BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian...

27
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound) yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Kebisingan dalam kesehatan kerja diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran) yang berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu (Siregar, 2017:8) Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI. No. Kep.13/Men/2011 tentang Nilai Ambang Batas faktor fisika ditempat kerja menyatakan bahwa kebisingan adalah semua bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat- alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan bahaya. Kebisingan adalah 85 dBA untuk waktu pajanan 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Salah satu faktor fisik yang berpengaruh terhadap tenaga kerja adalah kebisingan, yang mampu menyebabkan berkurangnya pendengaran. Menurut (Suma’mur, 2009) kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara atau bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebisingan

1. Pengertian Kebisingan

Kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki

(noise is unwanted sound) yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau

alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

Kebisingan dalam kesehatan kerja diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan

pendengaran baik secara kuantitatif (peningkatan ambang pendengaran) maupun

secara kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran) yang berkaitan dengan

faktor intensitas, frekuensi, durasi dan pola waktu (Siregar, 2017:8)

Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI. No. Kep.13/Men/2011

tentang Nilai Ambang Batas faktor fisika ditempat kerja menyatakan bahwa

kebisingan adalah semua bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-

alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat

menimbulkan bahaya. Kebisingan adalah 85 dBA untuk waktu pajanan 8 jam

sehari dan 40 jam seminggu. Salah satu faktor fisik yang berpengaruh terhadap

tenaga kerja adalah kebisingan, yang mampu menyebabkan berkurangnya

pendengaran.

Menurut (Suma’mur, 2009) kebisingan adalah bunyi atau suara yang

keberadaannya tidak dikehendaki (noise is unwanted sound). Dalam rangka

perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan sebagai semua suara

atau bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi

dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

11

pendengaran terdapat dua karakteristik utama yang menentukan kualitas suatu

bunyi atau suara, yaitu frekuensi dan intensitas. Telinga manusia mampu

mendengar frekuensi bunyi atau suara antara 16-20.000 Hz. Intensitas atau arus

energi persatuan luas biasanya dinyatakan dalam suatu satuan logatismis yang

disebut desibel (dB) dengan membandingkannya dengan kekuatan standar 0,0002

dine (dyne) cm2 yaitu kekuatan bunyi dengan frekuensi 1000 Hz yang tepat dapat

didengar telinga normal (Farid, 2018 :9)

2. Jenis-jenis Kebisingan

a. Kebisingan ditempat kerja dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu

Continuous Niose, Intermittent Noise, Impulsive Noise (Angela, 2017:18)

1) Continuous Noise

Continuous Noise merupakan jenis kebisingan yang memiliki tingkat

dan spektum frekuensi konstan. Kebisingan jenis ini memajan pekerja

dengan periode waktu 8 jam per hari atau 40 jam per minggu.

2) Intermittent Noise

Intermittent Noisemerupakan jenis kebisingan yang memajan pekerja

hanya pada waktu-waktu tertentu selama jam kerja. Contoh pekerja

yang mengalami pajanan kebisingan jenis ini adalah Inspector atau

Plant Supervisor yang secara periodik meninggalkan area kerjanya

yang relatif tenang menuju area kerja yang bising.

3) Impulsive Noise

Impulsive Noisedisebut juga kebisingan dengan Impulsif, yaitu

kebisingan dengan suara hentakan yang keras dan terputus-putus

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

12

kurang dari 1 detik. Contoh kebisingan jenis ini adalah suara ledakan

dan pukulan palu.

b. Kebisingan dibagi menjadi 5 jenis, yaitu :

1) Kebisingan yang kontinyu dengan spektum frekuensi yang luas,

misalnya mesin-mesin, dapur pijar, dan lain-lain

2) Kebisingan yang kontinyu dengan sektrum frekuensi yang sempit, misal

gergaji serkuler, katup gas, dan lain-lain

3) Kebisingan terputus-putus (Intermittent/Interuted Noise) adalah

kebisingan dimana suara mengeras dan kemungkinan melemah secara

perlahan-lahan, misalnya lalu-lintas, suara kapal terbang di lapangan

udara.

c. Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dibagi atas :

1) Bising yang mengganggu (Irritating Noise)

Intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.

2) Bising yang menutupi(Masking Noise)

Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas. Secara tidak

langsung bunyi ini akan mempengaruhi kesehatan dan keselamatan

pekerja, karena teriakan isyarat atau tanda bahaya tenggelam dari bising

dari sumber lain.

