KASUS KELOMPOK 3
-
Upload
anonymous-d7g9coms -
Category
Documents
-
view
90 -
download
8
description
Transcript of KASUS KELOMPOK 3
KASUS KELOMPOK 3
Tn anton 25 tahun seorang apoteker mendirikan apotek
dengan modal sendiri dan hutang, apotek sudah berjalan
selama 2 tahun tetapi omzet perbulan tidak lebih dari 20 jt,
punya 3 karyawan, pada suatu hari di datangi petugas dari
sebuah RSUD, menewarkan beberapa obat yang katanya obat
sisa pasien, dan dititipkan untuk di jualkan kembali karena
sudah tidak terpakai, beliau juga menawarkan kerja sama bila
ada resep dari rumah sakitnya akan diantarkan ke apotek,
dengan catatan beliau di beri jasa 15 %.
Bagai mana kajian saudara terhadap kasus
tersebut diatas, di tinjau dari sisi sumpah profesi, etika
farmasi dan peraturan dan perundang undangan yang
berlaku
1
PENJELASAN BERDASARKAN KODE
ETIK
MUKADIMAH
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajiban nya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa
Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA
BAB I
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Sumpah/Janji
Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker.
Pasal 2
Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3
Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4
Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5
2
Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6
Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Pasal 7
Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8
Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di Bidang Kesehatan pada umumnya dan di Bidang Farmasi pada khususnya.
BAB II
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PENDERITA
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asazi penderita dan melindungi makhluk hidup insani.
BAB III
KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 10
Setiap Apoteker harus memperlakukan Teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11
Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.
Pasal 12
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
BAB IV KEWAJIBAN APOTEKER/FARMASIS TERHADAP SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN
LAINNYA
3
Pasal 13
Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati
Sejawat Petugas Kesehatan.
Pasal 14
Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.
BAB V
PENUTUP
Pasal 15
Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun idtak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka Apoteker tersebut wajib mengakui danmenerima sanksi dari pemerintah, Ikatan/Organisasi Profesi Farmasi yang menanganinya yaitu ISFI dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Ditetapkan di Denpasar
Pada tanggal:18 Juni 2005
4
PASAL YANG TERKAIT
PASAL 1 dan PASAL 2
Pasal 1. Setiap Apoteker/Farmasis harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan
Sumpah Apoteker/Farmasis.
Oleh karena tanggung jawab profesi apoteker berhubungan dengan keselamatan dan
kehidupan manusia ciptaan Tuhan, maka seorang Apoteker tidak cukup berinteraksi
dengan manusia lainnya. Namun juga, seorang Apoteker harus menyatakan
janji/sumpahnya kepada Tuhan YME. Sumpah ini merupakan pencerminan niat yang
5
tulus suci dan kebulatan tekad bahwa ia sanggup dengan sepenuh hati untuk
menjalankan tugas kemanusiannya (apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya)
dengan baik.
Sumpah Apoteker merupakan hal yang fundamental di dalam awal seseorang memulai
hidupnya di dalam memasuki profesi Apoteker. Penting artinya ia bisa memahami, dan
kemudian mengamalkan apa yang ada dalam sumpah atau janjinya. Sehingga, tanpa
diawasi ataupun diperintah, ia bisa mengontrol dirinya sendiri untuk senantiasa
menjalankan tugas keprofesiannya dengan baik karena ia sudah mengucapkan
sumpah atau janjinya kepada Tuhan YME. Ia mengerti dan memahami itu merupakan
perjanjian sucinya dengan Tuhan YME.
Lafal sumpah yang diucapkan oleh Apoteker berisi tentang janjinya untuk :
membaktikan hidupnya guna kepentingan perikemanusiaan, terutama dalam bidang
kefarmasian; merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya karena pekerjaan dan
keilmuannya sebagai apoteker; tidak akan mempergunakan pengetahuan
kefarmasiannya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan
meskipun dia diancam; menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian ; didalam menunaikan kewajiban, saya
akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan
keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial. Serta
pernyataan bahwa ia mengikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan
dengan penuh keinsyafan.
