapat dipindahkan dan digugurkan. Hak manusia yang tidak dapat

dipindahkan dan digugurkan,dasarnya dikembalikan kepada alasan bahwa hak

menurut pandangan Islam adalah pemberian dari Allah kepada manusia. Al

Izz berkata, “ Tidak ada hak manusia yang gugur atau digugurkan kecuali

karena adanya hak Allah untuk dilaksanakan dan ditaati”2 Allah yang

menetapkan jalan itu, melarang manusia untuk terlalu berlebihan dalam

membela haknya sehingga membahayakan orang lain dan menghilangkan hak

mereka.3

Berdasarkan kaidah ini, diharamkan bagi pemilik hak untuk

mengugurkan atau memindahkannya jika itu menyebabkan gugurnya hak

orang lain atau membahayakannya, baik orang yang dirugikan itu jumlahnya

sedikit ataupun banyak.

1 Bada’i ush – shanai’i, jiz VII, hal. 1272 Qawa’id Al – Ahkam, juz I, hal. 1673 Al – muwafaqat, juz II, hal.348

12

Page 13: Fikih Kedokteran

D. Hukum Pendonoran Anggota Badan Secara Umum.

Syarat – syarat bolehnya mendonorkan anggota badan manusia adalah :

1. Kemampuan para ahli kedokteran dalam memprediksi terhadap hal – hal

yang akan menimpa pendonor, akibat pemotongan anggota badannya

berdasarkan ukuran – ukuran ilmiah yang tepat.

2. Kemampuan para ahli kedokteran untuk melakukan prediksi yang tepat

terhadap hal – hal yang akan menimpa pendonor, dengan melihat keadaan

sakitnya, berdasarkan ukuran – ukuran ilmiah yang tepat.

3. Kemampuan para ahli kedokteran untuk melakukan prediksi yang tepat

terhadap hal – hal yang akan menimpa pendonor, setelah dilakukan

pemindahan anggota badannya kepada yang didonor, berdasarkan ukuran

– ukuran ilmiah yang tepat.

4. Perbandingan antara kemashlahatan dan kerusakan yang diakibatkan oleh

praktik pendonoran.

5. Pendonoran anggota badan hanya untuk menyelamatkan orang yang

didonor dari kerusakan.

6. Pendonoran tidak menghilangkan hak Allah atas anggota badan pendonor.

7. Orang yang didonor adalah orang – orang Islam.

8. Pendonoran itu tidak boleh menyebabkan adanya pelecehan terhadap

kehormatan manusia.

9. Sang pendonor haruslah orang yang mengerti tentang pendonoran.

10. Pelaksanaan pencangkokan anggota badan yang didasarkan pada

pendonoran harus dibawah pengawasan yayasan resmi, yang diakui secara

keilmuan dan moral.

Artikel keempat, berjudul Hukum menggugurkan Kandungan dalam

Perspektif Fikih Islam.

A. Hukum Pengguguran Janin Setelah Peniupan Roh

Para fuqaha sepakat atas haramnya pengguguran janin setelah janin

berusia empat bulan di dalam perut ibunya. Karena pada saat itu telah ditiupkan

13

Page 14: Fikih Kedokteran

roh dan tidak boleh dibunuh tanpa sebab yang jelas, sehingga tidak ada pula sebab

– sebab yang syar’i yang memperbolehkan pengguguran janin pada fase ini.1

begitupun dengan pendapat para ulama lainnya. Tidak ada teks – teks fikih yang

berbeda pendapat dalam masalah ini, karena hukum dasarnya adalah bahwa

membunuh jiwa yang diharamkan secara syariat tidak boleh hukumnya dengan

alasan apapun. Jadi tidak boleh membunuh jiwa yang suci untuk menyelamatkan

jiwa orang lain, dan tidak halal bagi orang yang tidak mau mati lalu mebunuh

orang lain, walaupun dalam keadaan yang terpaksa.

Namun demikian, para penelitian ilmiah dalam perspektif fikih yang

dibentuk oleh kementrian wakaf di Kuwait membolehkan pengguguran janin

walaupun telah ditiupkan ruh kepadanyajika itu merupakan jalan satu – satunya

untuk menyelamatkan ibunya dari kematian. Karena menjaga kehidupan ibunya

jika keberadaan janin didalam perutnya membahayakannya lebih diutamakan,

karena kehidupannya lebih dulu ada dan sudah ada secara meyakinkan.2

Dari pendapat para fuqaha dalam masalah ini, dapat menyimpulkan

menjadi dua hukum.

Pertama, tidak diwajibkan qishash bagi asal ( ibu ) bila menyuruh cabang

( janin ) , walaupun disengaja dan direncanakan. Dasar hukumnya adalah karena

asal telah dijadikan oleh Allah sebagai sebab untuk mewujudkan cabang, maka

tidak layak jika cabang menjadi sebab kematian asalnya.3

Kedua, sebagian besar fuqaha sepakat bahwa pembunuh janin tidak

diqishash walaupun disengaja, walaupun janinnya lahir dalam keadaan mati, dan

walaupun pekerjaan itu haram hukumnya.4

Dari kedua hum ini dapat disimpulkan bahwa kehormatan ibu lebih tinggi

daripada kehormatan janin jika keduanya bertemu. Maka tidak ada jalan lain

kecuali mengorbankan salah satu jiwa untuk menyelamatkan jiwa yang lain.