3) Bising yang merusak (Damaging/Injurious Noise)

Adalah bunyi yang melampaui NAB. Bunyi jelas ini akan

merusak/menurunkan fungsi pendengaran.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

13

2. Sumber Kebisingan

Sumber kebisingan bermacam-macam. Di lingkungan kerja, bising dapat

bersumber dari benda-benda maupun situasi yang berada di dalam maupun di luar

lingkungan kerja. Beberapa hal yang dapat menimbulkan terjadinya bising yaitu

mesin-mesin yang berada di sekitar pekerja, proses-proses kerja, peralatan pabrik,

kendaraan, kegiatan manusia, suara pekerja itu sendiri, dan suara orang yang

berlalu-lalang, sampai bunyi yang berasal dari luar lingkungan kerja (background

noise).

Kebisingan yang dihasilkan dari berbagai sumber tersebut memiliki

tingkat intensitas yang berbeda dan akan memberikan dampak pada kesehatan

manusia. Sehingga dalam pengujian atau pengontrolan tingkat kebisingan

merupakan hal yang sangat perlu dilakukan agar tidak mengganggu kesehatan dan

tidak menyebabkan kecelakaan kerja di sebuah perusahaan (Siregar, 2017:10).

3. Pengukuran Kebisingan

Pengukuran ada yang hanya bertujuan untuk pengendalian terhadap

lingkungan kerja namun ada juga pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui

pengaruhnya terhadap tenaga kerja yang bersangkutan. Bunyi diukur dengan

satuan yang disebut desibel, dalam hal ini mengukur besarnya tekanan udara

yang ditimbulkan oleh gelombang bunyi. Satuan desibel diukur dari 0 sampai 140,

atau bunyi terlemah yang masih dapat didengar oleh manusia sampai tingkat

bunyi yang dapat mengakibatkan kerusakan permanen pada telinga manuisa.

Besibel biasa disingkat dB dan mempunyai skala A,B,C. Skala yang

terdekat dengan pendengaran manusia adalah skala A atau dBA. Pada pengukuran

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

14

ini dapat digunakan alat “Sound Level Meter”. Alat tersebut dapat mengukur

intensitas kebisingan antara 40-130 dB(A) pada frekuensi antara 20-20.000 Hz.

Sebelum dilakukan pengukuran harus dilakukan countour map lokasi sumber

suara dan sekitarnya. Selanjutya pada waktu pengukuran “Sound Level Meter”

dipasang pada ketinggian ± (140-150 m) atau setinggi telinga (Aggela, 2017 :21)

4. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 70 Tahun 2016 beberapa

hal yang harus diperhatikan dalam menginterpretasikan NAB kebisingan adalah :

a. NAB kebisingan merupakan dosis efektif panjanan kebisingan dalam

satuan dBA yang diterima oleh telinga (organ pendengaran) dalam

periode waktu tertentu yang tidak boleh dilewati oleh pekerja yang

tidak menggunakan alat pelindung telinga (APT).

b. Apabila seorang pekerja terpajan bising ditempat kerja tanpa

menggunakan alat pelindung telinga (APT) selam 8 jam kerja per hari,

maka NAB pajanan bising yang boleh diterima oleh pekerja tersebut

adalah 85 dBA.

c. Pengukuran tekanan bising lingkungan kerja industri dilakukan dengan

menggunakan sound level meter mengikuti metode yang standar.

d. Pengukuran dosis efektif pajanan bising dilakukan dengan

menggunakan alat monitoring pajanan personal (noise dosimeter).

Pengukuran dosis pajanan dilakukan sesuai dengan satu periode shif

kerja (8 jam per hari). Apabila jam kerja kurang atau lebih dari 8 jam

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

15

per hari, maka durasi pengukuran dilakukan sesuai dengan lama jam

kerja.

