kasus 3 hipospadia

39
KASUS II HIPOSPADIA 41

description

askep pada anak dengan hipospadia

Transcript of kasus 3 hipospadia

KASUS II

HIPOSPADIA

41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelainan konginetal pada penis menjadi suatu masalah yang sangat penting,

karena selain berfungsi sebagai pengeluaran urine juga berfungsi sebagai alat seksual yang

pada kemudian hari dapat berpengaruh terhadap fertilitas. Salah satu kelainan konginetal

terbanyak kedua pada penis setelah cryptorchidism yaitu hipospadia. Hipospadia adalah

suatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal

penis. (Ngastiyah, 2005 : 288). Istilah hipospadia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Hypo

(below) dan spaden (opening). Hipospadia menyebabkan terjadinya berbagai tingkatan

defisiensi uretra. Jaringan fibrosis yang menyebabkan chordee menggantikan fascia Bucks

dan tunika dartos. Kulit dan preputium pada bagian ventral menjadi tipis, tidak

sempurna dan membentuk kerudung dorsal di atas glans (Duckett, 1986, Mc Aninch,

1992). Selain berpengaruh terhadap fungsi reproduksi yang paling utama adalah pengaruh

terhadap psikologis dan sosial anak.

Penyebab dari hiposapadia ini sangat multifaktorial antara lain disebabkan oleh

gangguan dan ketidakseimbangan hormone, genetika dan lingkungan. Ganguan

keseimbangan hormon yang dimaksud adalah hormone androgen yang mengatur

organogenesis kelamin (pria). Sedangkan dari faktor genetika , dapat terjadi karena

gagalnya sintesis androgen sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi. Dan untuk

faktor lingkunagn adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat

mengakibatkan mutasi.

Di Amerika Serikat, hipospadia diperkirakan terjadi sekali dalam kehidupan dari 

350 bayi laki-laki  yang dilahirkan . Angka kejadian ini sangat berbeda tergantung dari

etnik dan geogafis.  Di Kolumbia 1 dari 225 kelahiran bayi laki-laki,  Belakangan ini di

beberapa negara terjadi peningkatan angka kejadian hipospadia seperti di daerah Atlanta

meningkat 3 sampai 5 kali lipat dari 1,1 per 1000 kelahiran pada tahun 1990 sampai tahun

1993.  Banyak penulis melaporkan angka kejadian hipospadia yang bervariasi berkisar

antara 1 : 350 per kelahiran laki-laki. Bila ini kita asumsikan ke negara Indonesia karena

Indonesia belum mempunyai data pasti berapa jumlah penderita hipospadia dan berapa

angka kejadian hipospadia. Maka berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun 2000

42

menurut kelompok umur dan jenis kelamin usia 0 – 4 tahun yaitu 10.295.701 anak yang

menderita hipospadia sekitar 29 ribu  anak yang memerlukan penanganan repair

hipospadia.

Penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak dilakukan dengan prosedur

pembedahan. Tujuaan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadi

lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga pancaran

kencing arahnya kedepan. Umumnya di Indonesia banyak terjadi kasus hipospadia karena

kurangnya pengetahuan para bidan saat menangani kelahiran karena seharusnya anak yang

lahir itu laki-laki namun karena melihat lubang kencingnya di bawah maka di bilang anak

itu perempuan. Oleh karena itu kita sebagai seorang tenanga medis harus menberikan

informasi yang adekuat kepada para orang tua tentang penyakit ini. Para orang tua

hendaknya menghindari faktor- faktor yang dapat menyebabkan yang dapat menyebabkan

hipospadia dan mendeteksi secara dini kelainan pada anak mereka sehingga dapat

dilakukan penanganan yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari hipospadia?

2. Apakah klasifikasi dari hipospadia?

3. Apakah etiologi dari penyakit tersebut?

4. Apakah manifestasi klinik dari penyakit tersebut?

5. Bagaimana penatalaksanaan yang dilakukan untuk hipospadia?

6. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada An. X dengan kasus Hipospadia ?

1.3 Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami dan dapat mengaplikasikan asuhan

keperawatan yang tepat pada klien dengan hipospadia

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari hipospadia.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi dari hipospadia.

3. Mahasiswa mampu menyebutkan berbagai etiologi dari hipospadia.

43

4. Mahasiswa mampu menyebutkan berbagai manifestasi klinik dari hipospadia

5. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan dari hipospadia.

6. Mahasiswa mampu menyusun asuhan keperawatan yang tepat pada An. X dengan

kasus hipospadia.

