KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi...

98
KAJIAN EKONOMI REGIONAL TRIWULAN IV KAJIAN EKONOMI REGIONAL 2010

Transcript of KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi...

Page 1: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

TRIWULAN IV

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

2010

Page 2: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

VISI BANK INDONESIA :

“Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara

nasional maupun internasional melalui penguatan nilai-nilai

strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi

yang rendah dan stabil”

MISI BANK INDONESIA :

“Mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah melalui

pemeliharaan kestabilan moneter dan pengembangan stabilitas

sistem keuangan untuk pembangunan nasional jangka panjang yang

berkesinambungan”

NILAI-NILAI STRATEGIS ORGANISASI BANK INDONESIA :

“Nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen, dan

pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas

Kompetensi, Integritas, Transparansi, Akuntabilitas, dan

Kebersamaan”

Page 3: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kata Pengantar

iii

BUKU Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Riau ini merupakan terbitan rutin

triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi

Riau. Terbitan kali ini memberikan gambaran perkembangan ekonomi dan

perbankan di Provinsi Riau pada triwulan IV – 2010 dengan penekanan kajian pada

kondisi ekonomi makro regional (PDRB dan Keuangan Daerah), Inflasi, Moneter

dan Perbankan, Sistem Pembayaran, Kesejahteraan dan Perkiraan Perkembangan

Ekonomi Daerah pada triwulan I-2011. Analisis dilakukan berdasarkan data laporan

bulanan bank umum dan BPR, data ekspor-impor yang diolah oleh Kantor Pusat

Bank Indonesia, data PDRB dan inflasi yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS)

Provinsi Riau, serta data dari instansi/lembaga terkait lainnya.

Tujuan dari penyusunan buku KER ini adalah untuk memberikan informasi kepada

stakeholders tentang perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Riau,

dengan harapan kajian tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu sumber

referensi bagi para pemangku kebijakan, akademisi, masyarakat, dan pihak-pihak

lain yang membutuhkan.

Kami menyadari masih banyak hal yang harus dilakukan untuk menyempurnakan

buku ini. Oleh karena itu kritik, saran, dukungan penyediaan data dan informasi

sangat diharapkan.

Pekanbaru, 9 Februari 2011

BANK INDONESIA PEKANBARU

ttd

Hari Utomo Pemimpin

KATA PENGANTAR

Page 4: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

xiv

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV

MAKRO

Indeks Harga Konsumen : 113,39 112,78 114,70 115,04 115,95 117,95 120,11 123,09

Laju Inflasi Tahunan (yoy, %) : 6,99 3,68 2,20 1,94 2,26 4,58 4,72 6,99

PDRB - harga konstan (Rp miliar )

- Pertanian 3.872,05 3.991,50 4.080,01 4.127,57 3.987,44 4.114,33 4.276,60 4.327,99

- Pertambangan & Pengganlian 11.690,21 11.764,91 11.717,11 11.715,53 11.712,54 11.896,90 11.921,22 12.027,16

- Industri Pengolahan 2.505,22 2.538,55 2.623,99 2.740,27 2.630,32 2.689,07 2.827,62 2.957,26

- Listrik, gas dan Air Besih 50,73 50,88 50,09 52,33 52,66 53,46 54,54 54,75

- Bangunan 762,08 787,16 820,00 864,46 831,72 861,72 894,38 931,68

- Perdagangan, Hotel, dan restoran 1.964,70 2.018,49 2.107,90 2.079,68 2.122,77 2.215,60 2.329,28 2.333,78

- Pengangkutan dan Komunikasi 675,74 683,53 702,58 726,29 729,66 747,80 782,05 791,46

- Keuangan, Persewaan, dan Jasa 302,45 305,11 320,02 339,06 329,47 336,61 352,54 369,69

- Jasa 1.144,41 1.151,84 1.210,81 1.248,98 1.236,79 1.253,75 1.319,49 1.347,57

Pertumbuhan PDRB (yoy %, dengan migas) 5,17 2,18 1,60 3,03 2,90 3,77 4,76 5,22

Pertumbuhan PDRB (yoy %, tanpa migas) 6,67 6,55 5,70 7,33 6,01 6,75 7,95 7,84

Nilai Ekspor Migas (Juta USD) 1.465,01 1.772,53 1.971,47 2.356,73 1.929,39 1.982,19 2.681,60 3.545,15

Volume Ekspor Migas (ribu Ton) 3.419,71 3.388,69 3.903,25 4.263,49 3.539,91 3.411,22 4.255,03 4.717,67

Nilai Impor Migas (Juta USD) 205,75 298,82 841,89 276,22 278,22 329,62 312,62 314,14

Volume Impor Migas (ribu Ton) 263,55 339,62 530,70 457,65 619,89 592,55 773,73 589,86

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III Tw IV

Bank Umum (dalam Rp triliun) :

Total Aset 37,56 40,61 39,34 38,89 41,60 41,46 43,75 44,22

DPK 31,82 33,71 31,63 30,88 33,87 34,32 35,39 37,01

- Giro 9,98 10,93 8,80 7,08 9,66 9,56 9,46 9,20

- Tabungan 12,57 13,17 13,66 15,42 14,50 15,34 16,14 18,41

- Deposito 9,27 9,62 9,17 8,38 9,71 9,42 9,79 9,40

Kredit - berdasarkan lokasi proyek 34,67 32,32 33,58 35,36 35,20 38,06 41,37 43,38

LDR - Lokasi Proyek (%) 109 95,89 106,16 114,50 103,92 110,92 116,91 117,19

Kredit 20,73 22,26 23,15 24,08 24,90 26,38 27,47 28,86

- Modal Kerja 7,32 7,89 8,45 8,80 8,45 8,80 10,13 10,69

- Investasi 5,84 6,21 6,42 6,67 7,28 7,94 7,29 7,78

- Konsumsi 7,54 8,16 8,28 8,60 9,18 9,65 10,05 10,39

- LDR (%) 65,17 66,03 73,20 77,98 73,52 76,88 77,64 77,97

- NPL (%) 2,79% 2,76% 2,80% 2,41% 2,67% 3,28% 3,17% 2,34%

Kredit UMKM (Rp triliun ) 15,29 16,59 17,37 18,11 18,38 20,02 20,98 21,85

- Kredit Modal Kerja 5,17 5,68 6,07 6,34 6,20 6,71 7,83 8,06

- Kredit Investasi 2,59 2,77 3,02 3,19 3,37 3,71 3,17 3,42

- Kredit Konsumsi 7,53 8,14 8,27 8,58 8,81 9,60 9,98 10,37

NPL MKM (%) 2,68% 2,51% 2,61% 2,36% 2,67% 2,55% 2,74% 2,36%

BPR (dalam Rp miliar)

Total Aset 542,76 577,19 613,88 640,26 651,55 670,79 721,20 858,04

DPK 382,02 379,06 412,23 419,36 455,53 470,82 503,97 537,00

Kredit - berdasarkan lokasi proyek 353,33 379,26 391,86 398,67 428,25 468,47 495,77 515,00

Rasio NPL 7,75 7,25 8,86 7,16 8,24 7,82 9,38 7,98

LDR 92,49 96,23 87,31 91,82 94,01 99,50 98,37 95,90

*) SBH 2007

2009

B. PERBANKAN

INDIKATOR2009 2010

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

A. INFLASI DAN PDRB

INDIKATOR2010

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

Page 5: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

1

I. GAMBARAN UMUM

Perekonomian Riau pada triwulan laporan mencatat perkembangan yang

menggembirakan dengan sumber pertumbuhan yang lebih merata dan

berkualitas. Pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan laporan mengalami

pertumbuhan tertinggi selama tahun 2010, bahkan melebihi proyeksi Bank

Indonesia yang berada pada kisaran 3%. Hal ini tidak dari terlepas

perkembangan ekonomi nasional yang menunjukkan peningkatan serta

stabilitas sistem keuangan yang semakin terkendali.

RINGKASAN EKSEKUTIF

Perekonomian Riau triwulan laporan mencatat pertumbuhan tertinggi selama tahun 2010

Page 6: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

2

II. ASSESMEN MAKROEKONOMI REGIONAL

• Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan IV-2010 secara umum

menunjukkan hal yang menggembirakan. Pada triwulan laporan,

pertumbuhan ekonomi mencatat pertumbuhan tertinggi selama tahun

2010 yaitu sebesar 5,22%, bahkan jauh diatas pertumbuhan selama tahun

2009 serta melebihi perkiraan semula yang berkisar 3%. Dengan

mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau juga cukup tinggi

yaitu mencapai 7,84%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan nasional

meskipun sedikit melambat dibanding triwulan III.-2010 yang mencapai

7,95%.

• Menurut sisi penggunaan, permintaan domestik masih menjadi penopang

utama pertumbuhan triwulan IV-10, khususnya konsumsi rumah tangga

dan investasi non migas. Relatif tingginya peran kedua komponen tersebut

diperkirakan terkait dengan percepatan pembangunan infrastruktur fisik

pendukung PON yang masih berlangsung sehingga turut memberikan

lapangan kerja baru bagi masyarakat Riau. Selain itu, meningkatnya harga

komoditas energi di pasar dunia diperkirakan juga turut memberikan

dorongan yang cukup signifikan bagi kinerja perdagangan eksternal Riau.

• Pada sisi sektoral, berbeda dibanding triwulan-triwulan sebelumnya, sektor

tradables terutama sektor pertambangan menjadi motor penggerak utama

pertumbuhan ekonomi Riau dengan sumbangan sebesar 1,30%.

Peningkatan ini diindikasikan berkaitan erat dengan optimalisasi produksi

sumur minyak yang telah ada khususnya di wilayah Bengkalis yang

merupakan penghasil minyak terbesar di Provinsi Riau. Hal ini berada diluar

prakiraan semula mengingat pada awal triwulan laporan terdapat

gangguan produksi salah satu KKKS terbesar di wilayah bengkalis yang

merupakan penghasil lifting terbesar minyak di Riau. Kerusakan

pembangkit listrik tersebut sempat dikhawatirkan berpotensi mengganggu

pencapaian lifting minyak bumi di tingkat nasional. Namun demikian,

kondisi tersebut tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan mengingat

telah dilakukannya optimalisasi produksi sumur minyak lain serta perbaikan

secara bertahap pada pembangkit listrik yang mengalami kerusakan.

Pertumbuhan ekonomi Riau merupakan yang tertinggi sejak terjadinya krisis global

Percepatan penyelesaian infrastruktur dan peningkatan harga komoditas energi memberikan daya dorong dari sisi permintaan

Optimalisasi produksi sumur mengakibatkan sektor pertambangan menjadi motor penggerak utama pertumbuhan

Page 7: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

3

• Sektor lain yang memberikan sumbangan cukup besar terhadap

pertumbuhan triwulan laporan adalah sektor perdagangan dan industri

pengolahan dengan angka masing-masing mencapai 1,06% dan 0,91%.

Hal ini tentunya memberikan implikasi penting bahwa kualitas

pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan IV-10 relatif lebih baik

mengingat sumber pertumbuhan yang berasal dari sektor industri semakin

meningkat yang diikuti dengan menurunnya sumbangan sektor non-

tradables utama (sektor perdagangan).

• Berdasarkan hasil survei kepada beberapa pelaku industri, diketahui bahwa

kenaikan kapasitas produksi yang cukup signifikan terjadi pada industri

pengolahan pulp and paper, sedangkan kapasitas produksi industri CPO

relatif stabil. Meningkatnya kapasitas produksi industri pulp and paper

sejalan dengan mulai membaiknya harga jual kertas di tingkat dunia serta

kemudahan dalam memperoleh pasokan bahan baku. Disamping itu,

berdasarkan informasi Gapkindo, diketahui bahwa kapasitas produksi

industri pengolahan karet Riau pada triwulan laporan mengalami kenaikan

sekitar 19% seiring dengan meningkatnya permintaan dari pasar ekspor.

Orientasi penjualan karet olahan atau crumb rubber dari Provinsi Riau

seluruhnya ditujuan untuk pasar ekspor

III. ASSESMEN INFLASI

• Dinamika perkembangan harga di Provinsi Riau pada triwulan IV-2010 yang

diukur melalui Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Pekanbaru dan Kota

Dumai secara tahunan (yoy) menunjukkan peningkatan yang signifikan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang cenderung lebih stabil.

Pada triwulan laporan inflasi Riau mencapai 7,37%, mengalami

peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar 4,57%. Berdasarkan kota yang disurvei, tekanan

inflasi tertinggi terjadi di Kota Dumai yaitu dari 3,94% menjadi 9,05%.

Sementara itu, inflasi Kota Pekanbaru mengalami peningkatan dari 4,72%

menjadi 7,00%..

Tekanan inflasi triwulan IV mengalami lonjakan signifikan

Peran Sektor industri pengolahan semakin membesar

Industri pengolahan mengkonfirmasi adanya kenaikan kapasitas produksi pada akhir tahun 2010

Page 8: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

4

• Sumber tekanan inflasi pada triwulan laporan berasal dari kenaikan harga

cabe merah, minyak goreng dan beras. Faktor pemicu tingginya harga

bahan pangan antara lain curah hujan yang tinggi serta gangguan

gangguan hama tikus yan mengakibatkan pasokan dari sentra produksi

menurun. Selain itu, adanya kenaikan harga CPO di pasaran internasional

menjadi faktor utama relatif tingginya harga jual minyak goreng pada

triwulan laporan. Kondisi ini diperkirakan menyebabkan pengusaha lebih

memilih untuk menjual dalam bentuk CPO daripada mengolah menjadi

minyak goreng sehingga pasokan minyak goreng mengalami penurunan.

• Inflasi inti (yoy) Pekanbaru dalam triwulan laporan menunjukkan kenaikan

dari 3,05% menjadi 4,23% seiring dengan adanya kenaikan pada

kelompok makanan jadi. Inflasi inti (core inflation) di Kota Dumai juga

tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi inti Kota Pekanbaru. Inflasi inti

Kota pekanbaru tercatat sebesar 4,04% sementara inflasi inti Kota Dumai

tercatat sebesar 5,33%

IV. ASSESMEN KEUANGAN

Perbankan Riau

• Total aset perbankan pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp45,08

triliun, meningkat 14,07% dibandingkan triwulan sebelumnya yang

sebesar Rp44,47 triliun (q-t-q). Peningkatan aset tersebut terutama

didorong oleh meningkatnya penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dari

Rp35,89 triliun menjadi Rp37,55 triliun atau tumbuh sebesar 19,93%.

Dengan meningkatnya DPK, tentunya telah mendorong kemampuan

perbankan Riau untuk meningkatan porsi penyaluran

kredit/pembiayaannya dimana pada periode yang sama tercatat sebesar

Rp29,38 triliun atau meningkat sebesar 20,01%.

• Meskipun kredit menunjukkan peningkatan, namun kualitas

kredit/pembiyaan yang disalurkan tetap terjaga, sebagaimana terlihat pada

rasio NPL gross yang tercatat 2,44%, jauh di bawah angka indikatif Bank

Indonesia yang sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan

Tingginya curah hujan yang disertai dengan kenaikan komoditas energi menjadi pemicu utama

Inflasi inti mengalami kenaikan seiring dengan tekanan pada inflasi makanan jadi

Kredit perbankan masih mengalami pertumbuhan tertinggi secara tahunan

Page 9: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

5

debitur di Riau untuk mengembalikan pinjamannya (repayment capacity)

cukup tinggi, selain diterapkannya prinsip kehati-hatian oleh bank.

Bank Umum

• Total aset bank umum di Riau pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar

Rp44,22 triliun atau tumbuh sebesar 13,69% (y-o-y). Peningkatan aset

pada triwulan laporan terutama didorong oleh meningkatnya DPK yang

dihimpun serta adanya pembukaan jaringan kantor bank. Posisi DPK yang

dihimpun bank umum di Riau pada triwulan IV-2010 mencapai

Rp37,01 triliun atau meningkat 19,87% dibandingkan periode yang sama

tahun sebelumnya. Peningkatan DPK tersebut disumbangkan oleh

meningkatnya tabungan yang cukup signifikan sebesar 14,08% (q-t-q),

sementara giro dan deposito mengalami penurunan masing-masing

sebesar 2,77% dan 3,98%.

• Posisi kredit/pembiyaan yang disalurkan bank umum Riau pada

triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp28,86 triliun, meningkat sebesar

5,05% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp27,47 triliun,

sehingga secara tahunan tumbuh sebesar 19,85%. Dari sisi penawaran,

peningkatan kredit didorong oleh meningkatnya penghimpunan dana,

adanya target penyaluran kredit terkait kredit program seperti Kredit Usaha

Rakyat (KUR) serta program consumer loan berupa kredit tanpa agunan

yang diluncurkan oleh perbankan.

• Berdasarkan penggunaannya, baik kredit modal kerja, investasi dan

konsumsi pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Pertumbuhan

tertinggi terjadi pada kredit investasi yakni sebesar 6,77%, sementara

kredit modal kerja dan konsumsi masing-masing meningkat sebesar 5,47%

dan 3.36% (q-t-q). Dengan demikian secara tahunan kredit modal kerja

meningkat sebesar 21,36%, investasi 16,59% dan konsumsi 20,84%..

• Risiko kredit bank umum yang tercermin melalui rasio Non Performing Loan

(NPL) gross pada triwulan laporan yang tercatat sebesar 2,34% lebih

rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 3,17%. Sementara, dengan

Peningkatan DPK Bank Umum utamanya berasal dari tabungan

Peningkatan kredit didorong oleh meningkatnya DPK dan target penyaluran kredit

Kredit Modal Kerja mengalami pertumbuhan tertinggi pada triwulan laporan

Risiko kredit bank umum masih dalam batas aman dan menurun dibanding triwulan sebelumnya

Risiko kredit menunjukkan penurunan

Page 10: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

6

memperhitungkan Pencadangan Aktiva Produk (PPAP) maka NPL Net bank

umum di Provinsi Riau mencapai 0,98%. Rendahnya NPL tersebut

mencerminkan bahwa kemampuan membayar kembali (repayment

capacity) debitur atas kredit/pembiyaan yang diterimanya relatif baik. Hal

ini tentunya sangat mendukung upaya menjaga stabilitas sistem keuangan

khususnya perbankan.

• Bank umum di Riau hingga triwulan IV-2010 telah membukukan laba

usaha sebesar Rp1.853 miliar, tumbuh sebesar 45,51% dibandingkan

perolehan laba tahun 2009 yang sebesar Rp1.273 miliar. Peningkatan laba

tersebut terutama didorong oleh meningkatnya pendapatan operasional

terutama dari pendapatan bunga kredit dan efisiensi usaha.

• Kredit Usaha Rakyat yang disalurkan oleh bank pelaksana KUR di Riau

pada triwulan IV-2010 baik dari sisi plafon maupun outstanding/baki debet

memperlihatkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Total plafon tercatat sebesar Rp1,04 triliun secara triwulan tumbuh sebesar

27,22% sehingga secara tahunan tumbuh 85,42%. Sementara itu

outstanding kredit tercatat sebesar Rp585,47 miliar meningkat 32,12% (q-

t-q) dan 61,64% (y-o-y). KUR tersebut tersalurkan kepada 58.401 debitur.

• Jumlah bank syariah yang beroperasi di Riau sampai dengan

triwulan IV-2010 tercatat 11 bank yang terdiri dari 9 bank umum syariah

dan 2 BPR syariah. Total aset perbankan syariah per Desember 2010

mencapai Rp2,28 triliun atau mencapai 5,16% dari total aset perbankan

Riau, jauh di atas pangsa aset perbankan syariah nasional nasional yang

hanya sekitar 3%. Hal ini mencerminkan perkembangan perbankan syariah

di Riau cukup pesat. DPK yang dihimpun tercatat sebesar Rp.1,55 triliun,

secara triwulanan tumbuh sebesar19,23% (q-t-q), sehingga secara tahunan

tumbuh 35,15% (y-o-y). pembiayaan yang disalurkan tercatat sebesar

Rp1,59 triliun, tumbuh 11,92% dibandingkan triwulan sebelumnya,

sehingga secara tahunan pembiayaan tumbuh signifikan 51,30%.

Efisiensi usaha serta peningkatan telah mendorong peningkatan laba perbankan selama tahun 2010

KUR yang disalurkan oleh perbankaan Riau mencapai Rp1,04 triliun hingga tahun 2010

Pangsa aset perbankan syariah Riau mengalami peningkatan bahkan pangsa aset diatas nasional

Page 11: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

7

• Laba usaha yang dibukukan perbankan syariah Riau pada tahun 2010

tercatat sebesar Rp98,21 miliar, meningkat sebesar Rp13,88 miliar

(17,65%) dibandingkan tahun 2009 yang sebesar Rp78,63 miliar.

V. PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

• Pertumbuhan ekonomi (yoy) Riau pada triwulan I-2011 diperkirakan masih

relatif moderat dengan kisaran 5%.Sementara itu, dengan mengeluarkan

unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau diperkirakan akan lebih tinggi

yaitu pada kisaran 7,7% - 8,2%.

• Dari sisi permintaan, masih berlangsungnya berbagai pembangunan proyek

besar seperti pembangunan pembangkit listrik 2X100 MW di tenayan raya,

perluasan bandara Sultan Syarif Kasim II, pembangunan jembatan Siak III

serta pembangunan fly over diperkirakan akan mengakibatkan

pertumbuhan investasi cukup tinggi. Peningkatan harga komoditas CPO di

pasar dunia diindikasikan akan memberikan pengaruh terhadap

meningkatnya penghasilan masyarakat secara umum mengingat sebagian

besar jumlah pekerja di Riau berada pada sektor pertanian

• Sementara itu, dari sisi sektoral, daya dorong pertumbuhan diperkirakan

akan berasal dari sektor tradables khususnya sektor pertanian. Berdasarkan

informasi Dinas Perkebunan Riau, hingga paruh pertama 2011 produksi

tanaman kelapa sawit masih akan cukup tinggi terkait dengan adanya

peningkatan produksi yang berasal dari Tanaman Belum Menghasilkan

(TBM) dengan kisaran 10%-25%.

• Pergerakan tingkat harga di Kota Pekanbaru pada triwulan I-2011

diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan laporan.

Sumber tekanan inflasi diperkirakan akan berasal dari kenaikan harga

bahan pangan dan administered price terutama Tarif Dasar Listrik dan

pembatasan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM).

Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2011 relatif moderat

Sumber tekanan inflasi triwulan I-2011 berasal inflasi bahan pangan

Sektor tradables khususnya sektor pertanian diperkirakan masih menjadi motor penggerak

Pembangunan infrastruktur dan tren penguatan harga komoditas energi diperkirakan masih menjadi pemciu utama

Page 12: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Ringkasan Eksekutif

8

• Dengan memperhatikan beberapa faktor tersebut, inflasi (yoy) Kota

Pekanbaru pada triwulan I-2011 diproyeksikan akan berada pada kisaran

8,5 – 8,9,3%. Sementara itu, inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan

berada pada kisaran 2,20% - 2,61%.

Inflasi tahunan diperkirakan berkisar 8,5% – 8,93%

Page 13: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

9

1. KONDISI UMUM

Perkembangan ekonomi Riau pada triwulan IV-2010 secara umum menunjukkan

hal yang menggembirakan. Pada triwulan laporan, pertumbuhan ekonomi

mencatat pertumbuhan tertinggi selama tahun 2010 yaitu sebesar 5,22%, bahkan

jauh diatas pertumbuhan selama tahun 2009 serta melebihi perkiraan semula yang

berkisar 3%. Dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan ekonomi Riau juga

cukup tinggi yaitu mencapai 7,84%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan nasional

meskipun sedikit melambat dibanding triwulan III.-2010 yang mencapai 7,95%

(Grafik 1).

Bab 1 KONDISI EKONOMI

MAKRO REGIONAL

Page 14: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

10

Pada sisi penggunaan, permintaan domestik masih menjadi penopang utama

pertumbuhan triwulan IV-10, khususnya konsumsi rumah tangga dan investasi non

migas. Relatif tingginya peran kedua komponen tersebut diperkirakan terkait

dengan percepatan pembangunan infrastruktur fisik pendukung PON yang masih

berlangsung sehingga turut memberikan lapangan kerja baru bagi masyarakat

Riau. Selain itu, meningkatnya harga komoditas energi di pasar dunia diperkirakan

juga turut memberikan dorongan yang cukup signifikan bagi kinerja perdagangan

eksternal Riau.

Pada sisi sektoral, berbeda dibanding triwulan-triwulan sebelumnya, sektor

tradables terutama sektor pertambangan menjadi motor penggerak utama

pertumbuhan ekonomi Riau pada triwulan laporan dengan sumbangan sebesar

1,30%. Adanya peningkatan pertumbuhan pada sektor pertambangan

diindikasikan berkaitan erat dengan optimalisasi produksi sumur minyak yang telah

ada khususnya di wilayah Bengkalis yang merupakan penghasil minyak terbesar di

Provinsi Riau.

Grafik 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau dan Nasional (yoy,%)

Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah

Selain sektor pertambangan, sektor lain yang memberikan sumbangan cukup besar

terhadap pertumbuhan triwulan laporan adalah sektor perdagangan dan industri

pengolahan dengan angka masing-masing mencapai 1,06% dan 0,91%. Hal ini

I II III IV I II III IV I II III IV

2008** 2009*** 2010***

Riau 3,45 6,97 6,78 5,37 5,17 2,18 1,60 3,03 2,90 3,77 4,76 5,22

Nasional 6,21 6,30 6,25 5,27 4,53 4,08 4,16 5,43 5,69 6,19 5,82 6,90

Riau (Tanpa Migas) 7,98 8,35 8,54 7,38 6,67 6,55 5,70 7,33 6,01 6,75 7,95 7,84

Nasional (Tanpa Migas) 6,70 6,72 6,73 5,70 4,93 4,46 4,51 5,85 6,20 6,59 6,24 7,40

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

10,00

yoy

(%)

Page 15: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

11

tentunya memberikan implikasi penting bahwa kualitas pertumbuhan ekonomi

Riau pada triwulan IV-10 relatif lebih baik mengingat sumber pertumbuhan yang

berasal dari sektor industri semakin meningkat yang diikuti dengan menurunnya

sumbangan sektor non-tradables utama (sektor perdagangan).

