Analisis Kebisingan Produksi Gula

82
SKRIPSI ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG Oleh: BUDI SANTOSO F14104079 2008 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Transcript of Analisis Kebisingan Produksi Gula

Page 1: Analisis Kebisingan Produksi Gula

SKRIPSI

ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA

STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE

DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG

Oleh:

BUDI SANTOSO

F14104079

2008

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: Analisis Kebisingan Produksi Gula

ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA

STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE

DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknik Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

BUDI SANTOSO

F14104079

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGO

Page 3: Analisis Kebisingan Produksi Gula

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

ANALISIS KEBISINGAN PADA PROSES PRODUKSI GULA PADA

STASIUN MASAKAN, PUTARAN, DAN POWER HOUSE DI PG BUNGAMAYANG, LAMPUNG

SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh :

BUDI SANTOSO

F14104079

Dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 1986

Tanggal lulus,

Bogor, September 2008

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Akademik

Dr. Ir. Sam Herodian, MS NIP. 131 671 602

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknik Pertanian

Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS NIP. 131 671 603

Page 4: Analisis Kebisingan Produksi Gula

RIWAYAT HIDUP

Penulis, Budi Santoso dilahirkan di Jakarta pada

tanggal 16 Juni 1986. Penulis merupakan anak ke delapan

dari delapan bersaudara dari bapak yang bernama

Suratman dan ibu Saliyem.

Selama ini penulis telah menjalani pendidikan di

SD Negeri 9 Jakarta lulus tahun 1998, SLTP Negeri 59

Jakarta lulus tahun 2001, SLTA Negeri 5 Jakarta lulus tahun 2004. Pada tahun

yang sama, penulis diterima di perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor, Fakultas

Teknologi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian bagian Ergonomika dan

Elektronika Pertanian (Ergotron), melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) tahun 2004 sampai lulus dari Institut Pertanian Bogor tahun 2008.

Selama menyelesaikan studi, penulis pernah melakukan praktek lapangan

dengan judul “Aspek Ergonomika Pada Produksi Industri Gula Di PT. Sweet Indo

Lampung, Lampung”. Penulis melakukan penelitian dengan judul tugas akhir

“Analisis Kebisingan Pada Proses Produksi Gula Pada Stasiun Masakan, Putaran

(Centrifuge), dan Power House di PG Bungamayang, Lampung”.

Page 5: Analisis Kebisingan Produksi Gula

Budi Santoso, F14104079. Analisis Kebisingan Pada Proses Produksi Gula Pada Stasiun Masakan, Centrifuge, Dan Power House di PG Bungamayang, Lampung. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Sam Herodian, MS. 2008.

RINGKASAN

Pabrik Gula Bunga Mayang merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam perkebunan tebu pada budidaya lahan kering dan industri gula. Dalam menunjang proses produksinya perusahaan menggunakan masin-mesin dengan daya dan kapasitas besar. Adanya mesin-mesin tesebut, dalam pengoperasiannya melibatkan banyak tenaga kerja seperti pada stasiun masakan dan stasiun putaran dalam proses produksi gula. Mesin-mesin yang bekerja dalam stasiun tesebut menyebabkan kebisingan pada lingkungan kerja.

Kebisingan merupakan proses terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki termasuk bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh transportasi dan industri, sehingga dalam jangka waktu pendek mengakibatkan turunnya produktivitas pekerja. Sedangkan dalam jangka waktu yang panjang akan dapat mengganggu dan membahayakan konsentrasi kerja, merusak alat pendengaran (kesehatan) dan mengurangi efektifitas kerja, sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja dan mengganggu kenyamanan dalam bekerja. (Wilson, 1989).

Adanya kebisingan yang terjadi di lingkungan kerja, maka dipandang perlu dilakukan penelitian yang berkaitan dengan aspek K3 dalam industri untuk mengetahui batas waktu maksimal bekerja sesuai dengan standar kebisingan ketenagakerjaan. Oleh karena itu, penulis memutuskan untuk meneliti hal tersebut dengan metode pemetaan kebisingan yang ada di pabrik yang meliputi stasiun masakan, stasiun centrifuge, dan power house. Pemetaan kebisingan ini ditujukan untuk mengetahui pola penyebaran kebisingan yang terjadi serta memberikan alternatif pemecahan masalah kepada perusahaan yang berkaitan dengan aspek keselamatan dan kesehatan kerja.

Penelitian ini dilakukan di PG Bungamayang, Lampung. Adapun waktu pelaksanaannya dimulai pada bulan Mei sampai dengan Juni 2008. Pengukuran kebisingan dilakukan dengan menggunakan alat ukur Krisbow 4 in 1 Multi-Function Environment Meter. Pengolahan data kebisingan dengan membuat peta sebaran kontur menggunakan software golden surfer. Setelah dilakukan penelitian, diketahui bahwa pola penyebaran kebisingan di masing-masing stasiun untuk tiap-tiap shiftnya sebagian besar tidak begitu berbeda.

Setelah dilakukan penelitian, diketahui bahwa pola penyebaran kebisingan yang tidak begitu berbeda untuk setiap shiftnya yang terjadi pada stasiun masakan, stasiun centrifuge, dan stasiun power house. Perbedaan pola penyebaran kebisingan ini dipengaruhi oleh besarnya daya mesin, tingkat putaran poros, jenis transmisi (screw atau piston), adanya bagian-bagian mesin yang aus, adanya sambungan antar elemen mesin yang kurang sempurna, aliran steam turbin uap, dan gesekan antara jenis material gula dengan dinding pipa. Intensitas kebisingan yang terjadi di stasiun masakan berkisar antara 81.94 – 93.80 dB(A), stasiun centrifuge berkisar antara 86.04 – 102.46 dB(A), dan stasiun power house berkisar antara 84.43 – 100 dB(A). Dengan tingkat kebisingan yang ada pada masing-masing stasiun, menurut standart MENAKER RI secara aman dan kontinu untuk

Page 6: Analisis Kebisingan Produksi Gula

berada di stasiun masakan adalah 2 Jam 28.8 Menit, pada stasiun centrifuge adalah 45.24 Menit, dan pada stasiun power house adalah 1 Jam.

Untuk mengetahui efek kebisingan secara kualitatif, maka dilakukan pengisian kuesioner oleh para pekerja yang setiap hari bekerja di pabrik. Kuesioner ini digunakan sebagai pembanding antara efek yang ditimbulkan terhadap kesehatan akibat kebisingan secara teoritis dan aktual yang dirasakan oleh pekerja. Berdasarka hasil kuesioner didapatkan gangguan seperti gangguan cara komunikasi dengan persentase tertinggi, gangguan pendengaran, gangguan kenyamanan, gangguan aktivitas, gangguan konsentrasi, dan gangguan penurunan prestasi. Selain itu pekerja pada ketiga stasiun tersebut juga mengalami keluhan-keluhan yang antara lain: keluhan penurunan pendengaran dengan persentase tertinggi, mudah lelah, keluhan pusing, lekas marah, mudah tersinggung, sulit tidur dan rasa mual sebagai akibat kebisingan yang diterima secara kontinu.

Melihat kondisi kerja di lapangan dan efek yang ditimbulkan terhadap pekerja, maka disarankan kepada perusahaan dan pemerintah untuk melakukan melakukan penelitian lanjutan tentang kebisingan yang terjadi di pabrik, melakukan pengaturan waktu kerja dan istirahat sesuai dengan tingkat kebisingan yang diterima pekerja, memberikan fasilitas yang cukup berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja salah satunya adalah alat pelindung telinga, memberikan bahan peredam kebisingan pada dinding ruangan dan lantai untuk mengurangi intensitas kebisingan yang terjadi terutama untuk stasiun masakan dan stasiun centrifuge yang terdapat banyak pekerja, memberikan program penyuluhan yang lebih intensif kepada pekerja tentang kebisingan dan dampaknya terhadap kesehatan. Sedangkan untuk pekerja pabrik disarankan untuk menggunakan alat pelindung telinga ketika bekerja pada intensitas kebisingan tinggi, segera memeriksakan diri ke dokter jika terdapat gangguan dan keluhan kesehatan akibat kebisingan yang terjadi di lingkungan kerja.

Page 7: Analisis Kebisingan Produksi Gula

i

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat

dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurahkan pada Nabi Muhammad

SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“Analisis Kebisingan Pada Proses Produksi Gula Pada Stasiun Masakan,

Centrifuge, Dan Power House di PG Bungamayang, Lampung”. Skripsi ini

merupakan tugas akhir dalam penyelesaian program studi S1 pada Departemen

Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Sam Herodian, MS., sebagai dosen pembimbing akademik atas

bimbingan, kesabaran dan pengarahannya dalam penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Mad Yamin, MT dan Bapak Lamto Widodo, ST. MT., sebagai dosen

penguji yang telah meluangkan waktunya menjadi penguji dan telah

memberikan masukan dan bimbingan selama penulisan skripsi ini.

3. Bapak Ir. A. Nasulian Arifin, MM (Manajer BUMA), So’im (KA Teknik),

Nur Ali (KA TUK), Ali Muksin (Sinder Proses), Amin (Sinder Teknik),

Taufik Bukhari (Centrifuge), Chomsyah Wahyudi (Power House), dan seluruh

pekerja di PG Bungamayang atas bantuannya selama penulis penelitian.

4. Pak Lamto dan Pak Farry atas bimbingannya selama penyusunan skripsi ini.

5. Orang Tua dan keluarga yang telah memberikan do’a dan semangatnya.

6. Teman-teman TEP’41 yang telah memberikan do’a, dukungan dan semangat,

terutama tim penelitian (Malik, Bayu, Ludy, Sukris, Tania, Heru, dan Vidy).

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas

bantuannya sehingga terlaksananya penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan mengingat terbatasnya pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki

oleh penulis. Oleh karena itu penulis menyampaikan permohonan maaf dan

mengharapkan saran serta kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan

skripsi ini. Semoga penulisan skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bogor, September 2008

Penulis

Page 8: Analisis Kebisingan Produksi Gula

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi

I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1

B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2

II. TIJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3

A. Ergonomika ................................................................................................ 3

B. Kebisingan (Noise) ..................................................................................... 4

C. Pengukuran Kebisingan .............................................................................. 6

D. Pengaruhnya Kebisingan Terhadap Tenaga Kerja ..................................... 9

E. Pengendalian Kebisingan ......................................................................... 12

III. METODOLOGI ......................................................................................... 15

A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 15

B. Alat dan Bahan ......................................................................................... 15

C. Metode Pengambilan Data ....................................................................... 16

D. Metode Pengolahan Data ......................................................................... 20

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 21

A. Kebisingan di Stasiun-stasiun .................................................................. 21

1. Stasiun Masakan ................................................................................. 22

2. Stasiun Putaran .................................................................................... 25

Page 9: Analisis Kebisingan Produksi Gula

iii

3. Stasiun Power House .......................................................................... 30

B. Nilai Ambang Batas Waktu di Setiap Stasiun .......................................... 35

1. Stasiun Masakan ................................................................................. 35

2. Stasiun Putaran .................................................................................... 36

3. Stasiun Power House .......................................................................... 36

C. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja ...................... 38

D. Evaluasi Hasil Kuesioner ........................................................................ 39

C. Upaya Pencegahan Kebisingan dan Pemeliharaan Pendengaran ............ 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 53

A. Kesimpulan .............................................................................................. 53

B. Saran ......................................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 55

LAMPIRAN ....................................................................................................... 57

Page 10: Analisis Kebisingan Produksi Gula

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Tingkat dan Sumber Bunyi pada Skala Kebisingan tertentu ................... 5

Tabel 2. Jumlah dB(A) yang harus ditambahkan ke bunyi terbesar ...................... 8

Tabel 3. Nilai Ambang Batas Lama kerja yang diizinkan dalam sehari ............. 11

Tabel 4. Beberapa standar nilai ambang batas kebisingan dan lama kerja

kontinu yang diperkenankan ............................................................... 12

Tabel 5. Tingkat reduksi kebisingan dari berbagai bahan material dengan ketebalan tertentu .................................................................................. 14

Tabel 6. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Masakan .............................. 36

Tabel 7. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Putaran .................................. 36

Tabel 8. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Power House ........................ 37

Tabel 9. Besar Reduksi Kebisingan yang diperlukan ......................................... 43

Tabel 10. Peredaman kebisingan berbagai jenis pelindung telinga .................... 45

Tabel 11. APT Jenis Ear Plug berdasarkan reduksi tingkat kebisingan ................... 46

Tabel 12. APT Jenis Ear Muff berdasarkan reduksi tingkat kebisingan ................... 47

Tabel 13. APT Jenis Helmet berdasarkan reduksi tingkat kebisingan ..................... 48

Page 11: Analisis Kebisingan Produksi Gula

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Krisbow 4 in 1 Multi-Function Environment .................................... 15

Gambar 2. Bagan Alur Penelitian ....................................................................... 19

Gambar 3. Layout Stasiun Masakan ................................................................... 22

Gambar 4. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Pagi ............................... 23

Gambar 5. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Sore ............................... 23

Gambar 6. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Malam . ......................... 24

Gambar 7. Layout Stasiun Putaran...................................................................... 26

Gambar 8. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Pagi ................................. 26

Gambar 9. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Sore ................................. 26

Gambar 10. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Malam ........................... 27

Gambar 11. Layout Kontrol Panel Stasiun Putaran ............................................ 29

Gambar 12. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Pagi .................................. 29

Gambar 13. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Sore .................................. 29

Gambar 14. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Malam .............................. 29

Gambar 15. Layout Stasiun Power House .......................................................... 31

Gambar 16. Kontur Kebisingan Stasiun Power House Shift Pagi ...................... 32

Gambar 17. Kontur Kebisingan Stasiun Power House Shift Sore ...................... 32

Gambar 18. Kontur Kebisingan Stasiun Power House Shift Malam .................. 33

Gambar 19. Grafik waktu pemaparan pada stasiun masakan, stasiun putaran

(centrifuge), dan stasiun power house ............................................. 37

Gambar 20. Pengaruh Kebisingan terhadap Pendengaran Pekerja ..................... 40

Gambar 21. Jenis Gangguan Kebisingan terhadap Pekerja ................................ 40

Gambar 22. Jenis Keluhan pada Pekerja akibat Lingkungan Bising .................. 41

Gambar 23. Pengetahuan Pekerja terhadap Alat Pelindung Telinga .................. 42

Page 12: Analisis Kebisingan Produksi Gula

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Struktur Organisasi Unit Usaha Bungamayang .............................. 58

Lampiran 2. Hasil-hasil Pengukuran Stasiun Masakan dan Power House ......... 59

Lampiran 3. Hasil-hasil Pengukuran Stasiun Putaran dan Kontrol Panel ........... 61

Lampiran 4. Kuesioner Tenaga Kerja ................................................................. 63

Lampiran 5. Kuesioner Pengamatan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja . 67

Lampiran 6. Hasil Kuesioner Tenaga Kerja terhadap Lingkungan Kerja ........... 68

Lampiran 7. Hasil Kuesioner Tenaga Kerja terhadap Perilaku Kerja ................. 69

Lampiran 8. Hasil Kuesioner Pengamatan Kemampuan Pendengaran Tenaga

Kerja ............................................................................................... 70

Page 13: Analisis Kebisingan Produksi Gula

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini pembangunan segala bidang di Indonesia terus ditingkatkan,

baik pembangunan fisik maupun pembangunan mental. Dengan adanya

pembangunan tersebut, memang banyak dirasakan manfaatnya terutama dalam

peningkatan pendapatan, penyerapan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan

dan lain sebagainya.

Pabrik Gula Bungamayang, Lampung merupakan salah satu perusahaan

yang bergerak dalam perkebunan tebu pada budidaya lahan kering dan industri

gula. Dalam menunjang proses produksi guna memenuhi tuntutan peningkatan

produktivitas dan penurunan tenaga kerja baik di sektor pertanian maupun di

sektor industri, maka pabrik gula Bunga Mayang telah menerapkan sistem

mekanisasi pada alat dan mesin pertanian, serta industri pengolahan tebu yang

berpotensi dalam mengolah tebu menjadi gula sehingga diharapkan kebutuhan

masyarakat akan komoditi gula yang semakin meningkat dapat terpenuhi.

Sebagai salah satu perusahaan besar yang begerak dalam perkebunan

tebu pada budidaya lahan kering dan industri gula, PG Bunga Mayang

menjalankan proses memproduksi gula menggunakan mesin-mesin produksi

dalam skala besar. Dengan penerapan mesin produksi tersebut, pekerjaan

dengan bahan baku sangat besar dapat meningkatkan kualitas dan kontinuitas

produksi serta menambah kenyamanan dan efisiensi dalam bekerja, sehingga

hasil yang diperoleh menjadi optimal. Namun pada sisi lain dengan adanya

mesin-mesin produksi tersebut tanpa disadari dapat menimbulkan dampak yang

kurang baik bagi kesehatan manusia dan lingkungannya jika tidak diperhatikan

dengan baik dan cermat. Kebisingan mesin-mesin produksi yang digunakan

oleh para tenaga kerja secara tidak langsung dapat merugikan kesehatan,

menurunkan performansi dan produktifitas tenaga kerja.

Kebisingan yang melebihi standar dapat berakibat buruk terhadap

manusia, seperti menggangu kenyamanan, penurunan ketajaman pendengaran

sampai tuli, terganggunya sistem keseimbangan, gangguan konsentrasi,

meningkatkan kadar emosi dan juga dapat mengganggu sistem metabolisme

Page 14: Analisis Kebisingan Produksi Gula

2

tubuh. Hingga saat ini kebisingan pada kegiatan industri belum banyak

diperhatikan terutama industri di Indonesia. Hal ini tercermin dari sedikitnya

penelitian-penelitian mengenai kebisingan dan masih kurangnya perhatian

pihak pengusaha industri serta kurangnya kesadaran para tenaga kerja akan

pengaruh kebisingan di lingkungan pabrik.