Pasal 2. Setiap Apoteker/Farmasis harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan
mengamalkan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia
Seorang Apoteker dituntut untuk mengerti dan memahami kode etik Apoteker. Ia
benar-benar mengerti bahwa kode etik apoteker merupakan salah satu pedoman untuk
membatasi, mengatur, dan sebagai petunjuk baginya di dalam menjalankan profesinya
dengan baik dan benar serta tidak melakukan perbuatan tercela. Pemahamannya akan
membuatnya menghayati dan kemudian mengamalkan kode etik Apoteker Indonesia
dengan sungguh-sunguh, bukan sebagai formalitas atau beban. Ia mengerti
konsekuensi apabila ia tidak melaksanakan kode etik, baik konsekuensi untuk dunia
6
keprofesian apoteker di Indonesia, dirinya, teman sejawatnya, dan teman
sejawat tenaga kesehatan lainnya.
PASAL 3
Pada kasus tersebut tindakan tuan anton sebagai apoteker menyimpang dari kode
etik profesi apoteker pasal 3 karena setiap Apoteker dituntut untuk melaksanakan praktek
keprofesiannya secara profesional sesuai dengan standar kompetensi Apoteker sesuai lingkup
praktek kefarmasian yang dihadapinya. Standar kompetensi ini dirumuskan oleh organisasi
profesi dan diperbaharui sehingga kualitas praktek kefarmasian meningkat. Selain itu,
pedoman lain yang harus diperhatikan dalam menjalankan praktek kefarmasian adalah
senantiasa mengutamakan kepentingan kemanusiaan, dibandingkan kepentingan lainnya
Apoteker harus selalu menjalankan profesi sesuai standar kompetensi apoteker yang
telah ditetapkan dan dilandasi prinsip kemanusiaan. Secara etis epistemologis, apoteker harus
menyadari bahwa dia tidak hanya bekerja untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk masyarakat.
Seorang apoteker harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asazi
penderita dan melindungi makhluk hidup insani tanpa harus mengutamakan kepentingan
financial saja. Yang tampak pada kasus tersebut hanya untuk meningkatkan pendapatan tuan
anton menjual obat – obat sisa yang tidak tahu stabilitasnya masih bagus atau tidak . Hal
tersebut menunjukkan bahwa sebagai apoteker sebaiknya tidak hanya berfokus untuk
kepentingan pribadi namun lebih luas kepada kepentingan pasien untuk mencegah medication
7
error, menjaga keselamatan hidup pasien (patient safety) dan lebih lanjut meningkatkan QoL
(quality of life dari pasien).
Berdasarkan kebutuhan masyarakat akan jaminan mutu pekerjaan kefarmasian,
tuntutan pelayanan yang prima, dan adanya tantangan pada era global, serta adanya peraturan
perundangan tersebut diatas, maka dibutuhkan profesionalisme dari Apoteker.
Profesionalisme mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam bekerja, termasuk
melayani masyarakat. Profesionalisme Apoteker didasarkan pada pelaksanaan pekerjaan
sesuai Standar Profesi yang mencakup standar kompetensi kerja dan etika profesi. Apoteker
adalah suatu profesi yang sangat erat kaitannya dengan pelayanan kefarmasian pada
masyarakat. Apoteker sangat dituntut profesionalisme-nya agar pengabdian profesinya dapat
dipertanggung jawabkan. Penyelenggaraan praktek kefarmasian harus selalu dapat
memberikan perlindungan pada penerima jasa pelayanan kefarmasian, oleh karena itu
seorang apoteker harus selalu mempertahankan dan berupaya meningkatkan kompetensinya
serta mutu pelayanan kefarmasian. Pendidikan apoteker berkelanjutan merupakan salah satu
sistem pembelajaran seumur hidup yang diperoleh melalui suatu proses yang meliputi
berbagai pelatihan keprofesian setelah menyelesaikan pendidikan formal yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas profesi mencakup kompetensi, kemampuan, ketrampilan, sikap
dan prilaku profesi. Sehingga dalam penerapannya diperlukan kompetensi apoteker secara
professional. Bentuk implementasinya antara lain :
Setiap apoteker Indonesia harus mengerti, menghayati dan mengamalkan kompetensi
sesuai dengan standar kompetensi apoteker Indonesia. Kompetensi yang dimaksud
adalah: Keterampilan, sikap dan perilaku yang berdasarkan pada ilmu, hukum dan
etik.