2. PDRB SISI PENGGUNAAN

Kinerja perekonomian Riau pada triwulan IV-2010 mengalami perkembangan yang

mengesankan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sebagaimana

diketahui, meskipun konsumsi rumah tangga masih menjadi penopang utama

pertumbuhan dengan sumbangan sebesar 3,10%, sumbangan investasi dan ekspor

mengalami kenaikan yang lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini

diperkirakan dipengaruhi oleh adanya percepatan pembangunan infrastruktur fisik

pendukung PON yang masih berlangsung dalam triwulan laporan serta tren

kenaikan harga komoditas di pasar dunia seperti minyak bumi, CPO dan karet

alam. Kondisi tersebut secara umum mengindikasikan bahwa kualitas pertumbuhan

ekonomi Riau dari sisi penggunaan pada triwulan IV-10 relatif lebih baik.

Grafik 1.2. Sumbangan Pertumbuhan Grafik 1.3. Sumbangan Pertumbuhan (Dengan Migas) Menurut Penggunaan (Tanpa Unsur Migas) Menurut Penggunaan

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Pada sisi penggunaan, pertumbuhan tertinggi pada triwulan IV-10 terjadi pada

komponen impor yaitu sebesar 8,84%, diikuti oleh konsumsi yang tercatat tumbuh

sebesar 7,30%. Tingginya pertumbuhan impor pada triwulan laporan diindikasikan

sejalan dengan pesatnya kegiatan ekonomi yang terjadi serta adanya trend

penguatan nilai tukar Rupiah di pasaran.

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV

2008 2009 2010

Konsumsi Investasi Ekspor

Impor PDRB (kanan)

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV

2008 2009 2010

Konsumsi Investasi Ekspor

Impor PDRB (kanan)

Page 16: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

12

Sementara itu, ekspor Riau yang mencerminkan kinerja perdagangan eksternal juga

menunjukkan angka pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 5,18%,

mengalami akselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini diperkirakan

sejalan dengan adanya tren kenaikan harga minyak dunia terkait dengan fenomena

badai salju di wilayah eropa yang mengkibatkan permintaan minyak bumi

meningkat cukup tinggi.1

Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Penggunaan (yoy)

Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan tertinggi dari sisi

penggunaan terjadi pada komponen investasi yaitu sebesar 18,04% atau naik

7,81% dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Kenaikan ini merupakan

yang tertinggi dibandingkan komponen lainnya. Sebagaimana diperkirakan pada

triwulan sebelumnya, kondisi ini dipengaruhi oleh adanya percepatan

pembangunan infrastruktur menjelang PON 2012 seperti jembatan, gedung

olahraga, perluasan Bandara Sultan Syarif Kasim II, pelebaran jalan dan

pembangunan tempat penginapan yang masih berlangsung dalam triwulan

laporan.

Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Riau (Tanpa Unsur Migas) Sisi Penggunaan (yoy)

Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

1 Harga minyak dunia jenis WTI pada triwulan IV-10 mencapai USD89,89/barel atau naik 19,59% (yoy), lebih tinggi dibandingkan kenaikan triwulan III-10 yang mencapai 8,48% (yoy).

I II III IV I II III IV I II III IV

Konsumsi 6,23 7,36 8,01 10,38 8,88 8,38 8,62 8,28 7,22 7,21 7,53 7,30

Investasi 2,55 5,54 1,81 2,69 11,80 11,08 15,85 15,12 7,90 3,48 3,42 5,93

Ekspor 4,62 8,57 9,14 4,48 -1,57 -2,47 -5,85 -5,04 2,93 3,10 3,79 5,18

Impor 8,91 9,60 8,48 7,59 2,42 9,22 8,70 4,40 14,57 6,84 5,35 8,84

3,45 6,97 6,78 5,37 5,17 2,18 1,60 3,03 2,90 3,77 4,76 5,22Total

2009**Indikator

2010***2008**

I II III IV I II III IV I II III IV

Konsumsi 6,23 7,36 8,01 10,38 8,88 8,38 8,62 8,28 7,22 7,21 7,53 7,30

Investasi 16,66 18,59 18,16 21,47 6,20 4,72 6,19 -8,50 19,35 12,23 10,23 18,04

Ekspor 5,50 7,17 8,15 3,44 -1,76 5,36 -1,76 5,31 7,66 2,01 3,46 3,29

Impor 7,16 10,34 11,74 14,42 2,70 7,29 3,97 -0,31 15,65 6,09 5,06 7,73

7,98 8,35 8,54 7,38 6,67 6,55 5,70 7,33 6,01 6,75 7,95 7,84Tanpa Migas

Indikator2009** 2010***2008**

Page 17: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

13

Pada triwulan laporan, kinerja perdagangan eksternal sebagaimana terlihat pada

komponen ekspor juga mencatat angka pertumbuhan yang relatif tinggi pada

kisaran 3% meskipun sedikit melambat. Relatif tingginya pertumbuhan ekspor ini

tidak terlepas dari membaiknya kondisi ekonomi negara mitra dagang utama serta

adanya kebutuhan yang cukup tinggi pada negara konsumen utama CPO dunia.

2.1. Konsumsi

Pertumbuhan konsumsi di Provinsi Riau pada triwulan laporan secara umum relatif

melambat baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun periode yang

sama tahun sebelumnya. Secara umum, hal ini didorong oleh belanja/konsumsi

pemerintah yang pada triwulan laporan tercatat mengalami kontraksi sebesar

2,52% (yoy). Adapun faktor yang diperkirakan mengakibatkan penurunan tersebut

adalah menurunnya anggaran belanja pemerintah daerah sebesar 0,05%

dibandingkan tahun sebelumnya.

Tabel 1.3. Pertumbuhan Komponen Konsumsi di Provinsi Riau (yoy)

Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Meskipun demikian, konsumsi rumah tangga yang menguasai pangsa terbesar

dalam komponen konsumsi tercatat mengalami akselerasi pertumbuhan pada

triwulan IV-10. Hal ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh menguatnya

ekspektasi konsumen terhadap perekonomian Riau triwulan laporan yang tercermin

dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKES)

triwulan IV-10.

I II III IV I II III IV I II III IV

- Rumah Tangga 5,65 7,31 7,98 10,92 10,14 8,38 8,66 6,57 7,52 8,06 8,51 9,08

- Swasta Nirlaba 7,53 7,75 7,06 8,61 23,86 25,08 19,35 13,09 -4,95 -5,20 0,65 4,55

- Pemerintah 9,78 7,68 8,23 7,25 0,65 7,65 7,88 18,69 5,96 2,55 1,82 -2,52

6,23 7,36 8,01 10,38 8,88 8,38 8,62 8,28 7,22 7,21 7,53 7,30

2008** 2009**Indikator

2010***

Konsumsi

Page 18: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

14

0

20

40

60

80

100

120

140

160

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2006 2007 2008 2009 2010

Penghasilan saat ini

Ketepatan waktu beli saat ini

Jumlah pengangguran saat ini

50

60

70

80

90

100

110

II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2006 2007 2008 2009 2010

IKK IKES

Dalam triwulan laporan, pergerakan indeks keyakinan konsumen menunjukkan

trend yang meningkat dengan magnitude yang lebih tinggi baik dibandingkan

dengan triwulan III-10 maupun triwulan IV-09. Dari hasil survei yang dilakukan, hal

ini diindikasikan sejalan dengan adanya kenaikan harga CPO dunia yang pada

akhirnya berimbas pada peningkatan pendapatan masyarakat Riau. Disamping itu,

kondisi tersebut juga diperkirakan turut dipengaruhi oleh meningkatnya lapangan

pekerjaan seiring dengan pesatnya berbagai proyek pembangunan yang dilakukan

dalam triwulan laporan. Berdasarkan data BPS2, diketahui bahwa terjadi jumlah

angkatan kerja yang bekerja mengalami kenaikan sebesar 4,8% (yoy) yang

utamanya mengalami kenaikan pada pekerja berstatus buruh.

Grafik 1.6. Penjualan Kendaraan Bermotor Grafik 1.7. Konsumsi BBM

Sumber : Dispenda Provinsi Riau Sumber : PT. Pertamina Wilayah Riau

2 Data per Agustus 2010, jumlah angkatan kerja yang bekerja mencapai 2,17 juta jiwa sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya mencapai 2,07 juta jiwa.

-

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

-

50.000

100.000

150.000

200.000

250.000

300.000

350.000

400.000

I II III IV I II III IV

2009 2010

PKB (kiri) BBN (kanan)

270.000

290.000

310.000

330.000

350.000

370.000

390.000

410.000

Kilo

Lit

er

Grafik1.5 Komponen IKES Grafik 1.4.Pergerakan Indeks Keyakinan Konsumen Riau

Sumber : Survei Konsumen BI Sumber : Survei Konsumen BI

Page 19: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

15

Grafik 1.8. Konsumsi Listrik Grafik 1.9. Perkembangan Kredit Konsumsi

Sumber : PT. PLN Wilayah Riau

Adanya peningkatan konsumsi pada triwulan laporan juga tercermin dari Jumlah

pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Kendaraan

Bermotor (PKB) dan konsumsi bahan bakar minyak yang lebih tinggi dibandingkan

tahun sebelumnya. Disamping itu, konsumsi yang dibiayai dengan menggunakan

kredit perbankan juga menunjukkan pertumbuhan yang relatif stabil dalam

triwulan laporan

2.2. Investasi

Pada triwulan laporan, pertumbuhan komponen investasi mengalami peningkatan

bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu dari 3,42% pada triwulan III-

2010 menjadi 5,93% pada triwulan IV-201. Kenaikan ini utamanya berasal dari

peningkatan investasi non migas yang dalam triwulan laporan tercatat tumbuh

sebesar 18,04%. Di sisi lain, pertumbuhan investasi migas masih menunjukkan

kontraksi yang mencerminkan belum optimalnya realisasi investasi pada sektor

tersebut.

Tabel 1.4. Pertumbuhan Komponen Investasi di Provinsi Riau (yoy)

Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

0

10

20

30

40

50

60

70

-20 40 60 80

100 120 140 160 180 200

%

Juta

Kw

H

Konsumsi Listrik yoy (kanan)

-

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

35,0

40,0

45,0

-

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2007 2008 2009 2010

%

Rp

triliu

nKonsumsi (kiri) yoy (kanan)

I II III IV I II III IV I II III IV

- Migas -6,65 -3,45 -10,20 -11,86 16,35 16,46 25,20 40,33 -0,61 -3,17 -2,18 -2,50

- Non Migas 16,66 18,59 18,16 21,47 6,20 4,72 6,19 -8,50 19,35 12,23 10,23 18,04

2,55 5,54 1,81 2,69 11,80 11,08 15,85 15,12 7,90 3,48 3,42 5,93

2008**

Investasi

2009**Indikator

2010***

Page 20: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

16

(10,0)

(5,0)

-

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

30,0

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

9,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2007 2008 2009 2010

%

Rp

triliu

n

Investasi yoy (kanan)

-

5

10

15

20

25

30

35

40

45

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

IV I II III IV

2009 2010

ribu

ton

juta

USD

Nilai (kiri) Volume (kanan)

Perkembangan investasi non migas Riau yang cukup pesat pada triwulan laporan

sejalan dengan percepatan pembangunan infrastruktur dalam mendukung

pelaksanaan PON ke-18 tahun 2012. Sebagaimana diketahui, hingga

triwulan IV-10, Provinsi Riau melakukan penyelesaian beberapa proyek infrastruktur

pendukung PON seperti seperti gedung olahraga, jembatan Siak III dan IV,

pelebaran jalan, tempat penginapan dan juga perluasan Bandara Sultan Syarif

Kasim II yang masih berlangsung hingga saat ini.

Beberapa indikator yang mencerminkan pertumbuhan investasi non migas

diantaranya adalah masih cukup tingginya pengadaan semen ke Riau,

meningkatnya impor barang modal dan meningkatnya kendaraan bermotor seperti

truck, pick up serta alat berat. Pertumbuhan jumlah pembelian kendaraan baru

yang tercermin dari pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Baru (BBN-KB)

menunjukkan peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan pertumbuhan

triwulan sebelumnya (yoy).

Grafik 1.10. Pengadaan Semen Grafik 1.11. Penjualan Kendaraan Bermotor Provinsi Riau dan Wilayah Sumatera Jenis Pick Up/Truck dan Alat Berat/Besar

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia Sumber : Dinas Pendapatan Provinsi Riau

-

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

140.000

-60,00

-40,00

-20,00

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2008 2009 2010

Ton%

g.yoy (kiri) Konsumsi Semen Riau

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

I II III IV I II III IV

2009 2010

PKB (kiri) BBN-KB (kanan)

Grafik 1.12. Perkembangan Kredit Investasi Grafik 1.13. Impor Barang Modal

Page 21: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

17

2.3. Ekspor dan Impor

2.3.1. Termasuk Migas

Dalam triwulan laporan, total ekspor provinsi Riau tumbuh (yoy) sebesar 5,18%

atau merupakan yang tertinggi selama tahun 2010. Kondisi ini diperkirakan sejalan

adanya tren kenaikan harga komoditas energi seperti minyak bumi dan CPO pada

triwulan laporan serta membaiknya kondisi negara mitra dagang utama. Adanya

kenaikan harga minyak bumi secara tidak langsung dipengaruhi oleh faktor musim

dingin atau badai salju yang terjadi di belahan eropa pada triwulan laporan.

Sementara itu, peningkatan harga CPO dunia secara umum dipengaruhi oleh masih

tingginya kebutuhan industri di negara mitra dagang utama serta terjadinya

gangguan produksi CPO di negara kompetitor.

Komponen impor pada triwulan juga mencatat pertumbuhan yang cukup tinggi

(yoy) sebesar 8,84%. Peningkatan ini utamanya seiring dengan meningkatnya

kondisi ekonomi Riau serta adanya tren apresiasi Rupiah yang berlangsung selama

tahun 2010. Secara umum, impor provinsi Riau utamanya didominasi oleh impor

non migas seperti bahan kimia serta mesin dan peralatan yang diindikasikan

dipergunakan untuk tujuan investasi.

2.3.2. Non Migas

Ekspor non migas Provinsi Riau pada triwulan laporan mencatat pertumbuhan yang

relatif tinggi yaitu sebesar 3,29%, meskipun sedikit melambat baik dibandingkan

dengan pertumbuhan ekspor triwulan III-10 maupun periode yang sama tahun

sebelumnya yang masing-masing tercatat sebesar 3,46% dan 5,31%.

Tabel 1.5. Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Non Migas Provinsi Riau

Sumber : DSM BI

2008 2009 2010 % Nilai % Nilai

Ekspor

Nilai (USD juta ) 9,078.05 7,565.74 10,138.33 -16.66 -1,512.31 34.00 2,572.59

Volume (ribu Ton) 13,020.97 14,975.14 15,923.83 15.01 1,954.16 6.34 948.70

Impor

Nilai (USD juta ) 1,760.13 1,622.89 1,234.60 -7.80 -137.24 -23.93 -388.29

Volume (ribu Ton) 1,775.84 1,591.76 2,576.04 -10.37 -184.08 61.84 984.28

Net Ekspor (USD juta) 7,317.93 5,942.85 8,903.73 -18.79 -1,375.08 49.82 2,960.89

Komponen∆ (09-10)Jan-Des ∆ (08-09)

Page 22: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

18

Secara kumulatif, ekspor non migas provinsi Riau pada tahun 2010 mencapai

USD10.138,33 juta atau naik sebesar 34% dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya. Hal ini mendorong net ekspor non migas mengalami

kenaikan sebesar 49,82% menjadi USD8.903,73 juta. Volume ekspor non migas

selama tahun 2010 juga tercatat mengalami kenaikan sebesar 6,34% menjadi

15.923,83 ribu ton dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai

14.975,14 ribu ton. Pertumbuhan volume ekspor tahun 2010 relatif mengalami

perlambatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 15,01%

Sementara itu, nilai kumulatif impor non migas tahun 2010 tercatat mengalami

penurunan sebesar 23,93% dibandingkan dengan periode sebelumnya menjadi

USD1.234,60 juta. Meskipun demikian, volume impor non migas tercatat

mengalami kenaikan yaitu dari 1.591,76 ribu ton pada tahun 2009 menjadi

2.576,04 ribu ton pada tahun 2010. Kenaikan ini utamanya didorong oleh impor

komoditas utama seperti pupuk buatan pabrik serta mesin dan peralatan yang

diperkirakan untuk menunjang investasi di Provinsi Riau.

2.3.2.1. Ekspor Non Migas

Struktur nilai ekspor non migas Provinsi Riau menurut kelompok Standards

International Trading Classification (SITC) dalam triwulan laporan relatif tidak

berubah, dimana pangsa ekspor masih didominasi oleh kelompok minyak dan

lemak nabati, barang manufaktur dan barang mentah. Nilai ekspor kelompok

minyak dan lemak nabati tercatat mencapai USD2.627,88 juta dengan pangsa

mencapai 74,13% dari total nilai ekspor non migas Riau. Selanjutnya, ekspor

kelompok barang manufaktur tercatat sebesar USD341,22 juta dengan pangsa

sebesar 9,63% dari total nilai ekspor.

Page 23: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

19

Tabel 1.6. Perkembangan Nilai Ekspor Non Migas (USD juta) Riau Menurut Kode SITC 2 Digit

Sementara itu, menurut volumenya, struktur ekspor juga masih didominasi oleh

kelompok minyak dan lemak nabati yaitu mencapai 2.587,38 ribu ton, diikuti

kelompok bahan bakar mineral dan pelumas sebesar 666,21 ribu ton atau

mengalmai pertumbuhan sebesar 63,98%, lebih tinggi dibandingkan dengan

pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 18,62%. Secara umum hal ini

mengindikasikan bahwa permintaan batu bara dari Provinsi Riau relatif cukup tinggi

dalam triwulan laporan.Volume ekspor barang mentah (pulp, natural rubber, latex)

yang juga memiliki pangsa nilai cukup besar pada triwulan laporan mengalami

penurunan pangsa dari 13,82% menjadi 12,95%.

Tabel 1.7. Perkembangan Volume Ekspor Non Migas (ribu Ton) Riau Menurut Kode SITC 2 Digit

2.3.2.2. Impor Non Migas

Struktur impor non migas provinsi Riau sebagian besar atau lebih dari 60% masih

didominasi kelompok bahan kimia serta mesin dan peralatan. Secara spesifik, nilai

impor kelompok bahan kimia yang didominasi oleh pupuk kimia memiliki pangsa

terbesar yaitu mencapai 38.75%. Nilai impor kelompok tersebut pada triwulan

laporan tercatat sebesar USD121,72 juta atau mengalami kenaikan hampir dua kali

I II IIII IV I II III IV III-10 IV-10

Makanan dan Hewan Bernyawa 29,35 31,21 29,81 17,28 38,95 32,36 35,64 45,00 1,33 1,27Tembakau dan Minuman 10,12 13,63 12,74 12,80 17,96 13,66 15,88 17,12 0,59 0,48Barang Mentah 143,51 132,04 130,15 225,52 199,25 307,24 316,25 337,85 11,79 9,53Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 16,06 14,04 27,18 20,31 40,02 43,37 58,18 47,75 2,17 1,35Minyak dan Lemak Nabati 957,10 1.202,59 1.416,74 1.738,10 1.275,02 1.121,93 1.833,47 2.627,88 68,37 74,13Bahan Kimia 95,77 99,07 81,99 66,67 81,06 143,82 120,17 81,51 4,48 2,30Barang Manufaktur 210,57 228,00 240,74 267,81 269,85 317,13 301,85 341,22 11,26 9,63Mesin dan Peralatan 1,87 50,76 32,08 8,01 5,68 2,09 0,03 46,71 0,00 1,32Hasil Olahan Manufaktur 0,65 1,18 0,02 0,23 1,60 0,59 0,13 0,09 0,00 0,00Koin, bukan mata uang - - - - - - - - 0,00 0,00

1.465,01 1.772,53 1.971,47 2.356,73 1.929,39 1.982,19 2.681,60 3.545,15

Kelompok SITC

Total

2009 2010 Share (%)

100

I II IIII IV I II III IV III-10 IV-10Makanan dan Hewan Bernyawa 319,23 291,91 290,36 291,03 262,98 233,44 240,62 324,22 5,66 6,87Tembakau dan Minuman 1,04 1,23 1,15 1,15 1,57 1,18 1,30 1,34 0,03 0,03Barang Mentah 419,58 391,42 334,63 480,61 347,72 479,04 588,17 611,17 13,82 12,95Bahan Bakar Mineral dan Pelumas 283,16 302,66 542,42 406,27 706,85 691,76 643,44 666,21 15,12 14,12Minyak dan Lemak Nabati 1.899,77 1.879,54 2.244,12 2.615,30 1.738,70 1.439,45 2.260,15 2.587,38 53,12 54,84Bahan Kimia 181,01 168,96 146,81 115,04 127,83 205,37 166,97 103,58 3,92 2,20Barang Manufaktur 313,80 340,25 342,53 353,76 351,06 360,92 354,36 412,24 8,33 8,74Mesin dan Peralatan 1,04 9,97 1,22 0,33 1,14 0,02 0,00 11,52 0,00 0,24Hasil Olahan Manufaktur 1,08 2,75 0,02 0,01 2,05 0,04 0,01 0,01 0,00 0,00Koin, bukan mata uang - - - - - - - - 0,00 0,00

3.419,71 3.388,69 3.903,25 4.263,49 3.539,91 3.411,22 4.255,03 4.717,67 Total

Kelompok SITC2010 Share (%)2009

100

Page 24: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

20

lipat dari periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi diindikasikan sejalan

adanya upaya peningkatan kapasitas produksi ataupun ekstensifikasi lahan pada

industri pengolahan non migas terutama sektor perkebunan di Provinsi Riau.

Tabel 1.8. Perkembangan Nilai Impor Non Migas (USD juta) Riau Menurut Kode SITC 2 Digit

Sementara itu, nilai impor kelompok mesin dan peralatan tercatat sebesar

USD83,03 juta atau turun 33,61% dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Sedangkan nilai impor barang mentah tercatat sebesar USD49,51 juta

atau naik 23,34% secara tahunan.

Menurut volumenya, komposisi impor non migas Provinsi Riau secara umum juga

masih didominasi oleh kelompok bahan kimia (50,86%) dan barang mentah

(25,58%). Pertumbuhan impor kedua kelompok tersebut secara tahunan masing-

masing mencapai 66,23% dan 5,62%. Kondisi tersebut secara umum

mengindkasikan bahwa sektor industri pengolahan non migas di Provinsi Riau

masih berada pada tingkat pertumbuhan yang cukup baik.

Tabel 1.9. Perkembangan Volume Impor Non Migas (dalam Ribu Ton) Riau

Menurut Kode SITC 2 Digit

I II IIII IV I II III IV III-10 IV-10Makanan dan Hewan Bernyawa 7,53 7,72 8,13 9,26 19,50 17,37 10,27 27,03 3,28 8,60Tembakau dan Minuman 0,03 0,07 0,34 0,30 0,15 0,38 0,60 0,72 0,19 0,23Barang Mentah 34,76 49,40 63,69 40,14 41,46 58,65 72,12 49,51 23,07 15,76Bahan Bakar Mineral dan Pelumas - - - - - - - - 0,00 0,00Minyak dan Lemak Nabati - 4,49 6,78 - 9,49 24,44 0,00 0,00 0,00 0,00Bahan Kimia 62,31 43,64 81,60 69,64 92,19 117,46 123,51 121,72 39,51 38,75Barang Manufaktur 16,13 110,84 22,97 19,70 25,53 30,47 26,09 22,40 8,35 7,13Mesin dan Peralatan 81,12 74,67 650,12 125,06 77,98 66,98 66,71 83,03 21,34 26,43Hasil Olahan Manufaktur 3,87 7,99 8,25 12,11 11,90 13,87 13,31 9,73 4,26 3,10Koin, bukan mata uang - 0,00 - - - - - - 0,00 0,00

205,75 298,82 841,89 276,22 278,22 329,62 312,62 314,14

Kelompok SITC

Total

2009 2010 Share (%)

100

I II IIII IV I II III IV III-10 IV-10Makanan dan Hewan Bernyawa 14,62 10,55 12,57 16,06 29,45 23,12 12,04 39,85 1,56 6,76Tembakau dan Minuman 0,06 0,12 0,60 0,52 0,37 0,65 0,76 1,07 0,10 0,18Barang Mentah 125,92 171,37 205,45 142,83 168,55 158,16 242,77 150,86 31,38 25,58Bahan Bakar Mineral dan Pelumas - - - - - - - - 0,00 0,00Minyak dan Lemak Nabati - 6,00 10,00 - 12,20 30,00 0,00 0,00 0,00 0,00Bahan Kimia 85,03 111,32 211,25 180,48 323,33 294,11 426,35 300,01 55,10 50,86Barang Manufaktur 22,72 24,95 40,48 61,64 63,17 68,23 70,20 79,80 9,07 13,53Mesin dan Peralatan 13,48 9,65 43,92 43,16 12,82 10,88 14,40 13,41 1,86 2,27Hasil Olahan Manufaktur 1,71 5,66 6,43 12,96 10,01 7,41 7,21 4,85 0,93 0,82Koin, bukan mata uang - 0,00 - - - - - - 0,00 0,00

263,55 339,62 530,70 457,65 619,89 592,55 773,73 589,86 Total

Kelompok SITC

100

2009 2010 Share (%)

Page 25: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

21

3. PDRB SEKTORAL

Pertumbuhan ekonomi sektoral Riau pada triwulan IV-10 juga menunjukkan

kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan triwulan-triwulan sebelumnya.

Secara umum, motor penggerak pertumbuhan ekonomi dari sisi sektoral utamanya

berasal dari sektor tradables khususnya sektor pertambangan. Sumbangan sektor

pertambangan tercatat sebesar 1,30% atau naik dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 0,86%. Meningkatnya sumbangan sektor

tersebut diindikasikan sejalan dengan adanya optimalisasi dari produksi sumur

minyak yang mengakibatkan volume lifting minyak mengalami titik puncaknya

selama tahun 2010. Peran sektor tradables lain seperti sektor industri pengolahan

dan pertanian juga relatif menunjukkan hal yang sejalan dengan perkembangan

ekonomi triwulan laporan. Kondisi ini diperkirakan disebabkan oleh peningkatan

produktivitas tanaman sektor pertanian dan kapasitas terpakai pada sektor industri

non migas seperti CPO, karet olahan dan pulp and paper.

