KASUS KELOMPOK 3

27
KASUS KELOMPOK 3 Tn anton 25 tahun seorang apoteker mendirikan apotek dengan modal sendiri dan hutang, apotek sudah berjalan selama 2 tahun tetapi omzet perbulan tidak lebih dari 20 jt, punya 3 karyawan, pada suatu hari di datangi petugas dari sebuah RSUD, menewarkan beberapa obat yang katanya obat sisa pasien, dan dititipkan untuk di jualkan kembali karena sudah tidak terpakai, beliau juga menawarkan kerja sama bila ada resep dari rumah sakitnya akan diantarkan ke apotek, dengan catatan beliau di beri jasa 15 %. Bagai mana kajian saudara terhadap kasus tersebut diatas, di tinjau dari sisi sumpah profesi, etika farmasi dan peraturan dan perundang undangan yang berlaku 1

description

gtntgt

Transcript of KASUS KELOMPOK 3

Page 1: KASUS KELOMPOK 3

KASUS KELOMPOK 3

Tn anton 25 tahun seorang apoteker mendirikan apotek

dengan modal sendiri dan hutang, apotek sudah berjalan

selama 2 tahun tetapi omzet perbulan tidak lebih dari 20 jt,

punya 3 karyawan, pada suatu hari di datangi petugas dari

sebuah RSUD, menewarkan beberapa obat yang katanya obat

sisa pasien, dan dititipkan untuk di jualkan kembali karena

sudah tidak terpakai, beliau juga menawarkan kerja sama bila

ada resep dari rumah sakitnya akan diantarkan ke apotek,

dengan catatan beliau di beri jasa 15 %.

Bagai mana kajian saudara terhadap kasus

tersebut diatas, di tinjau dari sisi sumpah profesi, etika

farmasi dan peraturan dan perundang undangan yang

berlaku

1

Page 2: KASUS KELOMPOK 3

PENJELASAN BERDASARKAN KODE

ETIK

MUKADIMAH

Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajiban nya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa

Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.

Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :

KODE ETIK APOTEKER INDONESIA

BAB I

KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1

Sumpah/Janji

Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker.

Pasal 2

Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.

Pasal 3

Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.

Pasal 4

Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.

Pasal 5

2

Page 3: KASUS KELOMPOK 3

Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.

Pasal 6

Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.

Pasal 7

Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.

Pasal 8

Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di Bidang Kesehatan pada umumnya dan di Bidang Farmasi pada khususnya.

BAB II

KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PENDERITA

Pasal 9

Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asazi penderita dan melindungi makhluk hidup insani.

BAB III

KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 10

Setiap Apoteker harus memperlakukan Teman Sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 11

Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.

Pasal 12

Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.

BAB IV KEWAJIBAN APOTEKER/FARMASIS TERHADAP SEJAWAT PETUGAS KESEHATAN

LAINNYA

3

Page 4: KASUS KELOMPOK 3

Pasal 13

Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati

Sejawat Petugas Kesehatan.

Pasal 14

Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.

BAB V

PENUTUP

Pasal 15

Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasiannya sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun idtak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka Apoteker tersebut wajib mengakui danmenerima sanksi dari pemerintah, Ikatan/Organisasi Profesi Farmasi yang menanganinya yaitu ISFI dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Ditetapkan di Denpasar

Pada tanggal:18 Juni 2005

4

Page 5: KASUS KELOMPOK 3

PASAL YANG TERKAIT

PASAL 1 dan PASAL 2

Pasal 1. Setiap Apoteker/Farmasis harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan

Sumpah Apoteker/Farmasis.

Oleh karena tanggung jawab profesi apoteker berhubungan dengan keselamatan dan

kehidupan manusia ciptaan Tuhan, maka seorang Apoteker tidak cukup berinteraksi

dengan manusia lainnya. Namun juga, seorang Apoteker harus menyatakan

janji/sumpahnya kepada Tuhan YME. Sumpah ini merupakan pencerminan niat yang

5

Page 6: KASUS KELOMPOK 3

tulus suci dan kebulatan tekad bahwa ia sanggup dengan sepenuh hati untuk

menjalankan tugas kemanusiannya (apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya)

dengan baik.