Ukuran kompetensi seorang apoteker dinilai lewat uji kompetensi
Kepentingan kemanusiaan harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap tindakan
dan keputusan seorang apoteker Indonesia
Bilamana suatu sat seorang apoteker dihadapkan kepada konflik tanggung jawab
professional, maka dari berbagai opsi yang ada, seorang apoteker harus memilih
resiko yang paling kecil dan paling tepat untuk kepentingan pasien serta masyarakat
PASAL 5
8
Oleh karena jabatan kefarmasian yang diemban oleh seorang Apoteker harus
digunakan untuk mengabdikan ilmu dan profesinya pada masyarakat, maka tidak selayaknya
nama dan jabatan Apoteker dipergunakan untuk mencari keuntungan semata-mata,
penekanan pada bagian kalimat ”menjauhkan diri dari usaha-usaha untuk mencari
keuntungan dirinya semata-mata” disamping mengharuskan Apoteker menjauhkan diri dari
mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan usaha-usaha sekecil-kecilnya, juga
mengingatkan kepada Apoteker untuk tidak mengabaikan fungsi-fungsi sosialnya minimal
pada ruang lingkupnya sendiri, dengan memperhatikan kesejahteraan bagi karyawan-
karyawannya
Menurut pasal diatas seorang Apoteker tidak boleh melakukan usaha dengan mencari
keuntungan sendiri. Dari kasus diatas seorang Apoteker tersebut mencari keuntungan dengan
bekerjasama dengan petugas rumah sakit, padahal obat yang diberikan kepada Apoteker di
rumah sakit merupakan obat sisa dari pasien , sehingga kemungkinan obat tersebut rusak
atau tidak layak pakai bisa terjadi. Dan pada kasus diatas petugas rumah sakit meminta
keuntungan 15% dari jasa nya beliau mengantarkan obat ke Apotek. Hal tersebut sangat
bertentangan sekali dengan kode etik seorang Apoteker
Setelah lebih dari 40 tahun peran apoteker telah berubah dari penggerus dan peracik
obat menjadi manajer terapi obat. Tanggung jawab ini pun lama kelamaan meningkat lagi
dalam memberi dan menggunakan obat, kualitas obat harus diseleksi, disediakan, disimpan
didistribusikan, diracik dan diserahkan untuk meningkatkan kesehatan pasien dan tidak
menyakitinya. Perubahan kearah pharmaceutical care inilah yang menjadi adalah faktor yang
kritis dalam mengimplementasikan kode etik apoteker. Seorang apoteker harus merubah mind
set nya menjadi focus patient oriented. Tidak lebih mementingkan materi tetapi lebih
mengutamakan aplikasi teori. Seorang apoteker dalam tindakan profesionalnya harus
9
menghindari diri dari perbuatan yang akan merusak atau seseorang ataupun merugikan orang
lain. Bentuk implementtasi yang dapat dilakukan antara lain:
Seorang apoteker dalam menjalankan tugasnya dapat memperoleh imbalan dari pasien
dan masyarakat atas jasa yang diberikannya dengan tetap memegang teguh kepada
prinsip mendahulukan kepentingan pasien.
Besarnya jasa pelayanan ditetapkan dalam peraturan organisasi.
PASAL 6
Pasal 6. Seorang Apoteker/Farmasis harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi
orang lain.
Di dalam hal ini seorang Apoteker dituntut untuk berperilaku yang sebaik-baiknya di
masyarakat, di lingkungan kerja dan khususnya di lingkungan kerja bidang kesehatan
karena seorang Apoteker harus mampu menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Untuk itu perlu dirintis usaha pelaksanaannya oleh setiap Apoteker antara lain dengan
melaksanakan tugas yang telah diberikan kepadanya dengan sebaik-baiknya.
PASAL 9
10
Pada kasus tersebut tindakan tuan anton sebagai apoteker menyimpang dari kode
etik profesi apoteker karena :
Apoteker haruslah mampu memilah mana yang harus diutamakan. Mengingat
perannya yang penting dalam peredaran obat serta profesi ini sebagai satu-satunya pihak yang
berkompeten, maka ia harus bisa mengutamakan kepentingan kesehatan masyarakat
dibanding kepentingan perseorangan dan kelompok tertentu saja. Ia juga harus menghormati
hak penderita untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kondisinya.
Oleh karena Apoteker merupakan orang yang mengerti bahaya penggunaan obat dan
penyalahgunaan obat disamping kemanfaatan obat , maka ia harus berusaha memilihkan obat
yang baik, aman, dan rasional, serta kemanfaatannya lebih besar daripada resikonya.
Sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan juga menigkatkan tingkat kesehatan
masyarakat pada umumnya.
Secara farmasetis, sebuah obat sudah di design sedemikian rupa agar saat dikeluarkan
dari kemasan, obat masih bisa dikonsumsi tanpa mengalami kerusakan bentuk sediaan dan
zat aktif masih berefek. Sedangkan “obat bekas” tentunya tidak dapat dijamin keutuhannya.
Dikhawatirkan, obat bejas tersebut telah rusak dan dapat merugikan pasien. Hal ini
bertentangan dengan Kode etik pasal 9, dimana seorang Apoteker, haruslah melindungi
makhluk hidup insani.
11
Secara naluriyah-pun, seorang penderita, akan menghendaki Obat yang baru ketika
membeli obat,, bukan obat yang bekas. Karena itu, tindakan Tn. Anton telah melanggar hak
azasi penderita, karena telah memberikan obat baru yang palsu.
PASAL 11
Apabila seorang Apoteker mendengar atau melihat sejawatnya diduga melakukan
pelanggaran Kode Etik, maka tindakan pertama yang harus dilakukan adalah menanyakan
dan memberi nasehat dengan cara-cara yang baik. Apabila hal itu telah dilakukan berkali-kali
dan tidak berhasil, maka seorang Apoteker wajib melaporkan kepada pengurus BPC dan
atau Majelis Pembina Etik Apoteker Daerah untuk diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Antar seprofesi apoteker harus saling mengingatkan dalam pekerjaan kefarmasian
dalam menjaga keprofesian apoteker. Dari kasus diatas bahwa seorang apoteker akan menjual
obat sisa dari pasien yang menginginkan keuntungan. Sebaiknya kita sebagai sesama
apoteker mengingatkan dalam masalah ini. Bahwa hal tersebut tidak sebaiknya dilakukan, hal
tersebut menyimpang dengan kode etik apoteker dan juga sumpah apoteker.
PASAL 14
Seharusnya apoteker tidak menerima penawaran dari petugas RSUD tersebut.
- Apoteker harus mengkomunikasikan dengan baik kepada petugas RSUD, bahwa
penawarannya telah melanggar kode etik profesi apoteker. Apoteker dapat memberi saran
12
kepada petugas RSUD sebaiknya Obat sisa pasien diserahkan kepada pasien atau di retur
(diuangkan kembali) atas persetujuan pasien.
- Terkait penawaran kerja sama perihal resep dari rumah sakit akan diantarkan ke apotek,
dengan catatan petugas RSUD di beri jasa 15 %, apoteker juga harus bisa menolak secara
halus dan menjelaskan bahwa apoteker dalam menjalankan profesinya tidak mencari
keuntungan semata tetapi berdasarkan prinsip kemanusiaan.
Jika hal itu tetap diterima apoteker maka pihak yang dirugikan disini adalah pasien,
karena dengan pemberikan jasa 15% kepada petugas RSUD, otomatis harga obat akan
lebih tinggi dari harga aslinya.
- Hal yang dilakukan apoteker di atas merupakan upaya untuk tetap menjaga kepercayaan
masyarakat khususnya para pasien terhadap pelayanan apoteker dan para petugas
kesehatan, sehingga pasien tidak merasa dirugikan.
PASAL 15
Kewajiban mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia ini berlaku setiap saat bagi
setiap Apoteker dalam menjalankan tugas kefarmasiannya untuk menjamin pelayanan yang
diberikannya dan menjaga profesinya. Setiap Apoteker yang melakukan pelanggaran wajib
mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang
menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa
sebagai suatu ikatan yang kuat dan konsekuensi dari perbuatan yang dilakukannya. Ini
13
berarti, dia tidak boleh mengingkari pelanggaran yang dia lakukan. Dengan demikian
diharapkan tidak akan terjadi pelanggaran Kode Etik.
PENJELASAN BERDASARKAN
SUMPAH APOTEKER
PP 20/1962, LAFAL SUMPAH JANJI APOTEKER
Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor:20 TAHUN 1962 (20/1962)
Tanggal:20 SEPTEMBER 1962 (JAKARTA)
Tentang:LAFAL SUMPAH JANJI APOTEKER
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang: perlu menetapkan lafal sumpah/janji apoteker: teker;
Mengingat :
1. pasal 5 ayat 2 Undang-undang Dasar:2. pasal 10 ayat (3) Undang-undang No. 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan
(Lembaran-Negara tahun 1960 No.131);
Mendengar : Menteri Pertama , Wakil Menteri Pertama Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Kesehatan dan Menteri Kehakiman :
Memutuskan :
14
Menetapkan : Peraturan Pemerintah tentang lafal sumpah/janji apoteker.