Grafik 1.14. Sumbangan Pertumbuhan Grafik 1.15. Sumbangan Pertumbuhan (Dengan Migas) Menurut Sektoral (Tanpa Unsur Migas) Menurut Sektoral (yoy,%) (yoy,%)

Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Pada triwulan laporan, pertumbuhan sektor tradables (pertanian, pertambangan

dan industri pengolahan) mencatat pertumbuhan tertinggi selama tahun 2010.

Secara khusus, sektor industri pengolahan merupakan sektor yang mengalami

pertumbuhan tertinggi didalam sektor tradables dengan angka mencapai 7,92%.

Berdasarkan survei kepada beberapa pelaku industri, diketahui bahwa hal ini tidak

terlepas dari adanya peningkatan kapasitas produksi terutama pada industri pulp

and paper. Di sisi lain, kapasitas produksi sektor industri CPO dan karet olahan

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV

2008** 2009*** 2010***

Pertanian PertambanganIndustri Pengolahan Listrik, Gas dan AirBangunan Perdagangan, Hotel & RestoranPenganggkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa PerusahaanJasa-jasa

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV

2008** 2009*** 2010***

Pertanian PertambanganIndustri Pengolahan Listrik, Gas dan AirBangunan Perdagangan, Hotel & RestoranPenganggkutan dan Komunikasi Keuangan dan Jasa PerusahaanJasa-jasa

Page 26: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

22

juga relatif stabil meskipun input bahan baku sedikit terganggu akibat tingginya

curah hujan selama periode triwulan laporan.

Tabel 1.10. Pertumbuhan Ekonomi Riau Sisi Sektoral (yoy)

Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Pertumbuhan sektoral tertinggi pada triwulan laporan terjadi pada sektor

perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai 12,22% atau lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 10,50%.

Hal ini diperkirakan seiring dengan penguatan kondisi ekonomi Riau yang terjadi

dalam triwulan laporan serta dipengaruhi oleh faktor musiman berupa hari raya

natal dan perisapan menjelang pergantian tahun.

3.1. Sektor Pertanian

Dalam triwulan laporan, pertumbuhan sektor pertanian di Provinsi Riau mengalami

kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor pertanian tercatat

tumbuh sebesar 4,86%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang mencapai 4,82%. Peningkatan ini utamanya disebabkan oleh membaiknya

kinerja sub sektor kehutanan, sebagaimana terlihat pada Tabel berikut, kontraksi

yang terjadi pada sub sektor kehutanan pada triwulan laporan merupakan yang

terendah selama tahun 2010. Hal ini juga terkonfirmasi dari hasil survei yang

dilakukan kepada beberapa pelaku usaha, dimana pasokan bahan mentah hasil

hutan seperti kayu relatif lebih mudah didapatkan dan mengalami peningkatan.

I II III IV I II III IV I II III IV

1. Pertanian 5,56 5,88 5,74 2,09 3,18 3,24 2,32 6,16 2,98 3,08 4,82 4,86

2. Pertambangan 0,03 6,13 5,52 4,00 4,18 (1,40) (1,87) (0,75) 0,19 1,12 1,74 2,66 - Migas (0,28) 5,95 5,39 3,81 3,99 (1,66) (2,10) (0,94) 0,02 0,97 1,56 2,54 - Non Migas 24,58 18,97 14,05 16,18 16,00 15,68 11,86 9,96 9,60 9,64 11,06 8,66

3. Industri Pengolahan 5,11 7,25 7,88 8,37 5,47 5,98 3,75 4,95 4,99 5,93 7,76 7,92 - Migas 0,92 3,33 2,83 0,08 1,08 1,25 (0,50) 0,97 1,46 2,23 4,74 4,98

- Non Migas 6,53 8,61 9,54 11,04 6,88 7,53 5,05 6,11 6,07 7,07 8,64 8,73

4. Listrik, Gas dan Air 6,99 6,33 6,86 7,25 5,76 5,00 (0,77) 2,91 3,82 5,08 8,90 4,62

5. Bangunan 9,84 9,45 10,47 14,61 9,50 8,32 8,45 8,87 9,14 9,47 9,07 7,77

6. Perdagangan 10,50 10,46 10,50 7,50 8,14 8,13 9,53 9,64 8,05 9,77 10,50 12,22

7. Pengangkutan 9,51 9,95 10,21 12,03 10,05 8,80 7,52 6,87 7,98 9,40 11,31 8,97

8. Keuangan 13,77 12,68 14,22 13,87 12,38 11,89 8,38 8,37 8,94 10,32 10,16 9,03

9. Jasa-jasa 9,21 9,14 9,30 9,34 9,43 8,78 7,81 8,22 8,07 8,85 8,98 7,89

3,45 6,97 6,78 5,37 5,17 2,18 1,60 3,03 2,90 3,77 4,76 5,22

7,98 8,35 8,54 7,38 6,67 6,55 5,70 7,33 6,01 6,75 7,95 7,84

2010***

Total

Tanpa Migas

2009**2008**PDRB Sisi Sektoral

Page 27: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

23

Tabel 1.11. Pertumbuhan Sub Sektor di Sektor Pertanian Riau (yoy)

Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Perkembangan sub sektor perkebunan Riau yang menguasai pangsa terbesar juga

relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Berdasarkan informasi dari

contact liaison, diketahui bahwa relatif tingginya curah hujan pada akhir

tahun 2010 mengakibatkan beberapa petani plasma kesulitan dalam memanen

kebunnya, namun hal ini tidak berdampak signifikan terhadap produksi TBS secara

umum.

Sementara itu, pertumbuhan sub sektor tanaman bahan makanan Riau pada

triwulan laporan juga relatif stabil berada pada angka 3,99%. Berdasarkan angka

ARAM III 2010, hal ini secara tidak langsung bersumber dari peningkatan

produktivitas padi yang pada triwulan laporan diperkirakan mencapai 1,04% atau

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami kontraksi sebesar

0,91%.

Tabel 1.12. Pertumbuhan Sub Sektor di Sektor Pertanian Riau (yoy)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

I II III IV I II III IV I II III IV

a. Tanaman Bahan Makanan 3,21 3,32 3,15 (0,33) 1,36 1,30 0,88 2,45 3,22 3,34 3,98 3,99

b. Tanaman Perkebunan 8,64 8,78 9,14 5,49 5,33 5,55 4,57 8,81 5,45 6,14 8,91 8,85

c. Peternakan dan Hasil-hasilnya 7,59 7,98 7,82 9,35 6,51 6,64 6,40 6,57 4,33 4,81 6,07 6,03

d. K e h u t a n a n 2,43 3,02 2,53 (4,34) (0,00) (0,00) (0,81) 6,34 (0,81) (1,86) (0,93) (0,30)

e. P e r i k a n a n 6,78 6,90 6,13 10,74 6,11 5,80 3,77 (0,23) 4,63 5,87 7,74 5,89

5,56 5,88 5,74 2,09 3,18 3,24 2,32 6,16 2,98 3,08 4,82 4,86

2008**PDRB Sisi Sektoral

2009**

Pertanian

2010***

2009(ATAP) (ARAM III) Absolut % Absolut %

a Luas Panen- Januari - April 79.411 69.943 74.911 (9.468) (11,92) 4.968 7,10 - Mei - Agustus 51.000 52.560 45.884 1.560 3,06 (6.676) (12,70) - September - Desember 17.385 26.920 26.674 9.535 54,85 (246) (0,91) - Januari - Desember 147.796 149.423 147.469 1.627 1,10 (1.954) (1,31)

b Produkstivitas (ku/ha)- Januari - April 31,36 32,79 36,21 1,43 4,56 3,42 10,43 - Mei - Agustus 37,39 39,37 39,01 1,98 5,30 (0,36) (0,91) - September - Desember 31,40 35,35 35,72 3,95 12,58 0,37 1,05 - Januari - Desember 33,44 35,57 36,99 2,13 6,36 1,43 4,02

c Produksi (ton)- Januari - April 248.995 229.344 271.276 (19.651) (7,89) 41.932 18,28 - Mei - Agustus 190.675 206.910 178.980 16.235 8,51 (27.930) (13,50) - September - Desember 54.590 95.175 95.285 40.585 74,35 110 0,12 - Januari - Desember 494.260 531.429 545.541 37.169 7,52 14.112 2,66

Keterangan : Bentuk Produksi Padi adalah Gabah Kering Giling (GKG)

2008 - 2009 2009-2010KeteranganPeriode Perkembangan

20082010

Page 28: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

24

3.2. Pertambangan dan Penggalian

Sektor pertambangan Riau pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan

tertinggi selama tahun 2010 yaitu sebesar 2,66%. Hal ini berada diluar prakiraan

semula mengingat pada awal triwulan laporan terdapat gangguan produksi salah

satu KKKS terbesar di wilayah bengkalis yang merupakan penghasil lifting terbesar

minyak di Riau. Kerusakan pembangkit listrik tersebut sempat dikhawatirkan

berpotensi mengganggu pencapaian lifting minyak bumi di tingkat nasional.

Namun demikian, kondisi tersebut tidak memiliki pengaruh yang cukup signifikan

mengingat telah dilakukannya optimalisasi produksi sumur minyak lain serta

perbaikan secara bertahap pada pembangkit listrik yang mengalami kerusakan.

Grafik 1.16. Nilai Lifting Minyak Bumi Grafik 1.17. Nilai Lifting Gas Bumi Menurut Kab./Kota di Provinsi Riau Menurut Kab./Kota di Provinsi Riau (juta barel) (MMBTU/miliar BTU)

Sumber : Dirjen Migas ESDM Sumber : Dirjen Migas ESDM

Adanya peningkatan ini juga

tercermin dari hasil survei kepada

pelaku industri yang

mengkonfirmasi adanya kenaikan

kapasitas produksi sektor

pertambangan pada triwulan

laporan.

35,78 35,08 35,16

34,83

33,28 33,07

33,10

32,54

31,05

32,20

34,53

36,61

28

29

30

31

32

33

34

35

36

37

38

-

5

10

15

20

25

I II III IV I II III IV I II III IV

2008 2009 2010

juta

bar

el

juta

bar

el

Bengkalis Indragiri Hulu Kampar Kep. Meranti

Rokan Hilir Rokan Hulu Siak Total (kanan)

1.589,83

3.113,77

1.644,92

1.456,70

1.854,08

1.595,27

1.241,16

812,04 948,25

629,88 755,81

655,23

-

500,00

1.000,00

1.500,00

2.000,00

2.500,00

3.000,00

3.500,00

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

I II III IV I II III IV I II III IV

2008 2009 2010

Mili

ar B

TU

Mili

ar B

TU

Pelalawan Pekanbaru Total (kanan)

0102030405060708090

100

Tw I

Tw II

Tw III

Tw IV

Tw I

Tw II

Tw III

Tw IV

Tw I

Tw II

Tw III

Tw IV

TW I

Tw II

Tw III

Tw IV

2007 2008 2009 2010

Grafik 1.18. Kapasitas Produksi Sektor Pertambangan dan Penggalian

Sumber : SKDU

Page 29: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

25

Sementara itu, dengan mengeluarkan unsur migas, pertumbuhan sektor

pertambangan menunjukkan perlambatan bahkan mengalami pertumbuhan

terendah dalam tahun 2010. Pertumbuhan sektor tersebut tercatat sebesar 8,66%

atau mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

mencapai 11,06%. Hal ini diperkirakan terjadi akibat tingginya curah hujan yang

berlansung pada triwulan laporan sehingga mengakibatkan kegiatan proses

penambangan terganggu.

Sumber : Bloomberg, diolah

3.3. Industri Pengolahan

Sektor industri pengolahan Riau dalam triwulan laporan mengalami peningkatan

pertumbuhan yaitu dari 7,76% pada triwulan III-10 menjadi 7,92% pada triwulan

laporan. Hal ini utamanya didorong oleh kenaikan pertumbuhan sektor industri non

migas yang tercatat tumbuh (yoy) sebesar 8,73% atau meningkat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8,64%. Sebagaimana diketahui,

pangsa industri pengolahan non migas mencapai lebih dari 80% terhadap sektor

industri pengolahan di Provinsi Riau.

Berdasarkan informasi beberapa pelaku industri, diketahui bahwa kenaikan

kapasitas produksi yang cukup signifikan terjadi pada industri pengolahan pulp and

paper, sedangkan kapasitas produksi industri CPO relatif stabil. Meningkatnya

kapasitas produksi industri pulp and paper sejalan dengan mulai membaiknya

harga jual kertas di tingkat dunia serta kemudahan dalam memperoleh pasokan

bahan baku. Kisaran kenaikan produksi pulp pada akhir tahun secara spesifik

-

200.00

400.00

600.00

800.00

1,000.00

1,200.00

1,400.00

1,600.00

-

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2006 2007 2008 2009 2010

rib

u T

on

USD

ju

ta

Nilai (kiri) Vol (kanan)

-

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2006 2007 2008 2009 2010

2006

=10

0

Batubara

Grafik 1.18. Nilai dan Volume Ekspor Batubara Provinsi Riau

Grafik 1.19. Pergerakan Harga Batubara Dunia (2006=100)

Page 30: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

26

diperkirakan mencapai 50% dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Di sisi lain,

dari hasil survei juga diketahui bahwa kapasitas terpasang tercatat mengalami

kenaikan sebesar 20% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya

menjadi 60%.

Grafik 1.20. Nilai dan Volume Ekspor Grafik 1.21. Nilai dan Volume Ekspor Pulp and Paper Provinsi Riau CPO Provinsi Riau

Selain itu, berdasarkan survei kepada beberapa pelaku industri, diketahui bahwa

kapasitas produksi industri pengolahan karet pada triwulan laporan mengalami

kenaikan sekitar 19% seiring dengan meningkatnya permintaan dari pasar ekspor.

Berdasarkan informasi Gapkindo Riau, orientasi penjualan karet olahan atau crumb

rubber dari Provinsi Riau seluruhnya ditujuan untuk pasar ekspor. Adanya kenaikan

kapasitas produksi pada beberapa industri tersebut tercermin dari tren peningkatan

-

100.00

200.00

300.00

400.00

500.00

600.00

700.00

800.00

-

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

300.00

350.00

400.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2006 2007 2008 2009 2010

rib

u T

on

USD

ju

ta

Nilai (kiri) Vol (kanan)

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2006 2007 2008 2009 2010

rib

u T

on

USD

ju

ta

Nilai (kiri) Vol (kanan)

-

50.0

100.0

150.0

200.0

250.0

300.0

350.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2006 2007 2008 2009 2010

2006

=10

0

Karet CPO

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

2006 2007 2008 2009 2010

rib

u T

on

USD

ju

ta

Nilai (kiri) Vol (kanan)

Grafik 1.22. Pergerakan Harga CPO dan Karet Dunia (2004=100)

Grafik 1.23. Nilai dan Volume Ekspor Karet Olahan Provinsi Riau

Page 31: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

27

0102030405060708090

Tw I

Tw II

Tw III

Tw IV

Tw I

Tw II

Tw III

Tw IV

Tw I

Tw II

Tw III

Tw IV

TW I

Tw II

Tw III

Tw IV

2007 2008 2009 2010

komoditas ekspor unggulan serta trend kapasitas produksi industri pengolahan

hasil survei.

3.4. Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)

Sektor PHR pada triwulan laporan tumbuh (yoy) sebesar 12,22%, meningkat

dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang tercatat

sebesar 10,50%. Kondisi ini didorong oleh peningkatan pertumbuhan pada sub

sektor perdagangan besar dan eceran yaitu dari 10,55% (yoy) pada

triwulan III-2010 menjadi 12,45% pada triwulan IV-2010. Hal ini diperkirakan

terjadi seiring dengan menguatnya permintaan domestik yang terjadi pada triwulan

laporan khususnya konsumsi atau belanja rumah tangga. Adanya kenaikan pada

sub sektor perdagangan besar dan eceran tercermin dari tren peningkatan

pembayaran Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB) dan Pajak Kendaraan

Bermotor (PKB) Jenis Sedan dan Jeep di Provinsi Riau yang mencerminkan

penjualan kendaraan bermotor roda empat pada triwulan laporan.

Tabel 1.13. Pertumbuhan Sektor Perdagangan Riau (yoy)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diiolah

I II III IV I II III IV I II III IV

a. Perdagangan Besar dan Eceran 10,57 10,45 10,51 7,36 8,14 8,12 9,60 9,67 8,03 9,78 10,55 12,45

b. H o t e l 7,49 9,51 9,87 11,29 7,77 7,70 7,81 9,44 8,25 8,80 8,79 5,90

c. Restoran 9,56 11,93 10,84 12,10 8,45 9,13 7,21 8,31 8,66 10,16 9,43 5,44

10,50 10,46 10,50 7,50 8,14 8,13 9,53 9,64 8,05 9,77 10,50 12,22

2009** 2010***

Perdagangan

2008**PDRB Sisi Sektoral

Grafik 1.24. Kapasitas Produksi Sektor Industri Pengolahan

Sumber : SKDU

Page 32: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

28

Sementara itu, dalam triwulan laporan diketahui bahwa sub sektor hotel dan

restoran mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Hal

ini diindikasikan seiring dengan rendahnya penyelenggaraan kegiatan yang

dilakukan di hotel.

Grafik 1.24. Tingkat Hunian Hotel Grafik 1.25. Penjualan Kendaraan Berbintang 3,4,5 di Provinsi Riau Jenis Sedan dan Jeep di Riau

Sumber : Perhimpuna Hotel Restoran Indonesia Sumber : Dinas Pendapatan Provinsi Riau

3.5. Pengangkutan dan Komunikasi

Sektor pengangkutan dalam triwulan laporan tercatat tumbuh sebesar 8,07% atau

melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang

mencapai 11,31%. Kondisi ini utamanya disebabkan oleh perlambatan pada sub

sektor angkutan darat dan angkutan laut yang masing-masing tumbuh sebesar

6,42% dan 6,43% (yoy). Sebagaimana diketahui, kedua pangsa sub sektor

tersebut mencapai lebih dari 81% terhadap sektor pengangkutan di Provinsi Riau.

Tabel 1.14. Pertumbuhan Sub Sektor Pengangkutan dan Komunikasi (yoy)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Sementara itu, pertumbuhan sub sektor angkutan udara tumbuh cukup tinggi yaitu

sebesar 9,08% meskipun mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan

20,00

30,00

40,00

50,00

60,00

70,00

80,00

90,00

-

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

-

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

40.000

I II III IV I II III IV

2009 2010

PKB (kiri) BBN-KB (kanan)

I II III IV I II III IV I II III IV

a. Pengangkutan 8,68 8,61 8,70 10,69 8,41 7,05 5,81 4,90 6,46 7,44 9,05 6,74

1. Angkutan Darat 8,48 8,28 8,22 9,27 8,14 6,87 5,81 5,56 6,19 7,09 9,12 6,42

2. Angkutan Laut 7,08 6,97 8,13 12,01 7,73 6,34 4,65 2,34 5,86 7,45 8,61 6,43

3. Angkutan Udara 12,34 15,07 14,23 17,38 12,09 8,95 7,35 5,37 8,83 9,04 9,67 9,08

4. Jasa Penunjang Angkutan 10,49 9,01 8,79 13,47 8,69 8,18 6,76 4,51 7,74 8,75 8,78 7,69

b. K o m u n i k a s i 14,75 18,42 19,70 20,29 19,85 18,94 17,22 18,02 16,17 19,62 22,91 20,24

9,51 9,95 10,21 12,03 10,05 8,80 7,52 6,87 7,98 9,40 11,31 8,97 Penganggkutan dan Komunikasi

2009** 2010***2008**PDRB Sisi Sektoral

Page 33: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Kondisi Ekonomi Makro Regional

29

40.000

50.000

60.000

70.000

80.000

90.000

100.000

110.000

120.000

130.000

Feb

-08

Apr

-08

Jun-

08A

gust

-08

Okt

-08

Des

-08

Feb

-09

Apr

-09

Jun-

09A

gust

-09

Okt

-09

Des

-09

Feb

-10

Apr

-10

Jun-

10A

gt-1

0O

kt-1

0D

es-1

0

Datang (kanan) Berangkat (kanan)

600

650

700

750

800

850

900

950

1.000

Jan-

08M

ar-0

8M

ei-0

8Ju

l-08

Sep

-08

Nop

-08

Jan-

09M

ar-0

9M

ei-0

9Ju

l-09

Sep

-09

Nop

-09

Jan-

10M

ar-1

0M

ei-1

0Ju

l -10

Sep

-10

Nop

-10

Datang (kiri) Berangkat (kiri)

sebelumnya. Salah satu indikator yang mendukung kondisi tersebut adalah masih

tetap tingginya arus kedatangan dan keberangkatan penumpang dan pesawat di

Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II dalam triwulan IV-2010. Secara umum, hal ini

diindikasikan akibat adanya faktor musiman hari raya natal dan menjelang

pergantian tahun yang mendorong perpindahan orang dari satu tempat ke tempat

yang lain.

Selanjutnya, subsektor komunikasi masih mengalami pertumbuhan yang cukup

tinggi yaitu sebesar 20,24% pada triwulan laporan, namun relatif melambat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 22,91%. Semakin

maraknya persaingan di subsektor komunikasi telah memunculkan provider-

provider baru di provinsi Riau sehingga telah memberikan dorongan yang berarti

terhadap pertumbuhan subsektor ini.

Grafik 1.26. Arus Kedatangan dan Keberangkatan Penumpang di

Bandara SSK II

Sumber : PT. Angkasa Pura II

Grafik 1.27. Arus Kedatangan dan Keberangkatan Pesawat di Bandara

SSK II

Page 34: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

31

1. KONDISI UMUM

Dinamika perkembangan harga di Provinsi Riau pada triwulan IV-2010 yang

diukur melalui Indeks Harga Konsumen (IHK) Kota Pekanbaru dan Kota Dumai

secara tahunan (yoy) menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang cenderung lebih stabil. Pada triwulan,

laporan inflasi Riau mencapai 7,37% meningkat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,57%. Berdasarkan kota yang

disurvey, tekanan inflasi tertinggi terjadi di Kota Dumai yaitu dari 3,94%

menjadi 9,05%. Sementara itu, inflasi Kota Pekanbaru mengalami

peningkatan dari 4,72% menjadi 7,00%.

Bab 2

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

Page 35: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

32

Namun demikian, jika dilihat berdasarkan kelompok barang dan jasa,

peningkatan yang signifikan hanya terjadi pada kelompok bahan makanan,

sementara kelompok barang dan jasa lainnya relatif stabil. Tekanan inflasi

pada triwulan laporan utamanya terjadi akibat kenaikan harga komoditas

volatile foods pada penghujung tahun 2010 karena berkurangnya pasokan

dari sentra-sentra produksi bahan makanan akibat gangguan cuaca, hama,

dan masa tanam yang tidak serentak. Sebagai wilayah yang sangat

bergantung pada ketersediaan di daerah lain, kondisi ini sangat berpengaruh

terhadap pergerakan tingkat harga di Provinsi Riau.

2. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (YOY)

Sampai dengan triwulan III-2010, inflasi Riau relatif lebih stabil dibandingkan

dengan inflasi Riau pada triwulan IV-2010 yang tercatat mengalami

peningkatan signifikan yaitu dari 4,57% menjadi 7,37%. Berbeda dengan

triwulan-triwulan sebelumnya, pada triwulan laporan inflasi Riau cenderung

lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat sebesar

6,96%. Namun demikian, inflasi Riau tersebut masih lebih rendah bila

dibandingkan dengan inflasi Wilayah Sumatera yang mencapai 7,83%.

Berdasarkan kawasannya, Sumatera merupakan kawasan dengan kenaikan

inflasi tertinggi dibandingkan kawasan lainnya di Indonesia.

Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Riau, Sumatera dan Nasional (yoy)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2008 2009 2010

P.baru 6,93 9,89 11,34 9,02 6,99 3,68 2,20 1,94 2,26 4,58 4,72 7,00

Dumai 7,33 14,22 16,24 14,30 10,16 2,74 3,22 0,80 1,81 5,27 3,94 9,05

Nasional 8,96 11,03 12,14 11,06 7,92 3,65 2,83 2,78 3,43 5,05 5,80 6,96

Riau 7,89 12,97 14,47 11,62 7,67 3,50 2,39 1,73 2,18 4,71 4,57 7,37

Sumatera 5,81 7,23 12,00 12,34 11,37 3,03 3,36 2,44 3,40 5,96 5,25 7,83

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

14,00

16,00

18,00

%

Page 36: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

33

Meningkatnya tekanan inflasi Riau pada triwulan laporan berasal dari

peningkatan yang signifikan pada kelompok bahan makanan, sementara

peningkatan harga pada kelompok barang dan jasa lainnya cenderung lebih

stabil. Beberapa harga bahan makanan seperti cabe merah dan beras

mengalami peningkatan karena terbatasnya pasokan dari beberapa sentra

produksi. Terbatasnya pasokam dari sentra-sentra produksi terjadi karena

(i)Membaiknya harga jual jagung sehingga terjadi alih tanam padi menjadi

jagung, (ii)terjadinya wabah burung dan tikus di Sumatera Barta, (iii)masa

tanam yang tidak serentak pada sentar-sentra produksi. Pola distribusi dan

hambatan infrastruktur juga telah menyebabkan peningkatan harga yang

signifikan pada komoditas tersebut. Selain itu, meningkatnya harga CPO dunia

telah mendorong kenaikan harga minyak goreng dalam negeri, tidak

terkecuali di Riau.

Terkait dengan berbagai permasalah tersebut, berbagai upaya untuk meredam

kenaikan harga telah dilakukan melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID)

Riau yang difokuskan untuk memperkuat stok pasokan bahan makanan

dengan menggiring ekspektasi masyarakat terhadap ketersediaan stok

pangan. Beberapa upaya yang dilakukan TPID Riau sepanjang tahun 2010

antara lain adalah optimalisasi strategi pelaksanaan operasi pasar dan pasar

murah, serta meningkatkan komunikasi dengan masyarakat melalui media

massa. Selain itu, untuk mencukupi kebutuhan beras lokal maka pada 2010

Bulog Divre Riau telah melakukan impor beras dari negara Vietnam.

