kebisingan nidjonk

download kebisingan nidjonk

of 23

Transcript of kebisingan nidjonk

PENDAHULUAN A. Tujuan praktikum Tujuan dari kegiatan praktikum ini adalah : Mahasiswa dapat melakukan pengukuran dengan metoda yang benar. B. Manfaat praktikum 1. Mahasiswa mengenal alat untuk mengukur kebisingan. 2. Mahasiswa dapat mengukur kebisingan di tempat kerja. 3. Mahasiswa dapat menganalisa hasil pengukuran.

1

DASAR TEORI Bunyi/ suara adalah getaran/ gelombang yang merambat melalui suatu media dan menerpa alat pendengaran dengan mekanisme fisiologis sehingga didapat rangsangan pendengaran. (1) Kebisingan adalah salah satu faktor fisik berupa bunyi yang dapat menimbulkan akibat buruk bagi kesehatan dan keselamatan kerja. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, bising adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah semua bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan.(2) Kualitas bunyi ditentukan oleh frekuensi dan intensitasnya. Intensitas bunyi adalah besarnya tekanan yang dipindahkan oleh bunyi yang dinyatakan dalam satuan desible (dB). Frekuensi dinyatakan dengan jumlah getaran per detik atau hertz (Hz), yaitu jumlah gelombang yang diterima oleh telinga setiap detiknya. Telinga manusia dapat mendengar bunyi mulai frekuensi 20-20.000 Hz. Bunyi dengan frekuensi 250-3,000 Hz sangat penting, karena frekuensi tersebut manusia dapat mengadakan komunikasi secara normal.(3) Di tempat kerja, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar, yaitu :(4) a. Kebisingan yang tetap (steady noise) dipisahkan lagi menjadi dua jenis, yaitu : 1) Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise)2

Kebisingan ini merupakan nada-nada murni pada frekuensi yang beragam, contohnya suara mesin, suara kipas dan sebagainya. 2) Kebisingan tetap (Brod band noise) Kebisingan dengan frekuensi terputus dan Brod band noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya adalah brod band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada murni). b. Kebisingan tidak tetap (unsteady noise) dibagi lagi menjadi tiga jenis, yaitu : 1) Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise) Kebisingan yang selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu. 2) Intermitent noise Kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas. 3) Kebisingan impulsif (Impulsive noise) Kebisigan ini dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara ledakan senjata dan alat-alat sejenisnya. Menurut Men KLH, 1989, aktivitas dari berbagai proyek pembangunan menghasilkan dampak yang berbeda-beda dari berbagai sumber kebisingan. Sumber kebisingan dapat dibagi menjadi :(5)3

a. Tipe pembangunan permukiman b. Tipe pembangunan gedungbukan untuk tempat tinggal tetap c. Tipe pembangunan industri d. Tipe pekerjaan umum. Menurut Dirjen PPM dan PL, Depkes Kessos RI pada tahun 2000, sumber kebisingan dapt dibedakan menjadi 3 jenis yaitu :(5) a. Bidang industri Termasuk didalamnya pabrik, bengkel dan sejenisnya, bising dari kegiatan industri ini dapat dirasakan oleh karyawannya dan masyarakat di sekitar lokasi industri. b. Bising rumah tangga Pada umumnya disebabkan oleh alat-alat rumah tangga dan tidak terlalu tinggi tingkat kebisingannya. c. Bising spesifik Disebabkan oleh kegiatan-kegiatan khusus, misalnya pembangunan jalan dan konstruksi bangunan. Untuk mengetahui intensitas kebisingan di lingkungan kerja maka diperlukan pengukuran. Dalam pengukuran kebisingan dikenal istilah Equivalent Continous Sound atau Noise Level (Leq) yang merupakan tingkat atau level yang menjadi tingkatan yang steady atau ajeg selama periode pengukuran, yang mewakili banyaknya energi yang muncul selama pengukuran, fluktuasi tingkat tekanan bunyi. Leq diukur secara langsung dengan Sound Level Meter (SLM). Leq adalah ukuran dari rata-rata energi dari berbagai variasi tingkat bunyi.(6)