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 13 Tahun 2011, Nilai

Ambang Batas (NBA) faktor fisika ditempat kerja, waktu maksimum pekerja

didaerah paparan kebisingan tertentu adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1

Nilai Ambang Batas Kebisingan

Waktu pemaparan per/hari Intensitas kebisingan dalam dBA

8 Jam 85

4 88

2 91

1 94

30 Menit 97

15 100

7,5 103

3.75 106

1,88 109

0,94 112

28,12 Detik 115

14,06 118

7,03 121

3,52 124

1,76 127

0,88 130

0,44 133

0,22 136

0,11 139

Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor

Per.13/MEN/X/2011 Tahun 2011

Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

16

5. Pengaruh Paparan Bising Terhadap Kesehatan Kerja

Kebisingan sangat berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja, gangguan

atau penyakit yang diakibatkan oleh bising dapat dikelompokkan sebagai berikut

(Angela, 2017:22)

a. Gangguan Fisiologis

Kebisingan dapat menimbulkan gangguan fisiologis yaitu Internal Body

Sistem. Internal Body Sistem adalah sistem fisiologis yang terpenting

untuk kehidupan gangguan fisiologis ini dapat menimbulkan kelelahan

dada berdebar, menaikkan denyut jantung, mempercepat pernafasan, sakit

kepala dan kurang nafsu makan. Selain itu juga dapat meningkatkan

tekanan darah, pengerutan saluran darah dikulit, meningkatkan laju

metabolik, menurunkan keaktifan ogan pencernaan dan ketegangan otot.

Pada umumnya kebisingan bernada tinggi sangat mengganggu, terlebih

bising yang terputus-putus atau yang datangnya secara tiba-tiba. Gangguan

dapat terjadi pada peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi,

basa metabolisme, kontruksi pembuluh darah kecil terutama pada tangan

dan kaki dapat menyebabkan pucat.

b. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis akibat bising dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang

konsentrasi, rasa jengkel, rasa khawatir, cemas, susah tidur, mudah marah

dan cepat tersinggung. Menurut EPA kritera kebisingan yang dapat

mengakibatkan gangguan psikologis yaitu 55-65 Db (Arini, 2005 dalam

skripsi Angela, 2017:23)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

17

c. Gangguan Komunikasi

Risiko potensial terhadap pendengaran terjadi apabila komunikasi

pembicaraan harus dijalankan dnegan berteriak. Gangguan ini dapat

menimbulkan terganggunya pekerjaan dan kadang-kadang mengakibatkan

salah pengertian yang secara tidak langsung dapat menurunkan kualitas

dan kuantitas kerja. Agar pembicaraan dapat dimengerti dalam lingkungan

bising, maka pembicaraan harus diperkeras dan harus dalam kata dan

bahas yang mudah dimengerti oleh penerima. Dalam ruangan kerja yang

bising pekerja akan berhubungan pada jarak yang dekat, yaitu kira-kira 1

m. Pada jarak ini komunikasi dapat dcapai dengan suara normal apabila

backround noise paling tinggi 78 dB. Batas maksimal kebisingan dalam

ruang kerja adalah 62 dB, pada level ini komunikasi masih bisa

berlangsung pada jarak 2 m.

d. Gangguan Pendengaran

Kebisingan yang berlebihan dapat merusak sel-sel rambut di koklea,

bagian dari telinga dalam dan menyebabkan kehilangan pendengaran.

Pada beberapa negara, gangguan pendengaran akibat bising berupa NIHL

merupakan penyakit yang paling umum di bidang industri yang bersifat

irreversible.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

18

Menurut Soedirman dan Soema’mur PK (2014), efek bising terhadap

kesehatan terbagi menjadi dua yaitu efek audiotori dan efek non-audiotori,

yaitu :

1) Efek Audiotori

Terhadap tenaga kerja yang terpapar bising, ada dua tipe kehilangan

daya pendengaran, yaitu:

a) Temporary Threshold Shift (THS) atau kehilangan daya pendengaran

yaitu berkurangnya kemampuan mendengar suara yang lemah

b) Noise-induced Permanent Threshold Shift (NIPTS) atau kehilangan

daya dengar menetap, yaitu berkurangnya kemampuan mendengar

suara, yang tidak dapat pulih.