1.4 Manfaat

Setelah membaca makalah tentang hipotiroid dan hipertiroid ini diharapkan dapat

memberikan manfaat:

Mahasiswa mampu Memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi, penatalaksanaan dan

memberikan asuhan keperawatan pada pasien hipospadia.

44

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

a. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksternus terletak

dipermukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang normal pada

ujung gland penis. (Duccket, 1986, Mc Aninch, 1992)

b. Hipospadia adalah suatu keadaan dimana terjadi hambatan penutupan uretra penis pada

kehamilan miggu ke 10 sampai ke 14 yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggal

disuatu tempat dibagian ventral penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum,

1991 : 257).

c. Hipospadia adalah keadaan dimana uretra bermuara pada suatu tempat lain pada

bagian belakang batang penis atau bahkan pada perineum ( daerah antara kemaluan

dan anus ). (Davis Hull, 1994 ).

d. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa

terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang

normal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).

2.2 Klasifikasi Hipospadia

45

Tipe hipospadia berdasarkan letak orifisium uretra eksternum/ meatus :

1. Tipe sederhana/ Tipe anterior

Hipospadia Glandular

Terletak di anterior yang terdiri dari tipe glandular dan coronal. Pada tipe ini, meatus

terletak pada pangkal glands penis. Secara klinis, kelainan ini bersifat asimtomatik dan

tidak memerlukan suatu tindakan. Bila meatus agak sempit dapat dilakukan dilatasi atau

meatotomi.

2. Tipe penil/ Tipe Middle

Hipospadia Pene-escrotal

Middle yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan pene-escrotal. Pada tipe ini,

meatus terletak antara glands penis dan skrotum. Biasanya disertai dengan kelainan

penyerta, yaitu tidak adanya kulit prepusium bagian ventral, sehingga penis terlihat

melengkung ke bawah atau glands penis menjadi pipih. Pada kelainan tipe ini, diperlukan

intervensi tindakan bedah secara bertahap, mengingat kulit di bagian ventral prepusium

tidak ada maka sebaiknya pada bayi tidak dilakukan sirkumsisi karena sisa kulit yang ada

dapat berguna untuk tindakan bedah selanjutnya.

46

3. Tipe Posterior

Hipospadia Perineal

Posterior yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal. Pada tipe ini, umumnya pertumbuhan

penis akan terganggu, kadang disertai dengan skrotum bifida, meatus uretra terbuka lebar

dan umumnya testis tidak turun.

2.3 Etiologi

Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui

penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang oleh para ahli dianggap

paling berpengaruh antara lain :

1. Gangguan dan ketidakseimbangan hormone

Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis

kelamin (pria). Atau bias jiga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam

tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah

terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan

memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis

hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.

2. Genetika

Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada

gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak

terjadi.

3. Lingkungan

Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat

teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi

47

2.4 Manifestasi Klinik

Gejala dan tanda yang biasanya di timbulkan antara lain :

a. Lubang penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah penis

b. Penis melengkung ke bawah

c. Penis tampak seperti kerudung karena kelaianan pada kulit di depan penis.

d. Ketidakmampuan berkemuh secara adekuat dengan posisi berdiri

e. Glans penis bentuknya lebih datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah

penis yang menyerupai meatus uretra eksternus.

f. Preputium tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis

g. Adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang

hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar

h. Kulit penis bagian bawah sangat tipis

i. Tunika dartos, fasia buch dan korpus spongiosum tidak ada

j. Dapat timbul tanpa chordee, bila letak meatus pada dasar dari glans penis

k. Chordee dapat timbul tanpa hipospadia sehingga penis menjadi bengkok

l. Sering disertai undescended testis (testis tidak turun ke kantung skrotum)

m. Kadang disertai kelainan congenital pada ginjal

n. Ketidaknyamanan anak saat BAK karena adanya tahanan pada ujung uretra eksterna.

2.5 Penatalaksanaan

Untuk penatalaksanaan hipospadia pada bayi dan anak biasanya dilakukan dengan

prosedur pembedahan. Tujuaan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis

menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga

pancaran kencing arahnya kedepan. Keberhasilan pembedahan atau operasi dipengaruhi

oleh tipe hipospadia dan besar penis. Semakin kecil penis dan semakin ke proksimal tipe

hipospadia semakin sukar tehnik dan keberhasilan operasinya.