Berdasarkan kota yang disurvey, maka inflasi Provinsi Riau diukur dengan

Indeks Harga Konsumen (IHK) 2 (dua) kota yaitu Kota Pekanbaru dan Kota

Dumai. Pada triwulan laporan, inflasi Kota Pekanbaru mencapai 7,00%

mengalami peningkatan yang cukup tinggi dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya (4,72%) yang tercatat cenderung lebih stabil. Meningkatnya

inflasi Kota Pekanbaru pada triwulan IV-2010 didorong oleh peningkatan

harga pada kelompok bahan makanan terutama beras, cabe merah dan

minyak goreng.

Page 37: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

34

Di sisi lain, sejak awal tahun 2010 inflasi Kota Dumai cenderung lebih

fluktuatif dan tercatat lebih tinggi dibandingkan Kota Pekanbaru. Inflasi Kota

Dumai pada triwulan IV-2010 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu

dari 3,94% menjadi 9,05%. Seperti pada triwulan sebelumnya, kelompok

bahan makanan masih memberikan sumbangan tertinggi dalam pembentukan

inflasi Kota Dumai, khususnya pada sub kelompok bumbu-bumbuan. Namun

demikian, jika dilihat berdasarkan sumbangannya, Kota Pekanbaru

memberikan andil lebih tingggi dalam pembentukan inflasi Riau, sehingga

pergerakan harga di Kota Pekanbaru lebih besar mempengaruhi tingkat harga

di Riau.

2.1 Inflasi Kelompok Barang dan Jasa

Berdasarkan kelompok barang dan jasa, pada triwulan laporan terjadi

peningkatan pada semua kelompok barang dan jasa dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Namun demikian, peningkatan yang signifikan hanya

terjadi pada kelompok bahan makanan, sementara inflasi pada kelompok

barang dan jasa lainnya relatif lebih stabil. Selama tahun 2010 (yoy), inflasi

pada kelompok bahan makanan cenderung lebih fluktuatif dibandingkan

dengan kelompok barang dan jasa lainnya (Grafik 2.2).

Grafik 2.2. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa Selama Tahun 2010 (yoy)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

-4.00

-2.00

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

16.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2010Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan

Sandang Kesehatan Pendidikan

Transportasi RIAU

Page 38: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

35

Pada triwulan IV-2010, kelompok bahan makanan mengalami inflasi tertinggi

dibandingkan kelompok barang dan jasa lainnya yaitu mencapai 14,59%, dan

tercatat mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan

inflasi pada triwulan sebelumnya (6,88%). Peningkatan yang signifikan pada

inflasi kelompok bahan makanan telah mendorong meningkatnya andil

kelompok ini dan juga telah mendominasi pembentukan inflasi Riau

(±53,11%) (Grafik 2.3).

Grafik 2.3. Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Provinsi Riau (yoy)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah pleh Bank Indonesia

Berdasarkan komoditasnya, inflasi pada triwulan laporan berasal dari kenaikan

harga cabe merah, minyak goreng dan beras. Berkurangnya pasokan dari

beberapa sentra produksi karena curah hujan yang tinggi menjadi faktor

utama tingginya harga cabe merah selama tahun 2010 (Grafik 2.4).

Meningkatnya harga CPO di pasaran internasional menjadi faktor utama relatif

tingginya harga jual minyak goreng pada triwulan laporan (Grafik 2.5). Kondisi

ini diperkirakan menyebabkan pengusaha lebih memilih untuk menjual dalam

bentuk CPO daripada mengolah menjadi minyak goreng sehingga pasokan

minyak goreng mengalami penurunan. Selain itu, ekspektasi terhadap

berkurangnya pasokan beras merupakan faktor pendorong kenaikan harga

beras (Grafik 2.4). Pada triwulan IV-2010, Bulog Divre Riau telah melakukan

operasi pasar untuk menekan kenaikan harga beras lebih lanjut pada tingkat

yang lebih tinggi.

53,11%15,93%

16,86%

6,04% 0,87% 4,24% 2,94%

Bahan Makanan

Makanan Jadi

Perumahan

Sandang

Kesehatan

Pendidikan

Transpor

38,70%

19,03%24,93%

7,49%

1,10%7,17% -1,57%

Tw III-10 Tw IV-10

Page 39: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

36

Grafik 2.4. Perkembangan Rata-rata Bulanan Harga Beras dan Cabe Merah (Rp/Kg)

Sumber : Dinas Perindag Provinsi Riau, diolah

Grafik 2.5. Perkembangan harga CPO dunia (USD/Metric Ton)

Sumber : Bloomberg, diolah

Berdasarkan kota yang disurvey, kelompok bahan makanan di Kota Dumai

mengalami inflasi tertinggi yaitu mencapai 19,12%, meningkat dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 10,12%. Meningkatnya inflasi

kelompok ini juga telah mendorong peningkatan sumbangan terhadap

pembentukan inflasi Dumai (±59,33%) pada triwulan laporan, dan juga telah

mendominasi pembentukan inflasi Dumai (Grafik 2.6). Sementara itu,

kelompok bahan makanan di Kota Pekanbaru juga mengalami inflasi tertinggi

yaitu dari 6,13% menjadi 13,55% pada triwulan laporan. Dominasi kelompok

bahan makanan terhadap inflasi Kota Pekanbaru juga merupakan yang

tertinggi (±49,09%), dan dominasinya juga mengalami peningkatan seiring

dengan meningkatnya inflasi kelompok ini dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya (Grafik 2.7).

6,500

7,000

7,500

8,000

8,500

9,000

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

50,000

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Beras (kanan) Cabe Merah

0

200

400

600

800

1000

1200

1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Page 40: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

37

Grafik 2.6. Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Dumai (yoy)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia

Grafik 2.7. Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Pekanbaru (yoy)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah pleh Bank Indonesia

Selanjutnya, kelompok sandang di Riau mengalami inflasi sebesar 6,66%

mengalami sedikit peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar 5,15%. Hari besar keagamaan yaitu Natal dan persiapan

Tahun baru yang jatuh pada triwulan laporan diperkirakan tidak banyak

memberikan pengaruh pada peningkatan konsumsi barang-barang sandang.

Peningkatan harga pada kelompok sandang utamanya berasal dari kenaikan

harga emas perhiasan. Trend peningkatan harga emas di pasaran internasional

menjadi faktor pendorong meningkatnya harga emas perhiasan di Riau (Grafik

2.8). Namun demikian, peranan kelompok ini relatif kecil, sehingga tidak

banyak memberikan tekanan terhadap peningkatan harga di Riau.

43,45%

19,70%

11,83%

4,48%

0,48%

2,20% -17,87%

59,33%19,89%

14,52%3,94%

0,42% 1,50%-0,38%

Bahan Makanan

Makanan Jadi

Perumahan

Sandang

Kesehatan

Pendidikan

Transpor

Tw III-10 Tw IV-10

Tw III-10 Tw IV-10

Page 41: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

38

Grafik 2.8. Perkembangan Harga Emas Dunia ($/Oz)

Sumber : Bloomberg, diolah

Berdasarkan kota yang disurvey, inflasi kelompok sandang di Kota Pekanbaru

mencapai 6,83% lebih tinggi dibandingkan inflasi kelompok sandang di Kota

Dumai yaitu sebesar 5,83%. Inflasi kelompok sandang di Kota Pekanbaru dan

Kota Dumai tercatat mengalami peningkatan dibandingkan inflasi pada

triwulan sebelumnya, namun masih berada dalam tingkat yang relatif stabil.

Kelompok pendidikan (pendidikan, rekreasi & olahraga) di Riau mengalami

inflasi sebesar 6,32% dan relatif stabil dibandingkan dengan inflasi triwulan

sebelumnya yaitu sebesar 6,44%. Inflasi kelompok pendidikan di Kota

Pekanbaru dan Kota Dumai juga tercatat relatif stabil yaitu masing-masing

sebesar 6,98% dan 3,26% dari 7,14% dan 3,20% pada triwulan sebelumnya.

Pada triwulan IV-2010 kelompok perumahan (perumahan, air, listrik, gas &

bahan bakar) mengalami inflasi sebesar 6,20%, juga relatif stabil

dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

5,62%. Namun, jika dilihat dari sumbangannya, kelompok perumahan

memberikan andil yang cukup berarti (±16,86%) terhadap inflasi Riau pada

triwulan laporan (Grafik 2.3). Kebijakan pemerintah untuk menaikkan Tarif

Dasar Listrik pada awal triwulan III-2010 dan program konversi minyak ke gas

yang tidak diikuti dengan kecukupan pasokan elpiji merupakan penyebab

utama inflasi pada kelompok perumahan. Selain itu, penarikan minyak tanah

bersubsidi yang digantikan dengan minyak tanah tidak bersubsidi dengan

harga yang lebih tinggi yang diikuti dengan menurunnya jumlah pasokan juga

menjadi faktor pendorong meningkatnya inflasi pada kelompok perumahan.

-100

100

300

500

700

900

1100

1300

1500

1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Page 42: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

39

Grafik 2.9. Perkembangan Pasokan Minyak Tanah di Riau

Sumber : PT. Pertamina, diolah

Berdasarkan kota yang disurvey, kelompok perumahan mengalami inflasi

tertinggi di Kota Dumai yaitu mencapai 7,09%, meningkat signifikan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,99%.

Sementara, di Kota Pekanbaru inflasi kelompok perumahan relatif stabil yaitu

dari 5,97% pada triwulan III-2010 menjadi 6,01% pada triwulan laporan.

Inflasi pada kelompok makanan jadi (makanan jadi, minuman, rokok &

tembakau) mengalami peningkatan yang cukup berarti yaitu dari 4,47% pada

triwulan III-2010 menjadi 6,02% pada triwulan IV-2010. Kelompok makanan

jadi juga memiliki peranan yang besar terhadap pembentukan inflasi Riau

(±15,93%). Meningkatnya harga pada komoditas nasi, gula dan berbagai jenis

rokok menjadi salah satu pendorong meningkatnya harga pada kelompok

makanan jadi. Berdasarkan kota yang disurvey, inflasi kelompok makanan jadi

tertinggi terjadi di Kota Dumai yaitu sebesar 9,37%, sementara di Kota

Pekanbaru kelompok makan jadi mengalami inflasi sebesar 5,28%. Inflasi

kelompok makanan jadi pada kedua kota tersebut mengalami peningkatan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Selanjutnya, kelompok transpor (transpor, komunikasi, & jasa keuangan) dan

kelompok kesehatan di Riau tercatat mengalami inflasi terendah yaitu masing-

masing sebesar 1,45% dan 1,78%. Inflasi pada kelompok transpor tercatat

relatif stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 1,37%,

dan peranan kelompok transpor juga relatif kecil terhadap inflasi Riau. Di Kota

-

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

14,000

16,000

18,000

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2009 2010

Kilo

Lite

r

Page 43: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

40

Dumai tingkat harga kelompok transpor masih terus menunjukkan

kecenderungan deflasi.

Sementara itu, inflasi pada kelompok kesehatan relatif stabil dibandingkan

dengan inflasi pada triwulan sebelumnya, dan peranan kelompok ini juga

merupakan yang terkecil terhadap inflasi Riau dibandingkan dengan kelompok

barang dan jasa lainnya (±0,87%). Inflasi kelompok kesehatan di Kota

Pekanbaru tercatat sebesar 1,90% lebih tinggi dibandingkan inflasi kelompok

kesehatan di Kota Dumai yaitu sebesar 1,24%.

Tabel 2.1. Perkembangan Inflasi Kelompok Barang dan Jasa di Provinsi Riau (yoy)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

2.2 Disagregasi Inflasi1

Berdasarkan hasil disagregasi inflasi, pada triwulan laporan peranan inflasi non

inti2 atau non core Riau mengalami peningkatan yang signifikan bila

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 6,53% menjadi 11,44%.

Meningkatnya inflasi non inti pada triwulan laporan utamanya didorong oleh

meningkatnya inflasi pada kelompok volatile foods yaitu dari 7,18% pada

triwulan III-2010 menjadi 15,30% pada triwulan IV-2010. Peningkatan inflasi

yang signifikan pada kelompok bahan makanan selama tahun 2010 terutama

pada komoditas beras, dan cabe merah menjadi faktor utama tingginya inflasi

pada kelompok volatile foods.

Selanjutnya, komponen lainnya yaitu kelompok administered prices juga

mengalami peningkatan dari 5,76% menjadi 6,88% pada triwulan laporan.

Selama tahun 2010, inflasi kelompok administered prices berasal dari kenaikan

1 Perhitungan inflasi inti dan non inti yang dilakukan berdasarkan pendekatan subkelompok dengan mengacu pada SBH 2007=100 2 Inflasi Non Inti (Non Core) terdiri dari inflasi volatile foods dan administered price

Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai RiauBahan Makanan 1,19 0,60 1,08 0,30 3,79 0,93 8,65 15,60 9,93 6,13 10,12 6,88 13,55 19,12 14,59Makanan Jadi 5,53 3,20 5,10 4,93 3,48 4,67 4,49 3,02 4,22 4,03 6,45 4,47 5,28 9,37 6,02Perumahan 1,77 -0,50 1,36 3,31 0,17 2,74 4,19 1,34 3,69 5,97 3,99 5,62 6,01 7,09 6,20Sandang 5,88 4,02 5,56 1,54 1,13 1,47 5,42 3,60 5,11 5,26 4,57 5,15 6,83 5,83 6,66Kesehatan 4,82 2,27 4,36 3,04 2,57 2,96 0,72 1,36 0,83 1,46 0,93 1,37 1,90 1,24 1,78Pendidikan 3,19 2,74 3,11 2,58 1,11 2,31 2,90 1,08 2,57 7,14 3,20 6,44 6,98 3,26 6,32Transportasi -3,91 -1,95 -3,51 0,45 -0,77 0,20 0,40 -0,24 0,27 1,33 -7,05 -0,47 1,87 -0,23 1,45

UMUM 1,94 0,80 1,73 2,26 1,81 2,18 4,58 5,27 4,71 4,72 3,94 4,57 7,00 9,05 7,37

IV-10I-10 II-10Kelompok

III-10IV-09

Page 44: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

41

harga Tarif Dasar Listrik, gas elpiji dan minyak tanah. Di sisi lain, tekanan inflasi

inti (core inflation) Riau masih relatif rendah meskipun mengalami sedikit

peningkatan yaitu dari 3,05% menjadi 4,23%. Laju inflasi inti Riau masih tetap

berada di bawah headline inflation Riau

Grafik 2.10. Disagregasi Inflasi Riau (yoy)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia

Berdasarkan kota yang disurvey, inflasi kelompok volatile foods di Kota Dumai

tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi kelompok volatile foods di

Kota Pekanbaru yaitu masing-masing sebesar 19,92% dan 14,34%. Inflasi

kelompok volatile foods di Kota Dumai juga cenderung lebih fluktuatif

dibandingkan dengan inflasi kelpmpok volatile foods Kota Pekanbaru. Di sisi

lain, inflasi inti (core inflation) di Kota Dumai juga tercatat lebih tinggi

dibandingkan inflasi inti Kota Pekanbaru. Inflasi inti Kota pekanbaru tercatat

sebesar 4,04% sementara inflasi inti Kota Dumai tercatat sebesar 5,33%.

Grafik 2.11. Disagregasi Inflasi Kota Pekanbaru dan Dumai (yoy)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2008 2009 2010

Core 6,72 7,89 9,61 8,49 7,14 6,09 3,61 2,75 1,93 1,92 3,05 4,23

Non Core 7,43 16,25 17,87 14,21 8,33 0,39 0,88 0,48 2,44 8,34 6,53 11,44

-3,00

0,00

3,00

6,00

9,00

12,00

15,00

18,00

%

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2008 2009 2010

Volatile 12,37 21,36 21,27 16,83 10,49 2,72 3,41 1,04 1,01 10,62 7,18 15,30

AP 2,28 11,11 14,28 11,29 5,87 -2,18 -1,95 -0,18 4,16 5,71 5,76 6,88

Core 6,72 7,89 9,61 8,49 7,14 6,09 3,61 2,75 1,93 1,92 3,05 4,23

Headline 7,89 12,97 14,47 11,62 7,67 3,50 2,39 1,73 2,18 4,71 4,57 7,37

-5,00

0,00

5,00

10,00

15,00

20,00

25,00

%

-10.00

-5.00

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2008 2009 2010

Core Pekanbaru Core Dumai

VF Kota Pekanbaru VP Kota Dumai

Page 45: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

42

3. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN (QTQ)

Perkembangan inflasi triwulanan (qtq) Provinsi Riau pada triwulan laporan

mengalami peningkatan dibandingkan dengan inflasi pada triwulan

sebelumnya yaitu dari 1,90% menjadi 2,71%. Setelah pada triwulan

sebelumnya tercatat berada di bawah inflasi nasional, maka pada triwulan IV-

2010 inflasi Riau tercatat berada diatas inflasi nasional yang tercatat sebesar

1,59%. Kelompok bahan makanan memberikan sumbangan tertinggi dalam

pembentukan inflasi Riau selama triwulan laporan.

Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi di Provinsi Riau dan Nasional (qtq)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia

Berdasarkan kota yang disurvey, peningkatan inflasi terjadi pada Kota

Pekanbaru dan Kota Dumai. Kota Pekanbaru yang memberikan sumbangan

terbesar dalam pembentukan inflasi Riau pada triwulan laporan mengalami

inflasi sebesar 2,48%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yaitu sebesar 1,83%. Inflasi yang cukup tinggi pada bulan November 2010

dan Desember 2010 setelah mengalami deflasi pada bulan Oktober 2010

tercatat memberikan pengaruh yang besar terhadap tingkat inflasi Kota

Pekanbaru pada triwulan laporan. Kelompok bahan makanan tercatat

memberikan sumbangan tertinggi dalam pembentukan inflasi Kota Pekanbaru

selama triwulan laporan.

Kota Dumai tercatat mengalami inflasi yang lebih tinggi yaitu sebesar 3,71%

juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu

sebesar 2,21%. Setelah mengalami inflasi yang relatif stabil pada bulan

Oktober 2010 dan November 2010, maka pada bulan Desember 2010, inflasi

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2008 2009 2010

P.baru 2,39 2,64 3,17 0,55 0,48 -0,54 1,70 0,30 0,79 1,72 1,83 2,48

Dumai 3,00 6,39 3,04 1,22 -0,74 -0,77 3,52 -1,14 0,26 2,60 2,21 3,71

Nasional 2,88 0,54 0,36 -0,15 2,07 0,49 0,99 1,41 2,79 1,59

Riau 3,94 3,42 3,15 0,68 0,25 -0,58 2,04 0,03 0,69 1,89 1,90 2,71

-2,00

-1,00

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

%

Page 46: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

43

Kota Dumai mengalami peningkatan yang signifikan. Kondisi ini telah

menyebabkan peningkatan yang cukup tinggi pada inflasi Kota Dumai selama

triwulan IV-2010. Seperti halnya Kota Pekanbaru, kelompok bahan makanan

di Kota Dumai juga tercatat memberikan sumbangan tertinggi dalam

pembentukan inflasi Kota Dumai.

3.1 Inflasi kelompok Barang dan Jasa

Secara triwulanan, pada triwulan laporan terjadi inflasi hampir pada semua

kelompok barang dan jasa kecuali kelompok transportasi yang tercatat

mengalami deflasi. Kondisi yang sama terjadi pada Kota Pekanbaru, yaitu

terjadi inflasi pada semua kelompok barang dan jasa kecuali kelompok

transportasi yang tercatat mengalami deflasi. Di sisi lain, deflasi pada Kota

Dumai hanya terjadi pada kelompok pendidikan, sementara kelompok barang

dan jasa lainnya mengalami inflasi.

Berdasarkan kelompok barang dan jasa, inflasi tertinggi di Riau terjadi pada

kelompok bahan makanan yaitu mencapai 6,72%, mengalami peningkatan

yang signifikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar

1,61%. Kelompok bahan makanan juga tercatat memberikan sumbangan

tertinggi dalam pembentukan inflasi Riau (65,63%). Seiring dengan

meningkatnya inflasi kelompok bahan makanan, peranan kelompok ini juga

mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya (Grafik 2.13).

Grafik 2.13. Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Provinsi Riau (qtq)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia

22,86%

16,08%

25,51%

6,43%

2,60%

15,55%

10,97%

65,63%

18,57% 6,65% 8,33% 0,57% 0,01%-0,24%

Bahan Makanan

Makanan Jadi

Perumahan

Sandang

Kesehatan

Pendidikan

Transpor

Tw III-10 Tw IV-10

Page 47: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

44

Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvey, kelompok bahan makanan

mengalami inflasi tertinggi di Kota Dumai yaitu mencapai 7,70% sementara

inflasi kelompok bahan makanan di Kota Pekanbaru sebesar 6,49%. Inflasi

kelompok bahan makanan pada kedua kota tersebut mengalami peningkatan

dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya. Kenaikan harga cabe

merah, beras dan minyak goreng telah mendominasi kenaikan inflasi

kelompok bahan makanan pada triwulan laporan.

Grafik 2.14. Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Kota Pekanbaru (qtq)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia

Grafik 2.15. Andil Inflasi Kelompok Barang/Jasa Kota Dumai (qtq)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia

Kenaikan harga emas perhiasan memberikan kontribusi terbesar dalam

pembentukan inflasi kelompok sandang. Pada triwulan laporan inflasi

kelompok sandang mengalami peningkatan yaitu dari 1,75% menjadi 3,42%.

Berdasarkan kota yang disurvey, Kota Pekanbaru mengalami inflasi tertinggi

yaitu sebesar 3,54% sementara Kota Dumai mengalami inflasi sebesar 2,85%.

Inflasi kelompok sandang pada kedua kota tersebut tercatat mengalami

peningkatan dibandingkan dengnan triwulan sebelumnya.

22,14%

8,75%

26,79%7,06%

3,39%

20,37%

11,49%

65,71%

18,68%4,18% 10,20% 0,84% 0,06%

-0,34%

Bahan Makanan

Makanan Jadi

Perumahan

Sandang

Kesehatan

Pendidikan

Transpor

18,90%

42,74%

22,73%

4,56%0,57% 4,19%

6,29%

60,22%

19,65%

15,05%

4,86%0,06% -0,10%

0,07%

Bahan Makanan

Makanan Jadi

Perumahan

Sandang

Kesehatan

Pendidikan

Transpor

Tw III-10 Tw IV-10

Tw III-10 Tw IV-10

Page 48: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

45

Kelompok makanan jadi pada triwulan laporan mengalami inflasi sebesar

2,61%, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar

1,50%. Inflasi tertinggi pada kelompok makanan jadi terjadi di Kota Dumai

yaitu sebesar 3,67%, namun mengalami penurunan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang mencapai 4,70%. Sementara itu pada Kota

Pekanbaru inflasi kelompok makanan jadi tercatat sebesar 2,38% mengalami

peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar

0,80%. Kelompok makanan jadi juga tercatat memberikan peranan yang

cukup tinggi dalam pembentukan inflasi Riau (±18,57%). Kenaikan harga gula

pasir, nasi dan berbagai jenis rokok merupakan pendorong utama

peningkatan inflasi kelompok makanan jadi pada triwulan laporan.

Sementara itu, pada triwulan laporan kelompok perumahan dan kelompok

pendidikan masing-masing mengalami inflasi sebesar 0,91% dan 0,01%,

namun mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang masing-masing mencapai 2,28% dan 5,53%. Kondisi yang sama juga

terjadi di Kota Pekanbaru dan Dumai. Kenaikan harga batu-bata dan bahan

bakar rumah tangga merupakan pendorong terjadinya inflasi pada kelompok

perumahan.

Kelompok transportasi merupakan satu-satunya kelompok yang mengalami

deflasi yaitu sebesar 0,04%, mengalami penurunan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 1,29%. Berdasarkan kota

yang disurvey, Kota Pekanbaru tercatat mengalami deflasi sebesar 0,06%

sementara Kota Dumai mengalami inflasi sebesar 0,02%. Menurunnya biaya

angkutan antar kota merupakan faktor utama terjadinya deflasi pada triwulan

laporan.

Tabel 2.2. Perkembangan Inflasi Kelompok Barang dan Jasa di Provinsi Riau (qtq)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia

Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai Riau Pbr Dumai RiauBahan Makanan -0,47 -0,43 -0,47 0,33 -0,16 0,24 4,57 9,17 5,42 1,64 1,48 1,61 6,49 7,70 6,72Makanan Jadi 1,16 0,91 1,12 1,75 0,65 1,56 0,26 0,10 0,23 0,80 4,70 1,50 2,38 3,67 2,61Perumahan 0,45 -0,06 0,36 1,52 0,75 1,38 1,66 0,70 1,49 2,22 2,57 2,28 0,49 2,91 0,91Sandang 2,02 1,63 1,96 -0,88 0,06 -0,72 2,26 1,25 2,09 1,79 1,56 1,75 3,54 2,85 3,42Kesehatan 0,08 -0,24 0,03 -0,02 0,68 0,10 -0,07 0,12 -0,04 1,47 0,38 1,28 0,51 0,06 0,43Pendidikan 0,18 -0,14 0,12 0,08 0,51 0,16 0,54 0,76 0,58 6,30 2,05 5,53 0,02 -0,09 0,01Transportasi -0,60 -6,82 -1,93 0,50 -0,14 0,37 0,02 -0,93 -0,17 1,41 0,83 1,29 -0,06 0,02 -0,04

UMUM 0,30 -1,14 0,03 0,79 0,26 0,69 1,72 2,60 1,89 1,83 2,21 1,90 2,48 3,71 2,71

IV-10Kelompok

IV-09 I-10 II-10 III-10

Page 49: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

46

3.2 Disagregrasi Inflasi

Berdasarkan hasil agregasi secara triwulanan (qtq), inflasi kelompok volatile

foods Riau pada triwulan IV-2010 tercatat mengalami peningkatan yang

berarti dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Masih berlanjutnya

peningkatan harga kelompok bahan makanan terutama komoditas cabe

merah yang diikuti dengan peningkatan harga beras dan minyak goreng

merupakan faktor utama meningkatnya inflasi kelompok volatile foods hingga

mencapai 7,02% dari 1,48%. Jika dilihat berdasarkan kota yang disurvey,

maka inflasi kelompok volatile foods tertinggi dialami oleh Kota Dumai yaitu

sebesar 8,03%, sementara inflasi kelompok volatile foods di Kota Pekanbaru

tercatat sebesar 6,78%. Inflasi kelompok volatile foods pada Kota Dumai dan

Kota Pekanbaru mengalami peningkatan masing-masing dari 1,25% dan

1,50%.