4

Ada 2 alat yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan di tempat kerja, yaitu : (2) 1. Sound Level Meter (SLM) SLM digunakan sebagai instrumen pembaca langsung yang bereaksi terhadap suara atau bunyi, mendekati kepekaan manusia. Alat ini dipakai untuk mengukur tingkat kebisingan pada saat tertentu. Biasanya alat ini digunakan untuk mengidentifikasi tempat-tempat yang tingkat kebisingannya lebih tinggi dari aturan batas maksimum yakni 85 dBA. Alat ini terdiri dari microphone, alat penunjuk elektronik, amplifier, dan 3 skala pengukuran A, B, C. a. Skala pengukuran A: untuk memperlihatkan perbedaan kepekaan yang besar pada frekuensi rendah dan tinggi yang menyerupai reaksi telinga untuk intensitas rendah. b. Skala pengukuran B: untuk memperlihatkan kepekaan telinga untuk bunyi dengan intensitas sedang. c. Skala pengukuran C: untuk skala dengan intensitas tinggi. Ada 2 jenis SLM yang sering digunakan, yaitu: a. Pocket Sound Level Meter type 2205, tipe ini dapat untuk pengukuran skala A, B dan C. b. Precision Sound Level Meter type 2203, tipe ini lebih besar dari tipe 2205 dan dapat untuk pengukuran yang lebih teliti di samping dapat dilengkapi dengan filter untuk frekuensi.

5

Gambar 1. Sound Level Meter 2. Dosimeter Dosimeter adalah alat yang dipakai untuk mengukur tingkat kebisingan yang dialami pekerja selama shiftnya. Alat ini dipakai untuk mengukur shift dengan jam kerja selama 8 jam, 10 jam, 12 jam atau berapapun lamanya. Alat ini dipasang dalam sabuk pinggang dan sebuah microphone kecil dipasang dekat telinga. Dosimeter mengukur jumlah bunyi yang didengar pekerja selama shiftnya.

Gambar 2. Dosimeter

6

Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadar atau intensitas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Pengertian tersebut tercantum dalam Pasal 1 Permenaker no. 13 tahun 2011.(7) Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 13/Men/X/2011 tahun 2011 tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja, NAB kebisingan adalah :(7) Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Waktu pemaparan per hari

Intensitas kebisingan (dBA)

8 4 Jam 2 1

85 88 91 94

7

30 15 7,5 Menit 3,75 1,88 0,94 28,12 14,06 7,03 3,52 1,76 0,88 0,44 0,22 0,11 Detik

97 100 103 106 109 112 115 118 121 124 127 130 133 136 139

1. Catatan: tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.

8

Tabel 2. Pemaparan Kebisingan yang Diperkenankan(8) Intensitas Kebisingan (dBA) OSHA 90 92 95 97 100 102 105 110 115 ACGIH 80 85 90 95 100 105 110 115 (TLV-C)

Lamanya pemaparan yang diperkenankan (Jam)

OSHA 8 6 4 3 2 1,5 1 0,5 0,25

ACGIH 16 8 4 2 1 0,5 0,25 0,125

OSHA: Occupational Safety and Health Administration ACGIH: American Conference Governmental Industrial Hygienists TLV: Threshold Limit Values9