Salah satu usaha pemerintah melalui Departemen Tenaga kerja, untuk

menangani masalah tersebut adalah dengan memasyarakatkan program K3

(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang bertujuan meningkatkan

produktivitas. Salah satu unsur yang digalakkan dalam program K3 adalah

pengendalian kebisingan pada berbagai bidang industri.

Berdasarkan hal tersebut, maka kita perlu mengetahui karakteristik

tingkat kebisingan yang dialami tenaga kerja dalam suatu lingkungan kerja

serta tinjauannya dari aspek keselamatan dan kesehatan kerja dalam industri

perlu dilakukan penelitian dengan pendekatan ergonomika. Aplikasi ilmu

ergonomika bertujuan untuk menghasilkan hubungan yang sinergi antara

manusia, mesin dan lingkungan kerja dengan tolak ukur keselamatan dan

kesehatan kerja sehingga dihasilkan produktifitas kerja yang optimal.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pemecahan

masalah yang berarti bagi perusahaan yang bersangkutan dan perusahaan lain

pada umumnya yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja selama

melakukan proses produksi. Selain itu penelitian ini diharapkan menjadi bahan

referensi bagi mahasiswa untuk pemahaman terhadap ergonomika.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menganalisa tingkat dan pola sebaran kebisingan pada proses produksi gula,

meliputi stasiun masakan, stasiun putaran dan power house.

2. Mengetahui waktu maksimal berada dalam lingkungan kerja berdasarkan

nilai ambang batas kebisingan yang sesuai dengan standar ketenagakerjaan.

3. Memberikan alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan aspek

kesehatan dan keselamatan kerja (K3) terutama yang berhubungan dengan

kebisingan pada lingkungan kerja.

Page 15: Analisis Kebisingan Produksi Gula

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ergonomika

Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ergon berarti kerja dan

Nomos berarti aturan atau hukum alam. Menurut Iftikar Z. Sutalaksana, et.al.

1979, ergonomi didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu yang secara

sistematis memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan dan

keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga

orang/pekerja yang ada didalamnya dapat hidup dan bekerja dengan baik,

yaitu mencapai tujuan yang diinginkan dengan efektif, aman dan nyaman.

Menurut Eko Nurmianto, 2004, istilah ergonomi didefinisikan sebagai

studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau

secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/

perancangan. Ergonomi berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan,

keselamatan, dan kenyamanan manusia di tempat kerja, di rumah dan tempat

rekreasi. Dalam ergonomi membutuhkan studi tentang sistem dimana antara

manusia, fasilitas kerja dan lingkungan kerja dapat saling berinteraksi dengan

tujuan utama yaitu menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya.

Ergonami dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu organisasi,

misalnya : penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu

kerja (shift kerja), meningkatkan variasi pekerjaan, dan lain-lain

Menurut Internasional Ergonomics Association (IEA), ergonomika

dapat diartikan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara

manusia dan elemen lainnya dalam sistem yang berhubungan dengan

perancangan, pekerjaan, produk dan lingkungannya untuk mendapatkan

kesesuaian antara kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan manusia (Syuaib,

2003). Human Factors (disebut juga Human Engineering) adalah nama lain

ergonomika yang biasa digunakan di Amerika Utara dan sebagian Amerika

Serikat. Menurut Zander, 1972, menyatakan bahwa kata ergonomika atau

human factors adalah serupa, keduanya memfokuskan pada manusia dan

hubungannya dengan produk, peralatan, fasilitas, prosedur dan lingkungan

yang digunakan pada pekerjaan dan kehidupan sehari-hari.

Page 16: Analisis Kebisingan Produksi Gula

4

Pada dasarnya ergonomika memiliki tujuan penting, yaitu pertama

adalah untuk menaikkan efektifitas dan efisiensi pekerjaan, serta aktivitas lain

yang dilakukan, termasuk menaikkan kemampuan penggunaan, mengurangi

kesalahan dan meningkatkan produktifitas. Kedua adalah untuk menaikkan

keinginan tertentu manusia; seperti keselamatan, kenyamanan, penerimaan

pengguna, kepuasan kerja dan kualitas kehidupan, sama halnya dengan

mengurangi kelelahan dan stress (Fitriyani, 2003).

B. Kebisingan (Noise)

Bunyi atau suara didefinisikan sebagai serangkaian gelombang yang

merambat dari suatu sumber getar sebagai akibat perubahan kerapatan dan

tekanan udara. Kebisingan merupakan terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki

termasuk bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh

transportasi dan industri, sehingga dalam jangka waktu yang panjang akan

dapat mengganggu dan membahayakan konsentrasi kerja, merusak

pendengaran (kesehatan) dan mengurangi efektifitas kerja (Wilson, 1989).

Bunyi dikatakan bising apabila mengganggu pembicaraan, membahayakan

pendengaran dan mengurangi efektifitas kerja.

Pada dasarnya pengaruh kebisingan pada jasmani para pekerja dibagi

menjadi 2 golongan (Soemanegara, 1975), yaitu :

1. Tidak mempengaruhi sistem penginderaan tetapi mempengaruhi berupa

keluhan samar-samar dan tidak jelas berwujud penyakit.

2. Pengaruh terhadap indera pendengaran baik bersifat sementara maupun

bersifat permanen (tetap), terdiri dari:

a. Accoustic trauma, yaitu tiap-tiap pelukaan insidental yang merusak

sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran disebabkan oleh letupan

senjata api, ledakan-ledakan atau suara dahsyat.

b. Occuptional deafness, yaitu kehilangan sebagian atau seluruh

pendengaran seseorang yang bersifat permanen pada satu atau kedua

telinga yang disebabkan oleh kebisingan atau suara gaduh yang terus

menerus di lingkungan kerja.

Page 17: Analisis Kebisingan Produksi Gula

5

Menurut Suma’mur, 1996; jenis kebisingan dalam lingkungan kerja

dapat dikategorikan menjadi beberapa hal, antara lain:

1. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang luas (steady state,

wide band noise), misalnya mesin-mesin, kipas angin dan lain-lain.

2. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi yang sempit (steasy state,

narrow band noise), misalnya gergaji sirkuler, katup gas dan lain-lain.

3. Kebisingan terputus-putus (intermitten), misalnya lalu lintas, pesawat

terbang di lapangan udara dan lain-lian.

4. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise), misalnya pukulan tukul,

tenbakan bedil atau meriam, ledakan dan lain-lain.

5. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa di perusahaan.

Tingkat kebisingan dapat diklasifikasikan berdasarkan intensitas yang

diukur dengan satuan decibel (dB) seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Tingkat dan Sumber Bunyi pada Skala Kebisingan tertentu Tingkat Bising (dB(A)) Sumber Bunyi Skala Intensitas

Waktu Kontak (Jam)

0 – 20 Gemerisik daun Suara gemerisik Sangat tenang 219

20 – 40 Perpustakaan Percakapan Tenang 215

40 – 60 Radio pelan Percakapan keras Rumah gaduh Kantor

Sedang 211

60 – 80 Perusahaan Radio keras Jalan

Keras 27

80 – 100 Peluit polisi Jalan raya Pabrik tekstil Pekerjaan Mekanis

Sangat keras 23

100 – 120 Ruang ketel Mesin turbin uap Mesin diesel besar Kereta bawah tanah

Sangat amat keras 2-1

> 120 Ledakan bom Mesin jet Mesin roket

Menulikan 2-2

Sumber : Suharsono (1991)

Page 18: Analisis Kebisingan Produksi Gula

6

C. Pengukuran Kebisingan

Pengukuran kebisingan biasanya dinyatakan dengan satuan decibel (dB).

Decibel (dB) adalah suatu unit pengukuran kuantitas resultan yang

merepresentasikan sejumlah bunyi dan dinyakan secara logaritmik.

Sederhananya, skala decibel (dB) diperoleh dari 10 kali logaritma (dasar 10)

perbandingan tenaga (Wilson, 1989). Satuan tingkat kebisingan (decibel)

dalam skala A, yaitu kelas tingkat kebisingan yang sesuai dengan respon

telinga normal.

Ada dua hal yang menentukan kualitas bunyi, yaitu :

a) Frekuensi

Frekuensi adalah jumlah gelombang lengkap yang merambat per

satuan waktu (cps = cycle per second), dengan satuan Hertz. Bunyi yang

dapat diterima telinga manusia biasanya mempunyai batas frekuensi antara

20-20000 Hz. Apabila frekuensi kurang dari 20 Hz maka disebut infrasound

dan bila frekuensi lebih dari 20000 Hz maka disebut ultrasound dan tidak

dapat didengar oleh telinga mnusia.

b) Intensitas

Intensitas bunyi diartikan sebagai daya fisik penerapan bunyi.

Kuantitas intensitas bunyi tergantung jarak dari kekuatan sumber bunyi

yang menyebabkan getaran, semakin besar daya intensitas maka intensitas

bunyi semakin tinggi.

Intensitas atau arus energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam

suatu logaritmik yang disebut decibel (dB) dengan membandingkan

kekuatan dasar 0.0002 dyne/cm2 (2x10-5 N/m2) yaitu kekuatan dari bunyi

dengan frekuensi 1000 Hz dan tepat menjadi ambang pendengaran manusia

dengan telinga normal. Ukuran kebisingan dinyatakan dengan istilah sound

pressure level (SPL). Alat yang digunakan untuk mengukur kebisingan

yaitu sound level meter. Alat ini mengukur kebisingan diantara 30 – 130 dB

dan dengan frekuensi 20 – 20000 Hz. Sound level meter ini mengukur

perbedaan tekanan yang hasil keluaran dari alat ini adalah dalam decibel

(dB) dengan menggunakan dasar persamaan (Chanlett, 1979):

Page 19: Analisis Kebisingan Produksi Gula

7

SPL = 10 log (P/Pref)2..........................................................................(1)

dimana: SPL = tingkat tekanan kebisingan (dB)

P = tekanan suara (N/m2)

Pref = tekanan bunyi reference (2x10-5 N/m2)

Terdapat 3 skala pengukuran untuk sound level meter :

a. Skala pengukuran A: untuk memperlihatkan perbedaan kepekaan yang

besar pada frekuensi rendah dan tinggi yang menyerupai reaksi telinga

untuk intensitas rendah (35 – 135 dB)

b. Skala pengukuran B: digunakan suara dengan kekerasan yang moderat

( > 40 dB) tapi sangat jarang digunakan dan mungkin tidak digunakan lagi.

c. Skala pengukuran C: digunakan untuk suara yang sangat keras ( > 45 dB)

yang menghasilkan gambaran respons terhadap bising antara 20 sampai

dengan 20000 Hz.

Intensitas bising akan semakin berkurang jika jarak dengan sumber

bising semakin bertambah. Perambatan atau pengurangan tingkat bising dari

sumbernya dinyatakan dengan persamaan:

Untuk sumber diam:

SL1 – SL2 = 20 log (r2/r1) ......................................................(2)

Untuk sumber bergerak:

SL1 – SL2 = 10 log (r2/r1) ......................................................(3)

dimana: SL1 = intensitas suara sumbu 1 pada jarak r1

SL2 = intensitas suara sumbu 2 pada jarak r2

r1 = jarak ke sumber bising yang pertama

r2 = jarak ke sumber bising yang kedua

Jika jumlah sumber bising lebih dari satu maka pertambahan yang

terjadi pada intensitas kebisingan tersebut bisa dijumlahkan secara aljabar dan

menggunakan tabel 2.

Tekanan suara dari dua sumber bunyi secara aljabar adalah:

P2/P02 = antilog (SPL/10) = 10SPL/10 ......................................(4)

Page 20: Analisis Kebisingan Produksi Gula

8

Dengan menggunakan persamaan tekanan suara dua sumber bunyi:

(P)r2 = (P1)r

2 + (P2)r2 ..............................................................(5)

dimana: r = rata-rata

Jika persamaan (1) dimasukkan ke dalam persamaan (3) dan kedua ruas

dibagi dengan P02 didapat:

(P)r2/P0

2 = (P1)2/ P02 + (P2)2/ P0

2 ............................................(6)

Apabila terdapat banyak sumber bunyi, maka:

(P)r2/(P0)2 = Σ (P1)2/ P0

2 = Σ 10SPL/10 .....................................(7)

dimana: P1 = tekanan suara di sumber 1

P2 = tekanan suara di sumber 2

Resultan dari kedua sumber bising tersebut tidak bisa ditambahkan

secara langsung karena skala bising adalah logaritmik sehingga resultan bising

dari kedua sumber tersebut tergantung dari perbedaan tingkat kebisingan

antara kedua sumber tersebut seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah dB(A) yang harus ditambahkan ke bunyi terbesar Perbedaan antar sumber bunyi

(dB(A)) Jumlah yang harus ditambahkan

(dB(A))

0 3.0

1 2.6

2 2.1

3 1.8

4 1.5

5 1.2

6 1.0

7 0.8

8 0.6

10 0.4

12 0.3

14 0.2

16 0.1 Sumber : Wilson (1989)

Page 21: Analisis Kebisingan Produksi Gula

9

D. Pengaruhnya Kebisingan Terhadap Tenaga Kerja

Kebisingan yang terjadi dalam pabrik dapat mengganggu kinerja pekerja

dan pada taraf yang buruk dapat menyebabkan kehilangan fungsi pendengaran.

Pada lingkungan kerja, kebisingan yang terjadi tidak boleh menimbulkan

kerugian bagi pekerja, maka perlu dilakukan perancangan lingkungan kerja

yang aman dan nyaman. Kebisingan dapat meliputi variasi yang luas dari

situasi bunyi yang dapat merusak pendengaran. Kebisingan di lingkungan kerja

berakibat buruk bagi kesehatan, diantaranya adalah kehilangan pendengaran

sementara, merusak pendengaran, gangguan pada susunan syaraf pusat dan

organ keseimbangan, serta dapat menurunkan kinerja berupa kurangnya

perhatian terhadap pekerjaan, komunikasi dan konsentrasi sehingga terjadi

kesalahan-kesalahan dalam bekerja.

Menurut Buchari (2007), berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia

bising dapat dibagi menjadi 3, antara lain:

1. Bising yang mengganggu (Irritating noise). Intensitasnya tidak terlalu keras,

misalnya: suara mendengkur.

2. Bising yang menutupi (Masking noise). Merupakan bunyi yang menutupi

pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi ini akan

membahayakan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena teriakan atau

tanda bahaya tenggelam dalam bising sumber lain.

3. Bising yang merusak (Damaging/ Injurious noise). Merupakan bunyi yang

intensitasnya melebihi nilai ambang batas kebisingan. Bunyi jenis ini akan

merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

Menurut Moriber (1974), kebisingan pada berbagai level intensitas dapat

mengakibatkan kerusakan yang bertingkat-tingkat. Kerusakan ini antara lain :

a. Jika peningkatan ambang dengar > 80 dB(A), menyebabkan kerusakan

pendengaran sebagian.

b. Jika peningkatan ambang dengar antara 120 – 125 dB(A), menyebabkan

gangguan pendengaran sementara.

c. Jika peningkatan ambang dengar antara 125 –140 dB(A), bisa menyebabkan

telinga sakit.

Page 22: Analisis Kebisingan Produksi Gula

10

d. Jika peningkatan ambang pendengaran antara < 150 dB(A), menyebabkan

kehilangan pendengaran permanen

McCornick dan Sanders (1970) menyatakan bahwa secara garis besar,

ditinjau penyebabnya, gangguan pendengaran dikelompokkan menjadi 2, yaitu :

1. Gangguan pendengaran akibat kebisingan kontinyu

Kebisingan kontinyu menyebabkan gangguan pendengaran sementara

yang biasanya bisa sembuh dalam beberapa jam/ hari setelah terkena bising

jika terpapar pada selang waktu yang pendek. Akan tetapi dengan tambahan

terkena bising, daya penyembuh akan menurun dan terus menurun sehingga

mengakibatkan gangguan pendengaran permanen.

2. Gangguan pendengaran akibat kebisingan tidak kontinyu

Hal ini bisa disebabkan karena kebisingan yang timbul selang-seling

(mesin yang dioperasikan sesaat), impulsif berulang (mesin tempa), dan

impulsif (senjata api). Tekanan kebisingan tinggi ini dapat menyebabkan

kehilangan pendengaran yang biasanya terjadi dalam jangka waktu yang

relatif lama tergantung berapa sering dan intensitas yang ditimbulkan.

Menurut Chanlett (1979), menyatakan bahwa selain berdampak pada

gangguan pendengaran, terdapat efek kebisingan lainnya, yaitu:

a. Gangguan tidur dan istirahat,

b. Mempengaruhi kapasitas kerja pekerja,

c. Dalam segi fisik, seperti pupil membesar, dan lain-lain

d. Dalam segi psikologis, seperti stress, penyakit mental, dan perubahan

sikap atau kebiasaan.

Berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-

51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 ditetapkan Nilai Ambang Batas (NAB),

antara lain menyebutkan Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika di tempat

kerja 85 dB(A). Bila kebisingan melebihi NAB maka waktu pemaparan

(Exposure Limit) ditetapkan dalam Tabel 3.