Grafik 2.16. Disagregasi Inflasi Riau (qtq)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia

Sementara itu, tekanan yang berasal dari kelompok administered price selama

triwulan laporan mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yaitu dari 2,32% menjadi 0,81%. Kenaikan harga pertamax dan

angkutan antar kota merupakan komoditas yang memberikan sumbangan

terjadinya inflasi kelompok administered prices pada triwulan laporan.

Berdasarkan kota yang disurvey, inflasi kelompok administered prices di Kota

Dumai tercatat lebih tinggi dibandingkan inflasi kelompok administered prices

di Kota Pekanbaru yaitu masing-masing sebesar 2,22% dan 2,18% dari

2,85% dan 0,48%. Di sisi lain, tekanan yang berasal dari inflasi inti mengalami

-4,00

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2008 2009 2010

CoreVolatileAdministered PriceHeadline

Page 50: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Inflasi Daerah

47

penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 1,90%

menjadi 1,53%.

Grafik 2.17. Disagregasi Inflasi Kota Pekanbaru dan Kota Dumai (qtq)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah oleh Bank Indonesia

Halaman Ini Sengaja Dikosongkan

-6,00

-4,00

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2008 2009 2010

Pekanbaru

CoreVolatileAdministered PriceHeadline

-6,00

-4,00

-2,00

0,00

2,00

4,00

6,00

8,00

10,00

12,00

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2008 2009 2010

Dumai

CoreVolatileAdministered PriceHeadline

Page 51: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

47

1. Kondisi Umum

Seiring dengan kondisi perekonomian Riau pada triwulan IV-2010 dimana

tumbuh sebesar 7,84% (y-o-y)1, perbankan (bank umum dan BPR) Riau juga

menunjukkan kinerja yang cukup menggembirakan. Hal ini terlihat pada

beberapa indikator yang memperlihatkan peningkatan, seperti total aset,

penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan penyaluran kredit/pembiayaan,

serta terjaganya kualitas kredit/pembiayaan yang disalurkan sebagaimana

terlihat pada rendahnya rasio non performing loans (NPL).

1 PDRB Riau Tanpa Migas, sumber : BPS Provinsi Riau

PERKEMBANGAN PERBANKAN DAERAH

Bab 3

Page 52: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

48

Total aset pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp45,08 triliun, meningkat

1,37% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp44,47 triliun (q-t-

q). Peningkatan aset tersebut terutama didorong oleh meningkatnya

penghimpunan DPK dari Rp35,89 triliun menjadi Rp37,55 triliun atau tumbuh

sebesar 4,62%. Dengan meningkatnya DPK, tentunya telah mendorong

kemampuan perbankan Riau untuk meningkatan porsi penyaluran

kredit/pembiayaannya dimana pada periode yang sama tercatat sebesar

Rp29,38 triliun atau meningkat sebesar 5,03%. Meskipun kredit menunjukkan

peningkatan, namun kualitas kredit/pembiyaan yang disalurkan tetap terjaga,

sebagaimana terlihat pada rasio NPL gross yang tercatat 2,44%, jauh di bawah

angka indikatif Bank Indonesia yang sebesar 5%. Hal ini menunjukkan bahwa

kemampuan debitur di Riau untuk mengembalikan pinjamannya (repayment

capacity) cukup tinggi, selain diterapkannya prinsip kehati-hatian oleh bank

(Tabel 3.1.).

Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan Riau

(Dalam Miliar Rupiah)

Sumber: LBU Bank Umum dan LBBPR

2009Trw-IV Trw-III Trw-IV q-t-q y-t-d y-o-y

Aset 39.515 44.469 45.076 1,37 14,07 14,07 - Bank Umum 38.895 43.747 44.218 1,08 13,69 13,69 - BPR 621 721 858 18,97 38,22 38,22

DPK 31.311 35.892 37.550 4,62 19,93 19,93 - Bank Umum 30.878 35.388 37.013 4,59 19,87 19,87 - BPR 432 504 537 6,46 24,06 24,06

Kredit/Pembiayaan 24.477 27.970 29.376 5,03 20,01 20,01 - Bank Umum 24.080 27.475 28.861 5,05 19,85 19,85 - BPR 397 496 515 3,93 29,75 29,75

LDR 78,18% 77,93% 78,23%- Bank Umum 77,98% 77,64% 77,97%- BPR 91,82% 98,37% 96,03%

NPL 2,48% 3,28% 2,44%- Bank Umum 2,41% 3,17% 2,34%- BPR 7,16% 9,38% 7,98%

2010 Growth (%)Indikator

Page 53: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

49

Selain itu keberpihakan perbankan Riau dalam mendorong perkembangan

sektor riil juga terus menunjukkan peningkatan, sebagaimana terlihat pada

penyaluran kredit UMKM oleh bank umum yang tercatat sebesar Rp21,85

triliun, meningkat 4,15% dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar

Rp20,98 triliun. Total penyaluran kredit UMKM tersebut pangsanya telah

mencapai 75,71% dari total kredit yang disalurkan oleh bank umum.

2. Perkembangan Bank Umum

2.1. Perkembangan Jaringan Kantor

Dalam upaya meningkatkan jasa layanan serta melihat peluang usaha seiring

terus tumbuhnya perekonomian Riau, beberapa bank umum nasional telah

melakukan ekspansi usaha dengan membuka jaringan kantornya di Riau. Hal

ini terlihat pada perkembangan jumlah kantor dimana pada triwulan III-2010

tercatat 531 kantor, sementara pada triwulan IV-2010 sebanyak 552 kantor

atau bertambah sebanyak 21 kantor, yang terdiri dari 1 kantor cabang, 18

kantor cabang pembantu, 1 kantor kas dan 1 kantor lainnya (Tabel 3.2).

Tabel 3.2. Perkembangan Jaringan Kantor Bank Umum di Riau

Dengan meningkatnya jumlah jaringan kantor diharapkan tingkat aksesibilitas

masyarakat terhadap layanan jasa perbankan semakin meningkat, baik untuk

keperluan menyimpan dana, akses kredit/pembiayaan maupun pemanfaatan

jasa perbankan lainnya.

2009Tw-IV Tw-III Tw-IV

Jumlah Bank 39 41 41 - Pemerintah 6 6 6- Swasta 31 33 33- Bank Asing/Campuran 2 2 2

Jumlah Kantor 499 531 552- Kantor Pusat 1 1 1- Kantor Cabang 73 79 80 - Kantor Cabang Pembantu 299 314 332 - Kantor Kas 41 50 51 - Lainnya *) 85 87 88

Jenis Bank 39 41 41 - Konvensional 31 32 32 - Syariah 8 9 9*) Payment Point, Kantor Fungsional, Kantor Layanan Syariah dan Kas Mobil

2010Keterangan

Page 54: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

50

2.2. Perkembangan Aset

Total aset bank umum di Riau pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar

Rp44,22 triliun, meningkat 1,08% dibandingkan triwulan sebelumnya (q-t-q),

sehingga secara tahunan tumbuh sebesar 13,69% (y-o-y). Peningkatan aset

pada triwulan laporan terutama didorong oleh meningkatnya dana pihak

ketiga yang dihimpun serta adanya pembukaan jaringan kantor bank.

Berdasarkan kelompok bank, sebagaimana pada periode sebelumnya

pembentukan aset bank umum sebagian besar masih didominasi oleh

kelompok bank pemerintah dengan pangsa sebesar 64,95%, sementara

pangsa aset bank swasta nasional dan bank asing/campuran masing-masing

sebesar 34,31% dan 0,74% (Grafik 3.1.). Sementara itu dilihat

pertumbuhannya, aset kelompok bank swasta mengalami pertumbuhan

sebesar 12,53% dan bank asing/campuran 2,5% sementara kelompok bank

pemerintah turun sebesar 4,09% (q-t-q).

Grafik 3.1 : Pangsa Aset Bank Umum Menurut Kelompok Bank

Sumber : LBU dan LBBPR

2.3. Perkembangan Penghimpunan DPK

Posisi dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun bank umum di Riau pada

triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp37,01 triliun atau meningkat 4,59%

dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar Rp35,39 triliun (q-t-q),

sehingga secara tahunan meningkat sebesar 19,87%. Peningkatan DPK

tersebut disumbangkan oleh meningkatnya tabungan yang cukup signifikan

64.95%

34.31%

0.74%

Bank Pemerintah Bank Swasta Bank Asing/Campuran

Page 55: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

51

sebesar 14,08% (q-t-q), sementara giro dan deposito mengalami penurunan

masing-masing sebesar 2,77% dan 3,98%. Penurunan yang terjadi terutama

pada giro, antara lain disebabkan oleh berkurangnya dana milik pemerintah

daerah yang dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek yang telah selesai

pada akhir tahun anggaran, dimana pada triwulan IV-2010 giro milik

pemerintah daerah turun sebesar 37,41% (q-t-q).

Berdasarkan jenis simpanan, DPK yang dihimpun bank umum di Riau sebagian

besar berupa tabungan dengan pangsa sebesar 49,74%, diikuti oleh deposito

dan giro dengan pangsa masing-masing sebesar 25,41% dan 24,85% (Grafik

3.2). Besarnya pangsa tabungan pada struktur DPK mencerminkan bahwa

perilaku sebagian besar masyarakat dalam menempatkan dananya bukan

untuk tujuan investasi, tetapi untuk berjaga-jaga dalam memenuhi kebutuhan

bertransaksi, selain banyaknya kemudahan bertransaksi yang ditawarkan bank

kepada nasabah tabungannya.

Grafik 3.2. Pangsa DPK menurut Jenis Simpanan

Sumber : LBU Bank Umum

Sementara itu berdasarkan golongan pemilik, sebagian besar DPK pada bank

umum di Riau dimiliki oleh kelompok perorangan dengan pangsa sebesar

71,04%, diikuti oleh pemerintah daerah dan perusahaan swasta dengan

pangsa masing-masing sebesar 11,95% dan 11,38%. (Tabel 3.3). Tingginya

pangsa dana milik perorangan yang sebagian besar berupa tabungan

merupakan dana murah bagi perbankan namun memiliki tingkat volatilitas

yang cukup tinggi (Tabel 3.3.).

24.85%

49.74%

25.41%

Giro Tabungan Deposito

Page 56: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

52

Tabel 3.3. Perkembangan DPK Berdasarkan Golongan Pemilik

(Dalam Miliar Rupiah)

Sumber: LBU Bank Umum

2.4. Perkembangan Penyaluran Kredit/Pembiayaan

Posisi kredit/pembiayaan yang disalurkan bank umum Riau pada triwulan IV-

2010 tercatat sebesar Rp28,86 triliun, meningkat sebesar 5,05% dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar Rp27,47 triliun, sehingga secara tahunan

tumbuh sebesar 19,85%. Dari sisi penawaran, peningkatan kredit didorong

oleh meningkatnya DPK yang dihimpun sehingga meningkatkan kemampuan

bank untuk meningkatkan porsi penyaluran kredit/pembiayaannya, adanya

target penyaluran kredit terkait kredit program seperti Kredit Usaha Rakyat

(KUR) serta adanya program consumer loan berupa kredit tanpa agunan yang

diluncurkan oleh perbankan. Sementara disisi permintaan, peningkatan

kredit/pembiayaan antara lain didorong oleh semakin kondusifnya iklim usaha

di Riau sehingga mendorong meningkatnya permintaan kredit untuk kegiatan

usaha. Kondusifnya iklim usaha dikonfirmasi oleh hasil survei kegiatan dunia

usaha (SKDU) yang dilakukan KBI Pekanbaru pada triwulan IV-2010 dimana

responden mengatakan bahwa situasi bisnis di Riau lebih baik dibanding

triwulan sebelumnya (SB meningkat dari 40,00 menjadi 40,22).

Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV- Pemerintah Pusat 335 277 618 281 173 - Pemerintah Daerah 3.223 6.858 7.032 6.732 4.213 - Badan/Lembaga Pemerintah 123 77 58 93 104 - Badan Usaha Milik Negara 308 318 433 559 448 - Badan Usaha Milik Daerah 58 297 61 213 589 - Perusahaan Asuransi 240 34 44 40 37 - Perusahaan Swasta 3.269 2.670 3.095 3.458 4.422 - Yayasan dan Badan Sosial 274 222 276 297 338 - Koperasi 270 161 203 204 244 - Perorangan 22.336 22.872 22.379 23.345 26.294 - Lainnya 442 85 118 165 152

30.878 33.872 34.316 35.388 37.013

Golongan Pemilik2009 2010

Total

Page 57: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

53

Berdasarkan penggunaannya, baik kredit modal kerja, investasi dan konsumsi

pada triwulan laporan mengalami peningkatan. Pertumbuhan tertinggi terjadi

pada kredit investasi yakni sebesar 6,77%, sementara kredit modal kerja dan

konsumsi masing-masing meningkat sebesar 5,47% dan 3,36% (q-t-q).

Dengan demikian secara tahunan kredit modal kerja meningkat sebesar

21,36%, investasi 16,59% dan konsumsi 20,84%. Sementara itu berdasarkan

pangsanya, kredit modal kerja memiliki pangsa terbesar yakni sebesar 37,03%,

kredit konsumsi dan investasi memiliki pangsa masing-masing sebesar 36,01%

dan 26,96%. Relatif tingginya pertumbuhan dan pangsa kredit produktif yakni

modal kerja dan investasi tentunya akan memberikan multiplier effect yang

besar terhadap kegiatan perekonomian Riau (Grafik 3.3.)

Grafik 3.3. Pangsa Penyaluran Kredit Menurut Penggunaan

Sumber : LBU Bank Umum

Berdasarkan sektor ekonomi, kredit/pembiayaan bank umum di Riau sebagian

besar disalurkan ke sektor lainnya dengan pangsa sebesar 40,34%, dikuti oleh

sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) dan sektor pertanian dengan

pangsa masing-masing sebesar 21,95% dan 16,70%. Tingginya penyaluran

kredit ke sektor PHR dan Pertanian sejalan dengan PDRB Riau dimana

kontribusi sektor PHR dan Pertanian terhadap pembentukan PDRB Riau cukup

dominan yang rata-rata mencapai 17,28% dan 9,29%.

Selain sektor-sektor di atas, sekor ekonomi yang juga menyerap kredit cukup

besar adalah sektor jasa dunia usaha, sektor industri dan sektor kontruksi

dengan pangsa masing-masing sebesar 6,52%, 5,84% dan 3,16% (Grafik

3.4.).

37.03%

26.96%

36.01% Modal kerja

Investasi

Konsumsi

Page 58: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

54

Grafik 3.4. Pangsa Penyaluran Kredit Secara Sektoral

Sumber : LBU Bank Umum

Dengan semakin meningkatnya penyaluran kredit, loan to deposit ratio (LDR)

yang mencerminkan pelaksanaan fungsi intermediasi bank umum Riau sedikit

mengalami peningkatan dari 77,64% pada triwulan III-2010 menjadi 77,97%

pada triwulan IV-2010.

2.5. Risiko Kredit

Meskipun kredit yang disalurkan bank umum Riau terus menunjukkan

peningkatan, namun kualitas kredit yang disalurkan relatif terjaga. Hal ini

terlihat pada rasio Non Performing Loan (NPL) gross pada triwulan laporan

yang tercatat sebesar 2,34% lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang

sebesar 3,17%. Angka tersebut jauh di bawah angka indikatif Bank Indonesia

yang sebesar 5%. Dalam upaya memitigasi risiko, bank telah

memperhitungkan Pembentukan Pencadangan Aktiva Produk (PPAP) sehingga

NPL Net hanya sebesar 0,98%. Rendahnya NPL tersebut mencerminkan

bahwa kemampuan membayar kembali (repayment capacity) debitur atas

kredit/pembiyaan yang diterimanya relatif baik. Hal ini tentunya sangat

mendukung upaya menjaga stabilitas sistem keuangan khususnya perbankan.

Berdasarkan jenis penggunaan, NPL tertinggi terjadi pada kredit modal kerja

yakni sebesar 3,64%, sementara NPL pada kredit investasi dan konsumsi

masing-masing sebesar 1,49% dan 1,64%. Dibandingkan triwulan

sebelumnya, NPL pada semua jenis kredit menunjukkan penurunan.

40.34%

21.95%

16.70%

6.52%

5.84% 3.16%

Lainnya

Perdagangan

Pertanian

Jasa dunia usaha

Industri

Konstruksi

Page 59: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

55

Tabel 3.4. Perkembangan NPL Kredit Berdasarkan Penggunaan

(Dalam jutaan Rupiah)

Sumber : LBU Bank Umum

Sementara itu berdasarkan sektor ekonomi, sektor yang memiliki NPL relatif

besar pada triwulan laporan adalah sektor industri pengolahan dan sektor

konstruksi masing-masing sebesar 7,04%dan 5,25%, sementara sektor-sektor

yang lainnya NPLnya masih di bawah 5% (Tabel 3.5).

Tabel 3.5. Perkembangan NPL Kredit Berdasarkan Penggunaan

(Dalam jutaan Rupiah)

Sumber : LBU Bank Umum

2.6 Laba Usaha

Bank umum di Riau hingga triwulan IV-2010 telah membukukan laba usaha

sebesar Rp1.853 miliar, tumbuh sebesar 45,51% dibandingkan perolehan laba

tahun 2009 yang sebesar Rp1.273 miliar. Peningkatan laba tersebut terutama

didorong oleh meningkatnya pendapatan operasional terutama dari

pendapatan bunga kredit dan efisiensi usaha sebagaimana terlihat pada rasio

Nominal % Nominal % Nominal %Modal Kerja 291.630 3,26 385.564 3,81 388.443 3,64 Investasi 161.245 2,40 265.058 3,64 116.116 1,49 Konsumsi 133.509 1,37 221.355 2,20 170.007 1,64 Total 586.384 2,31 871.977 3,17 674.566 2,34

Tw-IVTw -IVKredit Penggunaan2009 2010

Tw-III

Nominal % Nominal % Nominal %Pertanian 112.099 2,51 90.678 2,01 67.448 1,40Pertambangan 34 0,05 910 0,41 1.287 0,90Industri 63.877 4,18 283.289 17,43 118.647 7,04LGA 39 0,07 - - - 0,00Konstruksi 24.946 2,66 50.731 5,54 47.875 5,25Perdagangan 201.086 3,45 172.895 2,92 221.865 3,50Angkutan 1.166 0,20 8.259 1,20 9.318 1,24Jasa Dunia Usaha 45.424 2,36 23.593 1,22 16.754 0,89JasaSosial 2.187 0,81 13.285 2,20 14.543 2,34Lain-Lain 135.526 1,39 228.337 2,08 176.829 1,52Total 586.384 2,31 871.977 3,17 674.566 2,34

Kredit Sektoral2009 2010

Tw-III Tw-IVTw -IV

Page 60: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

56

biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) yang mengalami

penurunan.

Pendapatan operasional pada tahun 2010 tercatat sebesar Rp6.581 miliar,

terdiri dari pendapatan bunga kredit Rp4.319 miliar (65,64%), keuntungan

transaksi valas Rp5,71 miliar (0,09%), provisi dan komisi Rp1.491 miliar

(11,61%) dan pendapatan operasional lainnya Rp764 miliar (11,61%).

Sementara itu rasio BOPO pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar 77,73%,

lebih rendah dibandingkan tahun 2009 yang sebesar 78,20%. Tingginya

pertumbuhan laba bank umum mencerminkan bahwa kegiatan usaha bank di

Riau sangat kondusif.

Grafik 3.5: Struktur Pendapatan Operasional Bank Umum di Riau

Sumber : LBU Bank Umum

2.7. Perkembangan Kredit UMKM

Beberapa studi mengatakan bahwa sektor UMKM memegang peranan penting

dalam mendorong perekonomian karena ketahanannya dalam menghadapi

goncangan krisis dan menyerap banyak tenaga kerja serta jumlahnya yang

besar dan tersebar dalam berbagai sektor ekonomi. Dilandasi alasan tersebut,

maka berbagai upaya dilakukan oleh pemangku kepentingan di daerah untuk

mendorong perkembangan sektor UMKM.

Masalah klasik yang dihadapi dalam pengembangan UMKM antara lain

rendahnya kualitas sumber daya manusia, terbatasnya jaringan pemasaran,

dan lemahnya permodalan karena terbatasnya akses pembiayaan ke sektor

lembaga keuangan khususnya perbankan. Dalam mengatasi masalah tersebut,

65.64%

0.09%

22.66%

11.61%

Pendapatan Bunga

Keuntungan Valas

Komisi dan Provisi

Lainnya

Page 61: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

57

Bank Indonesia bersama instansi terkait sesuai kewenangan masing-masing

telah melakukan berbagai upaya antara lain dilakukan melalui pemberian

bantuan teknis dan atau pelatihan kepada pendamping UMKM melalui

Satgasda KKMB, mengikutsertakan pelaku UMKM dalam berbagai kegiatan

pameran maupun membantu akses pembiayaan kesektor perbankan.

Melihat peran vital UMKM tersebut, telah mendorong perbankan untuk

memberikan perhatian kepada sektor UMKM khususnya melalui penyaluran

kredit/pembiayaannya. Posisi kredit UMKM yang disalurkan bank umum Riau

pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar Rp21,85 triliun meningkat sebesar

4,15% dibandingkan triwulan sebelumnya sehingga pada tahun 2010

pertumbuhan kredit UMKM tercatat sebesar 20,69%. Pangsa kredit UMKM

tersebut mencapai 75,71% dari total kredit yang disalurkan bank umum.

Berdasarkan jenis penggunaanya, kredit UMKM tersebut sebagian besar

terserap untuk kegiatan produktif yakni modal kerja dan investasi yang

mencapai Rp11,48 triliun (52,53%) sedangkan untuk konsumsi tercatat

sebesar Rp10,37 triliun (47,47%). Pada triwulan laporan, kredit investasi

menunjukkan pertumbuhan tertinggi yakni sebesar 7,83%, sementara kredit

konsumsi dan modal kerja masing-masing tumbuh sebesar 3,93% dan 2,93%

(Tabel 3.6). Guna memberikan multiplier effect dalam mendorong

perekonomian, penyaluran kredit UMKM oleh perbankan pangsa kredit

produktifnya diharapkan dapat lebih ditingkatkan.

Tabel 3.6. Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

(Dalam Miliar Rupiah)

Sumber : LBU Bank Umum

2009

Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IV

JENIS PENGGUNAAN 18.106 18.380 20.016 20.982 21.852 - Modal kerja 6.342 6.201 6.707 7.828 8.058 - Investasi 3.186 3.368 3.710 3.174 3.422 - Konsumsi 8.578 8.811 9.599 9.980 10.372

2010Indikator

Page 62: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

58

Sementara itu berdasarkan sektor ekonomi, selain sektor lainnya sektor

ekonomi yang banyak menyerap kredit UMKM adalah sektor PHR yakni

sebesar Rp5.09 triliun (23,30%), diikuti oleh sektor pertanian Rp2,41 triliun

(11,04%) dan sektor jasa dunia usaha Rp1,11 trilun (5,09%), sementara

sektor-sektor yang lainnya pangsanya masih di bawah 5% (Tabel 3.7).

Tabel 3.7. Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi

(Dalam Miliar Rupiah)

Sumber: LBU bank Umum

Meskipun kredit/pembiayaan UMKM yang disalurkan terus menunjukkan

peningkatan, namun kualitas kredit UMKM tetap baik yang diindikasikan oleh

rendahnya rasio NPL dimana pada triwulan IV-2010 tercatat sebesar 2,36%

(gross) lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang sebesar 2,74%.

Rendahnya NPL tersebut mencerminkan bahwa kemampuan dan kepatuhan

debitur UMKM di Riau untuk membayar kembali kewajibannya cukup baik.

Hal ini tentunya menjadi perhatian perbankan dalam meningkatkan pangsa

penyaluran kredit/pembiyaan ke sektor UMKM.

2009

Tw-IV Tw-I Tw-II Tw-III Tw-IVSEKTOR EKONOMI 18.106 18.380 20.016 20.982 21.852 - Pertanian 2.328 2.077 2.153 2.345 2.414 - Pertambangan 30 40 50 53 37 - Industri 205 244 275 287 302 - Listrik, gas dan air 7 9 9 5 5 - Konstruksi 589 469 512 566 529 - Perdagangan 4.789 4.172 4.637 5.075 5.091 - Pengangkutan 308 397 387 395 379 - Jasa dunia usaha 1.171 816 901 1.004 1.111 - Jasa sosial 60 74 82 77 85 - Lainnya 8.620 10.082 11.011 11.175 11.900

2010Indikator

Page 63: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

59

2.8. Perkembangan Kredit Usaha Rakyat (KUR)

Kredit Usaha Rakyat yang disalurkan oleh 6 (enam) bank pelaksanaan KUR di

Riau (BNI, BRI, Mandiri, BTN, Bukopin dan Syariah Mandiri) pada triwulan IV-

2010 baik dari sisi plafon maupun outstanding/baki debet memperlihatkan

peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Total plafon tercatat sebesar

Rp1,04 triliun secara triwulan tumbuh sebesar 27,22% sehingga secara

tahunan tumbuh 85,42%. Sementara itu outstanding kredit tercatat sebesar

Rp585,47 miliar meningkat 32,12% (q-t-q) dan 61,64% (y-o-y). KUR tersebut

tersalurkan kepada 58.401 debitur (Tabel 3.8).