2.5.1 Langkah – Langkah Pada Operasi Hipospadia

1. Koreksi meatus

2. Koreksi chordee bila ada

3. Rekonstruksi uretra

4. Pengalihan kulit dorsal penis yang berlebihan ke ventral

5. Koreksi malformasi – malformasi yg berhubungan Teknik operasi

48

2.5.2 Teknik Operasi Secara Garis Besar

1. Perbaikan multi tahap

Perbaikan dua tahap

Tahap I : Chordectomy, Chordectomy dgn memotong uretra plat distal, meluruskan

penis sehingga meatus tertarik lebih proksimal

Tahap II: Urethroplasty, Penutupan kulit bagian, ventral dilakukan dengan

memindahkan prepusium dorsal dan kulit penis mengelilingi bagian

ventral dalam tahap uretroplasti

• Contoh : Browne (1953), Byars (1955), dan Smith (1981)

49

2. Perbaikan Satu Tahap

Akhir tahun 1950, pelepasan korde kendala utama, tetapi dapat dihilangkan sejak

ditemukan teknik ereksi buatan).

Contoh : Broadbent (1961), McCormack (1954), Devine & Horton (1961), Teknik

Y-V

modifikasi Mathieu, Teknik Lateral Based (LB)Flap

a. Teknik Y-V Modifikasi Mathieu

b. Teknik Lateral Based (LB) Flap

50

2.6 Perawatan Pasca Operasi

Suatu tekanan ringan dan elastis dari perban dipakai untuk memberikan kompres

post operatif bagi reparasi hipospadia, untuk mengatasi oedema dan untuk mencegah 

pendarahan setelah operasi. Dressing harus segera dihentikan bila terlihat keadaan sudah

membiru disekitar daerah tersebut, dan bila terjadi hematoma harus segera diatasi. Setiap

kelebihan tekanan yang terjadi karena hematoma akan bisa menyebabkan nekrosis. Oleh

karena  efek tekanan pada penyembuhan, maka pemakaian kateter yang dipergunakan

harus kecil, dan juga steril, dan terbuat dari plastik dan dipergunakan kateter dari kateter

yang lunak. Dalam keadaan dimana terjadi luka yang memburuk sebagai akibat edema

pada luka, ereksi atau hematoma, maka sebaiknya dikompres dengan mempergunakan

bantalan saline steril yang hangat. Diversi urine terus dilanjutkan  sampai daerah yang luka

itu sembuh. Bila jaringan tersebut telah sembuh, maka masalahnya bisa direparasi dalam

operasi yang kedua  6 – 12 bulan yang akan datang.

2.7 Komplikasi

Komplikasi yang timbul paska repair hipospadia sangat dipengaruhi oleh banyak faktor

antara lain faktor usia pasien, tipe hipospadia, tahapan operasi, ketelitian teknik operasi,

serta perawatan paska repair hipospadia. Macam komplikasi yang terjadi yaitu  :

1. Perdarahan

2. Infeksi

3. Fistel urethrokutan

4. Striktur urethra, stenosis urethra

5. Divertikel urethra.

Komplikasi paling sering dari reparasi hipospodia adalah fistula, divertikulum,

penyempitan uretral dan stenosis meatus (Ombresanne, 1913 ). Penyebab paling sering

dari fistula adalah nekrosis dari flap yang disebabkan oleh terkumpulnya darah dibawah

flap. Fistula itu dapat dibiarkan sembuh spontan dengan reparasi sekunder 6 bulan

sesudahnya.  Untuk itu kateter harus dipakai selama 2 minggu setelah fistulanya sembuh,

51

dengan harapan tepi-tepinya akan menyatu kembali, sedangkan kegunaannya untuk terus

diversi lebih lama dari dua minggu.

2.8 Konsep Tumbuh Kembang

Anak usia toddler ( 1 – 3 th ) mempunyai sistem control tubuh yang mulai

membaik, hampir setiap organ mengalami maturitas maksimal.Pengalaman dan perilaku

mereka mulai dipengaruhi oleh lingkungan diluar keluarga terdekat,mereka mulai

berinteraksi dengan teman,mengembangkan perilaku/moral secara simbolis,kemampuan

berbahasa yang minimal.Sebagai sumber pelayanan kesehatan ,perawat berkepentingan

untuk mengetahui konsep tumbuh kembang anak usia toddler guna memberikan asuhan

keperawatan anak dengan optimal.

Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada individu,yaitu secara

bertahap,berat dan tinggi anak semakin bertambah dan secara simultan mengalami

peningkatan untuk berfungsi baik secara kognitif,psikososial maupun spiritual

( Supartini, 2000). Anak usia toddler memiliki karakteristik tersendiri dalam berbagai

ranah pertumbuhan dan perkembangannya.