Page 23: Analisis Kebisingan Produksi Gula

11

Tabel 3. Nilai Ambang Batas Lama kerja yang diizinkan dalam sehari

Intensitas kebisingan (dBA) Lama mendengar per hari

85 8 Jam

88 4 Jam

91 2 Jam

94 1 Jam

97 30 Menit

100 15 Menit

103 7.5 Menit

106 3.75 Menit

109 1.88 Menit

112 0.94 Menit

115 28.12 Detik

118 14.06 Detik

121 7.03 Detik

124 3.52 Detik

127 1.76 Detik

130 0.88 Detik

133 0.44 Detik

136 0.22 Detik

139 0.11 Detik Catatan: Tidak boleh terpapar lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat Sumber: MENAKER (1999)

Untuk melindungi pekerja dari efek kebisingan yang membahayakan,

maka sesuai dengan Nilai Ambang Batas (NAB) tentang kebisingan juga telah

diatur secara internasional oleh ISO (International Standard Organization) dan

OSHA (Occupational Safety and Health Association), serta di Indonesia diatur

oleh MENAKER seperti disajikan dalam Tabel 4.

Page 24: Analisis Kebisingan Produksi Gula

12

Tabel 4. Beberapa standar nilai ambang batas kebisingan dan lama kerja kontinu yang diperkenankan.

Intensitas (dB) Waktu Kerja

ISO OSHA Indonesia (Jam)

85 90 85 8

,,, 92 87,5 6

88 95 90 4

,,, 97 92,5 3

91 100 95 2

94 105 100 1

97 110 105 0,5

100 115 110 0,25 Sumber (Sudirman, 1992 dalam Wijaya A, 1995)

E. Pengendalian Kebisingan

Pada lingkungan kerja, kebisingan yang terjadi tidak boleh menimbulkan

kerugian bagi pekerja maupun bagi masyarakat sekitar. Untuk meminimalkan

efek kebisingan yang ditimbulkan terhadap kesehatan manusia. Menurut

Peterson dalam Tampang (1999), bahwa upaya pengendalian kebisingan

diantaranya sebagai berikut :

a) Pengendalian keteknikan, yaitu memodifikasi peralatan penyebab

kebisingan, modifikasi proses dan modifikasi lingkungan dimana peralatan

dan proses tersebut berjalan dengan bahan konstruksi yang tepat.

b) Pengendalian sumber kebisingan, yaitu dilakukan dengan subtitusi antar

mesin, proses dan meterial terutama penambahan penggunaan spesifikasi

kebisingan pada masing-masing peralatan dan mesin lama maupun baru.

c) Pengendalian dengan modifikasi lingkungan, bila radiasi kebisingan dari

bagian-bagian peralatan tidak dapat dikurangi maka dapat digunakan

peredam geteran, rongga resonansi, dan peredam suara (isolator).

d) Alat Pelindung Diri, yaitu menggunakan Alat Pelindung Telinga (APT),

misalnya sumbat telinga, tutup telinga, dan helmet. Alat-alat tersebut dapat

mengurangi intensitas kebisingan sekitar 25 dB sampai 50 dB.

Page 25: Analisis Kebisingan Produksi Gula

13

Menurut Hutagalung (2007), Permasalahan yang berkaitan dengan

kebisingan dapat dikendalikan dengan melakukan pendekatan sistematik

dimana sistem perpindahan semua suara dipecah menjadi tiga elemen yaitu

sumber suara, jalur transmisi suara, dan penerima akhir. Metode yang

umumnya digunakan untuk mengendalikan sumber suara kebisingan antara

lain, yaitu menggunakan peralatan dengan tingkat kebisingan rendah,

menghilangkan sumber kebisingan, melengkapi alat dengan insulasi, silencer

(peredam sumber kebisingan), dan vibration damper (peredam sumber

getaran). Jalur transmisi suara juga dapat dimodifikasi agar kebisingan

berkurang dengan cara melakukan pengadaan penghalang dan absorpsi oleh

peredam. Kebisingan juga dapat dikendalikan dengan memodifikasi elemen

penerima akhir, yaitu dengan melakukan improvisasi sistem operasi,

improvisasi pola kerja, dan pengunaan alat pelindung pendengaran.

Menurut Mc Cormick dan Sanders (1987), terdapat 2 tipe APT, yaitu

APT permanen (earmuffs, earplugs dan headphone) dan APT tidak permanen

(sumbat telinga seperti kapas kering atau basah dan glassdown). Menurut

Sembodo (2004), selain sumbat telinga dan tutup telinga, untuk mengurangi

kebisingan ada juga yang menggunakan helm. Jika sumbat telinga mampu

mengurangi kebisingan 8 – 30 dB dan tutup telinga 25 – 40 dB, sedangkan

helm mampu mengurangi kebisingan 40 – 50 dB.

Menurut Wilson (1989), menyatakan bahwa pengendalian kebisingan

dapat dilakukan dengan dua alternatif, yaitu: desain mesin atau peralatan dan

sistem operasi mesin; dan desain konstruksi bangunan. Desain mesin sebagai

sumber utama kebisingan mendapat pertimbangan utama untuk didahulukan.

Desain ini meliputi banyak hal tentang komponen-komponen yang sering

menimbulkan kebisingan, diantaranya: motor listrik, transmisi gear, pompa,

sabuk, puli, poros, cam, bearing, tombol, dan katup. Mesin diesel sebagai

penggerak utama kebanyakan mesin industri dan transportasi perlu mendapat

perhatian yang lebih karena jika dibandingkan dengan motor bensin dan

motor listrik, kebisingan yang dihasilkan motor diesel jauh lebih besar. Hal

ini disebabkan oleh besarnya kompresi di ruang bakar sebagai persyaratan

agar solar mudah terbakar dan menghasilkan tenaga yang efektif.

Page 26: Analisis Kebisingan Produksi Gula

14

Pengendalian kebisingan yang terjadi pada lingkungan kerja tidak boleh

menimbulkan kerugian bagi pekerja maupun bagi masyarakat sekitar. Oleh

karena itu, perlu dilakukan perancangan lingkungan kerja yang aman dan

nyaman. Kebisingan yang bersumber dari alat dan mesin-mesin tidak

mungkin dihilangkan tetapi kebisingan dapat diminimalkan, maka tindakan

efektif untuk mengatasi kebisingan antara lain mengurangi pada sumber

bisingnya dengan modifikasi mesin dan bangunan dengan bahan konstruksi

yang tepat. Desain konstruksi bangunan juga termasuk dalam pengendalian

barrier/ penghalang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam konstruksi

bangunan misalnya konstruksi tembok, konstruksi dan jenis ubin, konstruksi

pintu, jendela, konstruksi ventilasi, konstruksi langit-langit dan genting.

Sebagai dasar menentukan konstruksi bangunan, Tabel 5 dibawah ini

memuat data tingkat reduksi kebisingan dari berbagai material dengan

ketebalan tertentu.

Tabel 5. Tingkat reduksi kebisingan dari berbagai bahan material dengan ketebalan tertentu.

Tingkat Reduksi Kebisingan (dB)

Bahan Ketebalan

3 mm 5 mm 10 mm 20 mm

1. Kaca 5 – 10 7 – 15 10 – 20 15 – 25

2. Baja 10 – 15 12 – 20 15 – 25 22 – 32

3. Kayu tripleks/lapis 5 – 9 9 – 12 10 – 15 12 – 20

4. Beton 8 – 12 10 – 18 12 – 20 18 – 25

5. Fiber glass 9 – 15 9 – 14 12 – 25 20 – 30 Sumber : Bruel (1984) dalam Sembodo (2004)

Page 27: Analisis Kebisingan Produksi Gula

15

III. METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu

Kegiatan Penelitian ini akan dilaksanakan selama bulan Mei sampai

dengan Agustus 2008, di mana kegiatannya meliputi pengukuran tingkat

kebisingan di pabrik, penghitungan data yang telah diperoleh, studi

pustaka dan analisis hasil perhitungan.

2. Tempat

Adapun lokasi penelitian ini akan bertempat di PG Bungamayang

milik PTPN VII (Persero), Lampung. Tempat penelitian dikhususkan pada

stasiun masakan, stasiun puteran dan power house yang dianggap kritis

atau memiliki tingkat kebisingan yang dapat mengganggu maupun

membahayakan kenyamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja operator.

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang akan digunakan selama penelitian adalah:

1. Krisbow 4 in 1 Multi-Function Environment Meter, meliputi Sound Level

Meter, Relative Humidity Meter, Temperature Meter, dan Light Meter

(Krisbow® tipe KW06-291) digunakan untuk mengukur tingkat

kebisingan, kelembaban, temperature, dan pencahayaan yang terjadi pada

pabrik pengolahan gula. Hasil pengukuran dalam satuan decibel (dB),

%RH, oC, dan Lux.

Gambar 1. Krisbow 4 in 1 Multi-Function Environment

Page 28: Analisis Kebisingan Produksi Gula

16

2. Meteran digunakan untuk mengukur luasan daerah yang diukur

kebisingannya dan mengetahui jarak sumber kebisingan antar titik.

3. Kertas Milimeter Blok untuk memetakan tingkat kebisingan di lapangan.

4. Alat tulis dan komputer untuk pencatatan, penanda dan pengolahan data

hasil pengukuran kebisingan di lapangan.

C. Metode Pengambilan Data

Penelitian ini dapat digolongkan ke dalam penelitian deskriptif. Menurut

Koentjaraningrat (1983), penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang

memberikan gambaran yang secermat mungkin mangenai suatu keadaan

individu, gejala atau kelompok tertentu, dalam hal ini lebih lanjut dianalisis

berdasarkan gejala-gejala yang ditimbulkan.

1. Tahap Pendahuluan

Pada tahap pendahuluan penelitian dilakukan sebagai percobaan

pengambilan data untuk mengetahui kemungkinan permasalahan yang

terjadi selama melakukan penelitian. Selain itu, memberikan penjelasan

kepada pekerja tentang prosedur dalam pengambilan data.

2. Pengambilan Data di Lapangan

Pengambilan data pada awalnya dengan melakukan survei lapangan

dalam mengukur intensitas kebisingan di tempat kerja selama hari kerja

sehingga dapat menunjukkan intensitas bising dan membantu mengenali

setiap tempat dengan kebisingan yang berbahaya. Survei yang dilakukan

merupakan survei bising terperinci, sehingga relatif mudah menetapkan

lokasi yang memerlukan perhatian khusus. Penelitian lebih terperinci dibuat

pada setiap lokasi untuk menetapkan bising yang diterima tenega kerja

selama 8 jam kerja.

Pengambilan data dilakukan pada masing-masing shift kerja yaitu

waktu kerja pagi, sore dan malam. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

apakah ada pengaruh waktu kerja dengan tingkat kebisingan yang

ditimbulkan dan keluhan yang dialami oleh para pekerja. Lama waktu kerja

di pabrik gula Bunga Mayang Lampung adalah 24 jam per hari yang

dilakukan selama kurang lebih enam bulan masa kerja produktif.

Page 29: Analisis Kebisingan Produksi Gula

17

Waktu kerja pada pabrik ini dibagi menjadi 3 shift kerja, pemilihan

jadwal pergantian shift kerja (waktu kerja) yaitu shift pertama (pagi hari)

dimulai dengan rentang waktu 06.00 – 14.00 WIB, shift kedua (sore hari)

dimulai dengan rentang waktu 14.00 – 22.00 WIB, dan shift ketiga (malam

hari) dimulai dengan rentang wakyu 22.00 – 06.00 WIB.

Pada setiap minggunya ada pergantian shift kerja (shift rotation)

berdasarkan giliran shift kerja yang telah dilakukan, misalnya: bagi pekerja

yang telah shift pagi akan diganti ke bagian shift malam dengan jeda waktu

istirahat 8 jam, bagi pekerja yang telah shift sore akan diganti ke bagian shift

pagi dengan jeda waktu istirahat 8 jam, sedangkan pekerja yang telah shift

malam akan diganti ke bagian shift sore dengan jeda waktu istirahat 32 jam

dan begitu pula selanjutnya.

Pengambilan data kebisingan dilakukan dengan mengukur tingkat

kebisingan pada stasiun masakan, stasiun putaran (centrifuge) dan power

house, serta pengukuran ruang kotrol panel saat mesin produksi gula sedang

berlangsung. Pengukuran dilakukan pada titik-titik yang telah ditentukan.

Titik-titik pengukuran terutama diambil pada wilayah pabrik atau halaman

kerja tempat tenaga kerja mengalami pemaparan kebisingan. Pengukuran

dilakukan dengan cara memetakan tingkat kebisingan yang jarak setiap

titiknya 1 sampai 2 meter pada setiap stasiunnya sehingga membentuk

luasan tertentu. Setiap titik pengukuran yang digunakan harus tegak lurus

terhadap titik pengukuran lainnya sehingga jika digambarkan akan terlihat

persegi dan pada setiap titik sudutnya merupakan titik pengukurannya.

Pada masing-masing titik diukur tingkat kebisingannya dengan

mengambil beberapa titik pengukuran, pengukuran sebanyak 10 kali

pengulangan di setiap titiknya bagi setiap kondisi pengukuran pada masing-

masing shift kerja. Pengukuran kebisngan dilakukan dengan tinggi alat pada

saat pengukuran ± 100 cm dari lantai. Kemudian digambarkan peta kontur

kebisingan di setiap lokasi yang diukur tingkat kebisngannya. Pengukuran

kebisngan pada stasiun masakan, stasiun putaran (centrifuge) dan power

house di PG Bungamayang berguna untuk mengetahui intensitas bising pada

tempat operator yang bekerja di lokasi pabrik. Data hasil pengukuran tingkat

Page 30: Analisis Kebisingan Produksi Gula

18

kebisingan tersebut dianalisis dan dibandingkan dengan nilai ambang batas

(NAB) kebisingan yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 85 dB(A).

Bila hasil pengukuran lokasi bervariasi dan tingkat kebisingannya

kurang dari 85 dB(A), maka dibuat pengukuran setiap ruang kerja serta

dicatat tingkat kebisingan minimum dan maksimumnya. Hasil pengukuran

kebisingan kurang dari 85 dB(A) digambarkan sebagai daerah yang aman

bagi tenaga kerja. Sedangkan hasil pengukuran kebisingan yang melebihi

batas 85 dB(A) digunakan sebagai petunjuk adanya tekanan bising dan

menjadi daerah yang kurang aman bagi tenaga kerja, sehingga harus

dilakukan pengendalian lebih lanjut. Untuk tenaga kerja dengan pola kerja

bervariasi di tempat kerja yang berbeda-beda perlu ditetapkan intensitas

bising dan lama tenaga kerja terkena bising. Hal ini dapat diperoleh dari

keterangan tenaga kerja dan pengamatan langsung.

Selain melakukan survei dan pengukuran terhadap kebisingan di PG

Bungamayang, survei penelitian terhadap tenaga kerja juga dilakukan untuk

mengetahui tingkat kenyamanan dan kesehatan pekerja. Kuesioner ini

dimaksudkan untuk mengumpulkan data-data, seperti: identitas, unit kerja,

keluhan yang berkaitan dengan gangguan pendengaran, pengetahuan, sikap,

dan perilaku tenaga kerja serta kebiasaan memakai alat pelindung telinga.

Data tersebut diperoleh bedasarkan hasil kuesioner yang telah diberikan

kepada seluruh tenaga. Setelah memperoleh data-data dari hasil kuesioner

maka akan diketahui pemahaman tenaga kerja terhadap kebisingan yang

ditimbulkan oleh kegiatan industri tesebut.

Pemahaman tenaga kerja terhadap kebisingan tersebut kemudian

dibandingkan dengan tingkat kebisingan yang terjadi di PG Bungamayang,

sehingga diketahui seberapa besar pengaruh kebisingan yang terjadi

terhadap kenyamanan dan kesehatan bagi tenaga kerja PG Bungamayang.

Tahap kegiatan penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.

Page 31: Analisis Kebisingan Produksi Gula

19

Gambar 2. Bagan Alur Penelitian

Pengukuran Kebisingan di Lokasi yang ditetapkan

Tingkat Kebisingan

Usul Pengendalian

Pemahaman Tenaga Kerja Terhadap

Kebisingan

Kenyamanan dan Kesehatan Tenaga Kerja

dan Masyarakat

Wawancara dan Kuesioner

NAB Kebisingan sebesar 85 dB(A)

Memenuhi Standar Nilai Ambang Batas

Kebisingan

Tidak

Mulai

Penetapan Lokasi Pengukuran

Ya

Selesai

Page 32: Analisis Kebisingan Produksi Gula

20

D. Metoda Pengolahan Data

Metoda pengolahan data dilakukan dengan cara:

1. Data pengukuran kebisingan digunakan sebagai input data dalam

pembuatan peta kontur kebisingan yang ada pada masing-masing stasiun.

2. Membuat kontur kebisingan menggunakan perangkat lunak Surfer pada

masing-masing stasiun.

3. Menganalisa data hasil pengukuran dan pola kontur kebisingan tersebut,

kemudian dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan

yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 85 dB(A) sesuai dengan standart

keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

4. Menganalisa data hasil kuesioner yang akan menjadi referensi subyektif

dari para pekerja yang bersangkutan dalam kaitannya dengan dampak

kondisi lingkungan kerja.

Page 33: Analisis Kebisingan Produksi Gula

21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kebisingan di Stasiun-stasiun

Pada lingkungan industri, sesuatu yang mengancam pendengaran

manusia ialah suara bising yang ditimbulkan oleh suara mesin-mesin pabrik

atau suara-suara lain yang ditimbulkan oleh pekerjaan-pekerjaan pada industri

tersebut. Pola penyebaran kebisingan yang terjadi pada masing-masing stasiun

dari setiap mesin sangat beraneka ragam ini karena dipengaruhi oleh beberapa

faktor diantaranya adalah besarnya daya mesin, tingginya putaran poros, jenis

transmisi (screw atau piston), adanya bagian-bagian mesin yang aus, adanya

sambungan antar elemen mesin yang kurang sempurna, aliran steam turbin

uap, dan gesekan antara jenis material gula dengan dinding pipa.

Pengukuran tingkat kebisingan pada pabrik gula tersebut dilakukan pada

stasiun masakan, stasiun puteran dan power house. Setelah dilakukan

pengukuran pada setiap shift kerja, secara keseluruhan, perbedaan tingkat

kebisingan masing-masing shift untuk setiap stasiun tidak terlalu berbeda jauh.

