Kebisingan-1 Punya Orang

30
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan mendengar adalah karunia Tuhan yang tiada tara nilainya. Tanpa pendengaran sangatlah sulit menjalani kehidupan (Soeripto, 2008). Kemajuan teknologi saat ini telah memasuki ampir seluruh sendi-sendi kehidupan manusia, akan tetapi setiap perkembangan teknologi tentu akan memberikan dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif (Wahyu, 2003). Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, termasuk tempat kerja. Bahkan bunyi yang kita tangkap melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya bunyi telfon, bunyi mesin cetak, dan sebagainya. Namun, sering bunyi tersebut meskipun merupakan bagian dari kerja kita, tetapi tidak kita inginkan, misalnya teriakan orang, bunyi mesin diesel yang 1

description

Punya Orang

Transcript of Kebisingan-1 Punya Orang

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemampuan mendengar adalah karunia Tuhan yang tiada tara

nilainya. Tanpa pendengaran sangatlah sulit menjalani kehidupan

(Soeripto, 2008). Kemajuan teknologi saat ini telah memasuki ampir

seluruh sendi-sendi kehidupan manusia, akan tetapi setiap

perkembangan teknologi tentu akan memberikan dampak, baik yang

bersifat positif maupun negatif (Wahyu, 2003).

Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita hindari dalam

kehidupan sehari-hari, termasuk tempat kerja. Bahkan bunyi yang kita

tangkap melalui telinga kita merupakan bagian dari kerja misalnya

bunyi telfon, bunyi mesin cetak, dan sebagainya. Namun, sering bunyi

tersebut meskipun merupakan bagian dari kerja kita, tetapi tidak kita

inginkan, misalnya teriakan orang, bunyi mesin diesel yang melebihi

ambang batas pendengaran. Bunyi yang tidak kita inginkan atau

kehendaki inilah yang sering disebut bising atau kebisingan

(Notoatmodjo, 2011).

Kebisingan merupakan salah satu factor bahaya fisik yang

sering dijumpai ditempat kerja. Terpajan oleh kebisingan yang

berlebihan dapat merusak kemampuan untuk mendengar (menjadi tuli)

dan juga dapat mempengaruhi anggota tubuh yang lain termasuk

jantung (Soeripto, 2008).

1

Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa intensitas bunyi yang

dikategorikan bising dan yang dapat mempengaruhi kesehatan

(pendengaran) adalah diatas 60 dB. Oleh sebab itu, para karyawan

yang bekerja di pabrik dengan intensitas bunyi mesin diatas 60 dB,

maka harus dilengkapi dengan alat pelindung (penyumbat) telinga,

guna mencegah gangguan-gangguan pendengaran (Notoadmodjo,

2011).

Dari akibat pemajanan terhadap bising, kebanyakan atau

umumnya tidak dapat disembuhkan (tidak dapat diobati). Oleh karena

itu, menghindari kebisingan yang berlebihan adalah satu-satunya cara

yang tepat untuk mencegah kerusakan pendengaran (ketulian)

(Soeripto, 2008).

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Agar mahasiswa mampu mengoperasikan alat pengukur

kebisingan (Sound Level Meter).

2. Tujuan Khusus

a) Untuk mengetahui tingkat kebisingan di lingkungan kerja.

b) Untuk mengetahui pengoperasian alat pengukur kebisingan.

C. Prinsip kerja

Pada umumnya sound level meter (SLM) diarahkan ke sumber

suara, setinggi telinga pekerja (150 cm dari tanah), agar dapat

menangkap kebisingan yang tercipta. Prinsip kerja dari SLM yaitu

2

apabila ada benda bergetar, maka akan menyebabkan perubahan

tekanan udara yang dapat ditangkap oleh alat ini dan selanjutnya akan

menggerakkan meter petunjuk.