Pekerjaan yang menimbulkan bising dengan intensitas tinggi umumnya terdapat di pabrik tekstil, pabrik yang menggunakan generator sebagai pembangkit tenaga listrik, pekerjaan pemotongan plat baja, pekerjaan bubut, gerinda, pengamplasan bahan logam, dan lain-lain. (9) Dasar menentukan suatu gangguan pendengaran akibat kebisingan adalah adanya pergeseran ambang pendengaran, yaitu selisih antara ambang pendengaran pada pengukuran sebelumnya dengan ambang pendengaran setelah adanya pajanan bising (satuan yang dipakai adalah desibel (dB)). Pajanan bising intensitas tinggi secara berulang dapat menimbulkan kerusakan sel-sel rambut organ corti di telinga dalam. Kerusakan dapat terlokalisasi di beberapa tempat di cochlea atau di seluruh sel rambut di cochlea. Pada trauma akustik, cedera cochlea terjadi akibat rangsangan fisik berlebihan berupa getaran yang sangat besar sehingga merusak sel-sel rambut. Namun pada pajanan berulang kerusakan bukan hanya semata-mata akibat proses fisika semata, namun juga proses kimiawi berupa rangsang metabolik yang secara berlebihan merangsang sel-sel tersebut. Akibat rangsangan ini dapat terjadi disfungsi sel-sel rambut yang mengakibatkan gangguan ambang pendengaran sementara atau justru kerusakan sel-sel rambut yang mengakibatkan gangguan ambang pendengaran yang permanen. Pengaruh kebisingan Terhadap Tenaga Kerja dan Lingkungan Kerja dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

10

1. Pengaruh terhadap alat pendengaran (Auditory Effect) a. Trauma akustik akibat paparan singkat terhadap suara impulsif. Hal ini dapat menyebabkan robeknya membran tymphani dan kerusakan tulang-tulang pendengaran. b. Temporary Threshold Shift (Kurang Pendengaran Akibat Bising Sementara) Akibat jangka pendek dari pemaparn bising, berupa kenaikan ambang pendengaran sementara yang kemudian apabila paparan berakhir akan kembali seperti semula. c. Permanent Threshold Shift (Kurang Pendengaran Akibat Bising Tetap) Kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversible. (10) 2. Pengaruh Bukan Pada Indera Pendengaran (Non Auditory Effect) a. Gangguan perasaan seperti mudah tersinggung/ marah. b. Gangguan pembicaraan misal sulit menangkap pembicaraan orang lain (gangguan komunikasi). c. Gangguan tidur d. Gangguan lalin seperti meningkatnya ketegangan otot, kenaikan tekanan darah, kangguan keseimbangan (nausea dan vertigo). (10)

11

Faktor-faktor

yang mempengaruhi

risiko

kehilangan

pendengaran

berhubungan dengan terpaparnya kebisingan. Bagian yang paling penting adalah:(2) 1 Intensitas kebisingan (tingkat tekanan suara) 2 Jenis kebisingan (wide band, narrow band, impulse) 3 Lamanya terpapar per hari 4 Jumlah lamanya terpapar (dalam tahun) 5 Usia yang terpapar 6 Masalah pendengaran yang telah diderita sebelumnya 7 Lingkungan yang bising 8 Jarak pendengaran dengan sumber kebisingan. Tingkat paparan kebisingan suatu lingkungan kerja tidak diperbolehkan melebihi ambang batas yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 tahun 2011, yaitu tidak lebih dari 85 dBA. Untuk mengurangi paparan bising perlu dilakukan pengendalian. Secara umum upaya pengendalian kebisingan dilakukan melalui pengurangan dan pengendalian tingkat bising menjadi 3 aspek yaitu :(11) 1. Pengendalian pada sumber (secara teknis) Pengendalian secara teknis dapat dilakukan pada sumber bising, media yang dilalui bising dan jarak sumber bising terhadap pekerja. Pengendalian bising pada sumbernya merupakan pengendalian yang sangat efektif dan hendaknya dilakukan pada sumber bising yang paling tinggi. Cara-cara yang dapat dilakukan antara lain:(12)

12

a. Desain ulang peralatan untuk mengurangi kecepatan atau bagian yang bergerak, menambah muffler pada masukan maupun keluaran suatu buangan, mengganti alat yang telah usang dengan yang lebih baru dan desain peralatan yang lebih baik. b. Melakukan perbaikan dan perawatan dengan mengganti bagian yang bersuara dan melumasi semua bagian yang bergerak. c. Mengisolasi peralatan dengan cara menjauhkan ataupun sumber dari

pekerja/penerima, barrier/penghalang.