Sumpah Apoteker merupakan hal yang fundamental di dalam awal seseorang memulai

hidupnya di dalam memasuki profesi Apoteker. Penting artinya ia bisa memahami, dan

kemudian mengamalkan apa yang ada dalam sumpah atau janjinya. Sehingga, tanpa

diawasi ataupun diperintah, ia bisa mengontrol dirinya sendiri untuk senantiasa

menjalankan tugas keprofesiannya dengan baik karena ia sudah mengucapkan

sumpah atau janjinya kepada Tuhan YME. Ia mengerti dan memahami itu merupakan

perjanjian sucinya dengan Tuhan YME.

Lafal sumpah yang diucapkan oleh Apoteker berisi tentang janjinya untuk :

membaktikan hidupnya guna kepentingan perikemanusiaan, terutama dalam bidang

kefarmasian; merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya karena pekerjaan dan

keilmuannya sebagai apoteker; tidak akan mempergunakan pengetahuan

kefarmasiannya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan

meskipun dia diancam; menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan

martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian ; didalam menunaikan kewajiban, saya

akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan

keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial. Serta

pernyataan bahwa ia mengikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan

dengan penuh keinsyafan.

Pasal 2. Setiap Apoteker/Farmasis harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan

mengamalkan Kode Etik Apoteker/Farmasis Indonesia

Seorang Apoteker dituntut untuk mengerti dan memahami kode etik Apoteker. Ia

benar-benar mengerti bahwa kode etik apoteker merupakan salah satu pedoman untuk

membatasi, mengatur, dan sebagai petunjuk baginya di dalam menjalankan profesinya

dengan baik dan benar serta tidak melakukan perbuatan tercela. Pemahamannya akan

membuatnya menghayati dan kemudian mengamalkan kode etik Apoteker Indonesia

dengan sungguh-sunguh, bukan sebagai formalitas atau beban. Ia mengerti

konsekuensi apabila ia tidak melaksanakan kode etik, baik konsekuensi untuk dunia

6

Page 7: KASUS KELOMPOK 3

keprofesian apoteker di Indonesia, dirinya, teman sejawatnya, dan teman

sejawat tenaga kesehatan lainnya.

PASAL 3

Pada kasus tersebut tindakan tuan anton sebagai apoteker menyimpang dari kode

etik profesi apoteker pasal 3 karena setiap Apoteker dituntut untuk melaksanakan praktek

keprofesiannya secara profesional sesuai dengan standar kompetensi Apoteker sesuai lingkup

praktek kefarmasian yang dihadapinya. Standar kompetensi ini dirumuskan oleh organisasi

profesi dan diperbaharui sehingga kualitas praktek kefarmasian meningkat. Selain itu,

pedoman lain yang harus diperhatikan dalam menjalankan praktek kefarmasian adalah

senantiasa mengutamakan kepentingan kemanusiaan, dibandingkan kepentingan lainnya

Apoteker harus selalu menjalankan profesi sesuai standar kompetensi apoteker yang

telah ditetapkan dan dilandasi prinsip kemanusiaan. Secara etis epistemologis, apoteker harus

menyadari bahwa dia tidak hanya bekerja untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk masyarakat.

Seorang apoteker harus  mengutamakan kepentingan masyarakat dan menghormati hak asazi

penderita dan melindungi makhluk hidup insani tanpa harus mengutamakan kepentingan

financial saja. Yang tampak pada kasus tersebut hanya untuk meningkatkan pendapatan tuan

anton menjual obat – obat sisa yang tidak tahu stabilitasnya masih bagus atau tidak . Hal

tersebut menunjukkan bahwa sebagai apoteker sebaiknya tidak hanya berfokus untuk

kepentingan pribadi namun lebih luas kepada kepentingan pasien untuk mencegah medication

7

Page 8: KASUS KELOMPOK 3

error, menjaga keselamatan hidup pasien (patient safety) dan lebih lanjut meningkatkan QoL

(quality of life dari pasien).