D. Manfaat Percobaan

1. Mahasiswa mengetahui tingkat kebisingan di lingkungan kerja.

2. Mahasiswa mampu mengoperasikan alat pengukur kebisingan.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Lingkungan Kerja

1. Pengertian Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan termasuk salah

satu hal yang penting untuk diperhatikan. Meskipun lingkungan

kerja tidak melaksanankan proses produksi dalam suatu

perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh

langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses

produksi tersebut.

Menurut Lewa dan Subowo (2005) lingkungan kerja didesain

sedemikian rupa agar dapat tercipta hubungan kerja yang mengikat

pekerja dengan lingkungannya. Lingkungan kerja yang baik yaitu

apabila karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal,

sehat, aman, dan nyaman. Lingkungan kerja yang kurang baik

dapat menuntut tenaga kerja serta waktu yang lebih banyak dan

tidak mendukung diperolehnya rancangan system kerja yang

efisien.

Menurut Sedarmayanti (2009) definisi lingkungan kerja yaitu

keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan

sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode kerjanya, serta

pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai

kelompok.

4

2. Jenis-jenis Lingkungan Kerja

Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa secara garis

besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni: lingkungan

kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.

a. Lingkungan kerja fisik

Menurut Sedarmayanti (2009) yang dimaksud dengan

lingkungan kerja fisik yaitu semua keadaan berbentuk fisik yang

terdapat disekitar tempat kerja dimana dapat mempengaruhi

karyawan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Lingkungan kerja fisik sendiri dapat dibagi dalam dua kategori,

yakni:

1) Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan

(seperti: pusat kerja, kursi, meja, dan sebagainya)

2) Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga

disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi

manusia, misalnya: temperature, kelembaban, sirkulasi

udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak

sedap, warna, dan lain-lain.

b. Lingkungan kerja non fisik

Sedarmayanti (2009) menyatakan bahwa lingkungan

kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang

berkaitan dengan hubungan kerja, baik dengan atasan maupun

dengan sesame rekan kerja, ataupun dengan bawahan.

5

Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan

kerja yang tidak bisa diabaikan.

perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi

yang mendukung kerja sama antara tingkat atasan, bawahan,

maupun yang memiliki status jabatan yang sama di perusahaan.

Kondisi yang hendaknya diciptakan adalah suasana

kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian diri.

B. Tinjauan Umum Tentang Kebisingan

1. Pengertian Kebisingan

Terdapat berbagai macam persepsi terkait dengan

kebisingan itu sendiri. Diantara definisi tersebut yaitu bising dalam

kesehatan kerja diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan

pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang

pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spectrum

pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi,

dan pola waktu (Buchari, 2007).

Menurut keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No:

Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan

menyebutkan bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan

dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang

dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan

kenyamanan lingkungan. Dari pengertian tersebut terlihat bahwa

kebisingan terjadi bila ada bunyi di lingkungan. Terdapat 2 hal yang

6

mempengaruhi kualiyas bunyi yaitu frekuensi dan intensitas. Dalam

hal ini, frekuensi merupakan jumlah getaran yang sampai di telinga

setiap detiknya. Sedangkan intensitas merupakan besarnya arus

energy yang diterima oleh telinga manusia. Perbedaan frekuensi

dan intensitas bunyi menyebabkan adanya jenis-jenis kebisingan

yang memiliki karakteristik yang berbeda (Mulia, 2005).

2. Jenis-jenis Kebisingan

Berdasarkan atas sifat dan spectrum frekuensi bunyi, bising

dapat dibagi atas 5 (Buchari, 2007):

a) Bising yang kontinyu dengan spectrum frekuensi yang luas.

Bising ini relative tetap dalam batas kurang lebih 5 dB untuk

periode 0,5 detik berturut-turut. Misalnya mesin, kipas angin,

dan dapur pijar.

b) Bising yang kontinyu dengan spectrum frekuensi yang sempit.