Pasal 1.
1) Sebelum seorang Apoteker melakukan jabatannya, maka ia harus mengucapkan sumpah menurut cara agama yang dipeluknya, atau mengucapkan janji, Ucapan sumpah dimulai dengan kata-kata "Demi Allah" bagi mereka yang beragama Islam, dan sumpah untuk agama lain, pemakaian kata-kata "Demi Allah" disesuaikan dengan kebiasaan agama masing-masing.
2) Sumpah/janji itu berbunyi sebagai berikut:
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan, terutama dalam bidang kesehatan:
2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai apoteker;
3. Sekalipun diancam,saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefar masian
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berihtiar dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik,Kepartaian atau *16034 Kedudukan Sosial:
6. Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh keinsyafan.
Pasal 2.
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahunya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta. pada tanggal 20 September 1962. Presiden Republik Indonesia.
SUKARNO.
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 September 1962. Sekretaris Negara,
MOHD. ICHSAN.
PASAL YANG TERKAIT
PASAL 3
Pada kasus tersebut tindakan tuan anton sebagai apoteker melanggar sumpah apoteker point
3 yang berbunyi :
“Sekalipun diancam,saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kefarmasian saya
untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan”;
Pada kasus tersebut tuan Anton melakan tindakan yang bertentangan dengan hukum.
Secara diam – diam (tanpa persetujuan RS dan pasien yang memiliki obat sisa) dia menjual
kembali obat obat sisa yang meskipun tidak dipergunakan lagi namun itu bukan merupakan
hak dari petugas RSUD maupun apoteker untuk menjualnya kembali tanpa sepengetahuan
dari pihak terkait.
PASAL 4
15
“Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat
dan tradisi luhur jabatan kefarmasian”
Apoteker adalah suatu profesi yang mulia dimana sejak dahulu profesi apoteker juga
merupakan jabatan yang mengemban tugas kemanusiaan terutama di bidang kefarmasian,
seorang apoteker harusnya mempunyai prinsip untuk tetap berbuat sesuai aturan yang
ditetapkan karena martabat apoteker harus di junjung tinggi untuk tetap menjadi profesi yang
dihormato orang lain, maka jika kita menjadikan kepentingan pribadi di atas dasar
kemanusiaan atau orang lain maka tentu seorang apoteker telah melanggar sumpah ini,
karena sudah merendahakan martabat seorang apoteker dan melanggar aturan atau tradisi
luhur yang telah lama di jaga oleh apoteker – apoteker lain.
PASAL 5
“Dalam menunaikan kewajiban saya , saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh
supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik,
kepartaian atau kedudukan social”
Pada sumpah seorang Apoteker sudah dijelaskan bahwa Apoteker tidak boleh
terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan,kesukuan,politik,kepartaian atau
kedudukan sosial. Dari kasus diatas Apoteker mempunyai apotek yang bisa dibilang blm
terlalu memperoleh banyak untung dan kurang pendapatannya , karena itu beliau menerima
tawaran dari petugaj rumahsakit yang mengajak kerjasama, tetapi kasus diatas sangat
menyimpang dari sumpah seorang apoteker, karena melakukan kerjasama tidak sesuai
dengan kode etik dan menyimpang dari sumpah apoteker.
16
PENJELASAN BERDASARKAN UU
PP No. 72 tahun 1998
Tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan
Bagian keempat tentang penyaluran
Pasal 15
1) Penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh:
a. badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur dari Menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan
sediaan farmasi yang berupa bahan obat, obat dan alat kesehatan;
b. badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan sediaan farmasi
yang berupa obat tradisional dan kosmetika.