1 Hasyiyah Ibnu Abidin, juz I, hal. 602, juz VI, hal. 5912 Al – Mausu’ah Al – Fiqhiyyah, juz II, hal. 573 Ibnu Qudamah, Al – Mughni, juz IX, hal. 3594 Ibid, hal. 22, At – Tasyri’ Al – Islami, juz II , hal. 14

14

Page 15: Fikih Kedokteran

B. Hukum Pengguguran Janin Sebelum Peniupan Roh

Madzhab Hanafi

Para fuqaha dari madzhab hanafi memperbolehkan pengguguran janin

sebelum peniupan roh jika mendapat izin dari pemilik janin, yaitu kedua orang

tuannya, baik disengaja ataupun tidak.

Madzhab Maliki

Para ulama dari madzhab maliki mengharamkan pengguguran kandungan

dari satu fase perkembangan ke fase berikutnya, keharamannya itu bertingkat –

tingkat sesuai dengan perkembangan umur janin hingga akhirnya pengguguran

kandungan itu dianggap pembunuhan setelah peniupan roh.

Madzhab Syafi’i

Para ulama dari madzhab syafi’i memperbolehkan secara mutlak dan

apabila ada halangan. Akan tetapi mungkin tujuan para ulama itu adalah

mensyaratkan bagi orang – orang yang mengharamkan atau memakruhkan dari

ulama madzhab ini, bahwa memang pengguguran

Madzhab Hambali

Dari perkataan Ibnu Qudamah dalam Al – Mughni tidak menunjukkan

bahwa dia mengharamkan ataupun memperbolehkannya sebelum peniupan roh,

melainkan secara jelas dia berpendapat bahwa pengguguran kandungan sebelum

peniupan roh tidak dianggap sebagai pembunuhan terhadap jiwa manusia, baik

dari segi larangan di dunia maupun dosanya di akhirat. 1

Madzhab Ibnu Hazm Azh - Zhairi

Ibnu Hazm berpendapat bahwa dia tidak menganggapnya sebagai

pembunuhan, tetapi dia mengatakan bahwa itu adalah perbuatan yang harus

1 Ibnu Qudamah di dalam kitab Al – Mausu’ah Al – Fiqhiyyah, juz II, hal. 59

15

Page 16: Fikih Kedokteran

didenda. Sedangkan denda tidak diwajibkan pada perbuatan yang menghilangkan

manfaat tanpa ada uzur penghilangannya hukumnya adalah haram.

Artikel kelima, berjudul Operasi Selaput Dara dalam Perspektif Syariat

A. Manfaat dan Mudharat yang Mungkin Timbul Akibat Operasi Selaput

Dara

Sisi positif dilakukannya operasi selaput dara, diantaranya :

1. Untuk menutupi Aib

2. Melindungi keluarga

3. Pencegahan dari prasangka buruk

4. Mewujudkan keadilan antara pria dan wanita

5. Mendidik masyarakat

Sisi negatif dilakukannya operasi selaput dara, diantaranya:

1. Penipuan

2. Mendorong perbuatan keji

B. Menimbang Sisi Positif dan Negatif Dilihat dari sisi Penyebab Hilangnya

Keperawanan

Pertama, sebab yang tidak dianggap maksiat. Misalnya karena jatuh dan

tabrakan. Dalam rangkamenyebarkan prasangka baik, operasi untuk

menghilangkan bekas kecelakaan, karena tindakan itu akan menghapuskan sebab

– sebab samar, yang bisa mendorong masyarakat untuk berprasangka buruk

apabila dibiarkan.

Dari segi fiqih, hampir semua fuqaha sepakat bahwa tiadanya

keperawanan tidak dianggap aib yang mengharuskan batalnya pernikahan jika hal

itu tidak disyaratkan oleh suami secara jelas.1

Dari pembahasan ini sisi positif dari tindakan ini jauh lebih besar darpada

sisi negatifnya. Dapat pula dikatakan bahwa operasi selaput dara hukumnya boleh

1 Badai’ush – shanai, juz II, hal. 327

16

Page 17: Fikih Kedokteran

untuk menutupi aib gadis yang disebabkan karena kecelakaan atau ketidak

sengajaan.

Kedua, sobeknya selapu dara karena zina. Dalam kondisi ini tidak akan

terwujud manfaat apapun dari pengembalian keperawanan. Operasi keperawanan

untuk wanita jenis ini tidak ada manfaatnya sama sekali, bahkan akan membawa

sisi negatif yang lebih besar, sehingga mengharamkannya jauh lebih dekat pada

tujuan syariat daripada memperbolehkannya.