Bising ini juga relative tetap, akan tetapi ia hanya mempunyai

frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan 4000

Hz). Misalnya gergaji serkuler, katup gas.

c) Bising terputus-putus (intermitten). Bising di sini tidak terjadi

secara terus menerus, melainkan ada periode relative tenang.

Misalnya suara lalu lintas, kebisingan di lapangan terbang.

d) Bising implusif. Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan

suara melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya

7

mengejutkan pendengarnya. Misalnya tembakan, suara ledakan

mercon, dan meriam.

e) Bising implusif berulang. Sama dengan bising implusif, hanya

saja disini terjadi secara berulang-ulang. Misalnya mesin tempa.

Sedangkan berdasarkan atas pengaruhnya terhadap

manusia, bising dapat dibagi atas 3 (Soeripto, 2008):

a) Bising yang mengganggu (irritating noise), intensitasnya tidak

keras. Misalnya orang yang mendengkur.

b) Bising yang menutupi (masking noise) merupakan bunyi yang

menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak langsung bunyi

ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan kerja,

karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam

kebisingan dari sumber lain.

c) Bising yang merusak (damaging/injurious noise), ialah bunyi

yang intensitasnya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB), bunyi

jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.

3. Sumber Kebisingan

Dilihat dari sifat, sumber kebisingan dibagi menjadi dua

yaitu:

a. Sumber kebisingan statis, misalnya pabrik, mesin, tape, dan

lainnya.

b. Sumber kebisingan dinamis, misalnya mobil, pesawat terbang,

kapal laut, dan lainnya.

8

Sedangkan sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber

suara yang dikeluarkannya ada dua:

a. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu

titik/bola/lingkaran. Contohnya sumber bising dari mesin-mesin

industri/mesin yang tak bergerak.

b. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis. Contohnya

kebisingan yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang

bergerak di jalan.

Berdasarkan letak sumber suaranya, kebisingan dibagi

menjadi:

a. Bising interior. Merupakan bising yang berasal dari manusia,

alat-alat rumah tangga atau mesin-mesin gedung yang antara

lain disebabkan oleh radio, televisi, alat-alat musik, dan juga

bising yang ditimbulkan oleh mesin-mesin yang ada digedung

tersebut seperti kipas angin, motor kompresor pendingin,

pencuci piring, dan lain-lain.

b. Bising eksterior. Bising yang dihasilkan oleh kendaraan

transportasi darat, laut, maupun udara, dan alat-alat konstruksi.

4. Pengaruh Bising Terhadap Tenaga Kerja

Bising menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga

kerja, seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan

komunikasi dan ketulian. Lebih rinci lagi, maka dapatlah

9

digambarkan dampak bising terhadap kesehatan pekerja sebagai

berikut (Buchari, 2007):

a. Gangguan Fisiologis

Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah,

peningkatan nadi, basal metabolism, konstruksi pembuluh darah

kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan

gangguan sensoris.

b. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman,

kurang konsentrasi, susah tidur, emosi, dan lain-lain.

Pemaparan jangka waktu lama dapat menimbulkan penyakit,

psikosomatik seperti gastritis, penyakit jantung koroner, dan

lain-lain.

c. Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya

pekerjaan, bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi

pekerja baru yang belum berpengalaman. Gangguan

komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan

bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja,

karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan

tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan

produktifitas kerja.

10

d. Gangguan Keseimbangan

Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan

fisiologis seperti kepala pusing, mual, dan lain-lain.

e. Gangguan Terhadap Pendengaran (Ketulian)

Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh

bising, gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang

paling serius karena dapat menyebabkan hilangnya

pendengaran atau ketulian, ketulian ini dapat bersifat progresif

atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus menerus

ditempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang

secara menetap atau tuli.