2.8.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Biologis

Secara umum pertumbuhan baik dari segi berat maupun tinggi badan berjalan

cukup stabil/ lambat.Rata-rata bertambah sekitar 2,3 kg /tahun,sedangkan tinggi badan

bertambah sekitar 6 – 7 cm / tahun ( tungkai bawah lebih dominant untuk bertambah

dibanding anggota tubuh lain ). Hampir semua fungsi tubuh sudah matang dan stabil

sehingga dapat beradaptasi dengan berbagai perubahan dan stress,sehingga saat ini sudah

bisa diajarkan toilet training .Pada fase ini perkembangan motorik sangat menonjol.

2.8.2 Perkembangan Psikososial (Erikson)

Menurut Eric Erikson, anak pada usia 1-3 tahun masuk dalam fase otonomi vs

rasa malu dan ragu. Pada tahap ini toddler mengembangkan rasa percaya dan siap

menyerahkan ketergantungannya untuk membangun perkembangan kemampuan

pertamanya dalam mengendalikan otonomi. Orang tua yang mendorong toddler

melakukan hal tersebut akan mengembangkan kemandirian toddler. Toddler dapat

52

mengembangkan rasa malu dan ragu jika orang tua membiarkan toddler bergantung

pada orang tua di area yang seharusnya toddler dapat mencoba keterampilan barunya

atau membuat toddler merasa tidak mampu saat mencoba keterampilan ini.

Periode perkembangan Otonomi adalah suatu waktu saat anak mulai

mengadakan kontak sosial. Toddler menjadi sangat ingin tahu dan banyak bertanya.

Pada usia ini anak menjadi lebih kreatif, meskipun produk yang dihasilkan dari

aktivitasnya mungkin tak sempurna. Respon stress yang biasa muncul pada toddler

adalah separation anxiety dan regression. Misalnya, toddler menjadi sangat cemas

ketika harus berpisah dari orang tuanya. Regresi atau kembali pada tingkatan

perkembangan yang lebih awal dapat di lihat saat toddler “ngompol”, atau

menggunakan bedak bayi. Perawat dapat membantu menjelaskan pada orang tua bahwa

hal itu wajar dan itu menunjukkan bahwa toddler mulai mencoba untuk menentukan

posisinya dalam keluarga.

Selama usia toddler, kemampuan untuk mengerti dan mengekspresikan bahasa

berkembang dengan pesat. Kemampuannya untuk mengerti kata-kata lebih maju dari

pada kemampuannya untuk mengekspresikan kata dan ide. Saat usia 1 tahun, toddler

sudah bisa mengenal nama mereka sendiri. .

Saat dilakukan pemeriksaan oleh perawat pada An. X, klien menangis. Ini

menandakan bahwa klien mengalami suatu ketakutan terhadap orang maupun

lingkungan asing. Hal ini dapat juga karena respon stress anak terhadap masalah yang

dihadapinya. Seperti yang disebutkan di atas bahwa anak memiliki “separation anxiety.,

respon anak yang menangis ketika didekati oleh perawat mungkin disebabkan karena

ketakutannya akan perpisahan dengan orang tua. Di samping itu An.X juga mengalami

keterlambatan dalam perkembangan bahasa. Ini dapat diihat dari An X yang belum

dapat bicara secara jelas.

2.8.3 Perkembangan Psikoseksual (Freud)

Menurut Sigmund Freud, usia 1-3 tahun masuk dalam fase Anal dimana pusat

kesenangan anak pada perilaku menahan faeses bahkan kadangkala anak bermain-main

dengan faesesnya. Anak belajar mengidentifikasi tentang perbedaan antara dirinya

dengan orang lain disekitarnya. Konflik yang sering terjadi adalah adanya Oedipus

complex atau katarsis yaitu dimana seorang anak laki-laki menyadari bahwa ayahnya

53

lebih kuat dan lebih besar dibandingkan dirinya.sedangkan pada wanita disebut dengan

Elektra complex.

Dalam tahap ini toddler diajarkan untuk melakukan toilet training. Kasus

hipospadia yang dialami oleh An. X telah membuat klien tidak bisa memenuhi tahap

analnya dengan maksimal. Ditambah lagi dengan perhatian orang tua untuk melatih

toilet training yang masih kurang, ditunjukkan dengan ketidaktahuan orang tua bahwa

anaknya mengalami hipospadia sampai umur anaknya 2,5 tahun.

