Kasus Sinusitis

44
LAPORAN KASUS RHINOSINUSITIS PEMBIMBING: DR. ASNOMINANDA, SP.THT-KL DISUSUN OLEH: STEPHANIE C. FERNANDEZ 030.10.260 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR. ESNAWAN ANTARIKSA

description

rinosinusitis

Transcript of Kasus Sinusitis

Page 1: Kasus Sinusitis

LAPORAN KASUSRHINOSINUSITIS

PEMBIMBING:DR. ASNOMINANDA, SP.THT-KL

DISUSUN OLEH:STEPHANIE C. FERNANDEZ

030.10.260

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THTRUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA DR.

ESNAWAN ANTARIKSAFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

TRISAKTIPERIODE 2 JUNI 2014 – 5 JULI 2014

Page 2: Kasus Sinusitis

Status Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit THT Fakultas Kedokteran TRISAKTI

Rumah Sakit : RSAU Dr. Esnawan Antariksa

Nama : Stephanie C. FernandezNIM : 030.10.260Dr. Pembimbing : dr. Asnominanda, Sp. THT-KL

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Andre RendawaUmur : 35 tahunPekerjaan : WiraswastaPendidikan : S1Jenis kelamin : Laki-lakiAgama : IslamAlamat : KP Cilame 014/005 Cibening Bungursari Jakarta

II. ANAMNESIS

Autoanamnesis, tanggal 23 juni 2014, pukul 15.00 WIBKeluhan Utama : Hidung tersumbat sejak 1 bulanKeluhan Tambahan : Hidung terasa gatal, kadang keluar lendir dari

hidung, demam, sakit di pipi sebelah kiri.

Riwayat Penyakil Sekarang (RPS)

Pasien datang ke poli THT dengan keluhan hidung tersumbat sejak 1 bulan

yang lalu. Hidung terasa gatal dan keluar lendir dari hidung. Lendir yang keluar

kental dan berwarna kuning. Lendir terkadang tidak dapat dikeluarkan, lendir

tersebut tidak berbau, jumlahnya sedikit, namun terus-menerus saat sedang

kambuh. Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak mengalami bersin. Pasien

mengatakan bahwa keluhan tersebut sudah dialami sejak kurang lebih 2 tahun.

Pasien juga kadang mengalami demam, sakit kepala dan terasa berat, sakit di

daerah pipi sebelah kiri. Pasien juga mengatakan adanya lendir yang terasa seperti

tertelan di daerah tenggorok. Pasien menyangkal ada rasa mengganjal di daerah

hidung, seperti terasa adanya daging tumbuh.

2

Page 3: Kasus Sinusitis

Pasien mengaku tidak ada riwayat asma, ataupun alergi terhadap obat. Orang

tua pasien ada yang alergi terhadap udara dingin, namun pasien sampai saat ini

mengaku tidak tahu jika pasien mengalami alergi. Sumbatan pada hidung pasien,

tidak dipengaruhi oleh posisi tidur pasien (miring ke kanan atau ke kiri), tidur

telentang pun ia mengalami hidung tersumbat. Pasien menyangkal adanya riwayat

kebiasaan merokok, dan minum alkohol. Pasien mengaku bahwa sering

mengalami batuk, pilek dan nyeri tenggorok. Riwayat trauma pada daerah wajah

disangkal, pemakaian obat-obatan tetes hidung yang melegakan pernapasan juga

disangkal.

Pasien menyangkal sering mengalami perdarahan dari hidung (mimisan).

Pasien menyangkal adanya rasa gatal dan sakit di daerah mata. Pasien

menyangkal adanya bengkak di daerah pipi ataupun dahi. Pasien juga menyangkal

pernah demam tinggi yang disertai kejang. Gangguan penciuman, penglihatan,

pendengaran dan rasa sakit yang hebat menyebar sampai ke daerah belakang

kepala pun disangkal oleh pasien.

Keluhan pasien sudah dirasakan sejak 2 tahun terakhir, ketika pasien berlibur

ke singapura, tiba-tiba pasien merasakan sakit kepala. Kemudian pasien

memeriksakan diri, dan dinyatakan terdapat sinusitis, dan pasien diberikan obat

tetes melalui hidung.

Riwayat Penyakil Dahulu (RPD) :

Riwayat hipertensi, kencing manis, alergi dan asma disangkal.