Hal ini dikarenakan operasi mesin yang konstan dan kontinu. Perbedaan

terjadi pada masing-masing shift untuk setiap stasiun disebabkan oleh

pengaruh kebisingan lingkungan. Untuk setiap stasiun tidak memiliki

penyekat ruangan antara stasiun yang satu dengan stasiun yang lain sehingga

memungkinkan adanya penguatan kebisingan dari luar. Sebagian besar

masing-masing stasiun, tingkat kebisingan yang paling tinggi umumya terjadi

pada shift pagi, misalnya pada stasiun masakan dan putaran (centrifuge),

sedangkan stasiun power house kebisingan tertinggi pada shift malam. Hal ini

dikarenakan banyak kegiatan yang dilakukan pada pagi hari, seperti lalu lintas

truk angkutan tebu dan traktor pengatur muatan tebu, kegiatan maintenance,

dan sebagainya yang dilakukan di sekitar area pabrik, sehingga kebisingan

masing-masing pekerjaan ini berpengaruh terhadap tingkat kebisingan yang

terjadi di pabrik.

Berikut ini beberapa stasiun proses produksi gula di PG Bungamayang

yang telah dilakukan pengukuran intensitas kebisingan, antara lain:

Page 34: Analisis Kebisingan Produksi Gula

22

1. Stasiun Masakan

Kegiatan pada stasiun masakan ini adalah setelah melalui proses

penguapan, nira kental diberi gas SO2 (Sufitasi) akan dimasak manggunakan

vacuum steam uap dan dikristalkan sehingga menghasilkan gula massecuite,

kemudian gula massecuite didinginkan di crystalizer untuk digunakan

sebagai bahan baku di stasiun puteran. Pada setiap vacuum pan dioperasikan

oleh satu operator yang bertugas mengendalikan dan mengawasi jalannya

proses memasak dan pengkristalan gula.

Pengambilan data kebisingan dilakukan pada stasiun masakan

dikarenakan pada stasiun tersebut terdapat banyaknya operator yang bekerja

untuk mengoprasikan vacuum pan. Setiap vacuum pan yang berada di

stasiun masakan membutuhkan satu orang pekerja untuk mengendalikan

proses masakan dari setiap unit vacuum pan, sehingga dalam satu shift kerja

membutuhkan 8 orang pekerja.

Lokasi stasiun masakan yang menjadi obyek pengukuran mempunyai

dimensi luas ± 40 m x 1.5 m, di mana titik-titik pengukuran dipetakan dalam

peta kontur berdimensi 1.5 m x 1.5 m. Berikut ini adalah layout dan kontur

dari stasiun masakan:

Berikut ini adalah gambar layout dan kontur dari stasiun masakan:

S

T B

U

Keterangan: X = Posisi Pekerja VP = Vacuum Pan

Gambar 3. Layout Stasiun Masakan

VP 7 VP 6 VP 5 VP 4 VP 3 VP 2 VP 1

Continous Pan Calandria Magma Tank D

X X

X

X

X X X X X X

X X

Page 35: Analisis Kebisingan Produksi Gula

23

82 dB

83 dB

84 dB

85 dB

86 dB

87 dB

88 dB

89 dB

90 dB

91 dB

92 dB

93 dB

Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)

Gambar 4. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Pagi

VP 4 VP 3 VP 2 VP 1

Magma Tank D

84 dB84 dB85 dB85 dB86 dB86 dB87 dB87 dB88 dB88 dB89 dB89 dB90 dB90 dB91 dB91 dB92 dB92 dB93 dB

Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)

Gambar 5. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Sore

VP 4 VP 3 VP 2 VP 1

Magma Tank D

Page 36: Analisis Kebisingan Produksi Gula

24

Tingkat kebisingan pada stasiun masakan termasuk sedang jika

dibandingkan dengan stasiun puteran dan power house. Kebisingan di

stasiun masakan ini termasuk dalam jenis kebisingan kontinyu dengan

spektrum frekuensi luas (steady state, wide band noise) pada saat proses

masakan berlangsung sekitar ± 3 jam dan pada waktu tertentu kebisingannya

dapat menjadi tinggi sekitar ± 15 menit yang disebabkan karena dibukanya

katup hampa udara yang melepaskan steam uap untuk memanaskan badan

vacuum pan masakan, dan gesekan antara jenis material gula dengan dinding

pipa. Sumber kebisingan di stasiun masakan ini selain berasal dari suara

yang dihasilkan mesin-mesin yang berada di stasiun masakan itu sendiri,

melainkan juga dipengaruhi oleh kebisingan dari stasiun penguapan dan

stasiun pemurnian yang berada sebelah barat (kanan) dari stasiun masakan,

serta pengaruh kebisingan berasal dari stasiun putaran yang berada di bawah

stasiun masakan, sehingga memungkinkan terjadinya penguatan intensitas

suara kebisingan yang berasal dari keadaan lingkungan pabrik tersebut.

Dari peta kontur di atas dapat dilihat bahwa pola penyebaran

kebisingan di stasiun ini untuk setiap shiftnya tidak seragam, sumber

kebisingan tertinggi tersebar sesuai dengan sumber bunyi yang terjadi pada

83 dB83 dB84 dB84 dB85 dB85 dB86 dB86 dB87 dB87 dB88 dB88 dB89 dB89 dB90 dB90 dB91 dB91 dB92 dB

Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)

Gambar 6. Kontur Kebisingan Stasiun Masakan Shift Malam

VP 4 VP 3 VP 2 VP 1

Magma Tank D

Page 37: Analisis Kebisingan Produksi Gula

25

saat pengukuran. Pengukuran tingkat kebisingan yang terjadi pada shift pagi

berkisar antara 81.94 dB(A) sampai dengan 93.80 dB(A). Pada shift sore,

tingkat kebisingan yang terjadi berkisar antara 83.89 dB(A) sampai dengan

91.28 dB(A). Sedangkan untuk shift malam, tingkat kebisingan yang terjadi

berkisar antara 85.55 dB(A) sampai dengan 92.09 dB(A).

Kebisingan tertinggi terkonsentrasi pada sebelah selatan dekat dengan

vacuum pan masakan yang berkisar antara 91.28 dB(A) hingga 93.80 dB(A)

pada radius tertentu dari alat ukur. Kebisingan pada tingkat yang rendah

terjadi di sebelah utara stasiun masakan berada dekat mushola dan kursi

operator pusat yaitu sekitar 81.94 – 85.55 dB(A). Dari seluruh gambar pada

stasiun masakan di atas dapat dilihat bahwa pola penyebaran kebisingan

tertinggi terjadi pada shift pagi. Pada saat proses masakan berlangsung

jarang terjadi pergerakan pekerja. Para pekerja hanya mengamati jalannya

proses masakan dan memeriksa butiran kristal gula hasil masakan pada

setiap proses masakan akan selasai di setiap unit puteran. Oleh sebab itu,

dapat disimpulkan bahwa kompleks stasiun masakan pabrik tersebut secara

umum tingkat kebisingan melebihi 85 dB(A) sehingga lokasi tersebut

dikategorikan sebagai daerah dengan tekanan bising yang tinggi, tidak

memenuhi standar keamanan operasi untuk tenaga manusia yang bekerja

selama maksimum 8 jam sehari dan perlu dilakukan pengendalian lebih

lanjut terutama terhadap ruang kerja.

2. Stasiun Putaran (Centrifuge)

Stasiun putaran merupakan stasiun yang melakukan proses pemisahan

gula kristal dengan stroop atau larutannya dan menjadi salah satu bagian

stasiun dalam proses pengolahan tebu menjadi gula. Gula yang sudah dalam

bentuk kristal akan dipisahkan dengan larutannya dalam sebuah mesin

pemutar yang menggunakan prinsip gaya sentrifugal. Dalam stasiun putaran

sendiri dibagi menjadi dua bagian yaitu putaran HGF (High Grade Fugal)

dan LGF (Low Grade Fugal). Bagian LGF digunakan untuk memproses

gula jenis C dan D, sedangkan bagian HGF digunakan untuk memproses

gula jenis A, yang nantinya akan menjadi gula produk (SHS).

Page 38: Analisis Kebisingan Produksi Gula

26

Lokasi stasiun putaran yang menjadi obyek pengukuran mempunyai

dimensi luas ± 40 m x 1 m, di mana titik-titik pengukuran dipetakan dalam

peta kontur berdimensi 1.5 m x 1 m. Berikut ini adalah layout dan kontur

dari stasiun putaran:

Keterangan: X = Posisi Pekerja R = Mesin Rusak

Gambar 7. Layout Stasiun Putaran

S T B U

TSK 3 LGF

HGF

TSK 1TSK 2

Kontrol

R R R

G U L A C

Daerah Pengukuran Stasiun Putaran

X

X

X

X X

X X

X X X

Keterangan: Sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)

Gambar 8. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Pagi

Kontrol Panel

TSK 3 TSK 1TSK 2

R R R

86 dB87 dB88 dB89 dB90 dB91 dB92 dB93 dB94 dB95 dB96 dB97 dB98 dB99 dB100 dB101 dB102 dB

Keterangan: Sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)

Gambar 9. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Sore

Kontrol Panel

TSK 3 TSK 1TSK 2

R R R

86 dB87 dB88 dB89 dB90 dB91 dB92 dB93 dB94 dB95 dB96 dB97 dB98 dB99 dB100 dB101 dB

Page 39: Analisis Kebisingan Produksi Gula

27

Pengambilan data kebisingan dilakukan pada stasiun putaran

dikarenakan pada stasiun tersebut terdapat banyaknya operator yang bekerja

untuk mengoprasikan setiap unit putaran HGF dan LGF. Hampir setiap unit

HGF dan LGF yang berada di stasiun putaran membutuhkan satu orang

pekerja untuk mengendalikan proses putaran dari unit HGF dan LGF,

sehingga dalam satu shift kerja membutuhkan 15 orang pekerja.

Tingkat kebisingan pada stasiun putaran termasuk kebisingan yang

tinggi dan digolongkan ke dalam jenis kebisingan kontinyu dengan spektrum

frekuensi luas (steady state, wide band noise) yang disebabkan karena

banyaknya putaran poros mesin dengan kecepatan tinggi, suara motor

penggerak mesin, jenis transmisi (screw atau piston), gesekan aliran antara

jenis material gula dengan dinding tabung mesin puteran, serta adanya

sambungan antar elemen mesin yang kurang sempurna dan aus yang dapat

menambah beban pada mesin putaran yang cukup berat sehingga

menimbulkan suara bising yang cukup tinggi. Selain sumber kebisingan di

stasiun puteran ini berasal dari suara yang dihasilkan mesin-mesin yang

berada di stasiun puteran tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh kebisingan

dari stasiun finishing yang bersumber dari mesin vibrating screen (saringan

gula) di sebelah timur stasiun putaran, kebisingan dari stasiun penguapan

dan stasiun pemurnian yang berada sebelah barat stasiun putaran, serta

pengaruh kebisingan berasal dari stasiun masakan yang berada di atas

stasiun putaran, sehingga memungkinkan terjadinya penguatan intensitas

suara kebisingan yang berasal dari keadaan lingkungan pabrik tersebut.

Keterangan: Sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)

Gambar 10. Kontur Kebisingan Stasiun Putaran Shift Malam

Kontrol Panel

TSK 3 TSK 1TSK 2

R R R

86 dB

87 dB

88 dB

89 dB

90 dB

91 dB

92 dB

93 dB

94 dB

95 dB

96 dB

97 dB

98 dB

Page 40: Analisis Kebisingan Produksi Gula

28

Dari peta kontur di atas dapat dilihat bahwa pola penyebaran

kebisingan di stasiun ini untuk setiap shiftnya cukup seragam, seperti pada

daerah mesin putaran bagian HGF terlihat bahwa adanya penyebaran

kebisingan yang tingggi dan rapat. Pengukuran tingkat kebisingan yang

terjadi pada shift pagi berkisar antara 86.72 dB(A) sampai 102.46 dB(A).

Pada shift sore, tingkat kebisingan yang terjadi berkisar antara 86.38 dB(A)

sampai 101.96 dB(A). Sedangkan pada shift malam, tingkat kebisingan yang

terjadi berkisar antara 86.04 dB(A) sampai 98.73 dB(A).

Kebisingan tertinggi terkonsentrasi pada sebelah selatan dekat dengan

mesin putaran Broadbent 6 dan 7, dan mesin putaran TSK Centrifugal 3 di

unit puteran HGF yang berkisar antara 98.73 – 102.46 dB(A) pada radius

tertentu dari alat ukur. Kebisingan pada tingkat yang rendah terjadi di bagian

LGF pada sebelah utara stasiun, yaitu sekitar 86.04 – 86.38 dB(A).

Dari seluruh gambar pada stasiun masakan di atas dapat dilihat bahwa

pola penyebaran kebisingan tertinggi terjadi pada shift pagi. Pada saat proses

puteran berlangsung sering terjadi pergerakan pekerja yang harus mengamati

setiap jalannya proses putaran dan memeriksa jika terjadi permasalahan pada

setiap mesin. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa kompleks stasiun

putaran (centrfuge) tersebut secara umum tingkat kebisingan melebihi 85

dB(A) sehingga lokasi tersebut dikategorikan sebagai daerah dengan tekanan

bising yang tinggi, tidak memenuhi standar keamanan operasi untuk tenaga

manusia yang bekerja selama maksimum 8 jam sehari dan perlu dilakukan

pengendalian lebih lanjut terutama terhadap ruang kerja.

Lokasi pengukuran selanjutnya pada stasiun putaran ini dilakukan di

ruangan kontrol panel dengan obyek pengukuran yang memiliki dimensi

ukuran ruang ± 14 m x 3 m, di mana titik-titik pengukuran dipetakan dalam

peta kontur berdimensi 1.5 m x 1.5 m, hal ini disesuaikan dengan kondisi

lapangan yang ada pada bagian kontrol panel. Ruangan kontrol panel yang

diukur adalah kontrol panel bagian HGF saja karena panel bagian LGF tidak

memerlukan pengawasan yang serius sehingga tidak perlu ada operator yang

harus mengawasi terus menerus di kontrol panel tersebut. Berikut adalah

layout dan kontur dari ruangan kontrol panel pada stasiun putaran:

Page 41: Analisis Kebisingan Produksi Gula

29

Keterangan: X = Posisi Pekerja

Gambar 11. Layout Kontrol Panel Stasiun Putaran

5 4 3 2 1

8 7 6

SC 3

SC 2 SC 1

Daerah Pengukuran Kontrol Panel

X

X

X

Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)

Gambar 14. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Malam

75 dB75 dB75 dB75 dB75 dB76 dB76 dB76 dB76 dB76 dB77 dB77 dB77 dB77 dB77 dB78 dB78 dB78 dB78 dB78 dB79 dB

Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)

Gambar 13. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Sore

74 dB74 dB75 dB75 dB76 dB76 dB77 dB77 dB78 dB78 dB79 dB79 dB80 dB80 dB81 dB81 dB82 dB82 dB83 dB83 dB

Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)

Gambar 12. Kontur Kebisingan Kontrol Panel Shift Pagi

0.0 1.5 3.0 4.5 6.0 7.5 9.0 10.5 12.00.0

1.5

72 dB

72 dB

73 dB

73 dB

74 dB

74 dB

75 dB

75 dB

76 dB

76 dB

77 dB

77 dB

78 dB

Page 42: Analisis Kebisingan Produksi Gula

30

Kebisingan pada stasiun ruang kontrol panel ini relatif kecil

dibandingkan dengan kondisi di luar, yaitu pada bagian HGF dan LGF dari

stasiun putaran. Hal ini disebabkan oleh pada bangunan ruang kontrol panel

terbuat dari beton dan pintu dari kaca yang dapat mereduksi kebisingan

sehingga mandor pimpinan dan para oprator dapat bekerja lebih aman dan

nyaman. Ruang kontrol panel ini terdapat di daerah mesin putaran bagian

HGF. Untuk menngetahui letaknya dapat dilihat pada gambar layout dari

stasiun putaran pada Gambar 11. Tingkat kebisingan pada ruang kontrol

panel ini masih di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) yang diizinkan oleh

pemerintah yaitu 85 dB(A) untuk selama 8 jam kerja. Pada gambar 10-12

dapat dilihat bahwa letak ruang panel pertama memiliki kontur kebisingan

yang tersebar hampir di seluruh lemari kontrol panel dan lemari switch

control. Pengukuran tingkat kebisingan yang terjadi pada shift pagi berkisar

antara 71.94 dB(A) sampai 78.08 dB(A). Pada shift sore, tingkat kebisingan

yang terjadi berkisar antara 73.76 dB(A) sampai dengan 83.90 dB(A).

Sedangkan untuk shift malam, tingkat kebisingan yang terjadi berkisar

antara 74.69 dB(A) sampai dengan 78.87 dB(A).

Dari seluruh gambar pada ruangan kontrol panel di atas dapat dilihat

bahwa pola penyebaran kebisingan tertinggi terjadi pada shift sore.

Kebisingan tertinggi ruang panel terkonsentrasi lemari kontrol 2, 3, 7, dan

pada lemari switch control ketiga yang berkisar antara 78.08 dB(A) hingga

83.90 dB(A) pada radius tertentu dari alat ukur.

Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa ruang control panel tersebut

secara umum tingkat kebisingan tidak melebihi 85 dB(A) sehingga lokasi

tersebut dikategorikan sebagai daerah dengan tekanan bising yang rendah

dan memenuhi standar keamanan operasi untuk tenaga manusia yang

bekerja selama maksimum 8 jam sehari.