54

2.9 Web Of Caution

55

Ketidakseimbangan hormon

Genetik

Lingkungan

Bahan eksogenik dan anti androgenik

Pajanan limbah industry: polychlorobyphenil, dioxin, furan, peptisida organoklorin, alkhiphenol polyethoxilates, phtalites

HIPOSPADIA

Kehamilan trimester 1

Kelainan pembentukan organ meatus urinarius

Meatus uretra abnormal

Kencing merembes dan menyebar

MK : Risiko infeksi MK : Kerusakan integritas kulit

Personal Hygiene kurang

Hospitalisasi

MK : Ketakutan Anak

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Kasus II

An. X (2,5 tahun) laki-laki MRS sejak 1 hari yang lalu dengan keluhan pada saat kencing

merembes. Anak menangis saat Ns. Ani mendekati An. X untuk dilakukan pemeriksaan TTV

(suhu 37,5oC, nadi 80x/menit, RR 30x/menit). Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya

kemerahan pada aerah skrotum. Menurut orang tua anak tidak pernah bilang kalau mau pipis,

karena anak belum bisa bicara secara jelas. BB anak saat ini 10 kg.

3.1 Pengkajian

1. Identitas

a. Identitas Anak

Nama : An X

Tanggal lahir : 07 September 2007

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal MRS : 25 Maret 2010

Alamat : Surabaya

Diagnosa Medis : Hipospadia Penoscrotal

b. Identitas Orang Tua

Nama Ayah / Ibu : Tn M / Ny S

Pekerjaan Ayah / Ibu : Pedagang / Buruh pabrik

Agama Ayah / Ibu : Islam

Suku : Jawa

Alamat : Surabaya

56

2. Riwayat Sakit dan Kesehatan

Keluhan Utama : Kencing merembes

Riwayat penyakit saat ini :

Ibu pasien baru menyadari kalau kencing anaknya merembes, kemudian beliau

membawa anaknya ke puskesmas Kenjeran, oleh pihak puskesmas dirujuk ke RSDS

3. Riwayat Kesehatan Sebelumnya

Riwayat Kesehatan yang lalu :

a. Penyakit yang pernah diderita :

- Demam - Kejang - Batuk/pilek

-Mimisan - Lain-lain :............................

b. Operasi : - Ya - Tidak Tahun : ................

c. Alergi :- makanan - Obat -Udara

- Debu - Lainnya, Sebutkan.........

e.Imunisasi :

BCG (Umur 1bln) Polio 5X (Umur : lahir, 2bln,4bln,6bln,18bln)

DPT 4X (Umur : 2bln,4bln,6bln,18bln)

Campak (Umur : 9bln) Hepatitis 3X (Umur : lahir, 1bln,4bln)

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Penyakit yang pernah diderita keluarga : Hipertensi

Lingkungan rumah dan komunitas : Rumah terletak di dekat pabrik kayu.

Perilaku yang mempengaruhi kesehatan : Ayah seorang perokok aktif, Ibu sering

mengkonsumsi jamu.

Persepsi keluarga terhadap penyakit anak : Orang tua tidak mengerti sama sekali

tentang penyakit anak mereka.

5. Riwayat Nutrisi

Nafsu makan : - Baik - Tidak - Mual - Muntah

Pola makan : - 2X/hr - 3X/hr - >3X/hr

57

Minum : Jenis : susu botol Jumlah : kira-kira 700 cc/hr

Pantangan makan : - Ya - Tidak

Menu makanan : nasi tim, buah

6. Riwayat pertumbuhan

BB saat ini : 10 Kg, TB : 95 cm, LK : 47 cm, LD : 49 cm, LLA : cm

BB lahir : 2700 gram BB sebelum sakit : 10 kg

Panjang lahir : 48 cm

7. Riwayat Pertumbuhan

Pengkajian Perkembangan (DDST ) :-

Riwayat perkembangan psikososial :

Perkembangan otonominya terganggu, pasien belum memiliki kemampuan untuk

mengontrol tubuhnya, diri dan lingkungan.

Riwayat perkembangan psikoseksual :

pasien berada dalam fase anal, pasien sering memainkan penisnya.

ROS (Review of System)

Keadaan Umum : - Baik - Sedang - Lemah

Kesadaran : composmentis

Tanda Vital

- TD : - Nadi : 80X/mnt - Suhu badan : 37,5C RR : 30X/mnt

a. Pernafasan B1 (Breath)

Bentuk Dada : - Normal - Tidak, Jenis :

Pola nafas : Irama -Teratur - Tidak teratur

Jenis : - Dispnoe - Kusmaul - Ceyne Stokes - Lain-lain :...