5. Pengendalian kebisingan

Mengingat dampak negatif dari pemaparan kebisingan bagi

masyarakat, sebisa mungkin diusahakan agar tingkat kebisingan

yang memapari masyarakat lebih rendah dari baku tingkat

kebisingan. Hal ini dapat dilakukan dengan pengendalian

kebisingan pada sumbernya, penempatan penghalang (barrier)

pada jalan transmisi, ataupun proteksi pada masyarakat yang

terpapar (Mulia, 2005).

Pengendalian kebisingan pada sumbernya dapat melalui

pemberlakukan peraturan yang melarang sumber bising (misalnya

mesin pabrik) mengeluarkan bunyi dengan tingkat kebisingan yang

tinggi. Penempatan penghalang (barrier) pada jalan transmisi

11

diantara sumber bising dengan masyarakat yang terpapar (Mulia,

2005).

Selain itu, terdapat pula cara-cara pengendalian kebisingan

sebagai berikut (Soeripto, 2008):

a. Pengendalian secara tehnis, yaitu menggunakan atau

memasang pembatas atau tameng yang dikombinasikan

dengan akustik (peredam suara) yang dipasang di langit-langit.

b. Pengendalian secara administratif yaitu dengan mengurangi

waktu pemajanan tenaga kerja dengan cara mengatur jam

kerja, sehingga masih dalam batas aman.

c. Pengendalian yang bersifat medis, yaitu pemeriksaan

kesehatan secara teratur, khususnya pemeriksaan audiometric.

d. Penggunaan alat pelindung diri, yaitu dengan menggunakan ear

plug dan ear muff.

e. Pendidikan dan penyuluhan kesehatan merupakan upaya dalam

pembentukan sikap selamat dan sikap yang konstruktif dan

menghilangkan prasangka yang merugikan.

6. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan

NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas

tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima

oleh tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar

yang tetap untuk waktu terus-menerus tidak lebih dari 8 jam sehari

12

dan 40 jam seminggunya. Dengan pengertian seperti itu jelas

bahwa NAB merupakan pengendalian (Soeripto, 2008).

Sebagaimana pedoman pada umumnya, maka tidak

mungkin hanya dengan berpegang pada nilai-nilai pedoman

tersebut terdapat jaminan tidak adanya risiko sepenuhnya. Hal ini

berarti bahwa pada tingkat intensitas suara sebesar (NAB= 85 dB)

sebagian besar tenaga kerja masih berada dalam ambang batas

aman unutk bekerja selama 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. NAB

sebesar 85 dB yang diberlakukan saat ini paling tidak akan

melindungi lebih dari 90% tenaga kerja. Sedang selebihnya (10%)

perlu mendapat perlindungan dengan cara lain, yaitu dengan

pemeriksaan audiometric sebelum bekerja dan secara periodik

(Soeripto, 2008).

13

Table 1. Nilai amban batas untuk kebisingan

Lamanya waktu terpajan setiap hari yang diperkenankan

Tingkat intensitas bising dalam dB (A)

Jam

24168421

808285889194

Menit

3015

7,503,751,880,94

97100103106109112

Detik

28,1214,067,033,521,760,880,440,220,11

115118121124127130133136139

Sumber: permenakertrans

14

BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Alat

1. Sound Level Meter (SLM)

2. Stopwatch

B. Peserta Praktikum

1. Husnul Khatimah (14120110125)

2. Muammar Iksan (14120110129)

3. Fitriani Tasmin (14120110131)

4. Adliah Ali (14120110132)

5. Tri Wahyuni Rahman (14120110136)

6. Ma’rifat Istiqa Mukty (14120110138)

7. Sri Rahayu Pratiwi (14120110139)

8. Putri Intan Permatasari (14120110144)

9. Andi Irma Syahrani (14120110147)

C. Prosedur Kerja

1. diaktifkan alat dengan menekan tombol power, lalu menunggu

hingga angka pada monitor menjadi stabil.

2. ditekan tombol slow untuk jenis kebisingan terputus-putus.

3. Pada tombol A/C, pilih tombol A sebagai tanda bahwa yang akan

diukur merupakan intensitas kebisingan yang sampai ke individu.