3. Stasiun Power House

Stasiun power house merupakan salah satu stasiun penghasil sumber

tenaga listrik terbesar sekitar 80 % di pabrik. Energi listrik yang dihasilkan

dari stasiun power house tersebut menjadi sumber tenaga utama yang

digunakan dalam keseluruhan proses produksi gula, sehingga keberadaan

Page 43: Analisis Kebisingan Produksi Gula

31

dan pengoperasian stasiun ini sangat vital dalam proses produksi. Generator

pembangkit menggunakan tenaga penggerak dari turbin uap yang tentu saja

digerakkan oleh uap panas yang dihasilkan dari stasiun boiler dengan bahan

baku ampas tebu. Oleh karena itu apabila terjadi gangguan pada stasiun ini

maka secara otomatis stasiun yang lain juga akan mengalami gangguan

akibat suplai energi listrik dari stasiun power house akan berhenti.

Pada stasiun power house memiliki tiga buah generator dan dua buah

diesel penggerak generator, namun pada saat pengukuran tingkat kebisingan

hanya menggunakan dua buah generator yang digerakkan oleh turbin uap,

yaitu generator turbin 1 dan 3. Hal ini disebabkan dengan pengoperasian

kedua generator tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan tenaga listrik

pada proses produksi di dalam pabrik. Pada stasiun power house hanya

dijaga oleh dua operator yang bertugas mengoperasikan dan mengawasi

jalannya mesin turbin generator. Luas daerah stasiun power house yang

menjadi obyek pengukuran adalah ± 20 m × 12 m, dan masing-masing titik

koordinat pemetaan seluas 2 m × 2 m.

Berikut ini adalah layout dan kontur kebisingan dari stasiun power

house berdasarkan sebaran tingkat kebisingannya:

Keterangan: X = Posisi Pekerja

Gambar 15. Layout Stasiun Power Huose

T U S B

Kontrol Panel Power House

Turbin 1

Turbin2

Turbin 3

X

X

Page 44: Analisis Kebisingan Produksi Gula

32

85 dB

86 dB

87 dB

88 dB

89 dB

90 dB

91 dB

92 dB

93 dB

94 dB

95 dB

96 dB

97 dB

98 dB

Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)

Gambar 16. Kontur kebisingan power house pada shift pagi

84dB

85dB

86dB

87dB

88dB

89dB

90dB

91dB

92dB

93dB

94dB

95dB

96dB

97dB

98dB

Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)

Gambar 17. Kontur kebisingan power house pada shift sore

Page 45: Analisis Kebisingan Produksi Gula

33

Pada stasiun power house berbeda dengan stasiun sebelumnya, yaitu

stasiun masakan dan stasiun putaran. Pengambilan data kebisingan pada

power house dilakukan karena pada stasiun tersebut memiliki intensitas

kebisingan yang cukup tinggi. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang bertugas

untuk untuk mengendalikan operasional pada stasiun power house dalam

satu shift kerja hanya membutuhkan 2 orang pekerja.

Tingkat kebisingan pada stasiun power house termasuk cukup tinggi

dan digolongkan ke dalam jenis kebisingan kontinyu dengan spektrum

frekuensi luas (steady state, wide band noise). Intensitas kebisingan tertinggi

untuk stasiun power house pada shift malam. Hal ini disebabkan karena pada

saat kondisi malam hari pabrik membutuhkan energi listrik lebih besar untuk

produksi dan penerangan pabrik, sehingga operasional dari turbin generator

lebih ditingkatkan kinerjanya. Berdasarkan kondisi tersebut mengakibatkan

pada tingginya putaran poros mesin generator, adanya kebocoran

sambungan antar pipa saluran steam uap panas dari boiler menuju turbin

uap, serta gesekan aliran antara steam uap panas dengan dinding saluran

pipa. Sumber kebisingan di stasiun power house ini selain berasal dari suara

yang dihasilkan mesin-mesin yang berada di stasiun power house tersebut,

melainkan juga dipengaruhi oleh kebisingan dari stasiun gilingan yang

84dB

85dB

86dB

87dB

88dB

89dB

90dB

91dB

92dB

93dB

94dB

95dB

96dB

97dB

98dB

99dB

Keterangan: sumbu x dan y menunjukkan jarak (m)

Gambar 18. Kontur kebisingan power house pada shift malam

Page 46: Analisis Kebisingan Produksi Gula

34

berada di sebelah utara dari stasiun power house, dan kebisingan dari stasiun

boiler yang berada sebelah barat stasiun power house, sehingga

memungkinkan terjadinya penguatan intensitas suara bising yang berasal

dari keadaan lingkungan pabrik tersebut.

Dari peta kontur di atas dapat dilihat bahwa pola penyebaran

kebisingan di stasiun power house untuk setiap shiftnya cukup seragam.

Pengukuran tingkat kebisingan yang terjadi pada shift pagi berkisar antara

85.28 dB(A) sampai dengan 98.41 dB(A). Pada shift sore, tingkat

kebisingan yang terjadi berkisar antara 84.85 dB(A) sampai dengan 99.52

dB(A). Sedangkan untuk shift malam, tingkat kebisingan yang terjadi

berkisar antara 84.43 dB(A) sampai dengan 100 dB(A).

Kebisingan tertinggi terkonsentrasi pada sebelah barat dekat dengan

mesin turbin generator pertama bagian kiri bawah yang berkisar antara 98.41

dB(A) sampai 100 dB(A) pada radius tertentu dari alat ukur. Kebisingan

pada tingkat yang rendah terjadi pada bagian tempat duduk operator sebelah

timur stasiun power house, yaitu sekitar 84.43 dB(A) sampai 85.28 dB(A).

Dari seluruh gambar pada stasiun masakan di atas dapat dilihat bahwa

pola penyebaran kebisingan tertinggi terjadi pada shift malam. Pada saat

mesin turbin generator beroperasi tidak sering terjadi pergerakan pekerja.

Para pekerja hanya mengamati jalannya proses penyaluran energi listrik dan

memeriksa sesekali jika terjadi permasalahan pada setiap mesin. Biasanya

para pekerja berada di depan unit mesin turbin generator kedua pada titik

pengukuran ke-29 dan berada di sebelah kiri mesin turbin generator ketiga di

titik pengukuran ke-38. Pada daerah tersebut merupakan tempat yang cukup

berbahaya bagi pekerja dalam segi pemajanan kebisingan yang tinggi.

Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa kompleks stasiun power

house tersebut secara umum tingkat kebisingan melebihi 85 dB(A) sehingga

lokasi tersebut dikategorikan sebagai daerah dengan tekanan bising yang

tinggi dan tidak memenuhi standar keamanan operasi untuk tenaga manusia

yang bekerja selama maksimum 8 jam sehari dan perlu dilakukan

pengendalian lebih lanjut terutama terhadap ruang kerja.

Page 47: Analisis Kebisingan Produksi Gula

35

B. Nilai Ambang Batas Waktu di Setiap Stasiun

Nilai ambang batas (NAB) waktu kontak pada lingkungan bising yang

terdapat pada Tabel 4 merupakan waktu kontak maksimum yang diizinkan

untuk berada dalam intensitas kebisingan yang bersangkutan. Apabila waktu

kontak melebihi batas waktu tersebut, maka akan terjadi gangguan pada alat

pendengaran. Semakin tinggi intensitas kebisingan, maka akan semakin

sedikit waktu kontak yang diizinkan. Suara dengan tingkat kebisingan tinggi

dan nada tinggi dapat mengganggu, terlebih lagi bila datangnya secara

terputus-putus dan tiba-tiba. Apalagi jika letak sumber kebisingannya tidak

diketahui, maka pengaruhnya akan lebih terasa mengganggu.

Ada beberapa standar mengenai berapa waktu yang aman berdasarkan

keadaan bising tertentu sesuai dengan intensitas suara yang ada, diantaranya :

OSHA (Occupational Safety and Health Association), ISO (International

Standard Organization), dan Menaker RI. Berdasarkan Keputusan Menteri

Tenaga Kerja, Nomor : KEP-51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 tentang

Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika di Tempat Kerja, NAB untuk

ditetapkan sebesar 85 dB(A) untuk lama pemajanan 8 jam kerja. Oleh karena

itu lingkungan kerja yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan

tersebut, maka harus dilakukan usaha pengendalian dan pencegahan terjadinya

gangguan pendengaran terhadap para pekerja.

Dari hasil pengukuran yang dilakukan, dapat dilihat bahwa tingkat

kebisingan untuk masing-masing stasiun untuk setiap shiftnya relatif sama

dan mempunyai pola penyebaran yang hampir sama pula.

1. Stasiun Masakan

Kebisingan yang dihasilkan pada area stasiun masakan unit PG

Bungamayang ternyata berada di atas nilai ambang batas yang diizinkan.

Berdasarkan tingkat kebisingan maksimum yang terjadi di stasiun

masakan, maka batas waktu yang diizinkan berada dalam area tersebut

secara aman dan kontinu bagi pekerja untuk bekerja tanpa mengalami

gangguan menurut standar dari OSHA, Indonesia, dan ISO untuk setiap

shiftnya dapat dilihat pada Tabel 6 ini.

Page 48: Analisis Kebisingan Produksi Gula

36

Tabel 6. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Masakan Shift Kerja/ Hari Standar Shift Pagi Shift Sore Shift Malam OSHA 4 Jam 48 Menit 6 Jam 43.2 Menit 5 Jam 56.4 Menit Indonesia 2 Jam 28.8 Menit 3 Jam 29.28 Menit 3 Jam 9.84 Menit ISO 1 Jam 4.02 Menit 1 Jam 54.42 Menit 1 Jam 38.22 Menit

2. Stasiun Putaran (Centrifuge)

Kebisingan yang dihasilkan pada area stasiun putaran unit PG

Bungamayang ternyata berada di atas nilai ambang batas yang diizinkan.

Berdasarkan tingkat kebisingan maksimum yang terjadi di stasiun putaran,

maka batas waktu yang diizinkan berada dalam area tersebut secara aman

dan kontinu bagi pekerja untuk bekerja tanpa mengalami gangguan

menurut standar dari OSHA, Indonesia, dan ISO untuk setiap shiftnya

dapat dilihat pada Tabel 7 ini.

Tabel 7. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Putaran Shift Kerja/ Hari Standar Shift Pagi Shift Sore Shift Malam OSHA 1 Jam 30.5 Menit 1 Jam 36.5 Menit 2 Jam 25.4 Menit Indonesia 45.24 Menit 48.24 Menit 1 Jam 15.24 Menit ISO 1.35 Menit 2.6 Menit 21.35 Menit

Namun, kebisingan yang dihasilkan pada area ruang kontrol panel di

setiap shift kerja berdasarkan standart keamanan OSHA, ISO maupun

Indonesia masih berada di bawah nilai ambang batas yang diizinkan, yaitu

lebih dari 8 jam kerja sehari.

3. Stasiun Power House

Kebisingan yang dihasilkan pada area stasiun power house unit PG

Bungamayang ternyata berada di atas nilai ambang batas yang diizinkan.

Berdasarkan tingkat kebisingan maksimum yang terjadi di stasiun power

house, maka batas waktu yang diizinkan berada dalam area tersebut secara

aman dan kontinu bagi pekerja untuk bekerja tanpa mengalami gangguan

Page 49: Analisis Kebisingan Produksi Gula

37

menurut standar dari OSHA, Indonesia, dan ISO untuk setiap shiftnya

dapat dilihat pada Tabel 8 ini.

Tabel 8. Lama Kerja dalam Sehari untuk Stasiun Power House Shift Kerja/ Hari Standar Shift Pagi Shift Sore Shift Malam OSHA 2 Jam 31.8 Menit 2 Jam 9.6 Menit 2 Jam Indonesia 1 Jam 43.08 Menit 1 Jam 5.76 Menit 1 Jam ISO 22.95 Menit 17.4 Menit 15 Menit

0

20

40

60

80

100

120

140

160

OSHA MENAKER ISO

Lam

a Ke

rja (M

enit)

Shift Pagi Shift Sore Shift Malam

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

OSHA MENAKER ISO

Lam

a Ke

rja (M

enit)

Shift Pagi Shift Sore Shift Malam

0

20

40

60

80

100

120

140

160

OSHA MENAKER ISO

Lam

a Ke

rja (M

enit)

Shift Pagi Shift Sore Shift Malam

(a) Stasiun Masakan

(b) Stasiun Putaran (Centrifuge)

(c) Stasiun Power House

Gambar 19. Grafik waktu pemaparan pada stasiun masakan, stasiun putaran (centrifuge), dan stasiun power house

Page 50: Analisis Kebisingan Produksi Gula

38

C. Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan Tenaga Kerja

Kebisingan pada lingkungan kerja merupakan faktor penting dalam

perancangan pabrik karena kebisingan yang terjadi terus menerus di

lingkungan kerja dengan intensitas tinggi tidak sekedar menimbulkan rasa

tidak nyaman namun juga dapat menimbulkan efek serius bagi kesehatan

manusia. Dalam pedoman Kesehatan dan Keselamatan Kerja (1984),

menyatakan bahwa kebisingan mempunyai pengaruh terhadap tenaga kerja,

mulai dari gangguan ringan berupa gangguan konsentrasi kerja, pengaruh

dalam komunikasi dan kenyamanan kerja sampai pada cacat yang berat karena

kehilangan daya mendengar (tuli) yang menetap.

Kebisingan pada lingkungan pabrik dapat menyebabkan berbagai

gangguan pada tenaga kerja, seperti gangguan komunikasi, gangguan

keseimbangan dan efek pada pendengaran, antara lain:

1. Gangguan komunikasi

Pada umumnya, sumber bising yang tinggi sangat mengganggu,

apalagi bila terputus-putus atau suara yang datangnya tiba-tiba. Gangguan

komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi

pendengaran yang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Kebisingan yang

mengganggu komunikasi menyebabkan pembicaraan para pekerja harus

dilakukan dengan cara berteriak dan bersuara keras dalam berkomunikasi

dengan pekerja lain pada suasana kerja yang bising. Gangguan ini bisa

menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya

kesalahan komunikasi (miss communication) atau salah persepsi terhadap

orang lain karena tidak mendengar syarat atau tanda bahaya; gangguan

komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan tenaga

kerja dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas

kerja. Hal ini sejalan dengan Suma’mur (1996) bahwa terdapat efek

kebisingan yang merugikan daya kerja, yaitu dapat terjadi resiko apabila

cara komunikasi harus dilakukan dengan berteriak. Oleh karena pekerja

tersebut sudah terbiasa berbicara keras di lingkungan kerja sebagai akibat

lingkungan kerja yang bising ini maka kadang-kadang di tengah-tengah

Page 51: Analisis Kebisingan Produksi Gula

39

keluarga juga terbiasa berbicara keras. Bisa jadi timbul salah persepsi di

kalangan keluarga karena dipersepsikan sebagai sikap marah.

2. Gangguan keseimbangan

Gangguan keseimbangan, misalnya gangguan perhatian, dan

konsentrasi, sehingga menyebabkan terjadi kesalahan-kesalahan dan

akhirnya menurunkan produktivitas kerja. Bising yang sangat tinggi dapat

menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat

menimbulkan gangguan berupa kelelahan, gangguan konsentrasi, mudah

tersinggung, kepala pusing atau mual-mual.

3. Gangguan pada pendengaran

Kebisingan pada level tertentu dapat menimbulkan gangguan pada

pendengaran paling serius adalah dapat menyebabkan ketulian yang bersifat

progresif. Pada awalnya gangguan pendengaran bersifat sementara dan akan

segera pulih kembali setelah berhenti bekerja pada tempat yang bising.

Namun bila bekerja secara terus menerus pada tempat yang bising, maka

akan mengakibatkan kehilangan kemampuan pendengaran secara permanen

dan tidak akan pulih kembali.

D. Evaluasi Hasil Kuesioner

Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh kebisingan di

lapangan terhadap perkerja yang setiap harinya bekerja pada lingkungan

tersebut, sebanyak 18 orang pekerja diminta untuk mengisi kuesioner. Data

kuesioner dan tabulasi hasil-hasilnya disajikan pada Lampiran 4 - 8.

Menurut Suma’mur (1996), bahwa kebisingan yang cukup tinggi akan

memberikan dampak bagi karyawan yang bekerja pada di perusahaan tersebut,

seperti gangguan terhadap konsentrasi kerja, gangguan tehadap komunikasi,

gangguan terhadap kenyamanan kerja yang berbeda-beda untuk setiap orang

dan penurunan daya pendengaran. Dari jawaban yang terkumpul, dapat

diketahui bahwa sebagian besar pekerja di stasiun masakan, stasiun putaran,

dan stasiun power house, yaitu gangguan pendengaran akibat kebisingan

pernah dialami 77.78 % dan pendengaran normal sebanyak 22.22 % pekerja.

Page 52: Analisis Kebisingan Produksi Gula

40

Besarnya pengaruh intensitas kebisingan terhadap pendengaran pekerja

dapat dilihat pada Gambar 20 ini.

Selain itu pekerja pada ketiga stasiun di pabrik juga mengalami beberapa

gangguan lainnya, seperti pada Gambar 21 ini.

Menurut Sumakmur (1992), bahwa pengaruh tempat kerja yang bising

mengakibatkan pekerja menjadi tuli atau gangguan daya dengar baik

sementara atau permanen dan dapat mengakibatkan beberapa gangguan,

seperti gangguan tidur, kelelahan, gangguan konsentrasi, dan mudah

Gambar 20. Pengaruh kebisingan terhadap pendengaran pekerja

22,22 22,22

16,67

5,56

33,33

0

5

10

15

20

25

30

35

1

Pers

enta

se (%

)

Telinga masihbiasa (Normal)

Berdenging atauberdesis,

Kurang dengarsementara

Berdenging dankurang dengarsementaraKetiga gangguanpendengaran

100

16,67 16,67

83,33

33,33

0

20

40

60

80

100

120

1Jenis Gangguan

Pers

enta

se (%

) Komunikasi

Aktivitas

Kenyamanan

Terhadap telinga

Penurunan prestasi

Gambar 21. Jenis Gangguan Kebisingan terhadap Pekerja

Page 53: Analisis Kebisingan Produksi Gula

41

tersinggung. Hal ini didukung oleh data hasil kuesioner sehingga diketahui

keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pekerja sebagai akibat waktu pemaparan

kebisingan secara kontinu di pabrik, seperti pada Gambar 22 ini.

Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh pekerja merupakan salah satu

dampak kebisingan di tempat kerja yaitu pengaruh kebisingan pada telinga

(auditoir) yang akan menyebabkan ketulian dan pengaruh bukan pada

pendengaran (non auditoir) antara lain kelelahan, gangguan konsentrasi dan

mudah tersinggung.

Selain masalah kesehatan yang dikeluhkan oleh para pekerja, ada

beberapa hal lain yang perlu diperhatikan menyangkut aspek keselamatan

kerja, antara lain lama jam bekerja, waktu istirahat, kondisi lingkungan kerja,

alat pelindung diri, dan penyuluhan tentang efek kebisingan terhadap

kesehatan. Berdasarkan hasil kuesioner, sebanyak (100 %) pekerja menjawab

mereka bekerja selama 8 jam dalam setiap shift kerja, (94.44 %) menjawab

tidak ada jam istirahat. Dengan tidak adanya waktu istirahat pada waktu kerja

yang ditetapkan oleh perusahaan tidak menjadi penghalang bagi pekerja,

namun istirahat tetap diadakan di dalam pabrik dengan memanfatkan waktu

senggang diantara proses produksi berlangsung. Dan waktu istirahat ini

dilakukan dengan cara bergantian dengan teman kerja dalam satu shift kerja

sehingga kemungkinan tidak akan mengganggu proses produksi gula. Adanya

83,33

50

27,7833,33

11,11

72,22

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

1Jenis Keluhan

Pers

enta

se (%

)Terhadap pendengaranPenurunan pendengaranKelelahanKepala pusingLekas marahMudah tersinggungSulit tidurRasa mual

Gambar 22. Jenis Keluhan pada Pekerja akibat Lingkungan Bising

Page 54: Analisis Kebisingan Produksi Gula

42

faktor bising di lingkungan kerja diakui oleh seluruh (100 %) pekerja di ketiga

stasiun pabrik. Kebisingan tersebut cukup mengganggu cara komunikasi

(berbicara) antara pekerja yang satu dengan lainnya sehingga pembicaraan

harus berteriak dalam jarak 1 meter maupun lebih dengan lawan bicaranya.

Perilaku yang kurang terhadap penggunaan alat pelindung telinga yang

ditujukan oleh sebagian besar pekerja (44.44 %) dengan kondisi yang bising,

sehingga akan sangat mudah menyebabkan gangguan kesehatan terhadap

tenaga kerja baik gangguan pendengaran maupun keluhan yang dirasakan oleh

tenaga kerja. Alasan dari para pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung

telinga adalah karena alat tersebut menggangu aktivitas dalam bekerja, malas,

dan menurut hasil kuesioner sebanyak (88.89 %) pekerja menyatakan mereka

tidak menggunakan APT dengan alasan belum diberikan dari perusahaan.

Tetapi hanya sebagian kecil dari pekerja yang menggunakan APT berjenis

sumbat telinga sederhana yang terbuat dari kapas. Sumbat telinga sederhana

dengan bahan kapas (acoustic wool) ini mampu mengurangi kebisingan 10

dB(A) sampai dengan 15 dB(A).

Berdasarkan hasil kuesioner sebagian besar pekerja belum mengetahui

tentang efek kebisingan dan penjelasan mengenai alat pelindung pendengaran.

Hasil kuesioner mengenai pengetahuan pekerja terhadap alat pelindung telinga

dapat dilihat pada Gambar 23 ini.

31,7129,27

39,02

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

1Pengetahuan Pekerja

Per

sent

ase

(%)

Tidak mengertikegunaan APTBelum mengerti caramenggunakan APTBelum mengerti caramemelihara APT

Gambar 23. Pengetahuan Pekerja terhadap Alat Pelindung Telinga

Page 55: Analisis Kebisingan Produksi Gula

43

Oleh karena itu perlu dilaksanakan program penyuluhan terhadap

pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja tentang efek kebisingan dan

penjelasan mengenai alat pelindung pendengaran. Program penyuluhan dapat

dilakukan oleh para pimpinan, tenaga kesehatan, maupun tim khusus terhadap

para pekerja di pabrik.

E. Upaya Pencegahan Kebisingan Dan Pemeliharaan Pendengaran

Pengendalian kebisingan merupakan suatu hal yang wajib diterapkan

dalam suatu pabrik yang menghasilkan kebisingan pada level tertentu. Namun,

pengendalian kebisingan tersebut tidak boleh bertentangan dengan prinsip-

prinsip dasar perancangan pabrik, yaitu faktor kelayakan ekonomi, faktor

safety, kemudahan operasi alat, dan kemudahan maintenance.

Setelah dilakukan pengukuran kebisingan di lingkungan kerja pabrik,

maka diperlukan pengendalian bising yang terjadi pada stasiun masakan,

putaran, dan power house. Pengendalian kebisingan pada masing-masing

stasiun untuk setiap shift tersebut dilakukan dengan mereduksi kebisingan

sampai di bawah nilai ambang bising yang diizinkan. Menurut standar

kebisingan yang ditetapkan MENAKER RI, maka tingkat bising yang perlu

direduksi sampai batas aman pendengaran pekerja dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Besar Reduksi Kebisingan yang diperlukan Shift Kebisingan (dB(A))

Stasiun Kerja Intensitas NAB Reduksi

Pagi 93.80 85 8.80

Masakan Sore 91.28 85 6.28

Malam 92.09 85 7.09

Pagi 102.46 85 17.46

Putaran Sore 101.96 85 16.96

Malam 98.73 85 13.73

Pagi 98.41 85 13.41

Power House Sore 99.52 85 14.52

Malam 100.00 85 15.00

Page 56: Analisis Kebisingan Produksi Gula

44

Jika sifat operasi suatu mesin mengeluarkan bunyi melebihi nilai

ambang batas 85 dB(A), maka perlu dilakukan pengendalian secara teknis atau

kontrol engineering. Kontrol engineering ini ditujukan pada sumber bising

dan sebaran kebisingan; misalnya:

1. Pemeliharaan mesin (maintenance) yaitu mengganti, mengencangkan

bagian mesin yang longgar, memberi pelumas secara teratur, dan lain-lain.

2. Mengganti mesin bising tinggi ke yang bisingnya kurang.

3. Mengurangi vibrasi atau getaran dengan cara mengurangi tenaga mesin,

kecepatan putaran atau isolasi.

4. Mengubah proses kerja misal kompresi diganti dengan pukulan.

5. Mengurangi transmisi bising yang dihasilkan benda padat dengan

menggunakan lantai berpegas, menggunakan bahan peredam suara pada

dinding dan langit-langit kerja.

6. Mengurangi turbulensi udara dan mengurangi tekanan udara di turbin uap.

Penurunan kemampuan mendengar akibat suara bising di lingkungan

kerja pada tahap awal biasanya tidak dirasakan secara sementara dan bila telah

disadari ada gangguan pendengaran sudah pada tahap ketulian yang menetap

dan tidak dapat diperbaiki lagi. Oleh karena itu tindakan yang terpenting

adalah melakukan pengendalian kebisingan dan pemeliharaan pendengaran.

Salah satunya dengan menggunakan alat pelindung telinga (APT). alat

pelindung telinga di tempat kerja yang bising adalah suatu hal yang harus ada

dan harus tersedia, hal ini untuk menjaga kesehatan tenaga kerja khususnya

kesehatan terhadap pendengaran. Dalam buku Kesehatan dan Keselamatan

Kerja (1984), menjelaskan bahwa fungsi alat pelindung telinga adalah

menurunkan intensitas kebisingan yang mencapai alat pendengaran.

Pengurangan intensitas kebisingan dari alat pelindung telinga ini tergantung

dari macamnya, cara pemakaiannya, serta keteraturan penggunaannya dari alat

pelindung telinga. Berikut ini berbagai jenis alat pelindung telinga dengan

tingkat peredaman kebisingan berdasarkan kisaran frekuensi, seperti Tabel 10.

Page 57: Analisis Kebisingan Produksi Gula

45

Tabel 10. Peredaman kebisingan berbagai jenis pelindung telinga Reduksi Tingkat Bising*) [dB(A)]

Jenis Pelindung 125 Hz

250 Hz

500 Hz

1000 Hz

2000 Hz

4000 Hz

8000 Hz

Sumbat Kapas 2 (2)

3 (2)

4 (3)

8 (3)

12 (6)

12 (4)

9 (5)

Sumbat Kapas Berlilin

6 (7)

10 (9)

12 (9)

16 (8)

27 (11)

32 (9)

26 (9)

Sumbat Wol Gelas 7 (4)

11 (5)

13 (4)

17 (7)

29 (6)

35 (7)

31 (8)

Sumbat tercetak sesuai telinga ybs.

15 (7)

15 (8)

16 (5)

17 (5)

30 (5)

41 (5)

28 (7)

Penutup berperapat busa

8 (6)

14 (5)

24 (6)

34 (8)

36 (7)

43 (8)

31 (8)

Penutup berperapat cairan

13 (6)

20 (6)

33 (6)

35 (6)

38 (7)

47 (8)

41 (8)

Helm Penerbang 14 (4)

17 (5)

29 (4)

32 (5)

48 (7)

59 (9)

54 (9)

(*) Angka dalam kurung menyatakan penyimpangan (deviasi)

Menurut jeninya, alat pelindung telinga terbagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1) Sumbat telinga (ear plug), dapat dibuat dari kapas, plastik, karet alami dan

sintetis. Pengurangan tekanan bising pada sumbat telinga ini adalah sekitar

8-30 dB(A). Namun hal tersebut tergantung pada longgar tidaknya

pemasangan sumbat telinga yang menutupi lubang telinga. Daya proteksi

alat ini kurang baik untuk tingkat bising di atas 100 dB(A), alat tidak dapat

dipakai bila ada infeksi pada telinga, penggunaan alat sukar dimonitor

karena dari jauh tidak terlihat, harus disediakan berbagai ukuran dan akan

mudah hilang karena kecil, serta perlu perawatan untuk menjaga

kebersihan alat. Berikut ini beberapa jenis ear plug berdasarkan reduksi

tingkat kebisingannya dapat dilihat pada Tabel 11 ini.

Page 58: Analisis Kebisingan Produksi Gula

46

Tabel 11. APT Jenis Ear Plug berdasarkan reduksi tingkat kebisingan

Jenis Ear Plug Reduksi Bising dan

Kisaran Harga

Gambar APT

a. 3M™ Banded Hearing

Protector Ear Plugs 1310

21 dB(A)

b. Comfort BandTM Hearing

Protector Ear Plugs

23 dB(A)

c. Tri-SealTM Reusable

Silicone Ear Plugs

25 dB(A) Rp.12.000,00 / pcs

d. Foam FitTM Disposable

Foam Ear Plugs

31 dB(A)

Rp.10.000,00 / pcs

2) Tutup telinga (ear muff), dapat dipakai pada tekanan bising sampai dengan

110 dB(A) karena dapat mengurangi tekanan bising sekitar 25 – 40 dB(A),

dapat digunakan walaupun terdapat infeksi pada telinga dan cukup

disediakan satu ukuran, tidak mudah hilang serta mudah dimonitor

pemakaiannya karena dapat dilihat dari luar. Kerugian alat ini adalah tidak

nyaman dalam penggunaan yang lama di lingkungan yang panas dan

menggannggu penggunaan alat pelindung diri lainnya. Kombinasi antara

tutup telinga dan sumbat telinga dianjurkan penggunaannya untuk tekanan

kebisingan antara 120 – 125 dB(A). Berikut ini beberapa jenis ear muff

berdasarkan reduksi tingkat kebisingannya dapat dilihat pada Tabel 12 ini.

Page 59: Analisis Kebisingan Produksi Gula

47

Tabel 12. APT Jenis Ear Muff berdasarkan reduksi tingkat kebisingan

Jenis Ear Muff Reduksi Bising dan

Kisaran Harga

Gambar APT

a. EconomuffTM Earmuff 20 dB(A)

Rp.136.160,00 / pcs

b. SlimProTM Plus Muff 23 dB(A)

Rp.146.280,00 / pcs

c. 3MTM Three Position

Ear Muff 1427

25 dB(A)

Rp. 1.096.640,00/pcs

d. Sound BlockerTM 26

Muff

26 dB(A)

Rp. 367.080,00 / pcs

e. ApexTM 30 Muff 30 dB(A)

Rp. 643.080,00 / pcs

3) Helmet, dapat mengurangi tingkat bising sekitar 40 – 50 dB(A) dan

mengurangi masuknya gelombang suara melalui getaran tulang kepala.

Kerugian alat ini adalah mahal dan tidak nyaman penggunaannya karena

berat dan besar. Berikut ini beberapa jenis helmet berdasarkan reduksi

tingkat kebisingannya dapat dilihat pada Tabel 13 ini.

Page 60: Analisis Kebisingan Produksi Gula

48

Tabel 13. APT Jenis Helmet berdasarkan reduksi tingkat kebisingan

Jenis Helmet Reduksi Bising Gambar APT

a. SlimProTM Plus Cap

Models

22 dB(A)

b. Suprano Muff 25 dB(A)

c. Sound BlockerTM 26

Cap Models

26 dB(A)

Rp. 803.360,00 / pcs

Berdasarkan intensitas kebisingan yang terjadi di PG Bungamayang,

maka diperlukan peredaman kebisingan sampai batas aman dan nyaman. Salah

satu cara meredam kebisingan yaitu dengan menggunakan alat pelindung

telinga. Intensitas kebisingan yang terjadi pada stasiun masakan cukup tinggi,

maka penggunaan APT jenis sumbat telinga (ear plug) disarankan bagi

pekerja di stasiun masakan mengingat intensitas kebisingan tertinggi dekat

pada vacuum pan masakan berkisar antara 91.28 dB(A) hingga 93.80 dB(A),

seperti gambar jenis ear plug yang terdapat pada Tabel 11 memiliki daya

reduksi kebisingan antara 21–31 dB(A) misalnya Disposable Foam Ear Plugs.

Pada stasiun putaran, beberapa pekerja khususnya yang mengoperasikan

mesin putaran Broadbent 6 dan 7, dan mesin TSK Centrifugal 3 di unit

puteran HGF sangat perlu menggunakan alat pelindung telinga berjenis APT

kombinasi antara tutup telinga (ear muff) dan sumbat telinga (ear plug) sangat

disarankan mengingat intensitas kebisingan tertinggi pada stasiun putaran

mencapai berkisar antara 98.73 dB(A) hingga 102.46 dB(A), seperti gambar

jenis ear plug pada Tabel 11 dan ear muff Tabel 12 memiliki daya reduksi

kebisingan antara 21 – 31 dB(A) untuk jenis ear plug misalnya Disposable

Foam Ear Plugs dan 20 – 30 dB(A) untuk ear muff misalnya ApexTM 30 Muff.

Sedangkan pada stasiun power house sangat disarankan penggunaan APT

Page 61: Analisis Kebisingan Produksi Gula

49

jenis ear plug yang terdapat pada Tabel 11 memiliki daya reduksi kebisingan

antara 21–31 dB(A) misalnya Disposable Foam Ear Plugs, mengingat

intensitas kebisingan tertinggi pada stasiun power house mencapai 84.43

dB(A) sampai dengan 100 dB(A). Penggunaan APT jenis helmet maupun APT

kombinasi antara tutup telinga (ear muff) dan sumbat telinga (ear plug) dapat

mengurangi kebisingan hingga 50 dB(A).

Menurut penjelasan hasil wawancara dengan seseorang pekerja pabrik,

bahwa beberapa pekerja di stasiun-stasiun telah menggunakan APT yang

paling sederhana dengan kapas (acoustic wool). Kapas ini digunakan pekerja

tersebut kira-kira sesuai dengan besar lubang telinga dan penggunaan sumbat

telinga kapas ini menjadi suatu kebiasaan yang cukup baik di antara sebagian

para pekerja. Menurut Wiyadi (1987), Sumbat telinga kapas ini dapat

mengurangi intensitas kebisingan berkisar antara 10 dB(A) sampai 15 dB(A)

pada frekuensi kurang dari 1000 Hz, dan mengurangi kebisingan 25 dB(A)

sampai 30 dB(A) untuk frekuensi di atas 1800 Hz. Namun kebiasaan tersebut

dapat berakibat negatif bagi pekerja sendiri, misalnya setelah pulang kerja

kadang-kadang pekerja terlupa untuk melepaskan sumbat kapas yang telah

digunakan pada saat bekerja sehingga sumbat kapas tersebut akhirnya

mengeras hingga seperti batu. Dengan penjelasan tersebut, maka pekerja yang

mengalami peristiwa itu segera dibawa ke dokter dan harus menjalani operasi

pada telinga yang tersumbat kapas keras. Namun, apabila dilihat dari peristiwa

tersebut dan pola penyebaran intensitas kebisingan yang terjadi pada masing-

masing stasiun berkisar antara 84.43 – 102.46 dB(A), maka sumbat telinga

menggunakan kapas sangat tidak aman dan nyaman di lingkungan pabrik.

Masalah kebisingan yang terjadi di lingkungan kerja terutama kebisingan

yang terjadi pada stasiun masakan, stasiun putaran dan stasiun power house.