Tabel 3.8. Perkembangan Penyaluran KUR di Riau

(Dalam Jutaan Rupiah)

Sumber: Kantor Menko Perekonomian

Secara nasional, jumlah plafon KUR di Riau pada triwulan IV-2010 pangsanya

sebesar 3,01% dari total Rp34,42 triliun atau menempati urutan ke 9 dari 33

provinsi. Sementara dari outstanding kredit pangsanya sebesar 3,61% dari

total Rp16,21 triliun, urutan 9 dari 33 provinsi. Adapun rata-rata KUR

perdebitur di Riau tercatat sebesar Rp17,73 juta, jauh di atas rata-rata nasional

yang sebesar Rp9,03 juta.

2.9. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Sejalan dengan bank umum, kinerja BPR Riau pada triwulan IV-2010 juga

menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Hal ini terlihat pada

perkembangan aset, DPK dan kredit yang disalurkan maupun perolehan laba

usaha. Total aset BPR Riau tercatat sebesar Rp858,04 miliar, secara triwulan

meningkat sebesar 18,97 (q-t-q) dan tahunan sebesar 38,22% (y-o-y).

Peningkatan aset tersebut masih didorong oleh peningkatan dana pihak

ketiga (DPK).

2009Trw-IV Trw-I Trw-II Trw-III Trw-IV q-t-q y-t-d- y-o-y

Plafond 558.430 647.182 769.433 813.902 1.035.437 27,22 85,42 85,42 Outstanding 362.213 406.152 418.456 443.137 585.465 32,12 61,64 61,64

Debitur 33.969 37.596 44.183 49.508 58.401 17,96 71,92 71,92

2010 Growth (%)Indikator

Page 64: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

60

Sementara itu DPK yang dihimpun tercatat sebesar Rp536,52 miliar,

meningkat 6,46% (q-t-q) dan 24,05% (y-o-y). Berdasarkan jenis simpanan,

baik deposito maupun tabungan pada triwulan laporan keduanyan

menunjukkan peningkatan, dimana deposito tumbuh signifikan sebesar

10,72% dan tabungan hanya sebesar 2,15% (q-t-q). Tingginya peningkatan

deposito tidak terlepas dari menariknya suku bunga deposito yang ditawarkan

oleh BPR (Tabel 3.8).

Tabel 3.9. Perkembangan DPK BPR

(Dalam Jutaan Rupiah)

Sumber: LBU BPR

Posisi kredit/pembiayaan yang disalurkan tercatat sebesar Rp515,23 miliar,

meningkat sebesar 3,93% (q-t-q) dan 29,75% (y-o-y). Peningkatan penyaluran

kredit tersebut tidak terlepas dari kemampuan bank untuk meningkatan

penghimpunan DPKnya yang dipergunakan sebagai sumber pembiayaan.

Sama halnya dengan bank umum, kredit yang disalurkan BPR Riau sebagian

besar juga tersalurkan untuk tujuan produktif yakni modal kerja dan investasi

dimana pada triwulan laporan pangsanya mencapai 66,28%, sementara untuk

tujuan konsumtif sebesar 33,72%. Tingginya pangsa kredit produktif tersebut

tentunya sangat positif dalam mendorong perkembangan usaha mikro dan

kecil yang menjadi segmen pasar utama BPR (Tabel 3.9).

Tabel 3.10. Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Penggunaan

(Dalam Jutaan Rupiah)

Sumber: LBU BPR

Sementara itu secara sektoral, kredit yang disalurkan BPR Riau pada triwulan

IV-2010 sebagian besar tersalurkan ke sektor lainnya dengan nominal sebesar

Tw-IV Tw-III Tw-IV q-t-q y-t-d y-o-yDPK 432.482 503.967 536.516 6,46 24,06 24,06 - Giro - - - - - - - Tabungan 244.545 250.430 255.808 2,15 4,61 4,61 - Deposito 187.937 253.536 280.708 10,72 49,36 49,36

Indikator2009 2010 Growth (%)

Page 65: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

61

Rp204,76 miliar (39,74%), diikuti sektor PHR sebesar Rp189,95 miliar

(35,29%), sektor pertanian sebesar Rp90,86 miliar (17,63%) dan sektor jasa

dunia usaha sebesar Rp29,57 miliar (5,74%), sedangkan untuk sektor-sektor

yang lainnya pangsa masih di bawah 5% (Table 3.10). Meskipun kredit yang

disalurkan menunjukkan peningkatan, namun kualitas kredit mengalami

perbaikan sebagaimana terlihat pada menurunnya NPL dari 9,38% menjadi

7,98%.

Tabel 3.11. Perkembangan Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi

(Dalam Jutaan Rupiah)

Sumber: LBU BPR

Dengan lebih tingginya pertumbuhan DPK dibandingkan kredit pada triwulan

laporan, telah mendorong penurunan LDR BPR Riau dari 98,73% pada

triwulan III-2010 menjadi 96,03% pada triwulan IV-2010.

2.10. Bank Syariah

Jumlah bank syariah yang beroperasi di Riau sampai dengan triwulan IV-2010

tercatat 11 bank yang terdiri dari 9 bank umum syariah dan 2 BPR syariah

dengan total aset Rp2,28 triliun atau mencapai 5,16% dari total aset

perbankan Riau, jauh di atas pangsa aset perbankan syariah nasional nasional

yang hanya sekitar 3%. Hal ini mencerminkan perkembangan perbankan

syariah di Riau cukup pesat.

DPK yang dihimpun tercatat sebesar Rp.1,55 triliun, secara triwulanan tumbuh

sebesar 19,23% (q-t-q), sehingga secara tahunan tumbuh 35,15% (y-o-y).

Tw-IV Tw-III Tw-IV q-t-q y-t-d y-o-yKredit Sektoral 397.101 495.765 515.234 3,93 29,75 29,75 - Pertanian 67.190 80.767 90.858 12,49 35,22 35,22 - Pertambangan - - - - Industri 2.448 2.595 3.075 18,49 25,60 25,60 - Listrik, gas dan air - - - - Konstruksi 8 6 4 (19,93) (43,10) (43,10) - Perdagangan 141.543 187.077 186.953 (0,07) 32,08 32,08 - Pengangkutan 21 130 - (100,00) (100,00) (100,00) - Jasa dunia usaha 38.322 36.577 29.588 (19,11) (22,79) (22,79) - Jasa sosial - - - - Lainnya 147.567 188.613 204.755 8,56 38,75 38,75

Indikator2009 2010 Growth (%)

Page 66: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Perbankan Daerah

62

Pertumbuhan DPK pada triwulan laporan didorong oleh pertumbuhan giro

yang signifikan yakni sebesar 88,43% sedangkan tabungan dan deposito

masing-masing tumbuh sebesar 15,89% dan 10,56% (q-t-q).

Sementara itu pembiayaan yang disalurkan tercatat sebesar Rp1,59 triliun,

tumbuh 11,92% dibandingkan triwulan sebelumnya, sehingga secara tahunan

pembiayaan tumbuh signifikan 51,30%. Peningkatan pembiayaan didorong

oleh semua jenis pembiayaan, dimana pembiayaan investasi tumbuh paling

tinggi yakni sebesar 14,96%, sedangkan konsumsi dan modal kerja masing-

masing sebesar 16,89% dan 5,61% (q-t-q). Meskipun pembiayaan

menunjukkan peningkatan, namun kualitas pembiayaan yang disalurkan cukup

terjaga sebagaimana terlihat pada non performing financing (NPF) gross yang

sebesar 2,89%.

Dengan lebih tingginya pertumbuhan DPK dibandingkan pembiayaan pada

triwulan laporan, telah mendorong penurunan finacing to deposit ratio (FDR)

menjadi 103,18% dari triwulan sebelumnya yang sebesar 109,92%.

Laba usaha yang dibukukan perbankan syariah Riau pada tahun 2010 tercatat

sebesar Rp98,21 miliar, meningkat sebesar Rp13,88 miliar (17,65%)

dibandingkan tahun 2009 yang sebesar Rp78,63 miliar.

Tabel 3.12. Perkembangan Perbankan Syariah

(Dalam Jutaan Rupiah)

2009Tw.IV Tw.III Tw.IV q-t-q y-o-y y-t-d

Jumlah bank 10 11 11

Total asset 1,566,558 2,040,288 2,280,240 11.76% 45.56% 45.6%

Total dana 1,143,714 1,296,434 1,545,732 19.23% 35.15% 35.15%- Giro 119,469 92,667 174,617 88.43% 46.16% 46.16%- Tabungan 651,757 754,837 874,772 15.89% 34.22% 34.22%- Deposito Berjangka 372,487 448,930 496,343 10.56% 33.25% 33.25%

Pembiayaan 1,054,175 1,425,009 1,594,931 11.92% 51.30% 51.30%- Modal Kerja 455,707 564,898 596,609 5.61% 30.92% 30.92%- Investasi 327,872 366,025 420,773 14.96% 28.33% 28.33%- Konsumsi 270,596 494,086 577,549 16.89% 113.44% 113.44%

Financing to Deposit Ratio (FDR) 92.17% 109.92% 103.18%Non Performing Financing (NPF) 7.07% 3.87% 2.89%

Indikator2010 Growth

Page 67: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

63

1. Kondisi Umum

Anggaran belanja Provinsi Riau pada tahun 2010 tercatat Rp 4,267 triliun, relatif

sama dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 4,269 triliun. Adapun

berdasarkan realisasi Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), penyerapan anggaran

belanja mencapai Rp 3,8 triliun atau 89,05% dari total anggaran. Realisasi belanja

terbesar terdapat pada belanja tidak langsung sebesar 90,36% sementara realisasi

belanja langsung sebesar 88.23%. Selanjutnya, Satuan Kerja Perangkat daerah (SKPD)

dengan persentase penyerapan anggaran belanja tertinggi pada tahun 2010 adalah

DPRD yakni sebesar 98,09% sedangkan realisasi anggaran belanja terkecil adalah

Dinas Perkebunan yaitu sebesar 51,34%.

KONDISI KEUANGAN DAERAH

Bab 4

Page 68: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

64

2. Realisasi Belanja

Anggaran belanja Provinsi Riau pada tahun 2010 tercatat Rp 4,267 triliun, relatif

sama dibandingkan tahun sebelumnya yaitu Rp 4,269 triliun. Realisasi belanja tercatat

mencapai Rp3,8 triliun atau 89,05% dari total anggaran belanja. Dalam kurun waktu

4 (empat) tahun terakhir, realisasi belanja Provinsi Riau menunjukkan kecenderungan

meningkat. Hal ini sebagai dampak dari percepatan pembangunan berbagai proyek

infrastruktur dan persiapan Riau sebagai tuan rumah PON XVIII di tahun 2012.

Grafik 4.1. Realisasi Anggaran Belanja SKPD 2007 – 2010 (Juta Rupiah)

74.00%

76.00%

78.00%

80.00%

82.00%

84.00%

86.00%

88.00%

90.00%

2007 2008 2009 2010

Persentase

Persentase

3,000,000 3,200,000 3,400,000 3,600,000 3,800,000 4,000,000

2007

2008

2009

2010

Nominal

Nominal

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Riau, diolah

Jika dilihat dari belanja yang dilakukan oleh masing-masing SKPD, plafon belanja

terbesar dialokasikan untuk Dinas Pekerjaan Umum yang mencapai Rp922,82 miliar

atau 21,62% dari total belanja daerah. Dari jumlah tersebut, belanja langsung

mencapai Rp861,51 miliar (93,36%), dan belanja tidak langsung sebesar Rp61,31

miliar (6,64%). Kondisi ini menunjukkan bahwa peruntukan belanja oleh Dinas

Pekerjaan Umum utamanya adalah untuk belanja modal. Selanjutnya PPKD yaitu

mencapai Rp893,59 miliar atau 20,94% serta Dinas Pendidikan sebesar Rp449,94

miliar atau 10,54% dari total anggaran belanja daerah. Apabila dibandingkan dengan

tahun 2009, Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan juga menjadi SKPD dengan

plafond belanja dalam kelompok 3 besar yakni berturut – turut 19,51% dan 9,69%

dari total anggaran. Hal ini menunjukkan prioritas alokasi anggaran Provinsi Riau

dipergunakan untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur dan kualitas SDM. Di

sisi lain, plafon anggaran belanja terkecil dialokasikan untuk Kepala Daerah dan Wakil

Kepala Daerah yakni sebesar Rp2,35 miliar atau 0,05% dari total anggaran belanja.

Page 69: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

65

Berdasarkan komponennya, persentase realisasi belanja tertinggi adalah belanja tidak

langsung yaitu sebesar 90,36% atau tercatat Rp1,47 triliun sementara persentase

realisasi untuk belanja langsung sebesar 88,23%. Namun demikian, apabila ditinjau

berdasarkan nominalnya, realisasi belanja tertinggi adalah belanja langsung yang

mencapai Rp2,32 triliun.

Tabel 4.1. Realisasi Belanja SKPD di Provinsi Riau Triwulan IV-2010

Anggaran Belanja(Rp Miliar) (Rp Miliar) %

Belanja Tidak Langsung 1,633.62 1,476.22 90.36%Belanja Langsung 2,633.81 2,323.89 88.23%

Total 4,267.43 3,800.10 89.05%

KomponenRealisasi SP2D

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Riau, diolah

Sementara itu, SKPD dengan penyerapan anggaran belanja tertinggi dilakukan oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yaitu mencapai Rp21,07 miliar atau 98,09%

dari anggaran sebesar Rp21,48 miliar dengan keseluruhan peruntukan dialokasikan

pada belanja tidak langsung. Sedangkan tiga SKPD yang tercatat memiliki plafond

belanja terbesar yakni Dinas Pekerjaan Umum, PPKD, dan Dinas Pendidikan melakukan

realisasi anggaran yang lebih rendah yakni berturut-turut sebesar Rp818,34 miliar

(88,68%), Rp843,37 miliar (94,38%), dan Rp398,31 miliar (88,53%). Adapun, realisasi

anggaran terkecil dilakukan oleh Dinas Perkebunan dengan pencapaian 51,34% atau

tercatat Rp30,43 miliar dari anggaran sebesar Rp59,28 miliar.

2.1. Realisasi Belanja Tidak Langsung

Anggaran belanja tidak langsung tahun 2010 tercatat Rp1,63 triliun, mengalami

penurunan sebesar 9,58% dibandingkan anggaran tahun 2009 yang mencapai Rp1,81

triliun. Hal ini disebabkan sebagian besar komponen belanja langsung mengalami

penurunan, kecuali komponen belanja subsidi dan komponen belanja bantuan

keuangan kepada Provinsi/Kabupaten/Kota & Pemerintahan.

Dari anggaran ini, alokasi belanja tidak langsung terbesar adalah untuk PPKD yaitu

mencapai Rp893,59 miliar atau 54,70% dari total anggaran. Selanjutnya Dinas

Pendapatan yaitu sebesar Rp71,28 miliar atau 4,36% dan Rumah Sakit Umum Daerah

Arifin Achmad sebesar Rp61,92 miliar atau 3,79% dari total belanja tidak langsung.

Page 70: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

66

Sedangkan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah memiliki plafon anggaran terkecil

yaitu Rp2,35 miliar atau 0,14% dari total anggaran belanja tidak langsung.

Tabel 4.2. Realisasi Belanja Tidak Langsung SKPD di Provinsi Riau 2010 (Juta Rupiah)

Dinas Pendidikan 36,400.53 30,770.53 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah 21,479.39 21,069.48

Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi 13,937.98 10,271.46 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah 2,345.27 2,043.24

Dinas Kesehatan 36,943.07 29,213.52 Sekretariat Daerah 55,283.99 48,936.69

Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad 61,926.22 59,569.69 Sekretariat DPRD 14,350.11 11,641.41

Rumah Sakit Jiwa Tampan 15,561.29 14,080.29 Badan Penelitian dan Pengembangan 7,893.82 6,583.69

Dinas Pekerjaan Umum 61,307.93 53,111.94 Inspektorat 7,754.41 6,849.81

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 14,049.17 9,989.99 Badan Penghubung 4,438.74 4,042.54

Dinas Perhubungan 23,934.80 18,580.72 Dinas Pendapatan 71,287.23 60,922.80

Badan Lingkungan Hidup 7,232.51 6,483.65 Badan Kepegawaian Daerah 12,153.63 10,165.40

Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana

6,035.00 4,498.28 Badan Ketahanan Pangan 8,068.92 7,523.76

Dinas Sosial 17,410.11 14,421.87 Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa

7,137.90 5,920.33

Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan

29,546.19 26,157.84 Dinas Komunikasi, Informatika dan Pengolahan Data Elektronik

5,686.00 4,870.07

Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 8,723.08 7,811.71 Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura 25,265.11 23,419.75

Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah 5,778.83 5,214.55 Dinas Perkebunan 16,240.15 14,711.63

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu 5,301.26 4,438.29 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan 8,884.33 7,733.81

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 14,272.52 11,196.80 Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan 6,975.09 6,626.46

Dinas Pemuda dan Olah Raga 9,887.57 8,317.40 Dinas Kehutanan 25,702.32 22,867.61

Satuan Polisi Pamong Praja 19,125.09 16,980.14 Dinas Pertambangan dan Energi 9,583.64 9,017.37

Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat

9,425.94 8,442.85 Dinas Perikanan dan Kelautan 12,454.57 10,597.04

PPKD 893,594.60 833,377.31 Dinas Perindustrian dan perdagangan 20,246.20 17,744.93

JUMLAH 1,633,624.56 1,476,216.67

Satuan Kerja Perangkat Daerah Total Anggaran Belanja Tidak

Langsung

Realisasi SP2D Satuan Kerja Perangkat Daerah Total Anggaran Belanja Tidak

Langsung

Realisasi SP2D

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Riau, diolah

Jika dilihat dari persentase penyerapan anggaran belanja tidak langsung, realisasi

belanja tertinggi dilakukan oleh DPRD yaitu sebesar 98,09% atau tercatat Rp21,07

miliar dari anggaran Rp21,48 miliar dan kemudian diikuti oleh Rumah Sakit Umum

Daerah Arifin Achmad yang tercatat sebesar 96,19% atau Rp59,57 miliar dari

anggaran Rp61,93 miliar. Selanjutnya, untuk dua SKPD dengan plafon belanja

terbesar yakni PPKD dan Dinas Pendapatan, realisasi belanjanya berturut – turut

mencapai Rp833,37 miliar atau 93,26% dan Rp60,92 miliar atau 85,46% dari

anggaran. Sedangkan, penyerapan anggaran belanja tidak langsung terkecil dilakukan

oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah yang mencapai 71,11% atau tercatat

Rp9,98 miliar dari anggaran Rp14,05 miliar.

Secara umum, berdasarkan realisasi SP2D persentase penyerapan anggaran untuk

belanja tidak langsung mencapai 90,36% atau tercatat sebesar Rp1,47 triliun. Jumlah

nominal realisasi belanja tidak langsung ini mengalami peningkatan sebesar 3,69%

dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2009 yang tercatat sebesar Rp1,42 triliun.

Secara rata – rata, tingkat penyerapan anggaran SKPD di Riau untuk tahun 2010

adalah sebesar 86,56%.

Page 71: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

67

2.2. Realisasi Belanja Langsung

Anggaran belanja langsung tahun 2010 tercatat sebesar Rp2,63 triliun atau naik

6.95% dari anggaran tahun 2009 sebesar Rp2,46 trilliun. Alokasi terbesar adalah

untuk Dinas Pekerjaan Umum yakni sebesar Rp 861,51 miliar atau 32,71% dari total

anggaran belanja langsung. Selanjutnya adalah Dinas Pendidikan dengan alokasi

sebesar 15,70% atau Rp413,54 miliar. Sedangkan, PPKD, DPRD, serta Kepala Daerah

dan Wakil Kepala Daerah tercatat tidak memiliki anggaran untuk belanja langsung

pada tahun 2010. Besarnya porsi anggaran untuk Dinas Pekerjaan Umum ini tidak

terlepas dari peranannya dalam pembangunan ataupun perbaikan berbagai

infrastruktur di Riau.

Tabel 4.3. Realisasi Belanja Langsung SKPD di Provinsi Riau 2010 (Juta Rupiah)

Dinas Pendidikan 413,543.03 367,544.20 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah - -

Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi 10,019.91 9,017.67 Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah - 130.00

Dinas Kesehatan 69,008.83 60,704.69 Sekretariat Daerah 224,779.57 171,392.78

Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad 109,626.23 101,654.73 Sekretariat DPRD 89,021.12 84,743.73

Rumah Sakit Jiwa Tampan 13,419.31 11,937.37 Badan Penelitian dan Pengembangan 12,042.88 10,727.98

Dinas Pekerjaan Umum 861,513.44 765,233.24 Inspektorat 8,941.88 7,653.40

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 25,920.44 22,715.84 Badan Penghubung 10,555.10 9,786.01

Dinas Perhubungan 42,334.81 41,157.57 Dinas Pendapatan 29,189.91 23,416.54

Badan Lingkungan Hidup 9,030.16 7,692.82 Badan Kepegawaian Daerah 14,885.45 11,742.91

Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana

4,606.17 4,647.12 Badan Ketahanan Pangan 6,540.43 6,195.98

Dinas Sosial 12,917.62 12,413.95 Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Desa

30,567.99 25,430.26

Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan

19,760.04 18,894.19 Dinas Komunikasi, Informatika dan Pengolahan Data Elektronik

9,252.10 8,140.11

Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah 7,690.71 7,385.15 Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura 52,000.38 41,950.62

Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah 12,507.13 10,828.58 Dinas Perkebunan 43,039.93 15,721.90

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu 5,673.27 5,321.52 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan 18,397.27 17,954.98

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata 44,202.08 34,157.38 Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan 4,952.93 4,506.52

Dinas Pemuda dan Olah Raga 335,763.15 324,166.83 Dinas Kehutanan 13,041.15 10,965.85

Satuan Polisi Pamong Praja 12,332.05 10,399.16 Dinas Pertambangan dan Energi 11,834.51 8,629.19

Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat

5,930.31 5,530.36 Dinas Perikanan dan Kelautan 28,699.03 25,800.09

PPKD - 10,000.00 Dinas Perindustrian dan perdagangan 10,267.79 7,596.33

JUMLAH 2,633,810.15 2,323,887.53

Realisasi SP2DSatuan Kerja Perangkat Daerah Total Anggaran Belanja Langsung

Realisasi SP2D Satuan Kerja Perangkat Daerah Total Anggaran Belanja Langsung

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Riau, diolah

Di sisi lain, persentase penyerapan anggaran belanja langsung berdasarkan realisasinya

hanya mencapai 88,23% atau sebesar Rp2,32 triliun, mengalami penurunan

dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 96,10% atau sebesar Rp2,46 triliun.

Penurunan penyerapan anggaran belanja langsung ini didorong oleh turunnya realisasi

anggaran dari SKPD yang memiliki pangsa belanja langsung dominan seperti Dinas

Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan.

Page 72: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Kondisi Keuangan Daerah

68

Untuk Dinas Pekerjaan Umum terrealisasi sebesar 88,82% pada tahun 2010 atau

tercatat Rp765,23 miliar, menurun dibandingkan tingkat penyerapan tahun 2009 yang

sebesar 90,64% (Rp701,36 miliar). Begitu pula dengan Dinas Pendidikan yang

melakukan penyerapan anggaran sebesar Rp367,54 miliar atau 88,88%, menurun tipis

dibandingkan tahun 2009 yang sebesar 88,89% (Rp336,39 miliar).

Sementara itu, realisasi belanja langsung Badan Pemberdayaan Perempuan,

Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana merupakan yang tertinggi yaitu mencapai

Rp4,65 miliar atau 0,89% lebih besar dari total belanja yang dianggarkan yakni

sebesar Rp4,61 miliar. Selanjutnya adalah Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan

dengan penyerapan anggaran sebesar 97,60% atau terrealisasi Rp17,95 miliar dari

anggaran Rp18,40 miliar. Sedangkan realisasi anggaran belanja langsung terkecil

dilakukan oleh Dinas Perkebunan yaitu tercatat Rp15,72 miliar atau 36,53% dari total

belanja yang dianggarkan sebesar Rp43,04 miliar. Sehingga secara rata - rata tingkat

penyerapan anggaran belanja langsung oleh SKPD adalah sebesar 87,23%.

3. Realisasi Pembiayaan

Persentase realisasi anggaran pembiayaan mencapai 99,14% atau tercatat Rp192,34

miliar dari anggaran sebesar Rp194 miliar. Untuk realisasi pembiayaan ini sepenuhnya

diserap oleh PPKD yang sebagian besar dipergunakan untuk menambah kepemilikan

pemerintah provinsi di empat Badan Usaha Milik Daerah yakni PT Bank Riau, PT Sarana

Pembangunan Riau (SPR), PT Riau Air Lines, dan PT Bumi Siak Pusako (BSP).

Tabel 4.4 Realisasi Anggaran Pembiayaan di Provinsi Riau 2010 (Juta Rupiah)

Anggaran(Rp Miliar) (Rp Miliar) %

Pembiayaan 194.00 192.34 99.14%Total 194.00 192.34 99.14%

KomponenRealisasi SP2D

Sumber: Biro Keuangan Provinsi Riau, diolah

Page 73: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Sisitem Pembayaran

69

1. Kondisi Umum

Sejalan dengan perkembangan perekonomian Riau, dimana pada triwulan IV – 2010 tumbuh

positif, aktivitas transaksi tunai yang tercermin pada peredaran uang kartal maupun non tunai

(kliring & RTGS) yang dilakukan melalui Kantor Bank Indonesia Pekanbaru juga menunjukkan

peningkatan. Perkembangan peredaran uang kartal di Provinsi Riau selama triwulan laporan

tercatat mengalami net outflow. Aliran uang masuk ke Bank Indonesia Pekanbaru tercatat

Rp180,2 miliar atau menurun signifikan sebesar 81,53% dari triwulan sebelumnya. Permintaan

uang kartal yang tercermin dari uang keluar (outflow) dari Bank Indonesia Pekanbaru juga

mengalami penurunan sebesar 3,20% dari triwulan sebelumnya atau tercatat Rp3,65 triliun.

Penurunan inflow yang lebih besar dibandingkan penurunan outflow menyebabkan

peningkatan net outflow dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 24,13% atau

sebesar Rp3,47 triliun.