Keadaan Umum

Kesadaran : Compos mentis

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 72 x/menit

Suhu : 36,8°C

Pernapasan : 18 x/menit

Berat badan : 68 kg

3

Page 4: Kasus Sinusitis

III. Pemeriksaan Fisik

i. Telinga

Kanan KiriBentuk daun telinga Normal deformitas (-) Normal deformitas (-)Kelainan kongenital - -Tumor - -Nyeri tekan tragus - -Penarikan daun telinga - -Valsava test Tidak dilakukan Tidak dilakukan Toyinbee test Tidak dilakukan Tidak dilakukan Region mastoid Kulit: normal, sama dengan jaringan sekitar

Fistel-/-Abses-/-Sikatrik -/-Benjolan -/-Nyeri tekan -/-

Liang telinga Kulit : normal, tidak hiperemis, CAE lapang +/+Serumen +/+ minimalSecret -/-Granulasi -/-Udem -/-Benda asing-/-Nyeri tekan -/-

Membran timpani Retraksi -/-Refleks cahaya kanan (+) arah jam 5, kiri (+) jam 7Perforasi -/-Hiperemis -/-

Tes Penala : Rinne Weber Scwabach

Tidak dilakukanTidak dilakukan

Kesan :

Telinga kanan : dalam batas normal, serumen + minimal

Telinga kiri : Dalam batas normal, serumen + minimal

4

Page 5: Kasus Sinusitis

ii. Hidung dan Sinus Paranasal

• Bentuk : Tidak tampak deviasi atau depresi tulang hidung

Kelainan kongenital (-)

• Tanda peradangan : Tidak tampak tanda peradangan

• Vestibulum : Hiperemis (-), sekret(+), benjolan (-)

• Cavum nasi : Hiperemis (+), sekret (+), benjolan (-)

• Konka inferior kanan/ kiri : Tampak licin (+/+), hiperemis (+/+),

oedem (+/+), hipertrofi (-/-), sekret (+/+)

• Konka medius kanan/ kiri : Tampak licin (+/+), hiperemis (+/+), oedem

(+/+) hipentrofi (-/-), sekret (+/+)

• Meatus nasi medius kanan/ kiri : Tidak tampak, sulit dinilai,

• Septum nasi : Tidak ada deviasi, pucat (+), licin (+)

• Pasase udara : Sumbatan minimal (+/+)

• Daerah sinus frontalis : Nyeri tekan (-/-), nyeri ketuk (-/-)

• Daerah sinus maksilaris : Nyeri tekan (-/+), nyeri ketuk (-/+)

Nasofaring (Rhinoskopi posterior)

Tidak dilakukan pemeriksaan

Pemeriksaan Transiluminasi

Kanan Kiri

Sinus frontalis, grade : Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Sinus maksilanis, grade : Tidak dilakukan Tidak dilakukan

iii. Tenggorok

Faring

• Dinding faring : Hiperemis (-), granuler (-)

• Arkus faring : Normal, simetris (+)

• Tonsil : T1 - T1 tenang

• Uvula : Letak di tengah (+)

• Gigi : Caries Dentis (-)

5

Page 6: Kasus Sinusitis

Laring (Laringoskopi)

Tidak dilakukan

Leher

• Kelenjar limfe submandibula : Tidak tampak membesar, tidak teraba pembesaran

• Kelenjar himfe servikal : Tidak tampak membesar, tidak teraba pembesaran

Maksillo-Fasial

• Deformitas : Tidak tampak

• Parese sarafotak : Tidak ada parese

IV. Pemeriksaan Penunjang

(-)

V. Resume

Dan anamnesa didapatkan :

Pasien Tn. AR seorang laki-laki berusia 35 tahun datang dengan keluhan utama

hidung tersumbat sejak 1 bulan yang lalu disertai hidung terasa gatal, keluar lendir

dari hidung, kadang-kadang mengalami demam, sakit di pipi bagian kiri. Lendir

yang keluar kental dan berwarna kuning. Lendir tersebut tidak berbau, jumlahnya

sedikit, namun terus-menerus saat sedang kambuh. Pasien mengatakan tidak

mengalami bersin. Pasien menyadari bahwa keluhan tersebut sudah dialami sejak

kurang lebih 2 tahun. Pasien juga kadang mengalami demam, sakit kepala dan

terasa berat, sakit di daerah pipi sebelah kiri. Pasien mengaku bahwa sering

mengalami batuk, pilek dan nyeri tenggorok.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan :

Kesadaran : Compos mentis, Tensi: 120/80 mmHg, Nadi : 72 x/menit, Suhu : 36,8

Pernapasan : 18 x/menit, Berat badan : 68 kg.