Suara Nafas : - Vesikuler - Stridor - Wheezing - Ronkhi

Sesak Nafas : - Ya - Tidak Batuk - Ya - Tidak

58

Retraksi otot bantu nafas : - Ada - ICS

- Supraklavikular - Suprasternal

Alat bantu pernapasan : - Ya : - Nasal - Master - Respirator

- Tidak

Lain-lain : …………………………………….

Masalah : Tidak ada masalah Keperawatan

b. Kardiovaskuler B2 (Blood)

Irama Jantung : - Reguler - Ireguler S1/S2 tunggal : - Ya - Tidak

Nyeri dada : - Ya - Tidak

Bunyi jantung : - Normal - Murmur - Galop - lain-lain :

CRT : - <3 dt - > 3 dt

Akral : - Hangat - Panas - Dingin kering - Dingin basah

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan

c. Persyarafan B3 ( Brain ) Penginderaan

GCS Eye : 4 Verbal : 5 Mototik : 6 Total : 15

Reflek fisiologis : - patella - triseps - biceps lain-lain : -

Reflek patologis : - babinsky - budzinky - kernig lain-lain : -

Istirahat /tidur : 14 jam/hari Gangguan tidur : -

Penglihatan (mata )

Pupil : - Isokor - Anisokor - Lain-lain

Sclera / Konjingtiva : - Anemis - Ikterus - Lain-lain

Pendengaran / Telinga

Gangguan Pendengaran : - Ya - Tidak Jelaskan :

59

Penciuman (Hidung)

Bentuk : - Normal - Tidak - Jelaskan

Gangguan Penciuman : - Ya - Tidak -Jelaskan

Masalah : tidak ada masalah keperawatan

d. Perkemihan B4 (Bladder)

Kebersihan : - Bersih - Kotor

Urine : Jumlah : 400 cc/hr Warna : kuning jernih Bau : kahas urine

Alat bantu : -

Kandung kencing : Membesar - Ya - Tidak

Nyeri tekan - Ya - Tidak

Gangguan : - Anuria - Oliguri -Retensi

- Nokturia - Inkontinensia

Lain-lain : Hipospadia penoscrotal

Masalah : Risiko Infeksi

e. Pencernaan B5 (Bowel)

Nafsu makan : - Baik - Menurun Frekuensi : 2X/hari

Porsi makan : - Habis - Tidak - Ket : porsi makan anak sedikit

Minim : 700 cc/hr Jenis : susu botol

Mulut dan Tenggorokan

Mulut : - Bersih - Kotor - Berbau

Mukosa : - Lembab - Kering - Stomatitis

Tenggorokan : - Sakit menelan/ nyeri tekan - Kesulitan menelan

- Pembesaran tonsil - Lain-lain

60

Abdomen

Perut : - Tegang - Kembung - Asites - Nyeri/tekan

Lokasi :

Peristaltik : 7 X/mnt

Pembesaran hepar : - Ya - Tidak

Pembesaran lien : - Ya - Tidak

Buang air besar : 2 hari sekali Teratur : - Ya - Tidak

Konsistensi : Bau : Warna :

Lain-lain :

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan

f. Muskuloskeletal/ Integumen B6 (Bone)

Kemampuan pergerakan sendi : - Bebas -Terbatas

Kekuatan otot :

Warna kulit : - Ikterus - Sianotik - Kemerahan - Pucat - hiperpigmentasi

Turgor : - Baik - Sedang - Jelek

Oedem : - Ada -Tidak Ada Lokasi :

Lain-lain : Adanya kemerahan pada skrotum

Masalah : Kerusakan Integritas kulit

g. Endokrin

Tyroid Membesar - Ya - Tidak

Hiperglikemia - Ya - Tidak

Hipoglikemia - Ya - Tidak

Luka Gangren - Ya - Tidak

61

Lain-lain :

Masalah : tidak ada masalah keperawatan

h. Personal Hygiene

Mandi : 2x/hari Sikat gigi : 2x/hari

Keramas : 1x/hari Memotong kuku : bila panjang

Ganti pakaian : 2x/hari

Masalah : Tidak ada masalah keperawatan

i. Data penunjang (lab, foto, Rontgen)

Hemoglobin: 13,5 gr/dL Hematokrit: 40,1 %

Lekosit: 10.250 mg/dl Trombosit: 266.000 mg/dl

Erytrosit: 5.380.000 mg/dL

j. Terapi/Tindakan

Pre op uretroplast

k. Analisa Data

DATA ETIOLOGI MASALAH

DS :

- ibu mengeluhkan anaknya pada saat kencing merembes

DO :