17
2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi perorangan untuk
Menyalurkan sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika dengan
jumlah komoditi yang terbatas dan/atau diperdagangkan secara langsung kepada
masyarakat.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penyaluran sediaan farmasi dan alat
kesehatan Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.72 tahun 1998, kasus tersebut tidak
dibenarkan karena penyaluran sediaan farmasi hanya dapat dilakukan oleh badan
usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur. Perorangan dapat menyalurkan
sediaan farmasi hanya yang berupa obat tradisional dan kosmetika dan itupun dalam
jumlah terbatas serta diperdagangkan langsung kepada masyarakat. Pada kasus
tersebut sediaan farmasi yang disalurkan berupa obat sisa pasien sehingga sangat
bertentangan dengan PP tersebut.
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN
NOMOR : HK.00.06.2.01571
TENTANG
PENYALURAN OBAT DAN KONTRASEPSI
Pertama : pedagang besar farmasi dan Apotik dapat menyalurkan obat/ alat
kontrasepsi langsung ke sarana pelayanan kesehatan dan bidan yang memiliki ijin
praktek, serta praktek dokter swasta.
Ketiga : pedagang besar farmasi dan apotik wajib melaporakan kegiatan
penyaluran obat /alat kontrasepsi sebagai maksud pada amar pertama kepada kantor
wilayah departemen kesehatan provinsi setempat setiap triwulan.
18
Kesimpulan : dari kasus3 diketahui bahwa seorang petugas dari RSUD
menawarkan untuk menyalurkan sisa obat di rumah sakit kepada Apotiknya sedangkan
pada keputusan diatas diketahui bahwa yang dapat menyalurkan obat hanya pedagang
besar farmasi dan apotik bukan perorangan.
PERATURAN PEMERINTAH NO.72 TAHUNG 1998
TENTANG PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN
PASAL 15
(1) Penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh:
a. badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur dari Menteri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk
menyalurkan sediaan farmasi yang berupa bahan obat, obat dan alat kesehatan;
b. badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan
sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi perorangan untuk
menyalurkan sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika dengan
jumlah komoditi yang terbatas dan/atau diperdagangkan secara langsung kepada
masyarakat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran sediaan farmasi dan alat
kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.
Kesimpulan :
Tidak boleh sembarang orang yang dapat menyalurkan obat. Hanya lembaga
tertentu yang memiliki izin dan terdaftar di menteri kesehatan, atau boleh perorangan
tetapi hanya berupa obat tradisional dan kosmetika dengan jumlah yang sedikit.
UU RI NO.7 TAHUN 1963
TENTANG FARMASI
Pasal 5
19
Dalam pasal ini terkandung maksud agar obat-obat, bahan-obat dan perbekalan
kesehatan terutama dibidang pengobatan dan kesehatan rakyat tidak dijadikan obyek
perdagangan. Sesuai dengan jiwa Undang-undang. Pokok Kesehatan Pemerintah berusaha
tercapainya penyebaran obat yang luas dan merata dengan harga yang serendah-rendahnya.
Yang dimaksud dengan "harga obat serendah-rendahnya" ialah harga yang ditetapkan
serendah mungkin atas dasar perhitungan mengindahkan kelangsungan produksi. Pada
umumnya didalam bidang farmasi, yang mencakup urusan ekonomi, mengindahkan
pelaksanaan "Deklarasi Ekonomi" tertanggal 28 Maret 1963.
Kesimpulan:
Dari kasus 3 terjadi penyimpangan, dimana obat-obatan dijadikan objek
perdagangan atas dasar mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini bertentangan
dengan undang-undang RI no.7 tahun 1963
DAFTAR PUSTAKA
Hanafiah, M.J., dan Amir, A., 1999, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 3,
EGC, Jakarta.
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia & Kode
etik Apoteker Indonesia, Hasil Kongres Nasional ISFI XV dan Kongres Ilmiah
ISFI XII Semarang, 4-6 juli 1996, Panitia Pelaksana Kongres Nasional ISFI XVI
dan Kongres Ilmiah ISFI XIII Tahun 2000.
Merrils, J. and Fisher, J., 1997, Pharmacy in Law and Practice, 2nd Edition, Blackwell
Science Inc
Sulasmono dan Srihartini, Y., 2005, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Apotek,
Penerbit Sanata Dharma, Yogyakarta
PP No. 72 tahun 1998. Tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Bagian
keempat tentang penyaluran
20
Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan Nomor : Hk.00.06.2.01571
Tentang Penyaluran Obat Dan Kontrasepsi
Peraturan Pemerintah No.72 Tahung 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan
Alat Kesehatan
UU RI No.7 Tahun 1963 tentang Farmasi
21