Berdasarkan kebutuhan masyarakat akan jaminan mutu pekerjaan kefarmasian,

tuntutan pelayanan yang prima, dan adanya tantangan pada era global, serta adanya peraturan

perundangan tersebut diatas, maka dibutuhkan profesionalisme dari Apoteker.

Profesionalisme mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam bekerja, termasuk

melayani masyarakat. Profesionalisme Apoteker didasarkan pada pelaksanaan pekerjaan

sesuai Standar Profesi yang mencakup standar kompetensi kerja dan etika profesi. Apoteker

adalah suatu profesi yang sangat erat kaitannya dengan pelayanan kefarmasian pada

masyarakat. Apoteker sangat dituntut profesionalisme-nya agar pengabdian profesinya dapat

dipertanggung jawabkan. Penyelenggaraan praktek kefarmasian harus selalu dapat

memberikan perlindungan pada penerima jasa pelayanan kefarmasian, oleh karena itu

seorang apoteker harus selalu mempertahankan dan berupaya meningkatkan kompetensinya

serta mutu pelayanan kefarmasian.  Pendidikan apoteker berkelanjutan merupakan salah satu

sistem pembelajaran seumur hidup yang diperoleh melalui suatu proses yang meliputi

berbagai pelatihan keprofesian setelah menyelesaikan pendidikan formal yang bertujuan

untuk meningkatkan kualitas profesi mencakup kompetensi, kemampuan, ketrampilan, sikap

dan prilaku profesi. Sehingga dalam penerapannya diperlukan kompetensi apoteker secara

professional. Bentuk implementasinya antara lain :

Setiap apoteker Indonesia harus mengerti, menghayati dan mengamalkan kompetensi

sesuai dengan standar kompetensi apoteker Indonesia. Kompetensi yang dimaksud

adalah: Keterampilan, sikap dan perilaku yang berdasarkan pada ilmu, hukum dan

etik.

 Ukuran kompetensi seorang apoteker dinilai lewat uji kompetensi

Kepentingan kemanusiaan harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap tindakan

dan keputusan seorang apoteker Indonesia

Bilamana suatu sat seorang apoteker dihadapkan kepada konflik tanggung jawab

professional, maka dari berbagai opsi yang ada, seorang apoteker harus memilih

resiko yang paling kecil dan paling tepat untuk kepentingan pasien serta masyarakat

PASAL 5

8

Page 9: KASUS KELOMPOK 3

Oleh karena jabatan kefarmasian yang diemban oleh seorang Apoteker harus

digunakan untuk mengabdikan ilmu dan profesinya pada masyarakat, maka tidak selayaknya

nama dan jabatan Apoteker dipergunakan untuk mencari keuntungan semata-mata,

penekanan pada bagian kalimat ”menjauhkan diri dari usaha-usaha untuk mencari

keuntungan dirinya semata-mata” disamping mengharuskan Apoteker menjauhkan diri dari

mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan usaha-usaha sekecil-kecilnya, juga

mengingatkan kepada Apoteker untuk tidak mengabaikan fungsi-fungsi sosialnya minimal

pada ruang lingkupnya sendiri, dengan memperhatikan kesejahteraan bagi karyawan-

karyawannya

Menurut pasal diatas seorang Apoteker tidak boleh melakukan usaha dengan mencari

keuntungan sendiri. Dari kasus diatas seorang Apoteker tersebut mencari keuntungan dengan

bekerjasama dengan petugas rumah sakit, padahal obat yang diberikan kepada Apoteker di

rumah sakit merupakan obat sisa dari pasien , sehingga kemungkinan obat tersebut rusak

atau tidak layak pakai bisa terjadi. Dan pada kasus diatas petugas rumah sakit meminta

keuntungan 15% dari jasa nya beliau mengantarkan obat ke Apotek. Hal tersebut sangat

bertentangan sekali dengan kode etik seorang Apoteker

Setelah lebih dari 40 tahun peran apoteker telah berubah dari penggerus dan peracik

obat menjadi manajer terapi obat. Tanggung jawab ini pun lama kelamaan meningkat lagi

dalam memberi dan menggunakan obat, kualitas obat harus diseleksi, disediakan, disimpan

didistribusikan, diracik dan diserahkan untuk meningkatkan kesehatan pasien dan tidak

menyakitinya. Perubahan kearah pharmaceutical care inilah yang menjadi adalah faktor yang

kritis dalam mengimplementasikan kode etik apoteker. Seorang apoteker harus merubah mind

set nya menjadi focus patient oriented. Tidak lebih mementingkan materi tetapi lebih

mengutamakan aplikasi teori. Seorang apoteker dalam tindakan profesionalnya harus