BAB III

RINGKASAN BUKU

Secara umum buku ini membahas tentang lima persoalan pokok dalam

dunia kedokteran modern, yaitu tentang batasan awal dan akhir kehidupan,

17

Page 18: Fikih Kedokteran

transplantasi janin dan penggunaannya untuk eksperimentasi ilmiah, pengguguran

kandungan, donor anggota badan, dan oprasi selaput dara.

Dalam buku ini kajian tentang batasan awal dan akhir kehidupan, sangat

penting karena akan dijadikan pijakan bagi penetapan hukum dalam masalah-

masalah lainnya, seperti masalah transplantasi janin dan penggunaannya untuk

eksperimentasi ilmiah, masalah aborsi, dan masalah donor anggota badan.

Menurut Nu’aim Yasin, dari hasil kajiannya, bahwa awal dan akhir

kehidupan manusia ditetapkan berdasarkan ada dan tidaknya ruh pada badan.

Menurutnya, kehidupan manusia bermula, ketika ruh sudah ditiupkan ke dalam

jasad, yaitu ketika janin berusia empat bulan (120 hari) setelah pertemuan sel

sperma dan ovum. Hal ini didasarkan pada sebuah hadits Nabi :

“Sesungguhnya kejadian seseorang itu dikumpulkan di dalam perut ibunya

selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua terbentuklah

segumpal darah beku. Manakala genap empat puluh hari ketiga berubahlah

menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan

roh serta memerintahkan supaya menulis empat perkata, yaitu ditentukan rizkinya,

waktu kematiannya (ajalnya), amalnya dan nasib baik atau nasib buruknya.” (HR.

BukhariMuslim).

Pandangan ini berbeda dengan pandangan dunia kedokteran pada

umumnya yang menganggap bahwa awal kehidupan bermula sejak adanya

pertemuan antara sperma dan ovum. Menurutnya, sebelum peniupan ruh, janin

belum mengalami kehidupan manusiawi yang berkehendak, tetapi baru

mengalami kehidupan hewani, yaitu makan dan minum. Konsekuensi hukumnya,

segala sesuatu yang terjadi pada janin sebelum peniupan ruh, tidak dihukumi

seperti hukum manusia.

Sedangkan batas akhir kematian menurutnya adalah setelah ruh itu

meninggalkan badan, bukan setelah tidak berfungsinya otak seperti anggapan

secara umum dalam dunia kedokteran. Karena bila batasan kematian itu

didasarkan pada otak, ternyata setelah manusia mati (rohnya hilang), otak masih

18

Page 19: Fikih Kedokteran

bisa disimpan, dicangkokkan dan difungsikan oleh manusia lain, berarti otak

belum mati.

Dari pembahasan tentang batasan awal dan akhir kehidupan itu, Nuaim

Yasin mencoba untuk mengelaborasi masalah-masalah lain, seperti penggunaan

janin untuk eksperimentasi ilmiah, pencangkokan sel janin pada tubuh manusia,

dan masalah menggugurkan kandungan.

Menurutnya, hukum dasar penggunaan janin untuk eksperimentasi ilmiah,

pengambilan selnya untuk pengobatan, dan aborsi, sebelum janin berusia empat

bulan hukumnya haram, akan tetapi, bila itu dilakukan karena ada kemaslahatan di

dalamnya atau untuk menghindari bahaya, baik pada janin itu sendiri atau pada

orang lain yang akan diselamatkan, maka hukumnya boleh. Alasan

pembolehannya adalah karena waktu itu janin belum ditiupkan ruh padanya dan

melum mengalami kehidupan manusiawi, sementara manusia yang ingin

diselamatkan dengan pengorbanan janin yang belum berusia empat bulan itu,

lebih tinggi derajatnya daripada janin. Adapun setelah janin berusia empat bulan

tidak boleh dijadikan sebagai sarana eksperimentasi ilmiah, tidak boleh diambil

selnya untuk pengobatan dan tidak boleh diaborsi, karena janin sudah mengalami

kehidupan manusiawi dan jika janin dibnunuh atau digugurkan, maka nilainya

sama dengan membunuh nyawa manusia.

Mengenai pendonoran anggota tubuh manusia baik dari orang hidup

ataupun orang mati, pada dasarnya diperbolehkan dengan syarat harus

memperhatikan kemaslahatan dan mudharat yang ditimbulkan dari pendonoran

itu. Jika kemaslahatannya lebih besar daripada bahaya yang ditimbulkan, maka

hukumnya boleh, tetapi jika mudharatnya lebih besar, baik bagi pendonor maupun

yang didonor, maka hukumnya haram. Di samping itu, donor boleh dilakukan jika

mendapat persetujuan dari orang yang mendonorkan dan tidak melanggar syariat,

karena pada anggota tubuh manusia itu ada dua hak yang saling terkait, yaitu hak

manusia dan hak Allah. Hak manusia gugur manakala mendapatkan izin dari

19

Page 20: Fikih Kedokteran

pemiliknya dan hak Allah gugur manakala dipergunakan untuk hal-hal yang tidak

bertentangan dengan syariat.