1) Efek Non-audiotori

a) Insiden stress meningkat (ansietas)

b) Perubahan perilaku kejiwaan, seperti perasaan khawatir, penurunan

kemampuan membaca komprehensif, penurunan luasnya perhatian

dan memori, kesulitan memecah masalah, mudah tersinggung setelah

selesai bekerja, tidak sabar, gugup, gangguan ketenangan,

ketidakmampuan menurunkan ketegangan, gangguan kenyamanan,

gangguan konsentrasi, gangguan yang lamban pemulihannya, dan

kehilangan konsentrasi

c) Perubahan pola perilaku, seperti peningkatan agresivitas, penurunan

perilaku menolong, masalah dengan hubungan personal, dan

gangguan komunikasi yang menimbulkan risiko keselamatan

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

19

d) Perubahan fisiologis pada tubuh, seperti hipertensi, penyakit jantung

iskemik, gangguan peredaran darah/jantung atau kardiovaskular,

gangguan pencernaan, gangguan tidur, perubahan dalam sistem

imun, sakit kepala, dan cacat lahir (suspected)

B. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Pendengaran

Seseorang yang terpajan kebisingan tingkat tinggi dalam jangka waktu

yang cukup lama dapat memicu penurunan pendengaran atau ketulian. Banyak

faktor-faktor yang berpengaruh terhadap derajat atau tingkat keparahan penurunan

pendengaran atau ketulian. Mengukur kesehatan kerja dengan menggunakan tiga

indikator sebagai berikut (Dessler, 2013) :

1. Keadaan dan Kondisi Pekerja

a. Usia

Usia mempunyai pengaruh terhadap gangguan pendengaran. Usia

lebih tua relatif akan mengalami penurunan kepekaan terhadap rangsangan

suara. Penyebab paling umum terjadinya gangguan pendengaran terkait

usia adalah presbycusis. Presbycusis ditandai dengan penurunan persepsi

terhadap bunyi frekuensi tinggi dan penurunan kemampuan membedakan

bunyi. Presbycusis diasumsikan menyebabkan kenaikan ambang dengar

0,5 dB setiap tahun. Oleh karena itu, dalam perhitungan tingkat cacat

maupun kompensasi digunakan faktor koreksi 0,5 dB setiap tahunnya

untuk pekerja dengan usia lebih dari 40 tahun. Dalam penelitian mengenai

penurunan pendengaran akibat kebisingan faktor usia harus diperhatikan

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

20

sebagai salah satu faktor counfounding (perancu) yang penting

(Rahmawati, 2015:46)

Beberapa perubahan yang terkait dengan pertambahan usia dapat

terjadi pada telinga. Membran yang ada ditelinga bagian tengah, termasuk

didalamnya gendang telinga menjadi menjadi kurang fleksibel karena

bertambahnya usia. Selain itu, tulang-tulang kecil yang terdapat ditelinga

bagian tengah juga menjadi lebih kaku dan sel-sel rambut di telinga bagian

dalam dimana koklea berada juga mengalami kerusakan. Rusak atau

hilangnya sel-sel rambut inilah yang menyebabkan seseorang sulit untuk

mendengar suara. Perubahan-perubahan pada telinga bagian tengah dan

salam inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan sensitifitas

pendengaran seiring dengan bertambahnya usia seseorang. Selain itu, pada

orang yang usianya lebih tua ambang reflek akustiknya akan menurun.

Reflek akustik memberikan perlindungan terhadap rangsangan bising yang

berlebihan. Pada orang tua membutuhkan rangsangan bising yang lebih

tinggi untuk menimbulkan reflek akustik dibanding pada orang yang lebih

muda (Rahmawati, 2017:46)

b. Riwayat Kesehatan

Kesehatan kerja adalah kondisi bebas dari gangguan fisik, mental,

emosi atau rasa sakit yang disebabkan lingkungan kerja. Perusahaan

mengenal dua kategori penyakit yang diderita tenaga kerja yaitu : penyakit

umum yang dapat diderita semua orang. Penyakit umum merupakan

tanggung jawab anggota masyarakat karena itu harus mengadakan

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

21

pemeriksaan sebelum masuk kerja dan penyakit akibat kerja yang dapat

timbul setelah karyawan yang tadinya terbukti sehat memulai

pekerjaannya, yaitu suatu peradangan sebagian atau seluarh mukosa

telinga tengah. Riwayat penyakit merupakan kondisi kesehatan telinga

pendengar seperti otitis media dan tinnitus yang sedang diderita (Djaafar,

2007)