- Adanya kemerahan pada skrotum

- Suhu : 37,5 C Nadi : 80 x/mnt

RR: 30 x/mnt

Hipospadia penoscrotal

Kencing menetes pada skrotum

Kandungan urine ( zat sisa nitrogen, toksin dll) mengenai skrotum terus-menerus

Skrotum kemerahan

Kerusakan Integritas

kulit

62

DS :

- Orang tua pasien menyatakan bahwa anak mereka tidak pernah bilang jika mau BAK

- Orang tua pasienmenyatakan bahwa mereka tidak mengerti tentang penyakit yg diderita oleh anak mereka

DO :

- Anak menangis saat didekati oleh perawat

- Orang tua pasien terlihat cemas dan gelisah dengan keadaan anak mereka

Anak menderita hipospadia penoscrotal

Orang tua tidak memiliki pengetahuan yang adekuat tentang penyakit

Anak mendapatkan lingkungan yang baru di RS

Anak menangis saat didekati oleh perawat

Ansietas

Ketakutan

DS :

-

DO :

- Adanya kemerahan pada skrotum

- Suhu : 37,5 C

- Nadi : 80 x/menit

Hipospadia penoscrotal

Kencing merembes

Anus sering basah

Port de entry kuman

Risiko infreksi

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Kerusakan Integritas kulit b.d Hipospadia penoscrotal

2. Ansietas b/d kondisi penyakit, lingkungan asing, perpisahan dengan sistem pendukung,

ketidaknyamanan

3. Risiko Infeksi b.d tempat masuknya organisme sekunder akibat : adanya saluran invasif.

63

3.3 Intervensi Keperawatan

1. Kerusakan Integritas kulit b.d Hipospadia penoscrotal

Tujuan : Integritas kulit klien kembali normal

Kriteria hasil :

1. Skrotum tidak kemerahan kembali

2. Keadaan umum pasien baik

Intervensi Rasional

1. Pertahankan kecukupan masukan

cairan untuk hidrasi yang adekuat

(kira – kira 2500 ml/hari kecuali

bila kontraindikasi);.

2. Cuci area yang kemerahan dengan

lembut menggunakan sabun ringan

(pH yang sesuai), bilaslah seluruh

area dengan bersih untuk

menghilangkan sabun dan

keringkan.

3. Tingkatkan masukan protein dan

karbohidrat untuk mempertahankan

keseimbangan nitrogen positif;

timbang individu setiap hari dan

tentukan kadar albumin serum

setiap minggu untuk memantau

status.

4. Konsulkan dengan perawat

spesialis atau dokter untuk

pengobatan luka.

1. Masukan cairan yang cukup dapat

merangsang keteraturan berkemih.

2. Sabun ringan (pH yang sesuai) dapat

mencegah rasa perih dan

ketidaknyamanan, menjaga kebersihan

kulit.

3. Nutrisi yang adekuat dapat

mempercepat proses penyembhan luka.

4. Membantu dalam pemecahan masalah

dan pemilihan obat yang tepat untuk

kebutuhan pasien.

64

2. Ketakutan b/d kondisi penyakit, lingkungan asing, perpisahan dengan sistem

pendukung, ketidaknyamanan.

Tujuan : Anak menunjukkan ketenangan yang adekuat

Kriteria Hasil :

a. Anak menunjukkan kecemasan yang minimum atau tidak sama sekali

b. Anak dapat berbaring dengan tenang

Intervensi Rasional

1. Orientasikan anak pada lingkungan yang

asing.

2. Berikan penjelasan kepada orang tua

mengenai penyakita anak, tindakan

pengobatan

3. Berikan penjelasan yang dapat diterima

oleha anak mengenai tindakan yang akan

dilakukan

4. Minta salah satu orang tua untuk tinggal

bersama untuk menemani anak selama

tinggal di RS

5. Tempatkan anak pada ruangan yang

tenang dengan distraksi yang minimun

1.Orientasi lingkunagn RS dapat

menurunkan rasa tidak aman pada anak

2. informasi adekuat yang didapatkan oleh

orang tua akan pemahaman pada orang

tua akan panyakit anaka sehingga orang

tua dapat memberikan ketenangan kepada

anak dan turut serta dalam tindakan.

3. Penjelasan dapat menurunkan ansietas

pada anak sehingga anak lebih koperatif

dalam tindakan

4. Untuk memberikan rasa aman pada anak

5. Meningkatkan relaksasi sehingga

mendorong anak untuk tidur tenang

dengan rasa nyaman.