Sedangkan hukum oprasi selaput dara, juga dilihat dari sisi kemaslahatan

dan mudharat yang ditimbulkannya, serta dilihat dari sebab robeknya selaput dara

tersebut. Bila selaput dara robek karena kecelakaan, diperkosa, atau sebab-sebab

yang tidak disengaja lainnya, maka diperbolehkan bahkan dianjurkan demi

menjaga nama baik dan kelangsungan hidup sang gadis yang malang itu. Tetapi

bila robeknya selaput dara itu karena perbuatan keji, seperti zina, maka hukumnya

dilarang dan haram. Namun jika dia bertobat dan ingin menjaga kesuciannya

setelah bertobat serta tidak akan mengulanginya lagi, maka diperbolehkan

melakukan oprasi selaput dara demi kelangsungan hidupnya di masa mendatang.

Alasan Nu’aim Yasin memperbolehkan oprasi selaput dara adalah karena

Islam menganjurkan untuk menjaga nama baik. Dalam masyarakat juga ada

perlakuan

yang tidak adil terhadap wanita, khususnya yang hilang keperawanannya, tanpa

melihat sebabnya, mereka menganggap bahwa semua wanita yang tidak perawan

berarti tidak suci dan keji. Untuk menyelamatkan gadis yang malang itu, maka

oprasi selaput dara mungkin bisa sedikit membantunya.

Dari uraian Nu’aim Yasin dalam buku Fikih Kedokteran ini dapat

disimpulkan beberapa catatan penting bagi pengembangan ilmu dan praktek

kedokteran yang islami di masa mendatang:

Pertama, bahwa Nu’aim Yasin berhasil membuktikan bahwa syariat Islam

sama sekali tidak menghalang-halangi perkembangan ilmu dan praktek

kedokteran,

bahkan banyak di antara praktek kedokteran yang selama ini dianggap amoral dan

tidak sesuai dengan syariat, seperti pengguguran kandungan dan penggunaan janin

untuk eksperimentasi ilmiah, sebelum janin berusia empat bulan, ternyata

legitimated menurut syariat Islam. Kedua, pengembangan ilmu dan praktek

kedokteran harus senantiasa memperhatikan norma-norma syariat Islam, sehingga

20

Page 21: Fikih Kedokteran

diharapkan nantinya tidak terjebak dalam kegelapan ilmiah yang mungkin

menguntungkan dari sisi material, tetapi bertentangan dengan hukum-hukum

syariat.

.

BAB IV

ANALISIS

Artikel pertama berjudul, Batasan Awal dan Akhir Kehidupan Manusia

Dalam Perspektif Nash-Nash Syariat dan Ijtihad Para Ulama Muslim.

21

Page 22: Fikih Kedokteran

Kita tidak bisa menempatkan bahwa hasil yang dicapai dalam menetapkan

akhir kehidupan manusia itu bersifat sesuatu yang tidak bisa dibantah lagi,

melainkan hasil itu dasarnya hanyalah prasangka – prasangka yang paling

memungkinkan, karena premis – premis yang dijadikan untuk mencapai hasil itu,

walaupun ada sebagian yang bersifat qahti’i, namun sebagian lainnya adalah

bersifat zhanni, yaitu bahwa tentang penetapan lemahnya otak secara total, seperti

yang ditemukan oleh para ilmuwan modern, kadang masih kemasukan unsur

keraguan.

Sementara itu, tidak ada dalil syariat dan bukti ilmiah yang qahti’i, yang

menyatakan bahwa roh lah yang memimpin anggota badan itu, bukan yang

lainnya. Berhentinya otak menyebabkan berbagai macam penyakit tertentu dan

setiap penyakit yang ada atau akan ada, baik yang telah ditemukan maupun yang

belum ditemukan obatnya. Para dokter saat ini menemukan tentang kematian otak

secara total,

Menurut pendapat salah seorang dokter, bahwa memindahkan otak yang

hidup kepada orang lain tidak diperkenankan secara syariat karena menurutnya,

jika si pemilik itu otaknya hidup, maka orangnya juga masih hidup, apabila

mengambil otaknya maka sama saja dengan membunuhnya. Sementara menurut

ilmu kedokteran, seperti yang dinyatakan oleh beberapa dokter, sangat mungkin

untuk menjaga kondisi otak tetap dalam keadaan hidup hingga beberapa saat, dan

dapat dihidupkan kembali setelah itu, yang artinya adalah ada kemungkinan untuk

menjaga roh dalam jasad dengan menggantikan otaknya yang rusak dengan otak

yang baru.

Berdasarkan pemikiran diatas, sangatlah mungkin bagi kita membuat

hukum – hukum terapan yang diperlukan berdasarkan hasil yang telah kita capai.