1) Otitis Media

Otitis media yaitu suatu peradangan sebagian atau seluruh mukosa

telinga tengah yang terjadi akibat infeksi bakteri Stereptococcus

Pneumonia, Haemopilus Influenza atau Staphylococcus aureus. Otitis

media juga dapat timbul akibat infeksi virus (otitis media infeksiosa)

yang biasanya diobati dengan antibiotik, atau terjadi akibat alergi (otitis

media serosa) yang dapat diobati dengan antihistamin dengan tanpa

antibiotik

2) Tinnitus

Tinnitus adalah suara berdengung disatu atau kedua telinga. Tinnitus

dapat timbul pada penimbunan kotoran telinga atau presbiakus,

kelebihan aspirin dan infeksi telinga.

c. Masa Keja

Gejala klinis penderita gangguan pendengaran akibat bising

dikeluhkan pekerja setelah bekerja selama 5 tahun dan inipun baru

disadarai setelah pihak lain seperti isteri, anak dan teman bergaul

mengatakan bahwa penderita melalukan suara yang cukup keras untuk

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

22

mempu mendengar. Tenaga kerja memiliki risiko mengalami NIHL yang

dapat terjadi secara perlahan-lahan dalam waktu lama dan tanpa disarari,

penurunan daya pendengaran tergantung dari lamanya pemaparan serta

tingkat kebisingan, sehingga faktor-faktor yang menimbulkan gangguan

pendengaran harus dikurang (Angela, 2017:30).

Penelitian yang dilakukan Pratiwi tahun 2012, didapatkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja terhadap gangguan

pendengaran pada penerbangan pesawat hercules dan helikopter dengan

p=0,015 dan nilai OR 3,48 artinya bahwa penerbangan yang mempunyai

masa kerja ≥ 5 tahun mempunyai risiko terjadinya gangguan pendengaran

(NIHL) 3,48 kali dibandingkan dengan penerbangan yang mempunyai

lama kerja ≤ 5 tahun.

d. Lama Kerja

Lama kerja seseorang sangat menentukan efisiensi dan produktifitas

seseorang. Lama seseorang bekerja sehari secara baik pada umunya 6-8

jam sehari atau 35 – 40 jam seminggu (Aksurali, 2010:16)

Pada intensitas bising diatas 85 dB, lamanya paparan akan berperan

terhadap timbulnya gangguan pendengaran. Makin lama waktu paparan,

maka risiko untuk mengalami ketulian akan semakin meningkat. Untuk

mencegah timbulnya gangguan pendengaran maka pekerja yang bekerja

pada lingkungan dengan intensitas bising 85 dB, dimana intensitas 85 dB

adalah Nilai Ambang Batas (NAB) kebisingan yang mengakibatkan

kerusakan pada reseptor pendengaran corti pada telinga dalam terutama

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

23

reseptor bunyi berfrekuensi 4000 Hz, durasi paparan perhari dibatasi

sesuai dengan intensitas bising (Aksurali, 2010)

2. Lingkungan Kerja

a. Intensitas Kebisingan

Tingakat kebisingan yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) akan

menyebabkan gangguan pendengaran yang serius dan bersifat akumulatif

sehingga bila terpapar kebisingan dalam jangka waktu panjang dapat

menyebabkan gangguan pendengaran permanen. Telinga manusia

mempunyai ambang dengar terendah 0,00002 N/m2 dan tertinggi adalah

200 N/m2. Untuk mempermudah penggunaannya maka digunakan skala

logaritma yang disebut decibel (dB), sehingga peningkatan tiga decibel

pada tingkat suara sudah merupakan penggadaan dari intensitas

kebisingan. Sedangkan untuk menghitungkan sensitifitas telinga manusia

yang berbeda untuk frekuensi berbeda, maka kekuatan atau intensitas

kebisingan diukur dalam satuan dBA (Siregar, 2017:25)

3. Perlindungan Pekerja

a. Alat Pelindung Telinga (APT)

APT merupakan penghalang akustik (Acoustical Barrier) yang dapat

mengurangi jumlah energi suara yang melewati lubang telinga menuju ke

reseptor didalam telinga. Dapat dikatakan bahwa dengan memakai APT

diarea kerja yang bising dapat mengurangi pajanan yang diterima pekerja

dan mengurangi risiko terjadinya penurunan pendengaran akibat bising,

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

24

demikian pula sebaliknya. Dengan syarat APT tersebut dipakai secara

disiplin dan benar oleh pekerja. Tipe APT yang sering digunakan saat ini

adalah type insert/plug dan muff (Siregar, 2017:27)