Intensitas kebisingan pada ketiga stasiun di gedung pabrik ini termasuk tinggi

karena melebihi NAB 85 dB(A), maka perlu upaya pengendalian kebisingan

terhadap ketiga stasiun tersebut, yaitu dengan cara:

1) Pengendalian terhadap sumber bunyi

Pada dasarnya pengendalian sumber bunyi dengan mengusahakan

output suara sekecil mungkin, antara lain mengurangi permukaan yang

Page 62: Analisis Kebisingan Produksi Gula

50

bergetar, yaitu dengan mengisolasi atau mengecilkan tenaga mesin-mesin

yang berada di gedung pabrikasi, mengurangi sumber bising dengan

memberikan penutup yang sempurna pada mesin.

2) Pengendalian terhadap ruang rambat bising

Metode yang digunakan untuk pengendalian kebisingan terhadap

ruang rambat bising adalah dengan menjauhkan sumber bising dari

pekerja, karena dengan memperbesar jarak akan menyebabkan energi

suara berkurang sehingga tingkat tekanan suara kebisngan yang sampai ke

alat pendengaran pun berkurang. Cara pengendalian bising lainnya dengan

mengaborpsi (penyekat) berupa ruangan kedap suara pada mesin dan

mengurangi pantulan kebisingan secara akustik pada dinding, langit-langit

dan lantai, menutup sumber kebisingan dengan peredam suara.

Untuk mengurangi kebisingan lingkungan di stasiun putaran, mengingat

tingkat kebisingan tertinggi yang berkisar antara 98.73 dB(A) hingga 102.46

dB(A) telah melebihi NAB yang diizinkan dan dapat mengganggu aktivitas

pekerja. Sehingga beberapa dari para pekerja di stasiun putaran memanfaatkan

ruang kontrol panel yang berada pada stasiun tersebut untuk istirahat selama

beberapa menit secara bergantian. Hal ini dilakukan karena pekerja sudah

berada di lingkungan kerja yang bisingnya melebihi batas waktu maksimum

yang diperbolehkan, maka pekerja tersebut harus istirahat meninggalkan

tempat kerja tersebut selama beberapa menit dan kembali lagi ke tempat

semula untuk bekerja lagi. Ruangan kontrol panel ini terbuat dari dinding

beton dengan ketebalan ±15 cm dan pintu berbahan kayu tripleks dan sebagian

berbahan kaca setebal ±5 mm, sehingga dengan kondisi ruang tersebut dapat

mengurangi bising dari luar.

Untuk mengurangi kebisingan lingkungan di stasiun masakan dan power

house, mengingat tingkat kebisingan tertinggi di kedua stasiun adalah 93.80

dB(A) dan 100 dB(A) telah melebihi NAB yang diizinkan sehingga dapat

mengganggu aktivitas pekerja. Sebagai alternatif pengendalian kebisingan,

pihak perusahaan dapat mengurangi intensitas kebisingan dengan membuat

tambahan ruang kontrol yang terisolasi dan kedap suara berbahan transparan

yang terbuat dari kaca setebal 20 mm atau fiber setebal 10 mm, sehingga

Page 63: Analisis Kebisingan Produksi Gula

51

dengan menggunakan bahan dari kaca dan fiber tersebut diharapkan dapat

meredam kebisingan sebesar 15 – 25 dB(A) dan para pekerja yang berada di

ruangan kontrol tetap bisa mengamati lingkungan sekitarnya.

Setelah pengukuran kebisingan di lingkungan kerja, maka hendaknya

perlu ada tindak lanjut dari perusahaan dengan memasang rambu-rambu

tingkat kebisingan pada setiap stasiun di pabrik sehingga tenaga kerja selalu

waspada terhadap bahaya pemajanan kebisingan terhadap alat pendengaran

berdasarkan waktu maksimal yang diizinkan pada lingkungan tersebut.

Berdasarkan hasil kuesioner sebagian besar pekerja belum mengetahui

tentang efek kebisingan dan penjelasan mengenai alat pelindung pendengaran.

Oleh karena itu perlu dilaksanakan program penyuluhan terhadap pendidikan

keselamatan dan kesehatan kerja. Program penyuluhan dapat dilakukan oleh

para pimpinan, tenaga kesehatan, maupun tim khusus terhadap para pekerja di

pabrik. Pendidikan kesehatan bermanfaat untuk mencegah terjadinya penyakit

akibat kerja, dalam hal ini kehilangan daya mendengar akibat bising.

Pendidikan kesehatan merupakan upaya peningkatan pengetahuan bagaimana

cara bekerja di tempat bising. Program ini biasanya diisi dengan pendidikan

dan pelatihan keselamatan kerja, karena pendidikan dan pelatihan dipandang

merupakan cara terbaik bagi pekerja untuk mengembangkan sikap pencegahan

meningkatnya ambang pendengaran. Program pelatihan keselamatan kerja

berisikan tentang pencegahan meningkatnya ambang pendengaran dan

mempunyai tujuan utama, yaitu:

1) Mengembangkan kesadaran (awareness) tentang masalah proses ketulian.

2) Mengembangkan metode pencegahan meningkatnya ambang pendengaran

akibat bising.

3) Mengembangkan sikap menggunakan APT.

4) Mengintegrasikan berbagai pengertian tentang proses ketulian dan

penggunaan APT ke dalam struktur norma dan filosifi setiap anggota yang

terlibat.

Upaya pengendalian secara administratif digunakan untuk mengurangi

waktu pemajanan terhadap pekerja dengan cara pengaturan waktu kerja dan

istirahat, sehingga waktu kerja dari pekerja masih berada dalam batas aman.

Page 64: Analisis Kebisingan Produksi Gula

52

Pengaturan waktu kerja ini disesuaikan antara pemajanan intensitas kebisingan

dengan waktu maksimum yang diizinkan untuk setiap stasiun. Yang dimaksud

dengan pengaturan waktu kerja dan istirahat adalah jika pekerja sudah berada

di lingkungan kerja yang bising sesuai dengan batas waktu maksimum yang

diperbolehkan, maka pekerja tersebut harus istirahat meninggalkan tempat

kerja tersebut selama beberapa menit dan kembali lagi ke tempat kerja tersebut

untuk bekerja seperti biasa.

Pengendalian administratif lainnya dilakukan dengan cara mengatur

jadwal produksi, menentukan jadwal kerja dan rotasi tenaga kerja,

penjadwalan pengoperasian mesin, transfer pekerja dengan keluhan

pendengaran, dan membuat peraturan perundangan dari setiap langkah

operasional di pabrik yang mengikuti peraturan Standard Operation

Procedure (SOP) sesuai dengan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Penataan lingkungan kerja sangatlah penting, baik untuk meningkatkan

produktivitas, maupun dalam rangka menjaga keselamatan dan kesehatan

para pekerja. Oleh karena itu diperlukan untuk mendukung program

pencegahan kebisingan dan pemeliharaan pendengaran, maka dibutuhkan

sikap dan komitmen yang mendukung dari semua pihak yang terlibat dalam

program ini, yaitu pihak perusahaan dan pimpinan tertinggi, tenaga kerja,

bagian logistik, serta badan pengawas dari penanggung jawab program ini.

Perusahaan berkewajiban menyediakan dan melakukan penataan secara

optimal, sementara pekerja berkewajiban menggunakan dan memelihara

keadaan lingkungan kerjanya untuk menunjang keselamatan dan kesehatan

kerja yang bersangkutan sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang

nyaman dan sehat.

Page 65: Analisis Kebisingan Produksi Gula

53

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari uraian pada bab sebelumnya, didapatkan beberapa kesimpulan

mengenai kebisingan yang terjadi di pabrik gula Bungamayang yang meliputi

stasiun masakan, stasiun putaran, dan stasiun power house, yaitu:

1. Pola penyebaran kebisingan dipengaruhi oleh spesifikasi dan kondisi dari

mesin-mesin yang bekerja, yaitu daya mesin, putaran poros, jenis transmisi,

bagian mesin aus, sambungan elemen mesin kurang sempurna, aliran steam

turbin uap, dan gesekan antara jenis material gula dengan dinding pipa.

2. Nilai kebisingan paling tinggi di stasiun masakan adalah 93.80 dB(A), pada

stasiun putaran sebesar 102.46 dB(A), dan stasiun power house sebesar 100

dB(A). Intensitas kebisingan pada ketiga stasiun tersebut melebihi NAB

kebisingan sebesar 85 dB(A), sehingga stasiun-stasiun tersebut dikategorikan

sebagai daerah dengan tekanan bising tinggi, tidak aman bagi alat

pendengaran pekerja. Sedangkan kebisingan tertinggi pada ruang kontrol

panel di stasiun putaran sebesar 83.90 dB(A), sehingga ruangan tersebut

dikatergorikan sebagai daerah aman bagi alat pendengaran pekerja.

3. Batas waktu maksimal secara aman dan kontinu sesuai standart DEPNAKER

RI untuk berada pada stasiun masakan dengan kebisingan tertinggi 93.80

dB(A) adalah 2 Jam 28.8 Menit, pada stasiun putaran dengan kebisingan

tertinggi 102.46 dB(A) adalah 45.24 Menit, dan pada stasiun power house

dengan kebisingan tertinggi 100 dB(A) adalah 1 Jam.

4. Pengendalian kebisingan dapat dilakukan secara teknis (kontrol engineering),

modifikasi lingkungan kerja, pengaturan pola kerja dan penggunaan alat

pelindung telinga secara baik dan benar bagi pekerja, serta pelaksanaan

program penyuluhan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.

5. Dari hasil kuesioner yang telah diisikan oleh para pekerja, didapatkan

beberapa gangguan misalnya gangguan cara komunikasi dengan persentase

tertinggi, gangguan pendengaran, gangguan kenyamanan, gangguan aktivitas,

gangguan konsentrasi, dan gangguan penurunan prestasi. Selain itu pekerja

pada ketiga stasiun tersebut juga mengalami keluhan-keluhan yang antara lain:

Page 66: Analisis Kebisingan Produksi Gula

54

keluhan seperti keluhan penurunan pendengaran dengan persentase tertinggi,

mudah lelah, keluhan pusing, lekas marah, mudah tersinggung, sulit tidur dan

rasa mual sebagai akibat terpapar kebisingan secara kontinu di pabrik.

6. Dari hasil kuesioner yang diisikan para pekerja, sebagian besar pekerja tidak

menggunakan alat pelindung telinga dengan alasan kurang nyaman dan alat

pelindung telinga tersebut juga belum disediakan dari perusahaan.

B. SARAN

Dengan melihat kondisi yang terjadi di lingkungan, maka disarankan kepada

pihak perusahaan dan pemerintah untuk melakukan hal-hal seperti dibawah ini.

1. Melakukan penelitian lanjutan tentang kebisingan yang terjadi di pabrik,

mengingat tingkat kebisingan di pabrik tersebut cukup tinggi dan untuk

mencegah bertambahnya kasus kehilangan daya dengar pada pekerja.

2. Melakukan pengaturan waktu kerja dan istirahat sesuai dengan tingkat

kebisingan yang diterima pekerja, sehingga lama kerja maksimal tenaga kerja

dalam ruangan sesuai dengan standart NAB kebisingan ketenagakerjaan.

3. Memberikan fasilitas yang cukup kepada pekerja berkaitan dengan

keselamatan dan kesehatan kerja terutama yang berhubungan dengan

kebisingan, salah satunya adalah alat pelindung telinga.

4. Memberikan bahan peredam kebisingan pada dinding-dinding ruangan dan

lantai untuk mengurangi intensitas kebisingan yang terjadi, terutama untuk

stasiun masakan dan stasiun putaran yang terdapat banyak pekerja.

5. Pemerintah diharapkan bertindak sebagai pelaksana program penyuluhan yang

lebih intensif terhadap keselamatan dan kesehatan kerja, khususnya tentang

kebisingan dan alat pelindung diri. Hal-hal lainnya yang perlu diperhatikan

adaalah masalah penataan kembali kawasan pemukiman dan kawasan industri.

Sedangkan untuk pekerja yang sehari-hari di pabrik disarankan untuk:

1. Wajib menggunakan alat pelindung telinga secara baik dan benar ketika

berkerja pada intensitas kebisingan tinggi di lingkungan kerja.

2. Segera memeriksakan diri ke dokter jika terdapat gangguan dan keluhan

kesehatan akibat kebisingan yang terjadi di lingkungan kerja.

Page 67: Analisis Kebisingan Produksi Gula

55

DAFTAR PUSTAKA

Bruel, Kjaer. 1984. Instruction Manual Precision Integrating Sound Level Meter

Type 2230. Denmark. Buchari. 2007. Kebisingan dan Hearing Conservation Program. USU

Respository. [terhubung berkala]. http://digilib.usu.ac.id/download/ft/07002749.pdf [10 Juli 2008].

Chanlett, ET. 1979. Environmental Protection. Edisi Kedua. USA: McGraw-Hill Book Company.

Fitriyani, D. 2003. Uji Kebisingan dan Getaran Mekanis Pada Traktor Tangan

Yanmar Y5T-DX dan Perkasa 85-DI Terhadap Operator. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian, IPB. Bogor.

Himpunan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 1984. Pedoman Keselamatan dan

Kesehatan Pekerja. Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Jakarta. Hutagalung, Michael. 2007. Pengendalian Kebisingan dalam Pabrik Kimia.

[terhubung berkala]. http://www.majarikanayakan.com/2007/12/pengendalian-kebisingan-dalam-pabrik-kimia/ [10 Juli 2008].

Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.

Nurmianto, Eko. 2004. Ergonomi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Kedua.

Guna Widya. Surabaya. Mc Cormick, E. J. And Mark S. Sanders. 1970. Human Factor in Engineering

and Design. Tata Mc Graw-Hill Book Co., New Delhi. Menteri Tenaga Kerja. 1999. Nilai Ambang Batas Iklim Kerja dalam Kebisingan

di Tempat Kerja. Edisi 1999/ 2000. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jakarta.

Moriber, G. 1974. Environmental Science. Allyn and Bacon, Inc., Boston.

Ramadhani, Rohmatsyah. 2006. Analisis Beban Kerja Serta Kebisingan dan Temperatur Pada Proses Pabrikasi Alat Berat PT Natra Raya. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Sastrowinoto, Suyatno. 1985. Meningkatkan Produktivitas dengan Ergonomi. PT Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.

Page 68: Analisis Kebisingan Produksi Gula

56

Sembodo, Joko. 2004. Evaluasi Tingkat Kebisingan di Industri Terhadap Kenyamanan dan Kesehatan Pekerja (Studi Kasus di PT XYZ). Skripsi. FATETA-IPB. Bogor.

Singleton, W.T. 1972. Introduction to ergonomics. World Health Organization. Geneva, Switzerland.

Suharsono, H. 1991. Dampak pada Udara dan Kebisingan. Bahan Kuliah Kursus

AMDAL. PPLH-IPB, Bogor. Suma’mur, P. K. 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Gunung Agung.

Jakarta. Sutalaksana Z. Iftikar, at.al. 1987. Teknik Tata Cara Kerja. TI – ITB. Bandung. Soemanegara, R. 1975. Ketulian Akibat Pekerjaan dan Pemeliharaan Indera

Pendengaran Di Dalam Lingkungan Bising. Majalah Hiegene Perusahaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja VIII (2): 27-29. Lembaga Hiperkes. Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi. Jakarta.

Syuaib, M. F. 2003. Ergonomic Study on The Proces of Mastering Tractor

Operation. Disertasi. Tokyo University of Agriculture and Technology, Tokyo. Japan.

Wilson, Charles E. 1989. Noise control: measurement, analysis and control of

sound and vibration. Harper & Row Publisher, Inc. New York, USA. Wijaya, A. T. Analisis Kebisingan dan Getaran Mekanis Di Ruang Engineering

Divisi Cold Storage PT Centralpertiwi Bahari, Lampung. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, IPB. Bogor.

Wiyadi, M.S. 1987. Pemeliharaan Pendengaran di Industri. Litb./U.P.F. Ilmu

Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorok. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya. [terhubung berkala]. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PemeliharaanPendengarandi

Industri.pdf/10_PemeliharaanPendengarandiIndustri.html [10 Juli 2008]. Zander, J. 1972. Ergonomics in Machine Design. N.V. Veenman and Zonen.

Wageningen.