Hanya saja, setiap kali hasil pembahasan seperti ini dijadikan sebagai pijakan

untuk membuat hukum terapan, maka semua persyaratan yang diperlukan untuk

mencegah adanya hambatan dan kesalahan, harus sudah dipersiapkan, seperti

adanya keputusan dari para dokter ahli bahwa orang itu benar – benar telah mati.

22

Page 23: Fikih Kedokteran

Sebelum memindahkan otak haruslah mendapat persetujuan dari pemiliknya

terlebih dahulu pada saat dia masih hidup dan dia tidak membatalkan persetujuan

itu sebelum mati.

Satu kenyataan bahwa kebenaran prasangka mayoritas, sangat mendekati

kebenaran atas dasar keyakinan. Misalnya tentang kematian, sebelum salah satu

anggota badan mayit mati, misalnya hati, bisa diaktifkan kembali dan bisa

dimanfaatkan dengan memindahkannya untuk menghidupkan manusia yang akan

mati.

Artikel kedua berjudul, Hakikat Janin dan Hukum Memanfaatkannya

untuk Pencangkokan dan Eksperimentasi Ilmiah.

Dasar – dasar teoritis yang kita jadikan sebagai dasar untuk menetapkan

kerusakan dan nilai kepentingannya adalah pengetahuan yang kita dapatkan

tentang hakikat janin sebelum peniupan roh, bahwa dia bukan manusia dan dia

adalah makhluk yang didalamnya ada kehidupan yang berbeda dengan kehidupan

yang disebabkan oleh bertemunya roh dengan jasad, sehingga menjadi manusia.

Pertemuan antara jasad dan roh manusia ini diciptakan oleh Allah setelah

janin berumur seratus dua puluh hari. Maka dari itu dari sudut pandang teoritis,

maka objek kajian dalam penetapan hukum secara global ini adalah janin yang

hidup dengan kehidupan alami, yang umurnya belum mencapai seratus dua puluh

hari, dan ini akan diketahui secara pasti bahwa janin itu belum mencapai umur

tersebut.

Akan tetapi semua cara yang dikenal pada saat ini untuk menetapkan umur

janin masih perkiraan, baik yang didasarkan pada pengakuan orang yang hamil

tentang awal kehamilannya dan terjadinya pembuahan, melalui penanggalan,

ataupun yang didasarkan pada perhitungan medis, semuanya itu masih

mengandung unsur – unsur kesalahan, maka dari itu haruslah berhati – hati dalam

menetapkan umur janin ini, sebelum berusia seratus dua puluh hari, sehingga kita

bisa memperlakukannya sesuai dengan hukum yang berlaku pada janin yang

belum ditiupkan roh itu.

23

Page 24: Fikih Kedokteran

Masalah - masalah realitis yang harus diketahui yang membahas tentang

hukum memanfaatkan janin untuk pencangkokan anggota tubuh dan

eksperimentasi ilmiah adalah fase – fase perkembangan yang telah dilalui oleh

janin berdasarkan penelitian para dokter, sehingga kepentingan yang diletakkan

dalam masalah penggguguran janin sesuai dengan fase perkembangan yang telah

dilalui oleh jasad janin tersebut, baik dekat maupun jauhnya dari waktu

kesempurnaan janin sehingga roh bisa berhubungan langsung dengannya. Maka

menjadi dasar atas bolehnya pengguguran janin pada masa perkembangan yang

dekat dengan masa peniupan roh sebelum masuk masa pengharamannya, lebih

tinggi kedudukannya daripada kepentingannya yang memperbolehkan

penggugurannya pada masa – masa yang jauh dari masa peniupan roh.

Alasannya, bahwa janin sebelum peniupan roh adalah makhluk hidup yang

sedang bersiap – siap untuk menerima roh manusia, maka segala sesuatunya

dipersiapkan untuk orang lain, sehinnga semakin dekat kepada kesempurnaan,

semakin tinggi pula nialinya. Seperti rumah yanh dipersiapkan untuk

penghuninya, dipersiapkan berdasarkan tahap – tahap tertentu. Semakin dekat

masa persiapan itu dengan masa kesempurnaa, maka akan semakin mahal pula

nilainya.

Artikel ketiga berjudul, Hukum Donor Anggota Badan dalam Perspektif

Jaidah Syariat dan Kedokteran.

Para fuqaha klasik menyelesaikan masalah perlakuan terhadap anggota

badan manusia dan sangat berhati – hati, dimana mereka meletakkan hukum –

hukum dasar dalam masalah itu adalah dilarang dan mereka mempersempit

pengecualian yang mungkin bisa memperbolehkannya. Diantara ulama yang

paling keras dalam hal ini adalah madzhab Hanafi, mereka tidak memberikan

pengecualian sama sekali terhadap hukum dasar tersebut, selain yang

diriwayatkan dari Abu Hanifah mengenai pendapatnya tentang bolehnya

membedah perut wanita yang mati untuk mengeluarkan janinnya yang diharapkan

kehidupannya. Adapun ulama yang paling banyak memberikan pengecualian

24

Page 25: Fikih Kedokteran

dalam amsalah ini adalah fuqaha dari madzhab Syafi’i, walaupun mereka tidak

sampai keluar dari kehati – hatian yang ketat dalam masalah ini.