Gambar 2.1

Alat Pelindung Telinga

1) Syarat-syarat alat pelindung telinga :

a) Kecocokan : alat pelindung telinga tidak akan memberikan

perlindungan bila tidak dapat menutupi liang telinga rapat-rapat

b) Nyaman dipakai : tenanga kerja tidak akan menggunakan APT ini

jika tidak nyaman dipakai

2) Jenis-jenis alat pelindung telinga

a) Sumbat telinga (earplugs /insert device / aural insertprotector)

Dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat sehingga

suara tidakmencapai membran timpani. Sumbat telinga bisa

mengurangi bising s/d 30 dB.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

25

b) Tutup telinga (earmuff / protective caps /circumaural protectors)

Menutupi seluruh telinga eksternal dan dipergunakan untuk

mengurangibising s/d 40- 50 dB frekuensi 100 –8000 Hz.

c) Helmet / enclosure

Menutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi

maksimum 35dBA pada 250 Hz sampai 50 dB pada frekuensi tinggi

3) Pemilihan alat pelindung telinga :

a) Earplug bila bising antara 85 –200 Dba

b) Earmuff bila di atas 100 dBA

Pedoman penggunaan APD yang sering digunakan adalah sebagai

berikut:

Tabel 2.2

Kriteria Penggunaan APD

Dba Pemakaian APD Pemilihan APD

< 85 Tidak wajib/perlu Bebas memilih

85 – 89 Optional Bebas memilih

90 – 94 Wajib Bebas memilih

95 – 99 Wajib Pilihan terbatas

>100 Wajib Pilihan sangat terbatas

Sumber : Siregar (2017)

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

26

C. Pekerja Di Area Apron

Pekerja di area Apron, yaitu merujuk kepada suatu aktifitas perusahaan

penerbangan yang berkaitan dengan penanganan atau pelayanan terhadap para

penumpang berikut bagasinya, kargo, pos, peralatan pembantu pergerakan

pesawat di darat dan pesawat terbang itu sendiri selama berada di bandara, untuk

keberangkatan (departure) maupun untuk kedatangan atau ketibaan (arrival).

Secara sederhana pekerja di area lapangan terbang atau tata operasi darat adalah

pengetahuan dan keterampilan tentang penanganan pesawat di apron, penanganan

penumpang dan bagasinya di terminal dan kargo serta pos di area kargo (Siregar,

2017:24)

Ruang lingkup dan batasan pekerjaan pekerja di area lapangan terbang,

yaitu pada fase atau tahap pre flight service dan post flight service, merupakan

penanganan penumpang dan pesawat selama berada di bandar udara

1. Pre Flight

Kegiatan penanganan terhadap penumpang berikut bagasinya dan kargo

serta pos dan pesawat sebelum keberangkatan (di bandara asal/origin

station).

2. Post Flight

Kegiatan penanganan terhadap penumpang beserta bagasinya dan kargo

serta pos dan pesawat setelah penerbangan (di bandara

tujuan/destination). Dengan kata lain penanganan penumpang dan

pesawat selama berada di bandara. Secara teknis operasional, aktifitas

dimulai pada saat pesawat (parking stand), mesin pesawat sudah

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

27

dimatikan, roda pesawat sudah diganjal (block on), serta para penumpang

sudah dipersilahkan untuk turun atau keluar dari pesawat. Maka, pada

saat itu para staf udara sudah memiliki kewenangan untuk mengambil

alih pekerjaan dari PIC (Pilot In Command) beserta cabin crew-nya.

Dengan demikian fase ini dinamakan arrival handling. Dan sebaliknya,

kegiatan atau pekerjaan orang-orang darat berakhir saat pesawat siap-siap

untuk lepas landas, yaitu pada saat pintu pesawat ditutup, mesin

dihidupkan, dan ganjal roda sudah dilepas (block off).

D. Anatomi dan Fisiologi Alat Pendengaran

1. Anatomi Alat Pendengaran

Alat pendengaran pada manusia berupa telinga. Fungsi telinga adalah

untuk secara efisien merubah energi getaran dari gelombang menjadi sinyal listrik

yang dibawa ke otak melalui saraf. Gambar 2.1 adalah diagram telinga manusia.