9

Page 10: KASUS KELOMPOK 3

menghindari diri dari perbuatan yang akan merusak atau seseorang ataupun merugikan orang

lain. Bentuk implementtasi yang dapat dilakukan antara lain:

Seorang apoteker dalam menjalankan tugasnya dapat memperoleh imbalan dari pasien

dan masyarakat atas jasa yang diberikannya dengan tetap memegang teguh kepada

prinsip mendahulukan kepentingan pasien.

Besarnya jasa pelayanan ditetapkan dalam peraturan organisasi.

PASAL 6

Pasal 6. Seorang Apoteker/Farmasis harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi

orang lain.

Di dalam hal ini seorang Apoteker dituntut untuk berperilaku yang sebaik-baiknya di

masyarakat, di lingkungan kerja dan khususnya di lingkungan kerja bidang kesehatan

karena seorang Apoteker harus mampu menjadi contoh yang baik bagi orang lain.

Untuk itu perlu dirintis usaha pelaksanaannya oleh setiap Apoteker antara lain dengan

melaksanakan tugas yang telah diberikan kepadanya dengan sebaik-baiknya.

PASAL 9

10

Page 11: KASUS KELOMPOK 3

Pada kasus tersebut tindakan tuan anton sebagai apoteker menyimpang dari kode

etik profesi apoteker karena :

Apoteker haruslah mampu memilah mana yang harus diutamakan. Mengingat

perannya yang penting dalam peredaran obat serta profesi ini sebagai satu-satunya pihak yang

berkompeten, maka ia harus bisa mengutamakan kepentingan kesehatan masyarakat

dibanding kepentingan perseorangan dan kelompok tertentu saja. Ia juga harus menghormati

hak penderita untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kondisinya.

Oleh karena Apoteker merupakan orang yang mengerti bahaya penggunaan obat dan

penyalahgunaan obat disamping kemanfaatan obat , maka ia harus berusaha memilihkan obat

yang baik, aman, dan rasional, serta kemanfaatannya lebih besar daripada resikonya.

Sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan juga menigkatkan tingkat kesehatan

masyarakat pada umumnya.

Secara farmasetis, sebuah obat sudah di design sedemikian rupa agar saat dikeluarkan

dari kemasan, obat masih bisa dikonsumsi tanpa mengalami kerusakan bentuk sediaan dan

zat aktif masih berefek. Sedangkan “obat bekas” tentunya tidak dapat dijamin keutuhannya.

Dikhawatirkan, obat bejas tersebut telah rusak dan dapat merugikan pasien. Hal ini

bertentangan dengan Kode etik pasal 9, dimana seorang Apoteker, haruslah melindungi

makhluk hidup insani.

11

Page 12: KASUS KELOMPOK 3

Secara naluriyah-pun, seorang penderita, akan menghendaki Obat yang baru ketika

membeli obat,, bukan obat yang bekas. Karena itu, tindakan Tn. Anton telah melanggar hak

azasi penderita, karena telah memberikan obat baru yang palsu.

PASAL 11

Apabila seorang Apoteker mendengar atau melihat sejawatnya diduga melakukan

pelanggaran Kode Etik, maka tindakan pertama yang harus dilakukan adalah menanyakan

dan memberi nasehat dengan cara-cara yang baik. Apabila hal itu telah dilakukan berkali-kali

dan tidak berhasil, maka seorang Apoteker wajib melaporkan kepada pengurus BPC dan

atau Majelis Pembina Etik Apoteker Daerah untuk diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

Antar seprofesi apoteker harus saling mengingatkan dalam pekerjaan kefarmasian

dalam menjaga keprofesian apoteker. Dari kasus diatas bahwa seorang apoteker akan menjual

obat sisa dari pasien yang menginginkan keuntungan. Sebaiknya kita sebagai sesama

apoteker mengingatkan dalam masalah ini. Bahwa hal tersebut tidak sebaiknya dilakukan, hal

tersebut menyimpang dengan kode etik apoteker dan juga sumpah apoteker.