Makna dari kehati – hatian mereka, yang selalu dijaga oleh para fuqaha di

dalam ijtihad mereka dalam masalah ini adalah kehormatan yang telah ditetapkan

oleh islam pada manusia. Sebagian fuqaha berpendapat, bahwa makna

kehormatan diatas berbeda antara manusia yang hidup dengan manusia yang mati.

Menurut mereka kehormatan orang yang hidup lebih besar daripada kehormatan

mayat.

Akan tetapi dalam masalah ini mereka melupakan makna yang mereka

senantiasa berhati – hati terhadapnya, ketika mereka membahas tentang maslah

penjualan air susu manusia, sehingga mereka memperbolehkannya dan mereka

tidak melihat bahwa memperjual – belikan air susu manusia ini bertentangan

dengan kehormatan manusia manapun.

Dari sini dapat dilihat bahwa menurut fuqaha, pemahaman tentang

kehormatan manusia, masuk didalamnya dan bercampur dengannya unsur

kepentingan jasad disamping adanya unsur maknawi lainnya, seperti hak manusia

untuk tidak melukai tubuhnya tanpa sebab. Hal ini diperkuat oleh pendapat

mereka tentang bolehnya memakan badan manusia ketika jelas bahwa itu dapat

menyelamatkan hidup orang yang sedang dalam kesulitan, mereka juga

memperbolehkan mengambil sesuatu dari mayat untuk kepentingan tertentu.

Sebagian besar pengecualian yang diberikan oleh para fuqaha atau

sebagian mereka, dari hukum dasar perlakuan terhadap anggota badan manusia

itu, mereka bangun diatas dasar – dasar kaidah syariat yang disepakati, yaitu

kaidah tentang keharusan mengambil resiko paling kecil untuk menolak bahaya

yang lebih besar. Adapun jika mereka berselisih pendapat dalam pengecualian

yang mereka ambil dari hukum dasar itu, bukan karena perbedaab mereka dalam

menetapkan unsur – unsur praktis dalam masalah tersebut dan penerapan kaidah

itu dalam praktik, karena dalam penerapannya harus ada bahaya yang lebih ringan

dan lebih berat, serta tidak memungkinkan untuk menolak dua bahaya itu

25

Page 26: Fikih Kedokteran

sekaligus. Untuk menetapkan besar kecilnya bahaya itu, perlu ditetapkan dengan

ukuran – ukuran yang didasarkan pada kaidah, sehingga unsur – unsur yang ada

pada maslah – masalah itu, menimbulkan perbedaan diantara ulama dan

menetapkan ukurannya.

Walaupun hasil kajian para fuqaha itu dapat memberikan arah bagi

keselamtan ilmiah dalam bidang fikih, akan tetapi masih sangat jauh dari

kenyataan yang mungkin dicapai oleh dunia kedokteran berdasarkan hasil yang

meyakinkan atau mendekati keyakinan dalam menetapkan bahaya penyakit yang

diperkirakan dan kepentingan pengobatannya atau menetapkan pengaruh yang

diakibatkan oleh praktek operasi. Sebaliknya, kebenaran diagnosa kedokteran

pada masa mereka, telah memberikan pengaruh yang besar terhadap kebenaran

hasil kajian para fuqaha dan sebagian dari mereka mengatakan secara terus terang

bhwa prasangka yang diambil dari diagnosa itu berada pada derajat pertengahan

antara yakin dan ragu.

Adanya kemajuan dalam dunia kedokteran telah menambah kepercayaan

ulama syariat kepada hukum – hukum kedokteran, sehingga menjadikan mereka

memahami banyak masalah dari pemahaman yang tadinya hanya berderajat

prasngka yang tidak kuat, kepada prasangka yang kuat, bahkan kadang – kadang

hingga sampai kepada prasangka yang mendekati keyakinan.

Itulah unsur – unsur yang didapat dalam masalah perlakuan terhadap

anggota badan manusia secara umum, yang realitasnya pembahasan dalam

masalah pencangkokan anggota badan manusia ini tidak bisa merujuk langsung

kepada pembahsan para fuqaha klasik, sehingga mereka harus mengekuarkan

hukum – hukum baru, yang terilhami dari kaidah – kaidah syariat yang dijadikan

pegangan oleh mereka. Lalu melakukan pengukuran baru terhadap karakteristik

pencangkokan anggota badan manusia yang berbeda – berbeda itu, baik

karakteristik dari aspek kerusakan maupun kepentingannya, yang diambil dari

unsur – unsur yang baru didapatkan.

Artikel keempat berjudul, Hukum Absorbsi dalam Perspektif Fikih Islam.