Cavum nasi : Hiperemis (+), sekret(+), benjolan (-)

Konka inferior kanan/ kiri : Tampak licin (+/+), hiperemis (+/+), oedem (+/+),

hipertrofi (-/-), sekret (+/+)

6

Page 7: Kasus Sinusitis

Konka medius kanan/ kiri : Tampak licin (+/+), hiperemis (+/+), oedem (+/+)

hipertrofi (-/-), sekret (+/+)

Meatus nasi medius kanan/ kiri : Tidak tampak, sulit dinilai

Pasase udara : Sumbatan minimal (+/+)

• Daerah sinus maksilaris kanan/kiri : Nyeri tekan (-/+), nyeri ketuk (-/+)

VI. Diagnosis banding

1. Sinusitis Maksilaris sinistra

2. Polip hidung

3. Rhinitis alergi

VII. Diagnosis kerja

1. Rhinosinusitis Maksilaris sinistra

VIII. Anjuran Pemeriksaan Penunjang

a. Foto rontgen SPN

b. Laboratorium darah rutin

c. Nasoendoskopi

VIII. Penanganan

• Anjuran / Edukasi

- Hindari mengorek-mengorek hidung dan memaksa untuk mengeluarkan

sekret hidung dengan paksa

- Berobat/ kontrol kembali bila gejala tidak dirasakan membaik

• Medikamentosa

- Antibiotik : Amoxicillin tab 500 3x1

- Mukolitik : Ambroxol tab 30mg 3x1

- Analgetik : Asam Mefenamat 3x500mg, jika terasa sakit

7

Page 8: Kasus Sinusitis

X. Prognosis

• ad vitam : ad bonam

• ad functionam : dubia ad bonam

ad sanationam : dubia ad malam

8

Page 9: Kasus Sinusitis

TINJAUAN PUSTAKA

RHINOSINUSITIS

I. Epidemiologi

Kejadian sinusitis umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga

sinusitis sering juga disebut dengan rhinosinusitis. Rhinosinusitis dianggap salah

satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia.1 Data dari DEPKES RI

tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan

ke-25 dari 50 pola penyakit peningkat utama atau sekitar 102.8 17 penderita rawat

jalan di rumah sakit.1 Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran 1996

yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan PERHATI dan Bagian THT

RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi.2 Data dan Divisi

Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah

pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69% nya adalah

sinusitis.2

Penyebab utamanya ialah infeksi virus yang kemudian diikuti oleh infeksi

bakteri. Secara epidemiologi yang paling sering terkena adalah sinus etmoid dan

maksila. Yang berbahaya dari sinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan

intrakranial. Komplikasi ini terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor

predisposisi yang tak dapat dihindari.1

II. Definisi

Rhinosinusitis adalah peradangan mukosa yang melapisi hidung dan sinus

paranasal yang dapat berupa sinusitis maksilanis, sinusitis etmoid, sinusitis

frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila yang terkena lebih dari satu sinus disebut

multisinusitis, dan bila semua sinus terkena disebut pansinusitis.1 Yang paling

sering terkena ialah sinus etmoid dan maksila, sedangkan sinus frontal lebih

jarang dari sinus sphenoid lebih jarang lagi.3

III. Anatomi

Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala sehingga

terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke

9

Page 10: Kasus Sinusitis

dalam rongga hidung. Terdapat empat pasang sinus paranasal menurut letaknya

yaitu sinus maksilanis, sinus frontalis, sinus ethmoidhalis, sinus sfenoidalis.

Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung,

berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-

masing. Menurut muaranya sinus dibagi menjadi dua yaitu anterior dan posterior

dimana sinus anterior adalah sinus frontalis, sinus ethmoidalis anterior, sinus

maksilaris sedangkan sinus posterior terdiri dari sinus ethmoidalis posterior dan

sinus sfenoidalis.1

Secara embrologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa rongga

hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus

sphenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah ada saat bayi

lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dan sinus etmoid anterior pada anak

yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus sphenoid dimulai pada usia

8-10 tahun dan berasal dari bagian postero-superior rongga hidung. Sinus-sinus

ini umumnya mencapai besar pada usia antara 15-18 tahun.1

Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan

konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris

yakni muara dan sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.1

Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan

konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid.1

Fungsi sinus paranasal adalah :1

• Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)

• Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

• Membantu keseimbangan kepala

• Membantu resonansi suara

• Sebagai peredam perubahan tekanan udara

• Membantu produksi mucus

A. Sinus Maksilaris1

10

Page 11: Kasus Sinusitis

• Merupakan sinus oaranasal yang terbesar. Saat lahir sinus maksila

bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya

mencapai ujuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.

• Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dan prosesus maksilaris

arcus I.

• Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang

apexnya pada para zygomaticus maxillae.

• Dinding anterior sinus ialah permukaan fasial Os maksila yang disebut

fossa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan infra-temporal

maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung, dinding

superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah prosesus

alveolaris dan palatum.

• Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dan anatomi sinus maksila adalah

1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akan gigi rahang atas,

yaitu premolan (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga

gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat

menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke

atas menyebabkan sinusitis

2. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita;

3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dan dasar sinus, sehingga

drenase hanya tergantung dan gerak silia, lagi pula drenase juga harus

melalui infundibulum yang sempit.

B. Sinus Ethmoidalis 1

• Terbentuk pada usia fetus bulan IV.

• Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dan

7-15 cellulae, dindingnya tipis.

• Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti pyramid dengan dasarnya di

bagian posterior. Ukurannya dan anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4 cm

dan lebarnya 0,5 cm di bagian anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.

11

Page 12: Kasus Sinusitis

• Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, yang terdapat di

dalam massa bagian lateral Os etmoid, yang terletak di antara konka media

dan dinding medial orbita.

• Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior

yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara

di meatus superior.

• Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di

depan lempeng yang menghubungkan dengan posterior konkan media

dengan dinding lateral (lamina basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid

posterior biasanya lebih besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di

posterior dari lamina basalis.

• Berhubungan dengan :

Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa.

Jika terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial

(meningitis, encefahitis dsb).

Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan

operasi pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk

ke daerah orbita sehingga terjadi Brill Hematoma.

Nervus Optikus

Nervus, anteri dan vena ethmoidatis anterior dan pasterior.

C. Sinus Frontalis 1

• Terletak di Os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat fetus, berasah

dan sel-sel resesus frohtat atau dan sel-sel infundibutum etmoid. Sesudah

lahir, sinus frontal mutai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan

mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.

• Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.

• Tidak simetri kanan dan kiri, tertetak di Os frontalis.

• Sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk.

• Volume pada orang dewasa ± 7 cc.

• Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).

12

Page 13: Kasus Sinusitis

• Berhubungan dengan :

Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.

Orbita, dibatasi oleh tutang compacta.

Dibatasi oleh Peniosteum, kulit, tulang diploic.

D. Sinus Sfenoidalis

• Terbentuk pada fetus usia bulan III.

• Tertetak pada corpus, alas dan Processus Os sfenoidalis.

• Volume pada orang dewasa ± 7 cc.

• Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fossa serebri media dan

kelenjar hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral

berbatasan dengan sinus kavernosus dan a.karotis interna dan di sebelah

posteriornya berbatasan dengan fossa serebri posterior di daerah pons.

• Berhubungan dengan :

Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.

Glanduta pituitari, chiasma n.opticum.

Tranctus olfactorius.

Arteri basillaris brain stem (batang otak)

Kompleks Osteo-Meatal

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu de meatus medius ada

muara saluran sinus maksilaris, sinus frontalis dan sinus ethmoidalis anterior.

Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks osteo-meatal terdiri dan

infundibulum ethmoid yang terdapat di belakang prosessus uncinatus, resesus

frontalis, bula ethmoidalis dan sel-sel ethmoid anterior dengan ostiumnya dan

ostium sinus maksila.1

Septum Mukosiliar

Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia

dan patut lender di atasnya. Di dalam sinus, silia bergerak secara teratur untuk

mengalirkan lender menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah

13

Page 14: Kasus Sinusitis

tentu polanya.1

Pada dinding lateral hidung terdapat dua aliran transport mukosiliar dari

sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior bergabung di

infundibulum ethmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba eustachius.

Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung dengan resessus

sfenoidalis dialirkan ke nasofaring di postero-superior tuba. Inilah sebabnya

sinusitis didapati sekret pasca-nasal tetapi belum tentu ada pada rongga hidung.1

Mukosa Hidung

Mukosa hidung terletak di dalam rongga hidung (kavum nasi). Luas

permukaan kavum nasi sekitar 150 cm2 dan total volumenya sekitar 15 ml

Permukaan kavum nasi dan sinus paranasal dilapisi oleh mukosa yang

berkesinambungan dengan berbagai sifat dan ketebalan. Rongga hidung dilapisi

oleh mukosa yang secara histologik dan füngsional dibagi atas dua tipe yaitu

mukosa penghidup (mukosa olfaktorius), dan sebagian besar mukosa pernafasan

(mukosa respiratori). Mukosa olfaktorius terdapat pada permukaan atas konka

superior dan dibawahnya terletak mukosa respiratorius. Lapisan mukosa

respiratorius terdiri atas epitel, membran basalis dan lamina propia. (Soetjipto D

& Wardani RS, 2007)

Permukaan kavum nasi dan sinus paranasal dilapisi oleh mukosa yang

berkesinambungan dengan berbagai sifat dan ketebalan. Secara umum sel-sel pada

hidung dan mukosa sinus terdiri atas 4 tipe sel yaitu : Sel kolumnar bersilia, sel

kolumnar tidak bersilia, sel basal dan sel goblet. Mukosa yang melapisi terdiri atas

dua tipe yaitu tipe olfaktorius dan sebagian besar tipe respiratorius. Mukosa

olfaktorius terdapat pada permukaan atas konka superior dan dibawahnya terletak

mukosa respiratorius. Lapisan mukosa respiratorius terdiri atas epitel, membran

basalis dan lamina propia (Ballenger, 1994; Hilger, 1997).

Mukosa respiratori terdapat pada sebagian besar rongga hidung yang

bervariasi sesuai dengan lokasi yang terbuka dan terlindung serta terdiri dari

empat macam sel. Pertama sel torak bertapis semu bersilia (pseudostratified

columnar epithetium) yang mempunyai 50-200 silia tiap selnya. Sel-sel bersilia

14

Page 15: Kasus Sinusitis

ini memiliki banyak mitokondria yang sebagian besar berkelompok pada bagian

apeks sel. Mitokondria ini merupakan sumber energy utama sel yang diperlukan

untuk kerja silia. Di antara sel-sel bersilia terdapat sel-sel goblet dan sel sikat

(yang mempunyai mikrovili).

Epitel respiratorius lainnya adalah epitel pipih berlapis yang terdapat pada

daerah vestibulum nasi dan epitel transisional yang terletak persis di belakang

vestibulum. Epitel yang terletak di daerah vestibulum nasi ini dilengkapi dengan

rambut yang disebut vibrissae. Lanjutan epitel pipih berlapis pada vestibulum

akan menjadi epitel pipih berlapis tanpa silia terutama pada ujung anterior konka

dan ujung septum nasi. Kemudian pada sepanjang daerah inspirasi maka epitel

akan berbentuk torak, bersilia pendek dan agak tidak teratur. Pada meatus media

dan inferior yang terutama menangani udara ekspirasi silianya panjang dan

tersusun rapi.

Pada sel torak yang bersilia maupun yang tidak bersilia terdapat mikrovili

yang berjumlah lebih kurang 300-400 tiap selnya, dan jumlah ini bertambah ke

arah nasofaring. Mikrovili berupa benjolan seperti jari yang kecil, pendek dan

langsing pada permukaan sel yang menghadap ke lumen. Mikrovili ini besarnya ±

1/3 silia dan mempunyai inti sentral dari filamen aktin. Mikrovili ini tidak

bergerak dan fungsinya mungkin untuk promosi ion dan transportasi serta

pengaturan cairan diantara sel-sel. Disamping itu juga memperluas permukaan sel.

Terakhir adalah sel basal yang terdapat di atas membrane sel. Sel basal tidak

pernah mencapai permukaan. Sel kolumnar pada lapisan epitel ini tidak semuanya

memiliki silia. Sel-sel basal berpotensi untuk menggantikan sel-sel bersilia atau

sel-sel goblet yang telah mati.

Secara struktural susunan lapisan mukosa pada daerah yang lebih sering

terkena aliran udara mukosanya akan lebih tebal dan kadang-kadang terjadi

metaplasia, menjadi sel skuamosa. Dalam keadaan normal warna mukosa adalah

merah muda dan selalu basah karena dilapisi oleh palut lendir (mucous blanket)

pada permukaannya. Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar mukosa dari sel-sel

goblet.

Mukosa pada sinus paranasal merupakan lanjutan dari mukosa hidung, hanya

15

Page 16: Kasus Sinusitis

lebih tipis dan kelenjarnya lebih sedikit. Epitelnya torak berlapis semu bersilia,

bertumpu pada membran basal yang tipis dan tunika propia yang melekat erat

dengan periosteum dibawahnya. Silia lebih banyak dekat dengan ostium,

gerakannya akan mengalirkan lendir kearah hidung melalui ostium. Kelenjar

mukosa juga banyak ditemukan didekat ostium.