menutup

mesin

membuat

d. Merendam sumber bising dengan jalan memberi bantalan karet untuk mengurangi getaran peralatan dari logam, mengurangi jatuhnya sesuatu benda dari atas ke dalam bak maupun pada sabuk roda. e. Menambah sekat dengan bahan yang dapat menyerap bising pada ruang kerja. Pemasangan perendam ini dapat dilakukan pada dinding suatu ruangan yang bising. 2. Pengendalian pada media rambatan Pengendalian pada media rambatan dilakukan diantara sumber dan penerima kebisingan. Prinsip pengendaliannya adalah melemahkan intensitas kebisingan yang merambat dari sumber kepenerima dengan cara membuat hambatanhambatan. Ada dua cara pengendalian kebisingan pada media rambatan yaitu outdoor noise control dan indoor noise control.

13

3. Pengendalian kebisingan pada manusia. Pengendalian kebisingan pada manusia dilakukan untuk mereduksi tingkat kebisingan yang diterima setiap hari. Pengendalian ini terutama ditujukan pada orang yang setiap harinya menerima kebisingan, seperti operator pesawat terbang dan orang lain yang menerima kebisingan. Pada manusia kerusakan akibat kebisingan diterima oleh pendengaran sehingga metode pengendaliannya memanfaatkan alat bantu yang bisa mereduksi tingkat kebisingan yang masuk ke telinga.(11) a. Secara administratif Pengendalian ini meliputi rotasi kerja pada pekerja yang terpapar oleh kebisingan dengan intensitas tinggi ke tempat atau bagian lain yang lebih rendah, pelatihan bagi pekerja terhadap bahaya kebisingan, cara mengurangi paparan bising dan melindungi pendengaran.(12) b. Secara medis Pemeriksaan Audiometri dan penggunaan alat pelindung diri. Alat pelindung diri untuk mengurangi kebisingan meliputi ear plug dan ear muff.(12)

14

METODE PRAKTIKUM A. Alat dan Bahan 1. Sound Level Meter 2. Stopwatch 3. Kamera 4. Kalkulator 5. Form data B. Skema kerja 1. Mengatur pembobotan pada dBA, dengan respon slow. 2. Mengarahkan mikrofon pada sumber bising, yaitu ke arah penggorengan yang sedang digunakan dan sekitaran suara orang-orang yang sedang mengobrol. 3. Mengatur jarak pengukuran, yaitu 0,25 1 meter dari sumber bising; 1,2-1,5 meter jarak mikropon dengan permukaan lantai. 4. Mencatat nilai Sound Pressure Level setiap 15 detik selama 300 detik atau 5 menit dalam satuan dBA. 5. Menghitung rata-rata hasil pengukuran terhadap sumber bising (Leq sesaat) yang dilakukan selama 300 detik yang menghasilkan 20 hasil pengukuran dengan rumus:

15

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil a. Hasil Pengukuran Nama Alat : Sound Level Meter

Tanggal Pengukuran : 1 Mei 2012 Lokasi Pengukuran : Kantin FKM UNDIP

Tabel . Hasil Pengukuran Kebisingan di Kantin FKM UNDIP SPL (tiap 15 detik) Ruang Waktu 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 Leq sesaat (dBA)