26

Page 27: Fikih Kedokteran

Dari penjelasan sebelumnya pada kerangka konsep, tampaklah dengan

jelas bahwa semua fuqaha itu sangat terpengaruh oleh adanya hadist tentang

peniupan roh dan penjelasan tentang fase – fase penciptaan yang dilaui oleh janin,

sesuai dengan ketentuan dan kehendak Allah.

Ulama berpendapat, ”Sesungguhnya janin yang telah ditiupkan roh

padanya harus dishalati bila mati, yaitu bila usianya telah sampai empat bulan

penuh. Adapun jika janin itu gugur sebelum itu maka tidak perlu dishalati, karena

dia bukan mayat, karena belum ditiupkan roh kepadanya.” Sementara Asy –

Syaukani dari Imam Syafi’i berpendapat bahwa, “Dimandikan bagi janin yang

telah berusia empat bulan, karena pada empat puluh hari keempat ditetapkan

rezeki dan ajalnya dan itu ditetapkan hanya untuk makhluk hidup.”

Perbedaan antara kedua fase perkembangan itu sangat jelas bagi orang –

orang yang memperbolehkan pengguguran janin sebelum peniupan roh dan

mengharamkannya sesudahnya. Adapun bagi orang – orang yang mengharamkan

kedua fase itu ( sebelum dan sesudah peniupan roh ), menunjukkan tingkat

keharaman pengguguran kandungan itu menurut mereka, berbeda – beda sesuai

dengan tingkat umur janin yang telah berumur empat bulan pertama dianggap

sebagai pembunuhan terhadap manusia, sedangkan sebelum itu tidak dianggap

pembunuhan.

Adapun bagi madzhab – madzhab yang mengharamkannya pengguguran

janin sebelum peniupan roh, mungkin mereka tidak bermaksud

mengharamkannya dalam keadaan yang ada alasannya. Hingga Malikyah yang

sangat keras pengharamannya dalam masalah ini, ada ulama yang berpendapat

bahwa perlunya mensyaratkan pengharaman yang dipegang oleh madzhab, agar

diperbolehkan menggugurkan janin, jika kehamilan itu disebabkan karena

perbuatan zina, khususnya jika wanita itu takut pada dirinya sendiri apabila

kehamilannya diketahui orang banyak.

Pada saat ini, dimana ilmu kedokteran sudah maju pesat, seorang dokter

bisa mengetahui berbagai macam bahaya pada janin jika ada didalam perut ibunya

27

Page 28: Fikih Kedokteran

dan berbagai macam bahaya yang akan menimpa ibu yang hamil jika janin

dibiarkan hingga bulan – bulan terakhir kehamilan. Yaitu alasan – alasan yang

tidak kalah pentingnya dengan alasan – alasan yang disebutkan oleh para fuqaha,

sehingga sebaiknya madzhab – madzhab itu perlu memperhatikannya.

Dari paparan diaatas, tidak ada satupum sumber yang mengharamkan

pengguguran kandungan pada fase sebelum peniupan roh ini, bahkan mereka

sendiri sepakat untuk mengatakan bahwa menggugurkan kandungan sebelum

peniupan roh tidak dianggap membunuh manusia. Walaupun hukumnya haram,

tetapi karena merusak sesuatu yang bermanfaat, karena seandainya janin itu masih

hidup dia nantinya akan menjadi manusia . adapun jalan keluar yang akhirnya

ditempuh oleh para ulama, bahwa dosa itu bertingkat – tingkat derajat dan

bobotnya.

Artikel kelima berjudul, Operasi Selaput Dara dalam Perspektif Syariat

Sesungguhnya kepentingan yang ingin dicapai dari pelaksanaan operasi

pengembalian selaput dara, seperti yang telah disebutkan dalam permulaan ini,

begitu juga sisi negati yang mungkin timbul jika dokter tidak bersedia melakukan

operasi tersebut. Masalah ini lebih banyak terletak pada adat istiadat dan

kebiasaan sosial yang berkembang dalam masyarakat Islam yang bermacam –

macam.

Seandainya masyarakat mennjalankan batas – batas syariat dalam masalah

ini, tidak memberikan perhatian yang lebih terhadap sobeknya selaput dara, maka

opersi selaput dara tidak akan menjadi jalan untuk mewujudkan sisi negatif dan

ketidaksediaan dokter untuk melakukan operasi tidak menyebabkan terwujudnya

sisi negatif yang diperkirakan akan terjadi. Karena pada saat itu tidak ada artinya

menutupi aub, menangkis prasangka buruk, dan mewujudkan keadilan antara

lelaki dan perempuan, yang pada dasarnya syariat tidak membedakan antara

keduanya, dan tidak ada pula makna pendidikan yang ingin dicapai.