PASAL 14

Seharusnya apoteker tidak menerima penawaran dari petugas RSUD tersebut.

- Apoteker harus mengkomunikasikan dengan baik kepada petugas RSUD, bahwa

penawarannya telah melanggar kode etik profesi apoteker. Apoteker dapat memberi saran

12

Page 13: KASUS KELOMPOK 3

kepada petugas RSUD sebaiknya Obat sisa pasien diserahkan kepada pasien atau di retur

(diuangkan kembali) atas persetujuan pasien.

- Terkait penawaran kerja sama perihal resep dari rumah sakit akan diantarkan ke apotek,

dengan catatan petugas RSUD di beri jasa 15 %, apoteker juga harus bisa menolak secara

halus dan menjelaskan bahwa apoteker dalam menjalankan profesinya tidak mencari

keuntungan semata tetapi berdasarkan prinsip kemanusiaan.

Jika hal itu tetap diterima apoteker maka pihak yang dirugikan disini adalah pasien,

karena dengan pemberikan jasa 15% kepada petugas RSUD, otomatis harga obat akan

lebih tinggi dari harga aslinya.

- Hal yang dilakukan apoteker di atas merupakan upaya untuk tetap menjaga kepercayaan

masyarakat khususnya para pasien terhadap pelayanan apoteker dan para petugas

kesehatan, sehingga pasien tidak merasa dirugikan.

PASAL 15

Kewajiban mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia ini berlaku setiap saat bagi

setiap Apoteker dalam menjalankan tugas kefarmasiannya untuk menjamin pelayanan yang

diberikannya dan menjaga profesinya. Setiap Apoteker yang melakukan pelanggaran wajib

mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang

menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa

sebagai suatu ikatan yang kuat dan konsekuensi dari perbuatan yang dilakukannya. Ini

13

Page 14: KASUS KELOMPOK 3

berarti, dia tidak boleh mengingkari pelanggaran yang dia lakukan. Dengan demikian

diharapkan tidak akan terjadi pelanggaran Kode Etik.

PENJELASAN BERDASARKAN

SUMPAH APOTEKER

PP 20/1962, LAFAL SUMPAH JANJI APOTEKER

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor:20 TAHUN 1962 (20/1962)

Tanggal:20 SEPTEMBER 1962 (JAKARTA)

Tentang:LAFAL SUMPAH JANJI APOTEKER

Presiden Republik Indonesia,

Menimbang: perlu menetapkan lafal sumpah/janji apoteker: teker;

Mengingat :

1. pasal 5 ayat 2 Undang-undang Dasar:2. pasal 10 ayat (3) Undang-undang No. 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan

(Lembaran-Negara tahun 1960 No.131);

Mendengar : Menteri Pertama , Wakil Menteri Pertama Bidang Kesejahteraan Rakyat, Menteri Kesehatan dan Menteri Kehakiman :

Memutuskan :

14

Page 15: KASUS KELOMPOK 3

Menetapkan : Peraturan Pemerintah tentang lafal sumpah/janji apoteker.

Pasal 1.

1) Sebelum seorang Apoteker melakukan jabatannya, maka ia harus mengucapkan sumpah menurut cara agama yang dipeluknya, atau mengucapkan janji, Ucapan sumpah dimulai dengan kata-kata "Demi Allah" bagi mereka yang beragama Islam, dan sumpah untuk agama lain, pemakaian kata-kata "Demi Allah" disesuaikan dengan kebiasaan agama masing-masing.

2) Sumpah/janji itu berbunyi sebagai berikut:

1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan, terutama dalam bidang kesehatan:

2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan keilmuan saya sebagai apoteker;

3. Sekalipun diancam,saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan;

4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefar masian

5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berihtiar dengan sungguh-sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan Keagamaan, Kebangsaan, Kesukuan, Politik,Kepartaian atau *16034 Kedudukan Sosial:

6. Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh keinsyafan.