4. Posisikan alat sejajar dengan telinga.

15

5. Pembacaan dilakukan setiap 3 detik selama ± 15 menit dengan

menggunakan stopwatch.

6. Catat setiap hasil pembacaan pada tabel yang tersedia.

16

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Dari percobaan yang telah dilakukan maka didapatkan hasil

sebagai berikut:

63,3 64,4 66,5 67,6 73,7 74,7 69,1 64,3 70,0 66,470,0 68,4 63,1 70,0 62,4 70,6 68,9 69,6 71,4 65,468,9 69,1 68,1 73,9 74,2 75,4 71,6 70,3 69,3 68,868,9 70,6 68,9 69,2 71,4 72,0 70,5 69,4 70,2 77,071,4 69,1 69,7 70,7 69,6 71,5 70,5 71,9 71,9 68,572,5 70,8 74,7 69,9 68,0 66,4 70,5 73,5 72,9 75,372,9 72,6 71,5 72,0 72,3 63,5 70,2 71,5 66,3 68,466,1 67,4 73,1 65,7 68,3 65,3 67,8 68,3 68,7 68,566,8 64,4 61,8 67,1 71,7 68,1 70,6 72,1 71,0 73,570,1 69,9 69,0 71,1 75,3 76,5 65,4 72,2 67,4 73,171,6 71,7 69,3 72,9 70,8 70,3 70,6 70,9 71,2 73,872,3 70,4 71,8 68,3 68,5 72,5 69,7 72,8 67,8 70,872,9 70,2 71,7 69,1 71,6 64,6 72,2 68,0 69,4 71,772,8 70,5 66,8 65,3 77,0 74,4 76,1 72,1 71,0 70,876,7 72,8 69,6 65,2 61,1 71,1 72,4 75,6 71,8 75,973,2 80,2 72,4 71,8 73,1 71,6 63,8 69,1 74,9 69,768,8 71,3 70,2 71,0 71,8 75,3 75,6 75,5 75,6 68,371,4 64,4 64,5 68,0 75,6 75,3 66,3 66,0 66,4 69,976,8 73,3 62,1 73,1 68,3 68,6 62,8 68,5 67,1 62,669,3 70,7 63,9 63,3 66,2 63,8 68,3 70,5 72,7 62,167,5 71,3 68,7 69,1 70,7 64,7 68,1 72,3 70,3 69,671,6 66,4 70,1 62,0 70,5 66,1 70,4 69,0 64,5 68,174,5 63,9 68,7 64,9 63,3Sumber: data primer praktikum AKL 2013

B. Analisis Data

Rentangan = nilai max – nilai min

= 80,2 – 61,1

17

= 19,1

Jumlah Kelas = 1 + 3,3 x log n

= 1 + 3,3 x log 225

= 5

Panjang Kelas = 5

L1 = 60 + 64,9

2

= 62,45

L2 = 65 + 69,9

2

= 67,45

L3 = 70 + 74,9

2

= 72,45

L4 = 75 + 79,9

2

= 77,45

L5 = 80 + 84,9

2

= 82,45

18

Panjang Kelas

Nilai Tengah

Sampel PersenPersen

Kumulatif60 – 64,9 62,45 26 11,56% 0,44%65 – 69,9 67,45 80 35,56% 12%70 – 74,9 72,45 102 45,33% 47,56%75 – 79,9 77,45 16 7,11% 92,89%80 – 84,9 82,45 1 0,44% 100%TOTAL 225 100%

Leq = 10 log 1/N (∑n1 x 10 L1/10) + (∑n1 x 10 L2/10) + (∑n1 x 10

L3/10) + (∑n1 x 10 L4/10) + (∑n1 x 10 L5/10)

= 10 log 1/225 (26 x 10 x 62,45/10) + (80 x 10 x 67,45/10) + (102 x

10 x 72,45/10) + (16 x 10 x 77,45/10) + (1 x 10 x 82,45/10)