3. Risiko infeksi b.d tempat masuknya organisme sekunder akibat : adanya saluran

invasif.

Tujuan : Anak menunjukkan penyembuhan luka tanpa adanya tanda-tanda infeksi

Kriteria Hasil :

a. Skotum tidak kemerahan

b. Suhu tubuh normal (rectal kurand dari 37 C)

c. Anak tidak menunjukkan tanda infeksi

65

Intervensi Rasional

1. Lakukan perawatan luka pada skrotum

dengan steril

2. Informasikan kepada keluarga untuk

menjaga kebersihan Anus dan menjaga

agar skrotum anak tetep dalam kondisi

kering, segera ganti popok apabila sudah

basah

3. Pantau adanya tanda-tanda infeksi

(pus,demam dll)

4. Pertahankan asupan kalori dan protein

dalam diet

1. Perawatan luka dengan prinsip steril

meminimalkan resiko infeksi karena

masuknya kuman

2. Peran serta keluarga dalam kebersihan

akan menjadi deteksi dini infeksi

3. Untk mengetahui adanya perubahan pada

luka untuk identifikasi awal dari infeksi

sekunder

4. diet yang bergizi akan mempercepat

proses penyembuhan

BAB IV

PENUTUP

66

4.1 Kesimpulan

1. Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra externa

terletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya yang

normal (ujung glans penis). Menurut letak orifisium uretra eksternum atau meatusnya

hipospadia diklasifikasikan menjadi tiga, antara lain tipe sederhana yaitu hipospadia

glandular, tipe penil atau midle yaitu hipospadia pene-escrotal dan yang terakhir tipe

posterior yaitu hipospadia perineal.

2. Penyebab dari hiposapadia ini sangat multifaktorial antara lain disebabkan oleh

gangguan dan ketidakseimbangan hormone, genetika dan lingkungan. Manifestasi

klinis yang disebabkan oleh hipospadia seperti Glans penis bentuknya lebih datar dan

ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra

eksternus, preputium tidak ada dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung

penis, adanya chordee, yaitu jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan

membentang hingga ke glans penis, teraba lebih keras dari jaringan sekitar dan

berbagai menifestasi klinis lainnya.

3. Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan prosedur pembedahan yang bertujuan

untuk merekontruksi penis menjadi lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal

atau dekat normal sehingga pancaran kencing arahnya kedepan. Keberhasilan

pembedahan atau operasi dipengaruhi oleh tipe hipospadia dan besar penis. Semakin

kecil penis dan semakin ke proksimal tipe hipospadia semakin sukar tehnik dan

keberhasilan operasinya.

4. Pada kasus di atas, orang tua kurang memberikan perhatian pada anaknya , hal ini

dilihat dari diagnosa hipospadia yang baru diketahui pada umur 2,5 tahun.

Keterlambatan ini tentunya dapat memberikan kemungkinan terjadinya komplikasi

lain dari manifestasi klinis yang ada, seperti yang terjadi pada An. X, skrotumnya

mengalami kemerahan karena kencinganya yang terus- terusan merembes.

4. 2 Saran

67

Kita sebagai perawat hendaknya memberikan penyuluhan dan informasi yang

adekuat terhadap orang tua mengenai penyakit ini, sehingga para orang tua memiliki

pengetahuanyang cukup. Selain it orang tua juga harus memberikan perhatian penuh

terhadap tumbuh kembang anak mereka dan dapat melakukan deteksi secara dini bila

terdapat kelainan pada anak mereka baik dalam segi fisik maupun mental.

68

Daftar Pustaka

Kuliahbidan. 2008. Hipospadia. Diakses dari http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/11/03/hipospadia-2/. pada 26 Maret 2010 pukul 19.15 WIB

Kuliahbidan. 2008. Hipospadia. Diakses dari http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/11/03/hipospadia/. pada 26 Maret 2010 pukul 19.25 WIB

Kuliahbidan. 2008. Hipospadia/ Hypoapadia. Diakses dari http://kuliahbidan.wordpress.com/2008/11/03/hipospadiahypoapadia/. pada 26 Maret 2010 pukul 19.05 WIB

Mansjoer, Arif, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2, Jakarta : Media Aesculapius.

Rikrifai, Nazri. 2009. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Anak Dengan Diagnosa Medis Hipospadia. Diakses dari http://nazriorikrifai.blogspot.com/2009/08/hipospadia_13.html pada 21 Maret 2010 pukul 21.00 WIB

Siswono. 2007. Demam Pada Anak. Diakses dari http://www.gizi.net/ pada tanggal 5

Maret 2019 pukul 21.15

69