Telinga dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu : telinga luar, telinga tengah dan

telinga dalam. Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory

canal), dibatasi oleh membran timpani (Soeripto, 2008). Pada telinga luar,

gelombang bunyi dari luar melambat sepanjang saluran telinga ke gendang telinga

(timpani), yang bergetar sebagai tanggapan terhadap gelombang menimpanya.

Telinga bagian tengah terdiri osicle dari 3 tulang kecil (tulang pendengaran yang

halus) yang dikenal dengan nama martil, landasan (incus), dan sanggurdi (stapes),

yang memindahkan getaran gendang telinga ketelinga dalam jendela oval/oval

window (Soeripto, 2008).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

28

Gambar 2.2

Anatomi Telinga Manusia

2. Fisiologi Pendengaran Manusia

Proses pendengaran timbul akibat getaran atmosfer yang dikenal sebagai

gelombang suara yang memiliki kecepatan dan volume yang berbeda. Gelombang

suara bergerak melalui rongga telinga luar (Auris Eksterna) yang menyebabkan

membran timpani bergetar, getar-getaran tersebut diteruskan menuju inkus dan

stapes melalui maleus yang berhubungan dengan membran (Rahmawati, 2015:18).

Getaran yang timbul pada setiap tulang, akan menyebabkan tulang

memperbesar getaran yang kemudia disalurkan ke fenestra vestibuler menuju

perilimfe. Getaran perilimfe dialirkan menuju endolimfe dalam saluran koklea dan

rangsangan menuju organ korti selanjutnya dihantarkan ke otak. Perasaan

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

29

pendengaran ditafsirkan otak sebagai suara yang enak atau tidak enak. Gelombang

saat menimbulkan bunyi sebagai berikut :

a. Tingkatan suara biasa 80-90 desibel

b. Tingkatan maksimum kegaduhan 130 desibel

3. Gangguan Pendengaran

Gangguan pendengaran adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang

berakibat kesulitan dalam melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam hal

memahami pembicaraan. Secara kasar, gradasi gangguan pendengaran karena

bising itu sendiri dapat ditentukan dengan menggunakan parameter percakapan

sehari-hari. Gangguan pendengaran akibat bising adalah gangguan pendengaran

yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka

waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja.

Sifat ketulian adalah tuli sensorineural koklea dan umumnya terjadi ada kedua

telinga.

Gejala dari gangguan pendengaran akibat bising adalah terjadinya kurang

pendengaran disertai tinitus (berdering ditelinga) atau tidak. Bila cukup berat

disertai keluhan sukar menangkap percakapan dengan kekerasan biasa dan bila

sudah lebih berat percakapan yang keraspun sulit dimengerti. Secara klinis

pajanan bising pada organ pendengaran dapat menimbulkan reaksi adaptasi,

peningkatan ambang dengar sementara dan ambang dengar menetap (Angela,

2017 : 11)

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

30

4. Pemeriksaan Pendengaran

Menurut (Cameron, dkk, 2003:276) untuk memeriksa pendengaran

diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara dan melalui tulang dengan

memakai garpu tala atau audiometer nada murni. Kelainan hantaran melalui udara

menyebabkan tuli ondusif, yaitu getaran suara tidak mencapai telinga dalam.

Kelainan ditelinga dalam menyebabkan penurunan pendengaran atau tulisaraf,

yaitu suara mencapai telinga dan tetapi tidak ada sinyal listrik yang dikirim ke

otak (Angela, 2017:12)

Pendengaran pada pekerja dilakukan secara berkala setahun sekali.

a. Audiometer

Salah satu metode untuk memeriksa pendengaran adalah audiometer

nada murni karena mudah diukur, mudah diterangkan, dan mudah

dikontrol. Metode ini dapat untuk mengetahui kelainan pendengaran

(gangguan pendengaran konduksi, saraf maupun campuran).