Pasal 2.

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahunya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta. pada tanggal 20 September 1962. Presiden Republik Indonesia.

SUKARNO.

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 September 1962. Sekretaris Negara,

MOHD. ICHSAN.

PASAL YANG TERKAIT

PASAL 3

Pada kasus tersebut tindakan tuan anton sebagai apoteker melanggar sumpah apoteker point

3 yang berbunyi :

“Sekalipun diancam,saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kefarmasian saya

untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan”;

Pada kasus tersebut tuan Anton melakan tindakan yang bertentangan dengan hukum.

Secara diam – diam (tanpa persetujuan RS dan pasien yang memiliki obat sisa) dia menjual

kembali obat obat sisa yang meskipun tidak dipergunakan lagi namun itu bukan merupakan

hak dari petugas RSUD maupun apoteker untuk menjualnya kembali tanpa sepengetahuan

dari pihak terkait.

PASAL 4

15

Page 16: KASUS KELOMPOK 3

“Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat

dan tradisi luhur jabatan kefarmasian”

Apoteker adalah suatu profesi yang mulia dimana sejak dahulu profesi apoteker juga

merupakan jabatan yang mengemban tugas kemanusiaan terutama di bidang kefarmasian,

seorang apoteker harusnya mempunyai prinsip untuk tetap berbuat sesuai aturan yang

ditetapkan karena martabat apoteker harus di junjung tinggi untuk tetap menjadi profesi yang

dihormato orang lain, maka jika kita menjadikan kepentingan pribadi di atas dasar

kemanusiaan atau orang lain maka tentu seorang apoteker telah melanggar sumpah ini,

karena sudah merendahakan martabat seorang apoteker dan melanggar aturan atau tradisi

luhur yang telah lama di jaga oleh apoteker – apoteker lain.

PASAL 5

“Dalam menunaikan kewajiban saya , saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh

supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik,

kepartaian atau kedudukan social”

Pada sumpah seorang Apoteker sudah dijelaskan bahwa Apoteker tidak boleh

terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan,kesukuan,politik,kepartaian atau

kedudukan sosial. Dari kasus diatas Apoteker mempunyai apotek yang bisa dibilang blm

terlalu memperoleh banyak untung dan kurang pendapatannya , karena itu beliau menerima

tawaran dari petugaj rumahsakit yang mengajak kerjasama, tetapi kasus diatas sangat

menyimpang dari sumpah seorang apoteker, karena melakukan kerjasama tidak sesuai

dengan kode etik dan menyimpang dari sumpah apoteker.

16

Page 17: KASUS KELOMPOK 3

PENJELASAN BERDASARKAN UU

PP No. 72 tahun 1998

Tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan

Bagian keempat tentang penyaluran

Pasal 15

1) Penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh:

a. badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur dari Menteri sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan

sediaan farmasi yang berupa bahan obat, obat dan alat kesehatan;

b. badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan sediaan farmasi

yang berupa obat tradisional dan kosmetika.

17

Page 18: KASUS KELOMPOK 3

2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi perorangan untuk

Menyalurkan sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika dengan

jumlah komoditi yang terbatas dan/atau diperdagangkan secara langsung kepada

masyarakat.

3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara penyaluran sediaan farmasi dan alat

kesehatan Sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.72 tahun 1998, kasus tersebut tidak

dibenarkan karena penyaluran sediaan farmasi hanya dapat dilakukan oleh badan

usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur. Perorangan dapat menyalurkan

sediaan farmasi hanya yang berupa obat tradisional dan kosmetika dan itupun dalam

jumlah terbatas serta diperdagangkan langsung kepada masyarakat. Pada kasus

tersebut sediaan farmasi yang disalurkan berupa obat sisa pasien sehingga sangat

bertentangan dengan PP tersebut.

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

NOMOR : HK.00.06.2.01571

TENTANG

PENYALURAN OBAT DAN KONTRASEPSI

Pertama : pedagang besar farmasi dan Apotik dapat menyalurkan obat/ alat

kontrasepsi langsung ke sarana pelayanan kesehatan dan bidan yang memiliki ijin

praktek, serta praktek dokter swasta.