PERKEMBANGAN

SISTEM PEMBAYARAN

Bab 5

Page 74: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Sisitem Pembayaran

70

Sementara itu, dalam hal penggunaan transaksi non tunai, sistem BI-RTGS masih relatif

mendominasi transaksi pembayaran non tunai dengan nilai transaksi kumulatif mencapai

Rp71,58 triliun atau mengalami kenaikan 8,43% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya

yang tercatat sebesar Rp66,01 triliun. Nilai nominal kliring dalam triwulan laporan juga

mengalami kenaikan yakni 9,55% dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yaitu dari

Rp6,37 triliun menjadi Rp6,98 triliun.

2. Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai

2.1. Aliran Uang Masuk dan Keluar (Inflow – Outflow)

Perkembangan peredaran uang kartal pada triwulan laporan baik uang masuk (inflow) maupun

uang keluar (outflow) mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan triwulan sebelumnya dimana baik outflow maupun

inflow mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada triwulan laporan, inflow menurun dari

Rp975,84 miliar pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar Rp180,2 miliar atau terjadi

penurunan sebesar 81,53%. Sementara, dari sisi outflow mengalami sedikit penurunan yaitu

dari Rp3,77 triliun menjadi Rp3,65 triliun atau menurun 3,20%. (Grafik 5.1)

Grafik 5.1. Perkembangan Inflow dan Outflow

50

550

1,050

1,550

2,050

2,550

3,050

3,550

4,050

4,550

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2007 2008 2009 2010

Thou

sand

s

net outflow

Inflow

Ouflow

Sumber : Bank Indonesia

Penurunan inflow pada triwulan laporan sebesar Rp795,63 miliar mengindikasikan kebutuhan

transaksi masyarakat yang tetap tinggi serta persediaan uang kartal layak edar yang masih

dapat dipenuhi melalui transaksi antar bank sehingga mendorong turunnya inflow ke Bank

Indonesia. Apabila dibandingkan dengan 2009, secara kumulatif pada tahun 2010 terjadi

peningkatan inflow sebesar 13.71% dari Rp1,21 triliun menjadi Rp1,38 triliun.

Di sisi lain, penurunan outflow yang terjadi pada triwulan laporan tidak setinggi penurunan

inflow. Hal ini disebabkan oleh kembali meningkatnya permintaan uang kartal masyarakat di

bulan Nopember dan Desember. Outflow tertinggi pada triwulan laporan terjadi pada bulan

Page 75: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Sisitem Pembayaran

71

Desember yakni sebesar Rp1.964,46 miliar yang didorong oleh meningkatnya kebutuhan

masyarakat akan uang kartal dalam menghadapi hari Natal, tahun baru, dan masa libur yang

cukup panjang. Kondisi ini menggambarkan permintaan uang kartal sejalan dengan kegiatan

transaksi ekonomi atau permintaan masyarakat akan barang/jasa. Sedangkan, secara kumulatif,

apabila dibandingkan dengan tahun 2009 permintaan uang kartal masyarakat tercatat

mengalami kenaikan sebesar 12,01% atau meningkat dari Rp8.87 triliun menjadi sebesar

Rp9.93 triliun. Hal ini mengindikasikan semakin membaiknya kondisi perekonomian secara

keseluruhan.

Dengan penurunan inflow yang lebih besar dibandingkan penurunan outflow pada triwulan

laporan, maka Net Outflow di Provinsi Riau tetap mengalami peningkatan dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yakni sebesar 24,13% atau tercatat Rp3,47 triliun.

2.2. Penyediaan Uang Kartal Layak Edar

Dalam melaksanakan Clean Money Policy yaitu kebijakan untuk menjaga agar uang yang

beredar di masyarakat dalam kondisi layak edar serta jumlah nominal yang cukup menurut jenis

pecahannya, Bank Indonesia secara rutin melakukan kegiatan pemusnahan uang, khususnya

terhadap uang yang sudah tidak layak edar (UTLE) baik yang berasal dari setoran bank maupun

penukaran uang dari masyarakat, dan menggantinya dengan uang yang layak edar.

Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) yang menandakan pemusnahan UTLE dalam triwulan

laporan mencapai Rp172,27 miliar atau meningkat sebesar 50,21% dibandingkan dengan

triwulan III-2010 yang tercatat sebesar Rp114,68 miliar. Namun, apabila dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya, terjadi penurunan PTTB sebesar 4,93% dimana pada

Triwulan IV-2009 PTTB sebesar Rp181,22 Miliar. (Grafik 5.2)

Grafik 5.2. Perkembangan Pemberian Tanda Tidak Berharga (PTTB) di Bank Indonesia Pekanbaru (Rp Juta)

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

160,000

180,000

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112

2007 2008 2009 2010

bulanan

-20,000 40,000 60,000 80,000

100,000 120,000 140,000 160,000 180,000 200,000

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2007 2008 2009 2010

Sumber: Bank Indonesia

Page 76: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Sisitem Pembayaran

72

Dalam rangka memenuhi kebutuhan uang rupiah yang layak edar dan uang rupiah pecahan

tertentu bagi masyarakat, Bank Indonesia Pekanbaru juga secara rutin melaksanakan layanan

penukaran uang secara langsung untuk uang lusuh (Uang Tidak Layak Edar) atau rusak,

maupun layanan penukaran uang pecahan kecil. Disamping itu, Bank Indonesia Pekanbaru juga

melakukan kegiatan Kas Keliling atau pelayanan kas di luar Kantor Bank Indonesia, baik di

dalam kota maupun diluar kota Pekanbaru.

2.3. Uang Palsu

Sepanjang triwulan laporan, jumlah dan nilai nominal uang palsu yang ditemukan di Bank

Indonesia Pekanbaru tidak mengalami kenaikan yang signifikan yakni hanya sebanyak 22

lembar dengan nilai nominal Rp1,5 juta. Angka ini sedikit lebih tinggi jika dibandingkan dengan

triwulan III-2010 dimana ditemukan jumlah uang palsu sebanyak 17 lembar dengan nominal

mencapai Rp1,02 juta. Sebagian besar uang palsu yang masuk dalam triwulan laporan

merupakan pecahan Rp50 ribu sebanyak 14 lembar dan Rp100 ribu sebanyak 8 lembar.

Penemuan uang palsu tersebut sebagian berdasarkan permintaan klarifikasi dari perbankan

kepada Bank Indonesia Pekanbaru dan sebagian dari hasil setoran perbankan. (Grafik 5.3)

Grafik 5.3. Perkembangan Peredaran Uang Palsu di Riau

-5 10 15 20 25 30 35 40 45

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2008 2009 2010

Thou

sand

s

Lembar (kanan) Nominal (kiri)

Sumber: Bank Indonesia

Untuk menekan peredaran uang palsu, Bank Indonesia Pekanbaru secara rutin melakukan

sosialisasi mengenai ciri-ciri keaslian uang rupiah kepada setiap lapisan masyarakat melalui

slogan 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang), termasuk bagaimana cara memperlakukan uang secara

baik guna memperpanjang usia manfaat fisik dari uang.

Page 77: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Sisitem Pembayaran

73

3. Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai

3.1. Transaksi Kliring

Transaksi pembayaran non tunai melalui kliring dalam triwulan laporan tercatat mengalami

peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya baik dari sisi nilai nominal maupun

warkat yang digunakan. Nominal transaksi kliring triwulan IV-2010 meningkat sebesar 9,55%

dari triwulan sebelumnya yaitu dari Rp6,37 triliun menjadi Rp6,98 triliun. Selanjutnya, jumlah

warkat yang dikliringkan juga mengalami peningkatan dari 275.667 lembar menjadi 287.922

lembar atau meningkat 4,45%. Peningkatan pada nilai dan nominal kliring mencerminkan

bertambahnya kuantitas transaksi selama triwulan laporan. Selan itu, jika dibandingkan dengan

tahun 2009, secara kumulatif terjadi peningkatan yang cukup signifikan baik dari sisi nominal

maupun jumlah, yakni masing – masing naik sebesar 16,24% dan 9,46%. (Grafik 5.4)

Grafik 5.4. Perkembangan Transaksi Kliring di Provinsi Riau Tahun 2007-2010

-

50

100

150

200

250

300

350

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2007 2008 2009 2010

Thou

sand

s

Mili

ons

nominal (kiri) warkat (kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Seiring dengan peningkatan aktivitas pembayaran non tunai, peredaran cek dan bilyet giro

kosong juga mengalami peningkatan pada triwulan laporan baik dari sisi nominal maupun

jumlah warkat. Nilai nominal cek/BG kosong yang ditolak mengalami peningkatan sebesar

13,47% dari Rp102,92 miliar pada triwulan III-2010 menjadi Rp116,78 miliar pada triwulan IV-

2010. Sedangkan dari sisi jumlah warkat cek/BG kosong yang ditolak mengalami peningkatan

sebesar 6,07% yaitu dari 4.315 lembar pada triwulan III-2010 menjadi 4.577 lembar pada

triwulan IV-2010. Selanjutnya, secara kumulatif di tahun 2010 terjadi peningkatan yang cukup

signifikan untuk penolakan cek/BG kosong baik dari sisi nominal maupun jumlah yakni masing

– masing sebesar 24,95% dan 14,43%. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa pemberlakuan

penerbitan daftar hitam nasional untuk penarik cek/BG kosong dengan kriteria tertentu belum

dapat meredam peningkatan cek/BG kosong. (Grafik 5.5)

Page 78: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Sisitem Pembayaran

74

Grafik 5.5. Perkembangan Penolakan Cek/BG di Provinsi Riau Tahun 2007-2010

(10,000)-10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 60,000 70,000 80,000 90,000

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2007 2008 2009 2010

nominal (kiri) warkat (kanan)

Sumber: Bank Indonesia

3.2. Real Time Gross Settlement (RTGS)

Transaksi non tunai melalui sistem Bank Indonesia RTGS (BI-RTGS) pada triwulan IV-2010

tercatat mengalami peningkatan baik dari sisi nilai nominal maupun dari sisi volume. Nilai

nominal mengalami peningkatan sebesar 8,43% dari Rp66,02 miliar (triwulan III-2010) menjadi

Rp71,58 miliar pada triwulan IV-2010, sementara dari sisi volume meningkat sebesar 11,56%

dari 71.094 lembar (triwulan III-2010) menjadi 63.725 lembar dalam triwulan IV-2010.

Peningkatan yang terjadi pada nilai nominal BI-RTGS dalam triwulan laporan didorong oleh

meningkatnya nilai transaksi yang masuk ke Provinsi Riau sebesar 9,60% yaitu dari Rp28,02

triliun menjadi Rp30,71 triliun. Sementara, nilai transaksi yang keluar provinsi Riau juga

meningkat sebesar 7,56% yakni dari Rp37,99 triliun menjadi Rp40,86 triliun.

Berdasarkan wilayahnya, persentase peningkatan nilai nominal BI-RTGS triwulan laporan

didorong oleh peningkatan pada Kota Dumai sebesar 65,17% dan disusul oleh Kabupaten

Pelalawan sebesar 44,65%. Meskipun, persentase peningkatan nilai nominal di Kota Dumai

lebih tinggi dibandingkan peningkatan di Kota Pekanbaru, namun Kota Pekanbaru memiliki

porsi kontribusi terhadap nilai nominal kumulatif Provinsi Riau yang lebih tinggi yaitu sebesar

93,07% sedangkan Kota Dumai hanya sebesar 3,63%.

Sementara itu, dari sisi volume, peningkatan pada volume transaksi BI-RTGS dikontribusikan

oleh peningkatan transaksi masuk sebesar 7,93% dan volume transaksi keluar sebesar 16,84%.

Walaupun peningkatan volume transaksi keluar lebih besar dari volume transaksi masuk namun

porsi volume transaksi keluar terhadap volume kumulatif hanya sebesar 42,7% atau tercatat

30.348 lembar sedangkan volume transaksi masuk sebesar 57,3% atau 40.746 lembar.

Page 79: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Sisitem Pembayaran

75

Berdasarkan wilayahnya peningkatan utama terjadi pada Kabupaten Rokan Hilir sebesar

1.359,09% disusul oleh Kabupaten Kampar sebesar 86,41%. Namun demikian, peningkatan

pada Kabupaten Rokan Hilir tidak memberikan pengaruh yang besar tehadap volume

kumulatif. Hal ini dapat dilihat dari porsi Kabupaten Rokan Hilir hanya sebesar 0,45% dari

volume kumulatif. Peningkatan volume transaksi BI-RTGS utamanya dikontribusikan oleh Kota

Pekanbaru yaitu dari 55.204 lembar menjadi 60.504 lembar atau meningkat sebesar 9,60%.

Tabel 5.1. Perkembangan BI-RTGS di Provinsi Riau Triwulan IV 2010

Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume

(Rp Miliar) (Lembar) (Rp Miliar) (Lembar) (Rp Miliar) (Lembar) (Rp Miliar) (Lembar) (Rp Miliar) (Lembar) (Rp Miliar) (Lembar)Bengkalis 330 1,100 767 522 1,097 1,622 504 1,420 795 562 1,299 1,982 Dumai 761 2,557 814 2,494 1,574 5,051 1,363 3,154 1,237 3,028 2,600 6,182 Indragiri Hulu - - 2 15 2 15 - - 1 5 1 5 Indragiri Hilir - - 199.22 15.00 199 15 - - 31.53 6.00 32 6 Kampar 2.20 252.00 242.02 57.00 244 309 5.00 467.00 289.76 109.00 295 576 Kuantan Singingi - - 0.05 1.00 0 1 - - 0.18 4.00 0 4 Pekanbaru 36,742 21,043 25,256 34,161 61,998 55,204 38,766 24,002 27,858 36,502 66,624 60,504 Pelalawan - - 4.18 23.00 4 23 - - 6.05 33.00 6 33 Rokan Hulu 19.17 638.00 3.00 67.00 22 705 16.32 473.00 1.39 28.00 18 501 Rokan Hilir - - 271.45 22.00 271 22 9.18 294.00 1.31 27.00 10 321 Siak 140 384 465 374 605 758 203 538 493 442 696 980

JUMLAH 37,994 25,974 28,023 37,751 66,018 63,725 40,866 30,348 30,714 40,746 71,580 71,094

Wilayah

Tw III-2010

Keluar Masuk Kumulatif

Tw IV-2010

Keluar Masuk Kumulatif

Sumber: Bank Indonesia

Page 80: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &

Kesejahteraan Daerah

80

1. Kondisi Umum

Jumlah penduduk Provinsi Riau pada tahun 2010 mencapai 5.543.031 jiwa

atau mengalami peningkatan 41,84% dibandingkan dengan tahun 2000.

Berdasarkan sebarannya, penduduk Riau hampir tersebar secara merata di

setiap kabupaten/kota di Riau, karena hampir semua kabupaten/kota di Riau

memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat Riau. Dari jumlah penduduk

tersebut sebesar 67,38% merupakan penduduk usia kerja dan mengalami

peningkatan 2,55% dibandingkan tahun 2009, yang berasal dari peningkatan

angkatan kerja (5,16%), sementara bukan angkatan kerja mengalami

penurunan (1,71%) dibandingkan dengan tahun 2009. Maraknya

pembangunan berbagai proyek infrastruktur menuju PON 2012 di Riau seperti

jalan, bangunan, dan lain-lain yang menyerap banyak tenaga kerja telah

mendorong meningkatnya tenaga kerja yang berprofesi sebagai

buruh/karyawan terutama di sektor bangunan.

Bab 6

PERKEMBANGAN PENDUDUK, KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN DAERAH

Page 81: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &

Kesejahteraan Daerah

81

Selama tahun 2010, indikator kesejahteraan petani yaitu Nilai Tukar Petani

menujukkan kecenderungan yang terus meningkat. Kontribusi tertinggi

berasal dari sub sektor tanaman perkebunan rakyat yang didorong oleh

meningkatnya harga karet dan kelapa sawit selama tahun 2010.

2. Kependudukan

Berdasarkan hasil sensus penduduk yang dilakukan oleh BPS Provinsi Riau,

jumlah penduduk Riau pada tahun 2010 tercatat sebesar 5.543.031 jiwa yang

terdiri dari 2.854.989 jiwa penduduk berjenis kelamin laki-laki dan 2.688.042

jiwa penduduk berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk Riau tercatat

mengalami laju pertumbuhan sebesar 41,84% dalam kurun waktu 10 tahun

(2000), yang sebelumnya tercatat sebesar 3.907.763 jiwa. Jumlah penduduk

berjenis kelamin laki-laki di setiap kabupaten/kota tercatat lebih banyak

dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin perempuan.

Grafik 6.1. Penduduk Riau Berdasarkan Jenis Kelamin

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Jika dilihat berdasarkan sex rationya, pada tahun 2010 sex ratio penduduk

Riau tercatat sebesar 106, yang berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak

6 orang pada setiap 100 orang penduduk perempuan. Berdasarkan kab/kota,

maka sex ratio tertinggi terdapat di Kabupaten Pelalawan yaitu mencapai 111,

sementara yang terendah terdapat di Kota Pekanbaru yaitu sebesar 103.

Rendahnya sex ratio di Kota Pekanbaru menunjukkan bahwa ratio jumlah laki-

laki di Kota Pekanbaru lebih sedikit dibandingkan dengan ratio jumlah laki-laki

di kab/kota lainnya di Provinsi Riau.

51,51%48,49%Laki-laki

Perempuan-

100.000

200.000

300.000

400.000

500.000

Kuantan Singingi

Indragiri Hulu

Indragiri Hilir

Pelalawan

Siak

Kampar

Rokan Hulu

Bengkalis

Rokan Hilir

Kepulauan Meranti

Pekanbaru

Dumai

Laki-laki

Perempuan

Page 82: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &

Kesejahteraan Daerah

82

Grafik 6.2. Sex Ratio Penduduk Riau Berdasarkan Kabupaten/Kota

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Berdasarkan sebarannya, maka penduduk Riau hampir tersebar secara merata

di setiap Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Riau. Kondisi ini terjadi karena

hampir semua kabupaten/kota di Riau memiliki daya tarik tersendiri bagi

masyarakat, karena Riau merupakan Provinsi yang prospektif secara

perekonomian. Namun demikian jika dilihat berdasarkan jumlahnya, sebaran

penduduk tertinggi terdapat di Kota Pekanbaru yaitu sebanyak 903.902 jiwa

atau 16,31% dari jumlah penduduk Riau. Kondisi ini merupakan hal yang

wajar mengingat Kota Pekanbaru merupakan ibukota Provinsi Riau dan juga

merupakan pusat bisnis di Riau, sehingga menjadi daya tarik bagi masyarakat

untuk bekerja dan berdomisili di Kota Pekanbaru. Jika dilihat

perkembangannya, maka sebaran penduduk di Kota Pekanbaru sejak tahun

1980 terus menunjukkan peningkatan yaitu dari 13,64% menjadi 14,69%

pada tahun 1990 dan 15,59% pada tahun 2000, dan terakhir menjadi

16,31% pada tahun 2010.

Grafik 6.3. Distribusi Penduduk Riau Tahun 2010

Sumber : BPS Provinsi Riau

98

100

102

104

106

108

110

112

Sex Ratio Kab/Kota

Sex Ratio Riau

5,25 6,55

11,95

5,47

6,81

12,388,57

8,999,97

3,18 16,314,59

Kuantan Singingi

Indragiri Hulu

Indragiri Hilir

Pelalawan

Siak

Kampar

Rokan Hulu

Bengkalis

Rokan Hilir

Kepulauan Meranti

Pekanbaru

Dumai

Page 83: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &

Kesejahteraan Daerah

83

Selanjutnya, jumlah penduduk di Kabupaten Kampar juga cukup besar yaitu

mencapai 686.030 jiwa atau 12,38% dari jumlah penduduk Riau. Sebaran

penduduk di Kabupaten Kampar juga mengalami peningkatan sejak tahun

1980 yaitu dari 10,03% menjadi 10,62% pada tahun 1990 dan menjadi

11,91% pada tahun 2000. Sementara itu, sebaran penduduk di Kabupaten

Indragiri Hilir terus menunjukkan penurunan sejak tahun 1980. Pada tahun

1980 sampai dengan tahun 1990, jumlah penduduk di Kabupaten Indragiri

Hilir tercatat mendominasi sebaran penduduk di Riau yaitu mencapai 22,85%

pada tahun 1980 dan menurun menjadi 17,58% pada tahun 1980.

Selanjutnya kembali mengalami penurunan pada tahun 2000 yaitu menjadi

14,79%, dan terakhir di tahun 2010 sebarannya menjadi 11,95% atau

sebanyak 662.305 jiwa.

Sebaran penduduk terkecil terdapat di Kabupaten Meranti yaitu sebesar

3,18% atau sebanyak 176.371 jiwa, juga tercatat menunjukkan

kecenderungan yang terus menurun sejak tahun 1980. Pada tahun 1980

sebarannya tercatat sebesar 7,44% dan menurun menjadi 5,78% pada tahun

1990, selanjutnya menjadi 4,25% pada tahun 2000, dan terakhir menurun

menjadi 3,18% pada tahun 2010. Kabupaten Meranti merupakan pemekaran

dari Kabupaten Bengkalis yang diresmikan tahun 2009.

Laju pertumbuhan penduduk Riau pada tahun 2010 dibandingkan dengan

tahun 2000 tercatat sebesar 3,59%. Berdasarkan Kab/Kota, maka laju

pertumbuhan tertinggi terjadi di Kabupaten Pelalawan yaitu mencapai 6,71%

diikuti oleh pertumbuhan di Kabupaten Rokan Hulu yang mencapai 5,61%.

Sementara itu, laju pertumbuhan terendah terjadi di Kabupaten Kepulauan

Meranti yaitu sebesar 0,60%. Di Provinsi Riau terdapat 6 (enam) kab/kota yang

mengalami laju pertumbuhan penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan laju

pertumbuhan penduduk Provinsi Riau, dan juga terdapat 6 (enam) kab/kota

yang pertumbuhan penduduknya lebih rendah dibandingkan dengan

pertumbuhan penduduk Riau.

Page 84: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &

Kesejahteraan Daerah

84

Grafik 6.4. Laju Pertumbuhan Penduduk di Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

3. Ketenagakerjaan

Dari jumlah penduduk Riau sebesar 5,54 juta jiwa, sekitar 3,73 juta jiwa atau

67,38% merupakan penduduk usia kerja1. Berdasarkan survey yang dilakukan

oleh BPS, pada bulan Agustus 2010 jumlah penduduk usia kerja tersebut

mengalami peningkatan 2,55% dibandingkan dengan periode Agustus 2009.

Peningkatan terjadi pada penduduk angkatan kerja yaitu sebesar 5,16%

menjadi sebesar 2,38 juta jiwa, sementara penduduk bukan angkatan kerja

mengalami penurunan sebesar 1,71% sehingga jumlahnya menjadi 1,36 juta

jiwa.

Tabel 6.1. Penduduk Usia Kerja Menurut Kegiatan Utama (Jiwa)

Sumber : BPS Provinsi Riau

Jumlah angkatan kerja yang bekerja2 pada tahun 2010 tercatat mengalami

peningkatan sebesar 4,98% sehingga jumlahnya menjadi 2,17 juta jiwa,

namun jumlah pengangguran juga mengalami peningkatan menjadi 7,10%

sehingga jumlahnya menjadi sebesar 207,25 ribu jiwa. Peningkatan jumlah

angkatan kerja yang tidak bekerja telah menyebabkan meningkatnya Tingkat

1 Penduduk berusia 15 tahun keatas 2 Penduduk berusia 15 tahun keatas yang merupakan angkatan kerja dan telah bekerja

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00

Kab/Kota Riau

- Bekerja 1.907.946 2.025.384 2.055.863 2.097.955 2.067.357 2.178.403 2.170.247 - Pengangguran 207.138 208.931 183.522 206.471 193.505 169.164 207.247 Total 2.115.084 2.234.315 2.239.385 2.304.426 2.260.862 2.347.567 2.377.494

1.265.605 1.341.525 1.324.705 1.294.910 1.381.015 1.335.296 1.357.347 Penduduk Usia Kerja 3.380.689 3.575.840 3.564.090 3.599.336 3.641.877 3.682.863 3.734.841

338.595 280.299 407.415 292.393 294.143 296.631 340.445 359.959 343.511 303.011 482.782 405.856 499.253 481.473

698.554 623.810 710.426 775.175 699.999 795.884 821.918

Kegiatan Utama Agust-10Agust-08 Feb-09 Agust-09 Feb-10

Angkatan Kerja

Bukan Angkatan Kerja

Agust-07 Feb-08

Setengah Penganggur TerpaksaSetengah Penganggur Sukarela

Total Bekerja Tidak Penuh

Page 85: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &

Kesejahteraan Daerah

85

Pengangguran Terbuka3 (TPT) dari 8,56% pada tahun 2009 menjadi 8,72%

pada tahun 2010, dan angka ini tercatat masih berada pada tingkat yang

tinggi. Peningkatan jumlah angkatan kerja yang diikuti dengan penurunan

jumlah bukan angkatan kerja telah mendorong meningkatnya Tingkat

Partisipasi Angkatan Kerja4 (TPAK) Riau dari 62,08% pada tahun 2009 menjadi

63,66% pada tahun 2010.

Peningkatan TPAK diperkirakan didorong oleh meningkatnya pembangunan

berbagai proyek-proyek infrastruktur di Provinisi Riau dalam rangka persiapan

Riau sebagai tuan rumah PON 2012 seperti jalan, bangunan, dan lain-lain yang

pada umumnya banyak menyerap buruh sebagai tenaga kerja. Namun

demikian, meningkatnya jumlah tenaga kerja yang berprofesi sebagai buruh

diperkirakan hanya bersifat temporer sampai pembangunan berbagai proyek

dimaksud selesai. Kondisi tersebut juga diperkirakan menjadi faktor

pendorong peningkatan yang signifikan pada jumlah penduduk yang bekerja

tidak penuh5 yaitu mencapai 17,42% yaitu dari 699,99 ribu jiwa menjadi

821,92 ribu jiwa yang berasal dari penduduk setengah menganggur sukarela

dan penduduk setengah menganggur terpaksa. Jumlah penduduk setengah

penganggur sukarela dan jumlah penduduk setengah penganggur terpaksa

mengalami peningkatan yaitu masing-masing sebesar 18,63% dan 15,74%

sehingga jumlahnya masing-masing menjadi 481,47 ribu jiwa dan 340,44 ribu

jiwa.