Terhadap individu yang diperiksa, diperdengarkan bunyi yang dapat

diatur frekuensi dan intensitasnya, sehingga hasil pemeriksaan dapat

berupa pendengaran normal atau dapat diketahui derajat gangguan

pendengarannya. Ausiometer adalah sebuah alat pengeras yang dapat

memberikan sinyal akustik pada telinga melalui telepon-kepala, pengeras-

suara, atau penghantar-tulang. Sinyal suara yang dberikan adalah :

1) Nada dari bentuk sinus dari frekuensi dan intensitas berbeda yang

murni dari alat generator-nada

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

31

2) Suara-bising yang disaring atau tidak disaring oleh pita saringan

(bandfilter)

3) Pembicaraan yang dikeluarkan melalui pita-pita atau CD-player

Hearing Threshold Limit (HTL) adalah hasil rata-rata frekuensi pada

500Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 3000 Hz atau 4000 Hz dalam dB. Pemeriksaan

audiometri dalam usaha memberikan perlindungan maksimum terhadap

pekerja dilakukan sebagai berikut :

1) Sebelum bekerja atau sebelum penugasan awal didaerah kerja yang

bising (Baseline Audiogram)

2) Secara berkala (periodik/tahunan)

3) Pekerja yang terpajan kebisingan >85 dBA selama 8 jam sehari,

pemeriksaan dilakukan setiap 1 tahun atau 6 bulan tergantung tingkat

intensitas kebisingan

4) Secara khusus pada waktu tertentu

5) Pada akhir masa kerja

b. Tes Garpu Tala

Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif, antara lain :

1) Tes Rinne

Adalah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran

melalui tulang pada telinga yang diperiksa.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

32

2) Tes Weber

Adalah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantara

melalui tulang pada telinga yang diperiksa

3) Tes Schwabach

Adalah membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan

pemeriksa yang mendengarnya normal. Untuk mendiagnosis gangguan

pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss), pada

pemeriksaan audiologi melalui tes penala didapatkan hasil Rinne

Positif, Weber Lateralisasike telinga yang pendengarannya lebih baik,

dan Schwabach memendek.

Penderita penurunan fungsi pendengaran mengalami beberapa atau sebuah

gejala berikut :

1) Kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika diselingnya

berisik

2) Terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga (tinnitus)

3) Tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan volume

normal

4) Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk bisa

mendengar

5) Pusing atau gangguan keseimbangan

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

33

Tabel 2.3

Klasifikasi Tingkat Keparahan Gangguan Pendengaran

Rentang Batas Atas

Kekuatan Suara yang

Didengar db(A)

Klasifikasi Tingkat Keparahan

Gangguan Sistem Pendengaran

10 – 25 (0-25) Rentang Normal

Gangguan pendengaran ringan :

1. Mengalami sedikit gangguan dalam

membedakan beberapa jenis

konsonan

2. Mengalami sedikit masalah saat

berbicara

26 – 40

41 – 55 Gangguan pendengaran sedang

56 – 70 Gangguan pendengaran cukup serius

71 – 90 Gangguan pendengaran serius

>90 Gangguan pendengaran sangat serius

Sumber : (Cameron,dkk, 2017)

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

34

E. Kerangka Teori

Gambar 2.3

Sumber : Dessler (2013)

Keadaan dan kondisi pekerja

1. Umur

2. Riwayat Kesehatan

3. Masa Kerka

4. Lama Kerja

Lingkungan Kerja

1. Intensitas Kebisingan

Perlindungan Pekerja

1. Alat Pelindung Telinga

(APT)

Gangguan

Pendengaran

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

35

F. Kerangka Konsep

Gambar 2.4

Kerangka Konsep

Usia

Riwayat Kesehatan

Masa Kerja

Lama Kerja

Intensitas Kebisingan

Gangguan

Pendengaran

Alat Pelindung Telinga (APT)

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisinganrepository.poltekkes-tjk.ac.id/510/4/BAB 2.pdf · 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kebisingan 1. Pengertian Kebisingan Kebisingan

36

G. Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara usia dengan gangguan pendengaran pada

patugas di Area Apron Bandar Udara Radin Inten II Lampung

2. Terdapat hubungan antara riwayat kesehatan dengan gangguan

pendengaran pada patugas di Area Apron Bandar Udara Radin Inten II

Lampung

3. Terdapat hubungan antara masa kerja dengan gangguan pendengaran pada

patugas di Area Apron Bandar Udara Radin Inten II Lampung

4. Terdapat hubungan antara lama kerja dengan gangguan pendengaran pada

patugas di Area Apron Bandar Udara Radin Inten II Lampung

5. Terdapat hubungan antara intensitas kebisingan dengan gangguan

pendengaran pada patugas di Area Apron Bandar Udara Radin Inten II

Lampung

6. Terdapat hubungan antara alat pelindung telinga (APT) dengan gangguan

pendengaran pada patugas di Area Apron Bandar Udara Radin Inten II

Lampung