59,2 61,2 61,5 60,8 65,0 66,3 61,7 59,6 54,8 59,5

Kantin

08.54 165 180 195 210 225 240 255 270 285 300

60,44

59,1 54,9 54,7 55,6 60,8 59,7 56,2 55,7 57,8 60,1

b. Hasil Perhitungan

16

c. Lokasi Pengukuran Keterangan :2 1 1 1 1 1 1 1 1 1

titik pengukuran Sumber bising : 1 manusia1 1 3 3

2 penggorengan 3 mesin motor

17

2. Pembahasan Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kebisingan adalah Sound Level Meter (SLM). Skala pengukuran yang digunakan dalam pengukuran dengan Sound Level Meter adalah skala pengukuran A. Skala tersebut digunakan karena skala pengukuran A paling dekat dengan kepekaan pendengaran manusia yang relatif peka pada suara dengan frekuensi rendah. Lokasi yang digunakan sebagai tempat pengamatan/pengukuran adalah kantin Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro. Sumbersumber kebisingan yang ada di kantin antara lain: suara penggorengan, percakapan orang-orang yang sedang mengobrol, dan dari suara mesin kendaraan yang berlalu-lalang berdekatan dengan kantin. Pengukuran kebisingan dilakukan pada pukul 08.54 WIB selama 300 detik atau 5 menit dengan pencatatan hasil Sound Pressure Level (SPL) pada display Sound Level Meter setiap 15 detik. Berdasarkan dari pengamatan/pengukuran didapatkan 20 intensitas kebisingan, dari data tersebut kemudian dihitung Leq sesaatnya dengan menggunakan rumus :

Dari perhitungan diperoleh hasil Leq sesaat di kantin adalah sebesar 60,44 dBA.

18

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang nilai ambang batas faktor fiisk dan faktor kimia di tempat kerja, tingkat kebisingan sebesar 60,44 dBA masih sesuai dan tidak melebihi nilai ambang batas (NAB) kebisingan yakni sebesar 85 dBA. Namun pengukuran tersebut dilakukan pada saat pagi hari yakni pada pukul 08.54 WIB dimana aktivitas di kantin baru dimulai dan kegiatan jualbeli di kantin belum begitu ramai. Pada pengukuran pukul 12.00 WIB ke atas (jam makan siang) mungkin akan didapat hasil pengukuran Leq sesaat (tingkat kebisingan) yang lebih tinggi.

19

PENUTUP a. Kesimpulan Kebisingan adalah semua bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat kebisingan di tempat kerja, yaitu : Sound Level Meter (SLM) dan dosimeter. Hasil pengukuran tingkat kebisingan dengan menggunakan Sound Level Meter di kantin FKM UNDIP pada pukul 08.54 WIB didapatkan nilai Leq sesaat sebesar 60,44 dBA. Jika dibandingkan dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER. 13/MEN/X/2011 Tahun 2011 tentang nilai ambang batas faktor fiisk dan faktor kimia di tempat kerja, tingkat kebisingan sebesar 60,44 dBA masih sesuai dan tidak melebihi nilai ambang batas (NAB) kebisingan yakni sebesar 85 dBA. b. Saran 1. Beraktivitas di kantin sesuai dengan kebutuhan, misalnya setelah menghabiskan makanan, mengobrol di taman telah disediakan tidak di kantin. 2. Untuk pegawai/penjual di kantin untuk tidak terus-menerus beraktivitas di dalam kantin sehingga tidak terus-menerus terpapar kebisingan.

20

DAFTAR PUSTAKA 1. Afriani, Novi. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja. Subdepartemen Kedokteran Okupasi. Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2004. 2. Anizar. 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Yogyakarta: Graha Ilmu. 3. Budiono, AM Sugeng. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2003. 4. Tambunan S. 2005. Kebisingan Di Tempat Kerja. Yokyakarta: Andi 5. Subaris, Heru dan Haryono.2008. Hygiene Lingkungan Kerja. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press. 6. Hendrasarie, Novirina. 2007. Tingkat Kebisingan Suara Tembakan pada Resimen Artileri 1 Marinir Karang Pilang Surabaya. Surabaya: FTSP UPN Veteran Jatim. 7. Menakertrans. 2011. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Dan Faktor Kimia Di Tempat Kerja.

http://Xa.Yimg.Com/Kq/Groups/1051902/1362821294/Name/Permena diakses pada tanggal 5 Mei 2012. 8. Santoso, Gempur. 2004. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Surabaya: Prestasi Pustaka Publisher. 9. Guyton, Arthur and John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997.

21

10. R. Boies, Lawrence, George L. Adams, and Peter A. Higler. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. 11. Chaeran, Mochamad. 2008. Kajian Kebisingan Akibat Aktifitas di Bandara. Semarang: Pasca Sarjana UNDIP. 12. Pramudianto, Hearing Conservation Program, Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia Nomor XVII, Januari 1990.

22

LAMPIRAN Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan

Pengukuran Kebisingan di Kantin FKM UNDIP

23