= 10 log 1/225 ((1622,4) + (5396) + (7389,9) + (1239,2) + (82,45))

= 10 log 1/225 (15729.95)

= 62,92 dB

C. Pembahasan

Setelah melakukan praktikum terhadap tingkat kebisingan di

laboratorium FKM UMI dan data yang telah didapatkan kemudian

dianalisis maka didapatkan hasil yaitu 62,92 dB. Dimana hal tersebut

sudah sesuai dengan nilai ambang batas kebisingan di dalam ruangan

yaitu berkisar antara 50-100 dB.

Adapun dari hasil penelitian Adelina Octavia, dkk menemukan

bahwa rata-rata intensitas kebisingan di Bagian Pemeliharaan PT. PLN

(Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin adalah sebesar 104

19

dB (melebihi NAB). Dimana tingkat kebisingan yang tinggi di tempat

kerja dapat menyebabkan stress sehingga mempercepat timbulnya

kelelahan. Kelelahan dapat menurunkan kekuatan otot yang

disebabkan karena kehabisan tenaga dan peningkatan sisa-sisa

metabolisme, seperti asam laktat dan karbondioksida. Kelelahan juga

dapat menurunkan motivasi, menaikkan ambang rangsang, serta

menurunkan kecermatan dan kecepatan pemecahan persoalan.

Penelitian Hendro (2004) dengan judul “Tingkat Kebisingan di

DKI Jakarta dan Sekitarnya” menghasilkan temuan tingkat kebisingan

di perumahan (dalam penelitian ini kebisingan perumahan diukur 80 m

dari jalan) sudah sangat melampaui keputusan Menlh No. 48 Tahun

1996, bahwa kebisingan di perumahan sebesar 55 dB, yaitu tingkat

kebisingan tertinggi di Jakarta Barat (69,64 dB) dan terendah terjadi di

Tangerang (63,59 dB). Dari beberapa penelitian ini dapat dilihat bahwa

tingkat kebisingan yang melebihi ambang batas banyak terjadi

diberbagai sektor yang tentunya harus mendapatkan perhatian.

20

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil yaitu:

1. Kebisingan merupakan sesuatu yang tidak diinginkan yang dapat

menyebabkan gangguan kesehatan seperti gangguan

pendengaran.

2. Alat yang digunakan untuk mengukur tingkat intensitas kebisingan

yaitu sound level meter (SLM)

3. Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa tingkat

kebisingan di dalam ruang laboratorium FKM UMI sudah sesuai

standar yaitu 62,92 dB. Dimana standar kebisingan dalam ruang

yaitu berkisar antara 50-100 dB.

B. Saran

1. Alat pengukur kebisingan yang ada di laboratorium dapat ditambah

agar memperlancar proses praktikum.

2. Untuk kegiatan praktikum selanjutnya, sebaiknya juga dilakukan

pengukuran kebisingan di luar ruangan seperti di pinggir jalan.

21

DAFTAR PUSTAKA

Buchari, 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program.

Hendro, dkk. 2004. Tingkat Kebisingan di DKI Jakarta dan Sekitarnya. Media Litbang Kesehatan. Volume XIV, Nomor 3, Tahun 2004. Jakarta: Puslitbang Ekologi Kesehatan, Depkes.

Mulia, Ricki. 2005. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Notoatmodjo, 2011. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineke Cipta

Octavia A, dkk. 2013. Pengaruh Intensitas Kebisingan Lingkungan Kerja Terhadap Waktu Reaksi Karyawan PT. PLN (Persero) Sektor Barito PLTD Trisakti Banjarmasin. Berkala Kedokteran, Volume 9 No. 2, Tahun 2013. FK Universitas Lampung

Sedarmayanti, 2009. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Jakarta: Mandar Maju

Soeripto, M. 2008. Higiene Industri. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Wahyu, 2003. Higiene perusahaan. FKM UNHAS

22