Pendapat yang ada dalam kasus ini adalah tujuan yang ingin dicapai dalam

hal ini, tidak cukup kuat untuk memperbolehkan dibukannya aurat wanita didepan

28

Page 29: Fikih Kedokteran

dokter. Para fuqaha sepakat bahwa robeknya selaput dara saja tidak dianggap

sebagai dalil atas perbuatan zina. Kita lihat bahwa mayoritas fuqaha berpendapat

bahwa wanita yang selaput daranya tidak utuh tidak wajib untuk dihukum dera.

Meskipun disaksikan oleh empat orang saksi atau lebih.

Ketidakmampuan kita untuk mengetahui hikmah penciptaan selaput dara

ini tidak berarti bisa merubah hukum syariat, lalu menganggap sobeknya selaput

dara seorang wanita adalah sebagai bukti atan perbuatan keji.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

29

Page 30: Fikih Kedokteran

Buku ini terdiri dari kumpulan artikel yang membahas tentang masalah

masalah kedokteran, dengan meletakkan dasar – dasar hukum syariat dan akhlak

pengembangan ilmu kedokteran .

Artikel pertama berjudul, Batasan Awal dan Akhir Kehidupan Manusia

Dalam Perspektif Nash-Nash Syariat dan Ijtihad Para Ulama Muslim.

Titik tolak pada pembahasan ini terdapat dalam dua macam, yaitu;

3. Nash-Nash syariah dari Kitabullah dan Sunnah Rasul Nya serta Ijtihad

para ulama dalam masalah ini

4. Beberapa pertimbangan ilmiah dalam ilmu kedokteran.

Dalam hal ini ada dua permasalahan pokok: Pertama, batasan waktu awal

kehidupan manusia. Kedua, batasan tentang kapan kehidupan manusia berakhir.

Artikel kedua berjudul, Hakikat Janin dan Hukum Memanfaatkannya

untuk Pencangkokan Anggota Badan serta Pemanfaatan Janin untuk

Eksperimentasi Ilmiah.

Pembahasan artikel ini difokuskan tentang hakikat janin dalam berbagai

fase perkembangannya supaya diketahui apa saja perlindungan yang perlu

dikerjakan pada tiap – tiap fase perkembangannya supaya diketahui apa saja

perlindungan yang perlu dikerjakan pada tiap – tiap fase perkembangan itu.

Artikel ketiga berjudul, Hukum Donor Anggota Badan dalam Perspektif

Jaidah Syariat dan Kedokteran.

Sebagian penyakit yang menimpa jasad manusia bisa menyebabkan

rusaknya sebagian anggota badan.

Artikel keempat berjudul, Hukum Absorbsi dalam Perspektif Fikih Islam.

Para fuqaha memperbolehkan pengguguran kandungan yang merupakan

akibat dari pengetahuan yang baru tentang keadaan janin dalam berbagai macam

fase perkembangannya.

Artikel terakhir berjudul, Mengembalikan Keperawanan dalam Perspektif

Tujuan Syariat.

30

Page 31: Fikih Kedokteran

Pada dasarnya setiap orang berhak memperbaiki bagian dari anggota

tubuhnya yang rusak. Akan tetapi khusus masalah keperawanan ini, kadang –

kadang menjadi tanda kesucian bagi seorang gadis dan kadang menjadi syarat

utama dalam suatu pernikahan.

5.2 Saran

Didalam buku ini banyak menggunakan istilah atau bahasa dari bahasa

arab, sehingga orang awam kurang dapat memahami kata – kata yang dibuat oleh

penulis tersebut. Sarannya adalah supaya penulis menggunakan kata – kata yang

umum digunakan atau jika mau menggunakan kata – kata tersebut sebaiknya

disertakan arti atau maksud dari istilah tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin,M.Ag,Dr.Munirul.2001.Menuju Fikih Kedokteran yang Ishlahi.Jakarta: Pustaka Al – Kautsar.

31

Page 32: Fikih Kedokteran

Ad-duraini,Dr. Fathi.1977.Al – Haq wa Mada Sulthan Ad – daulah fi Taqydihi.Berut. Ar – Rissalah.

Al – Bar,Dr. Muhammad Ali.1987.Intifa’u Al – Insan bi A’dhai Jismi Insan Akhar Hayyan wa Mayyitan.Beirut:Darul Kutub.

Al–‘Albi,Dr. Muhyidin Thalu.1987.Tathawwur Al-Janin wa Shihhah Al-Haml.Kuwait:Wizarah Al – Auqaf.

Al-Hafizh.1979.Mukhtasar Shahih Muslim.Beirut:Wizarah Al- Auqaf.

Ash-Shabuni,Muhammad Ali.1981.Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir.Beirut:Darul Qur’an Al – ‘azhim.

Azhim,Abdul.1988.At – Targhibwa At – Tarhib.Kairo:Mushthafa Al – Halabi.

Najim,Ibnu.1985.Al – Asybah wa An – nazhair.Beirut:darul Kutub.

Walid.2008.Fikih Kedokteran.Jakarta:Fahima.

Yasin,Prof. Dr. Muhammad Nu’aim.2009.Fikih Kedokteran.Jakarta:Pustaka Al - Kautsar.

32