Page 69: Analisis Kebisingan Produksi Gula

57

Page 70: Analisis Kebisingan Produksi Gula

58

Lampiran 1. Struktur Organisasi Unit Usaha Bungamayang

STRUKTUR ORGANISASI UNIT USAHA BUNGAMAYANG

MANAJER (Pembina)

Sinka Tanaman

TS (Penata)

Sinka Pengolahan

(Penata)

Sinka Teknik

(Penata)

Sinka Peltek

(Penata)

Sinka TMA

(Penata)

Sinka Tanaman

TR (Penata)

Sinka Litbang (Penata)

Sinka TUK

(Penata)

Sinder (Pengatur)

Sinder (Pengatur)

Sinder (Pengatur)

Sinder (Pengatur)

Sinder (Pengatur)

Sinder (Pengatur)

Sinder (Pengatur)

Sinder (Pengatur)

Mandor Besar

Mandor Besar

Mandor Besar

Mandor Besar

Mandor Besar

Mandor Besar

Mandor Besar Kra Kepala

Mandor (Juru)

Mandor (Juru)

Mandor (Juru)

Mandor (Juru)

Mandor (Juru)

Mandor (Juru)

Mandor (Juru) Krani

Operator/ Mek/Jur

(Pelaksana)

Operator/ Mek/Jur

(Pelaksana)

Operator/ Mek/Jur

(Pelaksana)

Operator/ Mek/Jur

(Pelaksana)

Operator/ Mek/Jur

(Pelaksana)

Operator/ Mek/Jur

(Pelaksana)

Operator/ Mek/Jur

(Pelaksana)

Pembantu Krani

(Pelaksana)

Page 71: Analisis Kebisingan Produksi Gula

59

Lampiran 2. Hasil-hasil Pengukuran Stasiun Masakan dan Power House

Stasiun Masakan Stasiun Power House PAGI SORE MALAM PAGI SORE MALAM84.13 84.71 82.55 85.56 84.85 86.99 83.19 90.93 83.42 87.84 87.62 87.21 83.51 87.84 83.54 88.15 88.12 88.33 83.53 87.78 83.66 88.30 88.55 88.48 84.04 84.10 86.38 88.69 89.02 87.85 83.63 84.61 87.68 88.13 88.43 87.06 84.18 88.09 86.42 86.97 87.22 87.00 82.38 88.38 83.86 87.46 86.30 87.30 84.44 84.52 85.97 87.53 86.62 87.42 83.25 85.16 86.04 87.60 86.94 87.54 84.89 83.89 84.76 87.87 87.26 87.66 83.28 83.95 83.54 87.73 87.58 87.78 83.32 90.20 83.02 88.30 88.19 88.48 83.12 90.06 83.94 88.29 88.44 87.99 82.94 87.99 84.60 88.06 88.68 87.33 83.91 91.28 84.55 87.70 88.35 87.76 82.55 89.12 83.90 86.86 86.18 87.33 82.79 90.99 85.18 87.13 86.65 87.54 82.15 86.18 84.31 86.96 86.35 86.88 81.94 85.30 84.61 86.20 85.58 86.76 83.42 84.04 84.83 86.51 86.12 86.25 83.19 84.25 83.95 85.28 85.00 86.20 84.57 85.42 85.31 87.88 87.43 87.73 84.30 85.66 87.36 87.28 87.05 87.98 84.13 86.00 85.01 88.54 88.51 89.52 83.63 85.33 85.24 88.94 90.27 84.43 88.41 85.90 85.38 87.99 87.93 88.59 82.97 86.07 85.20 87.21 87.21 86.43 86.27 85.79 85.45 87.15 87.69 87.05 87.12 84.84 86.80 87.06 86.75 87.59 86.15 86.42 85.70 87.08 86.79 87.45 87.69 87.37 86.19 87.12 86.86 87.16 84.94 85.47 84.83 87.13 86.89 87.01 84.51 85.78 88.89 90.48 90.07 90.51 93.80 86.22 85.73 90.08 89.87 90.26 86.81 86.48 85.84 89.67 89.67 90.01 86.23 85.53 92.09 90.61 90.61 89.68 84.69 87.16 87.48 90.38 90.38 89.41 85.87 86.59 86.19 90.32 90.22 88.82

Page 72: Analisis Kebisingan Produksi Gula

60

91.71 86.93 85.41 90.26 90.06 88.22 86.84 86.73 86.26 89.18 89.18 87.93 84.51 87.92 86.99 88.85 88.85 87.79 86.77 90.65 87.75 88.19 88.19 87.50 85.77 84.25 87.69 87.85 87.85 87.35 88.45 84.63 87.56 93.67 93.67 92.24 87.98 89.54 88.78 94.60 94.57 94.09 89.18 90.63 88.09 95.52 95.52 95.94 90.93 92.94 88.47 94.65 94.65 93.31 86.98 84.84 88.34 91.19 91.19 91.00 85.81 85.77 90.68 90.43 90.43 89.84

89.66 89.66 88.68 89.50 89.50 88.94 89.66 89.71 88.86 89.96 90.01 88.70 90.11 90.11 88.61 94.63 94.63 94.23 98.41 99.52 96.92 97.15 97.15 100.00 94.13 94.06 90.75 92.50 92.38 89.81 91.47 91.31 89.16 90.43 90.23 88.50 90.19 90.17 88.70 90.31 90.28 88.88 90.54 90.50 89.25 90.65 90.61 89.43 96.21 94.66 93.53 96.68 95.67 98.36 97.14 96.67 95.67 94.78 94.55 92.51 92.43 92.43 89.35 91.60 91.60 88.90 91.71 91.71 88.17 91.25 91.17 88.66 90.79 90.63 89.15 90.43 90.24 88.44 89.13 89.14 87.81

Page 73: Analisis Kebisingan Produksi Gula

61

Lampiran 3. Hasil-hasil Pengukuran Stasiun Putaran dan Kontrol Panel

Stasiun Putaran Kontrol Panel PAGI SORE MALAM PAGI SORE MALAM88.00 88.04 87.48 74.23 77.11 76.00 87.38 88.7 89.79 73.50 76.50 77.02 87.42 88.59 86.04 71.94 73.76 74.69 89.27 88.94 89.56 73.07 74.95 76.44 89.03 89.33 89.97 72.73 74.95 74.73 89.78 90.89 89.63 72.62 75.24 75.33 91.54 89.47 89.09 72.67 76.99 76.65 89.64 92.19 90.95 73.03 76.29 78.87 89.99 92.89 89.81 73.03 74.66 76.64 90.72 93.51 89.90 74.31 76.63 77.08 90.72 92.9 88.90 78.08 83.90 77.09 90.59 91.12 90.49 73.19 74.36 78.03 90.57 89.49 91.27 74.71 78.53 76.65 91.47 90.75 90.23 76.03 77.22 76.84 90.92 86.38 89.53 74.74 75.33 76.71 91.31 90.39 90.51 75.89 77.15 77.68 90.13 90.01 89.09 74.62 76.34 77.78 89.79 92.57 88.96 77.55 76.50 77.50 89.33 89.47 88.53 89.30 90.37 88.81 93.06 90.11 92.84 91.69 89.52 89.54 95.58 93.56 91.42 89.91 96.14 94.26 92.52 94.72 87.42 90.03 99.77 91.84 92.42 95.13 89.84 98.01 96.05 93.60 92.92 92.74 95.05 95.03 95.57 94.74 95.12 89.81 89.08 89.85 96.12 92.01 95.79 88.85 91.29 100.77 96.63 98.73 90.23 87.63 88.60 102.46 101.96 98.18 87.71 87.53 87.83 88.05 87.89 87.79 88.41 88.15 87.65 88.13 88.6 88.32 88.18 88.12 88.02 88.88 88.57 88.76

Page 74: Analisis Kebisingan Produksi Gula

62

87.31 88.65 88.15 88.15 89.38 89.13 88.80 88.87 89.43 90.10 89.11 89.40 88.26 88.51 91.41 88.70 88.81 88.53 87.57 88.52 89.01 87.17 87.95 92.55 86.72 87.65 87.69 87.61 88.26 87.81 87.17 88.64 86.77 87.76 88.34 87.55 87.91 87.94 86.95 87.72 88.84 87.06 88.12 89.64 87.07 87.87 89.01 87.64 88.68 89.1 87.37 87.87 89.03 90.18

Page 75: Analisis Kebisingan Produksi Gula

63

Lampiran 4. Kuesioner Tenaga Kerja

Kuesioner Tenaga Kerja

Terima kasih atas kesediaan Bapak/ Ibu/ Saudara untuk mengisi kuesioner

ini. Adapun kuesioner ini untuk kepentingan penelitian tentang pendengaran dan

tidak akan mempengaruhi konduite, status maupun kelangsungan pekerjaan

Bapak/ Ibu/ Saudara. Hasil kuesioner ini akan kami rahasiakan untuk kepentingan

penelitian. Jadi, kami mohon Bapak/ Ibu/ Saudara menjawab pertanyaan dengan

singkat dan benar. Bila ada pertanyaan yang tidak Bapak/ Ibu/ Saudara pahami,

tanyakan kepada saya.

I. IDENTITAS DIRI

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : (…) Laki-laki, (…) Perempuan

4. Pendidikan : 1. Baca Tulis

2. Tamat SD

3. Tamat SMP

4. Tamat SMU

5. Tamat Akademi

6. Tamat Perguruan Tinggi

5. Jabatan Kerja : …………………, Bagian : ……………………

6. Lama Kerja : (….) tahun, (….) bulan, (….) minggu

Page 76: Analisis Kebisingan Produksi Gula

64

Lampiran 4. Kuesioner Tenaga Kerja (Lanjutan)

II. LINGKUNGAN KERJA

1. Berapa lama Bapak/ Ibu/ Saudara bekerja ?

a. 8 jam sehari

b. < 8 jam sehari, yaitu…..

c. > 8 jam sehari, yaitu…..

2. Apakah ada waktu istirahat kerja ?

a. ada

b. tidak ada

3. Apakah pada waktu istirahat, aktivitas pekerjaan seluruhnya berhenti ?

a. ada

b. Tidak

4. Bila tidak, bagaimana cara mengatur pekerjaan tersebut ?

a. Istirahat bergantian dengan teman

b. Lain-lain, sebutkan …..

5. Apakah ada waktu libur pada bagian Bapak/ Ibu/ Saudara bekerja ?

a. Ada

b. Tidak ada

6. Adakah faktor kebisingan pada bagian Bapak/ Ibu/ Saudara bekerja ?

a. Ada

b. Tidak ada

7. Bila ada kebisingan, apakah kebisingan itu mengganggu pembicaraan

antara pekerja yang satu dengan pekerja yang lainnya sehingga cara

berbicara harus berteriak dengan lawan bicara pada jarak > 1 meter ?

a. Ya

b. Tidak

8. Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara diberi penjelasan tentang kegunaan alat

pelindung telinga ?

a. Pernah

b. Tidak pernah

Page 77: Analisis Kebisingan Produksi Gula

65

Lampiran 4. Kuesioner Tenaga Kerja (Lanjutan)

9. Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara diberi penjelasan tentang cara

menggunakan alat pelindung telinga ?

a. Pernah

b. Tidak pernah

10. Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara diberi penjelasan tentang cara memlihara

alat pelindung telinga ?

a. Pernah

b. Tidak pernah

11. Siapa yang memberi penjelasan tentang kegunaan alat pelindung telinga,

cara menggunakan dan memelihara alat pelindung telinga ?

a. Tenaga kesehatan

b. Manajer

c. Tim khusus

d. Lain-lain, sebutkan …..

III. PERILAKU

1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara menggunakan APT (Alat Pelindung Telinga)

sewaktu bekerja di tempat yang kebisingannya tinggi ? (Ya/ Tidak)

2. Bila YA, sebutkan jenis alat pelindung telinga tersebut :

a. Kapas

b. Sumbat telinga (ear plug)

c. Tutup telinga (ear muft)

d. Helmet

e. Lain-lain, sebutkan…………………………………………….

3. Bila memakai APT (Alat Pelindung Telinga), apakah APT yang

Bapak/Ibu/Saudara pakai merupakan APT yang digunakan oleh

perusahaan ? (Ya/ Tidak)

4. Sebutkan alasan tidak memakai APT perusahaan : ........................

a. APT yang disediakan terasa sakit/gatal apabila digunakan

b. APT yang disediakan telah hilang

c. APT yang disediakan telah rusak

Page 78: Analisis Kebisingan Produksi Gula

66

Lampiran 4. Kuesioner Tenaga Kerja (Lanjutan)

d. Lain-lain, sebutkan ……………………………………………

5. Apabila tidak menggunakan APT, sebutkan alasannya:…………..

a. Belum diberikan perusahaan

b. Lain-lain, sebutkan …………………………………………….

6. Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara mengalami gangguan pendengaran ?

a. Pernah

b. Tidak pernah

7. Bila pernah,jenis gangguannya adalah ……………………………

a. Berdengung atau berdesis

b. Kurang dengar sementara

c. Tidak bisa mendengar

d. Berdengung dan kurang dengar sementara

e. a, b, dan c Benar

f. Lain-lain, sebutkan …………………………………………….

8. Bila pernah,apakah tindakan Bapak/Ibu/Saudara ?

a. Tidak berbuat apa-apa

b. Meminta saran ke teman-teman sekerja dan atasan

c. Pergi ke dokter perusahaan untuk berobat

d. Tidak bekerja

e. Lain-lain, sebutkan …………………………………………….

Page 79: Analisis Kebisingan Produksi Gula

67

Lampiran 5. Kuesioner Pengamatan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja

Kuesioner Pengamatan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja

1. Apakah Bapak/Ibu/Saudara bekerja di tempat yang bising: ( Ya / Tidak )

Berapa lama : ….…………..… tahun ….………..…… bulan

2. Apakah Bapak/Ibu/Saudara merasa nyaman bekerja : ( Ya / Tidak )

3. Apakah Bapak/Ibu/Saudara diberikan alat pelindung telinga oleh

perusahaan: ( Ya / Tidak )

4. Apakah Bapak/Ibu/Saudara merasa terganggu dengan adanya kebisingan:

( Ya / Tidak )

5. Gangguan apakah yang Bapak/Ibu/Saudara paling rasakan :

a. Gangguan komunikasi : ( Ya / Tidak )

b. Gangguan aktivitas : ( Ya / Tidak )

c. Gangguan konsentrasi : ( Ya / Tidak )

d. Gangguan kenyamanan : ( Ya / Tidak )

e. Gangguan terhadap telinga : ( Ya / Tidak )

f. Gangguan penurunan prestasi : ( Ya / Tidak )

6. Keluhan yang paling dirasakan oleh Bapak/Ibu/Saudara :

a. Keluhan terhadap pendengaran : ( Ya / Tidak )

b. Penurunan pendengaran : ( Ya / Tidak )

c. Pusing : ( Ya / Tidak )

d. Lekas marah : ( Ya / Tidak )

e. Mudah tersinggung : ( Ya / Tidak )

f. Sulit tidur : ( Ya / Tidak )

g. Kelelahan : ( Ya / Tidak )

h. Setelah selesai bekerja : ( Ya / Tidak )

i. Mual : ( Ya / Tidak )

7. Jenis alat pelindung telinga yang digunakan Bapak/Ibu/Saudara :…………

8. Apakah Bapak/Ibu/Saudara menganggap kebisingan itu berbahaya :

( Ya / Tidak)

Page 80: Analisis Kebisingan Produksi Gula

68

Lampiran 6. Hasil Kuesioner Tenaga Kerja terhadap Lingkungan Kerja

Pertanyaan Jumlah Jawaban Presentase Jawaban (%)

Keterangan a b c d e f g a b c d e f g

1 18 100 Berapa lama Bapak/ Ibu/ Saudara bekerja

2 16 2 88.89 11.11 Apakah ada waktu istirahat kerja

3 18 100 Apakah pada waktu istirahat, aktivitas pekerjaan seluruhnya berhenti

4 18 100 Bila aktivitas tidak berhenti, bagaimana cara mengatur pekerjaan tersebut

5 9 9 50 50 Apakah ada waktu libur pada bagian Bapak/ Ibu/ Saudara bekerja

6 18 100 Adakah faktor kebisingan pada bagian Bapak/ Ibu/ Saudara bekerja

7 15 3 83.33 16.67 Apakah kebisingan mengganggu pembicaraan antara pekerja yang satu dengan pekerja yang lainnya sehingga cara berbicara harus berteriak dengan lawan bicara pada jarak > 1 meter

8 5 13 27.78 72.22 Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara diberi penjelasan tentang kegunaan alat pelindung telinga

9 6 12 33.33 99.67 Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara diberi penjelasan tentang cara menggunakan alat pelindung telinga

10 2 16 11.11 88.89 Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara diberi penjelasan tentang cara memelihara alat pelindung telinga

11 6 2 33.33 11.11 Siapa yang memberi penjelasan tentang kegunaan alat pelindung telinga, cara memakai dan memelihara alat pelindung telinga

Page 81: Analisis Kebisingan Produksi Gula

69

Lampiran 7. Hasil Kuesioner Tenaga Kerja terhadap Perilaku Kerja

Pertanyaan Jumlah Jawaban Presentase Jawaban (%)

Keterangan a b c d e f g a b c d e f g

1 10 8 55.56 44.44

Apakah Bapak/Ibu/Saudara menggunakan APT (Alat Pelindung Telinga) sewaktu bekerja di tempat yang kebisingannya tinggi

2 10 8 55.56 44.44 Bila menggunakan APT , sebutkan jenis alat pelindung telinga tersebut

3 4 14 22.22 77.78 Apakah APT yang Bapak/Ibu/Saudara pakai merupakan APT yang digunakan oleh perusahaan

4 4 14 22.22 77.78 Sebutkan alasan tidak memakai APT perusahaan

5 14 4 77.78 22.22 Apabila tidak memakai APT, sebutkan alasannya

6 14 4 77.78 22.22 Pernahkah Bapak/Ibu/Saudara mengalami gangguan pendengaran

7 4 3 2 6 3 22.22 16.67 11.11 33.33 16.67 Bila pernah mengalami gangguan pendengaran, sebutkan jenis gangguannya

8 8 10 44.44 55.56

Bila pernah mengalami gangguan pendengaran, apakah tindakan Bapak/Ibu/Saudara

Page 82: Analisis Kebisingan Produksi Gula

70

Lampiran 8. Hasil Kuesioner Pengamatan Kemampuan Pendengaran Tenaga Kerja

Pertanyaan Jumlah Jawaban Presentase Jawaban (%)

keterangan a b c d e f g a b c d e f g

1 18 100 Apakah Bapak/Ibu/Saudara bekerja di tempat yang bising

2 5 13 27.78 72.22 Apakah Bapak/Ibu/Saudara merasa nyaman bekerja di tempat bising

3 18 100 Apakah Bapak/Ibu/Saudara diberikan alat pelindung telinga oleh perusahaan

4 3 15 16.67 83.33 Apakah Bapak/Ibu/Saudara merasa terganggu dengan adanya kebisingan

5 18 3 5 11 15 6 100 16.67 27.78 61.11 83.33 33.33 Gangguan apakah yang Bapak/Ibu/Saudara paling rasakan

6 15 13 5 5 5 6 9 83.33 72.22 27.78 27.78 27.78 33.33 50 Keluhan yang paling dirasakan oleh Bapak/Ibu/Saudara

7 16 2 88.89 11.11 Apakah Bapak/Ibu/Saudara menganggap kebisingan itu berbahaya