Ketiga : pedagang besar farmasi dan apotik wajib melaporakan kegiatan

penyaluran obat /alat kontrasepsi sebagai maksud pada amar pertama kepada kantor

wilayah departemen kesehatan provinsi setempat setiap triwulan.

18

Page 19: KASUS KELOMPOK 3

Kesimpulan : dari kasus3 diketahui bahwa seorang petugas dari RSUD

menawarkan untuk menyalurkan sisa obat di rumah sakit kepada Apotiknya sedangkan

pada keputusan diatas diketahui bahwa yang dapat menyalurkan obat hanya pedagang

besar farmasi dan apotik bukan perorangan.

PERATURAN PEMERINTAH NO.72 TAHUNG 1998

TENTANG PENGAMANAN SEDIAAN FARMASI DAN ALAT KESEHATAN

PASAL 15

(1) Penyaluran sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat dilakukan oleh:

a. badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur dari Menteri sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk

menyalurkan sediaan farmasi yang berupa bahan obat, obat dan alat kesehatan;

b. badan usaha yang telah memiliki izin sebagai penyalur sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk menyalurkan

sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan bagi perorangan untuk

menyalurkan sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika dengan

jumlah komoditi yang terbatas dan/atau diperdagangkan secara langsung kepada

masyarakat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran sediaan farmasi dan alat

kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri.

Kesimpulan :

Tidak boleh sembarang orang yang dapat menyalurkan obat. Hanya lembaga

tertentu yang memiliki izin dan terdaftar di menteri kesehatan, atau boleh perorangan

tetapi hanya berupa obat tradisional dan kosmetika dengan jumlah yang sedikit.

UU RI NO.7 TAHUN 1963

TENTANG FARMASI

Pasal 5

19

Page 20: KASUS KELOMPOK 3

Dalam pasal ini terkandung maksud agar obat-obat, bahan-obat dan perbekalan

kesehatan terutama dibidang pengobatan dan kesehatan rakyat tidak dijadikan obyek

perdagangan. Sesuai dengan jiwa Undang-undang. Pokok Kesehatan Pemerintah berusaha

tercapainya penyebaran obat yang luas dan merata dengan harga yang serendah-rendahnya.

Yang dimaksud dengan "harga obat serendah-rendahnya" ialah harga yang ditetapkan

serendah mungkin atas dasar perhitungan mengindahkan kelangsungan produksi. Pada

umumnya didalam bidang farmasi, yang mencakup urusan ekonomi, mengindahkan

pelaksanaan "Deklarasi Ekonomi" tertanggal 28 Maret 1963.

Kesimpulan:

Dari kasus 3 terjadi penyimpangan, dimana obat-obatan dijadikan objek

perdagangan atas dasar mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Hal ini bertentangan

dengan undang-undang RI no.7 tahun 1963

DAFTAR PUSTAKA

Hanafiah, M.J., dan Amir, A., 1999, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan Edisi 3,

EGC, Jakarta.

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia & Kode

etik Apoteker Indonesia, Hasil Kongres Nasional ISFI XV dan Kongres Ilmiah

ISFI XII Semarang, 4-6 juli 1996, Panitia Pelaksana Kongres Nasional ISFI XVI

dan Kongres Ilmiah ISFI XIII Tahun 2000.

Merrils, J. and Fisher, J., 1997, Pharmacy in Law and Practice, 2nd Edition, Blackwell

Science Inc

Sulasmono dan Srihartini, Y., 2005, Kumpulan Peraturan Perundang-undangan Apotek,

Penerbit Sanata Dharma, Yogyakarta

PP No. 72 tahun 1998. Tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Bagian

keempat tentang penyaluran

20

Page 21: KASUS KELOMPOK 3

Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan Nomor : Hk.00.06.2.01571

Tentang Penyaluran Obat Dan Kontrasepsi

Peraturan Pemerintah No.72 Tahung 1998 Tentang Pengamanan Sediaan Farmasi Dan

Alat Kesehatan

UU RI No.7 Tahun 1963 tentang Farmasi

21