Pada membran mukosa juga ditemukan sel neurosekretori dan beberapa

macam sel seperti makrofag dan leukosit. Terlihat juga kelenjar mukosa yang

masuk kedalam jaringan ikat. Kelenjar ini memproduksi cairan mukos dan serosa

dibawah kontrol saraf parasimpatis.

IV. Etiologi

Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung

(rinogen), gigi dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen

walaupun jarang. Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma,

berenang atau menyelam.3

Bebenapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,

bermacam rhinitis terutama rhinitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil,

polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka,

sumbatan kompleks ostiomeatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan

imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagthen, dan di luar negeri

adalah penyakit fibrosis-kistik.3

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin

dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaam ini lama-lama menyebabkan

perubahan mukosa dan menusak silia.3

V. Klasifikasi

Secara klinis sinusitis dibagi atas : 4

1. Sinusitis akut

2. Sinusitis subakut

3. Sinusitis Kronis

Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis4

16

Page 17: Kasus Sinusitis

A. Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang

menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis.

B. Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering

menyebabkan sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)

VI. Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan

kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM).

Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobiat dan zat-zat yang

berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara

pernafasan.3

Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga

mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak

dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan

tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi

atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya

cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh

tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini

akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiptikasi bakteri, dan sekret

akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang

membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa

berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang.

Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi,

potipoid atau pembentukan polip dan kista.3

VII. Diagnosis

Sedangkan untuk menegakkan diagnosis sinusitis menurut klasifikasinya

adalah sebagai berikut :

SINUSITIS AKUT

A. Gejata Subyektif

17

Page 18: Kasus Sinusitis

Dari anamnesis biasanya didahului oleh inieksi saluran pernafasan atas

(terutama pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7

hari.5

Gejala subyektif terbagi atas gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu, serta

gejala lokal yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan

mengalir ke nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih

berat pada pagi hal, nyeri di daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih

ke tempat lain.6

1. Sinusitis Maksilaris

Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang

sering terinfeksi oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar,

(2) tetak ostiumnya lebih tinggi dan dasar, sehingga aliran sekret (drenase)

dari sinus maksita hanya tergantung dari gerakan silia, (3) dasar sinus

maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga infeksi gigi

dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila terletak di

meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah

tersumbat.3

Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai

dengan daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah

kelopak mata dan kadang menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi.

Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga.6

Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala

mendadak, misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat

nyeri pipi khas yang tumpul dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat

keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk. Batuk initatif non

produktif seringkahi ada.7 Nyeri meningkat pada waktu sore hari minimal

pada waktu pagi hari. Hal ini disebabkan karena ostium sinus berada pada

atap sinus, sehingga pada malam hari dimana penderita kebanyakan dalam

posisi berbaring, isi sinus dapat keluar tetapi pada siang hari dimana

penderita kebanyakan pada posisi berdiri akan menyebabkan sekret sulit

keluar, sehingga menumpuk dalam sinus.

18

Page 19: Kasus Sinusitis

2. Sinusitis Ethmoidalis

Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali

bermanifestasi sebagai selulitis orbita. Karena dinding leteral labirin

ethmoidahis (lamina papirasea) seringkali merekah dan karena itu

cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita.

Pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta

dianggap sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan.

Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius,

kadang-kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata

digerakkan. Nyeri alih di pe1ipis ”posi nasal drip dan sumbatan hidung.7

3. Sinusitis Frontalis

Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus

etmoidatis anterior.6

Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas

alis mata, biasanya pada pagi hari dan membunuk menjelang tengah hari,

kemudian perlahan-lahan mereda hingga menjelang malam.6

Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan

mungkin terdapat pembengkakan supra orbita.6

4. Sinusitis Sfenoidalis

Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di

belakang bola mata dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim

menjadi bagian dari parsinusitis, sehingga gejalanya sering menjadi satu

dengan gejala infeksi sinus lainnya.3

B. Gejala Obyektif

Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan ethmoid

anterior) terkena secara akut dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit

yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti

ada penebalan ringan atau seperti meraba beludru.

19

Page 20: Kasus Sinusitis

Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata

bawah, pada sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada

sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema.

Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak

mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid

posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dan meatus superior. Pada

sinusitis akut tidak ditemukan polip, tumor maupun komplikasi sinusitis. Jika

ditemukan maka kita harus melakukan penatalaksanaan yang sesuai.

Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang tebih

5 menit dan provokasi test yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa

memencet hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan ludah dan

menutup mulut dengan rapat, jika positif sinusitis maksilanis maka akan

keluar pus dari hidung.

Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram

atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus

yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibanding sisi yang normal.

Pemeriksaan radiotogik yang dibuat ialah posisi waters, PA dan lateral.

Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara

(air fluid level) pada sinus yang sakit.

Pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret dari meatus medius

atau meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang

merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti

pneumococcus, streptococcus, staphylococcus dan haemophylus influensa.

Selain itu mungkin juga ditemukan virus atau jamur.3

SINUSITIS SUBAKUT

20

Page 21: Kasus Sinusitis

Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang

akutnya (demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda.3

Pada rinoskopi anterior tampak sekret di meatus medius atau superior. Pada

rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan

transiluminasi tampak sinus yang sakit, suram atau gelap.3

SINUSITIS KRONIS

Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek,

umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus

dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya.6

Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi pembahan

mukosa hidung. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan

defisiensi imunologik, sehingga mempermudah terjadinya infeksi, dan infeksi

menjadi kronis apabila pengobatan sinusitis akut tidak sempurna.6

A. Gejala Subjektif

Bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :

• Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca

nasal (post nasal drip) yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya

sedikit tersumbat.

• Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.

• Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi sumbatan

tuba eustachius.

• Ada nyeri atau sakit kepala.

• Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.

• Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis

atau bronkhiektasis atau asma bronkhial.

B. Gejala Obyektif

21

Page 22: Kasus Sinusitis

Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat

pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret

kental, purulen dan meatus medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan

polip, tumor atau komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi posterior tampak sekret

purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.

Dari pemeriksaan endoskopi fungsional dan CT Scan dapat ditemukan

etmoiditis kronis yang hampir selalu menyertai sinusitis frontatis atau

maksilaris. Etmoiditis kronis ini dapat menyertai poliposis hidung kronis.

C. Pemeriksaan Mikrobiologi

Merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, seperti kuman

aerob S. aureus, S. viridans, H. influenzae dan kuman anaerob Pepto

streptococcus dan fuso bakterium.

D. Diagnosis Sinusitis Kronis

Diagnosis sinusitis kronis dapat ditegakkan dengan :6

• Anamnesis yang cermat

• Pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior

• Pemeriksaan transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, yakni

pada daerah sinus yang terinfeksi terhihat suram atau gelap.

Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya. Transiluminasi

akan menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus penuh

dengan cairan)10

• Pemeriksaan radiologik, posisi rutin yang dipakai adalah posisi Waters,

PA dan Lateral. Posisi Waters, maksud posisi Waters adalah untuk

memproyeksikan tulang petrosus supaya tertetak di bawah antrum

maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian

rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk

melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi

Posteroantenor untuk menilai sinus frontal dan posisi lateral untuk menilai

sinus frontal, sphenoid dan etmoid.

22

Page 23: Kasus Sinusitis

Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa :8

1. Penebalan mukosa,

2. Opasifikasi sinus (berkurangnya pneumatisasi)

3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat

dilihat pada foto waters.

• Fungsi sinus maksilaris

• Sinoskopi sinus maksilaris, dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan dalam

sinus, apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista

dan bagaimana keadaan mukosa dan apakah osteumnya terbuka. Pada

sinusitis kronis akibat perlengketan akan menyebabkan osteum tertutup

sehingga drenase menjadi terganggu.

• Pemeriksaan histopatologi dan jaringan yang diambil pada waktu

dilakukan sinoskopi.

• Pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan

rasoendoskopi.

• Pemeriksaan CT - Scan, merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan

sifat dan sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada

sinusitis akan tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan

homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus paranasal,

penebalan dinding sinus dengan sklenotik (pada kasus-kasus kronik).

VIII. Penatalaksanaan

SINUSITIS AKUT

Kuman penyebab sinusitis akut yang tersering adalah Streptococcus

pneumoniae dan Haemophilus influenzae.11 Diberikan terapi

medikamentosa berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik yang

diberikan lini I yakni golongan penisilin atau cotrimoxazol dan terapi

tambahan yakni obat dekongestan oral + topikal, mukolitik untuk

memperlancar drenase dan analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada

23

Page 24: Kasus Sinusitis

pasien atopi, diberikan antihistamin atau kortikostenoid topikal. Jika ada

perbaikan maka pemberian antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14

hari. Jika tidak ada perbaikan maka diberikan terapi antibiotik lini II selama

7 hari yakni amoksisilin klavulanatlampisilin sutbaktari, cephalosponin

generasi II, makrotid dan terapi tambahan. Jika ada perbaikan antibiotic

diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari.

Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen-polos atau CT Scan

dan atau naso-endoskopi. Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan

kelainan maka dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka

dilakukan evaluasi diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur

dari fungsi sinus.

Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila

telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang

hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.

SINUSITIS SUBAKUT

Terapinya mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan

tindakan, yaitu diatermi atau pencucian sinus.

Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum tuas atau

yang sesuai dengan resistensi kuman selama 10 - 14 hari. Juga diberikan

obat-obat simptomatis berupa dekongestan. Selain itu dapat pula diberikan

analgetika, anti histamin dan mukolitik.

Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (Ultra

Short Wave Diathermy) sebanyak 5 - 6 kali pada daerah yang sakit untuk

memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan

pencucian sinus.

Pada sinusitis maksilaris dapat dilakukan fungsi irigasi. Pada sinusitis

ethmoid, frontal atau sphenoid yang letak muaranya dibawah, dapat

dilakukan tindakan pencucian sinus cara Pnoetz.3

SINUSITIS KRONIS

24

Page 25: Kasus Sinusitis

Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana

yang sesuai dan diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian

antibiotik mencukupi 10-14 hari.

Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada

episode akut lini II + terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya

perbaikan, diberikan antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada

perbaikan teruskan antibiotik mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada

perbaikan evaluasi kembali dengan pemeriksaan naso-endoskopi, sinuskopi

(jika irigasi 5 x tidak membaik). Jika ada obstruksi kompleks osteomeatal

maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau bedah konvensional. Jika

tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis.

Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit.

Pada sinusitis maksila dilakukan fungsi dari irigasi sinus, sedang

sinusitis ethmoid, frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.

Pembedahan

Radikal a. Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc.

b. Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.

c. Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.

Non Radikal a. bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF).

Prinsipnya dengan membuka dan membersihkan daerah kompleks

ostiomeatat.

IX. Komplikasi

CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus

dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium.

Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau

berkomplikasi.

1. Komplikasi orbita

25

Page 26: Kasus Sinusitis

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang

tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis

akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilans juga terletak di dekat

orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita.

Terdapat lima tahapan :

• Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita

akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan lini terutama

ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan

orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur

ini.

• Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif

menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.

• Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding

tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.

• Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan

isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan

kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot

ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan

tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.

• Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri

melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk

suatu tromboflebitis septik.

Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :

a. Oftalmoplegia.

b. Kemosis konjungtiva.

c. Gangguan penglihatan yang berat.

• Kelemahan pasien.

• Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang

berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan

juga dengan otak.

26

Page 27: Kasus Sinusitis

2. Mukokel

Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul

dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris,

sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.

Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat

membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista

ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra

nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis,

kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan

menekan saraf didekatnya.

Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan

mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.

Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk

mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase

yang baik atau obliterasi sinus.

3. Komplikasi Intra Kranial

• Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah

meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar

sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan,

seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina

kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.

• Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna

kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul

lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum

pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.

Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan

arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan

abses dura.

• Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus

terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen

27

Page 28: Kasus Sinusitis

ke dalam otak.

Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif,

drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan

pencegahan penyebaran infeksi.

4. Osteomielitis dan abses subperiosteal

Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang

frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat

berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.3

28

Page 29: Kasus Sinusitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Damayanti dan Endang. Sinus Paranasal. Dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor.

Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 6, Balai Penerbit FK

UI, Jakarta 2007, 145-9.

2. PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTA Indonesia. 2006. Hal

1-6.

3. Damayanti dan Endang. Sinusitis. Dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar

Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 6, Balai Penerbit FK UI, Jakarta

2007, 150-3.

4. Wikipedia. Sinusitis. Diakses dan www.wikipedia.org/wiki/sinusitis

5. Pletcher SD, Goldeng AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In

advanced Studies in Medicine. Vol 3 no. 9. PP. 495-505.

6. Anonim, Sinusitis, dalam ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed.

3, Penerbit Media Auscutapius FK UI, Jakarta 2001, 102 - 106

7. http://www.entdocton.com.sg/articles/pengobatan-sinusitis-sistem-balon.html

8. http://kedokteran.spot.com/2008/04/referat-kedokteran.html

29