Grafik 6.5. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran (%)

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

3 Ratio antara jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja 4 Ratio antara jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja 5 Penduduk yang bekerja di bawah jam normal, yaitu bekerja kurang dari 35 jam /minggu

0,00%

2,00%

4,00%

6,00%

8,00%

10,00%

12,00%

52,00%

54,00%

56,00%

58,00%

60,00%

62,00%

64,00%

66,00%

Agst Feb Agst Feb Agst Feb Agst Feb Agst

2006 2007 2008 2009 2010

TPAK (axis kiri) TPT (axis kanan)

Page 86: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &

Kesejahteraan Daerah

86

Jika dilihat secara sektoral, terdapat 3 (tiga) sektor yang mendominasi

penduduk usia kerja yang bekerja di Provinsi Riau yaitu sektor pertanian

(44,6%), sektor perdagangan (18,8%), dan sektor jasa kemasyarakatan

(17,1%). Besarnya penduduk yang bekerja pada sektor-sektor tersebut tidak

terlepas dari besarnya prospek sektor tersebut di Riau terutama subsektor

perkebunan yaitu komoditas kelapa sawit dan karet. Namun pangsa penduduk

usia kerja yang bekerja pada sektor pertanian mengalami penurunan

dibandingkan dengan tahun 2009, sementara pangsa sektor perdagangan dan

sektor jasa kemasyarakatan mengalami peningkatan dibandingkan dengan

tahun 2009. Di sisi lain, pangsa terkecil berada di sektor listrik, gas, dan air

bersih yaitu hanya sebesar 0,3%, dan pangsanya mengalami penurunan

dibandingkan dengan tahun 2009. Pangsa sektor ini relatif kecil karena

terbatasnya jenis perusahaan pada sektor ini di Provinsi Riau dengan jumlah

karyawan yang juga relatif terbatas.

Tabel 6.2. Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama

Sumber : BPS Provinsi Riau

Berdasarkan pekerjaan utamanya, 38% penduduk bekerja sebagai

buruh/karyawan dan pangsanya mengalami peningkatan dibandingkan tahun

2009 yang lalu yang pangsanya tercatat sebesar 31,9%. Pembangunan

berbagai sarana infrastruktur di Riau menuju PON 2012 yang menyerap

banyak tenaga kerja sebagai buruh di sektor bangunan dalam

penyelesaiannya, diperkirakan menjadi faktor utama meningkatnya jumlah

penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan. Selanjutnya, penduduk yang

berusaha sendiri juga tercatat cukup besar dengan pangsa sebesar 26,2%,

namun pangsanya mengalami penurunan dibandingkan pangsa tahun 2009

yang mencapai 27,6%. Pangsa terendah dari penduduk tersebut adalah

pekerja bebas non pertanian, dan pangsanya mengalami penurunan

dibandingkan tahun 2009 yang lalu yaitu dari 3% menjadi 2,3%.

48,82 46,67 49,30 45,9 48,4 43,9 44,62,21 2,91 2,36 3,8 2,1 2,6 1,56,47 5,43 5,28 4,9 5,8 5,4 5,80,22 0,19 0,35 0,2 0,5 0,2 0,35,14 5,89 5,18 6,0 4,8 5,5 5,7

17,48 17,25 17,58 18,2 18,2 19,3 18,85,82 5,90 5,60 5,7 4,8 4,3 4,70,85 1,43 0,86 1,2 1,5 1,7 1,4

12,99 14,34 13,50 14,0 13,9 17,1 17,1100 100 100 100 100 100 100TOTAL

PertanianPertambangan (kanan)Industri (kanan)Listrik, Gas dan Air bersihBangunan (kanan)PerdaganganAngkutan dan PergudanganKeuangan dan Jasa perusahaanJasa Kemasyarakan

Feb-10Lapangan Pekerjaan Utama Agust-08Feb-08Agust-07 Feb-09 Agust-09 Agust-10

Page 87: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &

Kesejahteraan Daerah

87

Tabel 6.3. Penduduk Usia Kerja Menurut Status Pekerjaan Utama

Sumber : BPS Provinsi Riau

Jika dilihat berdasarkan daerahnya, maka penduduk angkatan kerja terbesar

berada di Kota Pekanbaru yaitu mencapai 435,60 ribu jiwa (18,32%), dan

jumlahnya mengalami peningkatan yang signifikan (34,71%) dibandingkan

tahun sebelumnya yaitu sebesar 323,37 ribu jiwa. Dari penduduk angkatan

kerja tersebut, jumlah yang bekerja di Kota Pekanbaru juga mengalami

peningkatan sebesar 37,47% yaitu dari 284,47 ribu jiwa menjadi 391,05 ribu

jiwa. Daya tarik Kota Pekanbaru sebagai pusat perekonomian dan pusat bisnis

Riau yang juga diikuti dengan pembangunan berbagai sarana infrastruktur

menjadi salah satu faktor penarik tingginya peningkatan jumlah angkatan

kerja dan jumlah tenaga kerja yang diserap pada tahun 2010. Meningkatnya

jumlah lapangan kerja di Kota Pekanbaru juga ditunjukkan dengan

menurunnya tingkat pengangguran dari 12,03% menjadi 10,23% pada tahun

2010.

Selanjutnya, jumlah angkatan kerja di Kabupaten Indragiri Hilir juga cukup

mendominasi yaitu tercatat memiliki pangsa 13,06%, namun jumlahnya

mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu dari 357,36

ribu jiwa menjadi 310,59 ribu jiwa. Jumlah penduduk yang bekerja juga

tercatat mengalami penurunan (14,47%) yaitu dari 293,79 ribu jiwa menjadi

343,49 ribu jiwa. Penurunan yang lebih tinggi pada jumlah penduduk yang

bekerja dibandingkan dengan penurunan pada jumlah penduduk angkatan

kerja telah menyebabkan meningkatnya pengangguran di Kabupaten Indragiri

Hilir dari 3,88% menjadi 5,41%.

25,35 25,60 28,17 28,30 27,6 26,8 26,2

37,34 34,40 33,33 38,00 31,9 36 385,53 7,90 5,82 4,80 6 5,5 4,82,01 4,80 2,71 2,30 3 2,5 2,3

13,35 10,30 11,21 11,60 12,9 13,5 12,2100 100 100 100 100 100 100

Pekerja Bebas Non PertanianPekerja tidak Dibayar

TOTAL

4,73 4,33,80 3,90

11,70 14,4

3,30 4,2

11,3

Berusaha dibantu buruh tetap/buruh tidak dibayar

Berusaha dibantu dengan buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar

12,63 13,10

Buruh/KaryawanPekerja Bebas Pertanian

14,20

Lapangan Pekerjaan Utama Feb-09 Agust-09 Feb-10

Berusaha Sendiri

Agust-07 Feb-08 Agust-08 Agust-10

11,7

4,8

Page 88: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &

Kesejahteraan Daerah

88

Tabel 6.4. Penduduk Usia Kerja menurut Kabupaten/Kota

Sumber : BPS Provinsi Riau

Pada tahun 2010, tingkat pengangguran tertinggi masih tetap berada di Kota

Dumai, dan mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu

dari 13,45% menjadi 14,68%. Namun demikian, jumlah angkatan kerja di

Kota Dumai relatif kecil dengan pangsa 5,98% atau sebesar 106,38 ribu jiwa.

Selanjutnya, tingkat pengangguran di Kabupaten Bengkalis juga masih berada

pada tingkat yang tinggi yaitu sebesar 11,36%, namun mulai mengalami

penurunan dibandingkan dengan tahun 2009 yang mencapai 13,21%.

Sebaliknya, tingkat pengangguran terendah terdapat di Kabupaten Kuantan

Singingi yaitu sebesar 4,86%, dan mengalami penurunan dibandingkan

dengan tahun 2009 yang mencapai 6,76%.

Kabupaten Kepulauan Meranti sebagai daerah yang baru, pada tahun 2010

tercatat memiliki tingkat pengangguran sebesar 6,70%, dengan jumlah

angkatan kerja sebesar 79,10 ribu jiwa dan jumlah yang bekerja sebesar 73,80

ribu jiwa. Namun mengingat kecilnya pangsa angkatan kerja pada kabupaten

ini dan juga tercatat merupakan yang terkecil dibandingkan dengan kab/kota

di Provinsi Riau, sehingga belum banyak memberikan pengaruh terhadap

tingkat pengangguran Provinsi Riau secara umum. Berdasarkan daerahnya,

terdapat 6 (enam) kab/kota yang memiliki angka tingkat pengangguran yang

lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Riau dan juga 6 (enam) kab/kota

yang emiliki angka tingkat pengangguran lebih tinggi dari tingkat

pengangguran Provinsi Riau.

Agust-09 Agust-10 Agust-09 Agust-10 Agust-09 Agust-10Kuantan Singingi 123.830 120.211 115.464 114.363 8.366 5.848 Indragiri Hulu 147.057 151.089 136.504 138.580 10.553 12.509 Indragiri Hilir 357.364 310.586 343.491 293.791 13.873 16.795 Pelalawan 128.166 124.303 119.946 118.478 8.220 5.825 Siak 124.350 163.421 114.386 148.116 9.964 15.305 Kampar 263.549 273.859 243.226 248.579 20.323 25.280 Rokan Hulu 164.709 184.474 153.496 168.591 11.213 15.883 Bengkalis 317.975 214.451 275.957 190.088 42.018 24.363 Rokan Hilir 210.116 214.016 193.555 194.049 16.561 19.967 Kepulauan Meranti - 79.100 - 73.797 - 5.303 Pekanbaru 323.372 435.603 284.463 391.047 38.909 44.556 Dumai 100.374 106.381 86.869 90.768 13.505 15.613

2.260.862 2.377.494 2.067.357 2.170.247 193.505 207.247 Riau

Kabupaten/Kota Angkatan Kerja Bekerja Pengangguran

Page 89: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &

Kesejahteraan Daerah

89

Grafik 6.6. Tingkat Pengangguran di Riau Tahun 2010

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

4. Kesejahteraan Daerah

Salah satu indikator yang digunakan dalam mengukur tingkat kesejahteraan

petani adalah Nilai Tukar Petani (NTP)6. Indikator ini dibangun dengan

mengukur kemampuan tukar dari produk yang dihasilkan oleh petani dengan

produk yang dibutuhkan oleh petani baik untuk proses produksi maupun

untuk konsumsi rumah tangga petani. Semakin tinggi NTP mengindikasikan

semakin meningkatnya daya tukar (term of trade) petani sehingga tingkat

kehidupan petani juga akan mengalami peningkatan.

Secara bulanan, NTP di Provinsi Riau sampai dengan akhir tahun 2010 masih

terus menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Peningkatan ini terjadi

karena lebih kecilnya biaya yang harus dibayar petani dibandingkan dengan

hasil yang diterima oleh petani. Kondisi ini mengindikasikan semakin

meningkatnya daya tukar petani dari produk yang dihasilkan terhadap produk

yang dibutuhkan. Jika kondisi ini dapat terus berlangsung secara terus

menerus akan memberikan dampak pada peningkatan kesehteraan petani.

6 NTP adalah perbandingan antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani dan dinyatakan dalam bentuk persentase

0,00%

2,00%

4,00%

6,00%

8,00%

10,00%

12,00%

14,00%

16,00%

Kab/Kota Riau

Page 90: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &

Kesejahteraan Daerah

90

Grafik 6.7. Perkembangan (NTP) Grafik 6.8. Growth (qtq) NTP Riau Riau

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

Dari sisi pertumbuhannya, NTP Riau pada triwulan IV-2010 mengalami

pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan III-2010 yaitu dari

0,77% menjadi 1,13%. Peningkatan ini terjadi karena lebih tingginya

peningkatan pada indeks yang diterima oleh petani dari pada peningkatan

pada indeks yang harus dibayar oleh petani pada triwulan IV-2010. Kondisi ini

didorong oleh meningkatnya harga-harga komoditas unggulan Riau selama

triwulan laporan, meskipun terjadi peningkatan pengeluaran. Berdasarkan sub

sektornya, peningkatan utamanya berasal dari subsektor tanaman perkebunan

rakyat yang didorong oleh meningkatnya harga karet dan kelapa sawit selama

tahun 2010.

6.9. Perkembangan Harga Kelapa Sawit danRata-rata Bokar di Riau

Sumber : Dinas Perkebunan Riau dan www.riaubisnis.com

Jika dilihat berdasarkan sub sektornya, maka secara triwulanan peningkatan

tertinggi terjadi pada sub sektor perikanan yaitu mencapai 6,44% yang berasal

dari meningkatnya harga udang dan ikan bawal. Selanjutnya, subsektor

tanaman perkebunan rakyat mengalami peningkatan sebesar 3,67% yang

berasal dari peningkatan harga karet dan kelapa sawit. Sub sektor tanaman

pangan mengalami peningkatan sebesar 1,14%yang berasal dari peningkatan

90,00

95,00

100,00

105,00

110,00

115,00

120,00

125,00

130,00

135,00

7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2008 2009 2010

Indeks Diterima Indeks Dibayar NTP

(10,00)

(8,00)

(6,00)

(4,00)

(2,00)

0,00

2,00

4,00

3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2008 2009 2010

Indeks Diterima Indeks Dibayar NTP

900

1100

1300

1500

1700

1900

2100

13/0

1 -1

9/01

27/0

1 -0

3/02

10/0

2 -1

6/02

24/0

2 -3

0/03

07/0

4-13

/04

21/0

4-27

/04

19/0

5-25

/05

02/0

6-08

/06

16/0

6-22

/06

14/0

7-20

/07

28/0

7-03

/08

11/0

8-17

/08

01/0

9-07

/09

22/0

9 -2

8/09

06/1

0 -1

2/10

20/1

0 -2

6/10

03/1

1 -0

9/11

17/1

1 -2

3/11

01/1

2 -0

7/12

15/1

2 -2

1/12

29/1

2 -0

4/01

2010

Usia 3

Usia 4

Usia 5

Usia 6

Usia 7

Usia 8

Usia 9 20.500

21.500

22.500

23.500

24.500

25.500

26.500

13/0

1 -1

9/01

20/0

1 -2

6/01

27/0

1 -3

/02

17/0

2 -2

3/02

8/03

-23

/03

12/0

4-14

/04

10/0

5-15

/05

31/0

5-05

/06

07/0

6-12

/06

14/0

6-19

/06

05/0

7-10

/07

12/0

7-17

/07

11/0

8-17

/08

23/0

8-28

/08

30/0

8-04

/09

08/0

9-11

/09

2010

Rata-rata harga Bokar (Rp/Kg)

Harga TBS Riau

Page 91: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Perkembangan Penduduk, Ketenagakerjaan &

Kesejahteraan Daerah

91

harga pada komoditas ketela pohon, jagung pipilan, dan kacang kedelai. Di

sisi lain, terjadi penurunan pada sub kelompok holtikultura (-1,30%), dan sub

kelompok peternakan (-0,87%).

Grafik 6.10. Perkembangan (NTP) Grafik 6.11. Growth (qtq) NTP Sektoral Sektoral

Sumber : BPS Provinsi Riau, diolah

80,00

85,00

90,00

95,00

100,00

105,00

110,00

115,00

120,00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2009 2010

NTP Tanaman PanganHortikultura Tanaman Perkebunan RakyatPeternakan Perikanan

(27,00)

(22,00)

(17,00)

(12,00)

(7,00)

(2,00)

3,00

8,00

13,00

3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

2008 2009 2010

Tanaman Pangan HortikulturaTanaman Perkebunan Rakyat PeternakanPerikanan NTP

Page 92: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

88

1. PROSPEK MAKRO REGIONAL

Pertumbuhan ekonomi non migas Riau pada triwulan I-2011 diperkirakan masih

akan relatif moderat berada pada kisaran 5%. Dari sisi permintaan, masih

berlangsungnya berbagai pembangunan proyek besar seperti pembangunan

pembangkit listrik 2X100 MW di tenayan raya, perluasan bandara Sultan Syarif

Kasim II, pembangunan jembatan Siak III serta pembangunan fly over diperkirakan

akan mengakibatkan pertumbuhan investasi cukup tinggi. Disamping itu, kinerja

perdagangan eksternal yang dicerminkan melalui ekspor juga diperkirakan masih

menguat seiring dengan adanya trend kenaikan harga minyak bumi dan komoditas

subtitusi energi seperti CPO. Peningkatan harga komoditas CPO di pasar dunia

diindikasikan akan memberikan pengaruh terhadap meningkatnya penghasilan

masyarakat secara umum mengingat sebagian besar jumlah pekerja di Riau berada

pada sektor pertanian.

PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH

Bab 7

Page 93: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

89

Sementara itu, pada sisi sektoral, daya dorong pertumbuhan diperkirakan akan

berasal dari sektor tradables khususnya sektor pertanian. Berdasarkan informasi

Dinas Perkebunan Riau, hingga paruh pertama 2011 produksi tanaman kelapa

sawit masih akan cukup tinggi terkait dengan adanya peningkatan produksi yang

berasal dari Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dengan kisaran 10%-25%.

Meskipun demikian, adanya cuaca ekstrim yang diperkirakan berlangsung pada

triwulan I-2011 diindikasikan akan menjadi faktor penghambat meningkatnya

pertumbuhan sektor pertanian secara umum.

Dengan memperhatikan kondisi tersebut pertumbuhan ekonomi Riau pada

triwulan I-2011 diperkirakan akan mengalami peningkatan dan berada pada

kisaran 4,7%-5,0%. Sementara, dengan mengeluarkan unsur migas perekonomian

Riau diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 7,7%-8,2 atau lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Tabel 7.1. Prakiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I-2011

Keterangan : *) Angka Perbaikan, **) Angka Sementara, ***) Angka Sangat Sementara, ****) Angka Perkiraan Bank Indonesia

2. PERKIRAAN INFLASI

Pergerakan tingkat harga di Kota Pekanbaru pada triwulan I-2011 diperkirakan

akan lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan laporan. Fenomena ini

diperkirakan masih akan didorong oleh masih belum membaiknya pasokan pada

kelompok bahan makanan yaitu beras dan minyak goreng yang sudah terjadi pada

triwulan IV-2010. Selain itu, risiko cuaca ekstrim yang masih akan berlanjut akan

mendorong kenaikan harga pangan dan diperkirakan akan memberikan tekanan

terhadap tingkat harga di Provinsi Riau khususnya Kota Pekanbaru. Sementara itu,

permasalahan pasokan cabe merah yang berlangsung sepanjang tahun 2010

diperkirakan akan mulai membaik seiring dengan berbagai kebijakan Pemerintah

Daerah untuk mengatasi kelangkaan pasokan.

2011***)2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

Total 6,97 6,78 5,37 5,17 2,18 1,6 3,03 2,9 3,77 4,76 5,22 4,7 - 5,0Tanpa Migas 8,35 8,54 7,38 6,67 6,55 5,70 7,33 6,01 6,75 7,95 7,84 7,7- 8,2

Keterangan2008*) 2009**) 2010**)

Page 94: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL

Prospek Perekonomian Daerah

90

Tekanan inflasi yang berasal dari kelompok administered price diperkirakan akan

mengalami peningkatan karena meningkatnya ekspektasi masyarakat dengan

rencana pemerintah untuk memberikan subsidi BBM hanya bagi kendaraan roda

dua dan kendaraan plat kuning. Selain itu, isu kenaikan TDL (Tarif Dasar Listrik)

diperkirakan juga akan memberikan tekanan terhadap peningkatan harga di

Provinsi Riau. Berdasarkan survey konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia,

sebagian masyarakat menganggap akan terjadi kenaikan harga pada semua

kelompok barang dan jasa.

Grafik 7.1. Ekspektasi Harga-harga di Provinsi Riau

Sumber : Survey Bank Indonesia

Dengan memperhatikan beberapa faktor tersebut, inflasi Kota Pekanbaru pada

triwulan I-2011 secara tahunan (yoy) diperkirakan akan berada pada kisaran 8,5%-

8,93%. Sementara, inflasi triwulanan (qtq) diperkirakan akan berada pada kisaran

2,20% - 2,61%.

Tabel 7.2. Perkembangan Inflasi Aktual dan Prakiraan Inflasi Triwulan IV-2010

*)Proyeksi Bank Indonesia Pekanbaru

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

harga umum

bhn makanan

makanan jadi

perumahan sandang kesehatan transpor pendidikan

3 bln yad 6 bln yad

20112 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1*)

yoy 9,89 11,34 9,02 6,99 3,68 2,2 1,94 2,26 4,58 4,72 7,00 8,5 - 8,93qtq 2,64 3,17 0,56 0,48 1,7 1,7 0,3 0,79 0,79 1,83 2,48 2,20 - 2,61

2008 2009 2010Keterangan

Page 95: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah

xv

Aktiva Produktif

Adalah penanaman atau penempatan yang dilakukan oleh bank dengan tujuan

menghasilkan penghasilan/pendapatan bagi bank, seperti penyaluran kredit,

penempatan pada antar bank, penanaman pada Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan

surat-surat berharga lainnya.

Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Adalah pembobotan terhadap aktiva yang dimiliki oleh bank berdasarkan risiko dari

masing-masing aktiva. Semakin kecil risiko suatu aktiva, semakin kecil bobot

risikonya. Misalnya kredit yang diberikan kepada pemerintah mempunyai bobot

yang lebih rendah dibandingkan dengan kredit yang diberikan kepada perorangan.

Kualitas Kredit

Adalah penggolongan kredit berdasarkan prospek usaha, kinerja debitur dan

kelancaran pembayaran bunga dan pokok. Kredit digolongkan menjadi 5 kualitas

yaitu Lancar, Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar, Diragukan dan Macet.

Capital Adequacy Ratio (CAR)

Adalah rasio antara modal (modal inti dan modal pelengkap) terhadap Aktiva

Tertimbang Menurut Resiko (ATMR).

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Adalah dana yang diterima perbankan dari masyarakat, yang berupa giro,

tabungan atau deposito.

DAFTAR ISTILAH

Page 96: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah

xvi

Financing to Deposit Ratio (FDR)

Adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah terhadap dana

yang diterima. Konsep ini sama dengan konsep LDR pada bank umum

konvensional.

Inflasi

Kenaikan harga barang secara umum dan terus menerus (persistent).

Inflasi Administered Price

Inflasi yang terjadi pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam

kelompok barang yang harganya diatur oleh pemerintah (misalnya bahan bakar).

Inflasi Inti

Inflasi yang terjadi karena adanya gap penawaran aggregat and permintaan

agregrat dalam perekonomian, serta kenaikan harga barang impor dan ekspektasi

masyarakat.

Inflasi Volatile Food

Inflasi yang terjadi karena pergerakan harga barang-barang yang termasuk dalam

kelompok barang yang harganya bergerak sangat volatile (misalnya beras).

Kliring

Adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE) antar peserta

kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta yang

perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu.

Kliring Debet

Adalah kegiatan kliring untuk transfer debet antar bank yang disertai dengan

penyampaian fisik warkat debet seperti cek, bilyet giro, nota debet kepada

penyelenggaran kliring lokal (unit kerja di Bank Indonesia atau bank yang

memperoleh persetujuan Bank Indonesia sebagai penyelenggara kliring lokal) dan

hasil perhitungan akhir kliring debet dikirim ke Sistem Sentral Kliring (unit kerja

yang menangani SKNBI di KP Bank Indonesia) untuk diperhitungkan secara

nasional.

Page 97: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah

xvii

Kliring Kredit

Adalah kegiatan kliring untuk transfer kredit antar bank yang dikirim langsung oleh

bank peserta ke Sistem Sentral Kliring di KP Bank Indonesia tanpa menyampaikan

fisik warkat (paperless).

Loan to Deposit Ratio (LDR)

Adalah rasio antara jumlah kredit yang disalurkan terhadap dana yang diterima

(giro, tabungan dan deposito).

Net Interest Income (NII)

Adalah antara pendapatan bunga dikurangi dengan beban bunga.

Non Core Deposit (NCD)

Adalah dana masyarakat yang sensitif terhadap pergerakan suku bunga. Dalam

laporan ini, NCD diasumsikan terdiri dari 30% giro, 30% tabungan dan 10%

deposito berjangka waktu 1-3 bulan.

Non Performing Loans/Financing (NLPs/Ls)

Adalah kredit/pembiayaan yang termasuk dalam kualitas Kurang Lancar, Diragukan

dan Macet

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP)

Adalah suatu pencadangan untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin timbul

dari tidak tertagihnya kredit yang diberikan oleh bank. Besaran PPAP ditentukan

dari kualitas kredit. Semakin buruk kualitas kredit, semakin besar PPAP yang

dibentuk. Misalnya, PPAP untuk kredit yang tergolong Kurang Lancar adalah 15%

dari jumlah kredit Kurang Lancar (setelah dikurangi agunan), sedangkan untuk

kredit Macet, PPAP yang harus dibentuk adalah 100% dari total kredit macet

(setelah dikurangi agunan).

Rasio Non Performing Loans/Financing (NPLs/Fs)

Adalah rasio kredit/pembiayaan yang tergolong NPLs/Fs terhadap total

kredit/pembiayaan. Rasio ini juga sering disebut rasio NPLs/Fs gross. Semakin

rendah rasio NPLs/Fs, semakin baik kondisi bank ysb.

Page 98: KAJIAN EKONOMI REGIONAL · 2010 . KAJIAN EKONOMI REGIONAL . VISI BANK INDONESIA : “Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya secara . nasional maupun internasional melalui

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Daftar Istilah

xviii

Rasio Non Performing Loans (NPLs) – Net

Adalah rasio kredit yang tergolong NPLs, setelah dikurangi pembentukan

Penyisihan Pengghapusan Aktiva Produktif (PPAP), terhadap total kredit

Sistem Bank Indonesia Real Time Settlement (BI RTGS)

Adalah proses penyelesaian akhir transaksi pembayaran yang dilakukan seketika

(real time) dengan mendebet maupun mengkredit rekening peserta pada saat

bersamaan sesuai perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.

Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI)

Adalah sistem kliring Bank Indonesia yang meliputi kliring debet dan kliring kredit

yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional.